referat polip ethmoid
DESCRIPTION
referat polip ethmoidTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Polip adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai,
berbentuk bulat atau lonjong seperti anggur, multipel, bilateral, tidak nyeri,
berwarna putih keabuan dengan permukaan licin dan agak bening karena
mengandung banyak cairan. Kata polip berasal dari bahasa Yunani yaitu
polypous yang kemudian dilatinkan menjadi polyposis yang berarti berkaki
banyak.1,2
Polip bukan merupakan penyakit tersendiri, tapi merupakan manifestasi
klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan
sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma. Polip dapat berasal dari
epitel dimeatus medius, ethmoid atau sinus maksila. Polip ethmoid
merupakan massa yang lunak, halus, berwarna putih kekuningan atau merah
muda. Pada pemeriksaan histologi terlihat gambaran edema submukosa yang
disertai infiltrasi eosinofil dan round cells.1-3
Polip ethmoid sering timbul pada orang dewasa. Insiden tertinggi polip
ethmoid unilateral terlihat selama dekade kedua kehidupan, yaitu sebesar
43%. Rekurensi dari polip ethmoid cukup besar, pada beberapa penelitian
yang berbeda menunjukkan bahwa lebih dari 40% polip ethmoid terjadi untuk
pertama kali dan 5% terjadi setelah 5 kali atau lebih polipektomi.1,3
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Definisi
Polip ethmoid adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak
yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong seperti anggur, multipel,
bilateral, tidak nyeri, berwarna putih keabuan dengan permukaan licin dan
agak bening, mengandung banyak cairan yang berasal dari sinus ethmoid.
Polip bukan merupakan penyakit tersendiri, tapi merupakan manifestasi
klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan
sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.1,2
2.2 Anatomi Sinus Ethmoid
Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os
maksila, os frontal, os sfenoid, dan os ethmoid. Dari semua sinus
paranasal, sinus ethmoid paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap
paling penting karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya. Sinus ethmoid berbentuk piramid dengan dasarnya dibagian
posterior terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon yang terdapat
dibagian lateral os ethmoid. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara empat
sampai tujuh belas sel (rata-rata sembilan sel). Berdasarkan letaknya sinus
ethmoid anterior dibagi yang bermuara di meatus media dan sinus ethmoid
posterior yang bermuara di meatus superior.4,5
Dibagian terdepan sinus ethmoid anterior ada bagian yang sempit
disebut recessus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Di
daearah ethmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut
infundibulum, tempat muara ostium sinus maksillaris. Peradangan di
daearah ini dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di
infudibulum yang dapat menyebabkan sinusitis maksilla.
Atap sinus ethmoid yang disebut fovea ethmoidalis berbatasan
dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus berbatasan dengan lamina
3
papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus ethmoid dari rongga
orbita. Di bagian belakang sinus ethmoidalis posterior berbatasan dengan
sinus sphenoid. 4,5
Gambar 1. Anatomi sinus potongan koronal
Keterangan gambar: F –Sinus frontalis, E - Sinus Ethmoidalis, M - Sinus
Maxillaris, O - Maxillary sinus ostium, SS - Sphenoid sinus ST- Superior
turbinate, T - Middle turbinate, IT- Inferior turbinate, SM- Superior meatus,
MM- Middle meatus, SR - Sphenoethmoidal recess, S- Septum, ET - Eustachian
tube orifice, A – Adenoids
4
Gambar 2. Anatomi sinus potongan sagital
2.3 Epidemiologi
Polip ethmoid sering timbul pada orang dewasa. Insidensi polip
ethmoid hampir sama baik pada laki-laki maupun perempuan, namun pada
penelitian lain ada kecenderungan polip lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 2:1 sampai 4:1. Di Amerika,
insiden pada orang dewasa adalah 1-4%, sedangkan pada anak hanya
sekitar 0,1%, namun insiden penyakit ini meningkat pada anak-anak
dengan fibrosis kistik, yaitu 6-48%.3, …………….
Pada penelitian di Pakistan, dari 200 pasien, polip ethmoid
ditemukan pada usia 5 sampai 60 tahun. Kejadian polip ethmoid unilateral
adalah 35% dan polip ethmoid bilateral adalah 65%. Laki-laki dengan
polip ethmoid unilateral sebesar 57% dan pada perempuan sebesar 43%.
Insiden tertinggi polip ethmoid unilateral terlihat selama dekade kedua
5
kehidupan, yaitu sebesar 43%. Insiden polip ethmoid unilateral dan polip
ethmoid bilateral masing-masing adalah 1,6 dan 3 kasus per bulan.
