referat neuropati diabetik
DESCRIPTION
refrat nefropati diabetikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri neuropati diabetika merupakan salah satu komplikasi yang sangat memberatkan
penderita diabetes melitus. Biasanya nyeri sangat terasa pada anggota gerak bawah, walaupun
pada kasus yang lebih berat dapat timbul pada jari dan tangan. Beberapa penderita mengalami
nyeri di seluruh tubuh yang bertambah di malam hari. Nyeri bisa saja menyerang sangat
hebat sehingga seorang penderita tidak tahan terhadap sentuhan kain sutera sekalipun. Gejala
yang umumnya terjadi adalah rasa nyeri terbakar, rasa seperti tertusuk pisau, rasa terkena
listrik; rasa seperti diperas, rasa menciut, terluka, membeku, berdebar-debar, allodynia (nyeri
karena sentuhan pakaian). Komplikasi diabetes ini merupakan kelainan yang progresif dan
berlanjut, sehingga mengakibatkan turunnya sensasi perifer sampai hilangnya sama sekali
sensasi terhadap panas, dingin, tekanan maupun nyeri. Kelainan ini berkaitan pula dengan
menurunnya kualitas hidup penderita, mempengaruhi kegiatan sehari-hari baik dalam
perasaan maupun kenyamanan hidup. 2
Di Amerika Serikat, sekitar 60 sampai 70 % dari 18 juta penderita diabetes melitus
mengalami neuropati diabetika dan dari jumlah itu sekitar 3 juta penderita mengalami nyeri
neuropati diabetika. Meskipun telah menjadi perhatian dalam penelitian akhir-akhir ini,
etiologi dari nyeri neuropati diabetika belum dapat ditentukan secara pasti. Tapi diperkirakan
bersifat multifaktorial dengan hiperglikemia sebagai faktor resiko yang primer. Faktor lain
yang mungkin pula berpengaruh adalah faktor neurovaskuler yang menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah yang membawa oksigen dan zat makanan ke sel saraf, faktor otoimun
yang menyebabkan inflamasi pada saraf, faktor mekanis seperti pada carpal tunnel syndrome,
faktor keturunan dan faktor gaya hidup seperti merokok atau minum minuman keras. 1,3
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Neuropati diabetik merupakan gangguan saraf perifer pada penderita diabetes melitus
akibat penyakit tersebut, setelah kemungkinan penyebab lain neuropati dapat
disingkirkan. Terjadi pada sekitar 50% pemderita DM. Kelainan ini dapat ditemukan
pada penderita diabetes tipe I yang telah menjadi DM tipe I lebih dari 5 tahun, dan
pada seluruh penderita diabetes tipe II. Neuropati diabetik pada DM tipe II ini
seringkali terjadi lebih dini dalam perjalanan penyakit. 2
B. GEJALA DAN TANDA
Penderita neuropati diabetik sering kali hanya memiliki sedikit atauu sama sekali
tidak bergejala, tetapi pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda-tanda gangguan
sistem saraf yang nyata. Gejala neuropati diabetik sangat bervariasi, mulai dari tanpa
keluhan,kesemutan, mati rasa, hingga keluhan nyeri hebat dan impotensi. Gejala yang
muncul tergantung pada lokasi dan jenis saraf yang mengalami nuropati. 2
Bentuk yang sering terjadi adalah: 2
- Neuropati sensori-motorik ( persarafan yang mengatur berbagai sistem
sensorik/persepsi dan pergerakan)
Gejala sensorik : kesemutan, baal, kebas, mati rasa, nyeri, sensasi
tertusuk/terbakar.
