rasio serat kolagen tipe iii/tipe i lebih rendah dan...

41
TESIS RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN KEKUATAN TENSILE LEBIH TINGGI PADA KESEMBUHAN CEDERA TENDON ACHILLES KELINCI YANG DIBERIKAN ASTAXANTHIN I KOMANG AGUS KRISNA SAPUTRA PROF. DR.DR. PUTU ASTAWA, SP.OT(K), M.KES PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

Upload: others

Post on 17-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

TESIS

RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH

DAN KEKUATAN TENSILE LEBIH TINGGI PADA

KESEMBUHAN CEDERA TENDON ACHILLES KELINCI

YANG DIBERIKAN ASTAXANTHIN

I KOMANG AGUS KRISNA SAPUTRA

PROF. DR.DR. PUTU ASTAWA, SP.OT(K), M.KES

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 2: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

ii

ABSTRAK

RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN

KEKUATAN TENSILE LEBIH TINGGI PADA KESEMBUHAN CEDERA

TENDON ACHILLES KELINCI YANG DIBERIKAN ASTAXANTHIN

Cedera pada tendon bervariasi dari cedera minor yang memiliki risiko relatif

minimal terhadap aktivitas sehari – hari, sampai dengan robekan pada tendon

yang memerlukan tindakan pembedahan. Komplikasi yang sering terjadi akibat

cedera tendon ini adalah terjadinya gangguan mekanis. Proses inflamasi dan

pembentukan radikal bebas dapat memperburuk kapasitas penyembuhan tendon

setelah cedera. Penggunaan kolagen kuat seperti astaxanthin merupakan salah satu

agen yang bisa dimanfaatkan untuk membantu penyembuhan tendon. Penelitian

ini bertujuan untuk membuktikan pemberian astaxanthin dapat menurunkan rasio

serat kolagen tipe III/tipe I dan meningkatkan kekuatan tensile pada kesembuhan

tendon.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan

rancangan post-test only control group design dengan subjek kelinci. Sebanyak 18

subyek penelitian yang memenuhi persyaratan inklusi penelitian secara random

dikelompokkan menjadi kelompok perlakuan dan kontrol. Kelompok kontrol

adalah kelompok yang tidak diberikan astaxanthin setelah tendon achillesnya

diputus secara tajam dan dijahit sedangkan pada kelompok perlakuan adalah

kelompok yang diberikan astaxanthin setelah tendon achillesnya diputus secara

tajam dan dijahit

Analisis statistik dengan menggunakan uji parametrik independent t-test

didapatkan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan dan

kontrol pada variabel rasio kolagen III/I dan kekuatan tensile tendon. Rasio

kolagen III/I pada tendon Achilles kelinci yang mendapatkan perlakuan

astaxanthin lebih kecil dibandingkan dengan kelompok tanpa perlakuan dan hal

ini ditunjukkan dari nilai p = 0,000 (p<0,05). Analisis statistik juga menunjukkan

kekuatan tensile tendon Achilles kelinci yang diberikan astaxanthin lebih besar

dibandingkan dengan kelompok tanpa perlakuan dan hal ini ditunjukkan dari nilai

p = 0,044 (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh astaxanthin terhadap

rasio kolagen III/I dan kekuatan tensile tendon achilles kelinci.

Hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa pemberian astaxanthin pada

cedera tendon achilles dapat menurunkan rasio kolagen III/I sehingga sintesis

kolagen tipe I lebih banyak dibandingkan dengan tipe III dan dapat membantu

meningkatkan kekuatan tensilenya.

Kata kunci: Astaxanthin, Cedera Tendon Achilles Kelinci, Rasio Kolagen III/I,

Kekuatan Tensile,

Page 3: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

ABSTRACT

LOWER RATIO OF COLLAGEN’S FIBER TYPE III/TYPE I AND

HIGHER TENSILE STRENGTH IN HEALING ACHILLES TENDON IN

RABBIT WITH ASTAXANTHIN

Injuries to the tendons vary from minor injuries that have a relatively minimal risk

to the daily activities - day, up to a tear in the tendon that requires surgery.

Complications are common due to a tendon injury this is the occurrence of

mechanical disturbances. Inflammatory process and formation of free radicals can

worsen the capacity of tendon healing after injury. The use of potent antioxidants

like astaxanthin as an agent that can be used to help tendon healing. This study

aims to prove the administration of astaxanthin can reduce the ratio of fibers of

collagen tipe III/tipe I and increase the tensile strength of the tendon healing.

This study is an experimental research design using post-test only control

group design with the subject rabbits. A total of 18 research subjects who meet the

inclusion requirements of the study were randomly divided into treatment and

control groups. The control group is the group that was not given astaxanthin after

tendon achillesnya sharply cut and sewn, while the treatment group was given

astaxanthin group after tendon achillesnya sharply cut and sewn

Statistical analysis using parametric tests independent t-test found a

significant difference between treatment and control groups on a variable ratio of

collagen III/I and the tensile strength of the tendon. The ratio of collagen type

III/type I of the Achilles tendon rabbit which receive treatment of astaxanthin is

smaller compared with the untreated group and this is shown on the value of p =

0.000 (p <0.05). Statistical analysis also showed a tensile strength of rabbit

Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated group and this is

shown on the value of p = 0.044 (p <0.05). This shows the influence of

astaxanthin on the ratio of collagen type III/type I and tensile strength rabbit

achilles tendon after injury.

The result of the above calculation shows that the administration of

astaxanthin on the Achilles tendon injury can reduce the ratio of collagen type

III/type I so that the synthesis of type I collagen higher than the type III and thus

can help improve the tensile strength.

Keywords: Astaxanthin, Rabbit’s Achilles Tendon Injuries, Ratio of Collagen

III/I, Tensile Strength

Page 4: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tendon merupakan organ yang menghubungkan otot dengan tulang

dan memungkinkan transmisi kekuatan yang dihasilkan oleh otot ke tulang

yang menghasilkan pergerakan sendi. Sebagian besar cedera pada tendon

terjadi di daerah yang dekat dengan sendi, seperti bahu, siku, lutut, dan

pergelangan kaki. Cedera pada sendi yang disertai dengan robekan sebagian

atau keseluruhan dari tendon terjadi sebanyak 45% dari semua cedera

muskuloskeletal tiap tahunnya (Woo, 2000; Hildebrand dkk, 2005). Cedera

pada tendon cukup sering terjadi dengan persentase kejadian 30% - 50%

dari semua cedera. Cedera ini terutama terjadi akibat kecelakaan kerja,

kecelakaan lalu lintas ataupun cedera akibat olah raga (Jarvinen dkk, 2005).

Cedera pada tendon bervariasi dari cedera minor yang memiliki

risiko relatif minimal terhadap aktivitas sehari – hari, sampai dengan

robekan pada tendon yang memerlukan tindakan pembedahan. Komplikasi

yang sering terjadi akibat cedera tendon ini adalah terjadinya gangguan

kelenturan, kekakuan dan berkurangnya kekuatan tendon itu sendiri. Pada

akhirnya fungsi tendon sebagai buffer serta sifat viskoelastiknya untuk

mengurangi kerusakan otot akan menurun sehingga pergerakan dan fungsi

proteksinya menjadi terbatas (Jarvien, 2005; Hildebrand dkk, 2005;Gianotti,

2015)Tujuan utama penyembuhan tendon adalah untuk mengembalikan

fungsi mekanisnya (gliding function). Tendon memiliki kapasitas

regeneratif spontan yang buruk setelah cedera sehingga sulit untuk

mendapatkan kembali fungsi biologis dan biomekanis seperti sebelum

cedera (Gianotti, 2015). Hal ini disebabkan karena adanya perlengketan dan

pembentukan jaringan parut yang menghambat proses regeneratif tendon.

Pada proses penyembuhan tendon, terjadi perubahan dalam tipe dan

distribusi jaringan kolagen yang terbentuk. Terdapat peningkatan rasio

kolagen tipe III/tipe I dimana terjadi peningkatan sintesis kolagen tipe III

dibandingkan dengan tipe I. Kolagen tipe III yang terbentuk lebih banyak

dan lebih tipis dibandingkan dengan tipe I serta cross-link serat kolagen

yang terbentuk hanya 45% dan kebanyakan imatur (Woo, 2000; Bauge dkk,

2015). Menurut Maffulli (2005) dan Bauge et al (2014), sintesis kolagen

tipe I pada tendon yang mengalami cedera grade III akan mengalami

penurunan dan diganti dengan peningkatan sintesis kolagen tipe III seiring

dengan ekspansi jaringan granulasi dan proses remodeling sehingga rasio

kolagen tipe III/tipe I meningkat dan terjadi substitusi kolagen ke arah

pembentukan jaringan parut dan fibrosis. Pembentukan jaringan parut pada

tendon dapat menimbulkan adhesi dan penurunan kekuatan tensile sampai

dengan 20% (Woo, 2000;Maffulli, 2005;Romani, 2010).

Dalam fase penyembuhan tendon banyak molekul yang ikut

berperan. Cedera yang terjadi pada tendon dapat memicu terbentuknya

radikal bebas seperi hidrogen peroxida dan pelepasan mediator inflamasi

Page 5: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

3

seperti TNF-, IL-1, IL-6 dan IL-10. Radikal bebas yang terbentuk dapat

mengaktivasi enzim metalloproteinase, dan meningkatkan ekspresi PGE2

sehingga dapat mendegradasi matriks kolagen tendon yang terbentuk.

Proses inflamasi ini juga dapat memicu pelepasan growth factor seperti

TGF-1 yang dapat menginduksi infiltrasi dramatis tenosit dan fibroblast

sehingga terjadi reorganisasi ekstensif kolagen. Proporsi kolagen tipe III

yang terbentuk lebih banyak daripada tipe I akibat efek inhibisi PGE2

terhadap sintesis kolagen I dan peningkatan ekspresi mRNA kolagen tipe III

(Bauge dkk, 2015).

Tendon yang tersusun atas matrix terdegradasi dengan proporsi

kolagen dominan tipe III ini akan lebih fibrotik dan memiliki kualitas serta

komponen mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan yang normal

sehingga kekuatan tensilenya menurun (Woo, 2000; Annemarie dkk, 2005;

Maffulli, 2005;Romani, 2010; Bauge dkk, 2014).

Berbagai metode telah dilakukan untuk mengembalikan fungsi

tendon setelah cedera. Pilihan terapi dapat non operatif maupun operatif

dengan repair atau tanpa graft yang diikuti dengan imobilisasi atau

mobilisasi terkontrol. Beberapa metode tersebut secara biokimia dan

biomekanik gagal kembali ke fungsi normal sehingga para peneliti

memfokuskan modalitas terapi pada kualitas dan akselerasi penyembuhan

tendon setelah cedera. Modalitas yang dikembangkan dapat berupa

penggunaan growth factors atau substansi yang dapat mempengaruhi

ekspresi growth factors, gene transfer ataupun cell therapies (Aro, 2014;

Bauge, 2014). Antioksidant merupakan salah satu agen suplementasi yang

memiliki kemampuan anti-inflamasi kuat yang berguna untuk membantu

proses penyembuhan cedera pada tendon.

Penggunaan kolagen kuat seperti astaxanthin pada cedera tendon

dapat membantu mengurangi stress oksidatif akibat terbentuknya ROS oleh

mithokondria yang dapat membantu proses penyembuhan pada cedera.

Stress oksidatif dapat mengganggu proses penyembuhan. Sel fibroblast

tendon akan membentuk komponen kolagen matriks ekstraseluler yang

tidak terorganisir berupa peningkatan proliferasi dari kolagen tipe III serta

cross-link serat kolagen matur yang rendah sehingga tendon yang terbentuk

akan lebih fibrotik, stiff, memiliki modulus yang lebih rendah serta

distribusi load bearing yang tidak merata (Chamberlain dkk, 2009; Mizuta

dkk, 2014). Hal ini menyebabkan penurunan komponen mekanik tendon

sampai 56,7% dari normal sehingga sangat rentan terhadap ruptur kembali

(Maffulli, 2005;Chamberlain dkk, 2009).

Dengan pemberian kolagen seperti astaxanthin selama masa

penyembuhan, selain dapat mencegah atau menetralisir ROS yang

terbentuk, ia juga akan membantu meregulasi ekspresi gen yang

berhubungan dengan oksidasi, sitokin, kolagen, dan growth factors (Naito

dkk, 2008). Pada robekan komplit tendon, terjadi suatu rangkaian proses

pembentukan neotendon yang memiliki karakteristik lebih fibrotik

dibandingkan jaringan normal. Antioksidant seperti astaxanthin memiliki

efek penekanan terhadap ekspresi MMP, PGE2 serta growth factor seperti

TGF-β sehingga proses fibrosis dalam penyembuhan cedera tendon bisa

ditekan (Naito dkk, 2008; Yilgor dkk, 2012; Mizuta dkk, 2014; Bauger dkk,

2014). Namun penelitian terhadap pengaruh kolagen astaxanthin terhadap

penyembuhan tendon secara kualitatif masih sangat kurang.

