rangcngan proposal arbusa.docx

30
JUMLAH PLAK PEYERI PADA TIKUS YANG DIPUASAKAN DAN YANG TIDAK DIPUASAKAN Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Oleh Arif Budi Santoso 12711048 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2015

Upload: arbusa86

Post on 13-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

JUMLAH PLAK PEYERI PADA TIKUS YANG DIPUASAKAN DAN

YANG TIDAK DIPUASAKAN

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Program Studi Pendidikan Dokter

Oleh

Arif Budi Santoso

12711048

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2015

Page 2: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGAJUAN SEMINAR PROPOSAL

Judul proposal

JUMLAH PLAK PEYERI PADA TIKUS WISTAR YANG DIPUASAKAN DAN

YANG TIDAK DIPUASAKAN

Diajukan oleh:

Arif Budi Santoso

12711048

Dipersetujui oleh pembimbing

dr. Ika Fidianingsih, M.Sc.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2015

Page 3: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

DAFTAR ISI

Page 4: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan baik didalam

negeri maupun diluar negeri. Kecenderungan terjadinya obesitas pada umumnya

berhubungan dengan pola makan, status sosial, ketidakseimbangan antara

aktivitas tubuh, dan konsumsi makanan. (Misnadiarly.2007. Obesitas sebagai

FaktorResikobeberapa Penyakit. Jakarta: Pustaka Obor Populer)

Obesitas tidak hanya berdampak pada kondisi medis, psikis maaupun

sosial, tetapi juga berhubungan erat dengan dengan kelangsungan hidup

penderitanya. Menurut WHO, seseorang dikatakan obesitas apabila memiliki BMI

(Body Mass Index) lebih dari normal atau disebut obesitas apabila BMI > 25,0.

BMI adalah suatu angka yang didapat dari hasil berat badan dalam kilogram

dibagi tinggi badan dalam meter kuadarat. (Misnadiarly.2007. Obesitas sebagai

FaktorResikobeberapa Penyakit. Jakarta: Pustaka Obor Populer)

Dalam beberapa jurnal penelitian, bahkan para ilmuwan telah menemukan

bahwa obesitas dapat melemahkan sistem imun seseorang. Seseorang yang

terkena obesitas yang makan sehat dan latihan masih memiliki risiko penurunan

fungsi imun.

Pada beberapa studi, obesitas sendiri telah terbukti merusak imun.

Beberapa temuan khusus meliputi:

o Penurunan produksi sitokin

o Perubahan fungsi monosit dan limfosit

o Disfungsi sel NK (Natural Killer)

o Mengurangi fungsi makrofag dan sel dendritik

o Penurunan respon terhadap stimulasi antigen / mitogen

Penelitian diatas telah menunjukkan bahwa gangguan respon imun pada

hewan dan orang yang terkena obesitas, dapat menyebabkan peningkatan risiko

Page 5: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

infeksi. Studi populasi telah menunjukkan hal yang sama. Misalnya, pasien

obesitas yang dirawat di rumah sakit lebih mungkin untuk terkena infeksi

sekunder dan komplikasinya, seperti sepsis, pneumonia, atau bakteremia. Secara

keseluruhan, tampak bahwa obesitas dapat meningkatkan risiko infeksi bakteri

dan virus. (Obesitas dan sistem imun by Stephanie F. Deivert, RD, LDN, and

Mildred K. Fleetwood, PhD)

Bertolak belakang dengan obesitas, ternyata puasa dapat meningkatkan

sistem imun. Fakta penelitian baru menunjukkan bahwa kelaparan tubuh akan

memaksa sel induk memproduksi leukosit baru, yang mampu melawan infeksi di

dalam tubuh. Puasa juga akan membantu perbaikan sistem imun pada orang-orang

yang menderita gangguan sistem imun (misal efek kemoterapi atau penuaan).

