refarat tb paru dengan pleuritis eksudativa moh rozikin n 111 14 063

63
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terpenting di dunia. Sejak tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberculosis sebagai Global Emergency. WHO memeperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dan setiap tahunnya menimbulkan penyakit pada sekitar 8,8 juta orang, serta membunuh 1,6 juta pasiennya. Laporan terakhir dari WHO pada tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-3 terbanyak kasus TB di dunia setelah India dan Cina, dengan perkiraan prevalensi TB sebesar 680.000 dan 460.000 kasus baru pertahun. Selain itu kasus resistensi terhadap obat anti tuberkulosis merupakan masalah baru yang penting dalam program penanggulangan tuberculosis. 1 Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah cina dan India, perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 200, TB menempati rangking ke 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di indonesia, sebagian 1

Upload: moch-ozy

Post on 09-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

refarat

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terpenting di dunia. Sejak tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberculosis sebagai Global Emergency. WHO memeperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dan setiap tahunnya menimbulkan penyakit pada sekitar 8,8 juta orang, serta membunuh 1,6 juta pasiennya. Laporan terakhir dari WHO pada tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-3 terbanyak kasus TB di dunia setelah India dan Cina, dengan perkiraan prevalensi TB sebesar 680.000 dan 460.000 kasus baru pertahun. Selain itu kasus resistensi terhadap obat anti tuberkulosis merupakan masalah baru yang penting dalam program penanggulangan tuberculosis.1 Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah cina dan India, perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 200, TB menempati rangking ke 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di indonesia, sebagian besar pada kasus TB ini 95% dan kematian 98% terjadi di negara berkembang, diantara mereka 75% berada pada usia produktif 20-49 tahun, karena penduduk yang padat dan prevalensinya yang tinggi, 65% kasus TB baru dan kematian yang disebabkan TB banyak muncul di negara Asia.2 Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di Indonesia dan negara negara sedang berkembang lainnya cukup tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (1555 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun.3 Melihat dari banyaknya prevalensi kasus TB paru kasus baru di indonesia oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui, mencegah dan menangani TB paru di indonesia.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. TUBERKULOSIS PARU Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).5 WHO telah mencanangkan TB sebagai global emergency. Tuberkulosis saat ini banyak menyerang usia produktif dan meningkatkan angka kematian terutama di negara berkembang. Pada tahun 2010 dilaporkan insidens TB didunia sebesar 8,8 juta (8,59,2 juta), 1,1 juta (0,91,2 juta) kematian akibat TB dengan HIV negatif ditambah 0,35 juta (0,320,39 juta) penderita TB dengan HIV positif. Tahun 2009 dilaporkan terjadi 2,4 juta kasus baru (3,3 juta perempuan), 133 kasus/100.000 populasi dengan penderita HIV sebesar 1,1 juta jiwa. kematian akibat infeki TB sebesar 1,7 juta jiwa (380.000 perempuan), termasuk 380.000 penderita HIV, sesuai dengan 4700 kematian pertahun dan menjadi penyebab kematian urutan ketiga pada perempuan usia 15-44 tahun. Delapan puluh persen kasus TB aktif yang ditemukan di 22 negara berkembang sebagian besar dari mereka di Asia (dengan 55% kasus di dunia) dan Afrika (30%). Sekitar 5% dari beban kasus TB global sekarang resisten terhadap beberapa obat, di Rusia dilaporkan kasus TB yang resisten obat menyumbang lebih dari seperlima semua kasus TB baru di tahun 2008.6 Penyebab penyakit TB paru adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis kompleks. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 m dan panjang 1 4 m. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alcohol.6

Gambar 1.1 : Gambaran mikroskopik kuman M.Tuberculosis Gejala klinis/Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau bahkan banyak pasien TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan terbanyak yang dirasakan adalah :a. Demam Biasanya subfebris menyerupai demam influensa. Tetapi kadang-kadang suhu dapat mencapai 40-41oc. Demam dirasakan hilang dan timbul sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam, keadaan ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringanya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

b. Batuk/ batuk darahBatuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk diperlukan untuk mengeluarkan radang-radang dari saluran nafas. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni stelah berminggu minggu atau berbulan bulan perdangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk keringkemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif menghasilkan sputum. Keadaan lanjut adalah batuk darah karena adanya pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada TB terjadi pada kavitas, tetapi bisa juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.2c. Sesak nafas Sesak nafas pada penyakit yang ringan biasanya belum dirasakan, sesak nafas aka dirasakan/ditemukan pada penyakit yanhg sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. d. Nyeri dada Nyeri dada jarang ditemukan, nyeri dada dirasakan bila infiltrasi radang sudah mencapai pleura sehingga menyebabkan pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura pada saat pasien menarik/melepaskan nafasnya.2e. Malaise Penyakit TB merupakan penyakit radang yang menahun. Gejala yang sering ditemukan adalah anoreksia tidak ada nafsu makan. Badan makin kurus (berat badan menurun) sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam hari dll, gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang tibul dan tidak teratur. 2Pathogenesis TB paru adalah sebagai berikut :A. Tuberkulosis primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)3. Menyebar dengan cara :a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam ususc. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalo meningitis, tuberkuloma) atau Meninggal Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.7

