ref gd editan 2

22
GRAVE’S DISEASE I. PENDAHULUAN Penyakit Graves (goiter difusa toksik) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah suatu penyakit autonium yang biasanya ditandai oleh produksi autoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus / mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati. 1,2,4,5 Hipertiroid merupakan penyakit metabolik yang menempati urutan kedua terbesar setelah diabetes melitus. Struma diffusa toksik (Graves disease) merupakan penyebab hipertiroid terbanyak pertama kemudian disusul oleh Plummer’s disease, dengan perbandingan 60% karena Graves disease dan 40% karena Plummer’s disease. 3 Graves disease (GD) pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 1

Upload: rahmawati-pompom

Post on 13-Dec-2015

265 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

graves disease

TRANSCRIPT

Page 1: ref gd editan 2

GRAVE’S DISEASE

I. PENDAHULUAN

Penyakit Graves (goiter difusa toksik) merupakan penyebab tersering

hipertiroidisme adalah suatu penyakit autonium yang biasanya ditandai oleh

produksi autoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid.

Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan

gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati

(eksoftalmus / mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.1,2,4,5

Hipertiroid merupakan penyakit metabolik yang menempati urutan kedua

terbesar setelah diabetes melitus. Struma diffusa toksik (Graves disease)

merupakan penyebab hipertiroid terbanyak pertama kemudian disusul oleh

Plummer’s disease, dengan perbandingan 60% karena Graves disease dan 40%

karena Plummer’s disease. 3

Graves disease (GD) pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825,

kemudian Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840.

Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari

berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP

Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1

dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP

Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 – 30 tahun (41,73%), tetapi

menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30 – 40 tahun.3,7,

Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1999

diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian

hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44%

– 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS

diperkirakan 0,4% populasi menderita GD, biasanya sering pada usia di bawah 40

tahun. 8

1

Page 2: ref gd editan 2

Pengobatan penderita hipertiroid sangat komplek, dan masih banyak

perbedaan pendapat dari para ahli tentang cara terbaik dalam pengobatan. Faktor

seks, umur, berat ringannya penyakit, penyakit lain yang menyertainya,

penerimaan penderita serta pengalaman dari pengelolah harus dipertimbangkan.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin membahas lebih dalam mengenai GD. 6,9,10

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya

memiliki berat 15 - 20 gram. Tiroid menyekresikan tiga macam hormon, yaitu

tiroksin (T4), triiodotironin (T3), dan kalsitonin. Secara anatomi, tiroid

merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan bilobular (kanan dan

kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan trachea tepat

dibawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang

membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida. Kelenjar tiroid dialiri

oleh beberapa arteri:4,8,9

1. A. thyroidea superior cabang dari A. Carotis communis

2. A. thyroidea inferior cabang dari A. subclavia

3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta

atau A. anonyma

Persarafan kelenjar tiroid:8

2

Page 3: ref gd editan 2

1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior

2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang

N.vagus).

3. N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita

suara terganggu (serak/stridor).

III. SINTESIS DAN SEKRESI HORMON TIROID

Sintesa dan sekresi hormon tiroid meliputi beberapa tahap yaitu:3,6,7,10

1. Yodide Trapping, yaitu penangkapan yodida oleh pompa Na+/K+ ATPase.

2. Yodida masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Yodida diubah

menjadi yodium (yodine). Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.

3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu

tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim

tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

4. Pembentukan iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)

menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin)

dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi

oleh enzim tiroperoksidase.

5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi

dihambat oleh yodida, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap

berada dalam sel folikel.

3

Page 4: ref gd editan 2

6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.

Proses ini dibantu oleh TSH.

7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,

dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari yodida. Enzim deiodinase sangat

berperan dalam proses ini.

8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan

kompleks golgi.

IV. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan

oleh thyroid-stimulating antibodies (TSAb). Antibodi ini berikatan dan

mengaktifkan TSH receptor (TSHR) pada sel tiroid yang mensintesis dan

melepaskan hormon tiroid.3,5,6

Faktor- faktor resiko antara lain : faktor genetik, faktor imunologis, infeksi,

faktor trauma psikis, penurunan berat badan secara drastis, chorionic

gonadotropin, periode post partum, kromosom X, dan radiasi eksternal.3

Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen

yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B

untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis

akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan

merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody.

Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan

aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas merupakan faktor

penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati

pada penyakit Graves.3,6,7

Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells)

dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang

berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata

dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan

4

Page 5: ref gd editan 2

Hipertiroidism

Metabolisme meningkat

Kulit teraba hangat,

berkeringat

BB turun, otot lemas

Perangsangan katekolamin

Respon simpatis meningkat

palpitasi, tremor

Inflamasi retrobulbar

Exopthalmus

Perangsangan jantung

Perangsangan saluran cerna

inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan

otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.1,2,4,6

Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi

sitokin didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan

terjadinya akumulasi glikosaminoglikans.2,4

5

Page 6: ref gd editan 2

V. MANIFESTASI KLINIK

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal

dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa

goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon

tiroid yang berlebihan.4,7 Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi

hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,

gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab,

berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare

dan kelemahan serta atrofi otot.8 Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan

infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang

ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura

palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam

mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi.6,9,10

Trias Graves yaitu struma difusa, oftalmopati, dan dermopati. Perubahan

pada mata (oftalmopati Graves), menurut the American Thyroid Association

diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :2,7,8

a. No signs or symptoms

b. Only signs (lid retraction or lag), no symptoms

c. Soft tissue involvement (periorbital edema)

d. Proptosis (>22 mm)

e. Extraocular muscle involvement (diplopia)

f. Corneal involvement

g. Sight Loss

Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga

dapat dilihat atau ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu

sebagai berikut.11

Tabel 1.1: Indeks Wayne

6

Page 7: ref gd editan 2

Tabel 1.2. Indeks wayne

7

Page 8: ref gd editan 2

Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit

dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa

penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan

utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-debar

atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 gejala

yang menonjol yaitu:2

− Nervositas

− Kelelahan atau kelemahan otot-otot

− Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

− Diare atau sering buang air besar

− Intoleransi terhadap udara panas

− Keringat berlebihan

− Perubahan pola menstruasi

8

Page 9: ref gd editan 2

− Tremor

− Berdebar-debar

− Penonjolan mata dan leher

Gejala-gejala hipertiroid ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai

beberapa tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang

penderita tidak menyadari penyakitnya.2

Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang

penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda

pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor, oncholisis, vitiligo,

pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan

pemendekan waktu refleks Achilles. Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut

sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.2,8,10

Gambar : Goiter pada Penderita Graves Disease11

Manifestasi Klinik Lain Yang Dapat di Temukan Antara Lain:

“Bruit sound” pada ujung bawah kelenjar tiroid dapat ditemukan pada

auskultasi

Pumberton’s sign: mengangkat kedua tangan ke atas, muka menjadi merah

Tremor sign: tangan kelihatan gemetaran. Jika tremor halus, diperiksa

dengan meletakkan sehelai kertas di atas tangan

9

Page 10: ref gd editan 2

Oftalmopati berupa:

Joffroy sign Tidak bisa mengangkat alis dan mengerutkan

dahi

Von Stelwag Mata jarang berkedip

Von Grave Melihat ke bawah, palpebra superior tidak

dapat mengikuti bulbus okuli sehingga antara

palpebra superior dan cornea terlihat jelas

sklera bahagian atas

Rosenbach sign Memejam mata, tremor dari palpebra ketika

mata tertutup

Moebius sign Mengarahkan jari telunjuk mendekati mata

pasien di medial, pasien sukar mengadakan

dan mempertahankan konvergensi

Exopthalmus Mata kelihatan menonjol keluar

Gambar : Eksoftalmus pada Penderita Graves Disease11

10

Page 11: ref gd editan 2

VI. Pemeriksaan Laboratorium 4,8,10,11

Kadar T4 & T3 meningkat (tirotoksikosis)

Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) berfungsi untuk menegakkan diagnosis

Grave disease.

Tes faal hati untuk monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat

antitiroid seperti thioamides.

Pemeriksaan Gula darah pada pasien diabetes, penyakit grave dapat

memperberat diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang

meningkat dalam darah

Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang

sedang aktif.

VII. PEMERIKSAAN RADIOLOGI 3,4,7,911

Foto Polos Leher Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan

pada trakea, dan mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan

kelenjar yang membesar.

Radio Active Iodine (RAI) scanning dan memperkirakan kadar uptake

iodium berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab

hipertiroid.

USG Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi

pertama pada pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan

laboratorium

CT Scan Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan

massa dari tiroid maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring, trakea

(apakah ada penyempitan, deviasi dan invasi).

11

Page 12: ref gd editan 2

MRI Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus

hipertiroid)

Radiografi nuklir dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga

sebagai terapi.