Dengan berpuasa, leukosit lebih banyak diproduksi. (Adam et all, 2014)

Profesor Valter Longo, peneliti Gerontology dan Biological Sciences di

University of California mengatakan bahwa puasa akan memberikan perintah

pada sel-sel induk (hematopoietic stem cell) untuk terus memproduksi sel-leukosit

dan membangun regerasi sistem imun secara menyeluruh. Selain itu, tubuh juga

akan mampu menyingkirkan bagian-bagian dari sistem yang mungkin rusak atau

tua, atau yang tidak efisien. Ketika kelaparan, sistem tubuh akan mencoba untuk

menghemat energi. Dan salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan

mendaur ulang banyak sel-sel imun yang tidak diperlukan. (Adam et all, 2014)

Puasa dalam jangka waktu panjang juga dapat memaksa tubuh untuk

menggunakan glukosa dan lemak, serta menguraikan sebagian besar sel-leukosit.

Selama puasa, penurunan leukosit bisa menyebabkan perubahan yang memicu

regenerasi berbasis sel sistem imun baru. Para ilmuwan menemukan bahwa puasa

berkepanjangan bisa mengurangi enzim PKA (protein kinase A), yaitu enzim yang

terkait dengan penuaan dan hormon yang meningkatkan risiko kanker dan

pertumbuhan tumor. (adam et all, 2014 Prolonged Fasting Reduces IGF-1/PKA to

Promote Hematopoietic Stem Cell Based Regenerationand Revers

Immunosuppression)

Page 6: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

Terdapat banyak jaringan atau organ yang menjadi sumber pertahanan

tubuh atau sistem imun, salah satunya adalah plak peyeri (PP) yaitu jaringan

limfoid yang terdapat dalam saluran intestinal atau sering dikenal dengan GALT

(Gut associated-lymphoid tissue). Plak peyeri juga disebut sebagai sensor imun

yang berada didalam saluran usus karena memiliki kemampuan mengangkut

antigen dan bakteri lumen. Fungsi PP seperti induksi toleransi imun atau

pertahanan terhadap patogen merupakan hasil dari interaksi kompleks antara sel-

sel imun yang terletak di folikel limfoid dan epitel folikel terkait. Hal ini diatur

oleh reseptor yang mengenali patogen, terutama NOD2 (Nucleotide

oligomerisation domain 2) yang juga berfungsi mengatur jumlah, ukuran, dan

komposisi sel T plak peyeri, sebagai respon terhadap flora usus. (Peyer’s Patches:

The Immune Sensors of the Intestine, Camille Jung et all, 2010)

Penelitian mengenai obesitas dan penurunan sel imun serta puasa dan

peningkatan sel imun pernah dilakukan sebelumnya (Stephanie et all, Adam et all,

2014), begitu juga dengan plak peyeri sebagai sensor imun intestinal (Camille

Jung et all, 2010). Akan teteapi, penelitian mengenai jumlah plak peyeri (terkait

imunitas) yang dihubungankan dengan obesitas dan puasa belum pernah

dilakukan. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui gambaran histologis plak

peyeri (sebagai sensor imun) pada tikus obesitas yang dipuasakan dan yang tidak

dipuasakan sebagai pembanding.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan

permasalahan: Adakah perbedaan antara jumlah plak peyeri pada tikus obesitas

yang dipuasakan dan tikus obesitas yang tidak dipuasakan?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dapatkah puasa menjadi salah satu terapi dalam

memperbaiki sistem kekebalan tubuh yang menurun pada kasus obesitas.

b. Tujuan Khusus

Page 7: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

Mengetahui apakah terjadi penambahan jumlah plak peyeri sebagai tanda

peningkatan sistem imun secara histologis pada tikus obesitas yang

dipuasakan dan yang tidak dipuasakan.

