rahmayani · letak geografis indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia,...

26
INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN ULAR SANCA (Python reticulatus Schneider 1810) SEBAGAI EXOTIC PETS FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 RAHMAYANI

Upload: phamhanh

Post on 08-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN ULAR SANCA

(Python reticulatus Schneider 1810) SEBAGAI EXOTIC PETS

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

RAHMAYANI

Page 2: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang
Page 3: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infeksi Cacing Saluran

Pencernaan Ular Sanca (Python reticulatus Schneider 1810) Sebagai Exotic Pets

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Rahmayani

NIM B04100031

Page 4: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

ABSTRAK

RAHMAYANI. Infeksi Cacing Saluran Pencernaan Ular Sanca (Python

reticulatus Schneider 1810) Sebagai Exotic Pets. Dibimbing oleh ELOK BUDI

RETNANI

Exotic pets adalah jenis satwa liar yang dijadikan hewan kesayangan karena

memiliki ciri unik dan menarik untuk dipelihara, diantaranya yaitu ular sanca

(Python reticulatus). Perlu mempelajari kemungkinan adanya cacing parasitik

zoonotik pada hewan kesayangan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui jenis, persentase, dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan ular

sanca yang dijadikan sebagai exotic pets. Sebanyak 5 sampel tinja dikumpulkan

dari lima ekor ular dengan pengulangan sebanyak 3 kali pengambilan. Analisis

sampel tinja menggunakan modifikasi metode McMaster, flotasi sederhana,

saringan bertingkat dan Kato-Katz. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua

ular menderita kecacingan (100%). Adapun jenis dan persentase kecacingan

adalah Ascaris 60%, Trichuris 60%, Strongylid 20%, dan Oxyuris 20%. Rata-rata

jumlah telur dalam tiap gram tinja (TTGT) adalah Ascaris 832 TTGT dan

Trichuris 514 TTGT.

Kata kunci: cacing parasit, exotic pets, saluran pencernaan, ular sanca

ABSTRACT

RAHMAYANI. Gastrointestinal Helminths Infection in Reticulated Python

(Python reticulatus Schneider 1810) Kept as Exotic Pets. Supervised by ELOK

BUDI RETNANI.

Exotic pets are wild animals kept as pets for having unique characteristics

and attractive, among them are the reticulated python (Python reticulatus). The

zoonotic gastrointestinal helminths in exotic pets might been found. The objective

of this research was to observe gastrointestinal helminths, percentage infection,

and infection intensity of reticulated python kept as exotic pets. A total of 5

individual faecal samples were collected for 3 times. Samples were examined

using the modified of McMaster, simple flotation, stratified filter, and Kato-Katz

method. The research result shows that all animals (100%) were infected with

gastrointestinal helminths included Ascaris 60%, Trichuris 60%, Strongylid 20%,

and Oxyuris 20%. The average of the number of egg per gram (EPG) of Ascaris

and Trichuris were 832 EPG and 514 EPG, respectifely.

Keywords: exotic pet, gastrointestinal, helminths, reticulated python

Page 5: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN ULAR SANCA

(Python reticulatus Schneider 1810) SEBAGAI EXOTIC PETS

Page 6: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang
Page 7: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

Judul Skripsi : Infeksi Cacing Saluran Pencernaan Ular Sanca (Python

reticulatus Schneider 1810) Sebagai Exotic Pets

Nama : Rahmayani

NIM : B04100031

Disetujui oleh

Dr Drh Elok Budi Retnani, MS

Pembimbing

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet

Wakil Dekan FKH-IPB

Tanggal Lulus:

Page 8: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Judul yang

dipilih yaitu “Infeksi Cacing Saluran Pencernaan Ular Sanca (Python reticulatus

Schneider 1810) Sebagai Exotic Pets” merupakan hasil penelitian terhadap lima

ekor ular sanca peliharaan. Penyusunan Skripsi ini dilakukan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelas Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing skripsi

Dr Drh Elok Budi Retnani, MS yang memberikan bimbingan selama penyusunan

skripsi dan memberikan motivasi serta meluangkan waktu untuk memperlancar

proses penyelesaian studi. Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing

akademik Drh Okti Nadia Poetri, MSi yang memberikan dorongan serta motivasi

untuk selalu bekerja keras dan tidak mudah putus asa dalam menjalankan studi

selama di FKH-IPB. Kepada orang tua tercinta, Ayahanda M Huffaz, SH dan

Ibunda Niswan yang selalu memberikan limpahan cinta, kasih sayang, materi dan

kesempatan untuk menempuh pendidikan hingga sarjana. Adik-adik yang selalu

membanggakan Alam Ismail, Zaldi Rahman dan Andi Wirawicakpati. Kepada

teman-teman sejawat, kolega FKH 47 Acromion yang selalu memberikan

masukan dan meluangkan waktu menemani selama masa perkuliahan. Sahabat

HIMPRO Satwaliar FKH IPB yang selalu mengukir prestasi Asfi, Mirzan, Nilam,

Yoga, Puti. Ucapan terima kasih kepada Bapak Teguh Prasetyo Budi yang

memberikan bantuan waktu dan tenaga selama melakukan penelitian. Khususnya

kepada teman-teman Aspera yang memberikan jalan bagi suksesnya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari kata sempurna, sehingga

bimbingan dan arahan yang membangun sangat diharapkan demi hasil yang lebih

baik. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya bagi

pemerhati reptil khususnya ular.