B. Tuberculosis post-primer Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini : Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru, Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).7KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU1). Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)TB paru dibagi dalam :a. Tuberkulosis Paru BTA (+) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya positif Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks menunjukkan gambaran tuberculosis Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman positif Satu atau lebih spesimen dahak SPS hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotikab. Tuberkulosis Paru BTA (-) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberculosis Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, pasien dengan HIV negative Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif2). Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :a. Kasus baruPasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatifb. Kasus yang sebelumnya diobati Kasus kambuh (relaps)Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan. Infeksi sekunder Infeksi jamur TB paru kambuh Kasus setelah putus berobat (default)Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif Kasus setelah gagal (failure)Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi posited pada bulan kelima atau lebih selama pengobatanc. Kasus pindahan (Transfer In)Pasien tuberculosis yang akan dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindahd. Kasus lain :Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang tidak dikertahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati dengan BTA negative.8

DIAGNOSIS 1) Gejala klinik Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.10 Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess. 10 Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik :a. Gejala respiratorik batuk 3 minggu batuk darah sesak napas nyeri dadaGejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.5b. Gejala sistemik Demam Gejala sistemik lain: Malaise Keringat malamAnoreksia Berat badan menurun

2) Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess. 5

3) Pemeriksaan Bakteriologika. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahanCara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turutatau dengan cara: Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan) Dahak Pagi ( keesokan harinya ) Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.7Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan adalah :Apa bila pada spesimen didapatkan a) 2 kali positif, 1 kali negatif : Mikroskopik positif ( BTA + )b) 1 kali positif, 2 kali negatif : Ulang BTA 3 kali , kemudianc) bila 1 kali positif, 2 kali negatif : Mikroskopik positif ( BTA + )d) bila 3 kali negatif : Mikroskopik negatif ( BTA - )Catatan : Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali negatif tidak perlu diulang.7

4) Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada gambaran foto toraks, lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior). Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak bercak seperti awan dan dengan batas batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas (tuberkuloma).Secara umum, gambaran radiologis TB Paru dapat berupa :a. Kelainan terutama pada lapangan atas parub. Bayangan bercak bercak atau nodulerc. Adanya kavitas (cavernae)d. Adanya kalsifikasie. Kelainan bilateral lapangan atasf. Kelainan menetap setelah beberapa minggug. Bayangan milierh. Bayangan fibrosis. 7

5) Pemeriksaan Penunjang1. Polymerase chain reaction (PCR)2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Mycodot Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)Uji Immunochromatographic tuberculosis ( ICT tuberculosis) Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.3. Pemeriksaan BACTEC4. Pemeriksaan Cairan Pleura5. Pemeriksaan histopatologi jaringan6. Pemeriksaan darah7. Uji tuberculin.7

Gambar 1.3 : Skema Alur Diagnostik Tuberkulosis Paru. 7

PENATALAKSANAANa. Tujuan dan Prinsip Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).Tabel 1.1 Pengelompokan OATGolongan dan JenisObat

Golongan -1/ Obat Lini PertamaIsoniazid (H)Etambuthol (E)Pyrazinamide (Z)Rifampicin (R)Streptomycin (S)

Golongan-2/ Obat Suntik/Suntikan lini keduaKanamycin (Km)

AmikacinCapreomycin (Cm)

Golongan-3/ Golongan FluoroquinoloneOfloxacin (ofx)LevofloxacinMoxifloxacin(Mfx)

Golongan 4/ Golongan Obat bakteriostastik lini keduaEthionamide (Eto)Prothionamide( (Pto)Cycloserine (Cs)Para amino salisilat (PAS)Terizidone (Trd)

Golongan-5 / Obat yang belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasikan oleh WHOClofazimine (Cfz)Linezolid (Lzd)Amoxilin Clavulanate (Amx-Clv)Thioacetazone (Thz)Clarithromycin (Clr)Imipenem (Ipm)

Tabel 1.2 Jenis, Sifat, dan dosis OAT lini pertamaJenis OATSifatDosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian3x seminggu

Isoniazid (H)Bakterisid5 (4-6)10 (8-12)

Rifampicin (R)Bakterisid10 (8-12)10 (8-12)

Pyrazinamid (Z)Bakterisid25 (20-30)35 (30-40)

Streptomycin (S)Bakterisid15 (12-18)15 (12-18)

Ethambutol (E)Bakteriostatik15 (15-20)30 (20-35)