1.4 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai jumlah plak peyeri pada tikus obesitas yang

dipuasakan dan yang tidak dipuasakan ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

Penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain :

(Intermittent Fasting -A Dietary Intervention for Prevention of Diabetes and

Cardiovascular Disease?-James E Brown, Michael Mosley, Sarah Aldred-

British Journal of Diabetes and Vascular Disease. 2013;13(2):68-72) yaitu

mengenai obesitas dan puasa berselang dimana puasa berselang yang patuh

dilakukan dapat secara signifikan menurunkan berat badan individu yang

obesitas dan menunjukkan bahwa ini adalah pendekatan terapi klinis yang

relevan. Namun penelitian ini tidak membahas mengenai hal yang berkaitan

dengan sistem imun secara spesifik terutama jumlah plak peyeri.

Begitu juga yang dilakukan oleh (Postgrad Med J. 1968 Jan; 44(507): 58–61-Total

fasting in the treatment of obesity-I. C. Gilliland) yang mendapati bahwa terjadi

penurunan berat badan rata-rata 7,82 kilogram selama puasa 14 hari.

Kekurangan nutrisi secara akut sering terjadi dalam praktek klinis, namun sedikit

data yang memaparkan efeknya pada sistem imun hospes. Maka dari itu dilakukan

penelitian mengenai hal tersebut, pada 15 pasien obesitas dan puasa selama 14

hari. Kemudian didapatkan bahwa dengan puasa terjadi peningkatan sel monosit

yaitu 12 dari 14 subjek dan peningkatan sel NK (natural killer) rata-rata 24%

pada 13 subjek yag diteliti. Selain itu, kelaparan juga meningkatkan imunits

humoral yang dibuktikan dengan peningkatan konsentrasi serum IgA, IgG, dan

IgM. Sebaliknya, terjadi penurunan respon limfosit. Jumlah leukosit darah,

termasuk neutrofil, sel T, dan sel B, tidak menurun secara signifikan. Hasil ini

menunjukkan bahwa puasa memiliki pengaruh pada fungsi kekebalan tubuh. (Am

Page 8: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

J Med. 1983 Jul;75(1):91-6.-Fasting-enhanced immune effector mechanisms in

obese subjects.-Wing EJ, Stanko RT, Winkelstein A, Adibi SA.)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi beberapa kalangan, antara lain:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan jumlah plak

peyeri sebagai sensor imun intestinal tikus obesitas yang dipuasakan dan

tidak dipuasakan, dan dapat dijadikan bahan untuk penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti dapat mengetahui jumlah jumlah plak peyeri pada tikus

obesitas yang dipuasakan dan tidak dipuasakan, dengan demikian dapat

menjadi pemicu pertanyaan atau ide baru serta pengetahuan yang lebih

luas.

2. Bagi Institusi Pendidikan untuk mengembangkan ilmu kedokteran

dibidang imunitas dan terapi, serta dapat dijadikan sumber referensi bagi

peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai hal serupa serta

memeperbaiki kekurangan dan tekhnik yang digunakan dalam penelitian

ini sesuai keinginan peneliti selanjutnya tanpa mengesampingkan prinsip

kejujuran dan plagiatisme.

3. Bagi Masyarakat terutama yang menderita obesitas dapat menggunakan

hasil penelitian ini sebagai sumber informasi mengenai obesitas dan

puasa terhadap sistem kekebalan tubuh dan dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam memilih terapi obesitas serta dapat

menambah pengetahuan baru bagi mereka.

Page 9: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Pustaka

2.1.1 Plak Peyeri

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit, terutama infeksi. Gabungan

sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut

sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan

lainnya terhadap mikroba disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh

untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan

berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu

sistem imun alamiah atau nonspesifik/ natural innate/ native/ nonadaptif dan

sistem imun didapat spesifik/ adaptif/ acquired yang masing-masing memiliki

klasifikasi (Bagan 1). (Imunologi dasar edisi 10 Karnen garna dan iris rengganis

2012)

(Bagan 1 Gambaran Sistem Imun)