Bogor, November 2014

Rahmayani

Page 9: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Biologi Ular Sanca 2

Klasifikasi dan Morfologi Ular Sanca 2

Habitat dan Penyebaran 2

Perilaku dan Makanan 2

Cacing Parasitik 3

Cestoda 3

Trematoda 3

Nematoda 4

Cacing Parasitik Pada Ular 4

METODE 5

Tempat dan Waktu 5

Alat dan Bahan 5

Sampel Ular 5

Teknik Parasitologi 5

Sampling Tinja 5

Modifikasi Metode McMaster 6

Flotasi Sederhana 6

Saringan Bertingkat 6

Kato-Katz 6

Identifikasi Telur Cacing 7

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Manajemen Kesehatan Ular Sanca 7

Jenis Telur Cacing yang Ditemukan 8

Ascaris 9

Page 10: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

Trichuris 9

Strongylid 10

Oxyuris 10

Persentase Infeksi Setiap Jenis Telur Cacing 10

Derajat Infeksi Setiap Jenis Telur Cacing 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

RIWAYAT HIDUP 15

Page 11: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

iv

DAFTAR TABEL

1 Cacing Parasitik Pada Ular 4

2 Persentase Infeksi Telur Cacing 10

3 Perbandingan jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) metode

McMaster dan Kato-Katz

11

DAFTAR GAMBAR

1 Sampel Ular Sanca 7

2 Telur Cacing Parasitik yang Ditemukan 9

Page 12: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan

atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas di

alam maupun yang dipelihara oleh manusia (UU No. 18 Tahun 2009). Indonesia

merupakan negara yang memiliki spesies satwa liar yang beranekaragam karena

letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di

dunia, yaitu Kawasan Oriental di bagian utara dan Kawasan Australia di bagian

selatan. Kondisi seperti itu menjadikan Indonesia memiliki sebagian kekayaan

jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

merupakan salah satu sasaran migrasi satwa dari belahan utara dan selatan,

sehingga Indonesia mendapat tambahan kekayaan hayati dari pelaku migrasi

satwa. Kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia merupakan hal yang patut dijaga

sebagai bentuk keseimbangan ekosistem (Marlon 2014).

Dewasa ini tidak sedikit satwa liar yang dengan sengaja baik secara legal

maupun ilegal ditangkap dan dikembangbiakan untuk dijadikan hewan peliharaan.

Hal ini mengakibatkan satwa liar tersebut harus melakukan adaptasi terhadap

lingkungan dan penanganan oleh manusia. Satwa liar yang sebelumnya memiliki

sifat buas selama hidup di alam liar, menjadi berkurang kebuasannya akibat

seringnya kontak langsung yang terjadi antara manusia dan satwa. Selain itu,

satwa menjadi tergantung dalam memperoleh pakan dan kehilangan kemampuan

memangsa yang dimiliki. Ular, iguana, dan biawak merupakan beberapa contoh

satwa liar yang dijadikan exotic pets. Ular merupakan satwa liar yang paling

banyak menjadi exotic pets, diantaranya ular sanca. Ular sanca yang ditangkap

dari alam dan dijadikan exotic pets memiliki potensi yang sangat besar untuk

menularkan penyakit. Ular sanca dipaksa melakukan adaptasi baik secara perilaku

maupun pola makan sehingga tidak jarang pada masa adaptasi tersebut ular sanca

yang sebelumnya bersifat tahan terhadap suatu penyakit menjadi rentan dan dapat

menularkan penyakit baik pada manusia dan hewan lain. Menurut Mader (2006)

penyakit parasitik pada ular sanca yang banyak ditemukan dan bersifat zoonotik

adalah cryptosporidiosis, coccidiosis, dan helminthosis. Oleh karena itu perlu

diketahui dan dipelajari penyakit pada ular sanca diantaranya helminthosis.

Rumusan Masalah

Ular sanca merupakan satwa liar yang banyak dijadikan sebagai exotic pets.

Ular sanca yang diperoleh dari alam dapat menjadi sumber infeksi berbagai

penyakit di antaranya kecacingan. Perlu dipelajari lebih lanjut tentang

kemungkinan adanya cacing parasit zoonotik pada ular.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, persentase infeksi, dan

derajat infeksi cacing parasitik pada saluran pencernaan ular sanca yang dipelihara

sebagai exotic pets.

Page 13: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah daftar jenis cacing parasitik

saluran pencernaan ular sanca. Temuan berbagai jenis cacing parasit merupakan

refleksi lingkungan di sekitar ular sanca. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan

landasan tindakan untuk pengendalian cacing parasitik dan manajemen kesehatan

ular sebagai exotic pets.

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ular Sanca

Klasifikasi dan Morfologi Ular Sanca (Python reticulatus)

Ular sanca merupakan jenis ular yang tidak berbisa, mempunyai ukuran

yang besar dan merupakan ular terpanjang di antara jenis ular lainnya yang

terdapat di Indonesia. Ular sanca memiliki pola lingkaran-lingkaran besar yang

berbentuk jala (Tweedie 1984 dan Mehrtens 1987). Pola ini lah yang membuat

masyarakat menjadi tertarik untuk menjadikan satwa ini sebagai hewan

peliharaan. Hal ini merupakan proses adaptasi yang dilakukan untuk menjaga diri

dari predator.

Klasifikasi ular sanca menurut taksonomi Iskandar dan Colijn (2002):

Domain : Eukarya

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Eumatazoa

Superphylum : Deuterostomia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Reptilia

Subclass : Lepidosauria

Ordo : Squamata

Subordo : Serpentes

Family : Pythonidae

Genus : Python

Species : Python reticulatus

Habitat dan Penyebaran

Ular sanca memiliki habitat di hutan dataran rendah sampai ketinggian 0-

1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl), semak berbatu, rawa, kebun, pinggiran

kota, bahkan di dalam rumah. Ular sanca dewasa dapat lebih sering ditemukan di

darat pada siang dan malam hari sedangkan ular sanca yang masih muda lebih

sering ditemukan di atas pohon (Marlon 2014).

Perilaku dan Pakan

Ular sanca merupakan satwa ektotermik, yaitu satwa dengan produksi panas

tubuh sebagai hasil aktivitas metabolisme yang sangat terbatas dan mekanisme

kontrol pengembalian produksi sangat rendah (Aiello 1998), sehingga untuk

mencukupi kebutuhan panasnya dengan mengambil panas dari lingkungan. Ular

Page 14: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

3

sanca memiliki kemampuan berenang yang baik dan mempunyai kebiasaan

berjemur di bawah sinar matahari langsung yang disebut basking. Proses

mencerna makanan akan berlangsung apabila panas di dalam tubuh ular sanca

sudah optimal. Suhu yang dibutuhkan ular sanca untuk dapat beraktivitas antara

26.7-30°C dengan suhu optimal 30°C (Marlon 2014).

