rancangan peraturan pemerintah tentang rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

102
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 5 ayat (2); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); M E M U T U S K A N: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

Upload: laksmi-wijayanti

Post on 22-Jan-2018

569 views

Category:

Government & Nonprofit


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN …

TENTANG

RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 5 ayat (2);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

M E M U T U S K A N:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

Page 2: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:1. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis

dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

2. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategis pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

3. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.

4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

5. Fungsi lingkungan hidup adalah hasil kegunaan lingkungan hidup yang mencakup jasa lingkungan hidup, sumber daya, ruang, dan kapasitas penyerapan yang ditujukan untuk perlindungan dan budidaya pemanfaatan.

6. Jasa lingkungan hidup adalah manfaat dari ekosistem dan lingkungan hidup bagi manusia dan keberlangsungan kehidupan yang diantaranya mencakup penyediaan sumber daya alam, pengaturan alam dan lingkungan hidup, penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya.

7. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya.

Page 3: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energy, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

9. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.

10. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.

11. RPPLH Nasional adalah dokumen RPPLH yang disusun oleh Menteri dengan cakupan muatan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional.

12. RPPLH Provinsi adalah dokumen RPPLH yang disusun oleh Gubernur dengan cakupan muatan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup provinsi.

13. RPPLH Kabupaten/Kota adalah dokumen RPPLH yang disusun oleh Bupati/Walikota dengan cakupan muatan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota.

14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2(1) Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

dilaksanakan melalui tahapan :a. inventarisasi lingkungan hidup;b. penetapan wilayah ekoregion; danc. penyusunan RPPLH

(2) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi sumber daya alam

(3) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilakukan oleh Menteri sebelum menyusun RPPLH Nasional.

(4) Inventarisasi lingkungan hidup dan penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan untuk menentukan :a. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; danb. cadangan sumber daya alam

Page 4: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(5) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c didasarkan pada hasil inventarisasi lingkungan hidup dan penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(6) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan untuk menentukan rencana tentang :a. Pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; b. Pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan

hidup;c. Pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian

sumber daya alam; dand. Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim

Pasal 3(1) RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana

pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah.

(2) RPPLH disusun oleh :a. Menteri, untuk RPPLH nasional;b. Gubernur, untuk RPPLH provinsi; danc. bupati/walikota, untuk RPPLH kabupaten/kota

(3) RPPLH nasional menjadi dasar penyusunan RPPLH provinsi(4) RPPLH provinsi menjadi dasar penyusunan RPPLH kabupaten/kota(5) Dalam hal RPPLH provinsi belum tersusun, maka RPPLH nasional menjadi

dasar penyusunan RPPLH kabupaten/kota

Pasal 4

(1) RPPLH Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

(2) RPPLH provinsi ditetapkandengan Peraturan Daerah provinsi

(3) RPPLH kabupaten/kota ditetapkandengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.

BAB IITATA CARA INVENTARISASI LINGKUNGAN HIDUP DAN PENETAPAN

EKOREGION

Paragraf Kesatu

Page 5: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 5(1) Inventarisasi lingkungan hidup tingkat nasional, tingkat pulau/kepulauan

dan tingkat wilayah ekoregion meliputi inventarisasi potensi, keberadaan, kondisi dan pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistem

(2) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mempertimbangkan informasi tentang :

a. Sumber, bentuk dan besaran pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup;

b. Berjalan atau tidak berjalannya fungsi-fungsi dan jasa lingkungan hidup;

c. Pola sosial, ekonomi dan budaya masyarakat;d. Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan; sertae. Dampak, kondisi, dan resiko perubahan iklim beserta proyeksinya.

(3) Hasil inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk penetapan ekoregion dan menentukan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta cadangan sumber daya alam

(4) Mekanisme dan tata cara inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan sesuai peraturan perundangan dibidangnya.

(5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (4) belum tersedia, maka mekanisme dan tata cara inventarisasi lingkungan hidup mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Paragraf KeduaTatacara Penetapan Ekoregion

Pasal 6

Wilayah ekoregion didasarkan pada pembentukan pulau dan kepulauan Indonesia, yaitu:

a. Sejarah pembentukan geologi;b. Pengaruh iklim; danc. Proses pembentukan geomorfologi.

Page 6: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 7

Wilayah Ekoregion tersebut pada Pasal 6 dimuat dalam Peta Ekoregion dengan skala informasi minimal 1:500.000, yang meliputi:a. Pulau Sumatera dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;b. Pulau Jawa dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;c. Pulau Kalimantan dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;d. Pulau Sulawesi dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;e. Pulau Papua dan pulau-pulau yang berada di sekitarnya;f. Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara;g. Kepulauan Maluku, dan;h. Wilayah Perairan Laut Indonesia.

Pasal 8

Batas satuan Ekoregion bersifat :a. Umum dan indikatif;b. Menggambarkan karakteristik bentang alam dominan;b. Tidak mengintervensi penetapan batas ekosistem yang telah diatur dengan

peraturan perundangan.

Pasal 9

Satuan ekoregion digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan :1 Inventarisasi lingkungan hidup diwilayah ekoregionnya;2 Pengukuran daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; 3 Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH); dan4 Pemetaan karakteristik ekoregion.

Pasal 10

(1) Tatacara inventarisasi lingkungan hidup diwilayah ekoregion diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

(2) Peta ekoregion sebagaimana dimaksud Pasal 6 ditetapkan oleh Menteri.

Page 7: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

BAB III

TATA CARA PENYUSUNAN RPPLH

Bagian Kesatu

Tahapan Penyusunan RPPLH

Pasal 11

Tahapan penyusunan RPPLH, meliputi :

a. Inventarisasi lingkungan hidup

b. Pengolahan data dan informasi hasil inventarisasi lingkungan hidup

c. Penentuan isu strategis lingkungan hidup

d. Penentuan target dan indikator perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

e. Penyusunan muatan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

Pasal 12

(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 11 huruf a dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi dari Kementerian/Lembaga, Dinas Daerah serta sumber-sumber lain.

(2) Pengelolaan data dan informasi inventarisasi lingkungan hidup dilakukan untuk memperoleh potensi, kondisi dan permasalahan lingkungan hidup.

(3) Penentuan isu strategis lingkungan hidup dilakukan dengan musyawarah dan diskusi kelompok terarah serta mengacu pada hasil data dan informasi sebagaimana ayat (2) dan indikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

(4) Target dan indikator perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menggunakan indeks kualitas lingkungan hidup.

Page 8: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(5) Penyusunan muatan rencana dan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan untuk menyelesaikan isu strategis serta pencapaian target dan indikator.

(6) Tata cara penentuan indeks kualitas lingkungan hidup diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

(7) Tata cara penulisan RPPLH diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri

BAB IVRPPLH NASIONAL

Pasal 13

(1) RPPLH Nasional memuat rencana :a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan

hidup;c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian

sumber daya alam; dand. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

(2) Rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam bentuk kebijakan nasional yang meliputi:a. kebijakan umum nasional;

b. kebijakan tingkat pulau/kepulauan;

(3) Muatan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk jangka waktu pelaksanaan 30 (tiga puluh) tahun.

Bagian Kesatu

Kebijakan Umum Nasional

Pasal 14

Kebijakan Umum Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a memuat:a. Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 –

2047;

b. Sasaran dan dampak yang diinginkan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047;

Page 9: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

c. Strategi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047; dan

d. Skenario perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047.

Pasal 15(1) Tujuan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a

meliputi :

a. Mengharmonisasikan pembangunan nasional dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

b. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melindungi keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;

c. Menguatkan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan masyarakat untuk pengendalian, pemantauan, dan pendayagunaan lingkungan hidup;

d. Meningkatkan ketahanan dan kesiapan dalam menghadapi perubahan iklim

(2) Sasaran dan dampak yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b meliputi :

a. Terjaminnya ketersediaan air untuk kehidupan dan pembangunan secara berkelanjutan;

b. Terjaminnya dukungan lingkungan hidup bagi produksi pangan dan energi bersih secara berkelanjutan;

c. Terjaminnya keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di perairan dan daratan;

d. Minimnya resiko dan dampak lingkungan hidup negatif yang ditanggung warga masyarakat; dan

e. Meratanya manfaat sumber daya alam bagi warga masyarakat

(3) Strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi :

Page 10: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Strategi pengendalian dampak lingkungan hidup;

b. Strategi pengelolaan kualitas lingkungan hidup; dan

c. Strategi pengelolaan ekosistem;

(4) Skenario sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d meliputi:

a. Skenario penurunan laju penyusutan sumber daya alam dan laju penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup pada periode 10 tahun pertama;

b. Skenario pemulihan sumber daya alam dan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup pada periode 10 tahun kedua; dan

c. Skenario perubahan pola produksi dan konsumsi serta penerapan teknologi pada periode 10 tahun ketiga;

(5) Tujuan, sasaran dan dampak yang diinginkan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dijabarkan dalam indikator dan target capaian RPPLH Nasional

Paragraf Kesatu

Indikator dan Target Capaian RPPLH Nasional

Pasal 16Indikator dan target capaian RPPLH Nasional adalah ukuran-ukuran tujuan, sasaran, dan dampak yang diinginkan dari RPPLH Nasional yang menjadi dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPPLH Nasional.

Page 11: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 17(1) Indikator RPPLH Nasional meliputi:

a. Indikator daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional;

b. Indikator kualitas lingkungan hidup nasional;

c. Indikator keberlangsungan fungsi ekosistem; dan

d. Indikator mitigasi perubahan iklim nasional

(2) Target capaian RPPLH Nasional meliputi :

a. Target pencapaian sasaran (outcomes) diakhir masa perencanaan; dan

b. Target pencapaian sasaran bagi setiap periode skenario

Paragraf Kedua

Strategi RPPLH Nasional

Pasal 18

(1) Strategi pengendalian dampak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a meliputi :

a. Harmonisasi perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

b. Penerapan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; dan

c. Penguatan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan dalam pengendalian pembangunan, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

(2) Strategi pengelolaan kualitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b meliputi :

a. Pemeliharaan dan perlindungan wilayah-wilayah penyedia jasa lingkungan hidup; dan

b. Pemulihan dan peningkatan kualitas air, udara, dan tanah

(3) Strategi pengelolaan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf c meliputi :

Page 12: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Perlindungan dan pemantapan kawasan hutan;

b. Perlindungan dan pengelolaan ekosistem penting dan esensial;

c. Perluasan kawasan hutan milik Negara yang berasal dari areal penggunan lain yang memiliki jasa lingkungan tinggi.

(4) Pelaksanaan muatan strategi pengendalian dampak lingkungan hidup, pengelolaan kualitas lingkungan hidup, dan pengelolaan ekosistem mengacu pada peraturan perundangan dibidangnya.

Paragraf Ketiga

Skenario RPPLH Nasional

Pasal 19(1) Skenario penurunan laju penyusutan sumber daya alam serta laju

penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup periode 10 tahun pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) huruf a meliputi :

a. Penerapan strategi RPPLH Nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 18; dan

b. Penyelesaian RPPLH Provinsi dan RPPLH Kabupaten/Kota, perencanaan kehutanan, perencanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem, perencanaan perlindungan dan pengelolaan kualitas lingkungan hidup serta perencanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

(2) Perencanaan kehutanan, perencanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem, perencanaan perlindungan dan pengelolaan kualitas lingkungan hidup serta perencanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada peraturan perundangan.

(3) Skenario pemulihan sumber daya alam serta peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup periode 10 tahun kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b meliputi:

Page 13: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Penerapan strategi RPPLH Nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 18; dan

b. Penguatan dunia usaha dan kelembagaan masyarakat dalam mendorong perbaikan pola produksi dan konsumsi.

(4) Skenario perubahan pola produksi dan konsumsi serta penerapan teknologi pada periode 10 tahun ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf c meliputi:

a. Penerapan strategi RPPLH Nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 18; dan

b. Perpindahan pola produksi dan konsumsi dunia usaha dan masyarakat sesuai kriteria penerapan ekonomi hijau dan teknologi hijau sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan

Bagian Kedua

Kebijakan Tingkat Pulau/Kepulauan

Pasal 20

(1) Kebijakan tingkat pulau/kepulauan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (2) huruf b meliputi tujuan, sasaran, dan strategi untuk :

a. Pulau Sumatera;

b. Pulau Jawa;

c. Pulau Kalimantan

d. Pulau Sulawesi

Page 14: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

e. Pulau Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara

f. Kepulauan Maluku

g. Pulau Papua

(2) Tujuan dan sasaran kebijakan tingkat pulau/kepulauan merupakan penjabaran dari tujuan dan sasaran kebijakan umum nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)

(3) Strategi tingkat pulau/kepulauan memuat :

a. Penjabaran strategi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dengan memuat prioritas lokus; dan

b. Pengelompokkan pelaksanaan strategi berdasarkan skenario nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang prioritas dan jenis upayanya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pulau/kepulauan;

Bagian Ketiga

Dokumen RPPLH Nasional

Pasal 21

Dokumen RPPLH Nasional Tahun 2017 - 2047 sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan Pemerintah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan

BAB VRPPLH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

Pasal 22

Page 15: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(1) Isu strategis RPPLH Provinsi dan Kabupaten/Kota mengacu pada Isu strategis RPPLH Nasional.

(2) Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat menambah isu strategis sesuai dengan karakter dan permasalahan masing-masing daerah.

(3) Muatan RPPLH Provinsi dan RPPLH Kabupaten/Kota mengacu pada kebijakan tingkat pulau/kepulauan dalam dokumen RPPLH Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20

(4) Dalam hal Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota tidak dapat mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib mengajukan permohonan persetujuan kepada :a. Menteri, untuk RPPLH Provinsi; atau

b. Gubernur, untuk RPPLH Kabupaten/Kota(5) Menteri mendelegasikan kewenangan pemberian persetujuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) huruf a kepada Pejabat yang ditunjuk.

(6) Gubernur mendelegasikan kewenangan pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b kepada pejabat yang membidangi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya.

Pasal 23

Dokumen hasil perencanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem serta dokumen hasil perencanaan perlindungan dan pengelolaan kualitas lingkungan hidup merupakan bagian dari RPPLH sesuai dengan lingkup kewenangannya

Pasal 24Petunjuk Teknis penyusunan RPPLH Provinsi dan Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

Page 16: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

BAB VIPELAKSANAAN RPPLH

Pasal 25(1) Materi RPPLH Nasional yang menjadi dasar dan dimuat dalam RPJPN dan

RPJMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) adalah:a. Isu pokok RPPLH Nasional tentang Penyelamatan Air dan Pangan;b. Muatan arahan RPPLH Nasional yang berupa skenario 10 Tahunan;c. Target dan indikator RPPLH Nasional.

(2) Menteri yang membidangi urusan Perencanaan Pembangunan Nasional berkoordinasi dengan Menteri untuk mengintegrasikan muatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, b, dan c.

(3) Apabila terdapat ketidaksesuaian muatan RPJM dengan RPPLH maka RPJM wajib di revisi paling lama 2 (dua) tahun sejak ditemukan adanya ketidaksesuaian.

Pasal 26(1) Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat

dan pelaku usaha dimasukkan dalam perhitungan keberhasilan pencapaian indikator RPPLH.

(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang berhasil meningkatkan pencapaian indikator RPPLH dimaksud ayat (1).

(3) Petunjuk teknis tata cara menghitung keberhasilan pencapaian indikator RPPLH diatur oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota.

BAB VIIPEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pasal 27(1) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPPLH dilaksanakan oleh:

a. Menteri berkoordinasi dengan menteri yang membidangi perencanaan pembangunan untuk RPPLH Nasional dan RPPLH Provinsi;

b. Gubernur untuk RPPLH Provinsi dan Kabupaten/Kota; danc. Bupati/Walikota untuk RPPLH Kabupaten/Kota

(2) Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan saat penyusunan dan pelaksanaan RPPLH secara berkala.

Page 17: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(3) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana ayat (2) adalah untuk mengetahui capaian target dan indikator RPPLH.

BAB VIII

MASA BERLAKU

Pasal 28RPPLH disusun untuk kurun waktu berlaku 30 (tiga puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun sekali.

BAB IX

PEMBIAYAAN

Pasal 29Pembiayaan penyusunan dan pelaksanaan RPPLH dibebankan kepada :a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi RPPLH Nasional; danb. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bagi RPPLH Provinsi dan RPPLH

Kabupaten/Kota;c. Sumber Anggaran Lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB X

PENUTUP

Pasal 30

(1) RPPLH Provinsi dan RPPLH Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dinyatakan tetap berlaku.

(2) Dalam hal muatan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini, Gubernur atau Bupati/Walikota wajib melakukan penyesuaian dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun setelah peraturan ini diundangkan.

Page 18: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR …. TAHUN 2017

TENTANG RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

I. UMUM

Sesuai amanat Pasal 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain mengatur bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai, RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Di dalam Pasal 9 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut mengatur bahwa RPPLH terdiri atas RPPLH nasional, RPPLH provinsi dan RPPLH kabupaten/kota.

RPPLH nasional disusun berdasarkan inventarisasi nasional, RPPLH provinsi disusun berdasarkan RPPLH nasional, inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan inventarisasi tingkat ekoregion.

RPPLH kabupaten/kota disusun berdasarkan RPPLH provinsi, inventarisasi tingkat pulau/kepulauan dan inventarisasi tingkat ekoregion.

Selanjutnya didalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur bahwa RPPLH disusun oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.Penyusunan RPPLH memperhatikan: a. keragaman karakter dan fungsi ekologis; b. sebaran penduduk; c. sebaran potensi sumber daya alam; d. kearifan lokal;e. aspirasi masyarakat; danf. perubahan iklim.

RPPLH diatur dengan: a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional; b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLH provinsi; dan c. peraturan daerah kabupaten/kota untukRPPLH kabupaten/kota.

Page 19: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

RPPLH memuat rencana tentang: a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah.

Disadari bahwa kawasan yang secara alami menjadi penyimpan karbon dan regulator air telah berubah menjadi kawasan hunian penduduk, eksploitasi hutan, ekspansi perkebunan dan areal tambang terbuka, perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun menyebabkan lingkungan hidup menjadi rentan dan telah menempatkan keberlanjutan pembangunan nasional pada kondisi yang membahayakan.

