referat dm - krisnald m. n. (i11109027)

20
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2), etiologi pada pasien dapat berupa kelainan familial yang diturunkan. Pasien dengan DM memilki setidaknya 40% resiko terkena diabetes apabila memiliki saudara kandung dengan diabetes, dan 33% untuk cucunya nanti (Khardori, 2014). Beberapa gen telah diketahui berhubungan erat dengan kejadian DM tipe 2 dengan pola familial yang kuat. Kerusakan gen-gen tersebut menyebabkan dua mekanisme utama dalam DM tipe 2, yaitu resistensi insulin dan sekresi inadekuat insulin (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013). Faktor resiko utama dalam perkembangan DM tipe 2 pada seseorang dapat berupa (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013; Hussain et al, 2010): 1. Umur lebih dari 45 tahun (walaupun sekarang sudah mulai mengalami pergeseran, dimana usia lebih muda juga dapat mengalami DM tipe 2) 2. Berat badan lebih dari 120% berat badan ideal 3. Riwayat DM pada keluarga derajat pertama (orangtua atau saudara kandung) 4. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

Upload: santy-phang

Post on 26-Sep-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jjk

TRANSCRIPT

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKOPada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2), etiologi pada pasien dapat berupa kelainan familial yang diturunkan. Pasien dengan DM memilki setidaknya 40% resiko terkena diabetes apabila memiliki saudara kandung dengan diabetes, dan 33% untuk cucunya nanti (Khardori, 2014).Beberapa gen telah diketahui berhubungan erat dengan kejadian DM tipe 2 dengan pola familial yang kuat. Kerusakan gen-gen tersebut menyebabkan dua mekanisme utama dalam DM tipe 2, yaitu resistensi insulin dan sekresi inadekuat insulin (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Faktor resiko utama dalam perkembangan DM tipe 2 pada seseorang dapat berupa (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013; Hussain et al, 2010):1. Umur lebih dari 45 tahun (walaupun sekarang sudah mulai mengalami pergeseran, dimana usia lebih muda juga dapat mengalami DM tipe 2)2. Berat badan lebih dari 120% berat badan ideal3. Riwayat DM pada keluarga derajat pertama (orangtua atau saudara kandung)4. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)5. Hipertensi (>140/90 mmHg) atau dislipidemia (kolesterol HDL < 40 mg/dL atau kadar trigliserida > 150 mg/dL)6. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan anak dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg7. Sindrom kista ovarium.PATOFISIOLOGIMekanisme utama patofisiologi DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin berhubungan erat dengan kondisi obesitas, dimana obesitas akan menyebabkan peningkatan kadar sitokin proinflamasi sistemik, menyebabkan sel-sel tidak peka terhadap insulin. Mekanisme persisnya yang menyebabkan sitokin proinflamasi dapat menyebabkan penurunan kepekaan sel terhadap insulin masih belum dapat diketahui pasti (Ozougwu et al, 2013).Karena resistensi insulin, maka sel beta pankreas akan meningkatkan produksi insulin untuk menyesuaikan keadaan glukosa darah dan kebutuhan relatif sel akan insulin dimana kepekaannya telah berkurang. Oleh karena itu, pada keadaan prediabetik, akan ditemukan keadaan hiperinsulinemia dengan kadar glukosa darah yang masih normal. Namun kemampuan pankreas untuk mempertahankan sekresi insulin yang tinggi tersebut terbatas, dan semakin lama resistensi insulin yang semakin meningkat akan meningkatkan stres sel beta pankreas memproduksi insulin, sehingga pelan-pelan sel-sel beta akan mengalami kemunduran produksi insulin, dan terjadilah keadaan insufisiensi sekresi insulin (Ozougwu et al, 2013; Price & Wilson, 2003).Saat resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin terjadi, maka terjadilah keadaan diabetes. Gula darah akan meningkat, dan mekanisme lain untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap dalam