Page 6: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

4

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

astaxanthin terhadap rasio serat kolagen tipe III/tipe I dan kekuatan tensile

pada kesembuhan tendon yang pada penelitian ini digunakan tendon

Achilles kelinci.

1.2 Rumusan masalah

Untuk membuktikan astaxanthin berperan dalam penyembuhan tendon

maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah rasio serat kolagen tipe III/tipe I pada kesembuhan tendon

Achilles kelinci yang mengalami cedera yang diberikan Astaxanthin

lebih rendah daripada yang tidak diberikan Astaxanthin?

2. Apakah kekuatan tensile pada kesembuhan tendon Achilles kelinci

yang mengalami cedera yang diberikan Astaxanthin lebih tinggi

daripada yang tidak diberikan Astaxanthin?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh Astaxanthin terhadap penyembuhan cedera

tendon Achilles kelinci.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Membuktikan rasio serat kolagen tipe III/tipe I pada kesembuhan

cedera tendon Achilles kelinci yang diberikan Astaxanthin lebih

rendah daripada yang tidak diberikan Astaxanthin.

2. Membuktikan kekuatan tensile pada kesembuhan cedera tendon

Achilles kelinci yang diberikan Astaxanthin lebih tinggi daripada yang

tidak diberikan Astaxanthin.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah: sebagai dasar pertimbangan untuk pengembangan

penelitian lebih lanjut tentang aspek biomolekular pada cedera tendon

dan terapi yang diberikan untuk meningkatkan fungsi optimal tendon

setelah penyembuhan.

2. Manfaat klinis: sebagai acuan oleh para klinisi khususnya dokter

orthoped dalam memilih terapi terhadap kesembuhan tendon setelah

cedera secara kualitatif.

3. Manfaat sosial: memberi pengetahuan kepada masyarakat umum

bahwa pemberian astaxanthin membantu penyembuhan tendon secara

kualitatif.

Page 7: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tendon

2.1.1 Tendon Manusia

2.1.1.1 Anatomi

Tendon yang sehat berwarna putih dan memiliki tekstur fibroelastik.

Bentuknya pun bisa bervariasi dari bentuk tali bulat, sabuk straps, sampai

bentuk pita pipih. Dalam jaringan matriks ekstraselular, element tendon

mengandung 90 – 95% tenoblast dan tenosit. Tenoblast adalah sel – sel

tendon yang imatur yang berbentuk spindel, memiliki organel sitoplasmik

yang banyak yang mencerminkan aktivitas metabolik yang tinggi. Ketika

tenoblast ini matur, ia akan elongasi dan membentuk tenosit yang memiliki

rasio nukleus ke sitoplasma yang lebih rendah dibandingkan tenoblast

dengan aktivitas metabolik yang lebih rendah pula. Sedangkan sisa 5 – 10 %

elemen seluler tendon terdiri dari kondrosit pada bagian perlekatan dengan

tulang dan bagian insersi, sel sinovial pada pembungkus tendon, dan sel –

sel vaskular termasuk sel endotel kapiler dan otot polos arteriol (Sharma P;

Mafulli N, 2005; Maffulli dkk, 2005).

Tendon berbeda dengan jaringan konektif lainnya di mana lebih

banyak mengandung kolagen tipe I. Tendon memiliki 9% sampai 12%

kolagen tipe III yang lebih selular daripada tipe I. Kolagen tipe III

ditemukan pada fibrokartilago di attachment zone of tendon (OTJ) dan juga

berada pada tendon yang membungkus tonjolan tulang (Maffulli, 2005).

Konsumsi oksigen tendon 7,5 kali lebih rendah dibandingkan otot rangka.

Tingkat metabolisme yang rendah dan kapasitas pembentukan energi secara

anaerob yang cukup baik sangat penting untuk membawa beban dan

mempertahankan tekanan dalam waktu yang lama, mengurangi risiko

iskemia dan nekrosis. Tapi, akibat tingkat metabolisme yang rendah maka

penyembuhannya pun menjadi lambat setelah mengalami cedera. Sekitar

70% tendon terdiri dari air dan 30% terdiri dari massa tendon itu sendiri

yang terdiri dari kolagen tipe I sebanyak 65 – 80% dan elastin sebanyak 2%.

Serat – serat kolagen ini tersusun bertingkat kompleksitasnya secara hierarki

mulai dari tropokolagen yang menyatu membentuk fibril, fiber (primary

bundles), fasikula (secondary bundles), tertiary bundles, dan tendon itu

sendiri. Epitenon merupakan jaringan ikat pembungkus halus yang

mengandung pembuluh darah, limfatik, dan suplai saraf ke tendon serta

membungkus seluruh tendon dan masuk ke dalamnya antara tertiary

bundles sebagai endotendon. Endotendon merupakan jaringan ikat dengan

sistem retikular tipis di setiap fiber. Epitenon di superfisial diselimuti oleh

paratenon yang merupakan jaringan ikat longgar areolar yang mengandung

fibril kolagen tipe I dan III, beberapa fibril elastik dan deretan sel – sel

sinovial (Sharma P, 2005; Mafulli N, 2005;James et al, 2008). Pembungkus

tendon sinovial ditemukan di area yang memiliki stress mekanik yang tinggi

seperti di tangan dan kaki dimana diperlukan lubrikasi yang efisien.

Pembungkus sinovial ini terdiri dari pembungkus fibrus di bagian luar yang

berfungsi sebagai fulcrums untuk membantu fungsi tendon dan pembungkus

sinovial di bagian dalam yang terdiri dari lembaran – lembaran visceral dan

parietal yang berfungsi sebagai membran ultrafiltrasi untuk membentuk

cairan sinovial (Sharma P, 2005; Mafulli N, 2005).

Page 8: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

9

Pembentukan Kolagen

Kolagen merupakan salah satu struktur protein penting pada

vertebrata. Unit struktural dari kolagen adalah tropokolagen, protein yang

tipis dan panjang (280 nm) dan dengan lebar 1.5 nm yang utamanya

mengandung kolagen tipe I. Tropokolagen dibentuk dalam sel fibroblast

sebagai prokolagen, yang kemudian disekresikan dan dipecah di

ekstraselular menjadi kolagen.

Karakteristik kolagen adalah terdapat sedikitnya satu triple-helical

domain yang terdiri dari rantai polypeptida dengan sekuen Gly-X-Y (Bode,

Michaela, 2000). Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang sama atau

identik yaitu rantai alpha dengan 33% glisin di setiap posisi ketiga, 15%

hidroxiprolin dan 15% residu lisin pada posisi X dan Y. Glisin

meningkatkan stabilitas dengan membentuk ikatan hidrogen di antara 3

rantai. Kolagen juga mengandung 2 asam amino hidroksiprolin dan

hidroksilisin yang jarang ditemukan pada protein lainnya (Bode &

Michaela, 2000).

Biosintesis kolagen dimulai dengan proses transkripsi gen

prokolagen dan pembentukannya di dalam sel mRNA untuk setiap

polipeptida rantai alpha. Polipeptida rantai alpha dipasang pada poliribosom

yang terikat pada membran retikulum endoplasmik yang kasar. Kemudian

polipeptida tersebut disuntikan ke dalam sisterna sebagai molekul

preprokolagen. Sinyal peptida pada rantai akhir aminoterminal dipotong

oleh signal peptidase setelah translokasi melewati retikulum endoplasmik

kasar dan membentuk prokolagen. Kemudian prokolagen akan keluar

menuju matriks ekstraseluler dan propeptida kolagen fibrilar akan

membelah dan kolagen akan dibentuk menjadi fibril dan terjadi cross-link

antara hidroksiprolin dan lisin residual. Sekitar setengah dari prolin dan

beberapa lisin terhidroksilasi, tepat sebelum rantai memuntir menjadi triple

helix untuk membentuk prokolagen. Enzim yang memediasi memerlukan

besi dan vitamin c sebagai kofaktor (O’Brien, 2008).

Crosslinks

Cross-linking kolagen sangat penting untuk kekuatan tensile dan

kekuatan mekanik jaringan karena dapat meningkatkan resistensi serat

kolagen terhadap proteolisis (Bode & Michaela, 2000;Trevor dkk,

2000;Annemarie dkk 2005;Yilgor, 2012). Molekul kolagen yang baru saja

disintesis distabilisasi oleh crosslink, tetapi jumlahnya menurun saat

maturasi. Crosslink yang nonreducible ditemukan dalam kolagen matang,

yang mana lebih kaku, kuat dan matang. Reduksi dari crosslink

menghasilkan fiber kolagen yang sangat lemah dan rapuh (Maffulli dkk.,

2005).

Terdapat dua jalur enzimatik cross-linking dari kolagen fibrilar yaitu

jalur alisin aldehid dimana residu lisin dalam telopeptida kolagen diubah

menjadi lisin aldehid, dan hidroksilisin dimana residu hidroksilisin dalam

telopeptida kolagen diubah menjadi hidroxilisin aldehid. Rute alisin terjadi

saat Cross-linking ini terbentuk melalui oksidasi deaminasi dari group etha-

amino lisin yang bereaksi dengan aldehid pada satu titik spesifik dalam

triple helix untuk membentuk di-,tri- atau tetrafungsional cross-link. Pada

tulang dan tendon, kolagen sebagian besar mengalami cross-linking melalui

Page 9: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

10

jalur hidroksialisin, sedangkan jalur lisin kebanyakan terjadi pada kulit,

kornea dan sklera (Bode, 2000; Annemarie, 2005).

Crimp

Fibril kolagen dalam posisi istirahat, tanpa tegangan, adalah tidak

lurus tapi bergelombang atau berkerut. Kerutan menandakan bentukan

sinusoid regular dalam matriks. Kerutan merupakan tanda dari tendon.

Periodositas serta amplitudo kerutan merupakan struktur spesifik yang

dievaluasi paling baik di bawah sinar terang. Kerutan memberikan buffer

yang merupakan perpanjangan longitudinal tipis yang dapat muncul tanpa

kerusakan fibrous, sehingga bekerja sebagai penahan guncangan di

sepanjang jaringan (Maffulli dkk., 2005).

Gambar 2.1 Anatomi Tendon (Hierarchical organization of Collagen

within the tendon, Thorpe (2013))

Elastin

Elastin merupakan protein matriks ekstraseluler yang

merupakan substansi penting dalam elastisitas tendon. Protein ini

tidak mengandung banyak hidroksiprolin atau lisin, tetapi kaya akan

glisin dan prolin. Elastin memiliki banyak valine dan mengandung

desmosin dan isodesmosin, yang membentuk crosslink antara

polipeptida tetapi tidak hidroksilisin. Elastin tidak membentuk heliks

dan sifatnya hidrofobia. Panjang elasin biasanya kurang dari 1 mm,

tidak memiliki periodisitas dan memerlukan pewarnaan spesial.

Sangat kecil elastin ditemukan pada penyembuhan luka (Mithieux,

Weiss, 2005).

Sel

Tenosit dan tenoblas terdapat di antara serat – serat kolagen

sepanjang axis panjang tendon. Tenosit pipih dan runcing, berbentuk

spindle longitudinal. Tenosit tersusun dengan baik pada deretan di

antara fibril kolagen. Tenosit dan tenoblast membentuk jaringan tiga

dimensi memanjang melewati matriks ekstraselular. Tenoblast

berbentuk spindel atau sel bintang dengan nukleus yang panjang,

meruncing dan pipih. Tenoblast merupakan sel tendon imatur

Page 10: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

11

berbentuk spindel yang mengandung banyak organel sehingga

mencerminkan aktivitas metabolik yang tinggi. Tenosit dan

Tenoblast membentuk 90 sampai 95% elemen seluler tendon,

sedangkan elemen lainnya mengandung kondrosit, sel sinovial dan

sel endotel (Bauge dkk, 2015).

2.1.1.2 Vaskularisasi

Tendon menerima suplai darah dari 3 sumber yaitu sistem intrinsik

pada myotendinous junction, osteotendinous junction dan sistem ekstrinsik

melalui paratenon atau pembungkus sinovial (Sharma P, 2005; Mafulli N,

2005; James et al, 2008;). Rasio suplai darah dari sitem intrinsik dan

ekstrinsik bervariasi dari tendon ke tendon. Pada tendon yang berselimut,

cabang dari pembuluh darah utama melewati vincula (mesotenon) untuk

mencapai lembar visceral pembungkus sinovial dimana mereka

membentuk plexus yang mensuplai bagian supervisial dari tendon.