Makanan utama ular sanca yaitu mamalia kecil, burung, dan biawak.

Berbeda dengan ular-ular yang mampu membunuh mangsanya dengan bisa, ular

sanca membelit untuk melumpuhkan mangsanya. Ular sanca membelit mangsa

dengan menggunakan bagian ekornya dan mencengkram mangsanya dengan

menggunakan mulutnya yang lebar dan menggigit mangsanya agar tidak kabur.

Mangsa yang terbelit selain sudah tidak dapat bergerak karena sudah tidak bisa

menggunakan alat geraknya, mangsa juga kesulitan bernafas karena kehabisan

oksigen dan rongga dadanya tertekan kuat oleh lilitan ular. Setelah mangsa benar-

benar mati, ular sanca menelan mangsanya dimulai dari bagian kepala untuk

memudahkan proses menelan (Carpenter 2001).

Cacing Parasitik

Cestoda

Cestoda merupakan cacing parasitik yang memiliki bentuk tubuh pipih

seperti pita dan bersegmen. Cestoda bersifat hermaprodit, pada setiap segmen

berisi satu atau dua set organ reproduksi jantan dan betina. Tubuh cestoda terdiri

dari tiga bagian yaitu skoleks, leher, dan strobila. Cestoda memiliki siklus hidup

tidak langsung, karena membutuhkan inang antara. Tahap perkembangannya

terdiri atas tiga stadium, yaitu telur, larva (metacestoda atau cacing gelembung),

dan cestoda dewasa. Telur cestoda mudah dibedakan dengan telur trematoda

maupun telur nematoda karena mengandung embrio berkait enam (embryo

hexacant) yang disebut oncosphere. Cestoda merupakan cacing parasitik pada

ternak domestik dan manusia (Taylor et al. 2007).

Trematoda

Trematoda merupakan cacing parasitik yang berbentuk pipih seperti daun

dan tidak memiliki segmen, selain itu trematoda memiliki sifat hermaprodit

kecuali pada genus Schistosoma. Trematoda memiliki saluran pencernaan

sederhana mulai dari mulut-faring-esofagus-sekum. Mirasidium adalah embrio

bersilia yang perkembangannya terjadi di lingkungan eksternal inang. Sporokista

mengandung sel-sel germinal yang selanjutnya akan berkembang menjadi redia

dan bermigrasi menuju hepato-pankreas siput dan berkembang menjadi serkaria.

Serkaria keluar dari tubuh siput dan berenang menggunakan ekornya. Stadium

serkaria beberapa spesies trematoda membentuk metaserkaria. Dinding kista

metaserkaria akan pecah ketika termakan oleh inang definitif, kemudian cacing

muda penetrasi ke dalam usus dan migrasi ke berbagai jaringan organ.

Perkembangan selanjutnya cacing muda menjadi cacing dewasa pada jaringan

organ tertentu menurut jenisnya. Trematoda merupakan cacing parasitik pada

vertebrata air, rodensia, anjing, kucing, dan unggas (Taylor et al. 2007).

Page 15: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

4

Nematoda

Nematoda merupakan cacing parasitik yang memiliki bentuk silinder dan

cenderung runcing pada kedua ujung tubuh, memiliki lapisan kutikula dan tidak

bersegmen. Sistem pencernaan cacing nematoda berupa tabung sederhana dan

lebih lengkap dibandingkan dengan cacing trematoda. Mulut nematoda dikelilingi

oleh dua atau tiga bibir yang berhubungan dengan esofagus. Nematoda memiliki

sistem reproduksi yang terpisah (Lapage 1962). Siklus hidup nematoda dapat

secara langsung (tanpa inang antara) atau tidak langsung (memerlukan inang

antara). Bentuk stadium infektif nematoda adalah telur dan larva infektif.

Nematoda merupakan cacing parasitik pada unggas, ruminansia, anjing, kucing,

dan manusia (Taylor et al. 2007).

Cacing Parasitik Pada Ular

Beberapa jenis cacing parasitik pada spesies ular tertentu telah dilaporkan,

baik di Indonesia maupun di luar negeri dengan mengambil sampel ular yang

berasal dari alam liar atau lembaga konservasi seperti kebun binatang, sedangkan

pada ular sebagai exotic pets belum ada yang melaporkan. Metode yang

digunakan pada hasil laporan tersebut yaitu identifikasi cacing dewasa maupun

koprologik.

Tabel 1 Cacing Parasitik pada Ular Kelas Cacing Parasitik Ular yang Terinfeksi Acuan

Cestoda Bothridium sp.

Ophiotaenia

Mesocestodidae

Hymenolepis nana

Acanthotaenia

Crepidobothrium

Bothriocephalus

Anoplocephalidae

Boa dan Python

Viper, Boa, Python

Kingsnakes dan Rattlesnakes

Morelia viridis

Cylindrophis ruffus

Xenopeltis unicolor

Python breitensteini

Boa dan Python

(1), (2)

Trematoda Renifers

Dasymetra

Ochetosoma

Styphlodoro

Spirometra

Alaria marcinae

Watersnakes

Kingsnakes

Hog-nosed snakes

Boa contrictors

Xenopeltis unicolor

Texas Indigo Snake

(2)

Nematoda Ophidioascaris moreliae

Rhabdias sp.

Strongyloides

Kalicephalus spp.

Diaphanocephalus

Spineoxys

Oxyuris spp.

Aspiculuris

Eustrongyloides spp.

Armilifer sp.

Poludelphis sp.

Capillaria hepatica

Macdonaldius spp.

Dracunculus

Trichinella zimbabwensis

Ascaridia galii

Python

Python dan Elapidae

Python

Python

Boa dan Python

Boa dan Python

Python

Morelia viridis

Python

Viper dan African Python

Python reticulatus

Morelia viridis

Python dan Elapidae

Viper

Boa, Python, Elapidae, Viper

Python reticulatus

(1), (2), (3)

Sumber: (1) Wolf et al. 2014, (2) Rataj et al. 2011, (3) Mader 2006

Page 16: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

5

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2014. Pengumpulan

sampel tinja dilakukan di tempat pemilik ular sanca di daerah Depok dan Bogor.

