referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. arie widiyasa, spog)

65
REFERAT KEHAMILAN BERESIKO TINGGI Dibuat oleh: Surya Adiwena (07120120025) Pembimbing: dr. Arie Widiyasa, Sp.OG Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 1

Upload: adeline-dlin

Post on 13-Jan-2017

187 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

REFERATKEHAMILAN BERESIKO TINGGI

Dibuat oleh:Surya Adiwena (07120120025)

Pembimbing:dr. Arie Widiyasa, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan GinekologiRumah Sakit Marinir Cilandak

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

1

Page 2: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................4

A. Usia...................................................................................................................................4

B. Hipertensi.........................................................................................................................6

C. Diabetes pada kehamilan..............................................................................................17

D. Obesitas..........................................................................................................................22

E. Penyakit autoimun........................................................................................................26

F. Anemia...........................................................................................................................29

BAB III KESIMPULAN...............................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................39

2

Page 3: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan didefinisikan oleh WHO sebagai durasi waktu kurang lebih 9 bulan

dimana seorang wanita membawa embrio dan fetus yang berkembang di rahimnya.

Selama masa kehamilan tersebut, kedua ibu dan anaknya yang dalam masa

pertumbuhan akan menghadapi resiko kesehatan yang beragam. Resiko kesehatan

tersebut dapat menyebabkan mortalitas maupun morbitidas baik pada ibu maupun

janinnya.

Sekitar 99% kematian ibu terjadi di negara berkembang dan perkiraan sementara

menyatakan bahwa ada sekitar 536.000 kematian ibu setiap tahunnya baik dalam masa

kehamilan maupun dalam 42 hari paska kelahiran. Kematian ibu di Negara berkembang

sebagian besar terjadi karena perdarahan obstetri dan hipertensi dalam kehamilan.

Sedangkan kematian ibu di negara maju terjadi karena penyebab langsung beruba

tromboembolisme, atau penyebab tidak langsung seperti penyakit jantung.

Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi. Menurut Survei

Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, angka kematian ibu di

Indonesia adalah 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Demikian pula dengan angka

kematian bayi yang mencapai angka 32 per 1000 kelahiran hidup. Kematian ibu di

Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama yaitu perdarahan, hipertensi, dan

infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana angka kematian karena perdarahan

cenderung berkurang, sedangkan angka kematian yang disebabkan oleh hipertensi

semakin bertambah proporsinya. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada tahun

2013 disebabkan karena hipertensi dalam kehamilan.

Kehamilan beresiko tinggi adalah suatu keadaan medis atau patologis yang

memiliki resiko tinggi menimbulkan morbiditas atau mortalitas pada ibu, janin, maupun

bayi selama kehamilan atau kelahiran. Berdasarkan data penelitian, 40% dari seluruh

kehamilan akan mengalami suatu komplikasi selama masa kehamilan, saat melahirkan,

maupun setelah melahirkan.(1) Terdapat banyak faktor yang dapat membuat suatu

3

Page 4: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

kehamilan menjadi beresiko tinggi, diantaranya usia saat kehamilan, hipertensi,

penyakit yang diderita baik sebelum maupun saat hamil, faktor sosiodemografik, dan

kebiasaan hidup.

Banyaknya faktor resiko yang membuat suatu kehamilan menjadi beresiko

tinggi sangat sulit untuk dijabarkan dalam satu karya tulis, ditambah oleh banyaknya

faktor resiko tersebut yang membutuhkan perawatan terpadu antar dokter spesialis dari

berbagai disiplin yang berbeda. Referat ini akan membahas secara spesifik 6 faktor

resiko yang dapat membuat suatu kehamilan menjadi beresiko tinggi, yaitu usia ibu,

hipertensi dalam kehamilan, diabetes dalam kehamilan, penyakit autoimun rheumatoid

arthritis dan systemic lupus erythematosus, serta anemia dalam kehamilan. Faktor –

faktor tersebut akan dibahas secara umum.

4

Page 5: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

BAB II

PEMBAHASANA. Usia

a. Pengertian

Berdasarkan KBBI, usia atau umur didefinisikan sebagai lama

waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan. Salah satu faktor

yang berpotensi membuat kehamilan beresiko tinggi adalah usia ibu

saat hamil. Adapun usia yang dimaksud adalah usia ibu hamil dibawah

21 tahun atau diatas 35 tahun. Kehamilan pada ibu yang berada dalam

kelompok usia tersebut beresiko lebih tinggi untuk timbul komplikasi.(2)

b. Kehamilan pada usia muda(3)

Secara umum terdapat 2 ciri biologis imaturitas biologis pada

wanita yang dapat mengakibatkan kehamilan dengan resiko tinggi,

yaitu usia ginekologis yang muda (didefinisikan sebagai konsepsi

dalam 2 tahun setelah menarke), dan kehamilan sebelum

perkembangan ibu selesai. Imaturitas uterus atau pembuluh darah

serviks dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi subklinis,

peningkatan produksi prostaglandin, dan berakibat pada meningkatnya

angka kejadian kelahiran prematur. Selain itu, ibu hamil yang masih

sedang dalam masa pertumbuhan dapat menyebabkan persaingan

dalam pemanfaatan nutrisi yang dikonsumsi oleh sang ibu sehingga

menganggu pertumbuhan janin.

Sebuah penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa pada

kehamilan dengan usia ibu dibawah 21 tahun, ditemukan lebih banyak

kejadian kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, dan bayi

berukuran kecil untuk usia kehamilan. Penelitian tersebut telah

5

Page 6: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

menganalisis data yang didapat tanpa memperhitungkan faktor

sosiodemografi dengan hanya mengambil sampel dari wanita dengan

latar sosiodemografi yang dianggap baik (menikah, memiliki

pendidikan yang sesuai dengan usia, melakukan pemeriksaan prenatal

yang cukup) dan hasilnya tetap menunjukkan bahwa pada wanita –

wanita berusia dibawah 21 tahun yang hamil terdapat resiko lebih

besar untuk terjadi kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan

bayi kecil untuk usia kehamilan.

c. Kehamilan pada usia tua(1)

Kehamilan pada usia tua didefinisikan sebagai kehamilan dimana

usia ibu pada saat perkiraan kelahiran adalah 35 tahun atau lebih. Pada

beberapa dekade terakhir, faktor demografik dan sosioekonomik

seperti pendidikan, wanita yang berkarir, dan meningkatnya ilmu

kesehatan reproduksi menyebabkan kenaikan jumlah wanita yang

hamil di usia 30 hingga 40.

Sebuah penelitian menemukan bahwa pada wanita yang hamil

pada usia diatas 40, ditemukan lebih banyak komplikasi beruba

diabetes gestasional, perdarahan antepartum, kelahiran prematur, berat

badan lahir rendah, gawat janin, dan kelainan kromosom kongenital

seperti down syndrome. Selain itu, jumlah kelahiran yang dilakukan

secara cesarean section atau induksi juga lebih banyak dibanding

dengan kehamilan dengan usia dibawah 40 tahun.(2)

Munculnya kelainan – kelainan tersebut dapat dikaitkan dengan

perubahan fisiologis pada wanita seiring dengan bertambahnya usia

wanita tersebut. Beberapa perubahan tersebut antara lain:

i. Perubahan oosit Pada wanita di awal usia sekitar 40 ditemukan

lebih banyak oosit dengan kelainan mikrotubulus dan

penempatan kromosom pada fase meiosis II, dibanding dengan

wanita pada usia yang lebih muda.