kadar normal diambil alih oleh ginjal. Ginjal akan mengekskresikan glukosa, sehingga akan timbul glikosuria. Kadar glukosa yang tinggi di urin inilah yang menjadi alasan diabetes mellitus juga disebut penyakit kencing manis (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Glikosuria akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik urin. Hal ini akan menyebabkan plasma darah yang melewati ginjal akan ditarik ke nefron sehingga kadar air yang diekskresikan ginjal bertambah, menyebabkan poliuria. Poliuria kemudian akan menyebabkan kadar cairan tubuh berkurang, sehingga mekanisme fisiologis akan dehidrasi bekerja, menyebabkan rasa haus dan polidipsia. Glikosuria menyebabkan sumber energi tubuh (glukosa) terbuang, ditambah dengan ketidakmampuan relatif sel-sel tubuh mengonsumsi glukosa karena resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin, menyebabkan rasa lapar, polifagia, mudah lelah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, poliuria, polidipsia, dan polifagia adalah gejala klasik DM yang paling awal (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013; Price & Wilson, 2003)Ginjal tidak dapat menyekresikan glukosa hingga pada kadar yang normal, sehingga walaupun sudah terjadi glikosuria dan poliuria, kadar glukosa darah tetap tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi ini akan menyebabkan gangguan metabolik dan penumpukan produk glukosa sistemik, yang terutama akan menumpuk pada pembuluh darah dan neuron. Apabila keadaan hiperglikemia tetap dibiarkan kronis, maka komplikasi metabolik akut, vaskular, dan neurologis DM akan terjadi (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Komplikasi metabolik akut lebih dikarenakan oleh disfungsi kontrol metabolik insulin, terutama pada hati, dibandingkan hiperglikemia itu sendiri. Insulin tidak hanya menyebabkan glukosa darah dapat dikonsumsi oleh sel, namun insulin juga mengontrol fungsi glikogenesis, lipogenesis, glukoneogenesis, lipolisis, dan pembentukan badan keton. Ketosis adalah keadaan metabolik akut yang dapat terjadi pada keadaan DM dengan insufisiensi sekresi insulin yang nyata, menyebabkan keadaan yang disebut sebagai ketoasidosis metabolik (KAD). Namun KAD lebih sering ditemui pada pasien dengan DM tipe 1. Keadaan ini ditandai dengan terjadinya gejala-gejala asidosis, seperti takipnea, penurunan pH darah, dan penurunan kadar bikarbonat darah (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Pada pasien dengan DM tipe 2, gangguan metabolik akut yang lebih sering terjadi adalah hyperglicemic hyperosmolar state (HHS). Karena pada DM tipe 2 hanya terjadi (walau hanya pada awalnya) insufisiensi sekresi insulin relatif, maka insulin yang ada masih cukup untuk mengontrol fungsi metabolik hati untuk memproduksi badan keton, sehingga kadar badan keton pada tubuh dapat ditekan, dan tidak terjadi ketosis. Namun, hiperglikemia akut, yang biasanya terjadi apabila glukosa darah lebih dari 600 mg/dL dan terutama pada pasien tua, akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan osmotik plasma yang drastis, menyebabkan pengeluaran urin masif yang menyebabkan dehidrasi. Kadar glukosa yang tinggi tersebut juga menyebabkan kadar pH darah menurun, sehingga terjadi asidosis nonketotik. Keadaan asidosis dan dehidrasi pada HHS ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan kematian apabila tidak segera ditangani dengan rehidrasi dan pengontrolan hiperglikemia dengan insulin (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Selain komplikasi metabolik akut, dapat terjadi juga komplikasi jangka panjang yang menyerang vaskular dan saraf. Hiperglikemia kronis menyebabkan peningkatan kadar glikoprotein, dan glikoprotein tersebut akan menumpuk di vaskular dan neuron. Pada vaskular, komplikasi penumpukan glikoprotein ini dibagi menjadi lesi mikrovaskular dan lesi makrovaskular (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Lesi mikrovaskular akan menyebabkan