referat kumpulan ppt

37
REFERAT Penyakit Paru- paru Pembimbing : dr. Indra K. Ibrahim, Sp.An Disusun Oleh : Firdha Triasurya ; Hananti Ahhadiyah ; M. Amril Billahmar KEPANITERAAN KLINIK ANASTESI RSUD R. SYAMSUDIN SH SUKABUMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2015

Upload: firdhatriasurya

Post on 03-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penyakit paru-paru

TRANSCRIPT

REFERATPenyakit Paru-paru

Pembimbing :

dr. Indra K. Ibrahim, Sp.An Disusun Oleh :

Firdha Triasurya ; Hananti Ahhadiyah ; M. Amril Billahmar

KEPANITERAAN KLINIK ANASTESIRSUD R. SYAMSUDIN SH SUKABUMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA2015

• Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memberikan kerangka untuk mengevaluasi preoperasi pada pasien pre-operasi dengan penyakit paru-paru

• Yang pertama dibahas dalam bab ini adalah riwayat yang bersangkutan, pemeriksaan fisik, alogaritma pemeriksaan diagnostic dan pengelolaan pada pasien dengan penyakit paru-paru termasuk di dalamnya penyakit asthma, cystic fibrosis dan penyakit paru obstruktif kronik (COPD)

ASMA

• Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran pernafasan yang di akibatkan oleh produksi seluler atau oleh mediator kimiawi.

Lanjutan…• Pada penderita asma, bronkus akan menjadi lebih

hiperresponsive pada stimulus yang bervariasi dan perubahan dari dinding pernafasan.

• Tanda dari asma adalah adanya obstruksi pernafasan dengan karakteristik seperti adanya wheezing, nafas pendek, dada terasa sesak dan batuk. Dalam yang paling parah masuknya udara berkurang dan pulsus paradoksus menonjol.

• Bronkokontriksi dapat dipicu oleh pemicu yang diketahui tidak semua orang dengan wheezing memiliki asma dan tidak semua orang dengan asma terdapat wheezing.

Diagnosa Banding Asma

PPOK, disfungi pita suara, iritasi saluran pernafasan karena penyakit GERD, gagal jantung kongestif (Cardiac Asthma), alergi bronkopulmonary aspergilus, obat-obatnya yang mengakibatkan bronkospasme, cystic fibrosis, bronchitis, hypersentisif pneumonia, obstruksi jalan nafas dan defisiensi antitrypsin.

Manajemen asma sesuai dengan tingkat keparahan

• Bantuan tanggap darurat bagi seluruh penderita– Bronchodilator diperlukan sesuai dengan gejala. Intensitas pengobatan akan

tergantung pada tingkat keparahan dari penyakit yang kambuh.– Pengobatan yang lebih dipilih : jangka pendek – menghirup β2-agonists dengan

nebulizer atau masker wajah– Pengobatan alternatif : Oral β2-agonists– Dengan Infeksi saluran pernapasan– Bronchodilator setiap 4 – 6 jam sampai dengan 24 jam; secara umum, ulangi

tidak lebih dari satu kali setiap 6 minggu.– Mempertimbangkan sistemik corticosteroid jika kekambuhan meningkat

dengan parah atau pasien telah memiliki hystory yang parah sebelumnya.– Use of short-acting β2-agonists lebih dari dua kali dalam seminggu dalam asma

berselang (intermittent) (harian atau meningkatkan penggunaan dalam asma yang terus menerus (persistent) mungkin mengindikasikan kebutuhan untuk memulai (meningkatkan) terapi kontrol jangka panjang.

• Intermittent Ringan– Tidak diperlukan pengobatan harian.

Lanjutan…

• Persistent Ringan– Pengobatan yang lebih dipilih :– Dosis rendah inhaled corticosteroid (dengan

nebulizer, MDI dengan holding chamber atau masker wajah.

– Pengobatan alternatif :– Kromolin (nebulizer lebih dipilih atau Mdi dengan

holding chamber)– Atau– Leukotriene reseptor antagonis.

