refarat anatomi telinga & speech delay.doc
DESCRIPTION
thtTRANSCRIPT
ANATOMI TELINGA
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar
kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa
harus melihat dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak bisa mendengar disebut tuli.
Telinga manusia terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.
Gambar 1: Pembagian telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri
atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot
intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N. facialis.1,2
1
Gambar 2 . Bagian-bagian dari telinga luar.
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik yang
terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux superior di sebelah kiri
dari fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus
yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di
belakang telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus
conchalis yang merupakan sudut di belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang
berada di atas tragus, cymba conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus
akustikus eksternus yang merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis
yang merupakan struktur depresif di dekat antihelix, helix yang merupakan bagian terluar
dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus
yang berada di bagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada di depan
meatus akustikus eksternus. 1,2
Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang telinga
luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang menghubungkan
auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 1 inchi atau
kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik
auricula ke atas dan belakang. Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke
bawah dan belakang. Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran
timpani. 1,2
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga bagian
dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit, dan
sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa. Glandula
2
seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna
coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini berfungsi senabai barier yang lengket, untuk
mencegah masuknya benda asing. 1,2
Kulit pelapis meatus dipersarafi oleh saraf sensorik yang berasal dari N.
auriculotemporalis dan ramus auricularis N. vagus. Sedangkan aliran limfe menuju nodi
parotidei superficiales, mastoidei, dan cervicales superficiales. 1,2
TELINGA TENGAH
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang
dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam.
Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak kurang
lebih sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan
nasopharing melalui tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid. 3
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding
lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen
timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan
kavum timpani dan meningens dan lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai
dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin
sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus
superior V. jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis
tulang yang memisahkan kavum timpani dari A. carotis interna. Pada bagian atas dinding
anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih
bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam
saluran untuk m. tensor tympani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini
diperpanjang ke belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat.
Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu
auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil,
disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian besar dinding
lateral dibentuk oleh membran timpani. 3
3
Membran timpani
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf
ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh
ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini
menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke anterior dan inferior dari umbo. 1,2,3
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter -kurang lebih 1 cm. Pinggirnya
tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus timpanicus, di bagian
atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua plica, yaitu plica mallearis
anterior dan posterior, yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada
membran timpani yang dibatasi oleh plika-plika tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Ba-
gian lainnya tegang disebut pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada
permukaan dalam membran timpani oleh membran mukosa. Membran timpani sangat peka
terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh N. auriculotemporalis dan ramus
auricularis N. vagus. 4,5
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari
dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang disebabkan oleh
lengkung pertama koklea yang ada di bawahnya. Di atas dan belakang promontorium
terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi
medial fenestra terdapat perilympha scala vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior
promontorium terdapat fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran
timpani sekunder. Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu scala
timpani. 4,5
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas ke belakang pada
dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli. Tonjolan ini menyokong
M. tensor timpani. Ujung posteriornya melengkung ke atas dan membentuk takik, disebut
processus cochleariformis. Di sekeliling takik ini tendo m. tensor timpani membelok ke
lateral untuk sampai ke tempat insersionya yaitu manubrium mallei. Sebuah rigi bulat
berjalan secara horizontal ke belakang, di atas promontorium dan fenestra vestibuli dan
dikenal sebagai prominentia canalis nervi facialis. Sesampainya di dinding posterior,
prominentia ini melengkung ke bawah di belakang pyramis. 4,5
4
Tulang-tulang pendengaran
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus,
inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang.
Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus longum
atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis. Caput mallei berbentuk
bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei adalah bagian sempit di bawah
caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan erat pada
permukaan medial membran timpani. Manubrium ini dapat dilihat melalui membran timpani
pada pemeriksaan dengan otoskop. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil yang
dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen. Processus lateralis
menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membran
timpani.3,4,5
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat
dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah di belakang dan
sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung ke medial dan bersendi
dengan caput stapedis. Bayangannya pada membrana tympani kadangkadang dapat dilihat
pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan dilekatkan pada
dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen. 3,4,5
Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis kecil
dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan merupakan tempat
insersio m. stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari collum dan melekat pada basis
yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin
fibrosa, yang disebut ligamentum annulare. 3,4,5
Gambar 3 . Tulang-Tulang Pendengaran
5
Otot-otot telinga tengah
Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor
timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah
posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga
timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot
stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan
berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif
dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi. 1,3,4
Otot-Otot Telinga Tengah
Nama Otot Origo Inserio Persarafan Fungsi
M. Tensor Tympani
Dinding tuba auditiva dan
dinding salurannya
sendiri
Manubrium mallei
Divisi mandibularis n. Trigemius
Meredam getaran membrana tympani
M. stapedius
Pyramis (penonjolan tulang pada
dinding posterior cavum
tympani)
Collum Stapedieus
N. FacialisMeredam getaran
stapes
Tabel 1. Otot-Otot Telinga Tengah4
Tuba Eustachius
Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan
medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga
bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharynx dengan berjalan
melalui pinggir atas M. constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan
tekanan udara di dalam cavum timpani dengan nasopharing. 3,4,5
6
Antrum Mastoid
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa ossis
temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad antrum, diameter
auditus ad antrum lebih kurang 1 cm. Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah
dan berisi auditus ad antrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus
dan cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum
suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semicircularis posterior. Dinding
superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan
meninges pada fossa kranii media dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-
lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastoideae. 3,4,5
TELINGA DALAM
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga
tengah dan terdiri atas telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang;
dan telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di
dalam telinga dalam osseus. 4,5
Gambar 3 . Telinga Dalam
7
Telinga dalam ossesus
Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis semicircularis, dan
cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di dalam substantia kompakta
tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilympha, yang di
dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus. Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga
dalam osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis
sennicircularis. Pada dinding lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis
stapedis dan ligamentum annularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran
timpani sekunder. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam
membranaceus. 4,5
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior, posterior, dan
lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis mempunyai sebuah pelebaran
di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang,
salah satunya dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus
semicircularis. Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak lurus
terhadap sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis posterior juga vertikal, tetapi
terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis lateralis terletak
horizontal pada dinding medial aditus ad antrum, di atas canalis nervi facialis. 4,5
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian anterior
vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan modiolus ini
dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran. Setiap putaran
berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga bangunan keseluruhannya berbentuk
kerucut. Apex menghadap anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama
dari cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah. 4,5
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus.