6

Page 7: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

ii. Perubahan uterus

Terdapat beberapa bukti penurunan kapasitas uterus pada

wanita yang lebih tua. Beberapa diantaranya yaitu terdapat

peningkatan jumlah kasus abortus, plasenta letak rendah atau

previa, persalinan lama yang terkait dengan peningkatan usia

maternal. Selain itu, dari pemeriksaan histologi juga ditemukan

lebih banyak polip endometrium dan juga jaringan fibroid pada

uterus wanita yang lebih tua. Terlebih lagi, jumlah arteri

myometrium yang mengandung jaringan sklerotik pada uterus

yang secara umum normal juga meningkat pada wanita yang

lebih tua: 11% pada usia 17-19 tahun, 37% pada usia 20–29

tahun, 61% pada usia 30–39 tahun, dan 83% setelah usia 39

tahun.

iii. Perubahan sekresi hormon dan ovulasi

Seiring berjalannya usia wanita, terjadi penurunan

sensitivitas ovarium terhadap gonadotropin yang ditandai

dengan meningkatnya kadar FSH di serum. Hal ini mengurangi

efikasi pengobatan fertilitas yang menggunakan mekanisme

tersebut untuk memperbanyak jumlah oosit yang tersedia.

Fenomena ini hampir pasti disebabkan oleh habisnya cadangan

folikel di ovarium seiring berjalannya usia.

B. Hipertensi

a. Pengertian

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari

140 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg pada 2

7

Page 8: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

kali pemeriksaan dengan jarak 4 – 6 jam. Sebelum dilakukan

pengukuran, sang ibu harus diberi waktu sekitar 15 menit untuk duduk

tenang. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk atau telentang, posisi

lateral kiri, kepala ditinggikan 30o, posisi manset setingkat dengan

jantung, dan tekanan diastolic diukur dengan mendengarkan korotkoff

V (hilangnya bunyi).

Hipertensi berat pada kehamilan didefinisikan sebagai tekanan

darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg,

atau keduanya. Pedoman ACOG merekomendasikan bahwa hipertensi

berat yang berlangsung ≥ 15 menit dalam preeklamsia atau eklamsia

adalah hipertensi darurat yang membutuhkan intervensi segera.

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15% penyulit

kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi

mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.

b. Faktor predisposisi

i. Kehamilan kembar

ii. Penyakit trofoblas

iii. Hidramnion

iv. Diabetes mellitus

v. Gangguan vascular plasenta

vi. Faktor keturunan

vii. Riwayat preeklamsia sebelumnya

viii. Obesitas sebelum hamil

8

Page 9: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

c. Klasifikasi(4)

Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi 4 yaitu: 1)

preeklamsia - eklamsia, 2) Hipertensi kronik, 3) Hipertensi kronik

dengan superimposed preeklamsia, dan 4) Hipertensi gestasional.

i. Preeklamsia adalah sindrom, dimana terdapat hipertensi dan

proteinuria atau dengan tidak adanya proteinuria, hipertensi

dapat dikaitkan dengan tanda dan gejala lain seperti

trombositopenia, insufisiensi renal, gangguan fungsi hati,

edema pumoner, gejala serebral, atau gangguan penglihatan

yang timbul setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu.

Gejala klinis yang biasa muncul pada pasien adalah bengkak

pada wajah dan tangan, nyeri kepala terus menerus, gangguan

pengelihatan, nyeri pada regio hipokondriakabdomen kanan,

mual muntah, peningkatan berat badan yang mendadak, dan

sesak nafas.

Kriteria untuk diagnosis preeklamsia adalah onset baru dari :

1. Tekanan darah systole ≥140 mmHg atau distole ≥

90mmHg yang timbul setelah usia kehamilan 20

minggu pada ibu hamil yang sebelumnya memiliki

tekanan darah normal, dan

2. Proteinuria, yaitu ekskresi protein dalam urin ≥ 0,3

gram dalam 24 jam atau protein/kreatinin minimal 0,3

mg/dL atau dipstick urin +1, atau apabila tidak terdapat

proteinuria, adanya onset baru dari kondisi berikut:

a. Trombositopenia : jumlah platelet <

100.000/microliter

b. Insufisiensi renal : konsentrasi serum kreatinin

> 1,1 mg/dl atau peningkatan 2 kali lipat

konsentrasi serum kreatinin dengan tidak

adanya penyakit ginjal lainnya

9

Page 10: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

c. Gangguan fungsi hati : meningkatnya

konsentrasi transaminase hati dalam darah 2 kali

lipat dari jumlah normal

d. Edema pulmoner

e. Gejala serebral atau visual

Terdapat juga keadaan klinis yang disebut sebagai

preeklamsia berat, yang didiagnosis menggunakan kriteria

berikut:

1. Tekanan darah > 160 mmHg systole atau >110 mmHg

diastole pada 2x pemeriksaan dengan jarak minimal 4

jam saat pasien dalam posisi istirahat

2. Trombositopenia (platelet <100.000/microliter)

3. Gangguan fungsi hati yang ditandai dengan

meningkatnya konsentrasi transaminase hati dalam

darah hingga 2 kali lipat dari normal, atau nyeri pada

regio hipokondriak abdomen kanan atau epigastrium

yang persisten dan tidak responsif dengan pengobatan

dan tidak disebabkan oleh penyakit lain

4. Insufisiensi renal progresif yang ditandai dengan serum

kreatinin >1.1 mg/dL atau peningkatan 2x lipat

konsentrasi serum kreatinin tanpa penyakit ginjal

lainnya

5. Edema pulmoner

6. Onset baru gangguan serebral atau visual

Eklamsia didefiniskan sebagai adanya onset baru kejang pada

wanita dengan preeklamsia. Beberapa wanita yang didiagnosis

eklamsia tidak mengalami preeklamsia, dan beberapa wanita

mungkin mengalami eklamsia dalam preiode postpartum.

10

Page 11: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

ii. Hipertensi kronik dalam kehamilan didefinisikan sebagai

hipertensi (TD sistolik ≥140 mmHg atau diastolic ≥90 mmHg

atau keduanya) yang didapatkan pada usia kehamilan <20

minggu atau sebelum kehamilan. Atau adanya penggunaan

obat hipertensi sebelum kehamilan dan hipertensi bertahan

melampaui 12 minggu postpartum.

iii. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah

hipertensi kronik yang disertai tanda-tanda preeklamsia.

Wanita dengan hipertensi sebelum 20 minggu kehamilan

dimana terjadi onset baru proteinuria atau peningkatan

mendadak dalam hipertensi, atau gejala preeklamsia, atau

pengembangan sindrom HELPP.

iv. Hipertensi gestasional adalah onset baru hipertensi (TD sistolik

≥140 mmHg atau diastolic ≥90 mmHg atau keduanya) pada

usia kehamilan ≥ 20 minggu tanpa adanya proteinuria atau

gejala lain preeklamsia, dan tekanan darah kembali normal

setelah 12 minggu pascapersalinan.

d. Prevalensi(5)

Dari hasil RISKESDAS tahun 2007, didapatkan prevalensi

hipertensi pada ibu hamil sebesar 12,7%. Dari kasus ibu hamil dengan

hipertensi, ditemukan 11,8% kasus yang pernah didiagnosis menderita

hipertensi oleh petugas kehamilan. Presentasi ibu hamil dengan

hipertensi terbanyak terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (18,0%),

sedangkan presentasi terendah ditemukan di Provinsi Papua Barat

(4,9%). Presentasi ibu hamil dengan hipertensi pada umur <18 dan

>35 tahun (kelompok umur risiko tinggi terjadinya eklamsia) sebesar

24,3%, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur 18-35 tahun

11

Page 12: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

(9,8%). Apabila kelompok umur risiko tinggi ini dibagi lagi makan ibu

hamil dengan hipertensi >35 tahun (36,6%) jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan umur <18 tahun (3,7%).

Yang paling ditakutkan dari hipertensi dalam kehamilan dalah

preeklamsia dan eklamsia atau keracunan pada kehamilan yang sangat

membahayakan ibu maupun janin. Preeklamsia terjadi kurang lebih

5% dari semua kehamilan, 10% pada anak pertama dan 20-25% pada

perempuan hamil dengan riwayat hipertensi sebelum hamil. Pada

janin, preeklamsia bisa menyebabkan berat badan lahir rendah,

keguguran, dan lahir premature. Sedangkan yang menjadi eklamsia

sekitar 0,05% - 0,20 %.