Gejala motorik : kelemahan otot
2
- Neuropati otonom ( persarafan yang mengatur berbagai sistem dalam tubuh dan
bekerja diluar kesadaran)
Gejala tergantung pada persarafan otonom sistem organ apa yang mengalami
neuropati
Gejala kardioaskuler : lemah, pusing, sakit kepala, gangguan irama jantung, kaki
terasa dingin, hipotensi ortostatik
Gejala saluran cerna : kembung, mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri ulu hati,
nyeri perut
Gejala sistem urinari : hilangnya kontrol berkemih
Gejala fungsi seksual : disfungsi ereksi, penurunan libido, dispareuni, anorgasme
Gejala kulit : gatal, kulit kering, hilangnya rambut-rambut halus kulit
Lain- lain : depresi, ansietas, gangguan tidur
C. PATOGENESIS
Selama lebih dari 20 tahun, ada tiga teori utama untuk menjelaskan neuropati
diabetik, yaitu teori polyol pathway, teori mikrovaskuler, dan teori produk akhir
glikosilasi. Namun ternyata tidak hanya teori itu saja. Terlalu sederhana untuk
menjelaskan berbagai gambaran klinis dan penemuan patologis dari neuropati
diabetik dengan hanya satu, dua, atau tiga teori. 4
Teori polyolpathway
Ambilan glukosa di saraf perifer tidak hanya bergantung pada insulin. Oleh karena
itu, kadar gula darah yang tinggi pada pasien diabetes menyebabkan konsentrasi
glukosa yang tinggi di saraf. Hal itu kemudian menyebabkan konversi glukosa
menjadi sorbitol melalui jalur polyol melalui reaksi beruntun dikatalisasi oleh aldose
reductase. Kadar fruktose saraf juga meningkat. Fruktose dan sorbitol saraf yang
berlebihan menurunkan ekspresi dari kotransporter sodium/myoinositol sehingga
menurunkan kadar myoinositol. Hal ini menyebabkan penurunan kadar
phosphoinositide, bersama-sama dengan aktivasi pompa Na dan penurunan aktivitas
Na/K ATPase. Aktivasi aldose reductase mendeplesi kofaktornya, NADPH, yang
menghasilkan penurunan kadar nitric oxide dan glutathione, yang berperan dalam
melawan perusakan oksidatif. Kurangnya nitric oxide juga menghambat relaksasi
vaskuler yang dapat menyebabkan iskemia kronik. 2,4
3
Perubahan Iskemik Mikrovaskuler
Perubahan patologis pada saraf diabetik meliputi penebalan membran basal kapiler,
hiperplasia sel endotelial, dan infark dan iskemia neuronal. 2
Produk Akhir Glikosilasi Tahap Lanjut
Hiperglikemia intraseluler kronik menyebabkan pembentukkan agen pengglikasi yang
dikenal dengan produk akhir glikosilasi tahap lanjut. Hasil akhir glikosilasi tahap
lanjut dapat bersama-sama dengan transpor aksonal, menyebabkan perlambatan
kecepatan konduksi saraf. Hal itu juga dapat turut mendeplesi NADPH dengan
mengaktivasi oksidase NADPH, berkontribusi pada pembentukan peroksida hidrogen
dan stres oksidatif lebih jauh. 4
Peradangan Mikrovaskulopati
Ditemukan banyak tambahan bukti ilmiah bahwa neuropati asimetris, amiotropi
diabetik dan bentuk mononeuritis multipleks dari neuropati diabetik disebabkan oleh
peradangan vaskulopati atau vaskulitis. Saraf diabetik tampak mengalami peningkatan
kerentanan baik terhadap faktor seluler dan faktor imun humoral, termasuk aktivasi
limfosit, deposisi immunoglobulin, dan aktivasi komplemen. 4
Defisiensi Insulin dan Faktor Pertumbuhan
Fungsi faktor neurotropik untuk menjaga struktur dan fungsi saraf sama pentingnya