Modiolus ditembus oleh cabang-cabang n. cochlearis. Pinggir spiral, yaitu lamina spiralis,
mengelilingi modiolus dan menonjol ke dalam canalis dan membagi canalis ini. Membran
basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga
membelah canalis cochlearis menjadi scala vestibuli di sebelah atas dan scala timpani di
sebelah bawah. Perilympha di dalam scala vestibuli dipisahkan dari cavum timpani oleh basis
stapedis dan ligamentum annulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam scala tympani
dipisahkan dari cavum timpani oleh membrana tympani secundaria pada fenestra cochleae.
8
Telinga dalam membranous
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan berisi
endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus terdiri atas
utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga ductus semicircularis,
yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus cochlearis yang terletak di
dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating berhubungan dengan bebas. Utriculus adalah yang
terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada, dan dihubungkan tidak langsung dengan
sacculus dan ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis. 4,5
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah dijelaskan
di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan
berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus. Saccus ini terletak di
bawah duramater pada permukaan posterior pars petrosa ossis temporalis. Pada dinding
utriculus dan sacculus terdapat receptor sensorik khusus yang peka terhadap orientasi kepala
akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain. 4,5
Ductus semicircularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari canalis
semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus satu
terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai atau berhenti
bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau berkurang, kecepatan gerak
endolympha di dalam ductus semicircularis akan berubah sehubungan dengan hal tersebut
terhadap dinding ductus semicircularis. Perubahan ini dideteksi oleh receptor sensorik di
dalam ampulla ductus semicircularis. 4,5
Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan
dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang terletak di atas
membrana basilaris membentuk organ Corti (organ spiralis) dan mengandung receptor-recep-
tor sensorik untuk pendengaran. 4,5
PERDARAHAN TELINGA
Perdarahan telinga terdiri dari 2 macam sirkulasi yang masing – masing secara
keseluruhan berdiri satu–satu memperdarahi telinga luar dan tengah, dan satu lagi
memperdarahi telinga dalam tampa ada satu pun anastomosis diantara keduanya. Telinga luar
terutama diperdarahi oleh cabang aurikulotemporal, A. temporalis superficial di bagian
9
anterior dan di bagian posterior diperdarahi oleh cabang aurikuloposterior, A. karotis
externa. 4,5
Telinga tengah dan mastiod diperdarahi oleh sirkulasi arteri yang mempunyai banyak
sekali anastomosis. Cabang timpani anterior A. maxila externa masuk melalui fisura
retrotimpani. Melalui dinding anterior mesotimpanum juga berjalan aa.karotikotimpanik
yang merupakan cabang A.karotis ke timpanum .dibagian superior, A. meningia media
memberikan cabang timpanik superior yang masuk ketelinga tengah melalui fisura
petroskuamosa. A. meningea media juga memberikan percabangan A. petrosa superficial
yang berjalan bersama N. petrosa mayor memasuki kanalis fasial pada hiatus yang berisi
ganglion genikulatum. Pembuluh-pembuluh ini beranastomose dengan suatu cabang A.
auricula posterior yaitu A. stilomastoid, yang memasuki kanalis fasial dibagian inferior
melalui foramen stilomastoid. Satu cabang dari arteri yang terakhir ini, A. timpani posterior
berjalan melalui kanalikuli korda timpani. Satu arteri yang penting masuk dibagian inferior
cabang dari A. faringeal asendenc.arteri ini adalah perdarahan utama pada tumor glomus
jugular pada telinga tengah. 4,5
Tulang-tulang pendengaran menerima pendarahan anastomosis dari arteri timpani
anterior, a.timpani posterior, suatu arteri yang berjalan dengan tendon stapedius, dan cabang
– cabang dari pleksus pembuluh darah pada promontorium. Pembuluh darah ini berjalan
didalam mukosa yang melapisi tulang-tulang pendengaran, memberi bahan makanan kedalam
tulang. Proses longus incus mempunyai perdarahan yang paling sedikit sehingga kalau terjadi
peradangan atau gangguan mekanis terhadap sirkulasinya biasanya mengalami necrosis. 4,5
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari A. auditori interna (A. labirintin) yang
berasal dari A. serebelli inferior anterior atau langsung dari A. basilaris yang merupakan
suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki
meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu : 4,5
(a) Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari
utrikulus dan sakulus.
(b) Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularisposterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
(c) Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena
10
auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus
koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada
sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis
sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus
sigmoid.
Aliran vena telinga luar dan tengah dilakukan oleh pembuluh–pembuluh darah yang
menyertai arteri v.emisari mastoid yang menghubungkan korteks keluar mastoid dan sinus
lateral. Aliran vena telinga dalam dilakukan melalui 3 jalur aliran .dari koklea putaran tengah
dan apical dilakukan oleh V. auditori interna. Untuk putaran basiler koklea dan vestibulum
anterior dilakukan oleh V. kokhlear melalui suatu saluran yang berjalan sejajar dengan
akuadutus kokhlea dan masuk kedalam sinus petrosa inferior. Suatu aliran vena ketiga
mengikuti duktus endolimfa dan masuk ke sinus sigmoid pleksus ini mengalirkan darah dari
labirin posterior. 4,5
Daun telinga dan liang telinga luar menerima cabang–cabang sensoris dari cabang
aurikulotemporal saraf ke–5 (N. Mandibularis) dibagian depan, dibagian posterior dari
Nervus aurikuler mayor dan minor, dan cabang–cabang Nervus Glofaringeus dan Vagus.