Risiko preeklamsia meningkat 2-4 kali lipat jika pasien

memiliki kerabat tingkat pertama dengan riwayat preeklamsia dan

meningkat 7 kali lipat jika pada kehamilan sebelumnya mengalami

preeklamsia sebagai komplikasi kehamilan. Kehamilan kembar

merupakan factor risiko tambahan, dimana kehamilan triplet memiliki

risiko yang lebih besar. Faktor risiko kardiovaskular klasik juga

dikaitkan dengan probabilitas preeklamsia, seperti usia ibu >40 tahun,

diabetes, obesitas, dan hipertensi. Penting diingat juga bahwa sebagian

besar kasus preeklamsia terjadi pada ibu nulipara tanpa risiko jelas

lainnya(6)

e. Komplikasi

Hipertensi gestasional dan preklampsia/eklampsia berhubungan

dengan risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada masa yang

akan datang. Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko

penyakit kardiovaskular, termasuk hampir 4x peningkatan risiko

hipertensi dan 2x risiko penyakit jantung iskemik, stroke dan DVT di

masa yang akan datang.

Komplikasi maternal akibat preeklamsia berat termasuk edem

pulmoner, myocard infark, stroke, sindrom pernafasan akut, koagulopati,

12

Page 13: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

gagal ginjal berat, dan penyakit pada retina. Komplikasi ini lebih dapat

muncul dengan adanya riwayat penyakit terdahulu dengan disfungsi

organ akut berhubungan dengan preeklamsia. Komplikasi pada janin

dengan ibu preeklamsia berat muncul akibat insufisiensi plasenta atau

persalinan preterm.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu maupun janin:(7)

Komplikasi Ibu:

- Solusio plasenta

- Koagulopati diseminata/ Sindroma HELLP

- Edema pulmoner/ aspirasi

- Gagal ginjal akut

- Eklamsia

- Perdarahan atau gagal hati

- Stroke (jarang)

- Kematian (jarang)

- Morbiditas kardiovaskular jangka panjang

Komplikasi Janin:

- Persalinan preterm

- Pertumbuhan janin terhambat

- Masalah neurologic karena hipoksia

- Kematian perinatal

- Morbiditas kardiovaskular jangka panjang berhubungan dengan

berat bayi lahir rendah

f. Pencegahan

Terdapat beberapa cara mengurangi resiko hipertensi pada kehamilan

yaitu penggunaan obat dan penggunaan suplemen makanan.(8)

i. Penggunaan obat:(9)

13

Page 14: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

1. Antiplatelet

Berdasarkan penelitian, pemberian antiplatelet aspirin

dengan dosis lebih dari 75mg per hari pada wanita dengan

resiko tinggi untuk terkena hipertensi pada kehamilan

(wanita dengan hipertensi kronik tanpa superimposed

preeklamsia, atau wanita dengan tekanan darah normal

dengan riwayat preeklamsia berat, diabetes, hipertensi

kronik, penyakit ginjal, atau penyakit autoimun) dapat

mengurangi resiko preeklamsia sebanyak 10%, dan

mengurangi jumlah kelahiran prematur sebanyak 10%.

Pemberian antiplatelet juga tidak menunjukkan angka

statistik yang bermakna terhadap insiden perdarahan

antepartum, abrupsio plasenta, atau perdarahan post

partum.

2. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

Terdapat bukti terbatas mengenai pengaruh pemberian

LMWH untuk mencegah hipertensi pada kehamilan.

Penelitian tersebut menunjukkan pengurangan resiko

terjadinya hipertensi pada kehamilan dengan pemberian

LMWH pada wanita dengan trombofilia.

ii. Suplemen makanan

1. Kalsium(10)

Pemberian kalsium pada ibu hamil dengan riwayat

preeklamsia, hipertensi kronik, ataupun ibu yang hamil

pada usia muda menunjukkan penurunan resiko

terjadinya hipertensi gestasional hingga 78%. Tetapi

ada beberapa penelitian yang menunjukkan pemberian

suplemen kalsium tidak memberikan pengaruh terhadap

ibu hamil yang mengkonsumsi kalsium melalui

makanan dalam jumlah yang cukup.

2. Asam Folat(11)

14

Page 15: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Pemberian asam folat ditambah dengan

multivitamin menurunkan resiko hipertensi gestasional

hingga 63%. Tetapi pemberian asam folat tanpa

multivitamin tidak menunjukkan pengaruh.

Pencegahan untuk preeklamsia dibagi menjadi 3 yaitu

pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer berarti

menghindari terjadinya penyakit. Pencegahan sekunder pada preeklamsia

berarti menghentikan penyakit yang sedang berlangsung untuk mencegah

timbulnya kegawatdaruratan klinis karena penyakit tersebut. Pencegahan

tersier berarti mencegah terjadinya komplikasi dari proses penyakit.

Pencegah primer merupakan pencegahan yang paling baik namun

hanya bisa dilakukan apabila penyebab terjadinya suatu penyakit sudah

diketahui secara jelas sehingga dapat dilakukan tindakan untuk

mengontrol penyebab tersebut sehingga penyakit tersebut tidak muncul.

Penyebab preeklamsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti,

namun terdapat beberapa temuan biomarker yang dapat digunakan untuk

memprediksi terjadinya preeklamsia. Beberapa penelitian menemukan

placental growth factor (PIGF), vascular endothelial growth factor

(VEGF), dan soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFLT-1) dapat

digunakan untuk memprediksi preeklamsia pada awal kehamilan. Pada

preeklamsia, serum PIGF dan VEGF akan menurun, sedangkan sFlt-1

akan meningkat. Rasio sFlt-1/PIGF akan meningkat secara signifikan

apabila terdapat preeklamsia / sindrom HELLP.

g. Penatalaksanaan(12)

i. Tirah baring

Beberapa penelitian tidak menemukan adanya hasil yang

signifikan dari tirah baring pasien, sehingga beberapa panduan

klinis tidak menyarankan tirah baring untuk pasien dengan

hipertensi pada kehamilan, dengan 2 pengecualian yaitu pasien

dengan hipertensi gestasional dimana tirah baring dengan

15

Page 16: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

pengawasan di rumah sakit mungkin dapat bermanfaat, dan

juga pasien dengan pre-eklamsia berat.

ii. Perawatan di rumah sakit

Pasien dianjurkan untuk dirawat inap di rumah sakit apabila

memiliki hipertensi yang parah.

iii. Terapi antihipertensi

Target tekanan darah pada pasien dengan hipertensi adalah

<160 mmHg systole dan <110 mmHg diastole. Obat pilihan

pertama yang direkomendasikan adalah labetalol intravena,

nifedipine oral, dan hydralazine intravena. Pada pasien dengan

komorbiditas yang dapat diperparah dengan meningkatnya

tekanan darah, maka target tekanan darah yang dianjurkan

adalah <140 mmHg systole dan <90 mmHg diastole. Pada

pasien dengan hipertensi kronis yang diobati menggunakan

angiotensin converting enzyme inhibitor atau angiotensin

receptor blocker sebelum kehamilan dan berencana untuk

hamil, terapi tersebut harus dihentikan.

