referat neuroma akustik
TRANSCRIPT
REFERAT NEUROMA AKUSTIK
Disusun oleh:
Munirah Binti Abdul Malek
030.07.305
Pembimbing :
dr. Dyah Nuraini Sp.S
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode 14 Mei - 16Juni 2012
1
Halaman Pengesahan
Nama : Munirah Binti Abdul Malek
NIM : 030.07.305
Universitas : Trisakti
Fakultas : Kedokteran
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Kedokteran
Diajukan : Juni 2012
Bagian : Ilmu Penyakit Saraf
Judul : Neuroma Akustik
Telah diperiksan dan dipersetujui tanggal :
Bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Mengetahui,
Pembimbing
dr.Dyah Nuraini Sp.S
2
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa akan kasih dan rahmatNya kepada penulis
sehingga referat dengan judul “Neuroma Akustik” ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
periode 14 Mei 2012- 16 Juni 2012. Selain itu, besar harapan penulis dengan adanya referat ini
akan mampu menambah pengetahuan para pembaca sekalian.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah ikut
mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan pembuatan referat ini, yaitu :
1. Dr.Dyah Nuraini Sp.S selaku kepala bagian/ SMF / dan pembimbing Kepaniteraan Klinik
Ilmu PenyakitSaraf RSUD Kota Semarang
2. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota
Semarang periode 14 Mei 2012 – 16 Juni 2012.
Penulis menyadari bahwa referat yang disusun ini juga tidak luput dari kekurangan karena
kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
klinik dan saran yang dapat bermanfaat demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga
referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis, Juni 2012
Munirah Binti Abdul Malek
3
BAB I
Pendahuluan
Tumor telinga dalam yang paling sering menyebabkan ketulian adalah suatu neuroma
akustik. Neuroma akustik adalah tumor sel jinak Schwann yang membungkus saraf kedelapan.
Schwannoma ini paling sering terjadi pada bagian keseimbangan dari saraf kedelapan. Penyebab
lain ketulian akibat tumor dalam saluran telinga dalam adalah neuroma saraf ketujuh,
meningioma, hemangioma pembuluh darah aberans. Tumor pada penderita yang lebih muda atau
adanya riwayat keluarga dengan neuroma akustik dapat merupakan suatu manifestasi awal dari
sindrom von Recklinghausen. Penyakit von Recklinghausen menyebabkan semua kasus neuroma
akustik bilateral. Perjalanan penyakit yang lazim pada neuroma akustik adalah pasien mengalami
ketulian sensorineural unilateral. Mula-mula ringan, namun dengan perkembangannya, tumor
akan perlahan-lahan menghancurkan saraf-saraf saluran telinga dalam. Jarang sekali, pasien
mengeluhkan gejala-gejala vestibular. Gangguan pendengaran umumya berkembang lambat.
Meskipun demikian, neuroma akustik dapat pula menyebabkan ketulian mendadak atau suatu
sindrom mirip-Meniere. Suatu ketulian unilateral atau asimetris adalah suatu neuroma akustik
hingga dapat dibuktikan ketidakbenarannya.
Temuan neuroma akustik yang kecil dapat dibuat berdasarkan kecurigaan yang tinggi
yang mengarahkan pada uji pemeriksaan ABR (respons pendengaran batang otak) dan
konfirmasi radiologi. Tumor akutik hanya dapat dilihat dengan CT scan mutakhir dengan irisan
resolusi tinggi dan tipis. MRI dapat juga memberikan gambaran yang baik dari tumor-tumor ini
dan mungkin lebih peka dibandingkan CT scan.
Tumor akustik dapat diangkat secara bedah melalui tiga jalur utama. Tumor dapat
direseksi dari fosa media, fosa posterior, atau menyilang labirin. Pemilihan prosedur tertentu atau
gabungan prosedur berdasarkan ukuran tumor, kemungkinan mempertahankan pendengaran, dan
pengalaman bedah.