Dengan pertimbangan tersebut, diperlukan strategi langkah-langkah perencanaan pembangunan di tingkat pemerintah pusat maupun daerah sesuai dengan kewenangannya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Pasal 1

Cukup Jelas

Pasal 2

Cukup Jelas

Pasal 3

Cukup Jelas

Page 20: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 5

Cukup Jelas

Pasal 6

Cukup Jelas

Pasal 7

Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup Jelas

Pasal 9

Cukup Jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas

Page 21: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 11

Cukup Jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Yang dimaksud sumber sumber lain adalah, data informasi dari lembaga penilitian dari Perguruan Tinggi dan Organisasi Non-Pemerintah yang berbadan hukum, baik nasional maupun internasional.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Diskusi kelompok terarah dilaksanakan dengan melibatkan sekurang-kurangnya unsur KL, Dinas Daerah, Akademisi dan Organisasi Non-Pemerintah.

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas

Ayat (6)

Cukup Jelas

Ayat (7)

Cukup Jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas

Page 22: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Ayat (3)

Tenggang waktu 30 tahun merupakan tenggang waktu yang dianggap cukup untuk melihat dampak pembangunan terhadap perbaikan/kondisi lingkungan serta untuk menjaga kesinambungan arah pembangunan lingkungan hidup.

Pasal 14

Cukup Jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Skenario 10 (sepuluh) tahunan bukan merupakan urutan skenario yang dimuat dalam RPPLH.

Untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat melaksanakan skenario periode 10 (sepuluh) tahun pertama, 10 ( sepuluh) tahun kedua dan 10 (sepuluh) tahun ketiga, secara serentak tergantung pada kondisi wilayah masing-masing, atau dimulai dari skenario 10 (sepuluh) tahun kedua dan/atau 10 (sepuluh) tahun ketiga.

Pasal 16

Cukup Jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Page 23: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Cukup Jelas

Pasal 18

Cukup Jelas

Pasal 19

Cukup Jelas

Pasal 20

Cukup Jelas

Pasal 21

Cukup Jelas

Pasal 22

Cukup Jelas

Pasal 23

(Perlu penjelasan oleh Ibu Direktur)

Pasal 24

Cukup Jelas

Pasal 25

Cukup Jelas

Pasal 26

Cukup Jelas

Pasal 27

Cukup Jelas

Pasal 28

Cukup Jelas

Pasal 29

Cukup Jelas

Page 24: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 30

Cukup Jelas

Ditetapkan di JakartaPada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO

Diundangkan di JakartaPada tanggal …

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

YASONNA H. LAOLY

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor ...

Page 25: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR …. TAHUN….

RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL 2017 - 2047

Bab IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mengalami masa keemasan perekonomian antara tahun 70-an sampai dengan 80-an, antara lain didorong oleh suksesnya pemanfaatan sumber daya alam nasional dalam skala besar. Perkembangan ekonomi yang sangat cepat tersebut terus mendorong pemanfaatan sumberdaya yang semakin besar, yang pada akhirnya tidak dapat lagi diimbangi oleh kemampuan alam untuk memulihkan diri.

Pembangunan ekonomi yang berlandaskan sumber daya alam, memberikan keuntungan yang sangat besar namun dilain pihak juga akan memberikan dampak negative yang cukup siknifikan. Tidak dapat disangkal, bahwa dengan adanya suatu pembangunan telah memberikan peluang-peluang berbagai usaha yang membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. namun sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki keterbatasan daya dukung.

Berpijak dari hal tersebut, pembangunan nasional perlu mendasarkan pada isu pembangunan berkelanjutan sebagai isu utama, dimana aspek pengelolaan lingkungan hidup dijadikan dasar dalam mengembangkan kebijakan pembangunan nasional dengan sasaran akhir : (1) mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup untuk menunjang keberlanjutan pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan untuk generasi sekarang dan akan datang; (2) mempertahankan dan memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan untuk mendukung kualitas kehidupan; (3) mempertahankan dan meningkatkan pemeliharaan dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.

Page 26: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Oleh karena itu, diperlukan adanya strategi dan penjabaran lebih lanjut ke dalam langkah-langkah perencanaan pembangunan dalam kurun waktu yang lebih operasional dan dapat diimplementasikan secara konkrit di tingkat pemerintah pusat maupun daerah sesuai dengan kewenangannya. Strategi tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan penjabarannya dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

B. Peran dan Posisi RPPLH

Peran RPPLH

1. Dari sisi perencanaan pembangunan nasional, RPPLH merupakan rencana yang bersifat umum dan lintas sektoral dari perencanaan sektor lainnya.

2. RPPLH terstruktur dari tingkat Nasional yang dijabarkan dalam tingkat Provinsi serta Kabupaten/Kota.

3. RPPLH Nasional merupakan bagian dari kerangka perencanaan pembangunan nasional, yang materi muatannya, harus menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang & Menengah (RPJP/M) dan merupakan bagian yang integral dalam pembangunan ekonomi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi perencanaan K/L. dan pemerintah daerah dalam menyusun RPPLH Daerahnya.

4. RPPLH menjadi dasar dan dimuat dalam rencana pembangunan, serta menjadi masukan utama dan bagian integral dari dokumen perencanaan pembangunan nasional agar pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam lebih terkontrol.

5. RPPLH menjadi acuan bagi dokumen-dokumen perencanaan sumberdaya lainnya yang lebih spesifik, seperti pengelolaan gambut, karst, mangrove, termasuk perencanaan pengembangan pulau-pulau kecil.

Posisi RPPLH

Page 27: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Rencana pengendalian pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, persoalan lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaanya dalam kurun waktu tertentu.

2. Penyusunan RPPLH merupakan mandat UU No 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

3. RPPLH Nasional merupakan perencanaan yang berbasis ekoregion, yang diharapkan dapat mengatur upaya penyelesaian masalah lingkungan hidup yang bervariasi pada setiap ekoregion (Seperti diketahui, daratan Indonesia dibagi kedalam 7 (tujuh) Ekoregion Pulau/Kepulauan. Ketujuh kawasan ekoregion tersebut adalah ekoregion pulau Jawa, ekoregion pulau Sumatera, ekorogion pulau Kalimantan, ekoregion pulau Sulawesi, ekoregion pulau Papua, ekoregion kepulauan Bali Nusa Tenggara dan ekoregion kepulauan Maluku).

4. RPPLH Nasional mengarahkan upaya-upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup per pulau yang diharapkan dapat diadopsi dan diimplementasikan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam penyusunan program-program pembangunan sektoral dan daerah yang ramah lingkungan.

Perencanaan pada K/L yang telah diwarnai oleh RPPLH, secara lebih detail dapat dilihat pada gambar 1.1.

Page 28: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 1.1 Keterkaitan RPPLH dengan RPJM

C. Tujuan dan Sasaran

Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disusun dengan tujuan antara lain untuk :

1 Mengharmonisasikan pembangunan nasional dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

2 Mempertahankan dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melindungi keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;

3 Mempertahankan dan/atau menguatkan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan masyarakat untuk pengendalian, pemantauan, dan pendayagunaan lingkungan hidup;

4 Mempertahankan dan/atau meningkatkan ketahanan dan kesiapan dalam menghadapi perubahan iklim

Page 29: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai melalui Dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional 2017 – 2047 adalah :

a. Terjaminnya ketersediaan air untuk kehidupan dan pembangunan secara berkelanjutan;

b. Terjaminnya dukungan lingkungan hidup bagi produksi pangan dan energi bersih secara berkelanjutan;

c. Terjaminnya keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di perairan dan daratan;

d. Minimnya resiko dan dampak lingkungan hidup negatif yang ditanggung warga masyarakat; dan

e. Meratanya manfaat sumber daya alam bagi warga masyarakat

D. Landasan Hukum RPPLH

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

E. Prinsip RPPLH

Page 30: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Pembangunan Berkelanjutan : Pembangunan Ekonomi dan Sosial tidak mengorbankan Lingkungan Hidup dan mengintegrasikan perlindungan lingkungan dari lingkungan paling kecil (lokal dan regional);

2. Pembangunan Rendah Karbon : pelaksanaan pembangunan pada Kabupaten/Kota yang rendah karbon dan hemat energy, serta menciptakan harmonisasi antara pembangunan ekonomi dengan perlindungan ekologi;

3. Partisipasi Publik : Melibatkan publik dalam seluruh proses, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

4. Kerjasama antar Daerah : Mengutamakan kerjasama antar daerah dalam satu Ekoregion dan antar ekoregion sebagai keniscayaan untuk mendorong keberhasilan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.

Page 31: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Bab II

KONDISI DAN INDIKASI

DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat, perairan tawar maupun laut, yang bersifat terbarukan dan tak terbarukan. Mineral merupakan salah satu jenis sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dalam jumlah besar, di antaranya emas, tembaga, perak, nikel, batubara, bauksit, dan lainnya. Potensi sumber daya mineral yang dimiliki Indonesia tersebut, menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen emas, tembaga dan batubara penting di dunia. Selain sumber daya alam tak terbarukan tersebut, Indonesa juga memiliki sumber daya hutan yang melimpah, dengan potensi produksi kayu yang besar, keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, disamping sebagai penyimpan karbon dan pengendali hidro-orologi.

Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia seharusnya dikelola berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, keberlanjutan, keterpaduan, dan demokratis, sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi selanjutnya, serta memberikan keuntungan ekonomi dan kesejahteraan rakyat pada masa sekarang, maupun pada masa mendatang. Dari sisi energi, pasokan energi Indonesia masa mendatang akan didominasi oleh batubara diikuti oleh minyak bumi dan gas bumi, walaupun pangsa Energi Baru dan Terbarukan (EBT) juga berkembang cukup pesat. Berdasarkan skenario yang diuraikan Energi Outlook 20131, bauran pasokan energi tahun 2030 menjadi: batubara 51%, minyak bumi 22,2%, gas bumi 20,4% dan sisanya 6,1% EBT. Pada Skenario Mitigasi, bauran pasokan energi tahun 2030 adalah : batubara 29,5%, gas bumi 31,4%, minyak bumi 24,6%, dan sisanya 14,5% EBT; dengan jenis EBT yang menonjol adalah BB Nabati (5,8%), tenaga air (2,9%) panas bumi (3,5%) dan biomassa non rumah tangga (2,9%).

Berdasarkan dari hasil inventarisasi MenESDM (2013) distribusi sumberdaya dan cadangan batubara terbanyak di Sumatera dan terbanyak kedua di Kalimantan. Data MenESDM tersebut menunjukkan bahwa jumlah total sumberdaya batubara secara nasional sebesar 161 Milyar ton yang terdiri dari 120 Milyar Ton Open Pit, 41 Milyar Ton Tambang Dalam, sedangkan jumlah total cadangan batuba sebesar 28 Milyar ton. Adapun masalah ketimpangan 1 BPPT (2013) : OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2013

Page 32: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

alokasi manfaat sumberdaya tambang ini dapat ditunjukkan adanya aspek legalitas yang belum dapat dipenuhi dalam proses perizinan eksplorasi maupun eksploitasi.

Kebutuhan akan lahan pertanian dapat digambarkan dengan tingkat produksi padi dan luas panen padi nasional. Berdasakan hasil Studi Pendahuluan RPJM 2015-2019 Bidang Pangan dan Pertanian diketahui bahwa produksi padi dan luas panennya bertambah terus sejak tahun 2008 sampai tahun 2012. Produksi padi pada tahun 2008 sebesar 60.325.925 ton GKG atau setara dengan beras 38.005.333 ton. Pada tahun 2012 meningkat menjadi 69.045.141 ton GKG atau setara dengan beras 43.498.439 ton. Sedangan luas panen tahun 2008 12.327.425 Ha meningkat menjadi 13.443.443 Ha.

Berdasarkan data Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011, total potensi perikanan laut Indonesia mencapai 6.520.200 ton/tahun. Angka tertinggi potensi perikanan laut terdapat pada ikan pelagis ikan kecil mencapai 3.645.600 ton/tahun dan terendah mencapai 4.800 ton/tahun. Potensi perikanan tangkap terbagi dalam 11 Wilayah Perikanan Penangkapan (WPP) dimana yang terbesar terdapat pada WPP 711 Laut Cina Selatan. Selain untuk tujuan budidaya ataupun konsumsi, potensi perikanan juga perlu dikonservasi pada sebagian wilayah Indonesia, dimana lokasi tersebut tumpang tindih dengan konsesi gas dan gas bumi.

Ketersediaan air di Indonesia mencapai 16.800 m3 per kapita per tahun. Jumlah ini jauh lebih besar dari ketersediaan air rata-rata di dunia, yang hanya 8.000 m3 per kapita per tahun (KLH, 2011). Namun informasi dari Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan bahwa pada saat ini, ketersediaan air tidak tersebar merata, baik secara kewilayahan maupun waktu sedangkan distribusi air di setiap pulau tidak sebanding dengan sebaran jumlah penduduknya. Kalimantan memiliki total potensi air terbesar, tetapi populasinya sedikit. Sebaliknya, Pulau Jawa dengan populasi yang besar memiliki total potensi air yang kecil. Dengan kondisi tersebut, Indonesia sering menghadapi masalah ketersediaan air (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012).

Menurut laporan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Indonesia, sebagaimana disampaikan dalam SLHI 2012, pada tahun 2000 ketersediaan air di Pulau Jawa hanya 1.750 m3 per kapita setiap tahun. Angka itu akan terus menurun hingga 1.200 m3 per kapita setiap tahun pada 2020. Padahal, standar kecukupan minimal sebanyak 2.000 m3. Gambar 2.6

Page 33: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

menggambarkan ketersediaan air pada musim hujan sangat banyak, terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua; masing-masing sebesar 384.744,40 m3, 389.689,30 m3 dan 381.763,90 m3. Sementara kebutuhan air di tiga pulau itu hanya 9.485,80 m3 di Sumatera; 2.505,80 m3 di Kalimantan; dan di Papua hanya 117,10 m3. Kebutuhan air terbanyak terdapat di Pulau Jawa, yaitu 31.487,10 m3 (KLH, 2011).

Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia sangat berlimpah dikaruniai berbagai tipe ekosistem yang sangat kaya. Indonesia menyimpan 17 persen dari total spesies di muka Bumi yang menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara terpenting di dunia. Tidak kurang dari 52 tipe vegetasi yang bisa ditemukan di Nusantara: mulai dari vegetasi salju di Puncak Jaya Wijaya, alpina, sub-alpina, hutan hujan pegunungan, dataran rendah, hutan pantai, savana, mangrove sampai rawa gambut (Kartawinata, 2006). Garis pantai Nusantara yang membentang hampir 81.000 km dilindungi ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Tipe-tipe vegetasi dihuni aneka spesies tumbuhan, hewan, dan jasad renik, yang membentuk ekosistem unik dan kompleks. Sedikitnya 35.000 - 40.000 spesies tumbuhan (11-15 persen); 707 spesies mamalia (12 persen); 350 spesies amfibia dan reptil (15 persen); 1.602 spesies burung (17 persen) dan 2.184 spesies ikan air tawar (37 persen) (LIPI, 2012). Sementara di perairan laut, tidak kurang dari 2.500 spesies molluska; 2.000 spesies krustasea; 6 spesies penyu laut; 30 mamalia laut; dan lebih 2.500 spesies ikan laut.

Keunggulan lainnya, Indonesia punya spesies endemik.Spesies endemik tersebut terdiri dari: 14.800 jenis tumbuhan (nomor 5 dunia), di antaranya 225 jenis palem endemik (no 1 dunia); 201 jenis mamalia (nomor 2 dunia); 150 jenis reptilia (nomor 4 dunia); 397 jenis burung (nomor 5 dunia); 100 jenis amfibia; 35 jenis primat; dan 121 jenis kupu-kupu. Endemisme sangat penting karena makhluk hidup itu tidak dapat ditemukan di belahan bumi lain (LIPI. 2012).

A. Kondisi Jasa Lingkungan

Upaya untuk mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan akan mendapatkan tantangan yang besar dari kondisi dan letak geografis Indonesia,

Page 34: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

kondisi sumber daya alam yang makin berkurang, serta kondisi lingkungan hidup yang semakin menurun.

Salah satu indikasi semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup adalah dengan semakin seringnya terjadi bencana, terutama bencana yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan menurunnya kualitas jasa ekosistem yang dihasilkan oleh lingkungan. Menurut data BNPB, sejak Tahun 1815 telah terjadi lebih dari 20.400 kejadian bencana di Indonesia. Dari sejumlah kejadian tersebut, 84% kejadian merupakan bencana alam sedangkan 79% diantaranya terkait langsung dengan kerusakan lingkungan hidup. Data tersebut semakin mengkhawatirkan mengingat trend bencana alam terus meningkat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, khususnya di daerah-daerah yang rawan bencana.

Sejumlah bencana yang kerap terjadi, seperti Banjir, longsor, dan kekeringan, frekuensinya cenderung semakin meningkat. Perubahan pola iklim dunia akibat pemanasan global yang diantaranya menyebabkan terjadinya fenomena el nino dan la nina, berdampak cukup besar di wilayah Indonesia. Akan tetapi, menurunnya kualitas jasa lingkungan hidup saat ini diyakini merupakan faktor utama yang memicu meningkatnya kejadian tersebut dan mendorong perluasan dampak yang ditimbulkannya.