komplikasi seperti retinopati diabetik dan nefropati diabetik. Retinopati diabetik ditandai dengan mikroaneurisma, neovaskularisasi, dan perdarahan sehingga menyebabkan kebutaan. Sedangkan pada nefropati diabetik, kadar glukosa masif darah yang melewati ginjal akan menyebabkan lesi pada struktur nefron, sehingga dapat menyebabkan glomerulosklerosis, yang kemudian akan meluas ke seluruh struktur nefron dan menyebabkan gagal ginjal (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Lesi makrovaskular akan menyebabkan aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh darah, terutama pada pembuluh darah perifer, pembuluh darah koroner, dan pembuluh darah serebral. Lesi aterosklerotik pada pembuluh darah perifer lebih sering nyata terjadi pada pembuluh darah telapak kaki, dimana disertai dengan menurunnya sensitivitas sensorik terhadap trauma saat berjalan (neuropati), maka lesi aterosklerotik pada pembuluh darah perifer tersebut akan menyebabkan darah sulit untuk mengalir dan terjadi luka yang berulang pada daerah kaki. Hambatan aliran darah pada daerah luka akan menyebabkan sel-sel imun yang berfungsi untuk regenerasi dan peradangan tidak dapat sampai pada daerah lesi, sehingga penyembuhan luka tidak terjadi dan terjadi infeksi pada daerah luka. Mekanisme inilah yang menyebabkan ulkus diabetik pada penderita DM tipe 2 (Romesh, 2014; Rowe, 2014; Ozougwu et al, 2013).Lesi aterosklerotik pada pembuluh darah koroner akan menyebabkan penderita DM tipe 2 untuk lebih beresiko mengalami penyakit jantung koroner (PJK). Lesi pada pembuluh darah serebral dapat meningkatkan resiko penderita DM tipe 2 untuk mengalami penyakit serebrovaskular (Cerebrovascular Disease; CVD) (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Mekanisme lain yang terjadi pada penderita DM tipe 2 adalah gangguan metabolisme jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) dikarenakan insufisiensi insulin relatif menyebabkan kadar insulin yang kurang tidak dapat mengatur jalannya metabolisme ini. Akibatnya, akan terjadi penumpukan sorbitol pada lensa mata, yang akan menyebabkan elastisitas lensa berkurang, dan terjadilah katarak diabetika (Ozougwu et al, 2013; Price & Wilson, 2003). Penumpukan sorbitol juga terjadi pada serabut mielin, dimana sorbitol akan merusak serabut mielin dan akson akan mengalami degenerasi. Penurunan kemampuan akson ini akan menyebabkan neuropati diabetik, yang akan berakibat luas kepada sistem saraf sensorik, sistem saraf motorik, dan sistem saraf otonom (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).Kerusakan sistem saraf sensorik akan menyebabkan parestesia, anestesia, dan penurunan kepekaan akan rangsang nosiseptif, sehingga penderita DM tipe 2 dapat mengalami kecenderungan untuk mengalami luka tanpa disadari, terutama pada daerah kaki. Sedangkan pada sistem saraf motorik, dapat terjadi kelemahan otot. Kerusakan pada sistem otonom dapat menyebabkan impotensi (Price & Wilson, 2003).KOMPLIKASI DIABETES MELLITUSKomplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi metabolik akut dan komplikasi jangka panjang.A. Komplikasi Metabolik Akut1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)Komplikasi ini disebabkan oleh insufisiensi sekresi insulin, sehingga lebih sering dialami oleh pasien DM tipe 1, namun dapat juga terjadi pada DM tipe 2. Gejala yang didapatkan pada KAD dapat berupa (Raghavan, 2014): Tanda dehidrasi Takikardia dengan pulsasi lemah Kulit dan lidah kering Hipotensi Peningkatan capillary refill time Tanda asidosis Pernafasan dalam dan cepat (Kussmaul) Nyeri perut Gangguan kesadaran Mual dan muntah Tanda hiperglikemia Poliuria Polidipsia Rasa haus Nokturia2. Hyperglicemic Hyperosmolar State (HHS)Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan DM tipe 2. HHS sering disebabkan karena suatu etiologi yang menyebabkan pasien tidak dapat mendapat input cairan yang cukup, seperti penyakit infeksi. Keadaan ini ditandai dengan hiperglikemia, dehidrasi, dengan