4
BAB II
ANATOMI TELINGA DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
ANATOMI TELINGA
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk
keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga
tengah, dan telinga dalam.(Haris,2009)
Gambar 1. Anatomi telinga.(Ismail,2008)
a. Telinga Luar
Telinga luar dibentuk oleh aurikula dan meatus akustikus eksternus. Aurikula
dibentuk oleh kartilago yang bersatu dengan pars kartilagineus meatus akustikus
eksternus. Fungsi aurikula mengarahkan getaran masuk ke dalam meatus akustikus
eksternus. Sedangkan meatus akustikus eksternus merupakan suatu saluran, terbuka di
bagian luar dan di bagian inferior dibatasi oleh membran timpani, ukuran panjang 2,5
cm, terdiri dari pars kartilagineus (⅓ bagian lateral) dan pars osseus di bagian medial (⅔
bagian medial). Batas antara pars kartilagineus dan pars osseus menyempit, dinamakan
5
isthmus. Pars kartilagineus berbentuk konkaf ke anterior. Di dalam lapisan submukosa
terdapat glandula seruminosa yang memproduksi serumen.(Bauman,1996)
b. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tuba Eustachius, ossikula auditiva,
antrum dan cellulae mastoidea. Memiliki empat dinding, atap, dan dasar. Oleh karena
itu bisa disederhanakan dalam diagram sebagai kotak terbuka, dengan:
- batas luar : membran timpani
- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium. ((Faiz,2004
dan Soepardi,2007)
Membran timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas
lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu
mutiara dan translusen.(Nursecerdas,2009)
Tuba auditorius atau tuba Eustachius mempunyai ukuran panjang kira-kira 36 mm,
letak melengkung membentuk sudut 45 derajat dengan bidang sagital dan sudut 30-40
derajat dengan bidang horizontal. Tuba ini terdiri dari pars ossea dan pars kartilaginis.
Pars osseus merupakan ⅓ bagian dengan panjang 13 mm, berada di bagian lateral (pars
lateralis) dan terletak di dalam pars petrosa tulang temporalis. Pars kartilagineus
merupakan ⅔ bagian dengan panjang 24 mm, terletak di bagian medial (pars medialis),
bermuara ke dalam nasofaring, membentuk torus tubarius di sebelah dorsal orificium
pharingium tuba auditiva. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm, panjangnya sekitar
35 mm, menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan
6
manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk
sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
(Haris,2009 dan Bauman,1996)
Gambar 2.Membran timpani (Netter,2010)
Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi ossikula (tulang
telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan
beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Bagian ini merupakan
rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang.(Nursecerdas,2009
dan Haris,2009)
7
Gambar 3. Cavum Tympani.(Netter,2010)
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang
menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah
tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus).
Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu
tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan
jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang
memungkinkan gerakan bebas. Ossikula dipertahankan pada tempatnya oleh sendian,
otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara.(Nursecerdas,2009)
Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor
timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah
posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga
timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tangkai
8
maleus terus menerus tertarik ke dalam oleh ligamentum dan oleh M. tensor timpani,
yang mempertahankan membran timpani berada dalam tegangan. Hal ini memungkinkan
getaran suara pada bagian membran timpani manapun dihantarkan ke maleus yang tidak
akan terjadi bila membran lemas. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang
berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke
dalam leher stapes, dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval.
(Guyton, 2006 dan Pitnariah, 2010)
Ketika bunyi yang bising ditransmisikan melalui sistem ossikular dan dari sana ke
dalam sistem saraf pusat, suatu refleks terjadi setelah periode laten selama hanya 40
sampai 80 millidetik untuk menyebabkan kontraksi dari otot stapedius dan, berkurangnya
luas otot tensor timpani. Otot tensor timpani menarik tangkai malleus ke dalam
sementara otot stapedius menarik stapes ke luar. Kedua gaya ini saling berlawanan satu
sama lain dan dengan demikian menyebabkan seluruh sistem ossikuler mengembangkan
rigiditas yang meningkat, demikian besar mengurangi konduksi ossikuler dari bunyi
frekuensi rendah, utamanya frekuensi di bawah 1000 cycle per detik(Guyton,2006).
Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh
dari kerusakan karena suara. Kedua otot ini mengurangi proses mekanik telinga tengah.