Sementara beberapa pembuluh darah dari vincula menembus epitenon dan

mengalir dalam septa endotenon dan membentuk hubungan antara jaringan

vaskuler peritendinous dan intratendinous. Pada tendon yang tak

berselimut, paratenon menyediakan komponen vaskulatur ekstrinsik.

Pembuluh darah yang masuk mengalir secara transversal dan bercabang

berkali – kali membentuk jaringan vaskuler kompleks. Cabang arterial dari

paratenon menembus epitenon untuk mengalir ke dalam septa endotenon

dimana jaringan vaskuler intratendinous membentuk anastomosis. Pada

zona persimpangan, bagian lipatan, gesekan atau tekanan, vaskularisasi

tendon berkurang (Sharma P, 2005; Mafulli N, 2005).

Gambar 2.2 Pola vaskularisasi tendon dan susunan pembuluh darah di

epitenon dengan cross-anastomosis (Fenwick et al, 2002)

2.1.1.3 Persarafan

Inervasi tendon berasal dari kulit, otot, dan badan saraf

peritendinous. Pada myotendinous junction, serat saraf menyeberangi dan

masuk ke septa endotenon. Serat saraf membentuk pleksus di dalam

paratenon dan cabang – cabangnya menembus epitenon. Sebagian besar

serat saraf tidak masuk ke badan utama tendon, tetapi berakhir sebagai

ujung saraf pada permukaannya.

Ujung saraf (nerve endings) dari serat saraf yang berselubung

myelin berfungsi sebagai mekanoreseptor spesial untuk mendeteksi

Page 11: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

12

perubahan – perubahan dalam tekanan. Mekanoreseptor ini merupakan

organ tendon Golgi yang paling banyak ada pada daerah insersi tendon ke

otot. Sedangkan pada ujung serat saraf tanpa myelin berfungsi sebagai

nosiseptor yang merasakan dan mentransmisi rasa sakit. Kedua saraf

simpatik dan parasimpatik ada pada tendon (Sharma P, 2005; Mafulli N,

2005). Terdapat 4 tipe reseptor. Resptor tipe I disebut Ruffini corpuscles,

merupakan reseptor tekanan yang sangat sensitif pada regangan dan

beradaptasi dengan sangat lambat. Ruffini corpuscle berbentuk oval dan

berdiameter 200 m sampai 400 m. Reseptor tipe II, Vater-Pacini

corpuscles diaktivasi oleh gerakan. Reseptor tipe III, Golgi tendon organ

merupakan mekanoreseptor. Reseptor tersebut tersusun dari ujung saraf

tidak bermyelin yang diselubungi oleh jaringan endoneural. Reseptor

tersebut tersusun dengan fiber ekstrafusal dan terjadi peningkatan dalam

tegangan otot daripada panjang. Golgi tendon organ berdiameter 100 m

dan panjang 500 m. Fiber tendon ini kurang padat dibandingkan dengan

tendon lainnya. Jaringan endoneural menyelubungi fiber saraf tidak

bermyelin. Korpuskel merespon stimulus yang dialirkan oleh jaringan

sekitar seperti contoh tekanan, yang dihasilkan oleh kontraksi otot. Jumlah

tekanan tergantung dari kekuatan kontraksi. Tekanan tersebut juga dapat

memberikan aliran balik yang disesuaikan. Reseptor tipe IV merupakan

ujung saraf bebas yang bertindak sebagai reseptor nyeri (Mafulli N, 2005).

2.1.1.4 Kekuatan Tendon

Tendon dapat mentransmisikan kekuatan antara otot dengan tulang

serta memiliki sifat elastik deformasi. Komponen material tendon memiliki

kemampuan menyimpan energi potensial, mencegah kerusakan akibat

cedera, dan membantu kekuatan regangan otot (Maffulli, 2005; Matson dkk,

2014). Pada saat berjalan dan berlari, sifat peregangan tendon membantu

meningkatkan ekonomi lokomotor melalui penekanan kerja otot dan

membantu otot bekerja pada panjang dan kecepatan optimal untuk

memproduksi kekuatan gerak (Matson dkk, 2014)

Gambar 2.3 Kurva Stress –Strain Tendon terhadap Cedera

Tendon (Tendon Healing Mechanobiology, Funk

L., 2007)

Komponen mekanik tendon dapat berupa komponen deformasi, stiffness,

strain dan modulus of elasticity. Deformasi merupakan perubahan terhadap

bentuk jaringan ketika diberikan kekuatan. Deformasi ini dapat berupa

elastik deformasi yang reversibel dan plastik deformasi yang ireveribel.

Sedangkan viskoelastik deformasi adalah kombinasi antara elastik deformasi

dengan sifat viscous jaringan. Stiffness merupakan resistensi jaringan

terhadap elastik deformasi, sedangkan strain adalah deformasi jaringan

akibat kekuatan eksternal yang menyebabkan elongasi tendon. Modulus of

elasticity (Young’Modulus) adalah nilai mekanik yang menggambarkan

hubungan antara stress dan deformasi pada material elastik.

Kolagen merupakan komponen yang bertanggung jawab untuk fungsi

mekanik ini, dimana memiliki struktur serat paralel yang kuat atau

crosslinks ideal untuk bantalan ketegangan. Sifat mekanis tendon

Page 12: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

13

diungkapkan oleh analisis dari kurva tegangan-regangan di bawah ini

(Matson dkk, 2000) :

Gambar 2.4 Pengukuran Stress –Strain Curve Respon Tendon

terhadap Tes Mekanik (Tendon Material Properties

(2005))

Kurva ini kurva ini menunjukkan pengukuran strain pada tendon dengan

kontrol isovelocity lengthening 1 mm s-1. Modulus elastik kontinyu

kemudian diukur sebagai turunan stress over strain. Modulus elastik

maksimum dilihat dari puncak kurva modulus elastik kontinyu.

Luas total di bawah tegangan-regangan kurva adalah total energi yang

diserap dalam test. Modulus Young dari tendon manusia adalah 2000 Mpa,

dengan kekuatan ultimate mulai 50-150 MPa (Matson dkk., 2014).

Analisis linier sederhana mekanika tendon menyebutkan pentingnya

viscoelasticity. Dua utama parameter viscoelasticity adalah creep dan stres

relaksasi. Creep adalah perpanjangan tergantung waktu jaringan di bawah

beban konstan ditandai oleh perpanjangan besar awal diikuti oleh

perpanjangan secara bertahap lebih kecil. Stres relaksasi adalah penurunan

seiring beban diperlihatkan sebagai jaringan dengan perpanjangan tetap.

(Matson dkk, 2014).

2.1.1.5 Fisiologi dan Biomekanika Tendon

Tendon mentransmisi kekuatan dari otot ke tulang dan berlaku

sebagai buffer dengan cara menyerap kekuatan dari luar untuk mengurangi

kerusakan otot. Tendon memiliki kekuatan mekanik yang tinggi,

fleksibilitas yang tinggi serta tingkat elastisitas yang optimal untuk

melakukan peran uniknya. Tendon merupakan jaringan viskoelastik yang

Page 13: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

14

menunjukkan kemampuan relaksasi stress. Perilaku mekanik kolagen

tergantung pada jumlah dan tipe ikatan intramolekul dan intermolekul. Pada

saat istirahat, serat – serat kolagen dan fibril menunjukkan pengkerutan.

Pada tegangan di atas 2%, serat ini menunjukkan pemipihan dan apabila

point ini terlampaui maka serat ini akan berubah secara linier sebagai akibat

pergeseran intramolekul triple heliks kolagen. Apabila tegangan tetap <4%,

tendon akan menjadi elastik dan akan kembali ke panjang semula saat

tegangan hilang. Tegangan antara 8 – 10% terjadi elongasi fibril kolagen

dan akan ruptur bila tegangan terus bertambah (Sharma P, 2005; Mafulli N,

2005; James et al, 2008). Kekuatan tensile tendon berhubungan dengan

ketebalan dan komponen kolagennya. Sebuah tendon dengan area 1 cm2

dapat menahan beban 500 – 1000 kg. Saat aktivitas seperti melompat dan

angkat berat, tendon mendapat beban yang sangat tinggi. Tendon akan

berada pada risiko ruptur yang tinggi apabila tegangan berlangsung cepat,

oblik, serta dengan kontraksi otot yang kekuatannya sangat tinggi.

2.1.2 Tendon Achilles Manusia

Tendon Achilles merupakan struktur tendon terbesar dan terkuat

dalam tubuh. Secara anatomis merupakan konfluensi distal otot

gastrocnemius dan soleus serta plantaris longus. Saat aktivitas, tendon

Achilles dan menahan beban sampai dengan 3500 N sehingga walaupun

kuat tetapi rentan terhadap cedera (Freedman et al, 2014). Tendon Achilles

terdiri dari 90% kolagen tipe I yang dapat membentuk struktur fibril, fiber

dan fasiculus yang disatukan dalam molekul matriks proteoglycan (PGA).

Disamping itu juga mengandung elastin sebanyak 2% dari massa kering

tendon.

Saat cedera, komponen tendon akan mengalami perubahan sel dan

matriks ekstraselulernya. Pada daerah cedera akan terjadi inflamasi

kemudian diikuti dengan penurunan jumlah kolagen. Sel tenosit kemudian

akan menurun jumlahnya serta ekspresi scleraxis (marker tenosit) yang

berkurang akibat adanya apoptosis. Proses ini kemudian dapat berlanjut

dengan meningkatnya ekspresi MMPs, decorin dan ADAMs yang

mengindikasikan mulainya proses remodeling. Namun, akibat cedera

komplit tendon Achilles komponen kolagen dan kekuatan tensile tendon

akan menurun sehingga secara biologis menurunkan kualitas tendon

dibandingkan dengan sebelum cedera (Maffulli, 2005; Freedman dkk,

2014).

Gambar 2.5 Anatomi Tendon Achilles serta komponen fibrilnya

(Friedmann et al, 2013)

2.1.3 Tendon Kelinci

Dengan bertambahnya umur, jaringan tendon kelinci mengalami

beberapa tahap perubahan morfologis dan biokimia termasuk baik sel dan

Page 14: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

15

matriks ekstraselular. Ekstraselular matriks meningkat dalam volume

menyebabkan penurunan relatif dari jumlah sel perunit dari permukaan

jaringan (Chen dkk., 2002).

Semakin bertambahnya umur, fiber kolagen meningkat dalam

diameter dan lebih bervariasi dalam ketebalan. Perubahan morfologis ini

berhubungan dengan perubahan biokimia yang mana termasuk peningkatan

kolagen, penurunan dari mukopolisakarida dan penurunan isi air. Selama

penuaan, perubahan yang seiring muncul pada fiber elastis, yang mana

menurun dalam jumlah dan terlihat perubahan struktural (Hatano dkk.,

2000).

2.1.3.1 Kekuatam Tensile Tendon Achilles Kelinci

Tendon achilles kelinci terdiri jaringan ikat padat yang tersusun

paralel yang memiliki komponen mekanik tensile yang kuat. Kekuatan

tensile tendon achilles kelinci telah lama diinvestigasi oleh para peneliti.

Menurut Viidik (2009), kekuatan tensile normal tendon Achilles kelinci

adalah sebesar 50 – 100 N/mm2. Komponen mekanik tendon ini diukur

dengan mengisolasi tendon tersebut yang kemudian ditarik menggunakan

alat khusus dan diukur kekuatannya dengan oscilloscope. Tendon achilles

perlu diisolasi dari sistemnya yaitu calcaneus-achilles tendon-otot

gastrocnemius-femur.

Gambar 2.6. Skema mekanis pengukuran kekuatan tensile tendon

Achilles kelinci (Viidik, 2009)

Hal ini dilakukan karena achilles tendon pada kelinci berinsersio

ke bagian kecil dari dorsoplantar calcaneus, dan bentuk dari calcaneus pada

kelinci lebih panjang dan sempit serta memiliki lapisan korteks tulang yang

tipis dibandingkan dengan manusia. Hal ini menyebabkan tendon achilles

memiliki titik paling lemah pada insersinya di calcaneus (sampai 5 cm

proximal calcaneus) (Viidik, 2009).