Cabang Nervus Vagus dikenal sebagai N. Arnold. Stimulasi saraf ini menyebabkan refleks
batuk bila teliga luar dibersihkan. Liang telinga bagian tulang sebelah posterior superior
dipersarafi oleh cabang sensorik N. Fasialis. 4,5
Tuba Eustachio menerima serabut saraf dari ganglion pterygopalatinum dan saraf–
saraf yang berasal dari pleksus timpanikus yang dibentuk oleh N. Cranialis VII dan IX.
M.tensor timpani dipersarafi oleh N. Mandibularis (N. Cranial V3 ).sedangkan M.Stapedius
dipersarafi oleh N. Fasialis. Korda timpani memasuki telinga tengah tepat dibawah pinggir
posterosuperior sulkus timpani dan berjalan kearah depan lateral ke prosesus longus inkus
dan kemudian kebagain bawah leher maleus tepat diatas perlekatan tendon tensor timpani
setelah berjalan kearah medial menuju ligamen maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura
petrotimpani. 4,5
FISIOLOGI PEDENGARAN6
Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannyake saluran telinga
luar. Karenabentuknya, daun telinga secara parsial menahan gelombang suara yangmendekati
telinga dari arah belakang dan, dengan demikian, membantuseseorang membedakan apakah
suara datang dari arah depan atau belakang. Membran timpani, yang teregang menutupi
11
pintu masuk ke telingatengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah
gelombangsuara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkangendang
telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seiramadengan frekuensi
gelombang suara.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani kecairan di telinga
dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yangterdiri dari tiga tulang yang dapat
bergerak (maleus, inkus, danstapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama,
maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendelaoval,
pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpanibergetar sebagai respons
terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulangtersebut juga bergerak dengan frekuensi sama,
memindahkan frekuensigerakan tersebut dan membran timpani ke jendela oval. Tekanan di
jendelaoval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan sepertigelombang
pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama denganfrekuensi gelombang suara
semula. Namun, seperti dinyatakan sebelumnya,diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakkan cairan. Terdapat duamekanisme yang berkaitan dengan sistem osikuler yang
memperkuat tekanangelombang suara dan udara untuk menggetarkan cairan di koklea.
Pertama,karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luaspermukaan
jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerjadi membrana timpani
disalurkan ke jendela oval (tekanan gaya/satuan luas).Kedua, efek pengungkit tulang-tulang
pendengaran menghasilkan keuntunganmekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-
sama meningkatkan gayayang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari
gelombangsuara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukupuntuk
menyebabkan pergerakan cairan koklea.
Transmisi gelombang suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfeditimbulkan oleh
getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui skalavestibuli, mengitari helikotrema,
dan melalui skala timpani, menyebabkanjendela bundar bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan
skala vestibuli melaluimembrana basilaris ke skala timpani. Jalur pertama hanya
menyebabkanpenghamburan energi suara, tetapi jalur kedua mencetuskan
pengaktifanreseptor untuk suara dengan membengkokkan rambut di sel-sel rambutsewaktu
organ Corti pada bagian atas membrana basilaris yang bergetar,mengalami perubahan posisi
terhadap membrana tektorial di atasnya. (b)Berbagai bagian dart membrana basilaris bergetar
secara maksimal padafrekuensi yang berbeda-beda. (c) Ujung membrana basilaris yang
pendek dan kaku, yang terletak paling dekat dengan jendela oval, bergetar maksimumpada
12
nada berfrekuensi tinggi. Membrana basilaris yang lebar dan lentur dekathelikotrema bergetar
maksimum pada nada-nada berfrekuensi rendah.
Organ Corti, yang terletak di atas membrana basilaris, di seluruhpanjangnya
mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut
menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannyasecara mekanis mengalami perubahan
bentuk berkaitan dengan gerakan cairandi telinga dalam. Rambut-rambut ini secara mekanis
terbenam di dalammembrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda-rumah yang menggantung
diatas, di sepanjang organ Corti.
Perubahan bentuk mekanis rambutyang maju-mundur ini menyebabkan saluran-
saluran ion gerbang-mekanis disel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkanperubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantianpotensial
reseptor dengan frekuensi yang sama dengan rangsangan suara semula. Sel-sel rambut
adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melaluisinaps kimiawi dengan ujung-ujung
serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut
(sewaktu membranabasilaris bergeser ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat
perantaramereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen.Sebaliknya,
kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-selrambut mengeluarkan sedikit
zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi(sewaktu membrana basilaris bergerak ke
bawah). Perubahan potentila aksi mengakibatkan perubahankecepatan pembentukan potensial
aksi yang merambat ke otak. Dengan caraini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal
saraf yang dapatdipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.
Gambar 4: proses pendengaran
13
Gambar 5 : alur pendengaran
FISIOLOGI KESEIMBANGAN7
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya
tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan di olah di sistem
saraf pusat, sehingga mengambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
14
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis , dimana tiap kanalis
terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya
terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya
tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.
Gambar 6 : labirin
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfe di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pelepasan
neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan,
maka akan terkadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
ransangan otolit dan gerakan endolimfe di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat
percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi
mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlansung.Sistem vestibuler berhubungan dengan
sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh
yang bersangkutan.