Pengertiannya adalah sebagai berikut, jika telinga kita menerima suara sangat keras
(intensitas > 80 dB) maka kemungkinan gerakan mekanik osicular chain akan sangat
progresif yang dapat merusak struktur oval window telinga dalam. Sehingga saat
intensitas suara mencapai nilai di atas, otot stapedius secara refleks akan berkontraksi
untuk membatasi gerakan stapes. Meskipun fungsi utama refleks akustik ini adalah
proteksi, ia juga meningkatkan mekanisme kontrol yang mempertahankan input suara ke
telinga dalam (koklea) lebih konstan, dan memperluas rentang dinamik sistem telinga
tengah, sebagai contoh: otot stapedius tercatat juga berkontraksi saat seseorang
mengunyah dan bersuara (vokalisasi), sehingga dapat mereduksi bising yang timbul
akibat gerakan-gerakan yang berasal dari dalam tubuh sendiri.Otot-otot ini berfungsi
protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.(Ayon,2010 dan
Jusuf,2003)
Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada
9
jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke
getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes
ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun
jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat
mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
(Nursecerdas,2009)
Gambar 4.Ossikula Auditiva(Netter,2010)
c. Telinga Dalam
Telinga dalam mengandung labyrinthus dan terdiri dari tiga buah kanalis
semisirkularis di posterior, vestibulum di tengah dan koklea di anterior. Pada telinga
tengah terdapat meatus akustikus internus dan porus akustikus internus. Labyrinthus
memiliki bagian vestibuler (pars superior) yang berhubungan dengan keseimbangan dan
bagian koklear (pars inferior) yang merupakan organ pendengaran. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibuli di bagian atas, skala timpani di bagian bawah,
dan skala media di antaranya. Pada skala media terdapat bagian berbentuk lidah yang
disebut membran tektoria. Bagian atas adalah skala vestibuli yang berisi perilimfe dan
dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian bawah
adalah skala timpani yang juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus
koklearis oleh lamina spiralis osseus dan membran basillaris.(Bauman,1996)
FISIOLOGI PENDENGARAN
10
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Fisiologi
fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi oleh
anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan
penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari
membran timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi
dari gelombang bunyi oleh membran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan
telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. Getaran diteruskan melalui membran
Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sebagai transduser mekanis,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-
40) di lobus temporalis.(Soepardi,2001 dan Berne, 2004)
Gambar 5. Fisiologi Pendengaran(McWilliams,2010)
11
Berbeda dengan sistem hantaran telinga luar yang berupa pipa penyalur bunyi ke
membran tympani, sistem hantaran telinga tengah di samping merambatkan, juga
memperkuat daya dorong getaran bunyi(Haris,2009). Perkuatan daya dorong getaran bunyi
oleh sistem hantaran atau sistem konduksi dihasilkan oleh 2 mekanisme, yaitu:
1. Rasio antara membran timpani dibanding luas fenestra ovalis sebesar 17:1, yang
memberikan perkuatan sebesar 17 kali dari bunyi aslinya di udara.
2. Efek pengungkit dari maleus dan inkus yang menyumbangkan momentum perkuatan
daya sebesar 1,3 kali.(Soepardi,2001 dan Grimes,1997)
Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan
terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. Namun waktu jeda akan
berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang memungkinkan
gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan
hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan
rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan
kemampuan pendengaran.(Haris,2009)
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga luar
dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang dihantarkan
melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi tulang. Normalnya,
konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana
timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan
mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.
(Haris,2009)
BAB III
12
NEUROMA AKUSTIK
SUDUT CEREBELLO PONTIN
Sudut cerebello pontin merupakan suatu area runcing diantara dinding sisi dari tulang
dasar tengkorak, batang otak dan serebellum. Atap dari sudut ini terdiri dari tentorium, suatu
membrane kuat yang memisahkan fossa cranium posterior dan media. Sudut cerebello pontin ini
terisi liquor serebro spinal dan terdapat saraf sensorik dan motoric melaluinya dalam perjalanan
masuk dan keluar dari otak.
Cabang utama dari arteri basilaris, yaitu arteri cerebellum anterior inferior, melewati
sudut cerebello pontin ini dan bercabang ke pons dan labirin yang akhirnya memperdarahi
sebagian dari cerebellum.
N.XIII melewati sudut cerebello pontin ini dari bagian telinga dalam lalu mengarah ke
batang otak. N.VII turut melewati sudut ini. Tebel di bawah memberikan gambaran secara
umum tentang saraf yang melalui sudut cerebello pontin serta fungsinya :
Table 1. Simple description of the nerves of the cerebello pontine angle and their major
functions.