2.4 Etiologi
Perkembangan polip pada daerah sinus merupakan akibat dari
reaksi hipersensitifitas tipe IgE dan mungkin juga melibatkan proses
imunologis dan inflamasi sehingga terbentuk polip. Etiologi sebenarnya
dari pembentukan polip belum diketahui secara pasti. Sumber lain
menyebutkan ada tiga faktor penting pada terjadinya polip, antara lain
peradangan mukosa kronik dan berulang pada mukosa hidung dan sinus,
adanya gangguan keseimbangan vasomotor dan adanya peningkatan cairan
intestitial dan edema mukosa hidung. Penyebab lain yang diduga
berhubungan dengan terbentuknya polip ethmoid antara lain gravitasi,
keturunan, usia, jenis kelamin, dan hidung yang sempit.3,6
2.5 Patogenesis
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,
disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein,
terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang
berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostio-meatal. Terjadi
prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan
kelenjar baru, juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh
permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.6,7
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular
yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan
menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan
kemudian akan turun ke rongga hidung menjadi tangkai.6,7
6
Selain itu, teori lain yang berhubungan dengan patogenesis polip
ethmoid yaitu perubahan substansi polisakarida, infeksi dan alergi.
Perubahan substansi polisakarida sebagai pembentuk polip dikemukakan
oleh Jackson dan Arihood (1971). Pada infeksi, terutama infeksi oleh
bakteri, dapat terjadi sinusitis yang bersifat purulen. Infeksi ini dapat
meluas ke dalam sinus ethmoid dan mengakibatkan mukosa sinus menjadi
poliploid. Teori alergi sebagai penyebab terbentuknya polip didukung oleh
3 faktor, yaitu 90% dari gambaran histologi polip nasal mengandung
eosinofil, adanya hubungan polip dengan asma, dan gejala-gejala nasal
pada polip mirip dengan gejala nasal pada alergi. 3,7,8
2.6 Diagnosis
Polip ditemukan hampir pada semua sinus walaupun lebih sering
terdapat pada antrum dan ethmoid. Lokasi polip yang tersembunyi pada
ethmoid menyebabkan penegakkan diagnosa polip di daerah ini sulit.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan adanya keluhan utama biasanya hidung
tersumbat, sumbatan menetap, tidak hilang timbul dan semakin lama
semakin berat. Pasien mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan
sukar membuang ingus. Gejala lain berupa gangguan penciuman (anosmia
atau hiposmia). Gejala sekunder dapat terjadi bila disertai kelainan organ
didekatnya seperti adanya post nasal drip, sakit kepala, nyeri pada daerah
muka, suara nasal atau bindeng. 1,3
Dari pemeriksaan fisik rinoskopi anterior dan posterior didapatkan
gambaran polip berupa gambaran massa seperti anggur berwarna pucat,
putih keabuan dengan permukaan licin, bertangkai dan tidak nyeri pada
palpasi. Kavum nasi disertai dengan cairan yang purulen dihubungkan
dengan sinusitis.1,3
7
Gambar 3. Polip di cavum nasi sinistra
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara lain melalui
rontgen posisi water dan CT-Scan sinus paranasal untuk melihat adanya
sinusitis dan polip, serta endoskopi untuk melihat stadium pembesaran.
Pemeriksaan biopsi dilakukan apabila pada pemeriksaan rontgen
didapatkan adanya gambaran erosi tulang.1,3
8
Gambar 4. CT-Scan sinus ethmoid yang menunjukkan polip
Keterangan: M-sinus maksilaris, E-ethmoid sinus, P-polip, O-ostium sinus
maksilla, *- meatus media. *Sumber: www.sinuses.com
Endoskopi dan CT-Scan dapat dipakai untuk menentukan
klasifikasi polip. Terdapat 4 stadium polip ethmoid berdasarkan
gambaran endoskopi.2
Stadium 0 = Mukosa normal
Stadium 1 = Edema mukosa pada meatus media
Stadium 2 = Polip tidak terlihat pada meatus media
Stadium 3 = Polip meluas sampai konka media
Stadium 4 = Polip meluas memenuhi seluruh rongga hidung.
9
Gambar 5. Stadium Polip
2.7 Penatalaksanaan
Polip pertama kali diketahui di India. Pada 1000 tahun Sebelum
Masehi, Curettes yang pertama kali melakukan pengangatan polip.
Pahor menyebutkan polip nasal sudah dikenali sejak jaman Mesir kuno
dan biasanya polip dibuang dengan menggunakan pengait. Hippocrates
(60-370 SM) mengangkat polip nasal dan kemungkinan sel-sel ethmoid
sekitar dengan menggunakan tali senar yang dimasukkan dari hidung ke
nasofaring. Sebelumnya sebuah busa disematkan di ujung nasofaring
dan kemudian polip didorong ke arah nares anterior.9
Saat ini, penatalaksanaan polip ethmoid terbagi menjadi dua,
yaitu medikamentosa dan pembedahan.