Mekanisme kerja obat OAT Isoniazid dan rifampisin disebut sebagai bakterisid yang lengkap (complete bactericidal drug) oleh karena kedua obat ini dapat masuk ke seluruh populasi kuman. Isoniazid merupakan obat yang paling aktif untuk mengobati tuberkulosis yang disebabkan oleh strain strain yang rentan dengan cara menghambat sintesis dari mycolic acid, yang merupakan komponen penting dari dinding sel mikrobakteriRifampisin berkhasiat bakterisid luas terhadap fase pertumbuhan M.tuberkulosis juga mematikan kuman yang dorman selama fase pembelahan singkat. Penggunaannya pada terapi TBC dibatasi oleh harganya yang cukup mahal. Manfaat utamanya terletak pada terapi yang dapat dipersingkat dari 2 tahun menjadi 6-12 bulan. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga sintesa RNA terganggu . Efek sampingnya yang terpenting tetapi tidak sering adalah penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan isoniazid yang juga agak toksik terhadap hati .Pyrazinamid bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam (pH 5 6). Mekanisme kerjanya berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinatoleh enzim pyrazinamidase yang berasal dari basil TBC. Begitu PH dalam makrofag diturunkan, maka kuman yang berada di sarang infeksi yang menjadi asam akan mati. Khasiatnya diperkuat oleh isoniazid. Obat ini khusus digunakan pada fase intensif; pada fase pemeliharaan hanya bila terdapat multiresistensi.Etambutol bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel. Ethambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan.

b. Prinsip Pengobatan Tuberkulosis OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntung sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Makanan (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif da lanjutan.a) Tahap Awal Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi) dalam 2 bulanb) Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhanc. Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru : Pasien baru TB paru BTA positif Pasien TB paru BTA negative foto thoraks positif Pasien TB ekstra paru

Tabel 1.3 Dosis untuk Paduan OAT KDT untuk Kategori 1Berat BadanTahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE(150/75/400/275)Tahap lanjutan 3x seminggu selama 16 minggu RH (150/150)

30 37 kg2 tablet 4KDT2 tablet 2 KDT

38 54 kg2 tablet 4KDT3 tablet 2KDT

55 70 kg2 tablet 4KDT4 tablet 2KDT

71 kg2 tablet 4KDT5 tablet 2KDT

Tabel 1.4 Dosis Paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1Tahap PengobatanLama PengobatanDosis per hari/kaliJumlah hari/kali menelan obat

Tab. Isoniazid @300 mgKaplet Rifampicin @450 mgTab.pirazinamid @500mgTab. Ethambutol @250

Intensif2 bulan113356

Lanjutan4 bulan21--48

Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya : Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 1.5 Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 2Berat BadanTahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275)+STahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150)+ E(400)

Selama 56 hariSelama 28 hari

30 372 tab 4KDT + 500 mg Streptomisin inj2 tab 4KDT2 tab 2KDT + 2 tab Ethambutol

38 543 tab 4KDT + 750 mg Streptomisin inj3 tab 4KDT3 tab 2KDT + 3 tab Ethambutol

55 704 tab 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj4 tab 4KDT4 tab 2KDT + 4 tab Ethambutol

71 kg5 tab 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj5 tab 4KDT5 tab 2KDT + 5 tab Ethambutol

Tabel 1.6 Dosis Paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2Tahap pengobatanLama pengobatanTabIsoniasid @ 300mg

KapletRifampisin@ 450mgTabletPirazinamid@500mg

EtambutolStreptomisininjeksi

Jumlahhari/kalimenelan obat

Tablet @ 250 mg

Tablet @ 400 mg

Tahap intensif (dosis harian)2 bulan1 bulan1

11

13

33

3-

-0,75

-56

28

Tahap lanjutan (dosis 3x seminggu)4 bulan21-12-60

OAT sisipan (HRZE) Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selam sebulan (28 hari).

Tabel 1.7 Dosis KDT untuk sisipanBerat BadanTahap intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)

30 37 kg2 tablet 4KDT

38 54 kg3 tablet 4KDT

55 70 kg4 tablet 4KDT

71 kg5 tablet 4KDT

Tabel 1.8 Dosis OAT Kombipak untuk SisipanTahapPengobatanLamaPengobatanTabletIsoniazid@300mgKapletRifampisin@450mgTabletPirazinamid@500mgTablet EtambutholJumlah hari/kali menelan obat

TahapIntesnif(dosis harian)1 bulan113328

d. Efek Samping OATTabel 1.9 Efek Samping Ringan OATEfek SampingPenyebabPenatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, mual,sakit perutRifampisinSemua OAT diminum malamsebelum tidur

Nyeri Sendi

PirasinamidBeri Aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar di kakiINHBeri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari

Warna kemerahan pada air seni(urine)RifampisinTidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien.

Tabel 1.10 Efek Samping Berat OAT Efek SampingPenyebabPenatalaksanaan

Gatal dan kemerahan kulitSemua jenis OATIkuti petunjuk penatalaksanaandibawah *)

TuliStreptomisinStreptomisin dihentikan

Gangguan keseimbanganStreptomisinStreptomisin dihentikan, ganti Etambutol.

Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semuaOAT

Hentikan semua OAT sampaiikterus menghilang

Bingung dan muntah-muntah(permulaan ikterus karena obat)

Hampir semuaOAT

Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati.

Gangguan penglihatanEtambutolHentikan Etambutol.

Purpura dan renjatan (syok)RifampisinHentikan Rifampisin.

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit:Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.7e. Pengobatan suportif dan simtomatis Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untukmeningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.1. Penderita rawat jalana. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demamc. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.2. Penderita rawat inapa. Indikasi rawat inap :TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :- Batuk darah - Keadaan umum buruk- Pneumotoraks- Empiema- Efusi pleura masif / bilateral- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)TB di luar paru yang mengancam jiwa :- TB paru milier- Meningitis TBb. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat

f. Terapi pembedahanlndikasi operasi1. Indikasi mutlaka. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positifb. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatifc. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif2. lndikasi relatifa. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulangb. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhanc. Sisa kaviti yang menetap.Tindakan Invasif (Selain Pembedahan) Bronkoskopi Punksi pleura Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)Kriteria Sembuh BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/perbaikan Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.7

KOMPLIKASIPenyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, emphiema, laringits, usus, Poncets arthropathyb. Komplikasi lanjut : Obstruksi Jalan napas > SPOT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat > fibrosis paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.2

B. EFUSI PLEURA

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang diakibatkan olehtransudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan transudat berdasarkan penyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam.Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi kecepatan absorbsinya.9 Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura ataupun adanya cairan di cavum pleura yang volumenya melebihi normal. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Cairan dalam jumlah yang berlebih dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parieatalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang bertekanan rendah dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura visceralis.12 Etiologi efusi pleura dibagi berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, antara lain adalah cairan pleura dapat dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragic1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotic, acites (oleh karena sirosis hepatic).2. Eksudat disebabkan oleh infeksi TB, tumor infark, dan penyakit kolagen.3. Efusi hemoragic dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan Tb.4. Berdasar lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral, efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit dibawah ini seperti kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotikl, asites, infark paru, tumor dan tuberkulosis.

Perbedaan efusi pleura transudat dan eksudat Transudat Eksudat :

TransudatEksudat

1. uji Rivalta--+

2. Protein< 3,0 gr %> 3,0 gr %

3. Nisbah protein cp/plasma< 0,5> 0,5

4. Berat Jenis< 1,016> 1,0165. LDh < 200 / m > 200 / m

5. LDh< 200 / m> 200 / m

6. Nisbah LDH cp/plasma< 0,6> 0,6

7. Leukosit Hitung jenis< 1000< 50% limfosit> 1000> 50% limfosit

8. PH> 7,3 plasma

11. Alkali fostafase< 75 m> 75 m

Patofisiologi efusi pleura Dalam keadaaan normal hanya terdapat 10-20ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatik pleura parientalis sebesar 9cmH2O. Akumulasi cairan pleura apat terjadi apabila tekan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita Hipoalbuminemia dan bertambahnya permebilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatik akibat kegagalan jantung dan tekan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru.Effusi pleura berarti terjadi peengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antaralain:a. Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleurab. Gagal jantung yang menyebakan tekan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggu sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleurac. Sangat menurunya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebih d. Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan kedalam rongga secara cepat.10MANIFESTASI KLINIK a. Sesak nafasb. Nyeri dadac. Kesulitan bernafasd. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksie. Keletihan f. Batuk

PEMERIKSAAN Diagnosis konvensional efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis selama ini adalah dengan gejala klinik, radiologi dan laboratorium (rivalta, BTA/kultur sputum dan tes mantoux). Kelemahan diagnosis di atas adalah hasil rivalta dapat positif diduga karena penyebab selain infeksi tuberkulosis misalnya; haemoptoe, pneumonia, tumor dan infark paru. Sedangkan untuk diagnosis tuberkulosis paru digunakan gold standard BTA sputum dan radiologi paru atau tanpa radiologi, sedang untuk tes mantoux karena di Indonesia merupakan daerah endemik tuberkulosis maka pada infeksi tuberkulosis hasil tes mantoux sering positif palsu. Pemeriksaan konvensional yaitu dengan mikroskop dan kultur untuk diagnosis tuberkulosis memiliki keterbatasan yaitu pemeriksaan mikroskopik memerlukan jumlah kuman yang banyak untuk pendeteksian (5.000 10.000 kuman/cc) dan cara kultur memerlukan waktu pertumbuhan yang lama (6-8 minggu).13 Pemeriksaan fisik Kelainan (+) bila cairan > 500 cc, Inspeksi : Statis tampak lebih cembung, dinamis gerakan tertinggal Palpasi : Fremitus, menurun Perkusi : Redup pekak Auskultasi : Suara nafas hilang Pemeriksaan foto thorax Terlihat bila cairan > 300 cc Sudut kosto prenikus tumpul 100 cc Pendorongan kearah yg sehat perselubungan homogen dimana lateral lebih tinggi dari medial Sela iga melebar Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah penumpulan sudut kostofrenikus pada foto posteroanterior. Jika foto polos toraks tidak dapat menggambarkan efusi, diperlukan pencitraan radiologi lain seperti ultrasound dan CT. Efusi yang sangat besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser mediastiunum ke sisi kontralateral. Efusi yang sedemikian masif umumnya disebabkan oleh keganasan, parapneumonik, empiema, dan tuberkulosis. Namun apabila mediastinum bergeser ke sisi di mana efusi pleura masif berada, perlu dipikirkan kejadian obstruksi endobronkial ataupun penekanan akibat tumor.10