dengan fungsinya untuk memperbaiki saraf setelah terjadi trauma. Kadar yang rendah
dari faktor pertumbuhan menyerupai insulin telah dibuktikan berkorelasi dengan
keparahan neuropati diabetik pada model hewan. Insulin sendiri memiliki efek
neurotropik dan defisiensinya berkontribusi pada pembentukkan neuropati. Vitamin
B1 dan B6 memperkuat kerja insulin.2,4
Fungsi Kanal Ion Membran Neuronal
Aktivitas kanal ion memainkan peran penting pada perlukaan seluler dan kematian
pada berbagai macam kelainan. Peningkatan aktivitas kanal kalsium yang bergantung
tegangan telah dibuktikan pada gastroparesis diabetik, yang menyebabkan perlukaan
jaringan. Disfungsi kanal sodium memegang peranan penting pada terjadinya
neuropati yang nyeri, yang sering terjadi pada diabetes. 4
4
Asam Lemak Esensial
Penelitian menunjukkan bahwa jalur asam lemak esensial dari asam linolenat menjadi
prostaglandin dan tromboksan telah dirusak pada pasien diabetes, yang menyebabkan
berbagai disfungsi seluler pada multipel area seperti abnormalitas cairan membran,
perubahan pada membran sel darah merah, dan penurunan prostaglandin E2, sebuah
vasodilator poten. 2
D. PEMERIKSAAN NEUROPATI
Sasaran pemeriksaan neuropati saraf tepi adalah menetapkan diagnosis neuropati
periferal, menentukan apakah proses aksonal atau demielinatif, serta mencari
penyebabnya.
Secara klinis, neuropati menyebabkan kelemahan serta atrofi otot, hilangnya sensasi
atau perubahan sensasi (nyeri, parestesia), dan kelemahan atau hilangnya refleks
tendon. Pemeriksaan konduksi saraf dapat membedakan neuropati demielinatif
(perlambatan kecepatan konduksi atau blok konduksi) pada neuropati aksonal
(amplitudo potensial aksi rendah). Elektromielografi (EMG) dapat membedakan atrofi
denervasi dari kelainan otot primer. Pemeriksaan CSS membantu terutama pada
neuropati demielinatif inflamatori. Karena akar kranial dan spinal terendam pada
CSS, neuropati demielinatif yang mengenai akar akan menyebabkan peninggian
protein CSS. Inflamasi akar saraf juga menyebabkan pleositosis CSS. Pengambilan
riwayat teliti dengan penekanan pada riwayat keluarga, paparan lingkungan, serta
penyakit sistemik, dikombinasi dengan pemeriksaan neurologis serta laboratorium
dapat menentukan etiologi pada kebanyakan neuropati saraf tepi. 3 Bila diagnosis
meragukan, biopsi saraf dengan mikroskop cahaya, mikroskop elektron, morfometri,
dan preparat berkas serabut dapat memberikan informasi definitif lebih banyak. Saraf
sural biasanya dipilih untuk biopsi karena letaknya superfisial serta mudah ditemukan
dan merupakan saraf yang predominan sensori. Biopsi saraf sural meninggalkan
bercak hipestesia pada aspek lateral kaki yang biasanya ditolerasi dengan baik.
Neuropati diabetik dan lainnya mengenai terutama serabut kecil bermielin dan yang
tidak bermielin yang menghantar sensasi nyeri dan suhu. Degenerasi pada ‘neuropati
serabut kecil’ ini mengenai serabut saraf bagian yang paling distal yang dijumpai pada
berbagai organ dan jaringan (serabut somatik) dibanding serabut pada saraf utama.
5
Pemeriksaan konduksi saraf serta EMG pada setiap kasus mungkin normal dan biopsi
saraf sural bisa sulit diinterpretasikan. Diagnosis bisa ditegakkan dengan biopsi kulit.