AUDIOMETRI8
AUDIOMETRI NADA MURNI
15
Definisi
Audiometri nada murni adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengukur sensivitas
pendengaran dengan alat audiometer yang menggunakan nada murni (pure tone). Ambang
nada murni diukur dengan intensitas minimum yang dapat didengar selama satu atau dua
detik melalui hantaran udara (AC) ataupun hantaran tulang (BC). Frekuensi yang dipakai
berkisar antara 125 – 8000 Hz dan diberikan secara bertingkat (Feldman dan Grimes, 1997).
Kata-Kata Penting
Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini:
Nada murni (pure tone):
merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah
getaran per detik.
Bising:
bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari NB (narrow band) : spectrum
terbatas danWN (white noise) : spectrum luas.
Frekuensi:
nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis
sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam
Hertz
Intensitas bunyi:
dinyatakan dalam dB (decibel).Dikenal dB HL (hearing level), dB SL (sensation
level), dB SPL (sound pressure level).
dB HL dan db SL dasarnya adalah subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan
pada audiometer, sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas
bunyi yang sesunguhnya secara fisika (ilmu alam). Contohnya pada 0 dB HL dan 0
dbSL, ada bunyi sedangkan pada 0dB SPL tidak ada bunyi, sehingga untuk nilai dB
yang sama intensitas dalam HL/SL lebih besar daripada SPL.
Ambang dengar:
bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar
oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konuksi udara (AC) dan
menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan
garis, baik AC atau BC, makan akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat
diketahui jenis dan derajat ketulian.
16
Nilai nol audiometric
(audiometric zero) dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil
pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang
dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap frekuensi intensitas nol
audiometrik tidak sama.
Standard ISO (International Standard Organisation) dan ASA (American Standard
Association),
Telinga manusia paling sensitive terhadap bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang
besar nilai nol audiometriknya kira-kira 0.0002 dyne/cm2. Jadi pada frekuensi 2000
Hz lebih besar dari 0,0002 dyne/cm2. Ditambah 2 standar yang dipakai yaitu Standar
ISO dan ASA.
0 dB ISO= -10 dB ASA atau
10 dB ISO = 0 dB ASA
Notasi pada audiogram,
Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan kenaikan linier,
tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandngan. Contoh: 20dB bukan 2
kali lebih keras daripada 10 dB, tetapi: 20/10=2, jadi 10 kuadrat= 100 kali lebih keras.
Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu
dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz) dan
grafik BC yang dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa: 250 –
4000 Hz).
Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan, warna merah.
Jenis ketulian:
Tuli konduktif, tuli sensorineural, tuli campur
Derajat ketulian:
Derajat ketulian diukur dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu:
Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
3
Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran
sehingga perlu turut diperhitungkan , sehingga derajat ketulian diperhitung dengan
menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiha ambang dengar di atas,
kemudian di bagi 4.
Ambang dengar (AD) = AD 500Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz
4
17
Dapat dihitung AD dengan hantaran udara (AC) dan hantaran tulang (BC).
Pada interpretasi audiogram harus ditulis
a. Telinga mana
b. Apa jenis ketuliannya
c. Bagaimana derajat ketuliannya
Misalnya, telinga kiri tuli campur sedang
Dalam menentukan derajat ketulian yng dihitung hanya ambang dengar hantaran
udaea (AC) saja.
Derajat ketulian ISO
0 – 25 dB : normal
>25-40 dB : tuli ringan
>40-55 dB : tuli sedang
>55-70 dB : tuli sedang berat
>70-90 dB : tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat
Gap
Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap pabila antara AC dan BC terdapat
perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.
Masking
Pada pemeriksaan audiometri, kadang-kadang perlu diberikan masking. Suara
masking diberikan berupa suara seperti angin )bising), pada head phone telinga yang
tidak diperiksa supaya telinga yang tidak diperiksa tidak dapat mendengar bunyi yang
diberikan pada telinga yang diperiksa. Pemeriksaan dengan masking dilakukan
apabila telinga yang diperiksa mempunyai pendengaran yang mencolok bedanya dari
telinga yang satu lagi. Oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan melalui
tengkorak ke telinga kontralateral, maka pada telinga kontralateral (yang tidak
diperiksa) diberi bising supaya tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada
telinga yang diperiksa.
Narrow bandnoise (NB): masking audiometri nada murni
White noise (WN) = masking audiometric tutur (speech).
Syarat dan Komponen Audiometri
18
Audiometri harus memenuhi 3 persyaratan untuk mendapatkan keabsahan pemeriksaan yaitu:
1. Audiometri yang telah dikalibrasi
2. Suasana/ruangan sekitar pemeriksa harus tenang
3. Pemeriksa yang terlatih.
Gambar 7: Audiometer
Komponen yang ada pada audiometri yaitu:
1. Oscilator: untuk menghasilkan bermacam nada murni
2. Amplifier: alat untuk menambah intensitas nada
3. Interuptor/pemutus: alat pemutus nada
4. Atteneurator: alat mengukurintensitas suara
5. Earphone: alat merubah sinyal listrik yang ditimbulkan audiometer menjadi sinyal
suara yang dapat didengar
6. Masking noise generator: untuk penulian telinga yang tidak diperiksa
Cara Pemeriksaan
Cara pemeriksaan audiometri adalah headphone dipasang pada telinga untuk
mengukur ambang nada melalui konduksi udara. Tempat pemeriksaan harus kedap udara.
Pasien diberitahu supaya menekan tombol bila mendengar suara walaupun kecil. Suara diberi
interval 2 detik, biasanya dimulai dengan frekwensi 1000 Hz sampai suara tidak terdengar.
Kemudian dinaikkan 5 dB sampai suara terdengar. Ini dicatat sebagai audiometri nada murni
(pure tone audiometry) (Keith, 1989).