16

Page 17: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Tabel pilihan obat antihipertensi(12)

iv. Kortikosteroid antenatal

Beberapa panduan menganjurkan pemberian

kortikosteroid untuk pematangan paru janin mulai diberikan

pada usia kehamilan 34 minggu. Pemberian kortikosteroid

direkomendasikan terutama pada pasien dengan preeklamsia,

atau pasien dengan preeklamsia berat yang akan melakukan

persalinan dalam 48 jam berikutnya. Kortikosteroid tidak

dianjurkan untuk meningkatkan kondisi pasien dengan

sindroma HELLP.

v. Waktu persalinan

Pasien dengan hipertensi gestasional sebaiknya

melakukan persalinan apabila sudah aterm. Untuk pasien

dengan preeklamsia, beberapa panduan menyarankan dapat

dilakukan persalinan apabila usia kehamilan setidaknya 34

minggu dengan syarat terdapat fasilitas kesehatan yang

memadai untuk merawat bayi pasien, namun untuk

preeklamsia berat, sebagian besar panduan yang ada

menyarankan untuk melakukan persalinan walaupun usia

kehamilannya belum cukup. Hingga saat ini belum ada

panduan spesifik untuk pasien dengan hipertensi kronis.

vi. Proses persalinan

Apabila tidak terdapat gawat janin, cara persalinan dipilih

berdasarkan penilaian obstetric pada pasien normal.

Penanganan kala III persalinan disarankan menggunakan

oksitosin.

17

Page 18: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

vii. Magnesium sulfat (MgSO4)

MgSO4 digunakan untuk menangani pasien dengan

preeklamsia berat atau eklamsia. MgSO4 menurunkan kadar

asetilkolin pada serat saraf dan menghambat transmisi

neuromuscular. Pada pemberian MgSO4, magnesium akan

menggeser kalsium melalui inhibisi kompetitif sehingga tidak

terjadi aliran rangsangan. MgSO4 merupakan pilihan utama

antikejang pada preeklamsia dan eklamsia. Cara pemberian:

1. Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 mL larutan MgSO4

40%) dan larutkan dengan 10 mL akuades

2. Berikan larutan tersebut secara perlahan intravena

selama 20 menit

3. Jika akses intravena sulit, berikan masing – masing 5 g

MgSO4 (12.5 mL larutan MgSO4 40%) intramuscular

di bokong kiri dan kanan.

4. Setelah itu berikan dosis rumatan 6 g MgSO4 (15 mL

larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 mL

larutan RL dan diberikan secara intravena dengan

kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang

hingga 24 jam paska persalinan atau kejang berakhir.

C. Diabetes pada kehamilan

a. Pengertian

Diabetes pada kehamilan atau diabetes gestasional didefinisikan

sebagai intoleransi karbohidrat dalam derajat berapapun yang pertama

kali didiagnosis dalam masa kehamilan. Hiperglikemi selama

kehamilan. Kriteria diagnosis yang pertama kali dibuat untuk

mendiagnosis diabetes gestasional dibuat berdasarkan tes toleransi 100

gram glukosa oral selama 3 jam, dimana batasan yang dibuat adalah

kenaikan lebih dari 2 standard deviation (SD) diatas kadar glukosa

18

Page 19: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

plasma rata – rata setiap jamnya.(13) Beberapa kriteria awal seperti

kriteria O’Sullivan dan Mahan(14), juga kriteria World Health

Organization (WHO) tahun 1999(15) tidak dibuat berdasarkan akibat

kepada janin, sehingga sebuah kriteria diagnosis baru dibuat oleh

International Association of Diabetes and Pregnancy Study Groups

(IADPSG) dan telah digunakan oleh WHO sejak tahun 2013.(16)

Alur diagnosis diabetes gestasional WHO

b. Epidemiologi

Diabetes gestasional diperkirakan mempengaruhi sekitar 16.9%

kehamilan di seluruh dunia, dengan prevalensi paling tinggi di Asia

19

Page 20: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Tenggara dimana diperkirakan pada sekitar 25% kehamilan terdapat

diabetes gestasional.(17) Faktor resiko untuk diabetes gestasional antara

lain riwayat diabetes gestasional sebelumnya, usia maternal tua,

obesitas, riwayat diabetes mellitus di keluarga, dan juga beberapa ras

etnis tertentu termasuk Asia.(18) Faktor resiko lainnya mencakup

paritas tinggi, pertambahan berat badan yang berlebihan selama

kehamilan, postur pendek, polycystic ovarian syndrome, riwayat

mengandung bayi makrosomia, riwayat kelahiran mati atau

malformasi kongenital, dan hipertensi.(19) Faktor resiko lain yang

banyak terdapat terutama di daerah Asia Tenggara adalah defisiensi

vitamin B12, yang terdapat pada sekitar 43% wanita hamil dalam

sebuah studi di India, dan terkait dengan resistensi insulin dan

peningkatan resiko diabetes gestasional.(20)

c. Faktor resiko

i. Obesitas

ii. Riwayat diabetes gestasional

iii. Riwayat keluarga diabetes mellitus

iv. Abortus berulang

v. Riwayat melahirkan bayi >4000gram

vi. Riwayat preeklamsia

Tabel kriteria diagnosis diabetes gestasional di beberapa negara

20

Page 21: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

d. Komplikasi

Kejadian diabetes gestasional telah dikaitkan dengan beberapa

komplikasi antara lain:(21)

- Kelahiran prematur

- Preeklamsia

- Hipeglikemi neonatus

- Hiperinsulinemia fetus

- Hiperbilirubinemia neonatus

- Perawatan neonatus di intensive care unit

- Diabetes mellitus tipe II

Pada sebuah studi di Hong Kong didapatkan bahwa pada

pemeriksaan 6 minggu paska persalinan pada wanita yang menderita

diabetes gestasional, ditemukan gangguan toleransi glukosa pada

23% pasien, dan ditemukan diabetes mellitus pada 13% pasien.(22)

Selain pada ibu, diabetes gestasional juga mengakibatkan

komplikasi pada janin yang dikandung hingga anak tersebuh tumbuh

dewasa. Komplikasi jangka panjang pada anak antara lain:(23)

- Resiko diabetes

- Hipertensi

- Sindroma metabolic

e. Tatalaksana(24)

i. Tatalaksana umum

1. Pasien dengan diabetes gestasional dirawat secara

terpadu dengan dokter spesialis penyakit dalam, dokter

obstetri ginekologi, ahli gizi, dan dokter spesialis anak.

2. Sedapat mungkin pasien dirujuk ke rumah sakit

3. Jelaskan kepada pasien mengenai manfaat perawatan

diabetes gestasional yaitu daoat mengurangi resiko

memiliki bayi besar, mengurangi resiko hipoglikemia

21

Page 22: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

neonatus, dan resiko bayi mengidap diabetes saat sudah

dewasa.

ii. Tatalaksana khusus

1. Target penatalaksanaan adalah mempertahankan gula

darah puasa <95 mg/dL dan glukosa 2 jam sesudah

makan <120 mg/dL

2. Pengaturan diet:

a. Tentukan berat badan ideal: 90% x (tinggi

badan – 100)

b. Kebutuhan kalori: (BB ideal x 25) + 10-30%

tergantung aktivitas fisik + 300 kalori untuk

kehamilan

c. Asupan protein yang dianjurkan adalah 1 – 1.5

g/kgBB

3. Pemberian insulin dilakukan di rumah sakit dan

dianjurkan apabila pengaturan diet selama 2 minggu

tidak mencapai target kadar glukosa darah

4. Pemberian insulin dimulai dengan dosis kecil yaitu 0.5

– 1.5 IU/kgBB/hari

D. Obesitas(25)

a. Pengertian

Obesitas didefinisikan sebagai kondisi medis dimana terdapat

massa jaringan lemak yang berlebihan. Walaupun sering dinilai sama

dengan kelebihan berat badan, namun kenyataannya tidak demikian,

karena orang yang sangat berotot dapat memiliki berat badan yang

termasuk overweight menurut standar, namun tidak memiliki massa

lemak yang berlebihan.(26)

Diagnosis obesitas dibuat berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)

yang dihitung dengan cara berat badan dibagi dengan tinggi badan dalam

satuan meter yang dikuadratkan. Menurut WHO, seseorang di Asia

22

Page 23: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

dikatakan memiliki overweight apabila memiliki IMT >22, dan dikatakan

obesitas apabila IMTnya >27.5. IMT pada kehamilan diukur

menggunakan berat badan sebelum hamil, atau apabila tidak ada,

menggunakan berat badan pada pemeriksaan antenatal pertama.

b. Prevalensi(27)

Pada tahun 2008, 35% dari orang dewasa berusia diatas 20 tahun

menderita overweight, dan sekitar 10% pria dan 14% wanita di seluruh

dunia menderita obesitas. Menurut WHO, setiap tahunnya terdapat 2.8

juta orang yang meninggal dunia karena overweight atau obesitas. Kedua

hal tersebut menyebabkan gangguan pada tekanan darah, kolesterol,

trigliserida, dan resistensi insulin. Resiko penyakit jantung coroner,

stroke iskemik, dan diabetes mellitus tipe 2 meningkat seiring dengan

bertambahnya IMT.

c. Etiologi

Obesitas merupakan suatu kelompok gangguan yang heterogen.