Sekitar 3-4 mm kulit diambil dengan punch dan dipotong dengan mikrotom. Potongan
diuji dengan antibodi terhadap Protein Gene Product 9.5 yang menampilkan serabut
saraf kecil yeng menembus epidermis. Kepadatan serabut ini berkurang pada
neuropati.1
Perubahan patologis pada kebanyakan neuropati saraf tepi (degenerasi aksonal,
demielinasi aksonal atau kombinasinya) tidak spesifik. Pada neuropati aktif makrofag
membuang debris mielin dan akson. Kebanyakan neuropati aksonal lanjut
memperlihatkan hilangnya akson yang bermielin serta bertambahnya kolagen
endoneurial. Beberapa neuropati demielinatif kronik memperlihatkan perubahan
hipertrofik. Karenanya pada kebanyakan neuropati, biopsi saraf sural hanya dapat
menentukan diagnosis neuropati dan membedakan neuropati aksonal dari demielinatif
serta neuropati akut dari yang kronis, namun tidak dapat menentukan penyebab
neuropati. Hanya beberapa neuropati memperlihatkan perubahan patologis yang khas
untuk kelainannya setelah diagnosis yang spesifik. Neuropati ini antaranya neuropati
demielinatif inflamatori akut dan kronik, neuropati motor dan sensori herediter,
vaskulitis, neuropati sarkoid, leprosi, neuropati amiloid, invasi neoplastik kesaraf tepi,
leukodistrfi metakhromatik, adrenomieloneuropati, dan neuropati aksonal raksasa.2,3
E. MEKANISME NYERI NEUROPATI DIABETIK
Pertanyaan kritis yang muncul adalah mengapa dapat muncul nyeri pada neuropati
diabetika? Mengapa gejala positif (nyeri) dapat muncul bersama-sama dengan gejala
negatif (baal dan hipestesia) ? Nyeri neuropatik merupakan akibat dari fungsi
abnormal sistem saraf. Abnormalitas fungsi sistem saraf perifer, sentral, maupun
simpatis dapat menyebabkan munculnya nyeri neuropatik. Kasus nyeri neuropatik
(tanpa memandang kausa) menunjukkan mekanisme/ patofisiologi dan gambaran
klinis yang hampir serupa. Nyeri neuropatik merupakan sindroma nyeri kronik yang
sangat mempengaruhi segala aspek dari kehidupan pasien (Teng and Mekhail, 2003).
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer,
ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi
dan distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan
meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang
6
bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik spontan (Woolf, 2004).
Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian lamina paling superfisial dari medula
spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah (raba, tekanan, vibrasi,
dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian eksperimental pada
tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada saraf. Pada
beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting affreen
dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum
diketahui benar apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri
neuropati. Hal ini menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri intraktabel terhadap
terapi. Rasa nyeri akibat sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh
karena respon sentral abnormal serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral yang
abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor sensitisasi sentral, reorganisasi struktural,
dan hilangnya inhibisi (Woolf,2004).3,4
Impuls perifer yang datang di kornu dorsalis biasanya berupa eksitasi. Impuls tersebut
sebelum dijalankan ke otak selalu dimodifikasi oleh serabut saraf intersegmental atau
serabut saraf desendens yang bersifat inhibisi. Pada tingkat medula spinalis, proses
inhibisi ini diperantarai oleh neuron-neuron inhibisi yang melepaskan glysin dan
GABA. Obat anti depressan bekerja dengan meningkatkan sistem inhibisi
(penghambatan nyeri) dengan menghambat ambilan kembali serotonin dan
norepinefrin.3
Proses sensitisasi sentral akan menghasilkan hipersensitivitas nyeri secara langsung
dengan meningkatkan eksitasi, hal serupa teramati pula pada keadaan disinhibisi.
Disinhibisi terutama terjadi karena kematian interneuron GABA setelah cedera saraf.