Lanjutan…

• Persistent Sedang– Pengobatan yang lebih dipilih :– Dosis rendah inhaled corticosteroid dan long-acting

inhaled β2-agonists.– Atau– Dosis medium inhaled corticosteroid.– Pengobatan Alternatif :– Dosis rendah inhaled corticosteroid dan juga leukotrine

reseptor antagonis atau theophylline jika dibutuhkan (sebagian dari penderita dengan kekambuhan yang berulang)

Lanjutan…

• Persistent Berat– Pengobatan yang lebih dipilih :– Dosis tinggi inhalasi kortikosteroid– Long acting inhalasi beta2 agonist– Dan jika diperlukan corticosteroid tablet atau

syrup kerja lama (2mg/kgBB/hari. Tidak boleh lebih dari 60mg/hari.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

• PPOK dikarakteristikkan sebagai terbatasnya aliran udara kronik namun tidak sepenuhnya reversible.

• Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan berhubungan dengan inflamasi saluran pernafasan.

• Ini dapat di akibatkan oleh partikel atau gas dari rokok atau dipekerjaan, lingkungan yang berpolusi dan factor host (disebabkan genetic seperti defisiensi antitrypsin, penyakit dari lahir (BBLR, infeksi pernafasan, asma). Peradangan ini akhirnya merubah parenkim dan pembuluh darah paru.

Lanjutan…

• Yang termasuk PPOK adalah bronchitis kronis dan emfisema.

• Diagnosis banding untuk PPOK adalah asma, CHF, bronkietasis, tuberculosis, bronkiolitis dan panbronkiolitis yang difu

Lanjutan…

• Emfisema didefinisikan oleh American Thoracic Society and European Respiratory Society (ATS/ERS) dengan ‘sebuah kondisi paru-paru yang ditandai dengan pembesaran abnormal yang permanen rongga udara dari distal bronkiolus hingga terminal, disertai rusaknya dinding dan tanpa adanya fibrosis

Lanjutan…

• Tiga pola morfologi utama emfisema yang diakui diantaranya: – Proksimal emfisema yang melibatkan paru-paru bagian

atas (centrobulbar emfisema, khas pada PPOK dan emfisema yang terkait dengan debu seperti pneumoconiosis perkerja batubara.

– Panacinar emfisema melibatkan paru-paru bagian bawah (defisiensi anitripsin).

– Distal acinar atau emfisema paraseptal, bentuk paling umum, sebagai lesi terisolasi atau dalam kombinasi dengan bentuk lain

Aspek Klinik

• Pasien dengan COPD umumnya mengalami sesak nafas, batuk kronik, wheezing dan produksi sputum yang berlebihan setelah terinfeksi virus saluran pernafasan.

• Spirometri adalah alat pemeriksaan utama, dengan menwmukan tanda khas yang termasuk penurunan volume ekspirasi dalam 1 menit (FEV1) dan kapasitas paru-paru normal. Namun bagaimnapun spirometri, tida memerikan penilaian lengkap tentang keparahan penyakit.

Cystic fibrosis

• CF adalah penyakit autosomal resesif, kronis, progresif, penyakit multisistem. Kejadian sangat bervariasi antara kelompok-kelompok etnis. Menurut asosiasi paru-paru Amerika, sekitar 30.000 orang Amerika memiliki CF dan sekitar 1000 kasus baru yang didiagnosa setiap tahunnya.

Lanjutan

• Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya konsentrasi klorida tinggi (> 60 mEq / L) ditambah setidaknya salah satu dari berikut:

1. penyakit saluran napas cghronic (biasanya bronkiolitis dengan obstruksi jalan napas dan / atau bronkiektasis),

2. eksokrin pankreas pada kecukupan (yang paling sering paru manifestasi), atau

3. riwayat CF didiagnosis pada orang tua, saudara, atau sepupu pertama.

Penyakit Paru Restriktif

• Gangguan paru-paru restriktif ditandai dengan penurunan kapasitas total paru (TLC). FEV1 dan kapasitas vital paksa (FVC) berkurang proporsional dan FEV1: FVC rasio biasanya normal atau meningkat.

Etiologi penyakit paru restriktif

pulmonal• pneumonia interstitial idiopatik, penyakit paru interstitial

sekunder (misalnya, jaringan ikat atau obat diinduksi), reseksi paru, atelektasis, pneumonia

extrapulmonalyang melibatkan dinding dada (misalnya, kyphoscoliosis, ankylosing spondylitis,

kehamilan), otot-otot pernapasan (misalnya, kelumpuhan diafragma, myasthenia gravis, polymyositis), atau rongga pleura (misalnya, efusi pleura, pneumotoraks,

fibrothorax , kardiomegali).