10
1. Medikamentosa
Medikamentosa meliputi antihistamin lokal dan sistemik dan
steroid lokal. Pengobatan konservatif medikamentosa ini diberikan
pada polip yang masih kecil dan tanpa gejala (belum memenuhi
rongga hidung). Pada kortikosteroid lokal, respon antiinflamasi non-
spesifiknya secara teoritis mengurangi ukuran polip dan mencegah
tumbuhnya polip kembali jika digunakan berkelanjutan. Tersedia
semprot hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk
pemakaian jangka panjang dan jangka pendek seperti fluticason,
mometason, budesonid dan beclomethason dipropionate nasal spray
200 g dua kali sehari selama 1-3 bulan. Sedangkan untuk
kortikosteroid oral dapat digunakan prednisolon selama 6 hari
dengan dosis total 215 mg. Agen anti inflamasi nonspesifik ini
secara signifikan mengurangi ukuran peradangan polip dan
memperbaiki gejala lain secara cepat. Sayangnya, masa kerja
sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan munculnya gejala
yang sama dalam waktu mingguan hingga bulanan. Kontraindikasi
penggunaan kortikosteroid antara lain hipertensi, ulkus peptikum,
diabetes, hamil dan TBC.2, 3, 9
2. Pembedahan
Indikasi dilakukannya pembedahan pada polip ethmoid antara
lain:
a. Terapi konservatif dengan menggunakan obat-obatan tidak
berhasil
b. Pembesaran polip yang menyebabkan obstruksi jalan nafas.
c. Polip multipel atau rekuren yang menyebabkan obstruksi
d. Gangguan penciuman
11
Pada prosedur pembedahan, metode yang dapat digunakan
tergantung dari luas dan rekurensi polip. Prosedur tersebut dapat
berupa polipektomi nasal, polipektomi nasal dengan ethmoidektomi
intranasal, ethmoidektomi transantral, ethmoidektomi eksternal, dan
BESF (Bedah Endoskopi Sinus Fungsional). Komplikasi yang dapat
terjadi akibat pembedahan meliputi perdarahan, infeksi, komplikasi
intraorbital atau intracranial. 3,8,9
Apapun teknik pembedahan yang digunakan untuk mengangkat
polip, terdapat angka kekambuhan yang cukup besar, sehingga
dianjurkan untuk menggunakan kortikosteroid nasal spray setelah
operasi. Angka kekambuhan meningkat pada pasien dengan asma,
eczema, dan hipersensitif terhadap aspirin.3,9
12
BAB III
KESIMPULAN
Polip ethmoid adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong seperti anggur, multipel, bilateral, tidak
nyeri, berwarna putih keabuan dengan permukaan licin dan agak bening,
mengandung banyak cairan yang berasal dari sinus ethmoid. Polip ethmoid sering
timbul pada orang dewasa dan bilateral. Insidensi polip ethmoid hampir sama baik
pada laki-laki maupun perempuan, namun pada penelitian lain ada kecenderungan
polip lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 2:1 sampai 4:1. Insiden tertinggi polip ethmoid unilateral terlihat
selama dekade kedua kehidupan.
Terdapat beberapa faktor penting pada terjadinya polip, antara lain
peradangan mukosa kronik dan berulang pada mukosa hidung dan sinus, adanya
gangguan keseimbangan vasomotor, adanya perubahan substansi polisakarida,
infeksi dan alergi. Diagnosis polip ethmoid ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya
keluhan hidung tersumbat, sumbatan menetap, tidak hilang timbul dan semakin
lama semakin berat, terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang
ingus. Gejala lain berupa gangguan penciuman (anosmia atau hiposmia), post
nasal drip, sakit kepala, nyeri pada daerah muka, suara nasal atau bindeng. Pada
pemeriksaan fisik rinoskopi anterior dan posterior didapatkan gambaran polip
berupa gambaran massa seperti anggur berwarna pucat, putih keabuan dengan
permukaan licin, bertangkai dan tidak nyeri pada palpasi. Kadang diperlukan
pemeriksaan penunjang berupa CT scan nasal dan sinus paranasal, endoskopi, dan
biopsi. Tatalaksana dari polip ethmoid meliputi tatalaksana konservatif, dengan
menggunakan obat-obatan seperti antihistamin, kortikosteroid lokal, atau
kortikosteroid sistemik dan pembedahan.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Nizar WN dan Endang M. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT: Polip
Hidung. Ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
2. Budiman JB, Ade Asyari. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinosinusitis
dengan Polip Nasi. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. 2009.
3. Saeed, M. Unilateral Ethmoidal Polyps. Professional Med J Dec 2010; 17
(4): 603-607. (http:// www.theprofesional.com/article/.../PROF-1680.pdf. ).
Diunduh tanggal 18 Mei 2013.
4. Snell Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed. 6.
Jakarta: EGC. 2006.
5. Soetjipto D dan Endang M. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT: Sinus
Paranasal. Ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
6. Elise K, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Ed 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007.
7. Drake, A.B., Lee. Chapter 9: Nasal Polyps. page 1-13. (http://www.
famona.sezampro.rs/medifiles/.../scott409.pdf). Diunduh tanggal 18 Mei
2013).
8. Becker S. Surgical Management of Polyps in the Treatment of Nasal
Airway Obstruction. Otolaryngol Clin N Am 42 (2009) 377–385.
9. Rohail Ahmed , Mohd Faheem. Malik, Aamer Ayub Awan. Comparison
of Conservative Versus Surgical Treatment of Ethmoidal Nasal Polyps.
Department of ENT, Allama Iqbal Medical College/ Jinnah Hospital,
Lahore. 2009.