Sel-sel sistem imun yang ditemukan dalam jaringan dan organ disebut

dengan Sistem limfoid. Organ limfoid tersebut dapat dibagi menjadi organ limfoid

SISTEM IMUN

SPESIFIK

HUMORAL

*Sel B (Imunoglobulin) *Sitokin

SELULER

*Sel TTh1, Th2, NKT,

Treg dll

NONSPESFIFIK

FISIK

KulitSelaput lendir

SiliaBatukBersin

LARUT

*BiokimLisozim

laktoferin dll

*HumoralKomplemen

APP dll

SELULER

FagositSel NK

Sel MastBasofil dll

Page 10: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

primer atau sentral dan sekunder. Organ limfoid primer diperlukan untuk

pematangan, diferensiasi dan proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi limfosit

yang mengenal antigen. Organ limfoid primer terdiri atas kelenjar timus

dan Bursa Fabricius (sumsum tulang). Limpa dan kelenjar getah bening (KGB)

dan MALT (Mucosal Associated Lymphoid Tissue) merupakan organ limfoid

sekunder yang menangkap dan mempresentasikan antigen dengan efektif,

proliferasi dan diferensiasi limfosit yang disensitasi oleh antigen spesifik, dan

produksi utama antibodi. Organ utama adalah MALT yang meliputi jaringan

limfoid ekstranodul yang berhubungan dengan mukosa diberbagai lokasi didalam

tubuh seperti SALT (Skin Associated Lymphoid Tissue ) pada kulit, BALT

(Bronchial Associated Lymphoid Tissue) pada mukosa saluran nafas, GALT (Gut

Associated Lymphoid Tissue) pada saluran cerna yang merupakan imunitas lokal.

Plak peyeri adalah agregat folikel limfoid dimukosa gastrointestinal yang

ditemukan diseluruh jejenum dan ileum ( terbanyak diileum terminal). Plak peyeri

merupakan tempat sel B prekursor yang dapat mengalikan produksi IgA. Pada

lapisan sel plak peyeri terdapat sel M (Microfold cell) yaitu sel epitel saluran

cerna yang pinositik aktif, berperan dalam menghantarkan kuman dan bahan

makromolekum dari lumen intestinal ke plak peyeri.

2.2 Kerangka Teori

Infeksi HIV

Faktor resikoEtiologi

Gejala Klinis

Patogenesis

Pemeriksaan pra konseling tes dan

ELISA

HIV positif

Page 11: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Tikus Putih

(Rattus Novergicus galur wistar)

Obesitas

: Variabel yang diteliti

Keterangan :

HIV negatif

Dipuasakan Tanpa dipuasakan

Ny

Gambaran histologis jumlak plak peyeri

Gambaran histologis jumlak plak peyeri

Page 12: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

Variabel bebas : Jumlah plak peyeri

Variabel tergantung : Tikus Obesitas

2.4 Hipotesis

Jumlah plak peyeri pada tikus obesitas yang dipuasakan lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah plak peyeri pada tikus obesitas yang tidak

dipuasakan.

Page 13: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pengajuan Ethical Clearance

Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan pengajuan ethical clearance

ke komisi etik Fakultas Kedokteran UGM.

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental kuasi, post test only group

design.Tiga puluh lima ekor tikus Wistar jantan, usia 3 bulan, dengan berat badan

250-300 gr dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu kelompok kontrol (tanpa

dipuasakan), dan kelompok yang perlakuan (dipuasakan).

Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan apapun

yaitu tikus obesitas tanpa dipuasakan selama 60 hari sebanyak x ekor.

Kelompok perlakuan adalah kelompok tikus obesitas yang dipuasakan

selama 12 jam sehari selama 60 hari sebanyak x ekor.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitain ini akan dilakukan pada bulan April 2015 - Juni 2015 di

Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

Bahan dan Alat Penelitian

No Bahan penelitian

1. Prosedur operasi minor Anestesi (ketamin-HCL, xylazin), larutan

salin steril, etanol 70%, kapas dan kasa

Page 14: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

(gauze), antiseptik (betadine), larutan

penisilin-streptomisin, benang jahit kulit

ukuran 3/0.