Cranial nerve Name Motor effects Sensory supply Specialfeatures
IV Trochlear Superior oblique
moves eye down
and medially
Failure causes
double vision on
looking down
and inwards
VI Abducent Lateralrectus
moves eye to
side
Failure causes
double vision on
side gaze
V Trigeminal Chewing Facial and scalp
skin
Initial irritation
causesatypical
trigeminal
13
neuralgia
VII Facial Facial expression Taste: anterior
tounge
Tear glands,
salivary glands
VIII Acoustic Hearing
VIII Vestibular Balance
IX Glossopharyngeal Palate,
swallowing
Taste : back of
tounge/ palate
Severe difficulty
in swallowing
and speaking
with inhalation
because of an
incompetent
larynx
X Vagus Swallowing and
speech
Palate, throat With above
XI Accessory Sternomastoid
and trapezius
muscles
In paralysis the
shoulder drops
and the arm
cannot be lifted
properly
XII Hypoglossal Motor supply to
the same side of
the tounge
In paralysis the
tounge deviates
to the same side
TUMOR DI SUDUT CEREBELLO PONTIN
14
Disebabkan pelbagai sturktur yang mendiami di sudut cerebelo pontin, tidak
mengherankan yang daerah ini rentan ditumbuhi tumor, sebagian besar tumor di daerah sudut
cerebelo pontin bersifat jinak dan tersering adalah tumor neuroma akustik. Tumor neuroma
akustik ini paling sering berkembang pada bagian superior dari N.XIII, dan menurut beberapa
ahli, istilah neuroma akustikadalah kurang tepat.
Tumor ini merupakan tumor dari sel Schwann yang membentukselaput meilin pada saraf.
Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat istilah yang lebih tepat adalah Scwannoma vestibuler.
Seperti yang telah disinggung pada diskusi sebelumnya, etiologi tumor neuroma akustik
merpakan defek pada kromosom 22 dan jarang sekali akan berubah menjadi maligna, akan tetapi
jika tumor berkembang menjadi cukup besar sehingga dapat menekan batang otak yag akan
membawa kematian.
Insiden tumor neuroma akustik ini adalah sekitar 1 dalam 100,000 per tahun. Dengan
kemajuan teknologi masa kini, insiden tumor neuroma akustik ini sedikit meningkat dikarenakan
sarana imaging yang lebih canggih. Prevalensi postmortem masih tinggi yang menimbulkan
kecurigaan masih banyak pasien dengan tumor neuroma akustik yang tidakterdiagnosis tetapi
jarang menjadi sebab punca kematian (underdiagnosed).
Selain dari neuroma akustik, tumor kedua tersering pada sudut cerebelo pontin ini adalah
meningioma yang merupakan sebuah tumor dari selaput meningen yang membungkus otak.
Meningioma biasanya berkembang lambat dan mempunyai low-grade malignancy. Berikut
merupakan lesi-lesi lain yang dapat ditemukan pada sudut cerebello pontin :
Table 1 . Lesions in the cerebello pontine angel and their frequency of occurrence.
15
Type Percentage
Acoustic neuromas 75 minimum
Meningiomas 6
Cholesteatomas 6
Gliomas 3
Others (metastatictumors, osteomas,
osteogenic sarcomas, neuromas of V, VII,or
IX, angiomas, papillomas of choroid plexus,
teratomas, lipomas)
10 maximum
Terdapat satu bentuk lain dari neuroma akustik yang merupakan sebagian dari sindrom
yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF2). Kondisi ini merupakan defekgenetik yang bersifat
autosom dominan, biasanya bermanifestasi pada usia muda, dengan tumor neuroma akustik
bilateral, neuroma lain (terutama spinal), meningiomas dan gliomas. Akan tetapi, insiden
sindrom ini sangat jarang yaitu 1 dalam 2,355,000 orang.
PERKEMBANGAN TUMOR NEUROMA AKUSTIK
Beberapa tahun yang lalu, para ahli berpendapat bahwa semua tumor neuroma akustik
akan berkembang dari tumor yang kecil menjadi tumor yang cukup besar sehingga dapat
menekan batang otak yang akan mengakibatkan ataxia disebabkan disfungsi cerebellum. Apabila
penekanan pada batang otak terus terjadi, terjadi gangguan pada sirkulasi liquor cerebro spinal
yang berdampak pada peningkatan tekanan otak yang akan diakhiri dengan kematian. Dengan
pemahaman seperti ini pada waktu itu, setiap pasien dengan tumor neuroma akustik akan
dilakukan intervensi bedah tanpa mempertimbangkan resiko lain.