Lanjutan

• Manajemen pra operasi menilai kekuatan otot, dengan perhatian khusus pada fungsi pernapasan. terapi medis penting untuk penyakit paru restriktif pasien sebelum prosedur elektif. Dianjurkan Konsultasi dengan spesialis paru.

DYSPNEA

• Dyspnea adalah gejala yang paling umum pada pasien dengan penyakit kardiopulmonal. Dyspnea dikaitkan dengan kondisi di mana gerakan pernapasan meningkat.

• Dyspnea adalah gejala kompleks dan tidak dapat dihubungkan secara meyakinkan dengan mekanisme patofisiologi tertentu.

• Penilaian dyspnea merupakan bagian penting dari evaluasi preoperasi.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik• Dyspnea akut dan kronis. Penyebab paling

umum dari dyspnea akut PPOK, asma, dan CHF. Dua pertiga pasien dengan dyspnea kronis (lebih dari 1 bulan) memiliki asma, COPD, penyakit paru-paru interstitial, dan kardiomiopati.

Lanjutan

• Temuan fisik yang terkait dengan dyspnea dapat memberikan petunjuk diagnostik: bruit karotis (penyakit arteri koroner), sianosis (hipoksemia), takipnea (pernapasan pada pasien dengan penyakit neuromuskuler), peningkatan komponen paru dari bunyi jantung kedua (hipertensi pulmonal), dan mengi (PPOK atau asma).

• Rontgen dada penting dalam evaluasi awal pasien dengan dyspnea.

Pengujian Diagnostik

• Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, tes diagnostik pra operasi tertentu pada penderita dengan dyspnea harus disesuaikan menurut faktor risiko jantung dan penyakit pernapasan yang mendasari.

Penilaian risiko pra operasi untuk komplikasi pasca operasi paru

• Komplikasi paru pasca operasi, didefinisikan lebih luas dan tidak konsisten dalam literatur, tergantung pada jenis, tingkat bedah, fungsi pra operasi pasien dan komorbiditas (misalnya, CHF). Komplikasi umum adalah atelektasis, retensi sekresi trakeobronkial, pneumonia, emboli paru.

Lanjutan

• Melalui riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik yang dipilih, risiko paru perioperatif dapat akurat untuk pengobatan dan untuk mengurangi risiko pasca operasi.

• Faktor lain dapat mempengaruhi risiko perioperatif yaitu Usia, obesitas, riwayat merokok, jenis dan lokasi anatomi dari prosedur bedah, jenis dan durasi pembedahan

Pemeriksaan Diagnostik Untuk Menilai Risiko

• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi pada pasien harus secara individual dan kompleks.

• Penelitian tidak menunjukkan keuntungan yang konsisten dari semua pemeriksaan spesifik atau radiologi, meskipun banyak pemeriksaan rutin di minta, atau bahkan di butuhkan untuk kebijakan suatu kelembagaan.

• Literatur tidak mendukung permintaan pemeriksaan pre operatif rutin untuk menjawab pertanyaan tentang kondisi pasien.

• Pemeriksaan diagnostik selektif menurut faktor risiko dan risiko dari pembedahan pasien.

• Preoperatif spirometri, gas darah arteri, dan foto dada sebaiknya tidak di gunakan secara rutin untuk memprediksi risiko komplikasi postoperatif pada paru.

• Pemeriksaan spesifik di butuhkan pada pasien dengan rencana reseksi paru.