Hasil pemeriksaan dengan oscilloscope memberikan gambaran kurve

seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.7 Skema fotografi Oscilloscope kekuatan tensile

tendon Achilles kelinci (Viidik, 2009)

Gambar di atas menunjukkan adanya elongasi kurve mulai dari pembebanan

50 N dan area yang diarsir pada gambar tersebut menunjukkan failure

Page 15: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

16

energy dari tendon yang diukur sebagai area antara elongasi kurva dengan

axis deformasi dari titik pembebanan awal sampai pembebanan maksimal.

2.2 Cedera Tendon

Cedera tendon dapat terjadi akut atau kronis akibat faktor intrinsic

atau ekstrinsik. Pada trauma akut, faktor ekstrinsik yang lebih dominan

sedangkan pada trauma kronis faktor instrinsik memiliki peranan penting

(Sharma P; Mafulli N, 2005). Cedera pada tendon dapat terjadi tiba-tiba

akibat trauma seperti kecelakaan kerja, kecelakaan lalu-lintas ataupun saat

berolahraga. Gejala yang dapat timbul akibat cedera pada tendon antara lain

nyeri, kekakuan, dan kehilangan kekuatan di daerah yang terkena (Watson,

2012). Sebagian besar cedera tendon adalah akibat proses yang bertahap

akibat aktivitas yang berlebih atau akibat dari proses penuaan.

Pada rupture tendon Achilles, lebih dari 90% diakibatkan oleh

mekanisme akselerasi/deselerasi yang dapat mengakibatkan penurunan

kualitas tendon dan kekuatan tensilenya.

2.3 Mekanisme Penyembuhan Tendon

Penyembuhan tendon dapat terjadi secara intrinsik melalui

proliferasi tenosit epitenon dan endotenon atau secara ekstrinsik melalui

invasi sel dari pembungkus (sheath) dan sinovium di sekitarnya (Sharma P.,

2005). Tenoblast epitenon menginisiasi proses repair melalui proliferasi

dan migrasi. Fibroblast dalam epitenon dan tenosit kemudian mensintesis

kolagen yang kemudian diikuti oleh sintesis melalui endotenon. Sel

fibroblast dan tenosit dalam epi dan endotenon memproduksi kolagen dan

glikosaminoglikan lebih banyak dibandingkan tendon sheath, tetapi sel

dalam tendon sheath berploriferasi lebih cepat dibandingkan sel dalam

epitenon dan endotenon. Proses penyembuhan intrinsik menghasilkan

biomekanik lebih baik karena mekanisme gliding yang masih baik, serta

komplikasi lebih sedikit. Sedangkan pada penyembuhan secara ekstrinsik

dapat memicu pembentukan jaringan parut lebih banyak dan adhesi yang

dapat mengganggu mekanisme gliding.

Tiga tahap penyembuhan tendon antara lain inflamasi, proliferasi

dan remodelling di mana setiap fase dapat terjadi overlap antara satu dengan

yang lainnya. Pada tahap inflamasi, banyak hormon maupun molekul yang

ikut berperan. Fase ini dapat berlangsung sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera yang terjadi pada tendon dapat memicu pelepasan mediator

inflamasi seperti TNF-alpha, IL-1ß, IL-6 dan IL-10 serta terbentuknya

radikal bebas seperi hidrogen peroxide yang ditandai dengan munculnya

keluhan nyeri, pembengkakan, kemerahan dan peningkatan suhu lokal

cedera. Sel inflamasi seperti neutrofil dibawa menuju lokasi cedera bersama

dengan eritrosit untuk membentuk bekuan darah di tempat cedera.

Akumulasi eksudat, oedema dan anoxia yang terjadi akan memicu hipoksia

jaringan dan pelepasan radikal bebas seperti hydrogen peroksida sehingga

terjadi kerusakan dan kematian sel. Monosit dan macrophage kemudian

akan muncul dalam 24 jam pertama, mengubah bekuan darah menjadi

jaringan granulasi dan memfagosit materi nekrotik pada lokasi cedera

(Frank, 2000; Woo dkk, 2000; Sharma P., 2005; Maffulli, 2005).

Setelah fase inflamasi berupa pelepasan faktor vasoaktif dan

kemotaktik, fase proliferasi dimulai dan berlangsung 48 jam sampai lebih

Page 16: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

17

dari 6 minggu. Pada fase ini terjadi angiogenesis dan proliferasi dari

tenocyte dan fibroblast. Sel tenocyte dan fibroblast ini bergerak menuju

lokasi dan mulai mengekskresikan matriks ekstraseluler dan mensintesis

kolagen III berupa serat kolagen imatur yang terususun paralel dan kontinyu

yang mengganti jaringan granulasi. Pada ruptur tendon, terjadi infiltrasi

dramatis fibroblast dan tenocyte sehingga terjadi reorganisasi ekstensif

kolagen yang terbentuk. Enzim metalloproteinase akan teraktivasi, dan

ekspresi PGE2 meningkat sehingga dapat mendegradasi matriks kolagen

yang terbentuk. Hal ini menyebabkan komponen biomekanik yang

diperlukan untuk kekuatan tendon akan menurun dan risiko terjadinya

cedera kembali juga meningkat (Woo dkk, 2000; Sharma P., 2005;Maffulli,

2005;Bauge dkk, 2014). Degradasi kolagen ditandai dengan proporsi

kolagen tipe III yang terbentuk lebih banyak daripada tipe I akibat efek

inhibisi PGE2 terhadap sintesis kolagen I dan peningkatan ekspresi mRNA

kolagen tipe III (Bauge dkk, 2015). Matrix ekstraseluler dari tendon yang

menyembuh ini mengalami beberapa perubahan pada glicosaminoglikan,

elastin, dekorin, fibromodulin dan glikoprotein lainnya. Terjadi perubahan

distribusi tipe serat kolagen yaitu jumlah kolagen tipe III yang lebih banyak

dibandingkan dengan tendon normal dengan rasio Tipe III/Tipe I yang

tinggi (Woo, 2000;Pingel dkk., 2014). Dibandingkan dengan tendon normal,

scar-like tendon ini memiliki susunan kolagen yang tidak terorganisir,

fibrotik, terdapat defek, kolagen fibrilnya kecil (rasio fibril kolagen diameter

kecil/diameter besar meningkat), kebanyakan cross-linknya imatur, rasio

protein kolagen III/I yang tinggi, buckling fasikulus kolagen dalam ECM,

kadar proteoglikan yang banyak, metabolisme sel yang tinggi serta

peningkatan densitas sel dan vaskularisasi (Frank, 2000;Pingel dkk., 2014).

Tendon yang terbentuk akan lebih fibrotik, stiff, memiliki modulus yang

lebih rendah serta distribusi load bearing yang tidak merata (Sharma P.,

2005;Chamberlain dkk., 2009;Mizuta dkk, 2014). Hal ini menyebabkan

penurunan kekuatan komponen mekanik tendon sampai 56,7% dari normal

dalam 1 tahun sehingga sangat rentan terhadap ruptur kembali (Sharma P;

Maffulli N; 2005).

Setelah 6 minggu, fase remodeling dimulai. Bagian pertama dari

remodeling adalah konsolidasi, yang berjalan selama 6 sampai 10 minggu

setelah injuri. Selama waktu ini, sintesis dari kolagen dan GAG menurun,

dan selularitas juga menurun seiring dengan jaringan menjadi lebih fibrous

akibat dari meningkatnya produksi kolagen I dan fibril menjadi tersusun

sesuai arah stress mekanik. Fase maturasi akhir muncul setelah 10 minggu

dan selama masa ini terdapat peningkatan daripada crosslinking fibril

kolagen yang menyebabkan jaringan menjadi lebih keras. Secara bertahap,

selama waktu 1 tahun, jaringan akan berubah menjadi scar-like (Woo dkk.,

2000;Sharma P., 2005; Maffulli, 2005). Namun, penelitian jangka panjang

pada hewan menunjukkan bahwa histologi dan morfologi tendon yang

menyembuh setelah cedera komplit tendon dibandingkan dengan normal

sangat berbeda. Komponen fibrilnya lebih banyak, cross-link yang

kebanyakan masih imatur dan memiliki komponen hydroxylallisine yang

tinggi, massa dan diameternya lebih kecil serta pola crimping yang tetap

abnormal setelah 2 tahun (Woo, 2000; Maffulli, 2005). Hal ini

menyebabkan komponen biomekanik tendon tetap inferior setelah cedera

grade III.

Page 17: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

18

Matrix metalloproteinase atau MMP memiliki peran penting dalam

degradasi dan remodeling dari matriks eksraseluler selama proses

penyembuhan cedera tendon. Beberapa MMP termasuk MMP-1, MMP-2,

MMP-8, MMP-13 dan MMP-14 memiliki aktivitas kolagenase, yang artinya

tidak seperti kebanyakan enzim yang lainnya, mereka mampu mendegradasi

fibril kolagen I. Degradasi dari fibril kolagen oleh MMP-1 bersama dengan

adanya kolagen terdenaturasi adalah faktor yang dipercaya menyebabkan

kelemahan dari matriks ekstraseluler tendon dan peningkatan dari potensi

munculnya robekan lainnya. Pada respon terhadap pembebanan atau cedera

yang berulang, sitokin IL-1 yang dilepaskan dapat menginduksi pelepasan

MMP yang dapat menurunkan ekspresi kolagen tipe I dan meningkatkan

ekspresi kolagen tipe III (Bauge dkk, 2014). Hal ini dapat menyebabkan

degradasi dari matriks ekstraseluler yang pada akhirnya menuju timbulnya

cedera berulang (Maffulli, 2005;Chamberlain dkk., 2009)

Terdapat berbagai macam molekul yang terlibat dengan regenerasi

tendon. Lima faktor pertumbuhan yang terlihat secara signifikan teregulasi

dan aktif selama penyembuhan tendon, antara lain insulin-like growth factor

1 (IGF-I), platelet-derived growth factor (PDGF), vascular endothelial

growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), dan

transforming growth factor beta (TGF-β) (Leask A., Abraham D., 2004;

Mizuta dkk, 2014). Faktor pertumbuhan ini memiliki peran yang berbeda

selama proses penyembuhan. IGF-1 meningkatkan produksi kolagen dan

proteoglikan selama fase pertama inflamasi, dan PDGF juga terlihat pada

fase awal setelah cedera dan mencetuskan sintesis dari faktor pertumbuhan

lainnya bersama dengan sintesis DNA dan proliferasi dari fibroblast. Tiga

isoform dari TGF-β (TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3) dikenal memiliki peran

dalam penyembuhan luka dan pembentukan jaringan parut, diferensiasi

jaringan tendon serta mencetuskan fibrogenesis. bFGF dan VEGF juga

dikenal dapat menginduksi angiogenesis, proliferasi dan migrasi sel

endothelial, pembentukan jaringan parut serta terekspresi pada lokasi cedera

bersama dengan ekspresi mRNA kolagen tipe I dan III (Hildebrand dkk.,

2005; Sharma P., 2005;Mizuta dkk, 2014).

Pada proses penyembuhan tendon, terjadi perubahan dalam tipe dan

distribusi jaringan kolagen yang terbentuk. Terdapat peningkatan rasio

kolagen tipe III/tipe I dimana terjadi peningkatan sintesis kolagen tipe III

dibandingkan dengan tipe I. Kolagen tipe III yang terbentuk lebih banyak

dan lebih tipis dibandingkan dengan tipe I serta cross-link serat kolagen

yang terbentuk hanya 45% dan kebanyakan imatur (Woo, 2000; Bauge dkk,

2015). Menurut Maffulli (2005) dan Bauge et al (2014), sintesis kolagen

tipe I pada tendon yang mengalami cedera grade III akan mengalami

penurunan dan diganti dengan peningkatan sintesis kolagen tipe III seiring

dengan ekspansi jaringan granulasi dan proses remodeling sehingga rasio

kolagen tipe III/tipe I meningkat dan terjadi substitusi kolagen ke arah

pembentukan jaringan parut dan fibrosis. Pembentukan jaringan parut pada

tendon dapat menimbulkan adhesi dan penurunan kekuatan tensile sampai

dengan 20% (Woo, 2000;Maffulli, 2005;Romani, 2010).

Dalam fase penyembuhan tendon banyak molekul yang ikut

berperan. Cedera yang terjadi pada tendon dapat memicu terbentuknya

radikal bebas seperi hidrogen peroxida dan pelepasan mediator inflamasi

seperti TNF-, IL-1, IL-6 dan IL-10. Radikal bebas yang terbentuk dapat

Page 18: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

19

mengaktivasi enzim metalloproteinase, dan meningkatkan ekspresi PGE2

sehingga dapat mendegradasi matriks kolagen tendon yang terbentuk.