Gambar 1.4 : Kiri: Foto PA yang Menggambarkan Penumpullan Sudut Kostrofrenikus Kiri; Kanan: Foto LLD Pasien yang Sama10

Diagnosis dengan mudah dan cepat dapat ditegakkan hanya dengan prosedur diagnosis dan alat bantu diagnostik yang sederhana, misalnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan torakosentesis saja. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam alur diagnosis dan penatalaksanaannya menuliskan langkah awal yang paling penting untuk diagnosis efusi pleura adalah memastikan apakah cairan bersifat eksudat dan/atau menemukan tumor primer di paru atau organ lain. Selain itu disingkirkan juga penyebab lain misalnya pleuritis akibat infeksi bakteri atau penyakit nonkeganasan lain.2 Diagnosis kemungkinan adanya Tb pleura adalah dengan pemeriksaan ADA atau Adenosine Deaminase (ADA) merupakan enzim yang mengubah adenosine menjadi inosine dan deoxyadenosine menjadi deoxyinosine pada jalur katabolisme purin. ADA berperan pada proliferasi dan differensiasi limfosit, terutama limfosit T, dan juga berperan pada pematangan/maturasi monosit dan mengubahnya menjadi makrofag. Konsentrasi ADA serum meningkat pada berbagai penyakit di mana imunitas seluler distimulasi, sehingga ADA merupakan indikator imunitas selular yang aktif. Kondisi yang memicu sistem imun seperti infeksi Mycobacterium tuberculosis (bakteri penyebab TB) dapat meningkatkan jumlah produksi ADA di area infeksi. Kadar ADA meningkat pada tuberkulosis karena stimulasi limfosit T oleh antigen-antigen mikobakteria. Pemeriksaan ADA dilakukan untuk mengukur jumlah adenosine deaminase dalam cairan pleura untuk membantu mendiagnosis infeksi TB pleura.14

DIAGNOSIS

Gambar 1.5 Gambaran alur diagnosis efusi pleura

PENATALAKSANAAN Dengan berkembangnya ilmu kedokteran, terapi pada kondisi efusi pleura semakin lama semakin berkembang dan bervariasi, antara lain adalah thoracocentesis, bedah terbuka, pleurodesis dan tube thoracostomy atau kita kenal juga sebagai water sealed drainage. Masingmasing jenis terapi memiliki fungsi, keuntungan, indikasiindikasi tertentu dan komplikasi masing masing terhadap keberhasilan penyembuhan efusi pleura. Water Sealed Drainage (WSD) merupakan salah modalitas terapi yang paling efektif untuk mengembalikan kondisi di dalam cavum pleura itu sendiri, yakni dengan menggunakan selang yang dimasukkan ke dalam cavum pleura pasien dan kemudian dihubungkan dengan seperangkat botol sehingga akan mendrainase cairan abnormal dari dalam cavum pleura keluar dan mengembalikan kondisi cavum pleura kembali normal.

BAB III LAPORAN KASUSI. IDENTITASNama: Tn. B,,,Umur: 26 tahunJenis kelamun : laki-laki Pekerjaan: PetaniAlamat: Sidondo Pendidikan Terakhir: SMPAgama: IslamTanggal Pemeriksaan: 21/2/2015Ruangan: Pav. Bogenvile kelas III laki laki (RSUD UNDATA)

II. ANAMNESIS Keluhan Utama: Batuk berdarah Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien laki-laki masuk dengan keluhan batuk berlendir berwarna hijau sekitar 3 minggu lalu, kurang lebih satu minggu terakhir pasien mengeluh batuk berdarah, darah yang dikeluarkan darah segar, sesak nafas (+), nyeri dada (-) demam (+) naik turun, pasien berkeringat pada malam hari (+) dan mengeluh sulit tidur, pasien mengeluh pusing (+), nyeri kepala (+), SUH(-) mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun dan disertai penurunan BB, pasien mengeluh mudah lelah ketika beraktifitas, BAB (+) biasa, BAK (+) biasa.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Batuk Post perawatan jiwa di RS madani