Pada nyeri kronik khususnya nyeri neuropatik terlihat adanya penurunan aktivitas
inhibisi yang berarti eksitasi. Keadaan ini dapat menyebabkan allodinia.1
F. TATALAKSANA NYERI NEUROPATI DIABETIKA
Prinsip utama penatalaksanaan nyeri neuropati diabetika adalah pengendalian kadar
gula darah. Pengendalian kadar gula darah akan menghambat progresivitas neuropati
diabetika. Penelitian pada 1441 pasien dengan diabetes tipe 1 menunjukkan bahwa
pengendalian kadar gula darah efektif untuk memperlambat progresivitas neuropati
diabetika. 1
7
Terapi lain yang umum digunakan untuk mengatasi nyeri adalah anti depresan dan
anti konvulsan. Anti konvulsan mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan
abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral yang menjadi dasar bangkitan
epileps. Epilepsi dan nyeri neuropatik sama-sama timbul karena adanya aktivitas
abnormal sistem saraf. Epilepsi dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang
dapat menyebabkan bangkitan spontan yang paroksismal, dan hal ini sama dengan
kejadian nyeri spontan yang paroksismal pada nyeri neuropatik. Peran reseptor
NMDA dalam influks Ca2+ merupakan dasar proses kindling, yang sama dengan
fenomena wind-up pada nyeri neuropatik.2
Prinsip pengobatan epilepsi adalah penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan
blok S1-Na atau pencegahan sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi. Hal yang
sama juga dilakukan untuk nyeri neuropatik (Chong and Smith, 2000). Efek
analgetika anti konvulsan tidak hanya dengan memblok Si-Na, namun juga dengan
menghambat pelepasan neurotransmiter eksitatori, memblok Si-Ca, dan peningkatan
jalur inhibisi (Rowbotham, et.al. 2000, Chong and Smith, 2000). Anti depressan
memperkuat sistem inhibisi dengan meningkatkan ambilan kembali serotonin dan
norepinefrin. Perbaikan tidur yang signifikan dicapai dengan pemberian anti
depressan.4
Terdapat beberapa cara pengobatan dalam penatalaksanaan nyeri neuropati diabetika:
1. Medikamentosa seperti
- NSAID (Ibuprofen 600 mg 4x/hari, Sulindac 200 mg 2x/hari)
- Antidepresan trisiklik (Amitriptilin 50-150 mg malam hari, Imipramin 100
mg/hari, Nortriptilin 50-150 mg malam hari, Paroxetine 40 mg/hari)
- Antikonvulsan (Gabapentin 900 mg 3x/hari, Karbamazepin 200 mg 4x/hari)
- Antiaritmia (Mexilletin 150-450 mg/hari), Fluphenazine I mg 3x/hari.
- Dapat pula diberikan codein untuk waktu singkat untuk menanggulangi nyeri
yang hebat.
2. Topikal: Capsaicin 0,075 % 4x/hari.
3. Trancutaneous Electrical Nerve Stimulation/TENS
4. Hipnosis, latihan relaksasi, biofeedback
5. Akupunktur
8
Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal mampu mengatasi nyeri
neuropati diabetika. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan
obat anti depresan atau anti konvulsan tergantung ada tidaknya efek samping. Dosis
obat dapat ditingkatkan hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul.
Kadang-kadang kombinasi anti depresan dan anti konvulsan cukup efektif. Bila
dengan rejimen ini belum atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat
topikal. Bila tetap tidak atau kurang berhasil, kombinasi obat yang lain dapat
dilakukan.3
G. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi neuropati disbetik yang paling serius adalah :3
- Diabetic foot : akibat dari hilang atau brkurangnya kemampuan kaki merasakan
nyeri bila terjadi trauma, disertai perubahan tertentu pada kulit dan otot kaki yang
juga mempermudah terjadinya ulkus (luka yang dalam)
- Silent miocardial infarct : pada penderita neuropati diabetik, serangan jantung
sering tidak disertai nyeri dada seperti yang lazimnya dialami pasien serangan
jantung. Gejala sering tidak khas, dapat hanya berupa sesak, lelah atau nyeri ului
hati.
- Batu empedu : akibat menurunnya gerak kontraksi kandung empedu, sehingga
terjadi perlambatan aliran cairan empedu yang memudahkan terbentuknya batu
empedu.