Proses inflamasi ini juga dapat memicu pelepasan growth factor seperti

TGF-1 yang dapat menginduksi infiltrasi dramatis tenosit dan fibroblast

sehingga terjadi reorganisasi ekstensif kolagen. Proporsi kolagen tipe III

yang terbentuk lebih banyak daripada tipe I akibat efek inhibisi PGE2

terhadap sintesis kolagen I dan peningkatan ekspresi mRNA kolagen tipe III

(Bauge dkk, 2015).

Tendon yang tersusun atas matrix terdegradasi dengan proporsi

kolagen dominan tipe III ini akan lebih fibrotik dan memiliki kualitas serta

komponen mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan yang normal

sehingga kekuatan tensilenya menurun (Woo, 2000; Annemarie dkk, 2005;

Maffulli, 2005;Romani, 2010; Bauge dkk, 2014).

Sel fibroblast tendon akan membentuk komponen kolagen matriks

ekstraseluler yang tidak terorganisir berupa peningkatan proliferasi dari

kolagen tipe III serta cross-link serat kolagen matur yang rendah sehingga

tendon yang terbentuk akan lebih fibrotik, stiff, memiliki modulus yang

lebih rendah serta distribusi load bearing yang tidak merata (Chamberlain

dkk, 2009; Mizuta dkk, 2014).

2.4 Astaxanthin

Astaxanthin merupakan kolagen golongan xantophyll carotenoid yang

ditemukan pada berbagai spesies mikroorganisme dan binatang dari laut.

Merupakan suatu pigmen yang larut dalam lemak yang tidak memiliki aktivitas

pro-vitamin A dalam tubuh manusia. Haematococcus pluvialis merupakan

microalga hijau yang memiliki kadar astaxanthin paling tinggi. Astaxanthin

sendiri diekstraksi dan dipergunakan sebagai suplemen mencegah dan mengurangi

risiko terjadinya beberapa penyakit

2.4.1. Sumber Astaxanthin

Sumber alami astaxanthin adalah alga, salmon, udang dan lainnya.

Astaxanthin komersial kebanyakan berasal dari haematococcus pluvialis dan

sintesis kimia. Haematococcus pluvialis merupakan salah satu sumber alami

terbaik astaxanthin dengan berat kering sekitar 3.8% dibandingkan sumber alami

lainnya.

2.4.2. Struktur dan Biokimia Astaxanthin

Astaxanthin merupakan golongan xantophyll karena secara biokimia

mengandung atom karbon, hidrogen dan oksigen. Astaxanthin terdiri dari dua

cincin terminal yang digabung dengan rantai polyene.

Page 19: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

20

Gambar 2.8 Sumber Astaxanthin dan Persentase berat keringnya

(Ambati al, 2014)

Gambar 2.9 Gambar struktur rantai Astaxanthin (Ambati al, 2014;

Yamasihita, dkk 2013).

Astaxanthin mengandung dua ikatan grup hidroxil dan keto yang keduanya

bersifat lipofilik dan hidrofilik. Warna merah yang muncul merupakan akibat dari

konjugasi dari dua ikatan tersebut. Ikatan konjugasi ini berfungsi sebagai

antioxidan kuat dengan jalan menyumbangkan elektron dan bereaksi dengan

radikal bebas untuk kemudian dikonversi menjadi produk yang stabil dan

menterminasi reaksi rantai radikal bebas (Ambati dkk, 2014; Yamasihita, dkk

2013

Gambar 2.10 Gambar struktural dan biokimia Astaxanthin (Ambati al,

2014; Yamasihita, dkk 2013)

Page 20: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

21

2.4.3 Biovailabilitas dan farmakokinetik Astaxanthin

Astaxanthin bersifat larut lemak sehingga bila dikonsumsi bersama dietary oils

akan meningkatkan absorpsinya. Astaxanthin dapat membantu meningkatkan

respon imun dan menurunkan risiko infeksi dan penyakit vaskuler. Setelah

pemberian astaxanthin, terjadi penurunan aktivitas proliferasi limfosit T dan B

yang diikuti dengan penurunan level O2, H2O2 dan produksi NO, meningkatkan

enzim superoxide dismutase, katalase dan gluthation peroxidase (GPx) dan

pelepasan kalsium di dalam sitosol (Ambati, 2014). Carotenoid ini merupakan

yang terbaik dalam melindungi sel, lipid dan membran lipoprotein dari kerusakan

oksidatif. Karotenoid diabsorpsi ke dalam tubuh seperti lemak dan ditransportasi

melalui sistem limfatik ke dalam hati.

2.4.4. Aktivitas Biologis Astaxanthin terhadap Kesehatan

2.4.4.1. Efek Antioksidan Antioksidan merupakan molekul yang dapat menghambat proses oksidasi.

Kerusakan oksidatif dapat disebabkan oleh radikal bebas dan spesies oksigen

reaktif (ROS). Molekul oksidatif yang berlebihan akan bereaksi dengan protein,

lipid dan DNA melalui reaksi berantai yang dapat menimbulkan oksidasi protein

dan lipid dan kerusakan DNA.

Molekul oksidatif tipe ini dapat dihambat oleh antioksidan endogen dan

eksogen seperti golongan carotenoid ini. Carotenoid mengandung rantai polyene,

ikatan ganda panjang terkonjugasi yang memiliki aktivitas kolagen dengan jalan

menghilangkan singlet oksigen dan mencari radikal bebas untuk menterminasi

reaksi rantainya.

Astaxanthin memiliki aktivitas antioxidan lebih tinggi 10 kali

dibandingkan dengan carotenoid lainnya seperti lutein, lycopene, alpha-

tocopherol, alpha-caroten dan beta-caroten (Ambati dkk, 2014; Yamasihita, dkk

2013). Rantai polyene pada astaxanthin menahan radikal bebas dalam membran

sel dan bagian cincin terminalnya mencari radikal pada bagian dalam dan luar dari

membran sel. Enzim antioxidan seperti superoxide dismutase dan thioreduxin

reduktase akan meningkat dalam plasma dan aktivitas paraoxonase akan dihambat

setelah suplementasi astaxanthin.

2.4.4.2. Efek anti-inflamasi dan imunomodulator

Astaxanthin merupakan antioxidan poten untuk mengakhiri induksi inflamasi

pada sistem biologis. Astaxanthin bekerja melawan inflamasi, meningkatkan

respon imunitas, meningkatkan aktivitas cAMP, cGMP dan memberikan efek

protektif terhadap stress oksidatif, inflamasi dan apoptosis serta mencegah dan

mengurangi reduksi kolagen pada kulit, tendon dan tendon (Guerin, 2003; Ambati

dkk, 2014; Yamasihita, dkk 2013).

Penelitian oleh Chew, dkk (2003) menyebutkan bahwa astaxanthin dapat

menstimulasi proliferasi limfosit, meningkatkan jumlah total antibodi yang

memproduksi sel B, meningkatkan jumlah sel T, memperkuat aktivitas sitotoksik

sel NK, meningkatkan respon hipersensitivitas tipe lambat, dan juga secara

dramatis menurunkan tingkat kerusakan DNA. Astaxanthin bekerja menekan

mediator inflamasi seperti TNF-, Prostaglandin E-2, IL-1, dan nitric oxide.

Page 21: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

22

Gambar 2.11 Mekanisme kerja Astaxanthin pada inflamasi

Astaxanthin dapat mencegah terbentuknya radikal bebas seperi Katalase, SOD

dan hidrogen peroxida dan menghambat pelepasan mediator inflamasi seperti

TNF-, IL-1, IL-6 dan IL-10 sehingga ekspresi PGE2 dapat diturunkan.

2.4.4.3 Efek terhadap Jaringan Kolagen dan Kekuatan Tensile

Pada proses penyembuhan cedera tendon, proporsi sintesis kolagen tipe I

akan ditingkatkan dan ekspresi sintesis kolagen tipe III akan ditekan sehingga

rasio ekspresi mRNA kolagen III/I akan menurun (Bauge dkk, 2015;Mizuta dkk,

2014). Ekspresi growth factor terutama TGF- yang dapat mengaktivasi jalur

fibrotik pada proses penyembuhan cedera tendon grade III juga ditekan sehingga

dapat menekan proses fibrotik oleh fibroblast pada sintesis matriks kolagen.

Proses apoptosis yang terjadi saat inflamasi akibat produksi ROS dan juga IL-1

akan menginisiasi kaskade yang dapat menyebabkan kerusakan kolagen sebagai

komponen tendon serta hilangnya integritas biomekanik strukturalnya (Bauge

dkk, 2014). Astaxanthin dapat membantu menurunkan tingkat apoptosis pada sel

melalui jalur mithokondria seperti yang tergambar pada gambar berikut (Song

dkk, 2014).

Gambar 2.12 Gambar kaskade Astaxanthin pada Radikal Bebas

terhadap apoptosis sel (Song dkk 2014)

Page 22: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

23

Pada penyembuhan tendon, astaxanthin mampu membantu mempromosikan

pengaturan ekspresi beberapa gen faktor pertumbuhan (growth factors gene)

seperti IGF-I, TGF-beta, VEGF, bFGF, EGF dan PDGF. Gen – gen ini dapat

membantu mengatur proliferasi sel dan pembentukan matriks (Yilgor dkk; 2012;

Mizuta dkk, 2014). Astaxanthin membantu menekan ekspresi mRNA pada bFGF

dan TGF- sehingga dapat menekan pembentukan jaringan parut ekstensif

melalui peningkatan biosintesis prokolagen tipe I (Mizuta dkk, 2014). Tendon

dengan komposisi dominan kolagen tipe I dan cross-link dominan matur akan

meningkatkan kekuatan tensile tendon (Woo, 2000; Aro dkk, 2009). Astaxanthin

juga dapat membantu menghambat ekspresi dan kinerja beberapa MMP termasuk

MMP-1, MMP-2, MMP-8, MMP-13 dan MMP-14 yang memiliki aktivitas

kolagenase, sehingga mampu mencegah proses fibrogenesis dan mencegah

terjadinya degradasi fibril kolagen I (Kishimoto dkk, 2010; Song dkk, 2014).

Degradasi dari fibril kolagen oleh MMP-1 bersama dengan adanya kolagen

terdenaturasi dengan jumlah cross-link imatur yang tinggi adalah faktor yang

dipercaya menyebabkan kelemahan dari tendon dan peningkatan dari potensi

munculnya robekan kembali setelah mengalami cedera (Woo, 2000; Maffulli,

2005;Chamberlain dkk, 2009; Akamatsu dkk, 2012;Yilgor dkk; 2012; Mizuta

dkk, 2014).

Page 23: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

39

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Tendon yang cedera yang kemudian dilakukan repair dan diberikan

astaxanthin dalam masa penyembuhannya akan terjadi fase inflamasi,

proliferasi dan remodeling. Pada fase inflamasi akan terjadi pembentukan

radikal bebas seperi hidrogen peroxida dan pelepasan mediator inflamasi

seperti TNF-, IL-1, IL-6 dan IL-10. Radikal bebas yang terbentuk dapat

mengaktivasi enzim metalloproteinase, dan meningkatkan ekspresi PGE2

sehingga dapat mendegradasi matriks kolagen yang terbentuk. Proporsi

kolagen tipe III yang terbentuk lebih banyak daripada tipe I akibat efek

inhibisi PGE2 terhadap sintesis kolagen I dan peningkatan ekspresi mRNA

kolagen tipe III (Maffulli, 2005;Chamberlain dkk, 2009; Bauge dkk, 2014).

Pada fase proliferasi terjadi biosintesis kolagen tipe I, kolagen tipe III, provokasi

pelepasan growth factor seperti IGF-I, TGF-, VEGF, bFGF, EGF dan PDGF,

sedangkan pada fase remodeling akan terjadi aktivasi enzim metalloproteinase

oleh enzim radikal bebas (Katalase dan SOD) yang dapat mendegradasi matriks

kolagen. Astaxanthin dalam masa penyembuhan selain mencegah atau

menetralisir ROS yang terbentuk, ia juga akan membantu menurunkan ekspresi

MMP, PGE2 serta membantu menekan ekspresi growth factor yang bersifat

profibrotik seperti IGF-I, TGF-, VEGF, bFGF, EGF dan PDGF. Sehingga

proliferasi fibroblast yang ekstensif dan sintesis matriks ekstraseluler dengan rasio

kolagen tipe III/tipe I dapat ditekan. Hal ini secara signifikan dapat membantu

meningkatkan komponen biomekanik tendon setelah cedera.