2. Perfusi Aquades, larutan Pento Barbital Sodium

(PBS) pH 7,4, PBS formol, eter, kapas.

3. Dekalsifikasi dengan formic acid 5% Formic acid 98-100% GR, aquadest pH 7-

7,5, kain kasa.

4. Blok paraffin Jaringan yang telah difiksasi dengan

formalin 10% dalam PBS, kertas saring,

alkohol 30 %, 50%, 70%, 80%, 90%,

95%, alkohol absolut (merck,

100983.2500), alkohol-toluen

(perbandingan 1:1), toluen murni (merck,

100983.2500), toluen paraffin jenuh,

paraffin titik lebur 57-600C (merck,

1.07158.1000).

5. Deparafinisasi dan rehidrasi Slide jaringan, xylol, alcohol 70%, 80%,

90%, 95%, alkohol absolut.

6. Mounting xylol, alkohol 50%, 70%, 80%, 90%,

95%, alkohol absolut, gelas penutup.

7. Pengamatan glass obyek yang berisi sediaan, tissue

pembersih lensa,.

No. Alat Penelitian

1. Prosedur operasi minor Gunting bedah, pinset, forsep,

klem 4 mm yang tidak bergerigi

dengan pengunci, needle holder,

plastis instrument.

2. Perfusi Perista pump SJ-1211H.

3. Dekalsifikasi dengan formic acid 5% Timbangan analitik (mettle

Toledo AL54), gelas ukur 1000

ml, botol reagen 1000ml

Page 15: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

(Durant) atau tabung erlenmeyer

1000ml, corong kaca, silet.

4. Blok paraffin Pot plastik, botol kaca bening

dengan mulut lebar, timer, gelas

beaker, botol penambung untuk

masing-masing bahan, pinset/

sendok berlubang, lampu

spirtus, kaset/ cetakan, kaki tiga,

inkubator (Memmert TV 30 U).

5. Deparafinisasi dan rehidrasi Botol tempat reagen, timer,

staining jar, corong kaca.

6. Imunohistokimia Timbangan analitik (mettle

Toledo AL54), gelas ukur 100

ml, erlenmayer 1000 ml, corong

kaca diameter 7,5 cm, kertas

timbang, kertas saring teknis,

sendok sungu, staining jar,

timer, mikropipet, tabung 1,5

ml, tip mikropipet, magnetic

stirrer, mikroskop,

microwave (sharp), humid

chamber (kotak dengan rak

yang didalamnya diberi tissue

basah).

7. Mounting Timer, staining jar, kertas

saring.

8. Pengamatan Optilab camera tipe advance,

software optilab, mikroskop,

komputer.

Page 16: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

a. Populasi Target

Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien dengan infeksi

HIV yang berusia 20 sampai 49 tahun.

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pasien

dengan infeksi HIV berusia 20 sampai 49 tahun yang terdaftar dalam

rekam medis di RSUD Sleman periode tahun 2012 sampai 2014.

3.3.2 Sampel

a. Kriteria Inklusi

Pasien laki laki dan perempuan berusia 20 sampai 49 tahun

Pasien yang pernah melakukan tes HIV pada tahun 2012 sampai

2014 dengan hasil HIV positif dan HIV negatif yang ditetapkan

oleh laboratorium RSUD Sleman.

b. Kriteria Ekslusi

Pasien tidak melakukan tes HIV baik konseling pra tes (VCT)

maupun ELISA.

c. Cara Sampling

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling yaitu pasien

yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dari populasi

terjangkau akan digunakan sebagai sampel penelitian.

d. Besar Sample

Menurut Sastroasmoro (2011), besar sampel untuk penelitian

metode cross sectional ditentukan menggunakan rumus :

Page 17: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

n 1=n2=(Zα √2 PQ+Z β √P1 Q1+ P2Q2 )2

( P1−P2)2

Keterangan:

N : Besar sampel

Zα : Derivat baku alfa (1,96)