Jasa Lingkungan merupakan pendefinisian dari Jasa Ekosistem dalam terminologi Millennium Ecosystem Assessment (MEA). Jasa ekosistem adalah manfaat bagi manusia yang didapat dari ekosistem (MEA, 2005; SCBD 2004), meliputi jasa penyediaan seperti pangan dan air; jasa pengaturan seperti pengendalian banjir dan penyakit; jasa budaya seperti manfaat budaya, rekreasi dan spiritual; dan jasa pendukung seperti siklus nutrisi yang menjaga kondisi kehidupan di bumi. Konsep “barang dan jasa ekosistem” sinonim dengan jasa ekosistem. MEA melakukan klasifikasi jasa ekosistem menggunakan empat kategori jasa: Penyediaan (provisioning), pengaturan (regulating), budaya (cultural), dan pendukung (supporting) Beberapa jasa lingkungan yang saat ini sedang mengalami tekanan hebat adalah Jasa Regulator Air, Jasa Penyedia/Penyimpan Air dan Jasa Penyedia Pangan. Kegiatan pembangunan, khususnya dalam bidang ekonomi, mendorong pemanfaatan sumberdaya alam melewati batas pemulihannya. Pembukaan wilayah hutan, pertambangan-pertambangan terbuka, pengembangan infrastruktur dan perluasan area permukiman hingga wilayah-wilayah terpencil telah mereduksi secara besar-besaran daerah-daerah dengan Jasa Lingkungan tinggi.

Page 35: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pulau Jawa dan Sumatera merupakan pulau yang kondisi lingkungan hidupnya mendapat tekanan paling besar. Pengembangan infrastruktur dan perkebunan yang makin meluas dan pertambahan penduduk yang sangat cepat telah menghilangkan sebagian besar daerah-daerah regulator air tinggi di kawasan pegunungan Jawa dan pegunungan sepanjang Bukit Barisan Sumatera serta daerah penyedia pangan di pulau Jawa.

Kondisi yang hampir serupa juga terjadi di Kalimantan dan Sulawesi, meskipun belum mencapai tahap mengkhawatirkan seperti di Jawa dan Sumatera. Pulau Kalimantan dan Sulawesi yang secara luas dikenal sebagai wilayah yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati dan bahan tambang, mulai mempercepat pengembangan wilayah melalui pembangunan infrastruktur konektivitas antar daerah dan pengembangan kawasan ekonomi khusus, terutama di sekitar perbatasan. Meningkatnya kejadian banjir di beberapa tempat di Kalimantan merupakan dampak nyata dari mulai menurunnya kualitas jasa regulator air akibat eksploitasi hutan, meningkatnya areal pertambangan, dan meluasnya perkebunan-perkebunan sawit selama beberapa tahun terakhir. Dengan meningkatnya konektivitas wilayah, beberapa wilayah dengan Jasa Regulator dan Penyimpan Air Tinggi di sepanjang Pegunungan Muller Schwaner, Pegunungan Meratus, kawasan Gambut yang luas di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, dan kawasan ekosistem Karst diperkirakan akan menjadi kawasan paling beresiko untuk mengalami degradasi.

Selanjutnya, Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara dalam beberapa tahun telah mengembangkan diri dan memacu kegiatan ekonomi berbasis pariwisata. Bali dan Nusa Tenggara Barat merupakan kawasan penting secara nasional dari sisi suplai pangan karena merupakan salah satu Lumbung Pangan Nasional. Kondisi Jasa Pangan Tinggi, terutama pada daerah-daerah pertanian tradisional di Nusa Tenggara Barat mulai mendapat tekanan dari pesatnya perkembangan perkotaan sedangkan daerah Jasa Regulator Air Tinggi mendapat tekanan dari perluasan pemukiman di perdesaan dan tumbuhnya kawasan wisata baru.

Sementara itu, Pulau Papua dalam perkembangannya sampai saat ini masih mampu menjaga kualitas maupun kuantitas Jasa Lingkungan Tinggi untuk regulator dan penyimpan air. Tutupan Hutan yang masih luas dan rapat, perkembangan infrastruktur dan kawasan pengembangan yang belum secepat

Page 36: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

di daerah lain, ikut membantu menjaga dan memelihara kualitas jasa dan fungsi lingkungan hidup dalam kondisi baik.

B. Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup

Dari waktu ke waktu, pemakaian energi fosil di Indonesia menunjukan tren yang terus meningkat di semua sektor. Selama 1990 – 2000 meningkatnya konsumsi energi pada sektor domestik terus menunjukkan peningkatan meskipun tidak terlalu besar dibandingkan sektor industri dan transportasi.

Transportasi menjadi salah satu sektor yang paling banyak menggunakan bahan bakar fosil. Sektor ini terus menunjukkan tren naik di semua jenis transportasi : darat, udara dan air (SLHI 2010). Peningkatan terbesar terjadi pada transportasi darat, dengan kenaikan total kendaraan bermotor berkisar 10 persen (BPS, 2012). Sepeda motor merupakan merupakan moda transportasi darat yang mengalami peningkatan paling tinggi dan terjadi merata hampir di seluruh provinsi.

Dampak dari pemakaian energi fosil sangat besar pengaruhnya pada kualitas udara. Pencemar udara yang umum dihasilkan dari proses pembakaran, termasuk bahan bakar fosil, adalah Nitrogen oksida (NOx), Karbon monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO2), debu diameter 10 mikron dan 2,5 mikron ke bawah (PM10 dan PM2,5), dan hidrokarbon (HC). Proses-proses lain dapat menghasilkan pencemar, seperti H2S dan NH3, logam berat, aerosol dan gas sekunder, seperti ozon (O3).

Secara global, pencemaran air berasal dari limbah cair domestik dan industri yang tidak dikelola, sampah domestik, pemakaian air berlebihan, dan penataan fungsi lahan yang tidak baik. Hal tersebut kemudian diperparah dengan masih banyaknya masyarakat (30 persen) yang masih buang air besar sembarangan di badan air. Setiap hari sekitar 14.000 ton tinja manusia belum dikelola dengan benar sehingga berdampak pada menurunnya kualitas air. Selain hal tersebut, kondisi ketersediaan air juga terganggu. Alih fungsi lahan pada daerah-daerah resapan air meningkatkan aliran permukaan (run-off) di kawasan hilir, yang menyebabkan meningkatnya potensi banjir.

Hasil pemantauan 2008 – 2012 menunjukkan kualitas air sungai cenderung menurun, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera, seperti terlihat pada gambar 2.23. Sumber utama pencemar berasal dari aktivitas domestik, yang terlihat dari parameter organik (proporsi BOD/COD dan kandungan Coliform)

Page 37: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

terutama di Maluku, Sulawesi Tenggara dan Sumatera Utara. Kualitas air sungai sebagian besar provinsi memiliki nilai kandungan organik melebihi baku mutu (diwakili parameter COD), yaitu sebesar 25 mg/l (PP Nomor 82/2001). Nilai organik tertinggi terpantau di Jawa Barat yang diperkirakan berkaitan dengan tingkat sanitasi rendah. Khusus Pulau Jawa, terlihat ada tendensi menurunnya kualitas air dari perindustrian. Sumber pencemar dari pertanian belum bisa diidentifikasi karena monitoring rutin pencemar spesifik sektor ini belum dilakukan.

Selanjutnya, pemantauan kualitas air di 15 danau utama pada 2011 menunjukkan, sebagian besar masuk dalam kategori eutrof, kondisi terestrial daerah tangkapan air terancam, dan kondisi sempadan danau terancam (tabel 2.2.) Pada 2012, pemantauan di lima danau, terdapat dua danau yaitu Danau Batur dan Danau Singkarak yang menunjukkan sedikit perbaikan.

Eutrofikasi disebabkan peningkatan kadar unsur hara, terutama Nitrogen dan Fosfor pada air danau ataupun waduk. Kondisi Oligotrof adalah status trofik air danau atau waduk yang mengandung kadar unsur hara rendah. Status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah, belum tercemar Nitrogen dan Fosfor.

Ancaman pencemaran juga mengincar sumber daya laut. Beberapa wilayah perairan Indonesia ternyata juga rentan terhadap pencemaran minyak. Dalam kurun 1997 – 2012 telah terjadi 36 kasus tumpahan minyak, yang berdampak pada sumber daya hayati dan non hayati laut (BPS, 2012). Pada 2012, pemantauan kualitas air laut menggunakan parameter baku mutu air laut (BMAL) untuk kualitas pelabuhan dan wisata bahari (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004) di beberapa lokasi pelabuhan dan wisata bahari seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta; Pelabuhan Ciwandan, Banten; Pelabuhan Gorontalo dan Parigi, Teluk Tomini menunjukkan terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu, yaitu kecerahan (BMAL > 3meter). Parameter amoniak yang melampaui baku mutu terdeteksi di Pelabuhan Tanjung Priok, yang dekat dengan industri, pelabuhan peti kemas, dan pemecah gelombang. Sementara di Pelabuhan Parigi , parameter amoniak ditemukan di outlet Sungai Olaya. Parameter Total Padatan Tersuspensi (TSS) di lokasi wisata Parigi, Teluk Tomini, melebihi baku mutu, yaitu 24 mg/L. Kandungan Oksigen Terlarut (DO) diperkampungan Bajo di Pahuwato, Gorontalo, berada di luar baku mutu, sedangkan lokasi lainnya

Page 38: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

masuk dalam baku mutu. Kandungan Minyak Lemak di laut lepas dekat perkampungan Bajo dan wisata Parigi terdeteksi melebihi baku mutu.

Hutan tropis merupakan ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati, berperan dalam penyediaan jasa lingkungan dan tempat bergantung masyarakat di yang hidup di sekitar hutan. Selain itu, hutan tropis merupakan ekosistem yang menyimpan karbon terrestrial dalam jumlah yang sangat besar. Deforestasi dan degradasi hutan akan menyebabkan pelepasan emisi karbon dioksida ke atmosfer, sehingga mempengaruhi iklim secara global. Pada tahun 2008, emisi dunia dari proses deforestasi dan degradasi hutan mencapai 4,4 Giga ton CO atau 11% dari total emisi emisi anthropogenik (UNEP, 2012), karena itu perlindungan hutan tropis menjadi agenda internasional dalam rangka mitigasi perubahan iklim melalui mekanisme Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+). REDD+ telah disepakati dalam Conference On Parties 16 (COP 16) di Cancun, tahun 2010. Indonesia dan Brasil berperan penting dalam upaya mitigasi REDD+ karena memiliki hutan yang sangat luas.

Dari penafsiran Citra Satelit Landsat 7 ETM+, 2000 - 2011, luas tutupan hutan mengalami penurunan, dari 104.747.566 hektar pada 2000, menjadi 98.242.002 hektar pada 2011 (Gambar 2.33), atau terjadi deforestasi seluas 6,5 juta hektar selama 11 tahun.

Dinamika deforestasi terkait dengan berbagai faktor, baik secara langsung (agent) maupun tidak langsung (driving force) (Sunderlin, W.D. & Resosudarmo, 1996). Faktor penyebab ada dua: langsung dan tidak langsung. Faktor langsung berarti pelaku dan penyebab secara langsung mengubah tutupan hutan menjadi peruntukan lain, misalnya kebakaran hutan, ekspansi lahan pertanian, perumahan dan pertambangan. Faktor secara tidak langsung berupa kondisi sosial, ekonomi dan politik pada skala nasional, regional maupun global.

Mencermati perubahan tutupan hutan selama 2000 – 2011, sebenarnya sejak 2003 laju deforestasi semakin mengecil. Laju deforestasi per tahun pada periode 2000 – 2003: 344.657 hektar (0,33 persen); 2003 – 2006: 808.754 hektar (0,78 persen); 2006 – 2009: 747.754 hektar (0,74 persen); dan 2009 – 2011: 401.253 hektar (0,41 persen).

Sebelum 2003 adalah masa transisi otonomi yang menyebabkan ketidakpastian hukum dalam kasus penyerobotan kawasan hutan. Selama

Page 39: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

transisi (1999-2001), terjadi 205 kasus penyerobotan kawasan hutan; pada 2002-2003 kasus menurun menjadi 66 (Wulan, et al. 2004). Prasetyo (2008) juga menemukan kasus perambahan kawasan konservasi yang lebih luas pada masa transisi itu dibandingkan periode sebelum otonomi.

Analisis lebih rinci menunjukkan tutupan hutan pada 2000 seluas 102 juta hektar, 31,33 persen diantaranya telah berubah menjadi lahan tidak produktif; 10,34 persen dibuka untuk pertanian; dan 2,69 persen untuk perkebunan. Sedangkan hutan mangrove sebagian besar masih utuh, hanya sebagian kecil dieksploitasi.

Beban pencemaran dan kerusakan tutupan hutan pada akhirnya mengancam keragaman keanekaragaman hayati Indonesia. Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan dengan tidak memperhatikan kondisi lingkungan akan mendorong laju kepunahan dan tingkat keterancaman keanekaragaman hayati, karena itu perlindungan terhadap jenis flora dan fauna terancam menjadi prioritas pemerintah.

C. Ekoregion, Jasa Lingkungan Hidup, Daya Dukung dan Daya Tampung

Bentang alam merupakan suatu ekosistem yang didalamnya terdiri atas unsur biotik dan abiotik serta proses aliran materi dan energi. Berdasarkan Tansley (1935), sebuah ekosistem merupakan representasi dari hubungan yang komplek antara faktor biotik dan abiotik dari sebuah lingkungan. Konsep ekoregion dapat dikatakan sebagai bentuk implementasi konsep ekosistem. Ekoregion merupakan implementasi dari konsep ekosistem dalam ruang kebumian (geospasial) dengan pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integrasi sistem alam dan lingkungan hidup pada suatu batasan wilayah geografis. Ekoregion sebagai ekosistem merupakan habitat bagi berbagai organisme ataupun populasi mahluk hidup, termasuk manusia, dengan kekhasan karakteristik wilayahnya. Kekhasan karakteristik wilayah akan menghasilkan struktur dan proses ekosistem yang berbeda untuk setiap wilayah. Kekhasan ini akan menimbulkan keragaman organisme dalam ekoregion yang menciptakan keanekaragaman hayati.

Struktur dan proses yang ada pada lingkungan hidup merupakan unit fungsional yang menciptakan fungsi lingkungan hidup. Fungsi lingkungan hidup yang berguna dan dimanfaatkan oleh manusia merupakan jasa lingkungan hidup. Jasa Lingkungan Hidup adalah manfaat dari ekosistem dan lingkungan hidup bagi manusia dan keberlangsungan kehidupan yang

Page 40: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

diantaranya mencakup penyediaan sumber daya alam, pengaturan alam dan lingkungan hidup, penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya.

Klasifikasi fungsi dan jasa lingkungan hidup telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang kemudian diadopsi oleh dokumen Millenium Ecosystem Assessment (2003). Jasa ekosistem dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural), dan jasa pendukung (supporting) (MA,2005). Berdasarkan empat kategori ini, dikelaskan ada 23 kelas klasifikasi jasa lingkungan hidup, yaitu (De Groots, 2002):

A. Jasa Penyediaan : (1) Bahan Makanan (2) Air Bersih (3) Serat, bahan bakar dan bahan dasar lainnya (4) Materi genetik (5) Bahan obat dan biokimia (6) Spesies hias.

B. Jasa Pengaturan : (7) Pengaturan kualitas udara (8) Pengaturan iklim (9) Pencegahan gangguan (10) Pengaturan Air (11) Pengolahan limbah (12) Perlindungan tanah (13) Penyerbukan (14) Pengaturan biologis (15) Pembentukan tanah.

C. Budaya : (16) Estetika (17) Rekreasi (18)Inspirasi (19) Warisan dan identitas budaya (20) Spiritual dan keagamaan (21) Pendidikan

D. Pendukung : (22) Habitat berkembang biak (23) Perlindungan Plasma Nuftah

Produk materi dan jasa lingkungan menjadi daya dukung dan daya tampung untuk kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

Dapat diartikan bahwa daya dukung dan daya tampung merupakan kapasitas fungsi dan jasa lingkungan dalam mendukung perikehidupan manusia atau mahluk lainnya yang berada pada suatu lokasi tertentu (ekoregion). Fungsi regulasi akan dapat mendukung daya tampung, sedangkan ketiga fungsi lainnya akan mendukung daya dukung.

Perbedaan kemampuan suatu wilayah ekoregion dalam memproduksi materi dan jasa lingkungan serta populasi manusia yang berbeda pada setiap wilayah mengakibatkan adanya aliran materi dan energi antar-ekoregion, baik itu secara alami maupun dengan teknologi manusia. Selain secara alami adanya

Page 41: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

aliran energi dan materi antar-ekoregion dikarenakan adanya fungsi lingkungan yang berbeda pada setiap karakteristik ekoregion. Sedangkan aliran yang tidak alami lebih disebabkan adanya perbedaan produk dan populasi manusia dari setiap satuan wilayah ekoregion sehingga dibutuhkan pemindahan energi atau materi dari satu ekoregion ke ekoregion lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Kebutuhan akan jasa lingkungan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia menjadi hal yang penting dan menjadi pertimbangan utama dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup. Kesejahteraan menusia dapat menjadi indicator kesehatan lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pemetaan jasa lingkungan yang berbasiskan pada data spasial akan memberikan keuntungan karena dapat disintesiskan dengan peta ekoregion. Jasa lingkungan dapat diketahui distribusi dan besarannya pada setiap ekoregion.

Proses siklus materi dan energi dapat dibedakan menjadi siklus materi dan energi yang alami dan aliran materi dan energi karena manusia. Diluar proses siklus materi dan energi yang alami, keterbatasan dari ekoregion mendorong terjadinya aliran materi dan energi antar ekoregion oleh manusia. Sehingga menciptakan konektivitas antar ekoregion. Konektivitas antar ekoregion dapat bersifat alami berupa siklus materi dan bersifat tidak alami berupa aliran materi karena aktivitas manusia. Konektivitas ini menyebabkan adanya ketergantungan antar wilayah ekoregion dan keharusan integrasi antar wilayah wilayah administrasi. Ketergantungan antar wilayah menciptakan fungsi lingkungan antara penyedia jasa lingkungan dengan pemanfaat jasa lingkungan. Penyedia Jasa Lingkungan Hidup adalah setiap orang, Pemerintah dan pemerintah daerah yang menjaga dan/atau mengelola lingkungan hidup untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kualitas jasa lingkungan hidup, sedangkan Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup adalah setiap orang, Pemerintah dan pemerintah daerah yang menggunakan jasa lingkungan hidup.