Analisis sampel tinja dilakukan di Laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi

dan Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pemeriksaan sampel tinja di laboratorium yaitu:,

cooler box, Kato-Katz Kit, sendok, saringan teh, gelas ukur, pipet pasteur, kamar

hitung McMaster, tabung reaksi, saringan bertingkat ukuran 45 µm, 100 µm, dan

400 µm, sprayer, gelas Baermann, gelas obyek modifikasi sedimentasi,

mikroskop, dan gelas plastik.

Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan sampel tinja ular sanca di

laboratorium adalah: tinja ular, larutan pengapung gula garam dengan konsentrasi

99.5% (Sumanto dan Hamidy 1994), aquadest, gliserin, dan pewarna biru metilen.

Sampel Ular

Lima ekor ular sanca yang diteliti merupakan hewan kesayangan. Ular sanca

A dan B merupakan ular sanca yang dibeli dari hasil breeding, sementara itu ular

sanca C, D, dan E adalah ular sanca yang didapatkan dari tangkapan alam. Ular

sanca A, B, dan C memiliki berat rata-rata kurang lebih 150 kg. Ular sanca oleh

pemilik dikandangkan perindividu dan saling bersebelahan. Selain itu, ketiga ular

sanca tersebut diberikan pakan satu ekor ayam dewasa setiap dua minggu sekali.

Kandang ular sanca A, B, dan C terletak di sekitar kandang reptil lainnya yaitu

biawak dan kura-kura serta hewan lain yaitu kucing. Ular sanca D dan E oleh

pemilik dikandangkan bersamaan, dengan pakan satu ekor tikus putih untuk setiap

minggu. Berbeda dengan ular A, B, dan C, ular D dan E dikandangkan jauh dari

hewan lain seperti kucing. Pada masing-masing kandang diletakkan satu wadah

air sebagai media berendam dan air minum untuk ular sanca dan diberi alas koran

yang akan diganti oleh pemilik setiap ular defekasi.

Teknik Parasitologi

Sampling Tinja

Pengumpulan sampel tinja individu dilakukan sebanyak tiga kali menurut

waktu defekasi. Sampel tinja dimasukkan ke dalam kantong plastik transparan lalu

diberi label nama sesuai letak kandang, jenis pakan, jenis kelamin dan tanggal

pengambilan. Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam cooler box. Sampel

dibawa ke Laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi dan Entomologi

Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis.

Page 17: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

6

Modifikasi Metode McMaster

Metode McMaster merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk

mengetahui jumlah telur cacing parasitik pada sampel tinja. Sebanyak 4 gram tinja

dilarutkan ke dalam 56 ml larutan pengapung gula garam dengan konsentrasi

99.5% (Sumanto dan Hamidy 1994). Selanjutnya dihomogenkan dan disaring

menggunakan saringan teh. Suspensi yang sudah homogen kemudian dimasukkan

ke dalam kamar hitung McMaster dengan menggunakan pipet, kemudian

didiamkan selama 5 menit. Penghitungan telur dilakukan secara mikroskopik

dengan perbesaran 10×10. Jumlah telur dalam tiap gram tinja (TTGT) dihitung

menggunakan rumus, sebagai berikut:

Keterangan:

n : jumlah telur cacing dalam kamar hitung

Vt : volume sampel total

Vk : volume kamar hitung

Bf : berat tinja (Bondarenko et al. 2009)

Metode Flotasi Sederhana

Metode kualitatif ini dilakukan untuk mengetahui adanya telur cacing

nematoda dan cestoda pada sampel tinja. Sebanyak 4 gram tinja dilarutkan ke

dalam 56 ml larutan pengapung gula garam dengan konsentrasi 99.5%

Selanjutnya dihomogenkan dan disaring dengan menggunakan saringan teh.

Larutan yang sudah homogen kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi

dengan menggunakan pipet sampai permukaannya cembung pada bibir tabung

reaksi kemudian ditutup dengan kaca penutup. Sampel didiamkan selama 15-30

menit, kemudian kaca penutup diambil dan diletakkan di atas gelas obyek untuk

diperiksa secara mikroskopik dengan perbesaran 10×10 (Shaikenov et al. 2004).

Metode Saringan Bertingkat

Metode ini bersifat kualitatif untuk mengetahui adanya telur cacing

trematoda pada sampel tinja. Sampel tinja sebanyak 4 gram dihomogenkan

dengan menggunakan 56 ml air dan disaring dengan menggunakan saringan teh.

Selanjutnya filtrat disaring dengan menggunakan saringan bertingkat berukuran

400 µm, 100 µm, dan 45 µm. Residu yang tertinggal dalam saringan yang

berukuran 45 µm dibilas dengan menggunakan sprayer. Bilasan tersebut

ditampung di dalam gelas Baermann dan dipindahkan ke gelas obyek modifikasi

dengan menggunakan pipet tetes dan diperiksa di bawah mikroskop dengan

perbesaran 10×10 (Foreyt 2001).

Metode Kato-Katz Metode Kato-Katz merupakan metode pemeriksaan tinja secara kuantitatif

menggunakan Kato-Katz Kit. Sampel tinja dibungkus dengan kertas saring,

selanjutnya dimasukkan ke dalam lubang pada Kato-Katz Kit sebagai cetakan

sampel tinja yang sudah dialasi dengan gelas obyek lalu ditekan menggunakan

stick plastik sampai cetakan tersebut terisi penuh. Ekstrak tinja tersebut kemudian

ditutup dengan menggunakan cellophane tape yang telah direndam di dalam

Page 18: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

7

campuran larutan gliserin dan biru metilen. Selanjutya preparat tersebut diamati

secara mikroskopik dengan perbesaran 10×10 (Glinz et al. 2010).

Jumlah telur dalam tiap gram tinja (TTGT) dihitung menggunakan rumus,

sebagai berikut:

Keterangan: R = 41,7 (berat tinja sesuai ukuran lubang karton/mg)

Identifikasi Jenis Telur Cacing

Identifikasi jenis telur cacing dilakukan dengan menentukan tipe telur

berdasarkan morfologi dan ciri khusus telur cacing menurut Bogitsh dan Cheng

(1990) dan Taylor et al. (2007).

Analisis Data

Persentase infeksi jenis-jenis telur cacing yang ditemukan seta dugaan

derajat infeksi pada tiap ekor ular dianalisis secara deskriptif. Untuk

menggambarkan berbagai kemungkinan sebagai faktor risiko kecacingan

dikaitkan dengan data individu hewan yang disertai dengan cara pemeliharaannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Manajemen Kesehatan Ular Sanca

Gambar 1 Sampel Ular Sanca

Keterangan: Hasil breeding (kiri) dan tangkapan alam (kanan)

Ular memiliki pola makan yang berbeda dengan hewan lain seperti

mamalia. Ular mampu bertahan hingga berbulan-bulan tanpa diberikan makanan.

Ular yang hidup di alam liar mendapatkan nutrisi dari hewan hidup yang menjadi

mangsanya. Mangsa ular di alam antara lain adalah tikus, burung liar, serta

mamalia kecil dan bagi seekor ular sanca tidak menutup kemungkinan reptil besar

seperti biawak atau mamalia besar seperti sapi, karena ular sanca dapat memangsa

hewan yang besarnya tiga kali lebih besar dari besar tubuhnya. Hal ini didukung

dengan kekuatan lilitan ular sanca yang dapat meremukkan tulang sapi dewasa

(Carpenter 2001). Ular sanca sebagai exotic pets juga mendapatkan pakan berupa

hewan hidup. Namun demikian, pada kondisi tertentu ular sanca diberi hewan

Page 19: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

8

mati atau karkas daging. Kasus stomatitis di ular menyebabkan penurunan nafsu

makan sehingga ular perlu diberi pakan mati atau karkas daging untuk

mengurangi risiko memperparah kasus stomatitis (Jacobson 2007). Pemberian

pakan yang berbeda dari jenis pakan alaminya dapat memicu atau menambah

risiko terjadinya infeksi cacing maupun telur cacing pada ular sanca.

Lima ekor ular sanca yang terdiri dari dua ular sanca hasil breeding dan tiga

ular sanca hasil tangkapan liar pada Gambar 1 yang dijadikan sampel belum

pernah diberikan obat cacing. Informasi yang didapatkan melalui pemilik hewan,

ular sanca C dan E pernah menunjukkan gejala diare dan tidak nafsu makan. Hal

ini ditandai dengan dengan tinja yang dikeluarkan lebih cair dari tinja normal.

Pemilik beralasan tidak ingin mengambil risiko dengan memberikan obat apapun

karena tidak dianggap perlu. Tindakan yang dilakukan pemilik adalah dengan

menjemur ular dan membersihkan kandang secara rutin. Diare pada ular sanca C

dapat diakibatkan oleh kecacingan, hal ini ditunjukkan dengan hasil temuan telur

cacing pada ular sanca C yang lebih tinggi dibandingkan dengan ular sanca yang

lain. Selain itu, nilai derajat infeksi yang tinggi pada ular sanca C menunjukkan

bahwa kecacingan dapat diduga berat karena sudah menunjukkan gejala klinis

yaitu diare. Gejala klinis diare juga ditunjukkan oleh ular sanca E, akan tetapi

dengan melihat nilai derajat infeksi pada Tabel 3, diare yang ditunjukkan tidak

dapat dikatakan sebagai gejala yang diakibatkan oleh kecacingan. Menurut Mader

(2006) gejala diare sering ditunjukkan ular sanca yang mengalami stres dengan

gejala nafsu makan yang menurun. Hal ini dapat diakibatkan oleh stres akibat

adaptasi ular sanca yang ditangkap dari alam dan dijadikan sebagai peliharaan.

Jenis Telur Cacing yang Ditemukan

Berdasarkan hasil identifikasi morfologi telur cacing pada sampel tinja ular

sanca, ditemukan empat tipe telur cacing dari kelas nematoda yaitu telur Ascarid,

Trichurid, Oxyurid, dan Strongylid. Infeksi oleh cacing nematoda pada ular

pernah dilaporkan oleh Telford (1971) pada ular jenis Morelia viridis, Bodri

(1994) pada ular jenis Python regius, Fontenot dan Font (1996) pada ular jenis

Agkistrodon piscivorus, Taiwo et al. (2002) pada ular jenis Python reticulatus di

Nigeria, Mader (2006) pada beberapa jenis ular di antaranya Python reticulatus di

Amerika, dan Rataj et al. (2011) pada beberapa jenis ular di antaranya Python

regius yang berasal dari Inggris.

Pada umumnya, cacing nematoda dapat dijumpai di berbagai jenis ular, baik

yang memiliki siklus hidup langsung maupun yang memiliki siklus hidup tidak

langsung. Infeksi oleh cacing nematoda biasanya bersifat subklinis tetapi gejala

klinis dapat muncul apabila infeksi cukup tinggi. Jenis cacing nematoda yang

ditemukan dari sampel tinja lima ekor ular sanca memiliki siklus hidup langsung

atau tidak membutuhkan inang antara. Hal ini dapat memicu terjadinya penularan

dari ular ke pemelihara atau yang biasa disebut dengan zoonosis. Cacing Ascaris,

Trichuris, Strongylid, dan Oxyuris menginfeksi melalui telur infektif yang

mengandung larva secara peroral. Telur Oxyuris dapat menempel pada dinding

dan lantai kandang serta dapat bertahan selama dua bulan (Taylor et al. 2007).

Page 20: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

9

Gambar 2 Telur Cacing Parasitik yang Ditemukan

Keterangan: A. Ascaris (perbesaran 40x10)

B. Trichuris (perbesaran 40x10)

C. Strongylid (perbesaran 40x10)

D. Oxyuris (perbesaran 40x10).

Ascaris Telur Ascaris yang ditemukan dalam sampel tinja ditunjukkan pada Gambar

2A. Karakteristik telur Ascaris berwarna kuning kecoklatan dengan bentuk bulat,

memiliki lapisan albumin yang tebal. Secara morfologi telur Ascaris dapat

dibedakan menjadi telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Telur yang

dibuahi berbentuk bulat berwarna kecoklatan dengan lapisan albumin yang tebal.