ketoasidosis minimal. Gangguan kesadaran dapat terjadi, namun koma hanya didapatkan pada 20% kasus. American Diabetes Association memberikan panduan diagnosis HHS apabila ditemukan (Hemphill, 2014): Glukosa darah sewaktu 600 mg/dL atau lebih Osmolalitas serum efektif 320 mOsm/kg atau lebih Dehidrasi nyata Kadar pH serum lebih dari 7,30 Kadar serum bikarbonat lebih dari 15 mEq/L Ketonuria minimal atau ketonemia ringan atau tidak ada ketonemia Gangguan kesadaran3. HipoglikemiaHipoglikemia terjadi akibat pemberian insulin yang melebihi dosis atau pemberian agen hipoglikemik tanpa disertai asupan makanan yang cukup. Hipoglikemia dapat memberikan gejala dalam kadar yang berbeda-beda pada setiap orang, namun rata-rata dapat muncul dalam kadar glukosa darah < 50 mg/dL. Gejala yang dapat ditemukan pada pasien dengan hipoglikemia adalah (Hamdy, 2014): Berkeringat Tremor Takikardia Kecemasan Sensasi lapar Kelemahan Sakit kepala seperti berputar Gangguan kesadaran KomaB. Komplikasi Jangka Panjang1. Lesi Mikrovaskulara. Retinopati DiabetikKomplikasi ini awalnya tidak memberikan gejala yang berarti. Namun setelah hiperglikemia kronis yang tidak terkontrol, komplikasi pada penglihatan akan menjadi simtomatis. Gejala retinopati diabetik adalah floaters, pandangan kabur, dan penurunan visus progresif. Tanda yang dapat ditemukan pada retinopati diabetik adalah (Bhavsar, 2014): Mikroaneurisma Hemoragi dot and blot Hemoragi flame-shaped Edema retina dan hard exudates Cotton-wool spots Lekukan vena dan pembengkakan vena Edema makulaRetinopati diabetik, berdasarkan keparahan dan gambaran klinisnya, dibagi menjadi dua, yaitu non-proliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetik non-proliferatif (NPDR) Ringan: ditandai dengan setidaknya 1 mikroaneurisma Sedang: terdapat mikroaneurisma, hemoragi, dan hard exudates Berat: terdapat hemoragi dan mikroaneurisma pada 4 kuadran, pembengkakan vena pada minimal 2 kuadran, dan abnormalitas mikrovaskular intraretinal pada setidaknya 1 kuadran Retinopati diabetik proliferatif (PDR) Terdapat neovaskularisasi (tanda utama) Hemoragi preretinal Hemoragi vitreus Proliferasi jaringan fibrovaskular Detachment retina traksional Edema makular.b. Nefropati DiabetikNefropati diabetik adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala sebagai berikut (Batuman, 2014): Albuminuria persisten (>300 mg/hari atau > 200 g/menit) yang dipastikan pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak waktu 3-6 bulan Penurunan progresif GFR Peningkatan tekanan darahNefropati diabetik merupakan penyebab utama penyakit ginjal kronik (CKD) di Amerika Serikat, dan progresivitasnya menjadi penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) sangat bergantung pada kontrol glukosa darah. Komplikasi ini disebabkan oleh lesi sklerotik pada glomerulus akibat penumpukan glikoprotein dari hiperglikemia dan hipertensi, sehingga fungsi filtrasi glomerulus menjadi terganggu.2. Lesi MakrovaskularLesi makrovaskular pada penderita DM tipe 2 disebabkan oleh lesi aterosklerotik yang dihubungkan dengan hiperglikemia yang kronis. Lesi aterosklerotik ini menyebabkan pasien dengan DM tipe 2 mengalami kecenderungan tinggi mengalami penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, dan ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum, dimana paling sering berada pada telapak kaki, disebabkan oleh berkurangnya asupan darah pada luka sehingga agen proinflamasi dan sel-sel imun tidak dapat menjangkau lokasi luka sehingga proses penyembuhan luka tidak dapat terjadi atau melambat. Kurangnya sistem imun dapat menjangkau lokasi luka juga membuat infeksi lebih mudah terjadi, seiring dengan trauma berulang yang tidak disadari karena komplikasi neuropati pada pasien DM tipe 2 (Rowe, 2014; Ozougwu et al, 2013).3. Neuropati DiabetikNeuropati diabetik adalah komplikasi DM tipe 2 yang biasanya paling awal didapat, dimana dalam beberapa tahun setelah didiagnosis