VIII. Penatalaksanaan Graves

Faktor utama yang berperan dalam patogenesis terjadinya sindrom penyakit

Graves adalah proses autoimun, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan

untuk mengontrol keadaan hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis

pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves, yaitu: Obat anti

tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif. Pilihan pengobatan tergantung

pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya

struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta

penyakit lain yang menyertainya.

1. Obat – obatan

a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol.

Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan

dengan nama metimazol dan karbimazol. Dosis obat antitiroid dimulai dengan

300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60 mg per hari untuk

MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap

24 jam.

b. Obat Golongan Penyekat Beta

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat

bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis

(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas

melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik,

obat penyekat beta ini juga dapat, meskipun sedikit, menurunkan kadar T3

12

Page 13: ref gd editan 2

melalui penghambatannya terhadap konversi T4 ke T3. Dosis awal propranolol

umumnya berkisar 80 mg/hari.8,10,11

2. Terapi Yodium Radioaktif

Pengobatan dengan yodium radioaktif (131I).Respons yang terjadi sangat

tergantung pada jumlah 131I yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar

tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam waktu

2 – 6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun.131I dengan cepat dan sempurna

diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi

di dalam kelenjar tiroid.10,11

Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah

hipotiroidisme.Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;

makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian

hipotiroidisme.10

Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 μCi/g berat jaringan

tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun

pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.10

3. Pembedahan

Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada struma yang besar.

Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan

pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu, selama 2 minggu

pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari,

yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah

operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa

banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat. Tiroidektomi total biasanya tidak

dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves yang progresif dan

berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan, dikhawatirkan

akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2 – 3 gram jaringan

tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen

tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves.Hipoparatiroidisme

13

Page 14: ref gd editan 2

dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi pembedahan

yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.8,10,11

Krisis tiroid (Thyroid storm) merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala

tirotoksikosis yang berat sehingga dapat mengancam kehidupan penderita.10

IX. RINGKASAN

Penyakit Graves (goiter difusa toksik) yang merupakan penyebab

terseringhipertiroidisme adalah suatu penyakit autoimun. Penyakit ini mempunyai

predisposisi genetik yang kuat dimana lebih banyak ditemukan pada wanita

dibanding pria, terutama pada usia 20 – 50 tahun. Gambaran klinik klasik dari

penyakit graves struma difusa, oftalmopati, dan dermopati. Pada anak-anak,

terjadi peningkatan pertumbuhan dan percepatan proses pematangan tulang. Pada

penderita usia tua (>60 tahun), manifestasi klinis yang lebih mencolok terutama

adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati, ditandai dengan adanya palpitasi,

dyspnea d’effort, tremor, nervous dan penurunan berat badan.

Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit grave adalah FT4, T3, dan

TSH. Bila T3 dan T4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya

ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.

Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) jarang

dilakukan. Komplikasi: Krisis tiroid (Thyroid storm) adalah eksaserbasi akut yang

dapat mengancam jiwa penderita hipertiroidisme.

Ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit

Graves, yaitu: Obat anti tiroid, Terapi Yodium Radioaktif dengan (I131)dan

Pembedahan dengan Tiroidektomi. Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan

terhadap hipertiroidisme (menghambat produksi hormon, menghambat pelepasan

hormon dan menghambat konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid,

penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatik (koreksi

cairan, elektrolit dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001: hal 263 – 265

14

Page 15: ref gd editan 2

2. Djokomoeljanto.Tirotoksikosis-Penyakit Graves.Dalam Tiroidologi klinik

Edisi 1. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2007. Hal

220-281

3. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa

Prof.Dr.Ahmad H. Asdie, Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000:

hal 2144 – 2151

4. Lembar S, Hipertiroidisme Pada Neonatus Dengan Ibu Penderita Grave’s

Disease, Majalah Kedokteran Atma Jaya, Vol 3, No.1, Jakarta, 2004: hal

57 – 64

5. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media

Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1999: hal 594 – 598

6. Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1996: hal 725 – 778

7. Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih

Bahasa Anugerah P., Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995: hal 1049 – 1058, 1070 –

1080

8. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan

Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI: Seri Endokrinologi-Metabolisme,

Edisi

9. Stein JH, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Nugroho E,

Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000: hal 606 – 630

10. Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment

Pengelolaan Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001: hal 1 – 5

11. Weetman P. A., Grave’s Disease. The New England Journal of

Medicine.Massachusetts Medical Society. 2000.

15