D. Indikasi Daya Dukung dan Daya Tampung Tiap Ekoregion

D.1 Kawasan Ekoregion Pulau Jawa

Ekoregion Pulau Jawa dipengaruhi proses vulkanik, struktural, denudasional (pelapukan dan erosi) dan solusional (pelarutan batu gamping), serta fluvial. Kawasan ekoregion Pulau Jawa memiliki berbagai tipe ekosistem alami dan buatan. Ekosistem alami didominasi oleh ekosistem hujan tropika di dataran pegunungan/perbukitan vulkanik, pegunungan/perbukitan struktural yang tersebar di bagian tengah serta beberapa bagian di selatan Jawa. Ekosistem

Page 42: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

buatan yang merupakan kawasan perkotaan yang padat pemukiman, kawasan industri dan kawasan budidaya pertanian/beras serta budidaya hutan tersebar di bagian utara Pulau Jawa.

Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion, 2013

Gambar 2.14 Peta Ekoregion Pulau Jawa

D.1.a Layanan Jasa Lingkungan Pulau Jawa

Ekoregion pulau Jawa memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:

• Jasa Penyimpan air,

• Jasa Pengaturan Tata Air dan Banjir

• Jasa Penyedia pangan

Wilayah jasa penyimpan air di Pulau Jawa tersebar di 1) dataran fluvial di pesisir utara Jawa Barat, di sebagian pesisir utara jawa tengah dan banten, 2) pegunungan vulkanik di jawa barat, jawa tengah, jawa timur dan 3) pegunungan solusional karst di sebagian pesisir selatan jawa tengah.

Page 43: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 2.15 Peta Indikasi Jasa Lingkungan Utama di Ekoregion Jawa

Sumber : KLHK, Atlas Peta Indikasi Daya Dukung Nasional 2015

Page 44: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sedangkan untuk Jasa Tata Air dan Banjir tinggi di Ekoregion Pulau Jawa tersebar di daerah pegunungan/perbukitan vulkanik di pulau Jawa yang saat ini masih berstatus sebagai kawasan hutan. Sebagai catchment area, wilayah-wilayah tersebut akan menahan air hujan dan menyalurkan air ke daerah hilir secara bertahap.

Pulau Jawa yang memiliki banyak gunung berapi aktif, menjadikan ekoregionnya didominasi oleh dataran vulkanik dan fluvial yang sangat subur untuk dijadikan lahan sawah dan tanaman semusim lainnya. Secara umum hampir seluruh Ekoregion Jawa memiliki jasa lingkungan penyedia bahan pangan, baik dari lahan kering maupun lahan basah. Ekoregion Jawa memiliki kawasan budidaya yang luas, untuk persawahan terhampar pada ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial dan dataran vulkanik. Sedangkan kawasan budidaya lahan kering terhampar pada ekoregion dengan karakteristik perbukitan.

Ekoregion Jawa memiliki luas sawah 3,44 juta ha atau 42,35% dari luas sawah nasional, dengan produktifitas paling tinggi sebesar 57,4 ku/ha, dan dalam satu tahun menghasilkan padi sebanyak 37,49 juta ton atau 52,59 % dari produksi nasional (BPS, 2014). Kawasan persawahan mayoritas terletak pada dataran fluvial dan dataran pantai atau di Ekoregion Jawa bagian Utara, sedangkan persawahan yang terletak di daerah perbukitan luasannya relatif lebih kecil dan tersebar pada Ekoregion Jawa bagian Tengah. Namun demikian jasa lingkungan ini terancam keberadaannya, terutama untuk pertanian lahan basah di dataran fluvial, dataran vulkanik, dan dataran pantai karena alih fungsi lahan. Jasa lingkungan penyedia pangan Pulau Jawa hampir sama lokasinya dengan jasa lingkungan penyedia air, umumnya kawasan budidaya pertanian membutuhkan ketersediaan unsur hara tinggi dan air berlimpah.

D.1.b Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014

Luas ekoregion Jawa yang hanya berkisar 6,5% dari luas daratan di Indonesia tapi menampung hampir 57% dari total penduduk Indonesia. Pada umumnya penduduk bermukim di dataran fluvial dan dataran vulkanik yang memiliki tanah subur dan tersedia air yang melimpah, hal ini menjadikan ekoregion Jawa memiliki tekanan lingkungan yang tinggi karena populasi manusia-nya.

Permasalahan alih fungsi lahan terjadi di daerah perbatasan antara hutan dengan kawasan budidaya dan kawasan budidaya dengan kawasan pemukiman. Lokasi yang memiliki potensi besar terjadinya alih fungsi lahan di Ekoregion Jawa memiliki ciri lokasi sebagai berikut :

• Alih fungsi lahan dari hutan menjadi kawasan budidaya pada umumnya

Page 45: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

terjadi pada ekoregion dengan karakteristik perbukitan vulkanik. Perbukitan vulkanik ini merupakan kawasan budidaya lahan kering (seperti kebun). Kawasan yang memiliki potensi besar alih fungsi lahan dari hutan menjadi kawasan budidaya diantaranya berada di :

o Banten di Kawasan Utara Cilegon-Serang-Pandeglang.

o Jawa Barat di Kawasan Bogor-Cianjur-Sukabumi, Kawasan Jawa Barat Selatan.

o Jawa Tengah di Kawasan Utara Purwokerto – Purbalingga, Kawasan Timur Wonosobo, Kawasan Magelang – Temanggung – Unggaran, Kawasan Utara Sleman, Kawasan Lereng Gn. Merapi dan Merbabu di Wonogiri – Magetan – Sragen- Karanganyar.

o Jawa Timur di Kawasan Batu, Kawasan Selatan Mojokerto, Kawasan Utara Lumajang – Jembar.

• Alih fungsi lahan dari kawasan budidaya menjadi kawasan industri/pemukiman mayoritas terjadi pada dataran fluvial, dataran pantai, dataran struktural dan dataran vulkanik. Dataran fluvial pada umumnya merupakan kawasan budidaya lahan basah (persawahan), sedangkan di dataran pantai pada umumnya merupakan kawasan budidaya pertambakan. Kawasan yang memiliki potensi besar terjadinya alih fungsi lahan dari kawasan budidaya menjadi kawasan industri/pemukiman diantaranya berada di :

o Dataran vulkanik, dataran fluvial dan dataran pantai di Kawasan Pantai Utara mulai dari Cilegon hingga Pekalongan

o Dataran fluvial dan dataran pantai di Kawasan Pantai Utara dari Kendal – Semarang – Demak – Jepara – Kudus – Pati – Rembang - Purwodadi.

o Dataran Struktural, dataran fluvial, dan dataran pantai di Kawasan Lamongan – Gresik –Surabaya- Sidoarjo.

o Dataran Vulkanik di Jawa Timur pada Kawasan Madiun – Ngawi -Ponorogo, Nganjuk - Kediri – Tulungagung – Blitar - Jombang, Kepanjen – Malang – Purworejo – Probolinggo, Lumajang-Jembar, Bondowoso, dan Banyuwangi.

o Dataran Vulkanik di Jawa Tengah dan Yogyakarta pada Kawasan Bantul – Yogyakarta – Klaten – Surakarta –Sragen.

o Dataran fluvial di Jawa Tengah pada Kawasan Kebumen-Purworejo, Purbalingga-Purworejo.

o Datar vulkanik di Jawa Barat pada Kawasan Cekungan Bandung, Garut,

Page 46: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

dan Tasikmalaya – Ciamis.

o Perbukitan vulkanik di Jawa Barat di Kawasan Bogor-Cianjur-Sukabumi.

Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:

1. Wilayah permukiman bertambuh hampir sebesar 200 ribu hektar Perkembangan wilayah pemukiman ini dipicu oleh pertumbuhan penduduk dan juga perkembangan kawasan industri sekunder/tersier. Perkembangan wilayah pemukiman yang sangat signifikan terdapat di kawasan Jabodetabek, kota Yogayakarta dan Surabaya serta pesisir utara Tuban. Sementara perkembangan kota Bandung dan Semarang terlihat sedang.

2. Alih fungsi hutan primer menjadi hutan sekunder serta lahan pertanian kering mencapai 274 ribu hektar. Alih fungsi hutan primer terbanyak terjadi Provinsi Jawa Timur di kawasan kota Malang dan sekitarnya. Adapun beberapa kawasan hutan seperti dikawasan Bogor-Puncak-Cianjur dan kawasan pegunungan di Jawa Tengah sudah mengalami kondisi mengkhawatirkan sejak tahun 2000.

3. Peningkatan luasan lahan pertanian kering yang berasal dari tanah terbuka dan juga kawasan hutan sebesar hampir 300 ribu hektar.

4. Ketersedian sawah sebagai lumbung pangan di pulau Jawa tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Namun demikian konversi sawah menjadi areal penggunaan lain mencapai 203 ribu hektar dari total 3,9 juta hektar

Page 47: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D.2 Kawasan Ekoregion Pulau Sumatera

Ekoregion pulau Sumatera dipengaruhi proses vulkanik (letusan gunung api), struktural (pengangkatan dan pelipatan), dan fluvial (aliran sungai), serta beriklim tropika basah dan banyak memiliki dataran organik (gambut).

Kawasan ekoregion Pulau Sumatera masih didominasi oleh ekosistem alami, ekosistem yang didominasi oleh hujan tropika di kawasan pegunungan Bukit Barisan dan lahan gambut di pesisir timur Sumatera. Pulau Sumatera memiliki daerah pegunungan bukit barisan yang memanjang dari Aceh hingga Lampung dengan ketinggian di atas 1000 m dpl yang sangat tinggi curah hujannya dibandingkan dengan evapotranspirasi potensialnya.

Sumber : KLHK, Deskripsi Peta Ekoregion Pulau Kepulauan, 2013

Gambar. 2.16 Peta Ekoregion Pulau Sumatera

D.2.a. Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Sumatera

Ekoregion Pulau Sumatera memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:

• Penyimpan Air;

• Produksi Pangan;

Page 48: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

• Pendukung Sumberdaya Genetik;

• Tata Air dan Banjir;

• Penyimpan Karbon.

Wilayah-wilayah di pulau Sumatera yang memberikan jasa penyimpan air adalah 1) lahan gambut yang banyak terdapat di bagian timur Pulau Sumatera, 2) pegunungan/perbukitan vulkanik di beberapa wilayah di rangkaian pegunungan vulkanik dan 3) dataran fluvial di beberapa wilayah bagian tengah Pulau Sumatera. Pulau Sumatera yang memiliki luasan hutan primer yang masih cukup signifikan, memiliki keragaman spesies flora dan fauna (biodiversity). Beberapa spesies sudah terancam punah sehingga patut dilindungi seperti Gajah dan Harimau. Kedua spesies ini memerlukan luasan habitat yang cukup besar berupa hutan primer untuk koridor migrasinya. Selain hutan primer, lahan gambut Sumatera juga merupakan tempat bernaungnya beragam habitat.

Kondisi karakteristik ekoregion Sumatera merupakan wilayah penghasil bahan pangan, material mentah hasil perkebunan, dan kayu. Jasa lingkungan penghasil bahan pangan di Ekoregion Sumatera disokong oleh pertanian lahan basah berupa sawah seluas 2,22 juta ha, dengan produktivitasnya 41,0 ku/ha, dan setiap tahunnya menghasilkan 167,7 ton padi (BPS,2014). Jasa lingkungan penyedia pangan yang tinggi mayoritas terdistribusi pada dataran di Ekoregion Sumatera bagian timur, walaupun beberapa bagian di pantai bagian barat juga tersedia jasa tersebut.

Wilayah penyedia pangan Pulau Sumatera berada di zona vulkanik serta fluvial. Zona fluvial merupakan hasil sedimentasi dari zona vulkanik sehingga memiliki unsur hara tinggi dan tersedimentasi di daerah hilir. Budidaya pertanian membutuhkan ketersediaan unsur hara tinggi selain air berlimpah. Berbeda halnya dengan lahan gambut yang juga merupakan pemberi jasa penyedia air namun tidak memberikan unsur hara yang cukup dan bersifat asam sehingga tidak sesuai untuk lahan pertanian pangan.

Jasa lingkungan pengatur tata air dan banjir di pulau Sumatera tersebar di daerah pegunungan bukit barisan yang memiliki kerapatan hutan yang cukup tinggi sebagai catchment area. Kerapatan hutan tersebut berkontribusi untuk menahan air hujan dan menyalurkan melalui badan sungai dalam satu DAS ke daerah hilir secara bertahap. Selain hutan di pegunungan bukit barisan,

Page 49: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

lahan gambut Sumatera yang cukup luas di pesisir timur merupakan media penampungan (reservoir) air yang sangat baik.

Sebagai pulau yang memiliki kerapatan hutan hujan tropis yang tinggi, pulau Sumatera memiliki fungsi layanan penyerap & penyimpan karbon yang tinggi. Begitu pula lahan gambut pada hakikatnya merupakan tempat cadangan karbon sangat besar. Alih fungsi lahan terhadap kedua jenis lahan ini tentunya akan mengemisikan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.

Page 50: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 2.17 Peta Indikasi Jasa Lingkungan Utama di Ekoregion Sumatera

Sumber : KLHK, Atlas Peta Indikasi Daya Dukung Nasional 2015

Page 51: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D.2.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014

Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:

1. Perubahan alih fungsi hutan rawa primer menjadi lahan perkebunan sangat signifikan terjadi di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Dominasi perkebunan sawit dan karet yang memberikan manfaat ekonomi menjadi pendorong utama.

2. Alih fungsi hutan sekunder menjadi lahan pertanian kering terjadi cukup masif di beberapa kawasan di provinsi Sumatera Selatan, Jambi dan Riau.

3. Alih fungsi kawasan hutan primer masih terbilang rendah. Namun karena sebagian besar hutan primer ini berada di kawasan pegunungan bukit barisan yang juga memiliki potensi bahan mineral tinggi, maka akan menarik kegiatan pertambangan.

4. Perkembangan wilayah pemukiman di beberapa kota besar di Sumatera seperti Medan, Palembang serta Tanjung Karang terjadi cukup pesat akibat pertumbuhan industri. Perkembangan wilayah pemukiman ini mengkonversi lahan persawahan sebagai penyedia pangan ataupun kawasan rawa-rawa sebagai reservoir air baku.

D.3 Kawasan Ekoregion Pulau Kalimantan

Ekoregion Pulau Kalimantan dipengaruhi proses denudasional, fluvial, gambut dan marin. Perbukitan dan pegunungan berasal dari proses vulkanik tua. Besarnya pengaruh pelapukan menyebabkan tanahnya relatif miskin hara dan tidak sesubur Sumatera dan Jawa, namun banyak mengandung deposit batubara. Pulau ini terlindungi dari zona subduksi lempeng benua.

Kawasan ekoregion Pulau Kalimantan masih didominasi oleh ekosistem alami yang didominasi oleh ekosistem hujan tropika di sebagian besar wilayah dan lahan gambut di belahan selatan. Ekosistem buatan didominasi oleh perkebunan kelapa sawit dan hutan sekunder. Wilayah pemukiman terkonsenterasi di beberapa kota besar di Ibukota Provinsi namun keberadaannya belum signifikan.

D.3.a. Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Kalimantan

Ekoregion pulau Kalimantan memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:• Penyimpan Air;

• Penyedia energi;

Page 52: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

• Pendukung Sumberdaya Genetik;

• Pengatur tata air;

• Penyimpan Karbon;

• Penyedia Pangan.

Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan

Gambar 2.18 Peta ekoregion Pulau Kalimantan

Wilayah-wilayah di pulau Kalimantan yang memberikan jasa penyimpan Air bertumpu kepada lahan Gambut yang merupakan hilir dari DAS – DAS besar. Pulau Kalimantan yang memiliki kerapatan hutan hujan tropis yang tinggi sehingga berfungsi sebagai pemberi layanan jasa lingkungan penyerap & penyimpan karbon yang tinggi. Begitu pula lahan gambut pada hakikatnya merupakan tempat cadangan karbon yang sangat besar. Alih fungsi lahan terhadap kedua jenis lahan ini akan mengemisikan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.

Besarnya kawasan hutan hujan tropis dengan kerapatan canopi yang tinggi di Pulau Kalimantan menjadikan pulau ini memiliki keberagaman spesies fauna

Page 53: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

dan flora (biodiversity) yang tinggi. Selain hutan hujan tropis, lahan gambut juga merupakan tempat penyedia habitat yang cukup tinggi.

Wilayah-wilayah yang menjadi pengatur tata air di Pulau Kalimantan adalah kawasan pegunungan dengan kerapatan vegetasi tinggi di bagian tengah dan lahan-lahan gambut di Kalimantan.

Ekoregion perbukitan dan pegunungan vulkanik yang ada di Pulau Kalimantan merupakan vulkanik tua, yang terkonsentrasi di bagian Tengah. Iklimnya yang termasuk tropika basah dengan curah hujan cukup tinggi dan air sungainya yang mengalir sepanjang tahun membuat ketersediaan airnya cukup melimpah. Kondisi iklim yang demikian mengakibatkan proses pelapukan batuan di pulau ini berlangsung sangat intensif, sehingga banyak terbentuk ekoregion dengan karakteristik dataran denudasional dengan jenis tanah Podsolik dan Spodosol yang miskin akan hara tanaman. Selain itu, ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial dan dataran gambutnya tidak sesubur di Sumatera karena bahan induknya berpasir kuarsa.

Page 54: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 2.19 Peta Indikasi Jasa Lingkungan Utama di Ekoregion Kalimantan

Sumber : KLHK, Atlas Peta Indikasi Daya Dukung Nasional 2015

Page 55: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D.3.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014

Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:

1. Konversi lahan hutan primer menjadi hutan sekunder. Alih fungsi lahan ini tentunya menurunkan daya dukung habitat sehingga mengancam keragaman biodiversity di Kalimantan, selain itu juga berakibat menurunkan fungsi tata air yang menyebabkan sering terjadi banjir di daerah hilir dan tingginya laju sedimentasi.

2. Perkembangan wilayah pemukiman yang tinggi hanya terjadi di ibukota-ibukota provinsi dan kota Balikpapan. Mengingat penyebaran penduduk di Kalimantan sebagian besar masih berada di pedesaan (rural) maka perkembangan wilayah pemukiman belum terlalu mengkhawatirkan dalam 20 tahun ke depan.

