referat-perdarahan antepartum2
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan antepartum terjadi 3% dari semua persalinan dan merupakan salah
satu trias kematian ibu di Indonesia. Setiap perdarahan antepartum memerlukan rawat
inap dan penatalaksanaan segera.
Langkah pertama dalam menghadapi setiap pasien dengan perdarahan yang
banyak adalah segera memberikan infus larutan Ringer-Laktat atau larutan garam
fisiologik dan kecepatannya disesuaikan dengan kebutuhan setiap kasus, serta
memeriksa Hb dan golongan darah. Langkah berikutnya adalah penyediaan darah segar
senantiasa harus disiagakan berapa pun kadar Hb pasien mengingat perdarahan ulang
atau yang tersembunyi sewaktu-waktu bisa mengancam. Transfusi darah diberikan bila
kadar Hb < 10 gram% karena perdarahan yang banyak kadar Hb baru nyata berkurang
setelah beberapa jam kemudian.
Bersamaan dengan langkah tersebut perlu dipantau dari waktu ke waktu tanda-
tanda vital ibu hamil dan pemantauan kesejahteraan janin (fetal well-being), dianjurkan
dengan mempergunakan KTG guna lebih akurat memantau keadaan janin. Kesempatan
yang ada harus digunakan untuk konfirmasi diagnosis bila perlu dengan menggunakan
peralatan yang ada seperti USG atau MRI dan konsultasi dengan pihak terkait dan pihak
yang berkompeten. Semua personil dan fasilitas disiagakan jika tindakan operasi pada
ibu dan resusitasi janin sewaktu-waktu diperlukan.
Pemeriksaan darah lengkap termasuk pemeriksaan gangguan mekanisme
pembekuan darah perlu dilakukan terutama pada kasus yang ditengarai solusio
plasenta, dan juga pada ruptur uteri. Komunikasi yang baik dan penuh empati
antarsesama petugas kesehatan dan dengan pihak keluarga pasien sangat membantu
dalam penanggulangan pasien yang memuaskan semua pihak dan dalam
mempersiapkan rekam medik dan mendapatkan informed consent.
1
2
BAB II
ISI
Yang dimaksud dengan perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir
setelah kehamilan 28 minggu atau pada trimester terakhir kehamilan. Perdarahan
antepartum dapat bersumber dari plasenta atau bukan plasenta. Klasifikasi perdarahan
antepartum, yaitu:
1. Plasenta Previa
2. Solusio Plasenta
3. Belum jelas sumbernya (idiopatik) seperti ruptur sinus marginalis, plasenta letak
rendah, dan vasa previa.
PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus.
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu:
1. plasenta previa totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta
2. plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta
2
3
3. plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan.
Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum
sampai menutupi pembukaan jalan lahir, disebut plasenta letak rendah. Pinggir plasenta
berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir.
Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan
fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa
totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis
pada pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi seperti ini tidak akan terjadi dengan
penanganan yang baik.
Etiologi
Mengapa plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas
dapat diterangkan. Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atrofi
pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa,
tidaklah selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati
untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti
bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti
pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan
permukaanya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Menurut Kloosterman (1973), frekuensi plasenta previa pada primigravida yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
3
4
primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun; pada grande multipara yang berumur
lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara
yang berumur kurang dari 25 tahun.
Gambaran Klinik
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau
bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat
fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada
sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun
perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang
pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah
terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila
plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan
pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa
terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus.
Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna segar, berlainan
dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tak
dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin
rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada
plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang
mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang
karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi kepala,
kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin
4
5
karena plasenta previa sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis;
menonjol di atas simfisis karena plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin
sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak,
seperti letak lintang atau letak sungsang.
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan pada
waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfusi darah, akan
tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih prematur. Tidak
selalu dapat dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering
mengadakan perlengketan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir,
perdarahan post partum sering kali terjadi karena kekurangmampuan serabut-serabut
otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas
insersio plasenta atau karena perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh
dan mengandung banyak pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila persalinan
berlangsung pervaginam.
Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa
nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat
dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan Luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul atau
mengolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Tidak jarang
terdapat kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang.
5
6
Pemeriksaan In Spekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosi porsionis
uteri, karsinoma porsionis uteri, poliposis servisis uteri, varises vulva, dan trauma.
Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.
Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
radiografi, radioisotopi, dan ultrasonografi. Nilai diagnostiknya cukup tinggi di tangan
yang ahli, akan tetapi ibu dan janin pada pemeriksaan radiografi dan radioisotopi masih
dihadapkan pada bahaya radiasi yang cukup tinggi pula, sehingga cara ini mulai
ditinggalkan.
Penentuan letak plasenta dengan menggunakan ultrasonografi ternyata sangat
tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan
rasa.
Penentuan letak plasenta secara langsung
Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta
previa ialah secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi
pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh
karena itu, pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan
pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan
dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan dalam meja operasi dilakukan sebagai berikut:
1. Perabaan fornises
Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam presentasi
kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul,
perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya terasa
lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta; dan akan terasa
padat (keras) apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta.
6
7
Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta yang tipis
mungkin tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului
pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada
tidaknya plasenta previa.
2. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis
Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk
dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan tujuan kalau-kalau meraba
kotiledon plasenta. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk
dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-sekali berusaha menyelusuri
pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari
insersionya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak.
Penanganan
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi
pertama kali jarang sekali, atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian,
asal sebelumnya tidak diperiksa dalam.
Apabila dengan penilaian yang tenang ternyata perdarahan yang telah
berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan atau
janinnya (yang masih hidup) dan kehamilannya belum cukup 36 minggu atau taksiran
berat janin belum sampai 2500 gr dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk
menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi.
Penanganan pasif ini, pada kasus-kasus tertentu sangat bermanfaat untuk
mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas, asal jangan
dilakukan pemeriksaan dalam. Sebaliknya, kalau perdarahan yang telah berlangsung
atau yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan atau janinnya; atau
kehamilannya telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gr
atau persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh
penanganan aktif. Dalam keadaan ini pemeriksaan dalam dilakukan di meja operasi
dalam keadaan siap operasi.
7
8
Penanganan pasif
Pada tahun 1945 Johnson dan Macafee mengumumkan cara baru penanganan
pasif beberapa kasus plasenta previa yang janinnya masih prematur dan perdarahannya
tidak berbahaya, sehingga tidak diperlukan tindakan pengakhiran kehamilan segera.
Penderita harus dirawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan
menunjukkan tidak adanya plasenta previa, atau sampai bersalin. Transfusi darah dan
operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera
diatasi mengingat kemungkinan perdarahan berikutnya. Menilai banyaknya perdarahan
harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara
berkala,daripada memperkirakan banyaknya darah yang hilang per vaginam. Ada
tidaknya plasenta previa diperiksa dengan penentuan letak plasenta secara tidak
langsung.
Memilih Cara Persalinan
Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik tergantung dari derajat
plasenta previa, paritas, dan banyaknya perdarahan. Beberapa hal lain yang harus
diperhatikan pula ialah apakah terhadap penderita pernah dilakukan pemeriksaan
dalam, atau penderita sudah mengalami infeksi.
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea, tanpa
menghiraukan faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat
cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak, apalagi yang berulang, merupakan
indikasi mutlak untuk seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh
plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya daripada apa yang ditemukan pada
pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada serviks dan segmen bawah
uterus.
Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, atau
plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan
pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi apabila ternyata pemecahan selaput ketuban
8
9
tidak mengurangi perdarahan yang timbul kemudian, maka seksio sesarea harus
dilakukan. Dalam memilih cara persalinan pervaginam hendaknya dihindarkan cara
persalinan yang lama dan sulit karena akan sangat membahayakan ibu dan janinnya.
Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan seksio
sesarea. Persalinan per vaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan
plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga
perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber
perdarahan; dengan demikian, memberikan kesempatan kepada uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan untuk menghindarkan perlukaan
serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan
pervaginam.
Persalinan pervaginam
Pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terbaik untuk melangsungkan
persalinan pervaginam, karena bagian terbawah janin akan menekan plasenta dan
bagian plasenta yang berdarah dan bagian plasenta yang berdarah itu dapat bebas
mengikuti regangan segmen bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen
bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan.
Seksio Sesarea
Di rumah sakit yang serba lengkap, seksio sesarea akan merupakan cara
persalinan yang terpilih. Gawat janin, atau kematian janin tidak boleh merupakan
halangan untuk melakukan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu
mungkin terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki, apabila
fasilitas memungkinkan.
Perdarahan yang berlebihan dari bekas insersio plasenta tidak selalu dapat
diatasi dengan pemberian uterotonika, apalagi kalau penderita telah sangat anemis.
Histerektomi totalis merupakan tindakan yang cepat untuk menghentikan perdarahan,
dan dapat menyelamatkan jiwa penderita; namun sebelumnya sebaiknya dicoba terlebih
dahulu untuk menghentikan perdarahan itu dengan jahitan. Apabila cara-cara tersebut
9
10
tidak berhasil mengatasi perdarahan, dianjurkan untuk menghentikan perdarahan
demikian itu dengan jalan mengikat arteria hipogastrika.
PrognosisDengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta
previa rendah sekali.
10
11
SOLUSIO PLASENTA
Terdapat beberapa istilah untuk penyakit ini yaitu abruptio plasenta, ablatio
plasenta, dan accidental hemorrhage. Istilah atau nama lain yang lebih deskriptif adalah
premature separation of the normally implanted placenta (pelepasan dini uri yang
implantasinya normal). Bila terjadi di bawah kehamilan 20 minggu gejala klinikmya
serupa dengan abortus iminens. Secara definitif diagnosisnya baru dapat di tegakan
setelah partus jika terdapat hematoma pada permukaan maternal plasenta.
Solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya dari pada plasenta previa bagi ibu
hamil dan janinnya. Pada perdaharan tersembunyi (cocealed hemorrhage) yang luas
dimana perdarahan retroplasenta yang banyak dapat mengurangi sirkulasi utero
plasenta dan menyebabkan hipoksia janin. Di samping itu, pembentukan hematom
uteroplasenta yang luas bisa menyebabkan koaguloti yang fatal bagi ibu.
Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium
sebelum waktunya yakni pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anaknya lahir.
Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis), dapat
pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsial), atau bisa seluruh permukaan maternal
plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam banyak
kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap
dibawahselaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan kekanalis servikalis dankeluar
melalui vagina (revealed haemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya, walaupun jarang,
perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed hemorrhage) jika:
Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim.
Selaput ketuban masih melekat di dinding rahim.
Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah ketuban pecah karenanya.
11
12
Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah
rahim.
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu:
Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25 % / < 1/6 bagian
Jumlah darah <250 ml
Jumlah darah yang keluar sedikit sampai banyak
Warna darah kehitaman
Komplikasi belum ada
Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas melebihi 25% (kurang dari 50 %)
Jumlah darah >250 ml (<1000 ml)
Rasa nyeri pada perut terus menerus
Denyut jantung janin cepat, hipotensi dan takikardi
Solusio plasenta berat
12
13
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50 %
Jumlah darah mencapai 1000 ml
Disertai syok
Janin dapat meninggal
Komplikasi koagulopati, gagal ginjal, oligouri
Etiologi
Sebab primer dari solusio plasenta tidak dketahui. Terdapat beberapa faktor
resiko yang dapat menyebabkan solusio plasenta, yaitu:
1. Hipertensi kronis
2. Merokok
3. Hipertensi kronik atau pre-eklampsia
4. Mioma uteri trauma obdomen
5. Gangguan sistem pembekuan darah
6. Tali pusat pendek
Patofisiologi
Solusio plasenta adalah suatu hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari
suatu keadaan yang dapat memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Dalam banyak kejadian
perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan oleh iskemik dan
hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentukan trombosis dalam
pembuluh darah desidua atau dalam vaskuler vili dapat berujung pada iskemi dan
hipoksia setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan menyebakan
perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis
terlepas kecuali selapis tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian,
pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa
menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi, dan kerusakan pada bagian plasenta
sekelilingnya yang berdekatan.