Namun, setelah beberapa tahun menjalankan penelitian, sekarang telah diketahui bahwa
50% atau lebih dari tumor neuroma akustik tidakakan berkembang sama sekali dalam
jangkawaktu 10 tahun.
16
Seperti tumor jinak yanglain, neuroma akustik mempunyai life span tersendiri. Fase
perkembangannya tidak teratur dan sangat bervariasi yang akhirnya akan berhenti berkembang.
Fase pertumbuhan yang tidak teratur ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke
daerah ke liquor cerebro spinal dan faktor intrinsic yang lain. Beberapa tumor akan berkembang
terus dan pasien akan menunjukkan gejala klinis yang progresif memburuk, sedangkan tumor
lain tidak berkembang sama sekali.
Dalam penelitian terbaru ditemukan jikasuatu tumor kecil seperti neuroma intrakanikular
(di dalam kanal auditiva) tidak berkembang dalam durasi 5 tahun, tumor tersebut tidak akan
berkembang sama sekali selama 20 tahun. Akan tetapi, hasil dari penelitian ini tidak dapat
mendeteksi neuroma yang mana akan terus berkembang dan yang telah selesai berkembang.
Adapun tumor yang masih berkembang, kecepatan pertumbuhannya bervariasi dan rata-rata
diameter tumor akan bertambah sekitar 1-2mm per tahun.
GEJALA KLINIS NEUROMA AKUSTIK
Kebanyakan individu dengan neuromaakustik tidak ada keluhan sama sekali. Individu
dengan keluhan dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu – yang datang dengan keluhan minor
dari pendengaran dan yang datang dengan manifestasi neurologis secunder terhadap penekanan
batang otak atau iritasi pada N.V, IX, X dan XI.Dari keluhan tersebut, seorang dokter umum
perlu membedakan individu yang perlu dirujuk ke spesialis THT dan spesialis bedah saraf.
Durasi keluhan tidak memberi gambaran ukuran tumor. Yang perlu diperhatikan adalah
keluhan unilateral pasien dan melakukan investigasi teliti. Semua pasien dengan keluhan
sensorineural unilateral perlu dicurigai menderita neuroma akustik.
Table 2. Typical presenting symptoms of a patient with an acoustic neuroma sent to ENT
Surgeons.
Symptom Primary complaint Secondary complaint
Unilateral alterations in 60 16
17
hearing (distortion, hearing
loss, tinnitus)
Headache 16 15
Unsteadiness 7 30
Unilateral fifth nerve
symptoms
7 15
Unilateral earache 4 4
Vertigo 3 3
Unilateral sudden profound
hearing loss
2 1
Table 3. Symptoms that can arise from compression of nearby structures (should be
referred to Neuro surgeon).
Symptom Structure
Atypical trigeminalneuralgia V
Tic douloureux V
Progressive painless facial weakness VII
Hearing loss and tinnitus on non-tumour side Brain stem
Hoarse weak voice/dysphagia X
Figure 1. Symptoms arising from raised intracranial pressure.
18
DIAGNOSIS TUMOR NEUROMA AKUSTIK
Diagnosis tumor neuroma akustik didasarkan kepada anamnesis dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan THT, audiogram nada murni, pemeriksaan saraf kranialis dan fungsi
cerebellum akan membantu menegakkan diagnosis suatu massa di sudut cerebello pontin.
Selanjutnya perlu dilakukan MRI. Di negara maju, pemeriksaan T2-weighted fast
spinecho (T2FSE) atau turbo spin echo (T2TSE) dapat dilakukan untuk menegakkan maupun
menyingkirkan diagnosis.
TERAPI NEUROMA AKUSTIK
19
clumsiness, poor balance
headache
vertigo
vomiiting
fevers
deterioration in mental state
visual changes
fits
Secara garis besar, pasien dengan neuroma akustik akan diberikan beberapa pilihan yaitu:
Medical management atau terapi konservatif (wait and see)
Pembedahan reseksi tumor
Prosedur gamma-knife atau radioterapi stereotatik
Medical management dilakukan sekitar 25% dari semua kasus neuroma akustik. Medical
management terdiri dari beebrapa komponen yaitu monitoring secara periodic status neurologis
pasien, penggunaan alat bantu pendengaran jika diperlukan pasien dan melalukan imaging
seperti MRI secara periodic. Menurut penelitian (Hoistad et al, 2001), medical management
seperti ini merupakan pilihan manejemen yang tepat buat sekelompok pederita neuroma akustik.