Telur yang tidak dibuahi tidak memiliki bentuk spesifik dapat berbentuk lonjong,

segitiga, menyerupai ginjal dan memiliki lapisan luar yang cukup tipis (Bogitsh

dan Cheng 1990, Onggowaluyo 2002). Penyebaran cacing jenis ini dapat

ditemukan hampir di seluruh dunia (kosmopolit). Penyebaran utamanya adalah

daerah – daerah yang memiliki iklim tropis dengan kelembapan yang tinggi

(Kusumamihardja 1995). Temuan telur cacing Ascaris pernah dilaporkan

sebelumnya menginfeksi reptil jenis Gecko gecko dan Varanus niloticus (Rataj et

al. 2011).

Jenis cacing pada genus Ascaris yang sering menginfeksi ular sanca yaitu

jenis Ophidascaris morelia (Mader 2006). Cacing ini dapat menyebabkan

penurunuan berat badan, anoreksia bahkan kematian pada ular akibat nekrosa

ulseratif pada mukosa lambung dan obstruksi saluran pencernaan.

Trichuris

Telur Trichuris yang ditemukan dalam sampel tinja yang ditunjukkan pada

Gambar 2B memiliki ciri berbentuk oval, memiliki dua polar plug, dan

berdinding tebal. Secara morfologi telur Trichuris sesuai dengan literatur (Bogitsh

dan Cheng 1990, Taylor et al. 2007) dengan ciri-ciri mempunyai dinding yang

tebal, berbentuk oval, tidak memiliki blastomer, dan memiliki dua polar plug.

Page 21: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

10

Temuan telur cacing Trichuris pernah dilaporkan sebelumnya menginfeksi reptil

jenis Iguana iguana dan Naja sputatrix (Mader 2006).

Strongylid Telur Strongylid yang ditemukan dalam sampel tinja ditunjukkan pada

Gambar 2C memiliki bentuk menyerupai elips dengan dinding telur yang tipis dan

terdapat sel berwarna keabuan (morula) didalamnya. Sel tersebut dapat berjumlah

4, 8, 16 dan seterusnya. Warna telur yang ditemukan sampel tinja ini kuning

kecoklatan (Taylor et al. 2007). Telur jenis ini dapat berkembang dengan baik

pada kondisi tanah yang lembab. Penyebaran cacing jenis ini dilaporkan terdapat

di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Selatan (Soulsby 1982). Temuan telur

cacing Strongylid pernah dilaporkan sebelumnya menginfeksi ular jenis Python

regius dan Elaphe gutata (Klingenberg 2000).

Jenis cacing yang banyak ditemukan pada ular sanca dari genus Strongylid

yaitu Kalicephalus sp (Mader 2006). Jenis cacing ini bersifat asimptomatik pada

ular-ular liar yang hidup di alam tetapi bersifat patogenik pada ular yang hidup

secara captive atau hidup dengan dipelihara. Kalicephalus sp. merupakan cacing

yang paling sering ditemukan disemua jenis ular. Cacing ini bermanifestasi di

daerah esofagus sampai usus besar.

Oxyuris

Telur Oxyuris yang ditemukan pada sampel tinja ditunjukkan pada Gambar

2D memiliki aspek translusen dan dinding albumin yang tebal. Menurut Taylor et

al. (2007), telur Oxyuris memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk asimetris dengan

bagian lonjong disatu sisi dan bagian yang datar di sisi yang lain, dinding telur

bening dan tebal yang terdiri lapisan albuminous yang paling luar, membran, dan

lapisan dalam telur yang berisi larva. Temuan telur cacing Oxyuris pernah

dilaporkan sebelumnya menginfeksi ular jenis Platyceps karelini (Rataj et al.

2011).

Persentase Infeksi Setiap Jenis Telur Cacing

Tabel 2 Persentase Infeksi Telur Cacing

No. Jenis Cacing Jumlah Ular Hasil Koprologik Persentase Infeksi

Positif Negatif

1. Ascaris 5 3 2 60%

2. Trichuris 5 3 2 60%

3. Strongylid 5 1 4 20%

4. Oxyuris 5 1 4 20%

Hasil pemeriksaan sampel tinja memperlihatkan bahwa persentase

kecacingan pada ular sanca A, B, C, D, dan E adalah 100%, dengan masing-

masing ular sanca terinfeksi telur cacing. Ular sanca A, B, dan C menunjukkan

infeksi oleh telur Ascaris dari lima ekor ular sanca yang diperiksa sehingga dapat

diketahui persentase infeksi telur Ascaris adalah sebesar 60%. Ular sanca C, D,

dan E menunjukkan infeksi oleh telur Trichuris dari lima ekor ular sanca yang

diperiksa sehingga dapat diketahui persentase infeksi telur Trichuris adalah

sebesar 60%. Ular sanca C selain terinfeksi telur cacing Ascaris dan Trichuris

Page 22: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

11

juga menunjukkan infeksi telur Oxyuris dengan persentase 20%. Ular sanca E

menunjukkan infeksi Strongylid dengan persentase sebesar 20%. Persentase

infeksi ular sanca terhadap telur cacing Ascaris dan Trichuris merupakan yang

tertinggi dengan nilai persentase sebesar 60% dan nilai persentase cacing Oxyuris

dan Strongylid 20%.

Tindakan pencegahan yang dapat mencegah terjadinya infeksi telur cacing

dari ular ke pemelihara sangat dianggap perlu. Adapun tindakan-tindakan yang

dapat dilakukan adalah, pemberian obat cacing pada ular sanca secara berkala,

membersihkan kandang secara teratur, menggunakan pakaian khusus apabila

hendak ke kandang dan memperhatikan sanitasi dan higiene personal. Tindakan

pengendalian kasus kecacingan pada ular dapat dilakukan dengan pemberian obat

cacing seperti Praziquantel dan Ivermectin dengan dosis yang sesuai dengan

rekomendasi dokter hewan.