Page 24: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

40

Gambar 3.1 Skema kerangka berpikir

3.2 Konsep

Gam

bar

3.2

Kons

ep Penelitian

Keterangan :

: Variabel Bebas : Variabel Tergantung : Variabel Kendali

A

s

t

a

x

a

n

t

h

i

n

Kesembuhan Tendon

Kesembuhan Tendon

Rasio serat kolagen tipe III/tipe I

Kekuatan tensile tendon

Rasio serat kolagen tipe III/tipe I

Kekuatan tensile tendon

CEDERA PADA TENDON

PELEPASAN MEDIATOR

INFLAMASI

(IL-1, IL-6, IL-10, TNF-α)

Rasio Kolagen

Tipe III/tipe I

Neovaskularisasi, proliferasi

ekstensif fibroblast, sintesis

matriks dan migrasi sel

Aktivasi COX-2

Pembentukan PGE2

Provokasi pelepasan Growth

Factors pro fibrotik (IGF-I, TGF-

, VEGF, bFGF, EGF dan PDGF)

Tensile Strength

INFLA

MA

SI

PR

OLIFER

ASI R

EMO

DELIN

G

PELEPASAN NO dan ROS

HIDROGEN PEROXIDA

Ekspresi mRNA

Kolagen Tipe III

Ekspresi mRNA

Kolagen Tipe I

MMPs

Apoptosis

Degradasi Kolagen

ASTAXANTHIN

Page 25: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

41

3.3 Hipotesis Penelitian

Dari kerangka konsep tersebut dibuat suatu hipotesis penelitian yaitu:

1. Rasio serat kolagen tipe III/tipe I pada kesembuhan cedera tendon

Achilles kelinci yang diberikan Astaxanthin lebih rendah daripada

yang tidak diberikan Astaxanthin

2. Kekuatan tensile pada kesembuhan cedera tendon Achilles kelinci

yang diberikan Astaxanthin lebih tinggi daripada yang tidak diberikan

Astaxanthin.

Page 26: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

43

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan

menggunakan rancangan post-test only control group design dengan subjek

kelinci (Regehr, 2002). Dari populasi subjek penelitian tersebut dilakukan

pengambilan sampel yang memenuhi persyaratan inklusi penelitian secara

random di mana kelompok kontrol tidak diberikan astaxanthin pada tendon

Achilles yang telah diputus secara tajam dan dijahit sedangkan pada

kelompok perlakuan diberikan astaxanthin pada tendon Achilles yang telah

diputus secara tajam dan dijahit

Rancangan penelitian dapat digambarkan dengan skema sebagai

berikut :

P0 O1

P S R

P1 O2

Gambar 4.1 Rancangan penelitianKeterangan:

P : Populasi Kelinci

S : Sampel

R : Randomisasi sampel

P0 : Kelompok kontrol dimana tendon Achilles dipotong

secara tajam dan dijahit tanpa diberikan astaxanthin

P1 : Kelompok perlakuan dimana tendon achilles tendon

Achilles dipotong secara tajam dan dijahit kemudian diberikan

astaxanthin

O1 : rasio serat kolagen tipe III/tipe I dan kekuatan tensile

tendon Achilles yang telah dijahit pada kelompok kontrol pada

minggu ke 3

O2 : rasio serat kolagen tipe III/tipe I dan kekuatan tensile

tendon Achilles yang telah dijahit yang telah dijahit pada kelompok

perlakuan pada minggu ke 3

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Page 27: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

44

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar – Bali pada

bulan November 2015 sampai dengan selesai. Hewan coba dirawat dan

dipelihara selama 3 minggu. Pemeriksaan jaringan dilakukan di

Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Udayana Denpasar – Bali. Pemeriksaan kekuatan tarik tendon dilakukan di

Sentra Teknologi Polimer Tangerang - Banten.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Variabilitas populasi

Populasi pada penelitian adalah kelinci yang sesuai dengan sampel

yang telah ditentukan dalam penelitian

4.3.2 Kriteria subjek

Sampel dalam penelitian ini adalah kelinci dewasa, yang memenuhi

kriteria inklusi dan kriteria drop out sebagai berikut:

Kriteria Inklusi :

a) Kelinci Ras New Zealand

b) Kelinci sehat menurut dokter hewan

c) Kelinci dengan jenis kelamin Jantan

d) Kelinci berumur 3 – 5 bulan.

e) Berat Kelinci 1,5 – 2 Kg.

Kriteria Drop Out : Kelinci mati pada saat penelitian.

4.3.3 Besaran Sampel

Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung berdasarkan

rumus Federer (Federer, 2008)

(t-1) (n-1) ≥ 15

(2-1) (n-1) ≥ 15

n - 1 ≥ 15

n ≥ 15+1

n ≥ 16

Keterangan

n = Besar Sampel

t = Jumlah Perlakuan

Dari hasil perhitungan rumus di atas, besar sampel minimal yang diperlukan

sebesar 16 sampel dalam satu kelompok. Kemudian untuk mengantisipasi

kemungkinan drop out, sampel ditambahkan 10%, maka jumlah sampel dalam penelitian

ini adalah:

16 + 16(0,1) = 18,7

Sehingga diperoleh 18 sampel dalam satu kelompok atau total 36 tikus dalam 2

kelompok.

Page 28: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

45

4.3.4 Teknik penentuan sampel

Teknik penentuan sampel penelitian dilakukan dengan cara berikut :

a) Dari populasi kelinci diadakan pemilihan sampel berdasarkan kriteria

inklusi.

b) Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat diambil secara

random (simple random sampling) untuk mendapatkan jumlah sampel.

c) Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi dua kelompok

yaitu Kelompok Kontrol (tanpa pemberian astaxanthin) dan

Kelompok Perlakuan dengan pemberian astaxanthin selama 3 minggu.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Klasifikasi variabel

a) Variabel bebas : Astaxanthin

b) Variabel tergantung : proporsi kolagen tipe III/tipe I dan kekuatan

tensile

c) Variabel kendali : Strain kelinci, jenis kelamin, umur, berat badan,

lingkungan, nutrisi, perawatan luka.

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

1. Astaxanthin adalah suatu jenis kolagen yang berasal dari keluarga

xantofil karotenoid yang diekstraksi dari microalgae Haematococcus

pluvialis dalam kemasan kapsul yang mengandung natural astaxanthin

4 mg (AstaREAL 200 mg) dengan merk dagang “Asthin Force” yang

diberikan dalam dosis 0.106 mg/kgbb/hari

2. Kelompok Kontrol adalah kelompok kelinci yang tidak diberikan

astaxanthin setelah tendon Achilles diputus secara tajam kemudian

dijahit dengan benang nylon 4-0.

3. Kelompok Perlakuan adalah kelompok kelinci yang diberikan

astaxanthin setelah tendon Achilles diputus secara tajam kemudian

dijahit dengan benang nylon 4-0.

4. Rasio kolagen tipe III/tipe I adalah perbandingan jumlah sintesis

kolagen tipe III dengan tipe I yang jumlahnya didapat melalui

pemeriksaan imunohistokimia di Laboratorium PA FKH Unud.

5. Kekuatan tensile tendon adalah kekuatan yang diukur menggunakan

alat Universal Testing Machine TX I Buatan Taiwan dengan kecepatan

100 mm/min dengan arah vertikal dimana tendon ditarik sampai putus

kemudian dihitung besar load yang diberikan dalam satuan Newton.

4.5 Bahan dan Instrumen penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Kassa steril

2. Minor set bedah

3. Mesh steril no 11 dan 15

4. Astaxanthin

5. Benang nylon 4-0 dan 5-0

6. Ketamine

7. Phenobarbital

8. Formalin 10%

9. Plester

10. Plaster of Paris (Gypsona)

Page 29: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

46

11. Buku

12. Pensil

Instrumen yang dipergunakan adalah :

1. Kandang kelinci individual

2. Alat fiksasi kelinci

3. Timbangan

4. Penggaris

5. Kamera digital

6. Komputer

4.6 Prosedur penelitian

1. Kelinci diadaptasi selama 1 minggu, dan setiap kelinci akan

menempati satu kandang yang dibuat dari kayu atau bambu dan tetap

dijaga kebersihannya, terlindung dari angin, hujan dan cahaya matahari

langsung, suhu lingkungan sekitar 15 – 20 C.

2. Sebanyak 4 kelinci mati saat adaptasi, sehingga penelitian dilanjutkan

dengan menggunakan jumlah sampel 16 ekor tiap kelompok.

3. Kelinci dibius menggunakan Ketamine 44-50 mg/kg bb dan Xylazine

5 mg/kgBB secara Intramuskular.

4. Rambut di sekitar tempat pemotongan tendon achilles dicukur lalu

diberikan antiseptik.

5. Dilakukan insisi kulit longitudinal sepanjang 4 cm di atas Tendon

Achilles menggunakan mesh no 15.

6. Dilakukan pemisahan jaringan sehingga terlihat Tendon Achilles.

7. Kemudian dilakukan pemutusan Tendon Achilles secara tajam

menggunakan mesh no 11.

8. Tendon Achilles yang telah diputus dilakukan penjahitan secara primer

menggunakan benang non absorbable nylon (monofilamen 4-0)

dengan tehnik 4 strand modified kessler.

9. Kemudian kulit dijahit secara interrupted dengan benang nylon 5-0.

10. Setelah itu, kaki kelinci difiksasi menggunakan Cast dari Plaster of

Paris (Gypsona).

11. Untuk kelompok perlakuan, kelinci yang Tendon Achillesnya telah

dijahit kemudian diberikan sediaan asthaxanthin secara ad libitum

12. Untuk kelompok kontrol, kelinci yang Tendon Achillesnya telah

dijahit kemudian tidak diberikan asthaxanthin.

13. Hewan coba dipelihara di tempat pemeliharaan hewan dengan

perlakuan sesuai dengan etika perlakuan terhadap hewan coba.

Pemberian makanan konsentrat sebanyak 75 – 100 gr per hari

yang mengandung protein yang dibutuhkan 16 – 20 %, lemak 5 –

10%, pati 40 – 50%, serat kasar 10 – 20% dan abu 5% ditambah

dengan vitamin, mineral dan pemberian minum secara ad libitum.

Jika kelinci sakit segera dikonsultasikan dengan dokter hewan.

14. Setelah minggu ke tiga hewan coba dikorbankan dengan memberikan

suntikan Phenobarbital (100 mg/kg IV) lalu diambil jaringan tendon

Achilles beserta dengan tulang Calcaneus pada luka sejajar dengan

ujung pertemuan stump secara en-block dari bawah kulit.

15. Organ yang tidak digunakan dalam penelitian akan dikubur.

Page 30: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

47

16. Jaringan tendon tersebut kemudian diukur kekuatan tariknya (tensile

strength) dengan Universal Testing Machine TX I.

17. Kemudian Tendon Achilles tersebut difiksasi dengan buffer formalin

10% dan dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk mengetahui

rasio kolagen tipe III/tipe I.

18. Data dikumpulkan lalu dianalisis menggunakan program SPSS 22.

4.7 Alur Penelitian

-

Gambar 4.2 Alur Penelitian

4.8 Protokol Penelitian

Jaringan tendon kelinci diperiksa kadar kolagen tipe III dan tipe I

dengan pemeriksaan imunohistokimia. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

fiksasi jaringan tendon kelinci menggunakan netral buffer formalin 10%

dan diproses routin untuk preparat histologi. Tendon kemudian di-

embedding ke dalam paraffin selanjutnya disectioning dengan ketebalan

5 micron dan ditempelkan pada slide yang telah dicoating dengan xylene

sebelumnya. Slide dilanjutkan dengan rehidrasi, blocking endogenous

peroksidase menggunakan 3% H2O2 dalam methanol. Kemudian epitop

dibuka dengan pemanasan menggunakan microwave pada berbagai

temperature mulai dari temperature tinggi 700 0C sampai dengan 140 oC.

Slide kemudian diteteskan 100 µL anti-mouse kolagen III/I antibodi

dalam 2% skim milk dan diinkubasikan semalaman pada temperature 4 oC. Kemudian dicuci dengan PBS, slide kembali diteteskan dengan

antibodi sekunder anti-mouse IgG/biotin yang telah dikonjugasikan

dengan horseradish peroxidase. Reaksi positif ditandai dengan warna

coklat dilakukan dengan menambahkan substrat diaminobenzidine

(DAB). Sebagai counterstain berikutnya diteteskan kembali meyer-

36 Kelinci New Zealand

16 Kelompok Perlakuan 16 Kelompok Kontrol

Diberikan Astaxanthin

Analisis Data

Tidak diberikan

Astaxanthin

Pemutusan Tendon Achilles secara Steril

Kemudian Dijahit dengan Nylon 4-0

Diadaptasi Selama 1 Minggu

(4 ekor kelinci mati)

Luka dijahit dengan nylon 5-0 dan

imobilisasi dengan Cast

Minggu 3

Pengambilan Jaringan

Pemeriksaan kekuatan tensil tendon

Pemeriksaan Immunohistokimia kolagen

Page 31: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

48

hematoksilin dan siap untuk diperiksa di bawah mikroskop (Howart dkk,

2009; Kiernan dkk, 2011).