3. Konversi lahan gambut menjadi lahan perkebunan sawit terjadi cukup masif di semua provinsi di Kalimantan. Di sisi lain, lahan gambut memiliki fungsi tinggi dalam menyimpan air dengan demikian fungsi penyedia air bagi kelima provinsi akan terganggu. Banjir di musim hujan dan kelangkaan air di musim kemarau.

4. Perkembangan wilayah pertambangan batubara sangat masif di Kalimantan Tengah, Selatan dan Timur. Kegiatan pertambangan tentunya akan merubah ekosistem alami tempat bernaungnya spesies habitat. Pembukaan kawasan hutan untuk pertambangan juga menyebabkan menurunnya fungsi tata air di Kalimantan.

5. Pembukaan wilayah-wilayah perbatasan dan terpencil di utara Pulau Kalimantan yang bersinggungan langsung dengan taman nasional dan kawasan hutan, otomatis mengurangi besarnya luas wilayah jasa pengatur air di Pulau Kalimantan. Selain itu, pembukaan wilayah kawasan hutan yang selama ini terisolir mengakibatkan mudahnya alih fungsi lahan terjadi di kawasan-kawasan lindung.

D.4 Kawasan Ekoregion Pulau Sulawesi

Ekoregion Pulau Sulawesi terdiri dari daerah perbukitan dan pegunungan vulkanik aktif dengan kelerengan curam yang mengandung banyak mineral di bagian utara, serta vulkanik tua dan perbukitan solusional/karst di selatan. Memiliki wilayah fluvial yang cukup subur walau lebih sempit dari pulau lainnya.

Kawasan ekoregion Pulau Sulawesi masih didominasi oleh ekosistem alami yang didominasi oleh ekosistem hujan tropika di daerah pegunungan

Page 56: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

sepanjang busur Pulau Sulawesi. Ekosistem buatan didominasi oleh perkebunan dan hutan sekunder. Wilayah pemukiman terkonsenterasi di beberapa kota besar di Ibukota Provinsi namun keberadaannya belum terlalu signifikan memberikan pengaruh terhadap tutupan lahan secara keseluruhan.

Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan, 2013

Gambar 2.20 Peta ekoregion Pulau Sulawesi

D.4.a. Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Sulawesi

Ekoregion pulau Sulawesi memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:

• Penyedia Energi;

Page 57: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

• Penyimpan Air;

• Pendukung Sumberdaya Genetik;

• Penyedia Pangan;

• Pengatur Tata Air.

Pulau Sulawesi sebagai pulau yang memiliki cadangan gas alam yang cukup besar setelah Kalimantan dan Sumatera. Cadangan gas terbesar berada di daerah Sengkang dan Donggi Senoro Provinsi Sulawesi Selatan.

Pada Ekoregion Sulawesi, kawasan dengan karakteristik pegunungan struktural memiliki peranan yang sangat penting dalam jasa pengaturan air. Ekoregion pegunungan struktural yang membentang dari mulai Enrekang- Mamasa – Makale – Lasolo – Bungku Tengah – Luwuk hingga Palu dan Palu hingga Minahasa Selatan, setidaknya menjadi kawasan hulu bagi lebih dari 1000 DAS di hampir seluruh ekoregion Sulawesi, dan Jasa lingkungan untuk menyediakan air baku di Ekorgion Sulawesi pada umumnya memiliki kondisi yang baik dengan kemampuan yang tinggi dalam menyediakan air bersih.

Pulau Sulawesi juga memiliki hutan primer yang cukup besar bahkan beberapa kawasan merupakan taman nasional dan hutan konservasi. Hutan primer menjadi tempat ideal untuk bernaungnya beragam spesies fauna dan flora. Bahkan beberapa species di Pulau Sulawesi merupakan species yang unik dan tidak berada di tempat lain.

Pada Ekoregion Sulawesi ditemukan juga dataran fluvial dan dataran vulkanik yang subur, walaupun relatif sempit daripada di Jawa dan Sumatera. Jasa lingkungan penyedia pangan yang cukup tinggi di Ekoregion Sulawesi umumnya terdapat pada ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial, dan perbukitan karst. Persawahan di Ekoregion Sulawesi luasannya sebesar 919,9 ribu ha dengan produksi beras per tahun 5 juta ton (BPS,2014). Lokasi sawah yang berada pada dataran fuvial sedikit tidak menguntungkan karena kawasan yang berkembang menjadi pemukiman dan perkotaan umumnya berada pada ekoregion dengan karakteristik dataran fluvial dan dataran pantai.

Page 58: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 2.21 Peta Indikasi Jasa Lingkungan Utama di Ekoregion Sulawesi

Sumber : KLHK, Atlas Peta Indikasi Daya Dukung Nasional 2015

Page 59: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D.4.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014

Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:

1. Konversi hutan primer menjadi hutan sekunder terlihat cukup banyak terjadi. Kemampuan hutan sekunder dalam fungsi layanan tata air yang lebih rendah dibanding hutan alami berdampak kepada kelangkaan air di musim kemarau dan banjir di musim penghujan.

2. Terjadi penambahan luasan sawah sebagai lumbung pangan yang signifikan. Berdasarkan peta ekoregion terlihat bahwa pegembangan areal persawahan menempati lahan fluvial yang subur namun sempit. Hal ini berdampak kepada peningkatan daya dukung penyediaan pangan pulau Sulawesi.

3. Perkembangan wilayah pemukiman yang tinggi hanya terjadi di ibukota-ibukota provinsi. Pertumbuhan yang paling tinggi terjadi Kota Manado dan Makasar. Mengingat penyebaran penduduk di Sulawesi sebagian besar masih berada di pedesaan (rural) maka perkembangan wilayah pemukiman belum terlalu mengkhawatirkan dalam 20 tahun ke depan.

D.5 Kawasan Ekoregion Kepulauan Bali Nusa Tenggara

Bali dipengaruhi proses vulkanik, fluvial, dan marin (proses yang berkaitan dengan lingkungan laut) sehingga memiliki banyak perbukitan dengan tanah subur dan banyak air, walau iklimnya lebih kering. Sedangkan Nusa Tenggara lebih banyak dipengaruhi proses marin dengan banyaknya bahan organik dari koral yang ditumbuhi padang rumput. Seperti halnya Sumatera dan Jawa, daerah ini berada dalam jalur subduksi lempeng benua.

Kawasan ekoregion Kepulauan Bali-Nusa Tenggara memiliki perbedaan yang cukup signifikan untuk setiap pulau-pulau besarnya. Pulau Bali memiliki kawasan ekosistem alami kawasan hutan hujan tropis yang terbatas di daerah pegunungan. Namun daerah dataran rendah umumnya menjadi daerah pemukiman, persawahan dan pertanian lahan kering (campuran). Sementara kawasan ekosistem alami provinsi NTB dan NTT didominasi dengan semak belukar dan hutan sekunder dengan tingkat kerapatan sedang hingga rendah.

D.5.a. Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Bali Nusa Tenggara

Ekoregion Bali Nusa Tenggara memberikan jasa lingkungan sebagai berikut:• Penyimpan Air;

• Produksi Pangan;

• Pengatur Tata Air dan Banjir.

Page 60: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Selain di bagian selatan dan tengah di Pulau Bali dan bagian selatan Pulau Lombok, wilayah kepulauan Bali-Nusa Tenggara memberikan jasa penyimpan air yang sangat terbatas.

Ekoregion Bali-Nusa Tenggara memiliki karakter lahan yang beragam. Pulau Bali memiliki karakteristik beriklim agak basah dan sebagian besar merupakan dataran perbukitan dan pegunungan vulkanik. Oleh karenanya Pulau Bali memiliki tanah yang subur dengan ketersedian air yang melimpah, sehingga banyak dimanfaatkan untuk lahan sawah dan tanaman semusim lainnya. Berbeda halnya dengan bagian Nusa Tenggara, karena kondisi iklimnya lebih kering, pertanian lahan sawah di Nusa Tenggara tidak sebaik di Bali. Di Nusa Tenggara banyak dijumpai ekoregion dengan karakteristik berbahan organik (karang) yang ditumbuhi padang rumput savana dan bebatuan pada permukaan tanahnya, yang banyak dimanfaatkan untuk pengembangan peternakan sapi.

Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan, 2013

Gambar 2.22 Peta ekoregion Kepulauan Bali Nusa Tenggara

Penutup lahan yang dominan pada Ekoregion Bali-Nusa Tenggara adalah lahan kering (berupa savana, semak belukar dan padang alang-alang) hingga mencapai 45%, hutan 23,31%, dan perkebunan 9,68%. Berbeda dengan ekoregion lain, yang mengandalkan jasa ekosistem penyedia pangan dari persawahan dan perkebunan, selain persawahan di Bali pada Ekoregion Bali-

Page 61: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Nusa Tenggara mengandalkan peternakan yang memanfaatkan lahan kering. Produksi padi ekoregion Bali dan Nusa Tenggara sebesar 3,8 juta ton, dari luas sawah sebesar 462 ribu ha (BPS, 2014).

Bali bagian tengah terdiri dari ekoregion dengan karakteristik pegunungan dan perbukitan struktral, sedangkan di Bali bagian barat terdiri dari pegunungan dan perbukitan vulkanik yang merupakan ekosistem penting dalam menjaga fungsi lingkungan hidup terutama jasa lingkungan pengaturan air. Kawasan pegunungan dan perbukitan struktural di Bali bagian barat merupakan kawasan konservasi yang menjadi kawasan hulu setidaknya bagi 23 DAS. Sedangkan untuk kawasan perbukitan dan pegunungan vulkanik di Bali bagian tengah setidaknya menjadi kawasan hulu bagi 40 DAS.

Ekoregion pada Pulau Lombok terdiri dari pegunungan vulkanik yang berada disekitar Gn. Rinjani dan merupakan ekosistem penting dan merupakan kawasan hulu bagi setidaknya 25 daerah aliran sungai. Sedangkan pada Pulau Sumbawa, ekoregionnya terdiri dari pegunungan struktural dan pegunungan vulkanik yang merupakan ekosistem penting bagi jasa ekosistem pengaturan air, hampir seluruh daerah alisan sungai di pulau ini berhulu di kawasan tersebut

Page 62: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 2.23 Peta Indikasi Jasa Lingkungan Utama di Ekoregion Bali Nusa Tenggara

Sumber : KLHK, Atlas Peta Indikasi Daya Dukung Nasional 2015

Page 63: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pulau Flores memiliki ekoregion dengan karakteristik pegunungan struktural yang merupakan ekosistem penting dalam jasa pengaturan air. Pulau Sumba memiliki pegunungan struktural dan perbukitan solusional merupakan ekosistem penting dalam pengaturan air, air permukaan tersedia dengan baik, namum pada saat kemarau menjadi sangat terbatas dan air tanah terakumulasi pada sungai bawah tanah. Pulau Timor memiliki ekoregion pegunungan denundasional sebagai ekosistem penting dalam pengaturan air.

D.5.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014

1. Alih fungsi hutan primer di Pulau Bali menjadi areal persawahan, pertanian lahan kering dan tanah terbuka mencapai 18.54%. Sementara di provinsi NTB dan NTT secara berturut-turut memiliki laju deforestasi hutan primer dalam 14 tahun sebesar 11.53% dan 26.2%. Provinsi NTT memiliki laju tertinggi, bahkan konversi hutan sekunder menjadi area penggunaan lain mencapai 33%.

2. Seiring dengan pembukaan kawasan hutan, terjadi peningkatan kawasan pertanian lahan kering (campuran) khususnya di pulau Flores, Timor dan Sumba. Laju pertumbuhan kawasan tersebut dalam 14 tahun mencapai 82% sehingga saat ini provinsi NTT memiliki lahan pertanian kering (campuran) berkisar 400 ribu hektar.

3. Laju pertumbuhan wilayah pemukiman di ketiga provinsi mencapai 16.38%. Laju terbesar terdapat di Provinsi NTB khususnya pulau Lombok. Saat ini luasan areal pemukiman di kepulauan Bali-Nusra mencapai 82,500 hektar.

4. Provinsi NTB memiliki potensi mineral dan bahan galian yang tinggi. Hal ini berdampak kepada laju pertumbuhan area pertambangan cukup tinggi (67%). Memang luasan area pertambangan 0.02% dari luasan total provinsi, namun mengingat kegiatan pertambangan memiliki dampak lingkungan yang besar tentunya hal ini harus menjadi perhatian.

D.6 Kawasan Ekoregion Kepulauan Maluku

Kawasan ekoregion Kepulauan Maluku sebagian besar terbangun dari batuan vulkanik dan bahan organik karang dengan iklim kering, yang kemudian muncul sebagai pulau-pulau kecil. Air sungainya cepat terbuang ke laut sehingga miskin air tanah dan hara. Kawasan ekoregion kepulauan Maluku terdiri dari ekosistem pesisir dan ekosistem pegunungan dengan kawasan hutan alami di beberapa pulau berukuran medium seperti Seram, Buru, Halmahera dan Sula.

Page 64: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kepulauan Maluku memiliki iklim monsoon timur yang relative kering dan monsoon barat yang relative basah. Curah hujan tahunan secara rata-rata di provinsi Maluku berkisar 2000 – 3000 mm begitu pula curah hujan di provinsi Maluku utara. Di beberapa lokasi seperti di timur Wetar, kepulauan Arafura dan pulau Buru sebelah timur memiliki curah hujan antara 1000-2000 mm.

Sumber : KLH, Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan, 2013

Gambar 2.24 Peta ekoregion Kepulauan Maluku

D.6.a. Layanan Jasa Ekoregion Kepulauan Maluku

Ekoregion Kepulauan Maluku memberikan jasa layanan ekosistem sebagai berikut:

• Penyimpan air;

• Penyedia Pangan;

Page 65: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

• Tata Air dan Banjir;

• Pendukung Sumber Daya Genetik.

Wilayah Kepulauan Maluku yang memberikan jasa penyimpan air adalah bagian utara pulau Halmahera, bagian utara pulau Seram, kabupaten Seram Timur, bagian timur pulau Sula, pulau Aru serta pulau-pulau vulkanik kecil.

Wilayah penyedia pangan kepulauan Maluku terdapat di bagian utara Halmahera, utara Kabupaten Seram timur, timur Pulau Buru dan Pulau Aru. Selain sebagai penyedia pangan, wilayah-wilayah ini juga berfungsi sebagai penyedia air karena umumnya kawasan budidaya pertanian membutuhkan ketersediaan unsur hara tinggi dan air berlimpah. Dataran fluvial yang merupakan hasil sedimentasi dari zona vulkanik membawa unsur hara yang memberikan kesuburan tanah.

Ekoregion Maluku memiliki luas persawahan sebanyak 22,7 ribu ha, dengan produksi pertahun sebesar 174,2 ribu ton (BPS, 2014). Sifat Ekoregion Kepulauan Maluku yang terdiri atas pulau-pulau yang relative kecil, luasan persawahan pun relative kecil dan terpisah-pisah (patchy) sehingga cenderung rentan terhadap perubahan lahan. Hal ini terlihat juga pada sebaran distribusi jasa lingkungan untuk penyedia bahan pangan.

Ekoregion Kepulauan Maluku merupakan kepulauan yang unik, masing-masing punya keunikan dalam hal jasa lingkungan pengaturan air. Secara umum di Ekorgion Kepulauan Maluku, jasa lingkungan pengaturan air berada pada kondisi yang baik (cukup tinggi), namun karakternya rentan karena bentuk dan besaran dari jasa lingkungan ini relatif kecil. Sehingga distribusi jasa lingkungan pengaturan air di Ekoregion Maluku saat ini berada pada kondisi tertekan dan sangat rentan dihampir semua pulau karena banyaknya perizinan kegiatan yang dikeluarkan.

Page 66: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 2.25 Peta Indikasi Jasa Lingkungan Utama di Ekoregion Maluku

Sumber : KLHK, Atlas Peta Indikasi Daya Dukung Nasional 2015

Page 67: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D.6.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014

Trend perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:

1. Alih fungsi hutan primer menjadi lahan perkebunan, hutan sekunder dan lain-lain mencapai 18%. Umumya hutan primer yang terletak di kawasan pegunungan memiliki fungsi sebagai resapan air hujan. Saat ini luasan hutan primer dan hutan sekunder di kepulauan Maluku mencapai 885 ribu hektar (11%) dan 3,9 juta hektar (50,75%).

2. Pertumbuhan kawasan pemukiman yang umumnya terletak di daerah pesisir mencapai 15.55%. Sebagai wilayah kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau berukuran sedang dan ribuan pulau-pulau kecil bermorfologi pegunungan atau perbukitan, ketersediaan lahan pemukiman dan budidaya tentunya menjadi terbatas.

3. Hutan mangrove baik primer maupun sekunder mengalami pertumbuhan positif sepanjang 14 tahun. Sebagai wilayah kepulauan dengan banyak pulau-pulau kecil keberadaan hutan mangrove ini sangat bermanfaat untuk mencegah abrasi pantai serta tempat penyedia habitat spesies aquatic.

4. Pertumbuhan lahan pertanian kering campuran yang berfungsi sebagai penyedia pangan mencapai 29% dengan total luasan pada tahun 2014 sebesar 1,1 juta hektar. Namun luasan pertanian lahan kering mengalami penurunan sebesar 19% menjadi sekitar 214 ribu hektar.

D.7 Kawasan Ekoregion Pulau Papua

Ekoregion pulau Papua berada diatas lempeng Australia yang sebagian besar merupakan dataran marin dan rawa gambut, dan pegunungan struktural yang kaya mineral. Iklimnya basah sehingga air melimpah, namun tanahnya relatif miskin hara karena intensifnya pelapukan batuan vulkanik tua.