19
Biasanya yang diperiksa terlebih dahulu adalah telinga yang dianggap normal (tidak
sakit) pendengarannya melalui hantaran udara, kemudian diperiksa melalui hantara tulang.
Kalau perbedaan kekurangan pendengaran yang diperiksa 50 dB atau lebih dari telinga
lainnya, maka telinga yang tidak diperiksa harus ditulikan (masking). Ketika memeriksa satu
telinga pada intensitas tertentu, suara akan terdengar pada telinga yang satu lagi. Hal ini
disebut “cross over” yang dapat membuat salah interpretasi pada pemeriksaan audiometer.
Ada beberapa ketentuan yang praktis bila masking diperlukan yakni:
1. Masking untuk hantaran udara (AC) diperlukan bila terdapat perbedaan kehilangan
pendengaran sebesar 45 dB atau lebih pada waktu percobaan.
2. Masking untuk hantaran tulang (BC) diperlukan bila: (a) Apabila treshold hantaran
tulang (BC) pada telinga yang dites lebih sensitif dari treshold hantaran tulang yang
tidak diperiksa, (b) Apabila tidak ada respon pada hantaran tulang setelah
mempengaruhi maksimum output dari audiometer (Keith, 1989).
AUDIOMETRI KHUSUS
Tes audiometri khusus adalah salah satu dari pemeriksaan untuk membedakan tuli
koklea dan tuli retrokoklea. Pemeriksaan ini dapat melacak fenomena rekrutmen yang terjadi
pada tuli koklea (peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang) atau
kelelahan yang merupakan tanda khas pada tuli retrokoklea (suatu adaptasi abnormal).
Pemeriksaan yang dilakukan untuk melacak fenomena tersebut adalah:
Tes SISI (short increment sensitivity index)
Tes ini khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea, dengan memakai fenomena
rekrutmen, yaitu keadaan koklea dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian intensitas
yang kecil, sehingga pasien dapat membedakan selisih intensitas yang kecil itu (sampai 1
dB).
Terdapat 2 cara melakukan tes SISI. Prosedur pertama adalah dengan menentukan
ambang dengar pasien terlebih dahulu. Kemudian diberikan rangsangan 20 dB di atas
ambang rangsang. Setelah itu diberikan tambahan rangsangan 5 dB, lalu diturunkan 4 dB,
lalu 3 dB, 2 dB, terakhir 1 dB. Bila pasien dapat membedakannya, berarti tes SISI positif.
Cara kedua adalah dengan cara tiap lima detik dinaikkan 1 dB sampai 20 kali.
Kemudian dihitung berapa kali pasien itu dapat membedakan perbedaan itu. Bila 20 kali
20
benar, berarti 100%, jadi khas. Bila benar 10 kali, berarti 50% benar. Dikatakan rekrutmen
positif, bila skor 70 – 100%. Bila terdapat skor antara 0 – 70%, berarti tidak khas.
Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)
Pada tes inim diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua
telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama. Hal ini disebut balans negatif.
Bila balans tecapat, terdapat rekrutmen positif. .
Tes kelelahan (tone decay)
Terjadi kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus menerus. Tandanya ialah
pasien tidak dapat mendengar dengan telinga yang diperiksa. Terdapat 2 cara tes kelelahan:
i. Treshold tone decay (TTD)
Garhart: melakukan rangsangan terus menerus pada telinga diperiksa
dengan intensitas yang sesuai dengan ambang dengar. Setelah 60 detik
masih dapat mendengar, hasilnya negatif yaitu tidak ada kelelahan
(decay). Sebaliknya bila setelah 60 detik terdapat kelelahan, hasilnya
positif berarti tidak mendengar. Intensitas bunyi ditambah 5 dB maka
pasien dapat mendengar lagi. Rangsangan diteruskan selama 60 detik
lagi. Dalam 60 detik dihitung penambahan intensitasnya.
Penambahan 0 – 5 dB : normal
10 – 15 dB : ringan (tidak khas)
20 – 25 dB : sedang (tidak khas)
> 30 dB : berat (khas ada kelelahan)
Rosenberg : bila penambahan kurang dari 15 dB, dinyatakan normal
sedangkan lebih dari 30 dB dinyatakan sedang.
ii. Supra treshold adaptation test (STAT)
Prinsip pemeriksaan adalah pada 3 frekuensi yaitu 500 Hz, 1000 Hz
dan 2000 Hz pada 110 dB SPL (intensitas yang ada secara fisika
21
sesungguhnya). Diberikan terus menerus selama 60 detik dan dapat
mendengar, berarti tidak ada kelelahan. Bila kurang 60 detik, maka ada
kelelahan (decay).
Audiometri tutur (speech audiometri)
Pada tes ini dipakai kata- kata yang susah disusun dalam silabus (suku kata). Kata-
kata ini disusun dalam daftar yang disebut “Phonetically balanced word List ( PB List).
Pasien diminta untuk mengulangi kata0 kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada
tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH, sedangkan
pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Apabila kata yang betul: Speech discrimination score:
90 – 100 % : pendengaran normal
75 – 90 % : tuli ringan
60 – 75 % : tuli sedang
50 – 60 % : kesukanran mengikut pembicaraan sehari- hari
< 50 % : tuli berat
Audiometri Bekesy
Suatu audiometri otomatis dapat menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsup
pemeriksaan ini ialah dengan nada yang terputus (interupted sound) dan nada yang terus
menerus (continues sound). Cara pemeriksaan ini adalah dengan bila ada suara masuk, maka
pasien memencet tombol. Akan didapatkan grafik seperti gigi gergaji, garis yang menik ialah
periode suara yang dapat didengar, sedangkan garis yang turun ialah suara yang tidak dapat
didengar. Pada telinga normal, amplitudo 10 dB. Pada rekrutmen amplitudo lebih kecil .