Penghitungan jumlah kolagen tendon dengan menggunakan

piranti lunak Adobe PhotoShop CS3 dan Image J. Jaringan bukan

kolagen tampak berwarna putih dipilih menggunakan fungsi “Magic

Wand” oleh Adobe PhotoShop CS3. Kemudian dengan menggunakan

fungsi “inverse” maka terpilihlah pixel selain warna putih, lalu dihapus

menggunakan fungsi “delete” sehingga pada gambar hanya tersisa pixel

dengan warna coklat (kolagen). Ekspresi kolagen dihitung sebagai

persentase pixel dimana area kolagen keseluruhan (coklat) dikurangi area

bukan kolagen. Pertama-tama gambar yang sudah dihilangkan pixel

selain warna coklat, dipisah channel warna coklat melalui fungsi “RGB

stack” pada Image J. Setelah didapatkan channel warna coklat kemudian

dibuat nilai “threshold” untuk warna coklat dan secara otomatis

didapatkan persentase area selain warna coklat (Kiernan dkk, 2011).

Sedangkan pemeriksaan kekuatan tarik tendon dilakukan dengan

menggunakan alat Universal Testing Machine AGS-10kNG Merk

Shimadzu Buatan Jepang Tahun 1999 dengan kecepatan 100mm/min

dengan arah vertikal dimana tendon ditarik sampai putus kemudian

dihitung besar load yang diberikan dalam satuan Newton (Viidik, 2009).

4.9 Analisis Data

Data yang didapatkan pada penelitian dianalisis sebagai berikut

1. Analisis Deskriptif

2. Analisis Inferensial :

a. Uji Homogenitas = test of the equality of variances = F test

(Levene’s Test for Equality of Variance).

b. Uji Normalitas data dengan Shapiro Wilks

c. Jika didapatkan data berdistribusi normal maka untuk uji

parametrik compare means menggunakan Independent-

Samples t- Test, dan bila tidak berdistribusi normal dapat

digunakan uji Kruskal Wallis

Page 32: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

56

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis Sampel

Analisis penelitian mencakup sebaran data secara deskriptif, tensile

strength serta rasio kolagen tipe III/tipe I. Selanjutnya data yang terkumpul

dilakukan analisis secara statistic dengan SPSS for Windows version 22.0.

5.1.1. Analisis Deskriptif

Analisis data secara deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih

jelas mengenai distribusi dan simpangan baku dari masing-masing variable

penelitian.

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi subjek penelitian masing-masing kelompok

Kelompok Frekuensi (n) Persentase (%)

Perlakuan

(dengan Astaxanthin)

16 50.00

Kontrol

(tanpa Astaxanthin)

16 50.00

Total 32 100

Dari distribusi di atas dapat dilihat bahwa total jumlah subjek penelitian

adalah sebanyak 32 dengan kelompok perlakuan dengan pemberian Astaxanthin

adalah sebanyak 16 atau 50.00 % dari total seluruh subjek dan kelompok kontrol

tanpa pemberian Astaxanthin sebanyak 16 atau 50.00%.

abel 5.2

Rerata Kekuatan Tarik pada masing-masing kelompok

Variabel

Kelompok

Kelompok

Perlakuan dengan

Astaxanthin

(n=16)

(Mean SD)

Kelompok Kontrol

tanpa Astaxanthin

(n=16)

(Mean SD)

Kolagen Tipe III

(%) 14,80 ± 2,0559 29,70 ± 6,4301

Kolagen Tipe I

(%) 86,25 ± 0,9402 73,07 ± 4,7582

Rasio Kolagen III/I 0,172 ± 0,0242 0,408 ± 0,0919

Tensile Strength (N) 92,56 ± 4,3384 88,53 ± 6,3248

Page 33: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

57

Rerata persentase kolagen tipe III pada kelompok perlakuan adalah

sebesar 14,80 % ± 2,0559 sedangkan pada kelompok kontrol adalah sebesar 29,70

% ± 6,4301. Kolagen tipe I pada kelompok perlakuan memiliki rerata sebesar

86,25 % ± 0,9402 sedangkan pada kelompok kontrol adalah sebesar 73,07 % ±

4,7582. Rasio Kolagen III/I pada kelompok perlakuan adalah sebesar 0,172 ±

0,0242 dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 0,408 ± 0,0919.

Rasio paling kecil terdapat pada kelompok perlakuan dengan nilai rasio 0,133 ±

0,0242 sedangkan nilai rasio paling besar terdapat pada kelompok kontrol dengan

nilai rasio 0,570 ± 0,0919.

Rerata kekuatan tarik pada kelompok perlakuan adalah sebesar 92,56 N ±

4,3384 sedangkan rerata kekuatan tarik pada kelompok kontrol adalah sebesar

88,53 N ± 6,3248. Kekuatan tarik paling tinggi ada pada kelompok perlakuan

dengan nilai 98,74 N ± 4,3385 SD dengan kekuatan tarik paling rendah terdapat

pada kelompok kontrol yaitu 80,05 N ± 6,3248 SD.

5.2 Analisis Inferensial

Analisis ini bertujuan untuk melakukan generalisasi hasil penelitian ke populasi.

Uji statistik inferensial yang digunakan pada penelitian ini adalah independent t-

test bila data berdistribusi normal dan varian datanya homogen. Penilaian hasil uji

menggunakan 95% CI dan nilai p pada batas kemaknaan 0.05.

5.2.1. Uji Normalitas dan Homogenitas

Variabel-variabel penelitian pada kelompok perlakuan dan kontrol

dilakukan uji normalitas. Dengan jumlah data sebanyak 32 (n < 50), maka uji

normalitas yang digunakan terhadap rasio kolagen tipe III/tipe I dan kekuatan

tarik tendon adalah Shapiro-Wilk test, sedangkan uji homogenitas varian data

dilakukan dengan menggunakan Levene’s test.

Tabel 5.3

Uji normalitas data variabel-variabel penelitian dengan Shapiro-Wilk

Variabel Kelompok N P Keterangan

Rasio Kolagen Tipe III/tipe I Perlakuan 16 0,362 Normal

Kontrol 16 0,298 Normal

Tensile Strength Perlakuan 16 0,099 Normal

Kontrol 16 0,050 Normal

Tabel di atas menunjukkan bahwa data rasio kolagen tipe III/tipe I dan tensile

strength berdistribusi normal, dimana nilai p > 0,05

Tabel 5.4

Uji Homogenitas varian data variabel-variabel penelitian dengan Levene’s Test

Variabel Kelompok N P Keterangan

Rasio Kolagen Tipe III/tipe I Perlakuan 16 0,000

Homogen

Kontrol 16

Tensile Strength Perlakuan

Kontrol

16

16

0,049 Homogen

Page 34: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

58

Tabel di atas menunjukkan bahwa data rasio kolagen tipe III/tipe I dan tensile

strength memiliki varian yang homogen, dimana nilai p < 0,05

5.2.2. Uji Independent t-Test

Untuk variabel numerik dilakukan uji kemaknaan untuk data dua

kelompok tidak berpasangan yaitu independent t-test untuk data yang berdistribusi

normal. Untuk mengetahui efek dari masing-masing variabel pada kelompok

perlakuan dan kontrol dilakukan dengan membandingkan rerata post-test dari

masing-masing kelompok.

Tabel 5.5

Hasil uji komparabilitas data post-test variabel penelitian untuk kelompok

perlakuan dan kontrol

Variabel

Kelompok

Beda

rerata

95% CI

Nilai

p

Perlakuan

dengan

Astaxanthin

(n = 16)

Kontrol tanpa

Astaxanthin

(n = 16)

Rasio Kolagen

TipeIII/I 0,172 ± 0,0242 0,408 ± 0,0919 -9,955

-0,285 – (-

0,188) 0,000

Tensile Strength 92,56 ± 4,3384 88,53 ± 6,3248 4,0343 0,12 – 7,95 0,044

Tabel di atas menunjukkan bahwa rasio kolagen III/I pada kelompok perlakuan

lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan perbedaan rerata antar

kelompok perlakuan dan kontrol signifikan secara statistik dengan nilai p = 0,000

(p< 0,05). Sedangkan tensile strength pada kelompok perlakuan lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan perbedaan rerata antar kelompok

perlakuan dan kontrol signifikan secara statistik dengan nilai p = 0,044 (p< 0,05).

Page 35: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

61

BAB VI

PEMBAHASAN

Hasil interpretasi dari data penelitian yang sudah diolah dan dianalisis secara

statistik, semuanya sesuai dengan hipotesis dari penelitian. Berikutnya hasil

interpretasi data tersebut akan dibahas untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil penelitian ini.

6.1 Subjek Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan subjek kelinci untuk mengetahui

pengaruh Astaxanthin terhadap rasio Kolagen III/I dan tensile strength pada

tendon yang mengalami cedera. Kelinci tersebut dipilih karena sangat mudah

didapatkan, tidak memerlukan biaya besar dalam pemeliharaannya, ukuran tubuh

yang kecil sehingga tidak banyak memerlukan ruang dalam pemeliharannya.

Disamping itu, kelinci mampu berkembang biak dengan sangat cepat dan untuk

mencapai umur dewasa cukup singkat yaitu 4 sampai 5 bulan. Hal ini cukup

menguntungkan dalam memperoleh subjek kelinci dewasa yang sesuai dengan

kriteria inklusi. Secara spesifik, ukuran tendon kelinci dewasa juga relatif besar

sehingga memudahkan dalam melakukan proses penelitian. Keuntungan tersebut

yang menyebabkan kelinci sering digunakan sebagai subjek penelitian terutama

dalam meneliti tendon.

6.2 Pengaruh Astaxanthin terhadap Rasio Kolagen III/I

Pengaruh Astaxanthin terhadap rasio kolagen III/I dianalisis dengan

membandingkan rasio kolagen III/I antara kelompok perlakuan dengan

Astaxanthin dengan kelompok control tanpa pemberian Astaxanthin.

Sebelum dilakukan uji komparatif, dilakukan uji normalitas dan

homogenitas terlebih dahulu dimana hasilnya menunjukkan bahwa data rasio

kolagen III/I berdistribusi normal dan homogen.

Berdasarkan hasil analisis parametrik dengan uji t-independent didapatkan

adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara kelompok perlakuan

dengan kelompok kontrol, dimana rasio kolagen III/I pada kelompok perlakuan

dengan Astaxanthin lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa

pemberian Astaxanthin.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Bauge dkk dan

Mizuta dkk yang menyebutkan bahwa, proporsi sintesis kolagen tipe I akan

ditingkatkan dan ekspresi sintesis kolagen tipe III akan ditekan sehingga rasio

ekspresi mRNA kolagen III/I akan menurun pada cedera tendon yang diberikan

suplementasi antioksidan seperti Astaxanthin dan Spirulina (TOL19-001). Hal ini

disebabkan karena aktivitas Astaxanthin menghambat pembentukan ROS dan IL-

1 sehingga proses inflamasi ekstensif dan apoptosis dapat dihambat.

Penelitian lain oleh Kishimoto dan Song dkk juga menunjukkan bahwa

Astaxanthin juga dapat menghambat ekspresi dan kinerja beberapa MMP

termasuk MMP-1, MMP-2, MMP-8, MMP-13 dan MMP-14 yang memiliki

aktivitas kolagenase melalui penekanan pembentukan ROS dan IL-1, sehingga

mampu mencegah proses fibrogenesis dan mencegah terjadinya degradasi fibril

kolagen I.

Page 36: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

62

6.3 Pengaruh Astaxanthin terhadap Kekuatan Tensile Tendon

Pengaruh Astaxanthin terhadap kekuatan tensile tendon kelinci juga dianalisis

dengan membandingkan kekuatan tensile tendon antara kelompok perlakuan

dengan Astaxanthin dengan kelompok kontrol tanpa pemberian Astaxanthin.

Sebelum dilakukan uji komparatif, dilakukan uji normalitas dan

homogenitas terlebih dahulu dimana hasilnya menunjukkan bahwa data kekuatan

tensile tendon berdistribusi normal dan homogen.