- Gastritis : akibat menurunnya gerak kontraksi lambung karena gangguan otonom
saluran cerna, asam lambung menggenang lebih lama dalam lambung dan
mengiritasi lambung.
H. PENCEGAHAN
Deteksi dini diabetes, diagnosis dini neuropati diabetik, dan
mengurangi/menghilangkan faktor resiko terjadinya neuropati (merokok,penggunaan
alkohol, hipertensi) dapat mencegah atau memperlambat perkembangan neuropati
diabetik.3
Penderita DM dapat memeriksa tanda-tanda yang dapat menunjukan telah terjadinya
neuropati diabetik.
Contoh pemeriksaan mudah yang dapat dilakukan sendiri :
9
- Raba denyut arteri radialis [ada pergelangan tangan, lalu tarik nafas dan tahan.
Pada kondisi normal, saat menarik nafas, denyut nadi akan bertambah cepat. Bila
tidak demikian, kemungkinan telah terjadi neuropati diabetik.
- Raba denyut arteri dorsalis pedis pada punggung kaki, bandingkan dengan arteri
radialis, bila terdapat perbedaan kekuatan antara kaki kanan dam kiri atau dengan
arteri radialis, kmungkinan telah terjadi neuropati diabetik.3
10
BAB III
PENUTUP
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang berlangsung seumur hidup.
Semakin lama seseorang menderita penyakit ini, semakin besar kemungkinannya akan
mengalami neuropati yang umumnya secara klinis tertampak dalam 10 tahun pertama
setelah diagnosis ditegakkan.Nyeri neuropati diabetika merupakan salah satu
komplikasi yang sangat mengganggu kehidupan penderita diabetes. Penurunan kadar
gula darah sehingga mencapai kadar yang normal merupakan hal utama dalam
pengobatan nyeri neuropati diabetika di samping pemberian obat-obat anti nyeri.
Terdapat beberapa prinsip pengobatan dalam penatalaksanaan nyeri neuropati
diabetika seperti NSAID (Ibuprofen 600 mg 4x/hari, Sulindac 200 mg 2x/hari),
Antidepresan trisiklik (Amitriptilin 50-150 mg malam hari, Imipramin 100 mg/hari,
Nortriptilin 50-150 mg malam hari, Paroxetine 40 mg/hari), Antikonvulsan
(Gabapentin 900 mg 3x/hari, Karbamazepin 200 mg 4x/hari), Antiaritmia (Mexilletin
150-450 mg/hari), Fluphenazine I mg 3x/hari. Dapat pula diberikan codein untuk
waktu singkat untuk menanggulangi nyeri yang hebat, Topikal: Capsaicin 0,075 %
4x/hari, trancutaneous Electrical Nerve Stimulation/TENS, Hipnosis, latihan
relaksasi, biofeedback, Akupunktur
Dalam beberapa penelitian telah terbukti bahwa akupunktur memberikan efek
perbaikan yang bermakna dalam pengurangan nyeri neuropati diabetika. Selain itu
akupunktur memberikan manfaat lain seperti perbaikan kualitas hidup, menyebabkan
tidur yang lebih baik dan peningkatan mobilitas. Oleh karena itu akupunktur dapat
menjadi salah satu pilihan dalam pengobatan nyeri neuropati diabetika mendampingi
cara pengobatan lainnya. Beberapa komplikasi yang paling serius adalah diabetik
foot, silent miokard infark, gastroparesis diabetik dan batu empedu.
Penderita DM dapat memeriksa tanda-tanda yang dapat menunjukan telah terjadinya
neuropati diabetik, yaitu dengan meraba denyut arteri radialis, lalu tarik nafas dan
tahan. Pada kondisi normal, saat menarik nafas, denyut nadi akan bertambah cepat.
Bila tidak demikian, kemungkinan telah terjadi neuropati diabetik
11
12