Derajat Infeksi Setiap Jenis Telur Cacing

Analisis menggunakan metode McMaster tidak ditemukan adanya telur

cacing. Hal ini tidak berarti ular sanca bebas dari infeksi telur cacing. Hasil 0

TTGT pada metode McMaster diduga akibat nilai TTGT pada ular <100 TTGT

sehingga telur cacing tidak tampak pada kamar hitung. Selain itu, hasil 0 TTGT

pada metode McMaster juga dapat diakibatkan oleh jumlah sedimen yang

dimasukkan ke dalam kamar hitung tidak mengandung telur cacing karena jumlah

sedimen yang dimasukkan adalah 0.3 ml dari 4 gram sampel tinja yang

dimasukkan ke dalam 56 ml larutan pengapung gula garam (Taylor et al. 2007).

Metode McMaster yang menunjukkan hasil 0 dapat ditunjang dengan

menggunakan metode flotasi sederhana. Hasil yang didapatkan dengan

menggunakan metode flotasi sederhana menunjukkan ular sanca A dan B

terinfeksi telur cacing Ascaris, ular sanca C terinfeksi telur cacing Oxyuris dan

Ascaris, ular sanca D tidak ditemukan adanya telur cacing, dan ular sanca E

terinfeksi telur cacing Strongylid. Hasil yang didapatkan dari metode McMaster

dapat dikatakan sebagai negatif palsu. Menurut Wolf (2014) penggunaan metode

kuantitatif seperti McMaster dapat menunjukkan hasil negatif palsu dan dapat

ditunjang dengan metode kualitatif dalam hal ini adalah metode flotasi sederhana.

Penghitungan derajat infeksi tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode

kualitatif, sehingga diperlukan metode kuantitatif lain yaitu metode Kato-Katz.

Tabel 3 Perbandingan jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) metode McMaster dan

Kato-Katz Ular Jumlah Telur Tiap Gram Tinja (TTGT)

Ascaris Trichuris

McMaster Kato-Katz McMaster Kato-Katz

A 0 855 0 0

B 0 823 0 0

C 0 2.485 0 1.654

D 0 0 0 415

E 0 0 0 503

Rata-rata 0 832 0 514

Page 23: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

12

Data yang ditunjukkan pada Tabel 3 merupakan perbandingan jumlah telur

tiap gram tinja (TTGT). Penggunaan metode Kato-Katz menunjukkan hasil yang

lebih baik dengan nilai TTGT >100 TTGT. Hasil penelitian ini dapat dikatakan

bahwa metode McMaster dan Kato-Katz memiliki kualitas yang sama yaitu untuk

mendeteksi telur cacing parasitik namun metode Kato-Katz memiliki sensitifitas

yang lebih baik dibandingkan metode McMaster. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian Levecke et al. (2011) yang menyatakan bahwa metode Kato-Katz lebih

sensitif terhadap infeksi Ascaris lumbricoides yaitu 88.1% untuk metode Kato-

Katz dan 75.6% untuk metode McMaster. Selain itu, menurut Richardson et al.

(2008) metode Kato-Katz memiliki efektifitas yang lebih baik dibandingkan

dengan metode flotasi untuk mendeteksi adanya cacing Ascaris lumbricoides.

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 3, dengan menghitung

menggunakan rumus didapatkan nilai rata-rata TTGT telur Ascaris sebesar 832

TTGT. Nilai TTGT pada masing-masing individu yaitu ular sanca A sebesar 855

TTGT, ular sanca B sebesar 823 TTGT dan ular sanca C sebesar 2.485 TTGT

serta nilai rata-rata telur Trichuris sebesar 514 TTGT. Nialai TTGT pada masing-

masing individu yaitu telur Trichuris pada ular sanca C sebesar 1.654 TTGT, ular

sanca D sebesar 415 TTGT, dan ular sanca E sebesar 503 TTGT. Menurut Glinz

et al. (2010) klasifikasi TTGT telur cacing Ascaris dengan jumlah 1-4.999 TTGT

dan TTGT telur cacing Trichuris dengan jumlah 1-1.000 TTGT dapat dikatakan

ringan pada manusia. Namun demikian, kategori TTGT ringan, sedang, dan berat

untuk menentukan derajat infeksi pada ular belum ditemukan adanya penelitian

mengenai derajat infeksi pada ular. Oleh karena itu, nilai TTGT Ascaris dan

Trichuris pada ular sanca belum dapat dikategorikan ringan.

Hasil yang ditunjukkan dengan menggunakan metode saringan bertingkat

adalah tidak ditemukan adanya telur cacing. Hal ini dapat dikarenakan sampel

tinja ular sanca tidak mengandung telur cacing trematoda sehingga hasil

menunjukkan hasil negatif. Menurut Mader (2006) telur trematoda banyak

ditemukan pada ular yang habitatnya berada di air seperti Xenoleptis unicolor dan

Liasis fuscus. Cacing trematoda yang sering ditemukan pada ular jenis Xenoleptis

unicolor antara lain Hapalotrema loosi dan Spirometra. Xenoleptis unicolor di

alam memiliki pakan yang hidupnya di sekitar rawa seperti katak dan mamalia air

(Marlon 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ular menderita kecacingan

(100%). Persentase kecacingan menurut jenis telur cacing yang ditemukan adalah

Ascaris 60%, Trichuris 60%, Strongylid 20%, dan Oxyuris 20%. Rata-rata jumlah

telur dalam tiap gram tinja (TTGT) adalah Ascaris 832 TTGT dan Trichuris 514

TTGT.

Page 24: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

13

SARAN

Perlu adanya pemeriksaan telur cacing untuk menentukan spesies cacing

parasitik yang dapat menginfeksi ular sanca. Pengetahuan tentang biologi dan

ekologi jenis cacing yang menginfeksi ular dapat dijadikan dasar manajemen

kesehatan ular sebagai exotic pets. Metode Kato-Katz memiliki sensitifitas yang

lebih tinggi. Oleh karena itu, pemeriksaan koprologik untuk diagnosis kecacingan

pada ular disarankan menggunakan metode Kato-Katz.