Riwayat penyakit keluarga: Riwayat Batuk lama ( ibu ) Riwayat HT ( ibu ) Riwayat DM disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum SP : Sakit sedang / kompos mentis/ Gizi kurangBB : 39 kgTB : 165 cmIMT : 14,33 Kg/ m2

Vital sign Tekanan Darah: 100/70 mmHg Nadi: 80 /mnt Pernafasan: 26 /mnt Suhu: 38 oC KEPALA Wajah : Warna kulit hitam Bentuk : Normocephale Mata Konjungtiva : Anemis -/- Sklera : Ikterik -/- Pupil : Isokor, 3 mm ka=ki, bentuk bulat Mulut Bibir : Stomatitis (+) Gigi : Lengkap, karies (+), Lidah : Candidiasis (-) Leher Kelenjar Getah Bening : Pembesaran (-) Tiroid : Pembesaran (-) JVP : R5 +3 cm H2O Massa lain : Tidak ada Tengorok : Hiperemis -, pembesaran tonsilitis -

THORAX Paru-paruInspeksi : Dada cekung, pergerakan dada tidak simetris kanan dan kiri, dada kiri tertinggal. pelebaran sic ( dada kiri lebih rendah daripada dada kanan)Palpasi: Vokal fremitus ka=ki tidak sama, getaran pada paru kiri melemah dari SIC I SIC XII, massa (-) Perkusi : Kanan sonor, kiri redup/pekak SIC I- SIC XIIIAuskultasi: Bronchovesicular +, Ronki +/+ pada bagian apex paru kanan SIC I IV sedangkan pada paru kiri pada bagian apex paru SIC I SIC II , whezing -/- JantungInspeksi : Ictus cordis terlihat pada SIC VPalpasi : Ictus cordis teraba pada SIC Vperkusi Batas atas: SIC II linea sternalis kiri Batas kanan: SIC IV linea parasternalis kanan Batas kiri : SIC V linea axillaris anteriorAuskultasi: BJ I/II murni regular, murmur (-), gallop (-) ABDOMEN Inspeksi : kesan cekung, stria (-) Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normalPerkusi : Tympani seluruh lapang abdomenPalpasi : Nyeri tekan (-), massa (-) hepatomegali (-), Splenomegali (-) Anggota gerak Atas : Hangat (+), edema (-), deformitas (-) Bawah : Hangat (+), edema (-), deformitas (-)

Pemeriksaan khusus: - - - -

IV. RESUME Pasien laki-laki berumur 26 thn masuk ke RS undata dengan keluhan batuk berlendir +/- 3 minggu dan satu minggu terakhir pasien mengeluh batuk sisertai darah, pasien juga mengeluh sesak nafas, tidak ada nyeri dada dan mudah lelah ketika beraktifitas, pasien mengeluh sakit kepala, berkeringat pada malam hari, tidak ada nafsu makan dan disertai penurunan BB, pasien juga mengeluhkan SUH(+), mengeluh sulit tidur, BAB (+) biasa, BAK(+) biasa pada pemeriksaan fisik, Pergerakan dada asimetris kanan & kiri. Vocal vremitus tidak sama ka=ki pada dada kiri getaran berkurang, suara nafas bronchovesicular, ronki + pada bagian apex paru, Ictus cordis terlihat pada SIC V, ictus cordis teraba pada SIC V, Hasil sputum BTA (+). Tekanan Darah: 100/70 mmHg, Nadi: 80 /mnt, Pernafasan : 26 /mnt, Suhu : 38 oC.V. DIAGNOSIS KERJA Tb paru + efusi pleura + infeksi sekunderVI. DIAGNOSIS BANDING Pneumonia Bronkhitis Kronik Bronkiektasis

VII. PENATALAKSANAANNon Medikamentosa: Tirah baring Diet tinggi kalori protein dan karbohidrat

Medikamentosa : IUFD RL 20 tpm O2 3liter/menit Codein 3x1 Ambroxol 3x1 Neurodex 2x1 Pct 3x1 OAT kategori I Rifampisin Izoniazid Pirazinamid Etambutol

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANGLab : WBC : 18,1 103/mm3 RBC : 4,53 106/mm3 HCT : 37,3 % PLT : 460 103/mm3 HB : 11,8 g/dl SGOT : 20,2 /L SGPT : 18,7 /L Ureum : 16,4 mg/dl Creatinin : 0,19 mg/dlPemeriksaan lainya : Tes biakan : BTA (+) Radiologi : Bronchopnemonia dengan efusi pleura sinistra e.c kp aktif

Gambar : foto rontgen dada pasien

IX. DIAGNOSIS AKHIR Tb paru kategori 1 + efusi pleura sinistra + infeksi sekunderX. ANJURAN PEMERIKSAAN : Tes BTA pada akhir tahap intensif bulan kedua pengobatan dan sebulan sebelum akhir pengobatan atau akhir pengobatan.