AUDIOMETRI OBJEKTIF
Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi.Terdapat 4 cara pemeriksaan iaitu
1. Audiometri impedans
2. Elektrokokleografi
3. Evoked responses audiometry
4. Oto acoustics emmisions
22
Audiometri Impedens
Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu
pada meatus akustikus eksterna.Didapatkan istilah :
a. Timpanometri iaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani.Misalnya ada
cairan ,gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain) ,kekauan membran
timpani yang sangat lentur.
b. Fungsi tuba eustachius untuk mengetahui tuba eustachius terbuka atau tertutup.
c. Refleks stapedius.Pada telinga normal,refleks stapedius muncul pada rangsangan 70-
80 dB di atas ambang dengar.Pada lesi di koklea,ambang rangsang refleks stapedius
menurun,sedangkan pada lesi di retrokoklea,ambang itu naik.
Gambaran hasil timpanometri :
Tipe A : Normal
Tipe B : Terdapat cairan di telinga tengah
Tipe C : Terdapat gangguan fungsi tuba Eustachius
Tipe AD: Terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran
Tipe AS : Terdapat kekakuan pada tulang (otosklerosis)
Gambar 8:
Elektrokokleografi
23
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari
evoke electropotential cochlea.Caranya ialah elektrode jarum,membran timpani ditusuk
sampai promontorium ,kemudian dilihat grafiknya.Pemeriksaan ini cukup invasif sehingga
saat ini sudah jarang dilakukan.Pengembangan pemeriksaan ini sudah lebih lanjut dengan
elektrode permukaan (surface electrode) disebut BERA (brain evoked response audiometry).
Evoked Responses Audiometry
Dikenal juga sebagai Brainstem Evoked Responses Audiometry (BERA) ,Evoked
Responses Audiometry (ERA) ,atau Audiometry Brainstem Responses (ABR) iaitu suatu
pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N VIII.Caranya dengan merekam
potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga
dalam hingga inti-inti tertentu di batang otak.Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
elektrode permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau
lobulus telinga.Cara pemeriksaan ini mudah,tidak invasif dan bersifat objektif.
Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah
pemberian rangsang sensoris berupa bunyi.Rangsang bunyi yang diberikan melalui head
phone akan menempuh perjalanan melalui saraf ke VIII di koklea (gelombang 1) ,nukleus
koklearis (gelombang ii) ,nukleus olivarius superior(gelombang iii), lemnimuk lateralis
(gelombang IV) .kolikulus inferior (gelombang v) ,kemudian menuju ke korteks auditorius di
lobus temporal otak.Perubahan potensial listrik di otak akan diterima oleh ketiga elektrode di
kulit kepala,dari gelombang yang timbul di setiap nukleus saraf sepanjang jalur saraf
pendengaran tersebut dapat dinilai bentuk gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat
pemberian rangsang suara sampai mecapai bukelus-nukleus saraf tersebut.Dengan demikian
setiap keterlambatan waktu untuk mencapai masing-masing nukleus saraf dapat memberi arti
klinis keadaan saraf pendengaran,maupun jaringan otak di sekitarnya.BERA dapat
memberikan informasi mengenai keadaan neurofisiologi,neuroanatomi dari saraf-saraf
tersebut hingga pusat-pusat yang lebih tinggi dengan menilai gelombang yang timbul lebih
akhir atau latensi yang memanjang.
Pemeriksaan BERA sangat bermanfaat terutama pada keadaan yang tidak
memungkinkan dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa misalnya pada bayi ,anak dengan
gangguan sifat dan tingkah laku,intelegensia rendah,cacat ganda,kesadaran menurun.Pada
orang dewasa dapat untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli(malingering) atau ada
kecurigaan tuli saraf sensorinural.
24
Cara melakukan pemeriksaan BERA menggunakan tiga buah elektrode yang
diletakkan di verteks atau dahi di belakang kedua telinga (pada prosesus mastoideus) atau
pada kedua lobulus aurikuler yang dihubungkan dengan preamplifier.Untuk menilai fungsi
batang otak pada umumnya digunakan bunyi rangsang click,karena dapat mengurangi
artefak.Rangsang ini diberikan melalui headphone secarta unilateral dan rekaman dilakukan
pada masing-masing telinga.Reaksi yang timbul akibat rangsang suara sepanjang jalur saraf
pendengaran dapat dibedakan menjadi beberapa bagian.Pembagian ini berdasarkan waktu
yang diperlukan mulai dari saat pemberian rangsang suara sampai menimbulkan reaksi dalam
bentuk gelombang iaitu :
a. Early responses : Timbul dalam waktu kurang dari 10 mili detik ,merupakan
reaksi dari batang otak
b. Middle responses : Timbul dalam waktu kurang dari 10-15 mili
detik,merupakan reaksi dari talamus dan korteks auditorius primer
c. Late responses : Timbul dalam waktu kurang dari 50 – 500 mili
detik ,merupakan reaksi dari area auditorius primer dan sekitarnya
Gambar 9:
Penilaian BERA :
25
1. Masa laten absolut gelombang I,III,V
2. Beda masing –masing masa laten absolut (interwave latency I-V,I-III,III-V)
3. Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency)
4. Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latensy intensity function)
5. Rasio amplitudo gelombang V/I,iaitu rasio antara nilai puncak gelombang V ke
puncak gelombang I.yang akan meningkat dengan menurunnya intensitas.