Patofisiologi obesitas terkesan sederhana yaitu kelebihan asupan nutrisi

yang kronik secara relatif terhadap penggunaan energi. Namun karena

kompleksnya sistem neuroendocrine dan metabolisme yang mengatur

asupan energi, penyimpanan, dan penggunaan, maka sulit untuk mencari

satu faktor yang paling berperan dalam obesitas. Beberapa faktor yang

dipercaya menyebabkan obesitas:

i. Peran genetik dan lingkungan

ii. Sindroma genetik

iii. Sindroma spesifik lainnya:

1. Sindroma Cushing

2. Hipotiroidisme

d. Patogenesis

Obesitas dapat disebabkan karena asupan energi yang berlebihan,

penggunaan energi yang kurang, atau kombinasi dari keduanya.

23

Page 24: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

e. Komplikasi

i. Komplikasi pada kehamilan

1. Diabetes gestasional

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

obesitas meningkatkan resiko terjadinya diabetes

gestasional. Selain itu, wanita yang mengidap diabetes

gestasional juga memiliki resiko yang tinggi untuk

terkena diabetes mellitus sepanjang hidupnya.(28)

Intoleransi glukosa dalam berbagai jenis ditemukan

pada 34% wanita pengidap diabetes gestasional dalam

evaluasi 2-11 tahun setelah kehamilan.

2. Gangguan hipertensi: hipertensi gestasional,

preeklamsia, eklamsia, dan sindroma HELLP

(hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet count)

Berdasarkan penelitian, wanita hamil yang

obesitas memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena

preeklamsia dan eklamsia.(29) Resiko eklamsia

meningkat setiap kenaikan BMI 5 – 7 kg/m2. Di lain

sisi, sebuah penelitian menunjukkan bahwa obesitas

tidak meningkatkan resiko terjadinya sindroma HELLP

pada ibu hamil.(30)

ii. Komplikasi pada proses kelahiran

1. Augmentasi

2. Disproporsi cephalopelvic

iii. Komplikasi pada perinatal

1. Makrosomia

2. Distosia bahu

3. Kecil untuk usia kehamilan

4. Intrauterine fetal death

24

Page 25: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

5. Malformasi kongenital

f. Tatalaksana(31)

i. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT)

Panduan NICE tahun 2008 menyarankan bahwa pada seluruh

wanita hamil dilakukan pengukuran IMT pada kedatangan

pemeriksaan antenatal pertama, idealnya dalam usia kehamilan

10 minggu.

ii. Pemberian informasi mengenai obesitas

Seluruh wanita hamil dengan IMT >30 perlu diberi informasi

mengenai resiko yang dapat terjadi selama kehamilannya, dan

juga ditekankan pentingnya pemeriksaan antenatal secara rutin

untuk deteksi dini komplikasi pada kehamilan.

iii. Trombofilaksis

Obesitas dalam kehamilan diketahui sebagai faktor resiko

terjadinya tromboembolisme selama kehamilan. Wanita

dengan IMT >30 dan dengan 2 atau lebih resiko terjadinya

tromboembolisme perlu diberika trombofilaksis berupa low

molecular weight heparin hingga 6 minggu paska persalinan.

iv. Pengawasan dan skrining

1. Wanita dengan IMT >35 memiliki resiko untuk

mengalami preeklamsia lebih dari 2x lebih besar

dibanding dengan wanita yang memiliki BMI dalam

batas normal.

2. Semua wanita hamil dengan IMT >30 harus melakukan

skrining diabetes gestasional

v. Perencanaan persalinan

1. Semua wanita dengan IMT >30 perlu diberi penjelasan

mengenai resiko persalinan pada pasien dengan

obesitas dan dipandu dalam pemilihan metode

persalinan

25

Page 26: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

2. Perencanaan ini perlu diberikan oleh dokter spesialis

obstetric dan ginekologi

E. Penyakit autoimun

a. Pengertian

Fungsi utama dari sistem imun adalah untuk membuat respons

inflamasi untuk melawan benda asing yang berpotensi membahayakan

tubuh sambil menghindari kerusakan pada tubuh diri sendiri. Ciri

utama dari penyakit autoimun adalah adanya kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh reaksi imunologis oleh suatu organisme terhadap

jaringan tubuhnya sendiri. Autoimunitas memiliki arti adanya antibody

atau sel limfosit T yang bereaksi terhadap antigen diri sendiri, namun

belum tentu terdapat akibat patogenik. Autoimunitas terdapat dalam

semua individu, namun penyakit autoimun terjadi pada individu yang

memiliki kerusakan pada mekanisme regulasi toleransi imun sehingga

terjadi kerusakan jaringan akibat reaksi imunologis dari tubuhnya

sendiri.(32)

b. Jenis - jenis

i. Rheumatoid Arthritis (RA)

RA merupakan penyakin inflamasi kronis yang tidak

diketahui penyebabnya. Ciri utama dari penyakit ini adanya

timbulnya polyarthritis peripheral yang simetris. RA adalah tipe

peradangan sendi kronis yang paling sering, dan dapat berakibat

pada kerusakan sendi dan disabilitas fisik. RA merupakan

penyakit yang sistemik, sehingga gejala yang timbul dapat berupa

perasaan lelah, nodul subkutan, gangguan pernafasan,

pericarditis, neuropati perifer, vasculitis, dan gangguan darah.

Sekitar 0.5 – 1% orang dewasa di dunia diperkirakan

memiliki RA. Terdapat beberapa data yang menunjukkan bahwa

insiden RA telah menurun dalam beberapa dekade terakhir.

26

Page 27: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Beberapa studi di Asia menunjukkan prevalensi yang lebih

rendah untuk RA yaitu sekitar 0.2 – 0.4%.

Kehamilan membuat perubahan sistem imun yang akan

mengubah perjalanan penyakit autoimun termasuk RA. Sejak

tahun 1931, peneliti telah menemukan bahwa kehamilan

memiliki efek mengurangi gejala RA pada pasien pengidapnya.

Patofisiologi kejadian ini belum diketahui, namun ada beberapa

teori yang mengekemukakan tentang pengaruh perubahan

hormonal dan imunitas tubuh ibu selama kehamilan adalah

penyebabnya. (33) Lebih dari 75% pasien RA yang menjadi hamil

akan mengalami perbaikan kondisi pada trimester pertama dan

kedua, dan pada trimester ketiga gejala RA akan mengalami

remisi.(34) Perbaikan kondisi tersebut bersifat sementara. Hampir

seluruh pasien yang mengalami perbaikan gejala RA akan

mengalami relapse pada periode postpartum.(35) Pada 90% pasien

yang mengalami remisi RA saat kehamilannya, ditemukan bahwa

gejalanya akan muncul kembali, dan diikuti dengan peningkatan

rheumatoid factor (RF) dalam 3 bulan setelah melahirkan.(34)

Pada pasien hamil yang mengidap RA, tidak ditemukan

adanya peningkatan signifikan terhadap timbulnya resiko

munculnya komorbiditas yang berpotensi membahayakan

kehamilan tersebut.(36)

ii. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

SLE adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel – sel

tubuh mengalami kerusakan yang disebabkan oleh antibody yang

membuat kompleks imun dengan sel – sel dalam jaringan.

Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh jenis kelamin dari

berbagai usia, namun 90% kasus SLE terjadi pada wanita usia

reproduktif. Prevalensi SLE di Amerika Serikat adalah 20 – 150

kasus per 100000 wanita.(37)

27

Page 28: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Berbeda dengan RA, penyakit SLE lebih tidak bisa

diprediksi munculnya selama kehamilan, sehingga terdapat

beberapa studi yang memberi kesan bahwa kehamilan menambah

resiko terjadinya eksaserbasi SLE.(38) Gejala dari SLE sangat

beragam, tetapi yang paling sering muncul adalah rasa lelah terus

– menerus dan nyeri sendi yang berpindah.

Diagnosis SLE dibuat dengan mengikuti algoritma berikut:

Apabila pada pemeriksaan ditemukan ANA positif, maka gejala klinis pada pasien harus

memenuhi kriteria diagnosis pada table berikut:

28

Page 29: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Interpretasi: keberadaan 4 kriteria (minimal 1 di setiap kategori) merupakan syarat untuk

mendiagnosis pasien dengan SLE dengan spesifisitas 93% dan sensitifitas 92%.

Terdapat beberapa komplikasi kehamilan yang lebih sering

dijumpai pada wanita dengan SLE, diantaranya abortus spontan,

kematian janin dalam kandungan, pertumbuhan janin terhambat,

kelahiran prematur, ketuban pecah dini, dan preeklamsia.(39)

F. Anemia(40)

a. Pengertian

Kehamilan normal menyebabkan banyak perubahan pada

fisiologi ibu, termasuk perubahan – perubahan dalam parameter

hematologis. Perubahan – perubahan tersebut mencakup meningkatnya

volume plasma darah yang relatif lebih besar dari pertambahan massa

sel darah merah sehingga mengakibatkan penurunan konsentrasi

hemoglobin.

Anemia ada suatu keadaan dimana kadar hemoglobin atau

eritrosit berkurang dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat

menjalankan fungsinya yaitu membawa oksigen ke jaringan perifer

dengan baik. Kadar normal hemoglobin dalam darah dipengaruhi oleh

banyak faktor seperti usia, jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian

tempat tinggal. Kadar hemoglobin normal menurut WHO adalah 12

g/dL untuk wanita dewasa dan 13 g/dL untuk pria dewasa. Pada

wanita hamil terjadi hemodilusi karena peningkatan plasma darah

lebih banyak dibanding peningkatan massa sel darah merah, oleh

sebab itu nilai normal untuk wanita hamil berbeda. Menurut CDC,

seorang wanita hamil dikatakan memiliki anemia apabila memiliki

kadar hemoglobin <11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, dan

<10.5 g/dL pada trimester kedua.(41)

Penyebab anemia pada kehamilan yang paling dominan di dunia

adalah defisiensi zat besi. Kebutuhan zat besi fetus biasanya terpenuhi

29

Page 30: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

walaupun kebutuhan sang ibu tidak tercukupi, namun defisiensi zat

besi pada ibu hamil dapat meningkatkan frekuensi persalinan preterm

dan berat badan lahir rendah.

b. Epidemiologi(42)

Anemia merupakan suatu kondisi yang banyak terjadi di dunia.

Pada tahun 2010, prevalensi anemia di dunia adalah 32.9%. Prevalensi

anemia di Indonesia sendiri menurut Riskesdas pada tahun 2013

mencapai 21.7% dari total penduduk, dengan proporsi 20.6% di

perkotaan dan 22.8% di pedesaan, dengan 18.4% pada laki – laki dan

23.8% pada perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita

anemia berusia 5 – 14 tahun sebesar 26.4% dan pada kelompok umur

15 – 24 tahun sebesar 18.4%.

Pada ibu hamil, berdasarkan data WHO tahun 2011, terdapat

29.6% ibu hamil yang mengalami anemia. Berdasarkan data Survei

Kesehatan Nasional pada tahun 2010, prevalensi anemia pada ibu

hamil adalah sebesar 40.1%. Pada tahun 2013, menurut data

Riskesdas, prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 37.1%. Data ini

menunjukkan tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil dan

penanganan yang masih belum maksimal.

c. Klasifikasi

Anemia umunya dibagi berdasarkan etiologi dan morfologi sel

darah. Menurut etiologi, anemia dibedakan berdasarkan penyakit yang

mengakibatkan anemia tersebut. Dari segi morfologi, anemia

diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah dan kadar

hemoglobin dalam sel darah tersebut.

Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi:

i. Anemia karena gangguan produksi eritrosit dalam sumsum

tulang

1. Kekurangan komponen pembentuk darah

30

Page 31: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

2. Gangguan utilisasi besi

3. Kerusakan sumsum tulang

ii. Anemia akibat kehilangan darah

1. Perdarahan akut

2. Perdarahan kronik

iii. Anemia hemolitik

1. Intrakorpuskular

2. ekstrakorpuskular

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dilihat dari nilai MCV

(mean corpuscular volume) dan MCH (mean corpuscular

hemoglobin). Pembagian anemia berdasarkan morfologi dibagi

menjadi:

i. Anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl dan MCH < 70

pg). Contohnya anemia defisiensi besi, thallasemia mayor,

anemia akibat penyakit kronik, dan anemia sideroblastik.

ii. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl dan MCH

27-34 pg). Contohnya anemia pasca perdarahan akut, anemia

aplastik, dan anemia akibat penyakit kronik.

iii. Anemia makrositer (kadar MCV > 95 fl)

1. Bentuk megaloblastik: anemia defisiensi asam folat,

anemia defisiensi B12, dan anemia pernisiosa.

2. Bentuk non megaloblastik: anemia penyakit hati kronik,

anemia pada hipotiroidisme.

31

Page 32: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

d. Diagnosis

Diagnosis anemia ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis dapat ditemukan

gejala anemia yang meliputi gejala umum, gejala khas masing –

masing jenis anemia, dan gejala penyakit dasar penyebab anemia.

Gejala umum anemia merupakan gejala yang muncul akibat

kompensasi akibat iskemia organ atau jaringan, yang meliputi lemah,

letih, lesu, mudah lelah, tinnitus, mata berkunang – kunang, dan sesak

nafas. Gejala khas merupakan gejala yang spesifik muncul pada tipe

anemia tertentu, misalnya icterus pada anemia hemolitik, dan

32

Page 33: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

koilonychias pada anemia defisiensi besi. Gejala penyakit dasar

merupakan gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang

menyebabkan aneima, dapat meliputi nyeri epigastrium dan

hematemesis pada anemia pernisiosa akibat gastritis.

Pemeriksaan fisik pada anemia memberikan hasil bervariasi

tergantung tipe anemia yang dialami, namun terdapat beberapa gejala

umum yang akan ditemukan pada hampir seluruh pasien anemia,

antara lain pasien tampak lesu, lemas dan kelelahan, konjungtiva

pucat, sianosis sentral atau perifer, icterus, hepatosplenomegali, dan

takikardia.

Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka

langkah berikutnya untuk mendiagnosis anemia adalah dengan

melakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang

paling mudah dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin diiringi

dengan hapusan darah tepi. Kedua pemeriksaan tersebut akan

memberikan informasi mengenai kadar hemoglobin dalam darah,

hematocrit, MCV, MCH, MCHC, serta morfologi sel darah merah

pada pasien. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan antara lain:

i. Pemeriksaan retikulosit

ii. Pemeriksaan serum besi dan total iron binding capacity

(TIBC)

iii. Aspirasi sumsum tulang

iv. Pemeriksaan lain yang dapat disesuaikan dengan diagnosis

e. Komplikasi

Anemia pada kehamilan yang tidak di terapi dapat menimbulkan

komplikasi mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa

komplikasi yang dapat timbul antara lain:

33

Page 34: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

i. Gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan (intrauterine

growth retardation)

ii. Abortus

iii. Persalinan premature

iv. Inertia uterus

v. Atornia uterus

vi. Syok

vii. Dekompensasi kordis

f. Tatalaksana

i. Tatalaksana umum(24)

1. Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan

pemeriksaan hapusan darah tepi

2. Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia,

berikan suplementasi besi dan asam folat. Tablet yang

banyak tersedia saat ini adalah tablet berisi 60 mg besi

elemental dan 250 mcg asam folat. Tablet tersebut

dapat diberikan 3 kali sehari pada ibu hamil dengan

anemia.

