rds

25
1. RDS (Respiratiry Distress Syndrome) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007). Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2005). Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam

Upload: rifka-suma

Post on 10-Feb-2016

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jkjkjkjkk

TRANSCRIPT

Page 1: Rds

1. RDS (Respiratiry Distress Syndrome)

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada

waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu

ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa

kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan

anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain.

Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.

RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease

merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas.

Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang

dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).

Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan

sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan

permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak,

2005).

Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping

hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam

pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda

lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran

(Bobak, 2005).

Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid

dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi

hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun

menjadi 1%. Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian

RDS.

 Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),

merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang

lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,

edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam

Page 2: Rds

alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan

kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10%

didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et

al,2001).

Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak

digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS didapatkan kurang dari

6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead

pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS.

Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran,

karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi

konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan

(Willkinson,1985), surfaktan dari cairan amnion manusia ( Merrit,1986), dan surfaktan dari

sejenis lembu/bovine (Enhoring,1985) dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan.

Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan

pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

1.2. Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

Dapat menerapkan asuhan keperawatan anak yang aman dan efektif pada bayi baru lahir

yang beresiko tinggi (High Risk Newborn).

1.2.2. Tujuan Khusus

a.         Mengetahui kebutuhan dan masalah keperawatan bayi baru lahir yang beresiko tinggi.

b.        Mengetahui diagnosa keperawatan pada bayi baru lahir yang beresiko tinggi.

c.         Mengetahui cara menyusun rencana keperawatan pada bayi baru lahir yang beresiko tinggi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda

takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk

pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan

Page 3: Rds

besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA

(Stark 1986).

Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas

berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi

oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata

pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya

hyaline membran pada saat otopsi.

Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress

syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama

akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak

menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering

kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2005).

Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dari

sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot

Stables, 2005).

2.2. Etiologi

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.

Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan,

makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan

pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan

biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli

tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum

berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.

Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena

ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom

ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah

pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH),

2.3. Patofisiologi

Page 4: Rds

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh

alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana

dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan

mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut

menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)

menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan

terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.

          

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,

lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap

mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna

kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi

untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian

distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan

desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik

karena adanya defisiensi surfaktan ini.

                              

Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan

keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan

bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran

hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai

membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini

adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang

dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia

(BPD).

Page 5: Rds

2.4. Pencegahan RDSTindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko

tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang

tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan

dan kelahiran bayi resiko tinggi.

Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:

  Mencegah kelahiran < bulan (premature).

  Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.

  Management yang tepat.

  Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.

  Optimalisasi kesehatan ibu hamil.

  Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.

  Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol)               relaksasi uterus

Page 6: Rds

Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml)

Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl

diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak

jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan

  „ Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian,

deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian)

  „ Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik                  pengukuran

rasio lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function)

2.5. Manifestasi Klinis

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat

maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang

ditujukan.

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan

selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat

fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur

segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung,

grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama

setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS

yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua,

bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara

terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan

aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih

opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat,

seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Page 7: Rds

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0 1 2

Frekuens

i Nafas

< 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit

Retraksi Tidak ada

retraksi

Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap

walaupun diberi

O2

Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan

stetoskop

Dapat didengar

tanpa alat bantu

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe

Skor < 4 gangguan pernafasan ringan

Skor 4 – 5 gangguan pernafasan sedang

Skor > 6 gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah

harus dilakukan)

2.6.    Penunjang / Diagnostik

Laboratory Evaluation for Respiratory Distress in the Newborn

Test Indication

Blood culture May indicate bacteremia Not helpful initially because results may

take 48 hours

Blood gas Used to assess degree of hypoxemia if arterial sampling, or

acid/base status if capillary sampling (capillary sample usually

used unless high oxygen requirement)

Blood glucose Hypoglycemia can cause or aggravate tachypnea

Chest radiography Used to differentiate various types of respiratory distress

Page 8: Rds

Complete blood

count with

differential

 Leukocytosis or bandemia indicates stress or infection

Neutropenia correlates with bacterial infection

Low hemoglobin level shows anemia

High hemoglobin level occurs in polycythemia

Low platelet level occurs in sepsis

Lumbar puncture If meningitis is suspected

Pulse oximetry Used to detect hypoxia and need for oxygen supplementation

2.7. Penatalaksanaan

Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi

masalah kegawatan pernafasan meliputi :

1)  Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.

2)  Mempertahankan keseimbangan asam basa.

3)  Mempertahankan suhu lingkungan netral.

4)  Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.

5)  Mencegah hipotermia.