XI. PROGNOSIS: Dubia

XII. FOLLOW UP Keadaan pasien memburuk ditadai dengan pasien mengeluh sesak nafas berat dan sulit untuk tidur, beberapa hari setelah pemeriksaan pasien meninggal dunia.

BAB IVDISKUSI Pada kasus ini pasien masuk dengan keluhan batuk berlendir sejak kurang lebih 3 minggu lalu, lendir berwarna hijau, satu minggu terakhir pasien mengeluh batuk disertai dengan darah, darah yang dikeluarkan adalah darah segar. Pasien mengeluhkan sesak nafas tetapi tidak disertai nyeri dada. Pasien mengeluhkan demam naik turun, pasien berkeringat malam hari, dan mengeluh sulit tidur, pusing, dan nyeri kepala, pasien mengeluhkan tidak ada nafsu makan, sehingga pasien merasa berat badanya menurun, dan pasien juga merasa mudah lelah ketika beraktifitas, Hal ini sesuai dengan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis bahwa gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 3 minggu bahkan lebih, dan dapat juga disertai dengan gejala tambahan seperti batuk disertai darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam. Gejalagejala ini merupakan mekanisme reaksi tubuh terhadap agen infektif yang menyerang sistem tubuh. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pasien datang dengan sakit sedang, kesadaran penuh/compos mentis pada pasien ini kondisi tubuh pasien sangatlah kurus dengan berat badan 39 kg, tinggi badan 165cm setelah itu dilakukan perhitungan IMT dan didapatkan hasil IMT 14,33 kg/m2 dan itu termasuk dalam giji kurang dimana pada seseorang dengan kondisi giji yang kurang sangat rentan terhadap infeksi. Pada pemeriksaan tanda vital TD pasien adalah 100/60 mmHG, nadi 88x /menit pernapasan pasien sangat cepat atau takipneu yaitu 26x/menit dimana normal pernapasan adalah 14-20x/menit takipneu merupakan salah satu tanda gejala infeksi TB paru, suhu 38oc menandakan bahwa dalam tubuh pasien telah terjadi infeksi, pasien mengeluhkan demam naik turun dan ini merupakan tanda gejala adanya infeksi Tb paru. Pemeriksaan inspeksi thorax didapatkan dada pasien cekung, pergerakan dada tidak simetris antara kanan dan kiri, dada kiri tertinggal disebabkan adanya ganguan pengembangan paru, dan dapat dilihat adanya pelebaran spasium intercosta, pada palpasi vocal fremitus paru kanan dan kiri tidak sama, pada paru kiri getaran hantaran suara melemah dari SIC I SIC XII, tidak ditemukan massa abnormal. Pada perkusi paru kanan didapatkan sonor, sonor merupakan suara normal yang didapatkan pada saat perkusi paru, kemudian dilakukan perkusi paru kiri didapatkan suara redup/pekak pada SIC I- SIC III itu bisa disebabkan adanya cairan atau massa abnormal pada rongga dada sehingga suaranya menjadi pekak, kemudian dilakukan auskultasi ditemukan suara nafas bronchovesiculer pada paru kanan. Pada paru kiri suara nafas menghilang, pada pasien ini ditemukan Ronki +/+ pada bagian apex paru kanan SIC I IV sedangkan pada paru kiri pada bagian apex paru SIC I SIC II , tidak ditemukan whezing ini juga sesuai dengan referensi tanda gejala infeksi tb paru dimana suara pernapasan adalah broncovesicular dan didapatkan ronki pada apex paru. Pemeriksaan jantung pada inspeksi terlihat ictus cordis terlihat dapat pula diraba pada SIC V dan yang lainya dalam batas normal bunyi jantung I dan II murni reguler, tidak ditemukan gallop ataupun murmur. Pemeriksaan abdomen semuanya dalam batas normal, peristaltik +, tidak ada pembesaran baik hepatomegali, splenomegali ataupun masa lainya, pemeriksaan ekstermitas tidak ada oedem ataupun kelainan deformitas. Untuk memastikan diagnosis pada pasien ini maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan Darah lengkap, Ureum, Creatinin, Sgot-Sgpt, Gds dan foto rontgen. Dari hasil pemeriksaan laboratorium tes dahak SPS BTA diperoleh hasil BTA positif (+) itu menandakan bahwa pasien telah terinfeksi micobacterium tuberculosis. pada pemeriksaan foto rontgen thoraks didapatkan gambaran Bronchopnemonia dengan efusi pleura sinistra e.c kp aktif. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu terapi simtomatik terlebih dahulu sebelum disiapkan terapi OAT yaitu berupa penanganan keluhan yang dirasakan oleh pasien, pasien mengelukan batuk berlendir maka diberikan terapi obat golongan mucolitik ambroxol dimana kerja dari golongan mukolitik ini adalah merombak dan melarutkan dahak dan dosis yang diberikan 3x1, untuk menekan batuk diberikan juga codein 3x1 dimana mekanisme kerjanya menyerupai morfin dapat sebagai analgetik dan menekan batuk. Pasien mengeluhkan sesak nafas maka diberikan terapi O2 sebanyak 3liter/menit, Pasien juga mengeluhkan demam naik turun maka pasien diberikan terapi paracetamol 500mg 3x1 untuk menurunkan demamnya dengan mekanisme merangsang pusat pengatur panas di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai dengan banyaknya keluar keringat, dan untuk mengetasi lelah dan pegal seluruh badanya diberikan multivitamin neurodex 3x1 yang mempunyai kandungan vitamin B1, B6 dan B12 setelah pasien dirasakan sudah mulai stabil kondisinya Maka terapi OAT sudah bisa diberikan OAT yang diberikan adalah kategori 1 yaitu 2[HRZE]/4[H3R3].Regimen obat yang diberikan pada pasien ini adalah OAT kategori 1 yaitu 2 [HRZE]/4[H3R3]. Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamide (Z), dan Ethambutol (E) diminum setiap hari selama 2 bulan, dan Isoniazid (H) bersama Rifampisin (R) yang diminum setiap tiga kali seminggu selama 4 bulan berikutnya, pasien harus minum obat OAT teratur untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap obat yang telah diberikan. Kasus pada pasien ini juga didapati bahwa pada paru-paru kiri pasien ditemukan efusi pleura efusi pleura merupakan komplikasi dari tb paru dimana pada rongga pleura terjadi penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral oleh kuman tuberculosis sehingga terjadi infeksi pada pleura atau biasa disebut pleuritis, dan di dukung dengan hasil lab berupa tingginya sel darah putih yaitu 18,1 10 3/mm3 yang menandakan adanya infeksi sekunder. Ini telah sesuai tanda dan gejala efusi pleura dimana pasien mengeluh sesak nafas hebat Sesak nafas, nyeri dada, Peningkatan suhu tubuh, Keletihan dan Batuk. Pada pemeriksaan fisik thorax ditemukan bahwa pada saat inspirasi dan ekspirasi terlihat paru-paru kiri gerakan saat bernafas ridak simetris dimana dada kiri terlihat tertinggal. Pada saat dipalpasi taktill fremitus menurun di bagian paru kirinya, saat diperkusi tidak terdengar sonor pada daerah efusi melainkan terdengar pekak dan itu menandakan adanya penumpukan cairan yang berlebih pada paru, saat di auskultasi suara nafas menghilang dan ini telah sesuai dengan teori tanda dan gejala dari efusi pleura bahwa pada pasien ini terdapat lebih 500cc. maka penanganan yang harus dikerjakan adalah dilakukan tindakan punksi pleura/WSD indikasji dari wsdsendiri adalah untuk mengeluarkan cairan abnormal pada rongga pleura dan mempunyai tujuan untuk Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak, Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura, mengembangkan kembali paru yang kolaps serta mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada, pada pasien ini telah dilakukan inform konsen pada pasien dan keluarga pasien dan mereka sudah mensetujuinya. Dan dokter mengevaluasi kembali kondisi pasien jika dirasakan sudah memungkinkan untuk dilakukan WSD, tetapi pada pasien ini tidak jadi dilakukan dikarenakan kondisi pasien memburuk dan meninggal dunia setelah beberapa hari perawatan.

BAB VDAFTAR PUSTAKA[1] World Health Organization. Global tuberculosis Report 2014. Geneva : World Health Organization; 2014.

[2] Amin, Z., & Bahar, A., 2009. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo, A. W., Setyohadi, B., Alwi, I., & Setiati, S.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2230-2239[3] Leli saptawati,dr,sp,mk., 2009. EVALUASI METODE FAST Plaque TB TM UNTUK MENDETEKSI Mycobacterium tuberculosis PADA SPUTUM DI BEBERAPA UNIT PELAYANAN KESEHATAN DI JAKARTA-INDONESIA : jakarta.

[4] World Health Organization. Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB). 2010 Global report on surveillance and response. Geneva: WHO Press; 2010.[5] Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.

[6] Wijaya, A,A.,2012. Merokok dan Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 8: 18 -22[7] Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.[8] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis I. Pengendalian TB resisten obat. Manajemen terpadu pengendalian TB resisten obat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.[9] Kharani R., 2012, Characteristic of Pleural Effusion in Persahabatan Hospital: Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta.[10] Jablons D. Management of the pleural effusions. In: Perry MC editor. American society of clinical oncology educational book. Alexandria : ASCO; 2004.p.481-7.

[11] Hanifa U., Soemohardjo S., Achmad H, Widodo M.A. Perbandingan Pemeriksaan PCR, Kultur M.tuberculosis dan BTA Cairan Pleura Serta Pemeriksaan Radiologi Paru untuk Menegakkan Diagnose Efusi Pleura Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Mataram, 2009 ; http://digilib.brawijaya.ac.id. [12] Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60.

[13] McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal of Critical Care 2011; 20: 119-128.

140