Kawasan ekoregion Pulau Papua masih didominasi oleh ekosistem alami, seperti Hutan hujan tropis yang merupakan tempat bernaungnya habitat termasuk sebagian besar penduduk asli Papua. Penduduk asli Papua ini masih berketergantungan secara langsung dengan keberadaan ekosistem hutan hujan tersebut. Di bagian tengah pulau Papua terdapat pegunungan Jayawijaya yang salah satu puncaknya berada di atas ketinggian 4500 m sehingga membentuk ekosistem tersendiri. Adapun keberadaan ekosistem buatan seperti pertambangan, pemukiman, perkebunan dan pertambangan masih sangat sedikit dibanding total luasan pulau Papua tersebut.

Page 68: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D.7.a Layanan Jasa Lingkungan Ekoregion Pulau Papua

Ekoregion pulau Papua memberikan jasa layanan lingkungan sebagai berikut:

• Penyimpan Air;

• Produksi pangan;

• Penyimpan Karbon;

• Pendukung Sumberdaya Genetik;

• Tata Air dan Banjir.

Wilayah-wilayah di Pulau Papua memberikan jasa penyimpan air adalah 1) Dataran rendah di pesisir selatan Pulau Papua yang merupakan dataran marin dan 2) lahan-lahan gambut utara Papua Barat.

Ekoregion Papua terbentuk di atas lempeng Benua Australia. Sebagian besar ekoregion ini merupakan dataran marin dengan vegetasi monsun air masin atau rawa gambut, dan pegunungan struktural Jayawijaya dengan vegetasi monsun pegunungan Sub Alpin, dan Alpin serta tundra salju permanen. Hampir semua ekoregion beriklim tropika basah dengan suhu panas hingga sejuk dan curah hujan tahunan cukup tinggi (1.500-6.500 mm). Kondisi iklim yang demikian mengakibatkan ketersediaan airnya termasuk cukup melimpah dan jenis tanahnya berekasi masam dan miskin hara tanaman karena proses pelapukan batuan vulkanik tua yang berlangsung sangat intensif.

Page 69: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sumber : KLH, Peta Deskripsi Ekoregion Pulau/Kepulauan, 2013

Gambar 2.26 Peta Ekoregion Pulau Papua

Ketersediaan hutan sebagai sumber bahan pangan merupakan hal yang mendukung kehidupan di Ekoregion Papua. Kawasan budidaya yang ada di Ekoregion Papua terdiri atas 4,5% dari luas daratan Papua, perkebunan dan pertanian lahan kering hanya mencapai 3%nya saja. Distribusi jasa ekosistem penyedia bahan pangan di Ekoregion Papua seperti pada gambar 2.26. Secara umum, Wilayah Papua yang memberikan jasa penyediaan pangan terletak di dataran organik gambut yang memiliki tingkat kesuburan sedang.

Jasa lingkungan pengaturan air pada Ekoregion Papua dengan karakteristik pegunungan dan perbukitan struktural dibagian utara terlihat baik dan kuat karena bentuknya masif dan luas, sedangkan untuk ekoregion dengan karakteristik dataran dibagian selatan berada pada kondisi yang lebih buruk dengan kondisi drainase semakin ke pantai semakin buruk sehingga tanah lebih basah (Endoaquept dan Aquic Dystrudept). Drainase yang kurang baik juga menyebabkan cerukan air pada dataran gambut hingga membentuk dataran banjir yang berawa (backswamp).

Page 70: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 2.27 Peta Indikasi Jasa Lingkungan Utama di Ekoregion Papua

Sumber : KLHK, Atlas Peta Indikasi Daya Dukung Nasional 2015

Page 71: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D.7.b. Trend Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2014//

Berdasarkan hasil analisis terhadap tutupan lahan, trend perubahan tutupan lahan di Pulau Papua dari tahun 2000 ke 2014 menunjukan:

1. Konversi hutan primer umumnya menjadi hutan sekunder mencapai hampir 2,9 juta hektar. Konversi hutan primer tentunya mengancam biodiversity serta kemampuan pulau Papua sebagai regulator air.

2. Konversi lahan hutan rawa primer menjadi sekunder dan penggunaan lain juga cukup besar mencapai 518 ribu hektar. Hal ini tentunya akan mengganggu habitat spesies akuatik serta kemampuan penyediaan air.

3. Pertumbuhan lahan pertanian kering (campuran) juga terjadi cukup pesat mencapai sekitar 706 ribu hektar. Tentunya pertambahan lahan pertanian kering ini berdampak kepada peningkatan kemampuan penyediaan pangan bagi penduduk di pulau Papua yang sebagian besar masih tergantung kepada tanaman Sagu.

E. Tantangan Lingkungan Hidup 30 Tahun ke Depan

Pada tahun 2013, Bappenas bersama Badan Pusat Statistik telah melakukan kajian terkait pertumbuhan penduduk Indonesia yang salah satunya menghasilkan data proyeksi pertumbuhan dan jumlah penduduk Indonesia sampai tahun 2035. Meskipun ada tren penurunan laju pertumbuhan, akan tetapi jumlah penduduk Indonesia diperkirakan masih akan bertambah sangat besar, yaitu sekitar 50 juta jiwa pada tahun 2035 dibandingkan jumlah penduduk tahun 2015. Berdasarkan data yang sama, konsentrasi penduduk Indonesia masih akan berpusat di Jawa dan Sumatera akan tetapi ada laju pertumbuhan penduduk yang signifikan di Indonesia bagian timur. Pertambahan penduduk di Maluku, Papua, dan Kalimantan diproyeksikan akan bertambah antara 32% - 36% pada tahun 2035.

Disamping pertumbuhan penduduk, pembangunan Indonesia 20 – 30 tahun ke depan masih akan diwarnai oleh percepatan pembangunan ekonomi yang salah satu tujuannya adalah pemerataan pembangunan antar daerah melalui pendekatan sektoral dan regional, membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, pembangunan konektivitas dan pengembangan SDM melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi. Akan terjadi mobilisasi sumberdaya alam untuk mendukung dan memastikan keberhasilan program-program yang dicanangkan, terutama yang berkaitan dengan sumber energi, bahan baku, dan lahan.

Page 72: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tantangan terbesar dalam pembangunan lingkungan adalah bagaimana agar lingkungan hidup mampu mempertahankan fungsi dan jasa lingkungan alaminya untuk mendukung kehidupan manusia secara berkelanjutan. Setidaknya ada 3 (Tiga) Jasa Lingkungan yang bernilai sangat penting dan saling terkait dalam mendukung kehidupan, yaitu Jasa Penyedia Pangan, Jasa Penyimpan Air, dan Jasa Regulator Air.

Hal yang terkait langsung dengan meningkatnya jumlah penduduk adalah kebutuhan akan pangan yang juga semakin meningkat. Kestabilan dan keberlangsungan negara akan sangat bergantung pada ketahanan pangannya. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/ atau pembuatan makanan atau minuman2 . Berdasarkan Peta Indeks Ketahanan dan Kerawanan Pangan Nasional Tahun 2015 dari Kementerian Pertanian, secara umum ketahan pangan nasional masih dalam kondisi terjaga, kecuali di sebagian besar Papua, sebagian Maluku dan Nusa Tenggara Timur.

Bappenas telah melakukan studi tentang pangan dan pertanian yang komperhensif. Studi ini telah membahas isu penting pembangunan pertanian yang mencakup: harga komoditas pertanian yang berfluktuasi dan terus meningkat, defisit beberapa jenis komoditas terutama kedelai dan daging sapi, hambatan peningkatan produksi, pembiayaan pertanian, pembibitan dan pembenihan, konsumsi pangan dan isu kesejahteraan petani. Studi ini membuat analisis mendalam tentang: padi/beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi, cabai, bawang merah dan kelapa sawit. Permasalahan lingkungan tidak dibahas secara khusus tetapi, tetapi eksplisit dalam pembahasan komoditi pertanian. Ada tiga permasalahan yang diungkapkan yaitu: alih fungsi lahan pertanian yang mendapat tekanan urbanisasi, kerusakan sistem irigasi karena kelemahan dalam pengelolaan sumberdaya air, dan variabilitas iklim.

Namun demikian, alih fungsi lahan pertanian pertanian berkembang terus karena beberapa hal sebagai berikut:

2 UU No.18/2012 tentang Pangan

Page 73: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Permintaan lahan untuk pemukiman, perkembangan industri, pambangunan infrastruktur (jalan raya/toll, bandara, dll. );

b. Kebijakan alih fungsi lahan tidak tegas dan tidak konsisten (kontradiktif, cakupan terbatas dan perencanaan tataguna tanah tidak konsisten), peraturan perundangan masih mengandung kelemahan, pandangan Pemda tentang alih fungsi lahan berbeda-beda, target konkrit masing-masing lembaga tidak tegas, dan otonomi daerah;

c. Efek domino pembangunan jala raya/toll; d. Fragmentasi pemilikan lahan; dan e. Keuntungan relatif dan risiko usahatani.

Selain tekanan tersebut, produk pertanian utama nasional masih sangat mengandalkan Padi yang cenderung fluktuatif pasokannya dengan sebaran daerah penghasil produk yang tidak merata, memerlukan teknologi dan inovasi yang makin beragam dimasa yang akan datang. Produsen pertanian tidak mampu merespon permintaan pasar karena adanya keterbatasan infrastruktur yang menghubungkan kota dengan sentra produksi, lemahnya kelembagaan petani dan kecenderungan petani bekerja secara individualistik (kepercayaan kepada orang lain rendah), buruknya kelembagaan pasar (sistem mafia) dan tingginya biaya transaksi; dan rendahnya aktivitas penciptaan nilai tambah dan pengolahan produk primer di pedesaan. Disamping itu, sebagian besar padi diproduksi oleh petani yang berstatus sebagai petani penggarap dengan luas garapan lahannya yang kecil-kecil (< 0,50 ha). Bagi petani kecil, peranan sawah sebagai sumber pendapatan kurang memadai, sehingga mereka menjadikan pertanian sawah sebagai usaha sambilan. Karena sebagai usaha sambilan, maka intensitas pemeliharaan menjadi kurang, dan mereka banyak bekerja di luar usaha tani padi sebagai buruh tani, tukang/kuli bangunan, dan pekerjaan kasar lainnya dengan upah rendah. Teknologi baru yang diintroduksi tidak diadopsi secara penuh karena kondisi diatas.

UNEP pada tahun 2012 menyatakan bahwa trend perubahan iklim global yang terjadi harus menjadi bahan evaluasi dalam persiapan dan kesiapan sektor pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Peningkatan suhu laut dan fenomena El-nino dan La-nina menyebabkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan yang mempengaruhi curah hujan bulanan (Gambar 2.30 dan Gambar 2.31) sehingga mengganggu pola dan produksi hasil pertanian.

Selain pangan, kondisi ketersediaan air nasional juga mengalami ancaman dari berkurangnya daerah-daerah resapan air dan berubah fungsinya daerah-

Page 74: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

daerah penyimpan air. Hal tersebut dapat dilihat secara jelas di Pulau Jawa dan Sumatera yang daya dukung airnya jauh menurun.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tantangan lingkungan hidup untuk dapat tetap mempertahankan daya dukung dan daya tampungnya dengan baik sangatlah besar. Disamping itu, dorongan dan komitmen bangsa-bangsa di dunia terkait upaya-upaya mengatasi perubahan iklim yang bergulir sangat cepat, menjadikan usaha-usaha perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional menjadi lebih berat lagi.

Page 75: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Bab III

PERMASALAHAN, INDIKATOR, DAN TARGET

3.1 Isu Strategis Nasional

Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, 2 (dua) hal utama yang secara nasional dihadapi sebagai isu strategis yang berkaitan dengan menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan hidup adalah :

1. Menurunnya kemampuan ekosistem untuk menjaga keseimbangan siklus air

Uraian dan data-data sebelumnya menunjukkan bahwa siklus hidrologi, terutama di Jawa dan Sumatera sudah sangat terganggu. Bencana alam yang semakin sering terjadi merupakan salah satu indikasi yang dapat dirujuk. Ekosistem tidak lagi mampu menampung dan menyalurkan air dengan semestinya.

Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup ke depan harus dapat menjamin pulihnya kemampuan ekosistem untuk menyerap, menahan, menyimpan dan mengatur distribusi air. Daerah-daerah yang menjadi resapan air harus dilindungi ekosistemnya, dipulihkan kerusakannya, dan ditingkatkan kualitas tutupan hutannya. Sedangkan daerah-daerah yang merupakan penyimpan air alami harus dipulihkan dan dibebaskan dari area terbangun.

2. Berkurangnya luasan lahan pangan kualitas tinggi di daerah-daerah lumbung pangan tradisional

Berdasarkan perhitungan Bappenas, Indonesia diproyeksikan akan dihuni oleh ± 305,6 juta jiwa pada tahun 2035. Diperlukan produksi pangan yang besar untuk dapat mendukung jumlah penduduk tersebut, yang selama ini dipasok dari lahan-lahan sawah tradisional di Jawa, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Perkembangan pembangunan yang pesat, terutama di Jawa dan Sumatera, menyebabkan banyak lahan-lahan pangan produktif berubah fungsi menjadi perumahan, kawasan indutri, jalan tol, atau area terbangun lainnya.

Untuk mendorong penyelesaian isu tersebut, pengelolaan lingkungan hidup ke depan harus mampu melindungi lahan-lahan pangan produktif, mencegah alih fungsi lahan pertanian, dan memperketat penggunaan lahan yang potensial untuk pangan menjadi daerah-daerah terbangun. Disamping

Page 76: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

itu, perlu dikembangkan sumber-sumber pangan baru yang mempunyai kemampuan adaptasi tinggi di luar Jawa.

3.2 Isu Pokok Nasional

Dari ke-dua isu strategis nasional tersebut, belum adanya alternatif lain untuk pemenuhan kebutuhan air selain bersumber dari jasa lingkungan penyedia air dan pengatur tata aliran air dan banjir, maka keberlangsungan jasa lingkungan tersebut ditetapkan sebagai isu pokok Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional 2017 - 2047.

3.3 Indikator Keberhasilan

a. Indikator daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional;

b. Indikator kualitas lingkungan hidup nasional;

Sejak tahun 2009 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembangakan suatu indeks lingkungan berbasis provinsi yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi lingkungan hidup pada periode tertentu. Indeks kualitas lingkungan ini merupakan dasar bagi para pemangku kepentingan untuk melakukan aksi nyata dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Indeks kualitas lingkungan hidup atau disingkat IKLH sendiri disusun untuk memenuhi kebutuhan sasaran pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden No. 43 Tahun 2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 yang memuat sasaran dan arah kebijakan yang terkait Isu Strategi berupa Peningkatan Keekonomian Keanekaragaman Hayati dan Kualitas Lingkungan Hdup.

Tujuan dari disusunnya IKLH adalah untuk memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di tingkat nasional dan daerah khususnya tingkat provinsi sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam fungsinya sebagai pendukung kebijakan, IKLH dapat menentukan derajat permasalahan lingkungan dan sumber permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup. IKLH disusun menggunakan kualitas air sungai, kualitas air udara, dan tutupan hutan sebagai indikator. IKLH dihitung pada tingkat provinsi sehingga dapat

Page 77: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

menghasilkan indeks tingkat nasional. Parameter dari setiap perhitungan IKLHsebagaimana disajikan dalam tabel 3.1 :

Tabel 3.1 Parameter Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)No. INDIKATOR PARAMETER BOBOT KETERANGAN1 Kualitas

UdaraSO2 30%NO2

2 Kualitas Air Sungai

TSS 30% Dihitung Indeks Pencemaran Air

(IPA)

DOBODCOD

Total FosfatFecal-Coli

Total Coliform3 Tutupan

HutanLuas Hutan 40%

Sumber : KLH, IKLH 2014

IKLH memiliki 5 indikator penilaian, Sangat Baik (82 < x ≤ 90), Baik (74 < x ≤ 82), Cukup (66 < x ≤ 74), Kurang (58 < x ≤ 66), Sangat Kurang (50 < x ≤ 58), dan Waspada (x ≤ 50). Berdasarkan trend IKLH dari tahun 2011 – 2014 tersebut, dapat diliat bahwa secara nasional kualitas lingkungan hidup Indonesia berada pada rentang kondisi Kurang dan menunjukkan kecenderungan yang menurun dari tahun 2011 hingga tahun 2014 (Gambar 3.1). Padahal sasaran IKLH dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebesar 66.5-68.5. Untuk mencapai target ini, diperlukan aksi nyata dari semua pemangku kepentingan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

Page 78: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sumber : KLH, IKLH 2011 - 2014

Gambar 3.1 Trend IKLH Nasional tahun 2011 - 2014

Dalam dokumen RPPLH Nasional tahun 2017-2047, diperlukan target riil untuk dapat mencapai kondisi lingkungan hidup yang diinginkan di tahun 2047. Untuk itu, RPPLH Nasional 2017-2047 menggunakan IKLH sebagai indikator capaian dari keberlanjutan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional. Target peningkatan IKLH mencakup seluruh sektor pembangunan yang tercermin pada meningkatnya kualitas air, udara serta tutupan hutan untuk mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam lingkungan yang bersih dan sehat. Target IKLH yang diterjemahkan dalam angka adalah untuk memudahkan semua pemangku kepentingan untuk memahami kualitas lingkungan hidupnya. Dengan mengetahui kualitas lingkungan hidupnya, maka sumber daya alam dapat dialokasikan secara lebih akurat sehingga akan lebih efektif dan efisien. Target IKLH dalam dokumen RPPLH Nasional diterjemahkan setiap 10 tahun sekali dengan baseline data tahun 2014 dijabarkan dalam Tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2 Target IKLH 2015 - 20452025 2035 2045

IKLH 64,05 67,15 73,25Kualitas Air 59,47 62,56 68,83Kualitas Udara 84,33 85,07 93,38Tutupan Hutan 65,30 69,62 73,58Sumber : KLH, IKLH 2011 - 2014

c. Indikator keberlangsungan fungsi ekosistem

d. Indikator mitigasi perubahan iklim nasional

GRK

3.4. Target RPPLH Nasional

Page 79: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Target Capaian 30 Tahun

Guna mencapai kondisi lingkungan hidup yang ideal diperlukanlah perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang tidak hanya mengatur kondisi lingkungan hidup namun juga pengelolaan sumber daya alam secara efektif dan efisien. Kondisi lingkungan hidup yang akan dicapai melalui penerapan dokumen RPPLH Nasional 2017-2047, antara lain :

1. Pembangunan nasional yang sejalan dan diselenggarakan berdasarkan pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Selama ini pembangunan nasional di Indonesia masih menitikberatkan pada pemanfaatan sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran, terutama di wilayah terisolir. Pembangunan nasional di Indonesia belum mempertimbangkan kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah tersebut, selain kawasan lindung yang dilarang untuk dibangun, pada kawasan budidaya tidak ada pembatasan pembangunan sama sekali. Padahal hampir seluruh masyarakat bermukim di kawasan budidaya, sehingga membutuhkan keseimbangan kondisi jasa lingkungan.