6)  Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :

a.       Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak

dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %

  Pantau selalu tanda vital

  Jaga kepatenan jalan nafas

  Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

b. Jika bayi mengalami apneu

Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan

Lakukan penilaian lanjut

c. Bila terjadi kejang potong kejang

Page 9: Rds

d. Segera periksa kadar gula darah

e. Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan

kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau

menajemen lanjut:

Gangguan nafas ringan

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir

tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi

setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa

pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda

awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang

 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat

diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.

Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi

kemungkinan besar sepsis.

o    Suhu aksiler <> 39˚C

o    Air ketuban bercampur mekonium

o    Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)

Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai

ulang setelah 2 jam:

Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika

untuk terapi kemungkinan besar seposis

Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut

diatas.

Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam

Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi

untuk kemungkinan besar sepsis

Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang

pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras

dengan memakai salah satu cara pemberian minum

Page 10: Rds

Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak

kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal

di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.

Gangguan nafas berat

Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.

Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk

kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah

sakit rujukan.

Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan

salah satu cara alternatif pemberian minuman.

 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian

O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:

  Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder

  Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru

  Fenobarbital

  Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen

  Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari

pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)

Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah

pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan

amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).

          

2.8. Komplikasi Penyakit

Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi

kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema

intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi,

apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan penyakit karena keadaan

penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi

Page 11: Rds

dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat

respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan

intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS

dengan ventilasi mekanik.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi

dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD):

merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa

gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan

pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.

Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan

fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya

hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

2.9. Asuhan KeperawatanPengkajian

A. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan

mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat,

hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara

nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan

pernapasan dalam.

Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari

penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi

meliputi:

1) Frekuensi nafas

Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda

lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis

metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan

insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada

hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

Page 12: Rds

2) Mekanika usaha pernafasan

Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding

dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke

atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha

pernafasan.

3) Warna kulit/membran mukosa

Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled),

tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

   Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:

1) Frekuensi jantung dan tekanan darah

Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam,

hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

2) Kualitas nadi

Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi

perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran

darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk

dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.

   Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:

1)    Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)

2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan jantung

kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.

Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.

3)    Perfusi pada otak dan respirasi

Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada

iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang

dan dilatasi pupil.

Page 13: Rds

2.10. Diagnosa Keperawatan

1)    Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau

berkurangnya jumlah cairan surfaktan.

2)    Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas

dan obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang tepat.

3)    Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator,

tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.

4)    Resiko injuri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan asam basa; O2 dan CO2 dan

barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.

5)    Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan hospitalisasi, sekunder dari situasi

krisis pada bayi.

6) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang tidak disadari

(insensible water loss).

7) Intake nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, maturitas

gastrik menurun dan kurangnya absorpsi.

2.11. Intervensi Keperawatan

Dx. 1 Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular, defisiensi surfaktan dan

ketidakstabilan alveolar.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.

KH:

  Jalan nafas bersih

  Frekuensi jantung 100-140 x/i

  Pernapasan 40-60 x/i

  Takipneu atau apneu tidak ada

  Sianosis tidak ada

Intervensi

a.       Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan leher

sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’

Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.

Page 14: Rds

b.       Hindari hiperekstensi leher

Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.

c.      Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali tanda-tanda distres

misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.

Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya distres

pernafasan.

d.      Lakukan penghisapan

Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang

endotrakeal.

d.      Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan

Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.

f.      Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan

Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar

g.     Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.

Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.

h.      Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan oksigen

Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.

Dx 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan

sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola

nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.

Tujuan :

-         Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)

-         Pasien bebas dari dispneu

-         Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

-         Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Tindakan :

Independen

-         Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya

Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas

Page 15: Rds

-         Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus

Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat

meningkatkan fremitus

-         Catat karakteristik dari suara nafas

Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga

karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas

-         Catat karakteristik dari batuk

Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas.

Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent

-         Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu

Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten

-         Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada

indikasi

Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi

paru

-         Peningkatan oral intake jika memungkinkan

Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum

Kolaboratif

-         Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi

Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen

-         Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi

Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret

-         Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi

Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan

-         Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik

Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan

ventilasi

Diagnosa 3. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi

dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.

Tindakan :

Independen

Page 16: Rds

-         Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas

Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas

-         Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan

wheezing

Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan

cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli

– kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas

-         Kaji adanya cyanosis

Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda

cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis

perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.

-         Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat

Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium

-         Berikan istirahat yang cukup dan nyaman

Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen

Kolaboratif

-         Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi

Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai

-         Berikan pencegahan IPPB

Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi

-         Review X-ray dada

Memperlihatkan kongesti paru yang progresif

-         Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan

ekspektorant

Untuk mencegah ARDS

Page 17: Rds

BAB III

PENUTUP3.1 Kesimpulan

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau

tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane

Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).

3.2 Saran

Semoga Makalah ni dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat

diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik