rangkuman bab 4 : tata letak fasilitas produksi dalam sebuah pabrik
DESCRIPTION
Kepentingan tugas PTIBTRANSCRIPT
TUGAS PTIB
RANGKUMAN BAB 4 TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI DALAM SEBUAH PABRIK
KELOMPOK 4 :
NADIA ZAHRA 2015450130AHMAD ZUBAIRI 2015450105FIBA DWI ANANDA 2015450117M.RISKI KUSHARDIANTO 2015450128SEPTYO ADI HUTAMA 2015450139
TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI DALAM SEBUAH PABRIK
4.1. Macam dan tipe tata letak fasilitas produksi
Secara umum tata letak fasilitas pabrik dibagi menjadi 3 macam,yaitu :
-Tata letak berdasarkan aliran produk (product layout)
-Tata letak berdasarkan aliran proses (process layout)
-Tata letak berdasarkan posisi (fixed position layout)
Sebagian besar industri akan mengatur layout fasilitas produksinya berdasarkan
kombinasi-kombinasi dari ketiga macam tipe layout tersebut di atas.
4.1.1. Tata letak fasilitas produksi berdasarkan aliran produk
Jika suatu pabrik secara khusus akan memproduksi satu macam produk atau kelompok produk
dalam jumlah/volume yang besar dan waktu produksi yang lama, maka segala fasilitas produksi dari pabrik tsb
haruslah diatur dengan menggunakan cara tata letak aliran (layout) yang dapat diatur menurut prinsip
“machine after machine”. Sebagai contoh disini banyak tipe dari garis aliran produk (product flow line) yang
diaplikasikan seperti :
Straight Line U-Shaped L-Shaped S-Shaped O-ShapedGambar berbagai tipe pola aliran produksi
4.1.2 Tata Letak Produksi Berdasarkan Aliran Proses
Adalah metode pengaturan dan penempatan dari emsin dan segala fasilitas produksi dengan tipe/macam yang sama dalam sebuah departemen. Disini semua mesin atau fasilitas produksi yang memiliki ciri-ciri operasi atau fungsi kerja yang sama diletakkan dalam sebuah departemen. Contoh layout aliran proses :
Tata letak ini umumnya diaplikasikan untuk industri dengan jumlah/volume produksi yg relatif kecil dan terutama sekali untuk produk yang tidak distandartkan.Industri –industri yang beroperasi berdasarkan pesanan lebih tepat menggunakan layout ini untuk mengatur fasilitas produksinya. Dasar-dasar pertimbangan dalam menentukan layout ini antara lain :
1. Produk yang dibuat ada bermacam model dan dalam jumlah kecil serta dalam waktu yang singkat.
2. Aktivitas motion & time study sulit dilaksanakan karena kegiatannya berubah-ubah.3. Sulit mengatur keseimbangan kerja antara manusia dan mesin.4. Memerlukan pengawasan yang banyak.5. Satu tipe mesin bisa bermacam-macam fungsi.6. Banyak menggunakan peralatan berat.
Dari pernyataan tersebut, ada beberapa keuntungan yang didapat dari layout menurut aliran proses , yaitu :
1. Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin dan alat prouksi lainnya.2. Mudah untuk mengatasi breakdown mesin.3. Kemungkinan adanya aktivitas supervisi yang lebih baik dan efisien.
Sedangkan hambatan yg akan dilalui adalah sebagai berikut :
4. Material handling cost lebih mahal karena garis produksi lebih panjang.5. Total waktu produksi biasanya akan lebih lama.6. Memerlukan operator yang berskill tinggi untuk mengoperasikan mesin.7. Sistem perencanaan dan pengendalian produksi akan lebih kompleks dan membutuhkan
ketelitian.
4.1.3. Tata Letak Berdasarkan Posisi Tetap(Fixed-Position Layout)
Tipe layout berdasarkan posisi tetap (Fixed-Position Layout) tidaklah begitu penting untuk proses manufacturing bilamana hal ini dibandingkan dengan kedua tipe layout yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk tata letak berdasarkan posisi tetap, material dan komponen dari produk utamanya akan tinggal tetap pada posisi/lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi material atau komponen produk utama tersebut. Pada proses perakitan maka layout tipe posisi tetap akan sering dijumpai karena disini peralatan kerja (tools) akan mudah dipindahkan. Contoh nyata layout tipe ini bisa dijumpai dalam industry perakitan pesawat terbang, ship building, dan lain-lain
4.2 Perencanaan Tata Letak Secara Sistematis (Systematic Layout Planning)
Suatu pendekatan sistematis dan terorganisir untuk perencanaan tata letak fasilitas produksi
lebih diintroduksikan oleh Richard Muther (1973) yang dikenal dengan Systematic Layout Planning (SLP).
SLP banyak diaplikasikan untuk berbagai macam persoalan meliputi antara lain problem produksi,
transportasi, pergudangan, supporting service dan aktivitas-aktivitas yang dijumpai dalam perkantoran
(office layout).
Data masukan dan aktifitas
1. Aliran Material 2. Hubungan Aktifitas
3. String diagram
4. Kebutuhan Luas Area 5. Luas Area Tersedia
6. Space Relationship Diagram
7. Pertimbangan Modifikasi 8. Batasan-batasan Praktis
10. EVALUASI
9. Perancangan Alternatif Tata Letak
Prosedur untuk Merencanakan Systematic Layout Planning
Langkah Awal : Pengumpulan Data Masukan & Aktifitas
Agar analisa layout bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka terlebih
dahulu perlu dikumpulkan data yang berkaitan dengan aktifitas pabrik seperti desain
produk yang akan dibuat, proses dan penjadwalan (schedule) kerja, dll.
Langkah 1 : Analisa Aliran Material
Analisa aliran material (flow of materials analysis) akan berkaitan dengan
usaha-usaha analisa pengukuran kuantitatif untuk setiap perpindahan gerakan
material diantara departemen-departemen atau aktifitas-aktifitas operasional.
Peta Proses Operasi (Operation Process Chart / OPC) umumnya
digunakan untuk menggambarkan urutan kerja khususnya untuk
kegiatan yang produktif saja seperti operasi dan inspeksi. Sedangkan
istilah Peta Aliran Proses (Flow Proses Chart / FPC) akan memberikan
informasi lebih spesifik dan sangat baik diaplikasikan guna
menganalisa tata letak fasilitas produksi.
Dalam hal-hal yang berkaitan dengan job shop yang
bekerja berdasarkan job order – tentu saja akan
sangat sulit untuk menggambarkan aliran material
melalui FPC, untuk itu digunakan metode analisa
aliran material yang lainnya yaitu From To Chart.
From-to Chart – seringkali disebut Travel Chart atau Trip Chart – akan menunjukkan sejumlah “aktifitas
perjalanan” (travel atau trip) dari satu lokasi menuju lokasi kerja yang lain. Analisa didasarkan pada
bobot/volume material yang harus dipindahkan dan jarak perpindahan yang ditempuh. Prinsipnya adalah
dengan mencoba mencari total material handling yang minimal dengan cara :
1. Material dengan bobot/volume besar dipindahkan dalam jarak yang sependek-pendeknya. Urutan proses
(yang berkaitan dengan layout fasilitas produksi) diatur sesuai dengan ketentuan ini.
2. Sedapat-mungkin dihindari adanya aliran balik (back tracking) karena hal tersebut menyebabkan aktifitas
material handling harus dilaksanakan dua kali langkah kegiatan.
Secara umum analisa material dengan menggunakan from-to chart akan sangat baik diaplikasikan untuk
perencanaan layout berdasarkan aliran proses (process layout).
Sebagai contoh, bilamana pembuatan Produk A dan Produk B diketahui data tentang volume / berat
material yang harus dipindahkan dan mengenai perpindahan material tersebut dari satu lokasi kelokasi yang
lain; maka selanjutnya dapat dibuat matriks from-to chart yang sesuai.
Produk Volume Berat Material Urutan Pekerjaan
A 30 GBB – D01 – D03 – D04 – INSP – PKG - GPJ
B 45 GBB – D02 – D05 – D03 – INSP – PKG - GPJ
Keterangan :
GBB = Gudang Bahan Baku (Row Material Storage)
D01 = Departemen 01 (mesin press)
D02 = Departemen 02 (pengecoran)
D03 = Departemen 03 (mesin frais)
D04 = Departemen 04 (mesin drill)
D05 = Departemen 05 (mesin gerinda)
INSP = Departemen inspeksi / QC
PKG = Departemen pengepakan (Packaging)
GPJ= Gudang Produk Jadi (Finished God Storage)
Dari matriks from-to chart diatas tampak adanya gerakan perpindahan material yang berlawanan dengan
arah aliran material. Hal ini terjadi pada langkah D05 menuju ke D03 dari aliran proses produk B.
Langkah ini dikenal sebagai langkah “back-tracking” yang seharusnya dihindari dalam phase
perancangan layout. Dengan mengubah tata letak departemen D05 mendahului D03, maka bisa
dilakukan modifikasi layout dengan aliran material handling yang lebih kecil lagi.
Dari matriks from-to chart
layout baru tampak bahwa back-
tracking sudah berhasil
dihilangkan, sehingga layout baru
yang diusulkan akan jauh lebih baik
karena mampu memberikan beban
perpindahan material yang lebih
kecil lagi.
Gambar berikut
menunjukkan tata letak pabrik
Produk A dan B setelah diperbaiki
(layout disusun tetap berdasarkan
aliran proses)
Langkah 2 : Analisa Hubungan Aktifitas Kerja (Activity Relationship)
Selain faktor material handling yang bersifat kuantitatif, adapula faktor lain yang bersifat kualitatif
yang harus dipertimbangkan didalam perancangan layout. Untuk ini Activity Relationship Chart (ARC) atau
sering pula disebut sebagai Relation Chart (REL-Chart) bisa dipakai untuk memberi pertimbangan kualitatif
didalam perancangan layout tersebut. REL-Chart ini hampir mirip penggambarannya seperti from-to chart
hanya saja angka-angka kuantitatif dalam bentuk bobot / volume material dan jarak perpindahan material
seperti yang dijumpai dalam from-to chart akan digantikan dengan suatu penilaian kualitatif mengenai derajat
kedekatan.
Suatu contoh penggambaran REL-Chart yang menggambarkan hubungan aktifitas dari fasilitas yang ada dalam
sebuah rumah sakit yang memiliki 6 departemen yang masing-masing memiliki fungsi pelayanan medis yang
berbeda. Derajat hubungan aktifitas masing-masing departemen dan pertimbangan yang diberikan dalam
penetapan derajat hubungan tersebut diberikan dalam bentuk matriks REL-Chart sebagai berikut :
Langkah 3 : Penyusunan String Diagram
Langkah ini mencoba merangkum Langkah 1
dan 2 dimana posisi mesin (bisa juga posisi kelompok
fasilitas kerja atau departemen) akan diatur letaknya dan
kemudian dihubungkan dengan garis (string) sesuai
dengan jarak pemindahan materialnya.Penempatan
dilaksanakan melalui metode “trial & error”. Pertama kali
prioritas diberikan pada lokasi yang memiliki derajat
hubungan aktifitas A, lalu E, kemudian I, dan seterusnya.
Dari contoh matriks REL-Chart (Tabel 4) yang
telah dibuat untuk menunjukkan hubungan antara
departemen dalam rumah sakit dapat dibuat string
diagramnya sebagai berikut.
Langkah 4 : Kebutuhan Luas Area
Langkah ini disebut juga langkah “Penyesuaian”. Hal ini dilakukan dengan menganalisa
dan menghitung kebutuhan luas area untuk penempatan fasilitas produksi (mesin-mesin)
dengan memperhatikan luasan area per mesin dan kelonggaran (allowance) luasan lainnya.
Lankah 5 : Pertimbangan Terhadap Luas Area Yang Tersedia
Dalam beberapa kasus – khususnya untuk problem relayout – seringkali layout yang
didesain harus disesuaikan dengan luas bangunan pabrik yang tersedia. Demikian juga untuk
kasus yang lain dimana biaya serba terbatas, maka luas area yang bisa disediakanpun akan
sangat terbatas sekali.
Langkah 6 : Pembuatan Space Relationship Diagram
Langkah 6 pada dasarnya adalah modifikasi dari langkah 3, dengan menggunakan pertimbangan yang
telah dilakukan dilangkah 4 dan 5. Meskipun demikian tetap diperlukan beberapa percobaan (trial & error)
sebelum layout yang feasible bisa dibuat.
Selanjutnya dari luas area yang diperlukan dari setiap departemen seperti contoh yang diberikan
dalam kasus perancangan layout rumah sakit bisa dibuat space REL-Diagram dan final layout sebagai berikut :
Langkah 7 & 8 : Modifikasi Layout Berdasarkan Pertimbangan Praktis
Hal-hal yang berkaitan dengan bentuk bangunan, letak kolom penyangga,
lokasi piping system, dan lain-lain merupakan dasar pertimbangan untuk
memperbaiki alternatif desain layout yang diusulkan.
Langkah 9 & 10 : Pemilihan & Evaluasi Alternatif Layout
Langkah terakhir ini adalah untuk mengambil keputusan terhadap usulan
desain layout yang harus dipilih/diaplikasikan.