Pembangunan infrastruktur secara besar-besaran tentunya tidak dapat dihentikan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah sehingga demand terhadap pembangunan semakin tinggi, untuk mengharmonisasikan antara demand yang tinggi dengan kondisi lingkungan perlu dilakukan upaya-upaya mitigasi agar kondisi lingkungan tidak semakin parah, salah satu caranya adalah pengembangan green cities atau kota hijau di wilayah-wilayah yang berjasa lingkungan tinggi dengan salah satu programnya adalah infrastruktur hijau.

Selain penerapan program kota hijau, pengendalian tata ruang, terutama di perkotaan untuk menjaga kondisi daya dukung dan daya tampungnya perlu diintensifkan, dengan cara membatasi perubahan penggunaan lahan di kawasan jasa lingkungan tinggi dan memperbanyak RTH. Kemudian untuk menjaga cadangan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup, maka harus ada upaya untuk mengganti sumber energi fosil menjadi non fosil sebagai sumber energi baru terbarukan.

Page 80: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Untuk menjalankan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang kita inginkan, maka pembagian dan perimbangan anggaran antara pembangunan infrastruktur dengan pemulihan dan pelestarian kondisi lingkungan hidup harus dapat lebih proporsional.

Terkait hal ini, sebelum tahun 2025 seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki Perda RPPLH yang terverifikasi dan tersinkronisasi, dan diimplementasikan/diintegrasikan dalam RPJMD Provinsi dan Kabupaten/Kota selama periode 30 berikutnya.

2. Kualitas dan fungsi lingkungan hidup berada pada kondisi yang optimum dalam mendukung kehidupan bermasyarakat yang sejahtera;

Kondisi lingkungan hidup dikatakan layak dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat apabila : kondisi sungai-sungai tidak melebihi ambang batas baku pencemaran, kawasan hutan dapat dipertahankan dan ditingkatkan luasannya, perbaikan sistem tata kelola perindustrian untuk menghindari terjadinya pencemaran air, udara dan tanah, serta kawasan-kawasan rentan dan bernilai penting (karst, gambut, dan mangrove) tetap terjaga, serta berkurangnya kejadian bencana alam, penyakit, dan bencana lain yang disebabkan oleh rusaknya kondisi lingkungan.

Dalam 30 tahun ke depan diharapkan terjadi : 1) Peningkatan kualitas air sebesar 5% tiap 10 tahun terutama pada sungai-sungai utama di Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali – Nusa Tenggara dari kondisi saat ini; 2) Peningkatan kualitas udara, di kota-kota metropolitan dan kota-kota besar sebesar 7% tiap 10 tahun dan menjaga penurunan kualitas udara di kota-kota baru sampai tingkat dibawah 5% dari kondisi saat ini; 3) Peningkatan luas Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung sebanyak 20% dari luasan tahun 2015 dengan seluruh Kabupaten/Kota memiliki Taman Hutan Raya yang dikelola secara baik, dan 4) Berkurangnya laju perubahan lahan pertanian ke non pertanian hingga dibawah 2% dalam 30 tahun serta bertambahnya lahan pertanian baru pada daerah-daerah dengan jasa lingkungan penyedia pangan tinggi, terutama di Kalimantan dan Papua.

Page 81: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

3. Kerja sama pengelolaan lingkungan hidup antar daerah dalam mewujudkan kelestarian lingkungan;

Sebagai sebuah kesatuan ekoregion, kerjasama antar daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, pemanfaatan sumberdaya alam, maupun kegiatan lain yang berbasis lahan merupakan sebuah keharusan. Hubungan sebab akibat dan pengaruh mempengaruhi dari perubahan pada suatu bentang lahan, dapat menimbulkan konflik kepentingan, baik horizontal maupun vertikal, yang menyebabkan inefisiensi pemanfaatan sumberdaya yang berujung pada rusaknya lingkungan hidup.

4. Kepedulian dan kewaspadaan negara dan masyarakat dalam menjaga kondisi dan kualitas lingkungan hidup harus menjadi gaya hidup/kebiasaan/budaya.

Kearifan lokal masyarakat yang memperhatikan kelestarian dalam mengelola sumberdaya alam merupakan budaya yang selama ini mengakar dalam kehidupan masyarakat di nusantara. Masuknya kepentingan ekonomi yang besar banyak menggerus budaya ramah lingkungan ini pada beberapa kelompok masyarakat, sehingga pada beberapa dekade terakhir nilai-nilai kearifan lokal ini hampir tidak dipedulikan. Ke depan, budaya ini harus dimunculkan kembali, dibina dan dihargai sehingga menjadi gaya hidup generasi muda. Pendidikan, penyuluhan dan pelatihan dari mulai tingkat paling dasar pada pendidikan formal maupun non formal serta pengembangan organisasi kemasyarakatan, paguyuban, dan atau kelompok masyarakat peduli lingkungan lainnya harus menjadi prioritas dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional.

Meningkatnya keterlibatan negara, swasta, dan masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang antara lain ditandai dengan meningkatnya anggaran lingkungan hidup minimal 5% dari APBD/APBN, 80% produk-produk industri bersertifikat ramah lingkungan, serta meningkatnya kelompok masyarakat peduli lingkungan sampai pada tingkat RT/RW.

b. Target Capaian 10 Tahunan

Page 82: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Selain menetapkan target 30 tahun, RPPLH nasional juga menetapkan target antara sesuai dengan skenario 10 tahunan. Target tersebut ditetapkan sebagai acuan sekaligus pertimbangan dalam penyesuaian/perbaikan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tingkat nasional.

Target capaian 10 tahunan, di tetapkan sesuai dengan Fokus Kinerja pada Skenario perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047 (Bab IV B)

Page 83: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Bab IV

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL

Kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional selama 30 tahun kedepan, diskenariokan sebagai penjabaran dari tindakan menyeluruh terkoodinasi oleh seluruh elemen negara, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, sebagai respon terhadap kondisi lingkungan hidup nasional yang diperkirakan akan dihadapi akibat proses pembangunan nasional. Dalam beberapa tahun ke depan, penggunaan sumberdaya alam sebagai modal pembangunan masih akan terjadi. Percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan-kawasan pertumbuhan baru dan ekspolitasi energi yang bersumber dari fosil, yang kemudian diikuti dengan meluasnya perkotaan, meningkatnya kepadatan penduduk, dan menurunnya kualitas air dan udara, tetap menjadi sumber pendorong utama penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional, terutama terhadap jasa penyediaan air dan pangan di beberapa pulau besar.

Skema skenario kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional mencakup strategi untuk menahan laju penurunan daya dukung dan daya tampung, memperbaiki kualitas jasa dari lingkungan, pengembangan dan penerapan teknologi ramah lingkungan dalam segala aspek pembangunan, meningkatkan ketahanan lingkungan terhadap perubahan iklim, sekaligus mendorong efisiensi konsumsi dan pemanfaatan sumberdaya alam. Dengan pola dan penekanan perencanaan yang tepat dan memadai, diharapkan akan tercapai keseimbangan baru dari konsumsi jasa dan sumberdaya dengan daya dukung lingkungannya (Gambar 4.1).

Page 84: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 4.1 Gambaran Skenario Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional

Untuk memungkinkan kondisi ideal tersebut dapat dicapai, maka Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional 2017 - 2047 dijabarkan sebagai berikut :

4.1 Kebijakan Umum Nasional

A. Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047;

1. Mengharmonisasikan pembangunan nasional dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

2. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melindungi keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;

3. Menguatkan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan masyarakat untuk pengendalian, pemantauan, dan pendayagunaan lingkungan hidup;

4. Meningkatkan ketahanan dan kesiapan dalam menghadapi perubahan iklim

B. Sasaran dan dampak yang diinginkan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047;

Page 85: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Terjaminnya ketersediaan air untuk kehidupan dan pembangunan secara berkelanjutan;

2. Terjaminnya dukungan lingkungan hidup bagi produksi pangan dan energi bersih secara berkelanjutan;

3. Terjaminnya keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di perairan dan daratan;

4. Minimnya resiko dan dampak lingkungan hidup negatif yang ditanggung warga masyarakat; dan

5. Meratanya manfaat sumber daya alam bagi warga masyarakat

C. Strategi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047

1. Strategi pengendalian dampak lingkungan hidup;

a. Harmonisasi perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

1) Penerapan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup dalam pemanfaatan dan pencadangan sumber daya alam

Arahan Prioritas :

a) Memantapkan konsep dan perangkat pengukuran Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup;

b) Mempercepat penyusunan RPPLH berbasis Daya Dukung Lingkungan Hidup di seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan

c) Menerapkan perangkat DDDTLH dalam seluruh perencanaan pembangunan nasional.

2) Sinkronisasi Rencana Tata Ruang Wilayah dengan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di tingkat nasional, provinsi, dan Kabupaten/Kota

Page 86: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Arahan Prioritas :

a) Sinkronisasi pola ruang RTRW dengan zonasi RPPLH; dan

b) Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang pada zona-zona rentan penurunan kualitas lingkungan hidup.

3) Melindungi dan membatasi pemanfaatan wilayah yang memiliki Daya Dukung tinggi.

Arahan Prioritas :

a) Mencadangkan kawasan yang secara kumulatif memiliki Daya Dukung Lingkungan tinggi sebagai kawasan penyangga kehidupan; dan

b) Mengarahkan pembangunan infrastruktur, terutama akibat pengembangan perkotaan dan pengembangan kawasan industri, ke daerah-daerah dengan Daya Dukung Sedang sampai rendah.

4). Membatasi alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian dan membatasi pengembangan non pangan pada wilayah dengan jasa lingkungan penyedia pangan tinggi.

Arahan Prioritas :

a) Memperketat mekanisme alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian;

b) Melindungi penggunaan lahan pertanian produktif untuk perumahan dan kawasan industri; dan

c) Menggunakan teknologi ramah lingkungan dalam pembangunan infrastruktur strategis yang melewati lahan-lahan pertanian produktif.

b. Penerapan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; dan

Page 87: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1) Meningkatkan efisiensi pemanfaatan air dan mengembangkan infrastruktur sistem penampung dan distribusi airArahan Prioritas :

a) Membangun, meningkatkan, dan atau memperbaiki infrastruktur penampung dan pengendali air skala besar di daerah rawan kelangkaan air dan daerah-daerah lumbung pangan;

b) Meningkatkan dan atau memperbaiki infrastruktur distribusi air untuk keperluan industri, rumah tangga, dan pertanian; dan

c) Meningkatkan upaya-upaya pemanenan dan pemanfaatan air hujan dalam skala rumah tangga.

2) Mengendalikan tata ruang kawasan perkotaan secara komprehensif.Arahan Prioritas :a) Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau wilayah perkotaan

minimal 30%, terutama pada wilayah perkotaan di Jawa dan Sumatera;

b) Rancang ulang dan perbaikan infrastruktur yang berpengaruh terhadap berkurangnya pengendalian atas kelancaran aliran air permukaan;

c) Mengembangkan sistem pengelolaan sampah dan limbah dalam skala komunal dan rumah tangga;

d) Menerapkan sistem transportasi masal yang hemat energi dan hemat lahan; dan

e) Membatasi kawasan industri di perkotaan.

3) Mengembangkan sistem transportasi masal yang ramah lingkunganArahan Prioritas :a) Mengembangkan transportasi masal ramah lingkungan

antar daerah; danb) Menerapkan bahan bakar nabati ramah lingkungan

dalam moda transportasi umum.c) Penerapan insentif pajak moda transportasi umum,

moda transportasi ramah energi dan ramah lingkungan

Page 88: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

serta penerapan disinsentif pajak untuk kendaraan bermotor pribadi

4) Mengembangkan sumber non fosil sebagai energi baru dan terbarukanArahan Prioritas :a) Meneliti dan mengembangkan bahan bakar nabati

sebagai substistusi bahan bakar fosil;b) Menerapkan insentif pemanfaatan bahan bakar non fosil;

danc) Mengembangkan listrik tenaga matahari dan mikrohidro.

5) Mengembangkan green cities untuk perkotaan dan kota tangguh untuk kota-kota yang rentan terhadap bencanaArahan Prioritas :a) Menyusun Master Plan Kota Hijau yang memuat target

pencapaian 8 atribut kota hijau (green planning & design, green open space, green waste, green transportation, green energy, green water, green building, and green community) ;

b) Meningkatkan alokasi lahan peruntukan ruang terbuka hijau;

c) merevitalisasi setiap ruang terbuka yang ada untuk dijadikan ruang terbuka hijau public (greening) baik pada lahan swasta maupun pemerintah; dan

d) Meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya green cities.

6) Pembatasan reklamasi daerah pesisir dengan mempertimbangkan secara ketat aspek lingkunganArahan Prioritas :a) Membatasi reklamasi hanya untuk tujuan strategi yang

berdampak besar bagi kepentingan nasional; danb) Melarang reklamasi pada daerah yang rentan secara

ekologis dan atau pada ekosistem yang secara alami sangat penting dalam menyokong ekosistem lainnya

7) Pembangunan Infrastruktur hijau sesuai kerentanan daerahArahan Prioritas :

Page 89: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a) Mengembangkan teknologi infrastruktur ramah lingkungan;

b) Mengembangkan konsep pembangunan dengan konservasi (development conservation) pada kabupaten/kota yang masih didominasi oleh jasa lingkungan tinggi; dan

c) Menyusun sistem rekayasa infrastruktur yang memperhatikan siklus harmonis dengan alam.

8) Meningkatkan pengetahuan bencana terhadap masyarakat yang berada didaerah rawan bencanaArahan Prioritas :a) Integrasi muatan tanggap bencana dalam kurikulum di

sekolah-sekolahb) Simulasi tanggap bencana di daerah-daerah rawan

bencana secara berkalac) Menyusun peta rawan bencana di seluruh jenjang

pemerintahand) Menyebarluaskan informasi tanggap bencana kepada

masyarakat

9) Perlindungan daerah pesisir dari abrasi dan intrusi air lautArahan Prioritas :a) Membuat tanggul penahan gelombang di daerah pesisir

padat penduduk;b) Membatasi penggunaan lahan pesisir sebagai untuk

kawasan pemukiman, perkantoran, dan atau industri; dan

c) Menerapkan konsep wisata ramah lingkungan dalam pembangunan infrastruktur wisata di kawasan pesisir.

10) Pengurangan eksploitasi air tanahArahan Prioritas :a) Membatasi penggunaan air tanah dalam untuk industri

dan perhotelan;b) Membatasi penggunaan air tanah dalam di wilayah

perkotaan pesisir; dan

Page 90: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

c) Mengembangkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle beserta instrumen dan teknologinya dalam efisiensi pemanfaatan air.

11) Meningkatkan diversifikasi pangan dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasionalArahan Prioritas :a) Mengembangkan sumber pangan lokal non beras

sebagai pangan pokok; danb) Mengembangkan dan meningkatkan promosi

penggunaan bahan pangan lokal non beras sebagai bahan substitusi produk makanan.

12) Rehabilitasi ekosistem mangrove sebagai pelindung daratan dari abrasiArahan Prioritas :a) Memutakhirkan data dan informasi mangrove nasional;b) Mengembangkan teknik-teknik rehabilitasi mangrove;c) Mengembangkan ekowisata untuk mendukung

eksistensi kawasan mangrove;d) Rehabilitasi ekosistem mangrove di daerah rawan abrasi;

dane) Meningkatkan seluruh hutan mangrove tersisa dan

mangrove yang dipulihkan sebagai kawasan lindung.

c. Penguatan tata kelola pemerintahan dan kelembagaan dalam pengendalian pembangunan, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

1) Mengembangkan sistem pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Nasional yang terintegrasi antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/KotaArahan Prioritas :a) Membangun sistem dan infrastruktur pemantauan

Kualitas Lingkungan Hidup di seluruh provinsi dan Kabupaten/Kota; dan

b) Mengembangkan metode pengukuran kualitas lingkungan hidup yang komprehensif, terstandar, dan terpercaya.

Page 91: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2) Memperbaiki sistem penganggaran lingkungan hidupArahan Prioritas :a) Meningkatkan alokasi dan distribusi penganggaran

pengelolaan Lingkungan Hidup secara bertahap di pemerintah pusat dan daerah minimal 5% dari APBN/APBD pada tahun 2047; dan

b) Meningkatkan koordinasi, transparansi, dan efisiensi pengelolaan dana-dana lingkungan hidup non APBN.

3) Memperbaiki peraturan dan sistem perijinan lingkungan hidupArahan Prioritas :

a) Memperbaiki aturan-aturan terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berpotensi saling melemahkan; dan

b) Mengendalikan dan mengawasi penerapan aturan secara konsisten di seluruh jenjang dan tahapan.

4) Memantapkan koordinasi antar pemerintah daerah dalam perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupArahan Prioritas :

a) Meningkatkan koordinasi perencanaan dan pengelolaan Lingkungan Hidup secara berkala di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan

b) Koordinasi penerapan instrumen ekonomi lingkungan antar daerah.

5) Meningkatkan peran masyarakat dan swasta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupArahan Prioritas :

a) Membentuk dan membina komunitas pencinta lingkungan;

Page 92: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

b) Meningkatkan dan mengembangkan sistem ”penghargaan” atas peran serta masyarakat dalam perlindungan lingkungan;

c) Mengembangkan pola perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berbasis kearifan local; dan

d) Meningkatkan penyebaran luasan informasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

6) Penerapan instrumen insentif dan disinsentif dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Arahan Prioritas :

a) Mempercepat penetapan peraturan tentang instrumen ekonomi Lingkungan Hidup dan seluruh ketentuan turunannya;

b) menginisiasi penerapan instrumen ekonomi lingkungan dalam beberapa kegiatan berdampak besar, seperti kehutanan, pertanian, perkebunan, dan pertambangan; dan

c) Menerapkan instrumen ekonomi dalam proses kerjasama perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antar daerah.