Zβ : Derivat baku beta (0,842)

P : Proporsi total

Q : 1P

P1 : Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan

judgment peneliti

P2 : Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya

P1 P2 : Selisih proporsional minimal bermakna

Q1 : 1 P1

Q2 : 1 P2

(Dahlan, 2013)

Dengan desain cross sectional ini peneliti ingin mengetahui apakah

terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap kejadian HIV dianggap

bermakna jika selisihnya 20%. Proporsi hubungan antara jenis kelamin

dengan kejadian HIV adalah 50% (Nariswari, 2012). Kesalahan tipe I

ditetapkan sebesar 5% (Zα=1,96) dan kesalahan tipe II ditetapkan sebesar

20% (Zβ= 0,842) (Sastroasmoro,2011).

n=(1,96√2× 0,6× 0,4+0,842√(0,7 × 0,3 )+(0,5 ×0,5))2

0,22

`¿(1,96√0,48+0,842√0,46 )2

0,22

¿( (1,96 ×0,69 )(0,842× 0,68))2

0,22

¿(1,35+0,57)2

0,22

Page 18: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

¿ 3,680,04

¿92

Keterangan

Zα : 1,96

Zβ : 0,842

P2 : 0,5 (dari penelitian sebelumnya)

Q2 : 1 P2

: 1 0,5 = 0,5

P1 P2 : 0,2

P1 : P2 + 0,2

: 0,5 + 0,2 = 0,7

Q1 : 1 P1

: 10,7 = 0,3

P : (P1+P2) ÷ 2

: 1,2 ÷ 2

: 0,6

Q : 1 – P

: 1 – 0,6 = 0,4

(Nariswari, 2012)

Jadi, perkiraan jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini

sebanyak 92 orang .

3.4 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel bebas adalah jenis kelamin

b. Variabel tergantung adalah HIV

Page 19: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

3.5 Definisi Operasional

Tabel 4. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Skala

Page 20: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

Jenis Kelamin Perbedaan antara laki-

laki dan perempuan

secara biologis, yang

berusia 20 sampai 49

tahun tercantum di

dalam rekam medis

identitas pasien RSUD

Sleman pada saat

pemeriksaan.

Nominal

HIV Infeksi yang disebabkan

oleh golongan rotravirus

yang menyerang sistem

imun manusia sehingga

menunjukkan beberapa

gejala klinis infeksi HIV

pada penderita yang

ditegakkan secara pasti

melalui pemeriksaan pra

konseling tes (VCT) dan

ELISA untuk

memperoleh hasil HIV

positif dan HIV negatif.

Nominal

3.6 Instrument Penelitian

Page 21: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

Instrument yang digunakan pada penelitian ini berupa rekam medis pasien

yang berisi identitas dan pernah menjalani tes HIV di RSUD Sleman dengan hasil

HIV positif dan HIV negatif pada periode tahun 2012 sampai 2014.

3.7 Alur Penelitian

Permohonan izin penelitian ke RSUD

Sleman

Observasi data rekam medis

Mengambil sampel dari rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi

Analisis data

Penyusunan hasil penelitian

Page 22: Rangcngan Proposal Arbusa.docx

3.7 Analisis Data

Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji t tidak

berpasangan, sebab penelitian ini memiliki hipotesis komparatif kategorik tidak

berpasangan yang terdiri dari 2 kelompok. Data dianalisis dengan program SPSS

dengan uji Chi Square.

3.8 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, ethical clearance telah diperoleh dari Komisi Etik

Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

Permohonan izin dari RSUD Sleman telah disampaikan kepada direktur rumah

sakit yang bersangkutan.

3.9 Jadwal Penelitian

Jadwal Kegiatan Penelitian

November 2014-Januari 2015 Penyusunan Proposal

Februari 2015 Seminar Proposal

Maret-April 2015 Perizinan Penelitian dan Pengambilan

Data

Mei 2015 Pengolahan Data

Juni 2015 Seminar Hasil