Rekomendasi Pemeriksaan Diagnostik Preoperatif

Pemeriksaan Dipertimbangkan untuk

Elektrokardiografi Tanda dan gejala dari penyakit jantung dan paru yang berat (angina, cor pulmonum, dan lain-lain)

Koagulasi Penggunaan antikoagulan (karena emboli paru, trombosis vena dalam, atrial fibrilasi) atau riwayat kelainan koagulasi

Kadar Hemoglobin Polisitemia ( hipoksemia kronik )

Pulsasi oksimetri Sianosis atau kekurangan oksigen

Elektrolit Penggunaan digoxin, diuretik, angiotensin reseptor antagonis, atau steroid

Konsentrasi serum kreatinin Terapi dengan obat-obat nefrotoksik seperti cyclosporin

Foto roentgen thorax Tanda dan gejala dari penyakit kardiopulmonum

Spirometri Adanya dyspneaPasien yang akan menjalani reseksi paruAdanya gejala signifikan dari penyakit paru

Rekommendasi Preoperatif Untuk Mencegah Komplikasi Postoperatif Paru

• Konsultasi dengan ahli paru membantu pasien dengan penyakit paru berat, menunggu transplantasi, pneumonektomi.

• Penelitian menunjukkan preoperatif intensif latihan otot inspirasi pernafasan mengurangi insiden komplikasi postoperatif dan durasi postoperatif di Rumah Sakit pada pasien risiko tinggi setelah bypass arteri koroner.

• Pada pasien dengan risiko tinggi komplikasi paru postoperatif, dibutuhkan lebih banyak strategi pencegahan.

Evaluasi preoperatif pasien dengan penyakit paru. Penilaian risiko, terapi, dan langkah lain yang bertujuan mengurangi

risiko

• Penyakit paru harus terkontrol sebelum operasi ( jika di butuhkan terapi bronkodilator, prednisolon sebelum pembedahan untuk mengurangi komplikasi pada pasien dengan asma persisten sedang atau berat). Untuk mengendalikan infeksi aktif (antibiotik) dapat mengurangi insiden dan beratnya komplikasi paru.

• Tindakan yang bertujuan untuk mencegah trombosis vena dalam (DVT) dan emboli paru (PE) penting untuk operasi besar terutama operasi ortopedi. Insiden trombosis venda dalam sebesar 60%. Profilaksis heparin mungkin akan membantu mengurangi insiden DVT pada ekstremitas bagian bawah.

• Ateletaksis dan hipoksemia sering terjadi pada periode perioperatif. Penggunaan spirometri dan strategi preoperatif paru bermanfaat. Penggunaan continuous positive airway pressure (CPAP) mungkin menurunkan risiko hipoksemia setelah ekstubasi dan mengurangi insiden reintubasi trakeal.

• Prosedur elektif harus di tunda pada pasien dengan eksaserbasi PPOK dan asma.

• Kortikosteroid untuk mereka dengan hypopituitary adrenal axis (HPA). Pasien dapat menerima > 20 mg/hari prednisolon. Kortikosteroid digunakan untuk meningkatkan fungsi paru pada peroperatif. Tapi tidak ada bukti rutin kortikosteroid secara parenteral dibutuhkan oleh semua pasien dengan gangguan airway.

Pemberian Kortikosteroid Preoperatif pada Insufisiensi Adrenal

Jenis pembedahan Kortikosteroid treatment

Mayor (cardiopulmonum bypass) Hidrokortison 100 mg iv tiap 8 jam x 3 dosis, 1 dosis sebelum pembedahan. Lalu hidrokortison 50 mg iv tiap 8 jam x 3 dosis.Hidrokortison 25 mg iv tiap 8 jam x 3 dosis. Kemudian melanjutkan dosis biasa.

Moderate ( open cholecystectomy, revascularization ekstremitas bawah)

Hidrokortison 50 mg iv setiap 8 jam x 3 dosis. Lalu hidrokortison 25 mg iv tiap 8 jam x 3 dosis. Lalu melanjutkan dosis biasa.

Minor (Hernioraphy inguinal) Dosis oral preoperatif biasa.Kemudian melanjutkan dosis biasa.

Kesimpulan

• Tujuan dari penilaian preoperatif adalah untuk mengetahui faktor predisposisi yang meningkatkan risiko postoperatif komplikasi paru.

• Management perioperatif, usaha harus terfokus untuk pencegahan dan meminimalisasi komplikasi.

• Diagnostik preoperatif harus diminta berdasar karakteristik klinis tiap pasien, pemeriksaan rutin tidak dibenarkan.

• Kunci intervensi preoperatif harus mempertimbangkan penghentian rokok, spirometri, latihan pernafasan dalam, latihan otot inspirasi pernafasan, nutrisi, dan status jantung pasien. Semuanya akan membantu mencegah komplikasi paru post operatif.