DAFTAR PUSTAKA

Aiello SE. 1998. The Merck Verinary Manual 8

th Edition. Merck & Co. Inc: New

Jersey.

Bodri MS. 1994. Common parasitic diseases of reptiles and amphibians. Proc. 1st

ARAV Conference, Pittburgh, PA. pp. 11-17.

Bogitsh BJ, Cheng TC. 1990. Human Atlas Parasitology. WB Saunders:

Philadelphia.

Bondarenko IG, Kincekova J, Varady M, Konigova A, Kuchta M, Konakova G.

2009. Use of modified McMaster method for the diagnosis of intestinal

helminth infections and estimating parasitic egg load in human faecal

samples in non-endemics areas. J. Helminthol. 46 (1). pp 62-64.

Carpenter JW, Mashima TY. Rupiper DJ. 2001. Exotic Animal. Formulary, 2nd

ed. Philadelphia: WB Saunders.

Fontenot LW, Font WF. 1996. Helminth parasites of four species of aquatic snake

from two habitats in Southeastern Lousiana. J Helminthol. Soc. Wash. 63(1).

pp 66-75.

Foreyt WJ. 2001. Veterinary Parasitolgy: Reference Manual. Iowa (US): A

Blackwell Publishing

Glinz D, Silue KD, Knopp S, Louhourignon LK, Yao KP. 2010. Comparing

diagnostic accuracy of Kato-Katz, Koga Agar Plate, Ether-Concentration,

and FLOTAC for Schistosoma mansoni and soil-transmitted helminths.

PLoS Negl Trop Dis, 4 (7): e754 (1-20)

Iskandar DT, Colijn ED. 2002. A Checklist of Southeast Asia and New Guinean

Reptils Part 1; Serpentes. Binamitra. Jakarta.

Jacobson ER. 2007. Infectious Diseases and Pathology of Reptiles. United State

of America: CRC Press Taylor & Francis Group.

Klingenberg RJ. 2000. Reptile parasites. Prociding 2000 ARAV Conference, Reno

NV. pp 193-194.

Kusumamiharjda S. 1995. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan

Hewan Peliharaan di Indonesia. Bogor: Pusat Antara Universitas

Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Lapage G. 1962. Veterinary Helminthology and Entomology. 5th Ed. London:

Balliere, Tindal ancox, Inc.

Levecke M, Behnke JM, Ajjampur SSR, Albonico M, Geiger SM. 2011. A

comparison of the sensitivity and faecal egg counts of the McMaster egg

counting and Kato-Katz thick smear methods for soil-transmitted helminths.

J. PloS. Negl. Trop. Dis. 5(6). pp 31-35

Page 25: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

14

Mader DR. 2006. Reptile Medicine and Surgery. Philadelphia: WB Saunders.

Marlon R. 2014. Panduan Visual dan Identifikasi Lapangan 107+

Ular Indonesia.

Jakarta: Indonesia Nature and Wildlife Publishing. pp 42-43.

Mehrtens, JM. 1987. Living Snakes of The World in Color. Sterling Publishing

Co. Inc. New York.

Onggowaluyo JS. 2002. Parasitology Medik I Helminthology. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Rataj AV, Knific RL, Vlahovic K, Mavri U, and Dovc A. 2011. Parasites in pet

reptiles. J Acta Veterinarian Scandinavica 53:33. pp 6-8

Richardson DJ, Gross J, Smith MC. 2008. Comparison of Kato-Katz direct smear

and sodium nitrate flotation for detection of geohelminth infections. J.

BioOne Comparative Parasitology. 75(2). pp 339-341.

Shaikenov BS, Rysmukhambetova AT, Massenov B, Deplazes P, Mathis A,

Torgeson PR. 2004. Shot report: the use of a polymerase chain reaction to

detect Echinococcus granulosus (GI Strain) egg in soil sample. Am. J. Trop.

Med. Hyg. 71(4). pp 441-443.

Soulsby EJL. 1982. Helminths, Antropods, and Protozoa of Domesticated

Animals. London: Bailliere Tindall.

Sumanto D dan Hamidy FA. 1994. Studi efisiensi bahan untuk pemeriksaan

infeksi kecacingan metode flotasi NaCl jenuh menggunakan NaCl murni

dan garam dapur. J. Of Muhammadiyah University Semarang. 3(1). pp 2-4.

Taiwo VO, Alaka OO, Sadiq NA, and Adejinmi JO. 2002. Ascaridiosis in captive

reticulated python (Python reticulatus). J Afr. Biomed. Res. 5(1). pp 93-95.

Taylor MA, RL, Coop, RL, Wall. 2007. Veterinary Parasitology. UK: Blackwell

Publishing.

Telford SR Jr. 1971. Parasitic diseases of reptiles. J. Am Vet Med Assoc: 159. pp

1644–1652.

Tweedie MWF. 1984. The Snack of Malaya. Singapore National Printers.

Singapura.

Wolf D, Vrhovec MG, Failing K, Rossier C, Hermosilla C, and Pantchev N. 2014.

Diagnosis of gastrointestinal parasites in reptiles: comparison of two

coprological methods. J Acta Veterinarian Scandivica 56:44. pp 3-10

Page 26: RAHMAYANI · letak geografis Indonesia yang berada di antara dua kawasan persebaran fauna di dunia, ... jenis hayati Asia dan Australia. Indonesia terletak di daerah tropika yang

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palu tanggal 11 Juni 1993 dari ayah yang bernama

Muhammad Huffaz dan ibu yang bernama Niswan. Lahir sebagai anak sulung dari

4 bersaudara. Alamat asal penulis berada di Jalan Trans Sulawesi, Desa Tete A,

Kabupaten Tojo Una-Una, Palu, Sulawesi Tengah.

Sekolah lanjutan pertama diselesaikan pada tahun 2007, di Sekolah

Menengah Pertama Negeri 1 Ampana dan sekolah lanjutan atas diselesaikan pada

tahun 2010, di Sekolah Menengah Atas Negeri 72 Jakarta.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa aktif di

Institut Pertanian Bogor penulis mengikuti beberapa organisasi yaitu BEM FKH

IPB dan Himpunan Minat dan Profesi Satwaliar.