7) Penerapan dan pengembangan kabupaten konservasi.

Arahan Prioritas :

a) Mengembangkan perangkat pendukung penerapan konsep kabupaten konservasi; dan

b) menginisiasi penerapan konsep kabupaten konservasi melalui pengembangan model kabupaten konservasi.

2. Strategi pengelolaan kualitas lingkungan hidup;

a. Pemeliharaan dan perlindungan wilayah-wilayah penyedia jasa lingkungan hidup

Page 93: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1) Melindungi dan memulihkan fungsi kawasan-kawasan dengan jasa lingkungan regulator dan penyimpan air tinggi.

Arahan Prioritas:

a) Memulihkan lahan-lahan kritis dan sangat kritis diluar kawasan hutan;

b) Meningkatkan status lahan di luar kawasan yang memiliki jasa regulator air tinggi menjadi Hutan Lindung;

c) Membatasi pembangunan infrastruktur pada lahan dengan jasa penyimpan air tinggi; dan

d) Meninjau kembali penggunaan ruang pada lahan dengan jasa penyimpan air tinggi

2) Mempertahankan luas dan fungsi wilayah dengan jasa lingkungan sumberdaya genetik dan habitat spesies tinggi.

Arahan Prioritas :

a) Meningkatkan kualitas pengelolaan Kawasan-Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung;

b) Mengembangkan manfaat sumberdaya genetik melalui penelitian dan penerapannya; dan

c) Menyebarluaskan informasi potensi dan manfaat sumberdaya genetik kepada masyarakat.

b. Pemulihan dan peningkatan kualitas air, udara, dan tanah

1) Pemulihan DAS-DAS prioritas lintas provinsi dan Ekosistemnya.

Arahan Prioritas :

a) Melakukan koordinasi Perencanaan Pengelolaan DAS yang integratif, lintas sektor, dan lintas adminitrasi;

b) Merevitalisasi dan menormalisasi sungai-sungai vital yang berada, melintasi, atau bermuara di perkotaan;

c) merehabilitasi kawasan hulu Daerah Aliran Sungai; dan

Page 94: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

d) Mengendalikan pencemaran sungai melalui pengetatan ijin lokasi dan pengawasan pengelolaan limbah industri.

2) Pemulihan kawasan bekas tambang, lahan kritis, bekas kebakaran lahan dan hutan dan kawasan tercemar limbah.

Arahan Prioritas :

a) Meningkatkan pengawasan restorasi lahan bekas tambang;

b) Memulihkan lahan kritis melalui penghijauan dan penerapan teknologi pengolah tanah yang ramah lingkungan;

c) Merehabilitasi bekas kebakaran lahan dan hutan; dan

d) Mengembangkan teknologi untuk mempercepat pemulihan lahan-lahan terbuka.

e) Pemetaan dan Pemulihan kawasan tercemar limbah

3) Mengembangkan perangkat pengawasan sumber dan bahan pencemar lingkungan

Arahan Prioritas :

a) Menguatkan kualitas SDM pengawas lapangan pencemaran lingkungan;

b) Memperbaharui data dan informasi produksi, distribusi, dan pemanfaatan dan penggunaan bahan-bahan pencemar lingkungan hidup; dan

c) Meningkatkan pengawasan, mengendalikan, dan menindak kepatuhan penerapan sistem pengamanan penanganan bahan pencemar lingkungan hidup.

3. Strategi pengelolaan ekosistem;

a. Perlindungan dan pemantapan kawasan hutan;

1) Mempertahankan fungsi hutan sebagai wilayah pengatur air dan iklim dengan luasan yang cukup dan proporsional di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota

Page 95: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Arahan Prioritas :

a) Mewujudkan minimal 30% kawasan hutan di setiap provinsi dan kabupaten;

b) Meningkatkan luasan kawasan berfungsi konservasi dan lindung pada kawasan hutan, terutama pada kawasan hutan yang rentan kritis dan sulit dipulihkan;

c) Merehabilitasi kawasan hutan-hutan yang terdegradasi;

d) Mengelola hutan secara terintegrasi dan berkelanjutan melalui pengelolaan berbasis tapak dan pemberdayaan komunitas local; dan

e) Melarang total tambang-tambang terbuka di lahan berhutan.

b. Perlindungan dan pengelolaan ekosistem penting dan esensial.

1) Perbaikan sistem pengelolaan dan pemulihan Ekosistem khas bernilai penting (Karst, Gambut, Mangrove, Pulau-pulau Kecil, Terumbu Karang dan Padang Lamun).

Arahan Prioritas :

a) Menginventarisasi, menyusun dan menyebarluaskan informasi ekosistem khas bernilai penting;

b) Membatasi pemanfaatan pada ekosistem khas bernilai penting, terutama pada gambut sedang sampai dalam dan kawasan karst yang menjadi sumber air penting bagi kehidupan masyarakat;

c) Menyusun Rencana Pengelolaan ekosistem khas bernilai penting, terutama Gambut, karst dan pulau-pulau kecil yang strategi; dan

d) Memulihkan Terumbu Karang dan melindungi dari alat dan/atau bahan dan/atau teknik pemanfaatan sumberdaya laut yang berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistemnya.

Page 96: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D. Skenario perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional 2017 – 2047.

1. Skenario penurunan laju penyusutan sumber daya alam dan laju penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup pada periode 10 tahun pertama, dengan Fokus Kinerja sebagai berikut :

a. Penyelesaian RPPLH di seluruh Provinsi dan Kabupaten;

b. Penyelesaian Instrumen turunan (tematik) dari Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nasional, sesuai dengan bidangnya;

c. Penyusunan Peta rawan bencana dan peningkatan pengetahuan masyarakat terkait bencana dan antisipasinya;

d. Pembenahan Sistem penganggaran Lingkungan Hidup;

e. Pembenahan Tata kelola Perijinan Lingkungan Hidup ;

f. Sinkronisasi Tata Ruang dengan Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan LH Nasional;

g. Pemulihan lahan kritis di kawasan jasa regulator air tinggi;

h. Perbaikan alur dan fisik sungai pada DAS-DAS yang bermuara di perkotaan rawan banjir;

i. Perbaikan infrastruktur penampung air hujan/air permukaan;

j. Penerapan instrumen ekonomi lingkungan;

k. Perlindungan daerah dengan keanekaragaman hayati tinggi.

2. Skenario pemulihan sumber daya alam dan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup pada periode 10 tahun kedua, dengan Fokus Kinerja sebagai berikut :

a. Peningkatan kualitas tutupan lahan pada kawasan regulator air

Page 97: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

b. Perbaikan pemanfaatan ruang melalui penegakan hukum dan pengawasan

c. Revitalisasi bantaran sungai di perkotaan dan daerah padat penduduk

d. Peningkatan pengawasan dan Perbaikan sistem pengelolaan limbah industri

e. Penerapan konsep green city pada kota-kota metropolitan dan kota tangguh pada kota-kota rawan bencana

f. Pengembangan potensi ekonomi jasa lingkungan sebagai aspek utama pemanfaatan lingkungan hidup

g. Pengurangan konsumsi bahan bakar fosil pada alat transportasi umum

h. Pengurangan penggunaan bahan tidak ramah lingkungan di rumah tangga dan pertanian

i. Pengembangan teknologi ramah lingkungan yang mempu mengurangi konsumsi energi

j. Perlindungan spesies flora dan fauna kunci yang berperan penting dalam ekosistem

3. Skenario perubahan pola produksi dan konsumsi serta penerapan teknologi pada periode 10 tahun ketiga, dengan Fokus Kinerja sebagai berikut :

a. Mempertahankan kondisi tutupan lahan pada daerah-daerah regulator air

b. Pengembangan teknologi pengolahan air bekas pakai

c. Melanjutkan Penerapan konsep green city pada seluruh daerah pemukiman

d. Peningkatan pengembangan dan penerapan teknologi ramah lingkungan dalam infrastruktutr, industri, dan transportasi.

e. Pengembangan sumber-sumber pangan baru.

Page 98: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

4.2 Kebijakan Tingkat Pulau/Kepulauan

Kebijakan tingkat Pulau/Kepulauan merupakan arahan kebijakan spesifik sesuai dengan kondisi dan karakteristik masing-masing ekoregion. Kebijakan yang lebih spesifik ekoregion diperlukan mengingat adanya perbedaan yang mendasar pada karakteristik beberapa ekoregion dan tantangan pengelolaan lingkungan hidup yang sedang dan berpotensi dihadapi di masa yang akan datang. Strategi implementasi harus menjadi bagian yang terintegrasi dalam penyusunan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup daerah, maupun kebijakan-kebijakan pembangunan sektoral pusat pada setiap ekoregion.

Arahan kebijakan tingkat pulau /kepulauan dijabarkan sebagai berikut :

A. Arahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pulau Jawa :

a. Mempertahankan dan meningkatkan luas wilayah berfungsi lindung, khususnya wilayah yang berfungsi memberikan Jasa Pengatur dan Penyimpan Air, terutama wilayah pegunungan dan dataran tinggi vulkanik serta karst;

b. Mempertahankan dan meningkatkan luas hutan rakyat melalui penanaman jenis-jenis pohon ekonomis yang sekaligus mampu menjaga fungsi lingkungan hidup di wilayahnya;

c. Membatasi pengembangan perumahan dan infrastruktur, terutama pada wilayah-wilayah lumbung pangan dan pesisir;

d. Meningkatkan dan memulihkan kualitas air permukaan;

e. Mengembangkan infrastruktur hijau;

f. Menjaga dan memulihkan Daerah Aliran Sungai (DAS), khususnya DAS yang aliran sungainya menjadi sumber air minum dan melintasi wilayah perkotaan;

g. Memulihkan daerah-daerah yang terkontaminasi B3 dan limbah B3;

h. Memulihkan wilayah-wilayah pesisir rusak, terutama di utara Pulau Jawa; dan

i. Mengelola dampak kegiatan di laut dengan menaati baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan terutama di Selat Sunda, Laut Jawa dan Selat Bali serta memulihkan kualitas teluk terutama teluk Jakarta.

B. Arahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pulau Sumatera :

a. Mempertahankan dan meningkatkan luas wilayah berfungsi lindung, khususnya wilayah yang berfungsi memberikan jasa pengatur air

Page 99: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

terutama di sepanjang pegunungan vulkanik Bukit Barisan dan wilayah penyimpan air terutama di danau dan dataran organik gambut di sebelah timur;

b. Membatasi dan mengelola dampak dari pengembangan perkotaan, budidaya dan infrastruktur, terutama terhadap wilayah-wilayah ekosistem sensitif seperti gambut dan danau serta koridor satwa liar;

c. Memulihkan dan mempertahankan kawasan habitat dan koridor satwa liar serta wilayah disekitar kawasan konservasi;

d. Meningkatkan dan memulihkan kualitas air permukaan;

e. Menjaga dan memulihkan DAS, khususnya DAS yang aliran sungainya menjadi sumber air minum dan melintasi wilayah perkotaan;

f. Memulihkan dan melaksanakan pencadangan pemanfaatan pada wilayah ekosistem gambut;

g. Mencegah kebakaran lahan dan hutan serta memulihkan areal bekas kebakaran;

h. Memulihkan daerah-daerah yang terkontaminasi B3 dan limbah B3 dan membatasi penggunaannya;

i. Memulihkan ekosistem mangrove terutama di pesisir timur Pulau Sumatera; dan

j. Mencegah pembuangan limbah di laut serta mengelola dampaknya terutama di Selat Malaka sekitar Kepulauan Riau.

C. Arahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pulau Kalimantan :

a. Mempertahankan dan meningkatkan luas wilayah berfungsi lindung pada wilayah yang berfungsi memberikan jasa pengatur air terutama daerah pegunungan bagian utara dan karst di bagian timur pulau Kalimantan serta wilayah penyimpan air di pulau Kalimantan bagian selatan dan barat;

b. Membatasi dan mengelola dampak dari pengembangan perkotaan, budidaya dan infrastruktur, terutama terhadap wilayah-wilayah ekosistem sensitif seperti gambut, danau dan kawasan hutan di Pegunungan Muller;

c. Memulihkan dan mempertahankan kawasan habitat dan koridor satwa liar serta wilayah disekitar kawasan konservasi;

d. Meningkatkan dan memulihkan kualitas air permukaan;

e. Menjaga dan memulihkan DAS, khususnya DAS yang aliran sungainya menjadi sumber air minum dan melintasi wilayah perkotaan;

f. Memulihkan dan melaksanakan pencadangan pemanfaatan pada wilayah ekosistem gambut;

Page 100: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

g. Memulihkan areal bekas tambang;

h. Mencegah kebakaran lahan dan hutan serta memulihkan areal bekas kebakaran;

i. Memulihkan daerah-daerah yang terkontaminasi B3 dan limbah B3; dan

j. Mencegah pembuangan limbah di laut serta mengelola dampaknya terutama di Selat Makassar bagian selatan.

D. Strategi Implementasi Arahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pulau Sulawesi :

a. Mempertahankan dan meningkatkan luas wilayah berfungsi lindung, khususnya wilayah yang berfungsi memberikan jasa pengatur air terutama daerah pegunungan di pulau Sulawesi bagian tengah dan penyimpan air terutama di daerah karst dan danau;

b. Mempertahankan dan meningkatkan kondisi terumbu karang terutama pada wilayah kawasan konservasi laut;

c. Membatasi dan mengelola dampak dari pengembangan perkotaan, budidaya dan infrastruktur, terutama terhadap wilayah-wilayah ekosistem sensitif seperti karst, kawasan pesisir dan danau;

d. Memulihkan, mempertahankan kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi serta wilayah disekitar kawasan konservasi;

e. Meningkatkan dan memulihkan kualitas air permukaan;

f. Menjaga dan memulihkan DAS, khususnya DAS yang aliran sungainya menjadi sumber air minum dan melintasi wilayah perkotaan;

g. Memulihkan daerah-daerah yang terkontaminasi B3 dan limbah B3;

h. Mencegah pembuangan limbah di laut dan mengelola dampaknya serta memulihkan kualitas teluk;

i. Memulihkan ekosistem mangrove terutama di selatan pulau Sulawesi dan pulau-pulau kecil Sulawesi; dan

j. Melindungi kelestarian flora dan fauna endemik.

E. Arahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup kepulauan Bali dan Nusa Tenggara :

a. Mempertahankan dan meningkatkan luas wilayah berfungsi lindung, khususnya wilayah yang berfungsi memberikan jasa pengatur dan penyimpan air;

b. Mengelola dampak dan mengendalikan perkembangan perkotaan dan infrastruktur, terutama pada wilayah-wilayah ekosistem sensitif seperti karst, kawasan pesisir/mangrove dan pulau-pulau kecil;

Page 101: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

c. Membatasi pengembangan perumahan dan infrastruktur pada wilayah-wilayah lumbung pangan dan pesisir;

d. Meningkatkan pengelolaan limbah pada kawasan pariwisata;

e. Meningkatkan kuantitas air permukaan dengan melindungi mata air serta merehabilitasi daerah resapan air;

f. Menjaga dan memulihkan DAS, khususnya DAS yang aliran sungainya menjadi sumber air minum dan melintasi wilayah perkotaan;

g. Melindungi dan memulihkan wilayah-wilayah pesisir; dan

h. Mencegah pembuangan limbah di laut dan mengelola dampaknya terutama di Selat Bali, dan selat-selat antar pulau kecil dan memulihkan kualitas teluk terutama teluk Benoa dan teluk besar di pulau-pulau Nusa Tenggara.

F. Arahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kepulauan Maluku :

a. Mempertahankan dan meningkatkan luas wilayah berfungsi lindung, khususnya wilayah yang berfungsi memberikan jasa pengatur dan penyimpan air;

b. Mempertahankan dan meningkatkan kondisi terumbu karang terutama pada wilayah kawasan konservasi laut;

c. Mengelola dampak dan mengendalikan perkembangan perkotaan dan infrastruktur, terutama pada wilayah-wilayah ekosistem sensitif seperti kawasan pesisir/mangrove dan pulau-pulau kecil;

d. Meningkatkan infrastruktur penampung air terutama pada pulau-pulau kecil;

e. Menjaga dan memulihkan DAS, khususnya DAS yang aliran sungainya menjadi sumber air minum; dan

f. Mencegah dan mengawasi pemanfaatan sumberdaya laut yang melebihi kemampuan pemulihannya.

G. Strategi Implementasi Arahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pulau Papua :

a. Mempertahankan dan meningkatkan luas wilayah berfungsi lindung, khususnya wilayah yang berfungsi memberikan jasa pengatur air terutama daerah pegunungan di pulau Papua bagian tengah dan penyimpan air terutama di pulau Papua bagian selatan dan barat;

b. Mengelola dampak dari dorongan pengembangan perkotaan, budidaya dan infrastruktur, terutama pada wilayah-wilayah ekosistem sensitif seperti hutan primer pegunungan, gambut, dan ekosistem rawa;

Page 102: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

c. Memulihkan dan mempertahankan kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi, kawasan habitat dan koridor satwa liar serta wilayah disekitar kawasan konservasi;

d. Menjaga dan memulihkan DAS, khususnya DAS yang aliran sungainya menjadi sumber air minum dan pembuangan limbah pertambangan;

e. Memulihkan ekosistem rusak dan melaksanakan pencadangan pemanfaatannya, terutama pada wilayah hutan pegunungan;

f. Memulihkan daerah-daerah yang terkontaminasi B3 dan limbah B3 dari pertambangan;

g. Mempertahankan dan meningkatkan kondisi terumbu karang terutama pada wilayah kawasan konservasi laut;

h. Melindungi vegetasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan

i. Melindungi kelestarian flora dan fauna endemik.