DM tipe 2, pasien sudah dapat mulai mengalami sensasi polineuropati distal.Gejala pada neuropati diabetik bermacam-macam, bermanifestasi pada saraf sensorik, motorik, dan otonom (Quan, 2014): Sensorik: penurunan sensasi dengan distribusi stocking-and-glove. Motorik: kelemahan pada daerah distal, proksimal, atau fokal, dan biasanya muncul bersamaan dengan gejala sensorik (neuropati sensorimotor) Otonom: neuropati yang dapat mempengaruhi kardiovaskular, gastrointestinal, dan genitourinaria dan kelenjar keringat4. Katarak DiabetikKatarak diabetika terjadi akibat penumpukan sorbitol pada lensa sehingga kelenturan lensa berkurang dan kemampuan refraksi menurun. Disamping itu, kristal sorbitol menyebabkan halangan cahaya untuk mencapai retina, sehingga akan terdapat gejala seperti pandangan kabur, penurunan visus progresif, dan apabila penumpukan sorbitol semakin bertambah, maka akan terjadi kebutaan. Katarak diabetik sering terjadi bersamaan dengan proses penuaan lensa (katarak senilis), sehingga kadang mekanismenya bersamaan dengan katarak senilis (Romesh, 2014; Ozougwu et al, 2013).C. Kerentanan InfeksiSecara umum, penyakit infeksi lebih sering atau lebih parah terjadi pada pasien dengan DM, yang dengan signifikan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit ini. Tingginya frekuensi infeksi pada DM disebabkan oleh kondisi hiperglikemik yang menyebabkan disfungsi imun (kerusakan fungsi neutrofil, penekanan sistem antioksidan, dan gangguan fungsi imunitas humoral), mikro dan makroangiopati, neuropati, penurunan fungsi antibakterial pada urin, dismotilitas sistem gastrointestinal dan urinaria, dan banyaknya intervensi medis pada pasien DM. Karena rentannya pasien dengan DM untuk mengalami infeksi, American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan agar pasien DM mendapatkan imunisasi anti-pneumokokus dan vaksin influenza (Casqueiro et al, 2012).

BAB IIIKESIMPULAN

Diabetes Mellitus tipe 2 adalah salah satu penyakit metabolik yang telah menjadi pandemik di seluruh dunia, dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya ditambah dengan pemeriksaan kadar glukosa darah (puasa > 125 mg/dL atau sewaktu > 200 mg/dL) apabila ditemukan dapat langsung memberikan diagnosis diabetes mellitus tipe 2.Gangguan metabolik ini memiliki beberapa faktor resiko yang sangat kuat hubungannya dengan pola genetik, obesitas, dan gaya hidup. Interfensi terhadap faktor resiko tersebut, terutama yang dapat diubah, secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit ini.Berbagai komplikasi dapat terjadi pada DM tipe 2, yaitu gangguan metabolik akut, gangguan vaskular, neuropati, dan infeksi. Kondisi hiperglikemia kronis, resistensi insulin, dan insufisiensi sekresi insulin relatif adalah faktor yang menyebabkan perkembangan komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infection in patients with diabetes mellitus: a review of pathogenesis. Indian J Endocr Metab 2012; 16:S27-36.Quan, Diana. 2014. Diabetic Neuropathy. Diunduh di www.emedicine.medscape.comBhavsar, Abdhish R. 2014. Diabetic Retinopathy. Diunduh di www.emedicine.medscape.comBatuman, Vecihi. 2014. Diabetic Nephropathy. Diunduh di www.emedicine.medscape.comRowe, Vincent Lopez. 2014. Diabetic Ulcers. Diunduh di www.emedicine.medscape.comFowler, Michael J. Microvascular and macrovascular complications of diabetes. Clinical Diabetes 2008;26(2):77-82.Hussain A, Hydrie MZI, Claussen B, Asghar S. Type 2 diabetes and obesity: a review. Journal of Diabetology 2010; 2(1):1-7Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB. The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. Journal of Physiology and Pathophysiology 2013; 4(4):46-57.Khardori, Romesh. 2014. Type 2 Diabetes Mellitus. Diunduh di www.emedicine.medscape.comRaghavan, Vasudevan A. 2014. Diabetic Ketoacidosis. Diunduh di www.emedicine.medscape.comHemphill, Robin R. 2014. Hyperosmolar Hyperglicemic State. Diunduh di www.emedicine.medscape.com