Emisi oto akustik (Otoaccustic Emission ,OAE)
Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar
yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik.Sel-sel rambut luar dipersarafi oleh serabut
saraf eferen dan mempunyai elektromotilitas,sehingga pergerakan sel-sel rambut akan
menginduksi depolarisasi sel.Pergerakan mekanik yang kecik diinduksi menjadi
besar,akibatnya suara yang kecil diubah menjadi lebih besar.Hal inilah yang menunjukkan
bahwa emisi otoakustik adalah gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi
koklea.Sedangkan sel rambut dalam dipersarafi serabut aferen yang berfungsi mengubah
suara menjadi bangkitan listrik dan tidak ada gerakan dari sel rambut sendiri.
Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan sumbat telinga /probe ke
dalam liang telinga luar.Dalam probe tersebut terdapat mikrofon dan pengeras suara
/loudspeaker yang berfungsi memberikan stimulus suara.Mikrofon berfungsi menangkap
suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus.Sumbat telinga dihubungkan dengan
komputer untuk mencatat respon yang timbul dari koklea.Pemeriksaan sebaiknya dilakukan
di ruangan yang sunyi atau kedap suara,hal ini untuk mengurangi bising lingkungan.
26
Gambar 10
Emisi otoakustik dibagi menjadi dua kelompok iaitu :
1. Emisi akustik spontan (spontaneous otoacoustic emission/SOAE)
- SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus
dari luar ,didapatkan pada 60% telinga sehat,bernada rendah dan
mempunyai nilai klinis rendah.
2. Evoked otoacoustic emission (EOAE)
- EOAE merupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus
suara.
- Terdapat 3 jenis EOAE yang dikenal iaitu :
i. Stimulus-frequency Otoacoustic emission (SFOAEA) adalah
respon yang dibangkitkan oleh nada murni yang terus
menerus,jenis ini tidak mempunyai arti klinis dan jarang
digunakan.
ii. Transiently-evoked Otoacoustic emission (TEOAE) merupakan
stimulus klik dengan waktu cepat yang timbul 2-2,5 ms setelah
pemberian stimulus,TEOAE tidak dapat dideteksi pada telinga
dengan ambang dengar lebih dari 40dB
iii. Distortion-product Otoacoustic emission (DPOAE) Terjadi karena
stimulus dua nada murni (F1,F2) dengan frekuensi teretntu.Nada
27
murni yang diberikan akan merangsang daerah koklea secara terus
menerus.
KETERLAMBATAN BICARA (DELAYED SPEECH)
Proses belajar bagi bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut
aspek tumnuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi dan
audiologi. Pada sisi lain, pemeriksaan diharapkan dapat mendeteksi gangguan pendengaran
pada kelompok ini usia sedini mungkin.Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang
disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan.
Umumnya, seorang bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran , lebih dahulu
diketahui keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara ( delayed speech).
Perkembangan audiotorik pada manusia sangat erat hubungannya dengan
perkembangan otak. Neuron di bagian korteks mengalami proses pematangan dalam waktu 3
tahun pertama kehidupan dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak
yang sangat cepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut upaya mendeteksi gangguan
pendengaran pada bayi dan anak dilakukan sedini mungkin agar dapat dilakukan upaya
rehabilitasi dan habilitasi secepatnya. Bersamaan dengan proses maturasi fungsi auditorik,
berlangsung pula perkembangan kemampuan bicara. Kemahiran bicara dan berbahasa pada
seseorang hanya dapat tercapai bila input sensorik ( auditorik) dan motorik dalam keadaan
normal.
Berbicara adalah suatu tindakan komunikasi motorik dengan mengartikulasikan
ekspresi verbal, sedangkan bahasa adalah pengetahuan tentang sistem simbol yang digunakan
untuk komunikasi interpersonal. Secara umum, seorang anak dianggap memiliki
keterlambatan bicara jika perkembangan bicara anak secara signifikan di bawah normal untuk
anak-anak pada usia yang sama. Seorang anak dengan keterlambatan bicara memiliki
perkembangan bicara yang khas dari seorang anak biasanya berkembang dari usia kronologis
lebih muda.
Keterlambatan bicara telah lama menjadi perhatian dokter yang merawat anak-anak
karena sejumlah masalah perkembangan menemani onset tertunda berbicara. Selain itu,
keterlambatan bicara mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap personal, sosial,
akademik dan, kemudian, kehidupan.
28
Sangat penting untuk membahas perkembangan bicara dan bahasa, serta masalah-
masalah perkembangan lainnya. Sulit untuk mengetahui apakah seorang anak hanya
mempunyai masalah dalam kemampuannya untuk berkomunikasi atau memiliki masalah
yang memerlukan perhatian profesional.
Awal dari proses belajar bicara terjadi pada saat lahir. Sulit dipastikan usia absolute tahapan
perkembangan bicara namun pada umumnya akan mengikuti tahapan seperti berikut.
Usia Kemampuan
Neonatus Menangis ( reflex vocalization)
Mengeluarkan suara berdengakur seperti suara burung ( cooing)
Suara seperti berkumur ( gurgles)
2-3 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti ( babbling)
4-6 bulan Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi huruf vowel dan
konsonan
Suara berupa ocehan yang bermakna ( true babbling atau lalling)
seperti “pa..da”
7-11 bulan Dapat menggabung kan kata/suku kata yang tidak mengandung
arti, terdengar seperti bahasa asing (jargon)
Usia 10 bulan, meniru suara sendiri ( echolalia)
Memahami arti tidak, mengucapkan salam
Mulai member perhatian terhadap nyanyian atau music
12-18 bulan Mampu menggabung kata atau kalimat pendek
Mulai mengucapkan kata pertama yang yang mempunyai arti
(true speech)
Usia 12-14 bulan mengerti instruksi sederhana, menunjukkan
bagian tubuh dan nama maninannya
Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6-10 kata
18-24 bulan Mampu mengucapkan 20 kata atau lebih.
Mampu menggabungkan 2 kata untuk membuat kalimat
29
sederhana “bayi menangis” atau “ayah besar”
Mampu mengidentifikasi benda umum
Mampu mengikuti perintah
2-3 tahun Kosa kata semakin banyak.