13
14
Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian
belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom
retroplasenta disebabkan putusnya arteri spinalis dalam desidua. Hematoma
retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi
maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematom yang terbentuk dengan cepat meluas dan
melepaskan plasenta lebih luas dan banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang
keluar merembes antara selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar
melalui serviks ke vagina. Perdarahan tidak dapat berhenti karena uterus
yangmengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteri spiralis
yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam
uterus.
Terdapat keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kematian sel karena
iskemia dan hipoksia pada desidua, yakni:
(1) pada pasien korioamnionitis, misalnya pada ketuban prematur, terjadi
pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin lain yang berasal dari agen yang
infeksius dan menginduksi pembentukan dan penumpukan sitokin, eisikanoid,
dan bahan-bahan oksidan lain seperti superoksida. Semua bahan ini mempunyai
daya sitotoksik yang menyebabkan iskemia dan hipoksia yang berujung dengan
kematian sel. Salah satu kerja sitotoksik dari endotoksin adalah terbentuknya
NOS (nitric oxide synthase) yang berkemampuan menghasilkan NO (nitric oxide)
yaitu suatu vasodilator kuat dan penghambat agregasi trombosit. Metabolisme
NO menyebabkan pembentukan peroksinitrit suatu oksidan tahan lama yang
mampu menyebabkan iskemia dan hipoksia pada sel-sel endotelium pembuluh
darah. Oleh karena faedah NO terlampaui oleh peradangan yang kuat, maka
sebagai hasil akhir terjadilah iskemia dan hipoksia yang menyebabkan kematian
sel dan perdarahan. Kedalam kelompok penyakit ini termasuk autoimun
antibodi, antikardiolipin antibodi, lupus anti koagulan,semuanya telah lama di
kenal berakibat buruk pada kehamilan termasuk melatarbelakangi kejadian
solusio plasenta.
(2) kelainan genetik berupa defisiensi protein C dan protein S.
(3) pada pasien dengan penyakit trombofilia.
14
15
(4) pada keadaan hyperhomocystemia dapat menyebabkan kerusakan endotelium
vaskular yang berakhir dengan pembentukan trombosis pada vena yang
menyebabkan kerusakan pada arteria spiralis.
Gambaran klinik
Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya
perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina, rasa nyeri perut dan uterus yang
menegang terus-menerus mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak
menunjukan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda persalinan prematur
saja.
Solusio plasenta ringan
Kurang lebih 30 % penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit sekali
melahirkan gejala. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom
yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta. Ini
dapat diketahui ecara retrospektif pada inspeksi plasenta setelah partus. Rasa nyeri
pada perut masih ringan dan darah keluar masih sedikit, sehingga belum keluar melalui
vagina. Nyeri yang belum terasa sulit membedakannya dengan plasenta previa kecuali
darah yang keluar merah segar pada plasenta previa. Tanda vital dan keadaan ibu dan
janin masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak di jumpai kelainan kacuali pada
palpasi sedikit tegang tetapi bagian-bagian janin masih dapat di kenali. Kadar fibrinogen
dalah dalam batasan-batasan normal 350 mg%. Pemeriksaan USG perlu untuk
menyingkirkan plasenta previa.
Solusio plasenta sedang
Gejala-gejala sudah jelas seperti rasa nyeri yang terus menerus, denyut jantung
janin biasanya telah menunjukan gawat janin, perdarahan yang tampak keluar lebih
banyak, takikardi, hipotensi kulit dingin dan keringatan, dan oligouri mulai ada. Rasa
nyeri dan tegang perut jelas sehingga bagian –bagian anak sukar ditentukan. Rasa nyeri
hilang timbul seperti his normal.