3. Apabila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan

pemberian tablet hingga 42 hari pasca persalinan.

Apabila pemberian tablet tersebut tidak memberikan

perbaikan, maka rujuk pasien ke pusat pelayanan yang

lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.

4. Berikut ada beberapa sediaan tablet zat besi yang

umum tersedia serta kandungan besi elemental masing

– masing:

Jenis sediaan Dosis sediaan Kandungan besi

elemental

Sulfas ferrosus 325 mg 65mg

34

Page 35: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

Fero fumarat 325 mg 107 mg

Fero glukonat 325 mg 39 mg

Besi polisakarida 150 mg 150 mg

ii. Tatalaksana khusus

Tatalaksana ini dilakukan sesuai dengan jenis anemia yang

dimiliki pasien, yang diperiksa melalui apusan darah tepi.

1. Anemia mikrositik hipokrom:

a. Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin.

Apabila ditemukan kadar ferritin <15 ng/mL,

berikan terapi zat besi setara 180 mg beso

elemental per hari. Apabila kadar ferritin

normal, lakukan pemeriksaan serum zat besi dan

TIBC

b. Thallasemia: pasien dengan kecurigaan

thallasemia perlu dirujuk dan dirawat bersama

dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan

lebih spesifik

2. Anemia normositik normokrom

a. Perdarahan: tanyakan riwayat perdarahan dan

cari tanda dan gejala abortus, kehamilan mola,

kehamilan ektopik, atau perdarah pasca

persalian dan lakukan terapi sesuai dengan

temuan klinis. Rujuk ke spesialis obstetri dan

ginekologi.

b. Infeksi kronik: temukan tanda dan gejala infeksi

lalu berikan terapi sesuai temuan medis.

3. Anemia makrositik hiperkrom:

35

Page 36: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

a. Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan

asam folat 1x2mg dan vitamin B12 1x 250 –

1000 mcg.

4. Transfusi perlu diberikan pada pasien dengan kondisi

berikut:

a. Kadar Hb < 7 g/dL atau kadar hematocrit <20%

b. Kadar Hb >7 g/dL dengan gejala klinis: pusing,

pandangan berkunang – kunang, atau takikardia.

5. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan

janin dengan memantau pertambahan tinggi fundus,

pemeriksaan USG dan denyut jantung janin secara

berkala.

36

Page 37: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

BAB III

KESIMPULAN

Kehamilan beresiko tinggi masih menjadi masalah bagi ibu hamil di dunia,

terutama di negara – negara berkembang. Hal tersebut digambarkan dengan masih

tingginya angka kematian ibu di seluruh dunia. Terdapat banyak faktor yang dapat

menyebabkan kehamilan menjadi beresiko tinggi, namun yang dibahas secara spesifik

dalam referat ini adalah usia ibu saat hamil hingga melahirkan, hipertensi dalam

kehamilan, diabetes gestasional, obesitas ibu, penyakit autoimun, dan anemia dalam

kehamilan. Faktor – faktor ini dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan, baik

pada ibu maupun janin yang dikandungnya.

Resiko kehamilan karena usia ibu disebabkan oleh keadaan maturitas rahim ibu

yang masih muda dan gangguan hormonal ibu yang berusia lebih tua. Usia yang

digolongkan ke dalam beresiko adalah usia ibu <21 tahun dan >35 tahun dalam

perkiraan persalinan. Pada masalah ini tidak ditemukan suatu tatalaksana spesifik

karena usia bukanlah sesuatu yang dapat diubah dengan teknologi kesehatan sekarang,

namun hal yang dapat dilakukan adalah dengan edukasi keluarga berencana terutama

mengenai pernikahan dan penggunaan kontrasepsi secara spesifik konstrasepsi steril

untuk wanita yang sudah berusia lebih tua.

Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab kematian ibu

terbesar. Banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan seorang ibu mengalami

masalah hipertensi dalam kehamilan. Secara umum penanganan untuk hipertensi dalam

kehamilan telah membaik dengan adanya peningkatan akses kesehatan untuk seluruh

masyarakat dan adanya panduan tatalaksana yang spesifik untuk hipertensi dalam

kehamilan, namun yang mungkin masih menjadi masalah adalah kesadaran masyarakat

akan bahaya dari hipertensi dalam kehamilan.

Diabetes gestasional merupakan suatu intoleransi glukosa dalam berbagai

macam yang terjadi selama kehamilan. Prevalensi paling tinggi diabetes gestasional

adalah di asia tenggara yang mencakup Indonesia, sehingga diperlukan skrining yang

37

Page 38: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

lebih ketat untuk menemukan ibu hamil yang memiliki diabetes gestasional ini.

Tatalaksana diabetes gestasional perlu dilakukan secara ketat dan terpadu.

Obesitas merupakan suatu kondisi medis yang banyak ditemukan di masyarakat.

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kondisi medis dimana terdapat penumpukan lemak

berlebihan yang berakibat pada IMT >30. Obesitas telah sering dikaitkan pada berbagai

penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, dan lain – lain pada

masyarakat. Obesitas juga memiliki pengaruh yang sama pada ibu hamil, yaitu

hipertensi dalam kehamilan yang mencakup preeklamsia dan eklamsia, diabetes

gestasional, persalinan macet, dan lain – lain. Pengawasan ketat dan edukasi pada ibu

hamil dengan obesitas perlu dilakukan agar komplikasi – komplikasi tersebut tidak

muncul.

Penyakit autoimun merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan

komplikasi pada kehamilan dan membuat kehamilan beresiko tinggi. Secara spesifik

dibahas di referat ini adalah RA dan SLE. Berbeda dengan SLE yang perjalanan

penyakitnya tidak dapat ditebak selama kehamilan, pasien dengan RA sebelum hamil,

ditemukan bahwa gejala RA akan hilang pada awal kehamilan, namun akan muncul

kembali pada akhir kehamilan.

Anemia merupakan salah satu kondisi yang paling sering ditemui pada ibu

hamil. Hal tersebut terjadi karena pada ibu hamil memang terjadi anemia relatif arena

hemodilusi, ditambah dengan kebutuhan zat besi yang meningkat. Anemia yang paling

umum ditemukan paa ibu hamil adalah anemia defisiensi zat besi. Anemia dapat

didiagnosis menggunakan pemeriksaan kadar Hb dalam darah dan juga hapusan darah

tepi. Diagnosis dan penatalaksanaan anemia sudah dapat dilakukan di fasilitas

pelayanan primer, namun pada kasus dimana sudah terdapat komplikasi pada

kehamilan, maka perlu dirujuk ke rumah sakit.

38

Page 39: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

DAFTAR PUSTAKA

1. Suresh V. Advanced Age Maternal Conception Modern Era Etiology for High

Risk Mother, Fetus and Newborn. International Journal of Multidisciplinary Approach

& Studies. 2015;2(4):97-104.

2. Milner M, Barry-Kinsella C, Unwin A, Harrison RF. The impact of maternal age

on pregnancy and its outcome. International Journal of Gynecology & Obstetrics.

1992;38(4):281-6.

3. Fraser AM, Brockert JE, Ward RH. Association of Young Maternal Age with

Adverse Reproductive Outcomes. New England Journal of Medicine.