Mampu menggabungkan tiga tau lebih kata-kata menjadi kalimat.
Terjadi “ledakan” dalam bicara
Pemahaman terhadap perintah semakin meningkat
Mampu mengidentifikasi warna dan memahami konsep deskriptif
Tabel 2: Tahapan perkembangan bicara
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika dicurigai anak atau bayi mengalami
keterlambatan bicara. Seorang bayi yang tidak menanggapi suara atau yang tidak bersuara
menjadi perhatian khusus. Antara usia 12 dan 24 bulan, alasan keprihatinan pada anak yang:
tidak menggunakan gerak tubuh, seperti menunjuk atau melambai
memilih gerakan “gestures” daripada menggunakan vokalisasi untuk berkomunikasi
memiliki kesulitan meniru suara
memiliki kesulitan memahami perintah sederhana
Pada usia lebih dari 2 tahun:
hanya bisa meniru ucapan atau tindakan dan tidak menghasilkan kata-kata atau frasa
secara spontan
mengatakan hanya suara atau kata-kata tertentu berulang-ulang dan tidak dapat
menggunakan bahasa lisan untuk berkomunikasi lebih dari kebutuhan yang mendesak
nya
tidak bisa mengikuti perintah sederhana
memiliki nada suara yang tidak biasa (seperti serak atau sengau)
lebih sulit untuk memahami dari yang diharapkan untuk usianya.
Penyebab Keterlambatan Bicara
Banyak hal yang bisa menyebabkan keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa.
Keterlambatan bicara pada anak jika tidak berkembang secara normal kadang-kadang dapat
30
disebabkan oleh gangguan oral, seperti masalah dengan lidah atau langit-langit (atap mulut).
Sebuah frenulum pendek (lipatan di bawah lidah) dapat membatasi gerakan lidah untuk
produksi ujaran.
Banyak anak-anak dengan keterlambatan bicara memiliki masalah oral-motorik, yang berarti
ada komunikasi yang tidak efisien di daerah otak yang bertanggung jawab untuk produksi
bicara. Anak bertemu kesulitan menggunakan dan mengkoordinasikan bibir, lidah, dan
rahang untuk menghasilkan suara berbicara. Berbicara mungkin satu-satunya masalah atau
dapat disertai dengan masalah oral motorik lainnya seperti kesulitan makan. Sebuah
keterlambatan bicara juga dapat menunda perkembangan seseorang anak itu secara global.
Masalah pendengaran juga biasanya berkaitan dengan delayed speech, itulah sebabnya
mengapa pendengaran anak harus diuji oleh audiolog setiap kali ada kekhawatiran
keterlambatan. Seorang anak yang memiliki masalah pendengaran mungkin mengalami
kesulitan mengartikulasikan serta pemahaman, meniru, dan menggunakan bahasa. Infeksi
telinga, infeksi terutama kronis, dapat mempengaruhi kemampuan pendengaran. Infeksi
telinga sederhana yang telah diperlakukan secara memadai, meskipun, seharusnya tidak
berpengaruh pada bicara.
Deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi.
Untuk dapat melakukan deteksi dini pada seluruh bayi dan anak relative sulit, karena akan
membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Program screening sebaiknya
diprioritaskan pada anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran.
Joint Committee on Infant Hearing (2007) menetapkan pedoman registrasi resiko tinggi
terhadap gangguan pendengaran sebagai berikut :
1. Definisi Gangguan Pendengaran Beresiko Tinggi
Definisi ini telah diperluas dari penyakit kongenital yang permanen bilateral, sensorik, atau
permanen, gangguan pendengaran konduktif unilateral termasuk gangguan pendengaran
sensorineural (misalnya, neuropati pendengaran / dyssynchrony) pada bayi dirawat di NICU.
2. Protokol skrining dan skrining ulang.
3. Evaluasi audiologi diagnostic
4. Evaluasi Medis
31
5. Intervensi Dini
6. Pengawasan dan pemeriksaan di rumah
7. Komunikasi
8. Infrastruktur
Golongan beresiko tinggi menurut JCIH (2000) adalah seperti berikut :
0-28 hari
a. Riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir.
b. Infeksi masa hamil : TORCH
c. Kelainan kraniofasial trmasuk kelainan pinna dan liang telinga
d. Berat badna lahir < 1500 gram
e. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfuse tukar
f. Obat ototoksik
g. Meningitis
h. Nilai apgar score 0-4 pada menit pertama, 0-6 pada menit kelima
i. Ventilasi mekanik 5 hari atau lebih di NICU.
29 hari – 2 tahun :
a. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan
bicara, berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan.
b. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak masa anak-
anak.
c. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui
mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural, konduktif atau gangguan fungsi tuba
eustachius
d. Infeksi post natal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural termasuk
meningitis bakterialis.
e. Infeksi intrauterine TORCH
f. Faktor resiko neonates : hiperbilirubinemia
g. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif
seperti Usher Syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis.
h. Trauma Kapitis
32
i. Otitis media yang berulang atau menetap disertai efusi telinga tengah minimal 3
bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballantyne J and Govers J. Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose, and Throat.
Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 5
2. Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997
3. http://www.jludwick.com/Notes/Miscellaneous/Insurance.html
4. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002
5. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Penerbit:
EGC. Jakarta 2006.
6. Anonymous, anatomi telinga, diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30607/4/Chapter%20II.pdf
7. Bashirudin J, Hadjar E, Alviandi W, Gangguan keseimbangan, dalam buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala dan leher, edisi 6, jakarta, FKUI,
20009:95-6
8. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga,
dalam Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, edisi 6,
Jakarta: FKUI. 2010.18-22
33