15
16
Solusio plasenta berat
Perut rasa nyeri dan tegang serta keras seperti papan disertai perdarahan yang
berwarna hitam. Palpasi bagian –bagian janin tidak mungkin di lakukan. Tinggi fundus
uteri lebih tinggi daripada seharusnya oleh karena telah terjadi penumpukan darah di
dalam rahim. Denyut jantung janin tidak terdengar lagi. Dapat memburuk disertai syok.
Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang
bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah lahir di temukan adanya impresi
(cekungan) pada permukan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom
retroplasenta.
Komplikasi
Di bagi dua:
1. Timbul dengan segera: perdarahan dan syok
2. Timbul agak lambat: kelainan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia dan
gangguan faal ginjal.
3. Apopleksi uteroplacentair (uterus couvelaire) yaitu pada solusio plasenta yang
berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium
kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire.
Penanganan
Semua pasien yang tersangka solusio plasenta harus dirawat inap di rumah sakit
yang berfasilitas cukup. Ketika dirawat langsung diperiksa darah lengkap termasuk kadar
Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan darah dengan memeriksa faktor
pembekuan, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen dan kadar
hancuran fibrin dalam plasma.
16
17
Persalinan mungkin pervaginam atau mungkin juga harus perabdominal
tergantung pada banyaknya perdarahan, telah ada tanda-tanda persalinan spontan atau
belum, dan tanda-tanda gawat janin. Penanganan pada solusio plasenta bisa bervariasai
sesuai keadaan tergantung berat ringannya penyakit,usia kehamilan, serta keadaan ibu
dan janinnya. Bilamana janin masih hidup dan cukup bulan dan bilamana pervaginam
belum ada tanda-tanda, umumnya dipilih persalinan melalui bedah sesar darurat.
Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus pada kasus yang
ringan atau janin telah mati, atau dengan bedah sesar pada kasus yang berat atau telah
terjadi gawat janin.
Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih
buruk lagi bagi janin jika di bandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta yang
ringan masih memiliki prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian
dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih
buruk terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas yang tinggi di
samping morbiditas ibu, yang lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai
prognosisyang paling buruk terhadap ibu terlebih lagi terhadap janinnya. Umumnya
pada keadaan demikian janin telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat salah
satu komplikasi. Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga tergantung
pada kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah
yang banyak dan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.
17
18
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu
atau pada trimester terakhir kehamilan.
Klasifikasi perdarahan antepartum, yaitu:
1. Plasenta Previa
2. Solusio Plasenta
3. Belum jelas sumbernya (idiopatik) seperti ruptur sinus marginalis, plasenta letak
rendah, dan vasa previa.
Perbedaan antara Plasenta Previa dengan Solusio Plasenta
Plasenta Previa Solusio Plasenta
Perdarahan
Tanpa nyeri
Banyak
Berulang sebelum partus
Dengan nyeri
Sedikit
Segera disusul partus
PalpasiBagian terendah masih
tinggi
Bagian anak sukar
ditentukan
Bunyi Jantung Anak Biasanya jelas Biasanya tidak ada
Pemeriksaan Dalam Teraba jaringan plasenta Tidak teraba plasenta
Ketuban menonjol
Cekungan Plasenta Tidak adaAda impresi pada jaringan
plasenta karena hematom
18
19
Selaput ketuban Robek marginal Robek normal
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Mose, Johanes C.2005.Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi: Perdarahan
Antepartum.Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono.2008.Ilmu Kebidanan: Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan
Persalinan.Jakarta: PT Bina Pustakaa Sarwono Prawirohardjo
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Perdarahan+Antepartum+et+causa+Plasenta+Previa+pada+Primigravida+Hamil+A
term+dengan+Presentasi+Bokong
20