1995;332(17):1113-8.

4. Lowe SA, Brown MA, Dekker GA, Gatt S, McLintock CK, McMahon LP, et al.

Guidelines for the management of hypertensive disorders of pregnancy 2008. Australian

and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2009;49(3):242-6.

5. Sirait AM. PREVALENSI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN DI

INDONESIA DAN BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN (RISET

KESEHATAN DASAR 2007)2013.

6. National Collaborating Centre for Ws, Children's H. National Institute for

Health and Clinical Excellence: Guidance. Hypertension in Pregnancy: The

Management of Hypertensive Disorders During Pregnancy. London: RCOG Press

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.; 2010.

7. Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. The Lancet.365(9461):785-

99.

8. (UK) NCCfWsaCsH. Hypertension in Pregnancy: The Management of

Hypertensive Disorders During Pregnancy. London: RCOG Press; 2010.

39

Page 40: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

9. Askie LM, Duley L, Henderson-Smart DJ, Stewart LA. Antiplatelet agents for

prevention of pre-eclampsia: a meta-analysis of individual patient data. Lancet (London,

England). 2007;369(9575):1791-8.

10. Hofmeyr GJ, Lawrie TA, Atallah AN, Duley L. Calcium supplementation

during pregnancy for preventing hypertensive disorders and related problems. The

Cochrane database of systematic reviews. 2010(8):Cd001059.

11. Wen SW, Chen XK, Rodger M, White RR, Yang Q, Smith GN, et al. Folic acid

supplementation in early second trimester and the risk of preeclampsia. American

journal of obstetrics and gynecology. 2008;198(1):45.e1-7.

12. Gillon TER, Pels A, von Dadelszen P, MacDonell K, Magee LA. Hypertensive

Disorders of Pregnancy: A Systematic Review of International Clinical Practice

Guidelines. PLoS ONE. 2014;9(12):1-20.

13. Wilkerson HLC, O'Sullivan JB, Thorner R. A Study of Glucose Tolerance and

Screening Criteria in 752 Unselected Pregnancies. Diabetes. 1963;12(4):313-8.

14. O'Sullivan JB, Mahan CM. CRITERIA FOR THE ORAL GLUCOSE

TOLERANCE TEST IN PREGNANCY. Diabetes. 1964;13:278-85.

15. Alberti KGMM, Zimmet PZ. Definition, diagnosis and classification of diabetes

mellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus.

Provisional report of a WHO Consultation. Diabetic Medicine. 1998;15(7):539-53.

16. Diagnostic criteria and classification of hyperglycaemia first detected in

pregnancy: A World Health Organization Guideline. Diabetes Research and Clinical

Practice.103(3):341-63.

17. da Rocha Fernandes J, Ogurtsova K, Linnenkamp U, Guariguata L, Seuring T,

Zhang P, et al. IDF Diabetes Atlas estimates of 2014 global health expenditures on

diabetes. Diabetes Research & Clinical Practice. 2016;117:48-54.

18. Teh WT, Teede HJ, Paul E, Harrison CL, Wallace EM, Allan C. Risk factors for

gestational diabetes mellitus: implications for the application of screening guidelines.

The Australian & New Zealand journal of obstetrics & gynaecology. 2011;51(1):26-30.

19. Ben-Haroush A, Yogev Y, Hod M. Epidemiology of gestational diabetes

mellitus and its association with Type 2 diabetes. Diabetic medicine : a journal of the

British Diabetic Association. 2004;21(2):103-13.

40

Page 41: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

20. Krishnaveni GV, Hill JC, Veena SR, Bhat DS, Wills AK, Karat CL, et al. Low

plasma vitamin B12 in pregnancy is associated with gestational 'diabesity' and later

diabetes. Diabetologia. 2009;52(11):2350-8.

21. Hyperglycemia and Adverse Pregnancy Outcomes. New England Journal of

Medicine. 2008;358(19):1991-2002.

22. Ko GT, Chan JC, Tsang LW, Li CY, Cockram CS. Glucose intolerance and

other cardiovascular risk factors in chinese women with a history of gestational diabetes

mellitus. The Australian & New Zealand journal of obstetrics & gynaecology.

1999;39(4):478-83.

23. Tam WH, Ma RCW, Yang X, Li AM, Ko GTC, Kong APS, et al. Glucose

Intolerance and Cardiometabolic Risk in Adolescents Exposed to Maternal Gestational

Diabetes. Diabetes Care. 2010;33(6):1382-4.

24. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia WHO, POGI, HOGSI, PB IBI.

Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Prof.dr. Endy M.

Moegni SK, Dr.dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), editor2013. 356 p.

25. Andreasen KR, Andersen ML, Schantz AL. Obesity and pregnancy. Acta

Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 2004;83(11):1022-9.

26. Flier JS, Maratos-Flier E. Biology of Obesity. In: Kasper D, Fauci A, Hauser S,

Longo D, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine,

19e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.

27. Organization WH. Obesity [

28. Metzger BE, Coustan DR. Summary and recommendations of the Fourth

International Workshop-Conference on Gestational Diabetes Mellitus. The Organizing

Committee. Diabetes Care. 1998;21 Suppl 2:B161-7.

29. Baeten JM, Bukusi EA, Lambe M. Pregnancy complications and outcomes

among overweight and obese nulliparous women. American journal of public health.

2001;91(3):436-40.

30. Martin JN, Jr., May WL, Rinehart BK, Martin RW, Magann EF. Increasing

maternal weight: a risk factor for preeclampsia/eclampsia but apparently not for HELLP

syndrome. Southern medical journal. 2000;93(7):686-91.

41

Page 42: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

31. Catalano PM. Management of obesity in pregnancy. Obstetrics and gynecology.

2007;109(2 Pt 1):419-33.

32. Diamond B, Lipsky PE. Autoimmunity and Autoimmune Diseases. In: Kasper

D, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles

of Internal Medicine, 19e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.

33. Pura M, Kreze A, Jr. [From the history of endocrinology: reminiscence of the

discovery of adrenocortical hormones]. Casopis lekaru ceskych. 2005;144(9):648-50;

discussion 50-1.

34. Rothfield N. Oxford Textbook of Rheumatology. New England Journal of

Medicine. 1994;331(14):956-7.

35. Barrett JH, Brennan P, Fiddler M, Silman AJ. Does rheumatoid arthritis remit

during pregnancy and relapse postpartum?: Results from a nationwide study in the

United Kingdom performed prospectively from late pregnancy. Arthritis &

Rheumatism. 1999;42(6):1219-27.

36. Tandon VR, Sharma S, Mahajan A, Khajuria V, Kumar A. PREGNANCY AND

RHEUMATOID ARTHRITIS. Indian Journal of Medical Sciences. 2006;60(8):334-44.

37. Hahn BH. Systemic Lupus Erythematosus. In: Kasper D, Fauci A, Hauser S,

Longo D, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine,

19e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.

38. Ruiz-Irastorza G, Lima F, Alves J, Khamashta MA, Simpson J, Hughes GR, et

al. Increased rate of lupus flare during pregnancy and the puerperium: a prospective

study of 78 pregnancies. British journal of rheumatology. 1996;35(2):133-8.

39. Adams Waldorf KM, Nelson JL. AUTOIMMUNE DISEASE DURING

PREGNANCY AND THE MICROCHIMERISM LEGACY OF PREGNANCY.

Immunological investigations. 2008;37(5):631-44.

40. Mims MP. Hematology During Pregnancy. In: Kaushansky K, Lichtman MA,

Prchal JT, Levi MM, Press OW, Burns LJ, et al., editors. Williams Hematology, 9e.

New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.

41. CDC criteria for anemia in children and childbearing-aged women. MMWR

Morbidity and mortality weekly report. 1989;38(22):400-4.

42

Page 43: referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)

42. Pasricha S-R. Anemia: a comprehensive global estimate. Blood.

2014;123(5):611-2.

43