Berdasarkan hasil analisis parametrik dengan uji t-independent didapatkan

adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara kelompok perlakuan

dengan kelompok kontrol, dimana kekuatan tensile tendon pada kelompok

perlakuan dengan Astaxanthin lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol

tanpa pemberian Astaxanthin.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian Woo dan Aro dkk yang

menunjukkan bahwa tendon dengan komposisi dominan kolagen tipe I dan cross-

link dominan matur akan meningkatkan kekuatan tensilenya. Menurut Bauge dkk,

pemberian kolagen seperti Spirulina (TOL19-001) dapat meningkatkan cross-

linking dan kekuatan tensile pada serat kolagen, elastisitas serta struktur tendon.

Hal ini sejalan dengan penelitian ini dimana kekuatan tensile tendon pada

kelompok perlakuan dengan Astaxanthin secara signifikan lebih besar

dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa pemberian Astaxanthin.

Rerata kekuatan tensile tendon Achilles setelah perlakuan masih dalam

rentang kekuatan tensile normal pada kelinci, namun kekuatan setelah

pembebanan maksimal menurun dibandingkan dengan tendon normal. Hal ini

sesuai dengan penelitian oleh Woo yang menyatakan bahwa komponen

biomekanik tendon tetap inferior setelah cedera grade III.

Page 37: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

64

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Rasio serat kolagen tipe III/tipe I pada kesembuhan cedera tendon

Achilles kelinci yang diberikan Astaxanthin lebih rendah daripada

yang tidak diberikan Astaxanthin

2. Kekuatan tensile pada kesembuhan cedera tendon Achilles kelinci

yang diberikan Astaxanthin lebih tinggi daripada yang tidak diberikan

Astaxanthin.

7.2 Saran

Dari simpulan yang telah dikemukakan, bahwa pemberian Astaxanthin

dapat menurunkan rasio kolagen tipe III/ tipe I pada tendon Achilles sehingga

kekuatan tensile meningkat. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar

penggunaan Astaxanthin dalam cedera tendon. Namun, masih diperlukan

penelitian menggunakan sampel yang berbeda atau jumlah sampel lebih

banyak untuk mendapatkan efek klinis terutama pada manusia.

Page 38: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

66

DAFTAR PUSTAKA

Agostini C., et al, 2014. Scientific Opinion on the safety of Astaxanthin-rich

aingredients (AstaREAL A1010 and L10) as Novel food ingredients.

European Food Safety Authority, Parma, Italy;12(7):3757

Ambati R.R., Phang S.M., Ravi S., Aswathanarayana R.G., 2014. Astaxanthin:

Sources, Extraction, Stability, Biological Activities and its Commercial

Applications. Mar. Drugs;12:128-152

Annemarie J., Dura E.A., Attena J., Blauw B., DeGroot J., Huizinga T.W.J.,

Zuurmond A., Bank R.A., 2005. The Type of Collagen Cross-Link

determines the reversibility of experimental skin fibrosis. Biochimica et

Biophysica Acta, Elsevier;60-67

Aoi W., Naito Y., Takanami Y., Ishii T., Kawai Y., Akagiri S., Kato Y., Yoshikawa

T., 2008. Astaxanthin improves muscle lipid metabolism in exercise via

inhibitory effect of oxidative CPT I Modification. Biochemical and

Biophysical Research Communication, Japan. Elsevier, 366; 892-897.

Aro A., Perez M., Vieira, Esquisatto, Rodrigues, Gomez, Pimentel, 2015. Effect of

Calendula Officinalis Cream on Achilles Tendon Healing. The

Anatomical record; 298:428-435

Bauge C., Leclercq S., Conrozier T., Boumediene K., 2015. TOL19-001 Reduces

Inflammation and MMP Expression in Monolayer Cultures of Tendon

Cells. BMC Complementary and Alternative Medicine; 15:217.

Barker T., 2009. Oxidative Stress and Muscle Dysfunction Following Anterior

Cruciate Ligament Surgery. A dissertation submitted to Oregon State

University.

Bray R.C., Salo P.T., Lo I.K., Ackerman P., Rattner J.B., Hart D.A., 2005. Normal

Ligament Structure, Physiology and Function. Sports Med Arthrosc

Rev;13 :127-135

Bode M., 2000. Characterization of Type I and Type III Collagens in Human tissues.

Department of Clinical Chemistry, University of Oulu, Finland;1-76.

Buckwalter J.A., Grodzinsky A.J., 2000. Loading of Healing Bone, Fibrous Tissue,

and Muscle: Implications for Orthopaedic Practice. J Am Acad Orthop

Surg;7:291-299

Capelli B., Keily S., Linhart J., Cysewski, 2013. The Medical Research of

Astaxanthin. Cyanotech Coorporation, Hawaii

Chamberlain C.S., Crowley E.M., Kobayashi H., Eliceiri K.W., Vnderby R., 2011.

Quantification of Collagen Organization and Extracellular Matrix Factors

within the Healing Ligament. Microsc Microanal;17(5):779-787

Chen, B., Wang Z., Li Q. 2002. Repair Flexor Tendon Defect of Rabbits with

Complex of Fibroblast and Human Amnion Extracellular Matrix

(HAECM). J. Chin Med. 115; 542-545.

Page 39: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

67

Cheng W., Yan-hua R., Fang-gang N., Guo-an Z., 2011. The Content and Ratio of

Type I and Type III Collagen in Skin differ with Age and Injury. African

Journal of Biotechnology;10(13);2524-2529

Federer, W T. 2008. Experiment Design. Statistic and Society Data Collection and

Interpretation Second Edition Revised and Expanded. Marcel Dekker,

New York ; P: 157.

Frank C.B., 2000. Ligament Healing: Current Knowledge and Clinical Applications.

J Am Acad Orthop Surg; 4:74-83

Freedman B., Gordon, Soslowsky L., 2014. The Achilles Tendon: Fundamental

Properties and Mechanisms Governing Healing. Muscles, Ligaments and

Tendon Journal;4(2): 245-255

Gammone M.A., Gemello E., Riccioni G., 2014. Marine Bioactive and Potential

Application in Sports. Mar.Drugs 2014, 12,2357-2382.

Harris G.K., Baer D.J., 2006. Antioxidants: Scientific Evidence for Musculoskeletal,

Bariatric and Sports Nutrition, Taylor & Francis Group, New York. II; 7;

111-127.

Giannotti S., et al. 2015. Treatment of Tendon Injuries of The Lower Limb with

Growth Factors Associated with Autologous Fibrin Scaffold or

Collagenous Scaffold. Surg Technol Int; 26: 324-8

Grover D.M., Chen A.A., Hazelwood S.J., 2000. Biomechanic of the Rabbit Knee

and Ankle: Muscle, ligament, and joint contact force predictions.

Department of Orthopaedic Surgery, University of California, USA:1-6

Guerin M., Huntley M.E., Olaizola M, 2003. Haematococcus astaxnthin: Application

for human health and nutrition. Trends in Biotechnology. Elsever,

USA.21.5;210-216

Hector E.E., Robins S.P., Mercer D.K., Brittenden J., Wainwright C.L., 2010.

Quantitative measurement of mature collagen cross-links in human

carotid artery plaques. Artherosclerosis;211(11):471-4

Hilderbrand K.A., Corrie L., Behm G., Alison, Hart D.A., 2005. The Basic of Soft

Tissue Healing and General Factors that Influence Such Healing. Sports

Med Arthrosc Rev; 13(3):136-144

Howart M, Chinnapen DJF, Gerrow K, Dorrestein PC, Grandy MR, Kelleher NL,

Husseini E,Ting A and Alice Y. 2006. A Monovalen sterptavidin with a

single fentomer biotin binding site. Nature Methods 3 (4): 267-73.

James R. et al, 2008, Tendon: Biology, Biomechanics, Repair, Growth Factors, and

Evolving Treatment Options. Orthopedic Research Laboratories,

University of Virginia. Charlottesville

Jarvinen T., Kannus P., Mafulli N., 2005. Achilles Tendon Disorders Etiology and

Epidemiology. Foot Ankle Clin N Am; 10: 255 – 266.

Kiernan JA. 2011. Histological and histochemical method: Theory and practice. 2nd.

NSW Australia. Pergamon Press.Pp 330-341.

Page 40: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

68

Kishimoto Y., Tani M., Uto-Kondo H., Saita E., Sone H., Kurata H., Kondo K., 2010.

Astaxanthin Supresses Scavenger Expression and Matrix

Metalloproteinase Activity in Macrophages. Eur J Nutr; 49(2): 119-26.

Kim S., Akaike T., Sasagawa T., Atomi Y., Kurosawa H., 2002. Gene Expression of

Type I and Type III Collagen by Mechanical Stretch in Anterior Cruciate

Ligament Cells. Cell Structure and Function. Japan Society for Cell

Biology;27:139-144

Leask A., Abraham D.J., 2004. TGF- Signaling and Fibrotic Response. Royal Free

& University Collage Medical School, Rowland Hill Street, London, UK.

FASEB J. 18,816-827.

Maffulli N., Renstrom P., Leadbetter W.B., 2005. Tendon Injuries. Basic Science and

Clinical Medicine. Springer-Verlag London Limited.pp 3-313.

Matson A., Konow N., Miller S., Roberts T., 2012. Tendon Material Properties Vary

and are Interdependent among Turkey Hindlimb Muscles. The Journal of

Experimental Biology. The Company of Biologist, 215, 3552-3558.

McCormick R.J., Thomas D.P., 2000. Collagen Crosslinking in the Heart:

Relationship to development and function. Basic Appl. Myol.;8(2):143-

150

Mizuta M., Hirano S., Hiwatashi N., Tateya I., Kanemaru S., Nakamura T., Ito J.,

2013. Effect of Astaxanthin on Vocal Fold Wound Healing. The

American Laryngological, Rhinological and Otological Society, Inc.

Kyoto University.124:E1-E7.

Naito Y., Takahashi J., Aoi W., 2008. Gene Expression Regulating Agents. US Patent

Application Publication;12:155-914

Romani W., Langenberg P., Belkoff S.M., 2010. Sex, Collagen Expression, and

Anterior Cruciate Ligament Strength in Rats. Journal of Athletic

Training;45(1):22-48

Sharma Pankaj et al, 2006, Tendon Injury and Tendinopathy: Healing and Repair.

The Journal of Bone and Joint Surgery, 87:187-201, Needham MA.

Sims T.J., Avery N.C., Bailey A.J., 2010. Quantitative Determination of Collagen

Cross-Links. Methods in Molecular Biology. Humana Press Inc;139:1-24

Song X., Wang B., Lin S., Jing., Mao C., Xu P., Changjun L., Liu W., Zuo J., 2014.

Astaxanthin inhibits apoptosis in alveolar epithelial cells type II in vivo

and in vitro through the ROS-dependent mithocondrial signalling

pathway. J. Cell. Mol. Med.; 18(11);2198-2212

Soufen H.N., Salemi V.M.C., Aneas I.M.S., Ramires F.J.A., Benicio A.M.D.,

Benvenuti L.A., Krieger J.E., Mady C.,2008. Collagen content, but not

the ratios of collagen tipe III/tipe I mRNAs, differs among hypertensive,

alcoholic, and idiopathic dilated cardiomiopathy. Braz J Med Biol Res;

41(12):1098-1104

Terajima M.,Damle S., Yang X., Bostrom M., Hidaka C., Yamauchi M., Phlesko N.,

2002. Monitoring repair tissue quality by collagen cross-link analysis in a

rabbit osteochandral defect model. 56th Annual Meeting of the

Orthopaedic Research Society. Poster No. 964

Page 41: RASIO SERAT KOLAGEN TIPE III/TIPE I LEBIH RENDAH DAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/1493/1/6340ad5336bccf53... · Achilles tendon given astaxanthin is greater than the non-treated

69

Thorpe C., Bierch, Clegg P., Screen H., 2013. The Role of Non Colagenous Matrix in

Tendon Function. Int. J. Exp. Path; 94: 248-259

Viidik A., 2009. Tensile Strength Properties of Achilles Tendon System in Trained

and Untrained Rabbits. Acta orthop. Scandinav. 40,261-272.

Woo S.L., Vogrin T.M., Abramowitch S.D., 2000. Healing and Repair of Ligament

Injuries in the Knee. J Am Acad Orthop Surg;8:364-372

Yamashita E., 2013. Astaxanthin as Medical Food. Functional Foods in Health and

Disease; 3(7):254-258

Yilgor C., Huri P.Y., 2012. Tissue Engineering Strategies in Ligament Regeneration.

Stem Cell International;12:1-10