Sehingga ke hari ini, masih belum ditemukan obat yang mampu menghambat
perkembangan tumor neuroma akustik secara substansial. Tumor ini akan berkembang secara
perlahan, sekitar 1,5 mm per tahun. Seorang dokter perlu mempertimbangkan usia serta kondisi
fisik pasien sebelum merencanakan pilihan terapi yang sesuai. Setelah penemuan tumor neuroma
akustik pada pasie buat pertama kalinya, MRI akan diulang 6 bulan kemudian dan selanjutnya
dilakukan setahun sekali (Perry et al, 2001).
Memilih terapi konservatif memiliki resikonya tersendiri. Walaupun pada MRI tumor
tidak tampak bertambah besar, pasien masih beresiko hilang pendengaran fungsional, dan jika
kondisi ini terjadi pasien tidak mungkin menjadi kandidat buat pembedahan konservasi
pendengaran. Sekitar 10 hingga 43% dari pasien yang telah diteliti selama 2 tahun hilang
pendengaran fungsional (Warrick et al, 1999; Shin et al, 2000; Lin et al,2005).
Prosedur gamma-knife dapat dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi untuk
menjalani pembedahan reseksi tumor akibat kondisi medis atau atas keinginan pasien sendiri.
Prosedur ini dicipta oleh Lars Leksell pada tahun 1971. Prosedur ini menghindari pembedahan
serta resiko pasca operasi. Kekurangan memilih prosedur gamma-knife ini adalah resiko
komplikasi akibat radiasi beberapa tahun setelah operasi serta melakukan monitoring hasil terapi
dengan MRI secara periodic. Dulu, prosedur ini direkomendasikan dengan menggunakan radiasi
gamma dosis tinggi, tetapi pasien menderita efek samping akibat radiasi dalam masa 2 tahun
pasca operasi. Sekarang direkomendasikan radiasi gamma dosis rendah dengan resiko kecil
mendapatkan kelemahan wajah dan parestesi (Wackym et al,2004).
20
Hampir 50% dari kasus neuroma akustik ditangani dengan pembedahan reseksi tumor.
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi penggunaan metode ini akan semakin berkurang
karena terdapat pilihan terapi non-invasif yang lain. Berikut merupakan beberapa komplikasi
yang bisa terjadi pasca operasi reseksi tumor neuroma akustik :
Stoke
Cedera pada cerebellum, pons atau lobus temporalis
Kematian
Kebocoran dari liquor cerebro spinal
Meningitis
Paresis facialis
Resiko hilang fungsi pendengaran
Nyeri kepala
Hilang keseimbangan dan vertigo
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Levine SC, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Penyakit Telinga Dalam, Edisi 6, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1997, 130-131
2. Wright A, ABC of Ear, Nose andThroat, Acoustic Neuromas and other Cerebello Pontine
Angle Tumours, 5th Edition, Blackwell Publishing, 2007, 25-30.
3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher, Edisi 6, Badan Penerbit FKUI Jakarta,
2011.
4. Angus JAS, Howard DM, Acoustics and Phycoacoustics, Fourth Edition, Focal Press,
2009, 21-25.
5. Rutka J, Zarandy MM, Diseases of the Inner Ear A Clinical, Radiologic and Pathologic
Atlas, Springer, 2005, 35.
6. Mc Combe AW, Mc Rae RDR, Roland NJ, Key Topics in Otolaryngology, Second
Edition, BIOS Publishers, 2001, 44-48
7. www.interacoustics.com.au/acoustic/neuromas . Accessed on 2nd June 2012.
8. www.googleimages.com/anatomy/THT . Accessed on 2nd June 2012.
9. www.googleimages.com/neuroma+akustik . Accessed on 2nd June 2012.
10. http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/tumors/acoustic/neuroma.htm .
Accessed on 2nd June 2012.
11. www.medlineplus.com/encyclopedia/acoustic+neuromas . Accessed on 2nd June 2012.
22