raden adipati ario danoesuegondo: biografi dan peran...
TRANSCRIPT
i
RADEN ADIPATI ARIO DANOESUEGONDO:
BIOGRAFI DAN PERAN KEAGAMAAN DI MAGELANG
1876-1939
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora
Oleh :
DEDI MAISURI
216-14-014
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dedi Maisuri
NIM : 216-14-014
Fakultas : Ushulluddin, Adab dan Humaniora
Jurusan : S1 Sejarah Peradaban Islam
Menyatakan bahwa Skripsi yang saya tulis benar-benar hasil karya ilmiah
sendiri, bukan merupakan jiplakan (plagiat) dari karya orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam penelitian ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik penulisan ilmiah.
Salatiga, 28 Maret 2018
Yang menyatakan
Dedi Maisuri
NIM. 216-14-014
iii
iv
v
MOTTO
Ingatlah bahwa setiap hari dalam sejarah kehidupan kita ditulis dengan tinta yang tak
dapat terhapus lagi.
(Thomas Carlyle)
vi
ABSTRAK
Dedi Maisuri, 2018. Raden Adipati Ario Danoesuegondo: Biografi dan Peran
Keagamaan di Magelang 1876-1939.Skripsi. Jurusan Sejarah Peradaban
Islam Fakultas Ushuluddin Adab, dan Humaniora. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. 2018. Pembimbing: Haryo Aji Nugroho, S. Sos., MA.
Kata kunci: Raden Adipati Ario Danoesuegondo, Bach Chaiban, Magelang.
Penelitian ini berusaha membahas tentang biografi Raden Adipati Ario
Danoesuegondo tahun 1876-1939 M. penelitian ini juga berusaha mengangkat peran
keagamaan, politik serta sosial dari Raden Adipati Ario Danoesuegondo dalam
pemerintahan Kabupaten Magelang. Dalam penelitian ini juga akan dipaparkan
mengenai perkembangan Islam jauh sebelum Raden Adipati Ario Danoesuegondo
menjabat sebagai bupati dan awal mula pembentukan admistratif kabupaten
Magelang.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dan menggunakan empat tahapan
metode sejarah yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Berdasarkan
metode tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa (1) Kabupaten Magelang
dibentuk oleh pemerintah Kolonial Inggris pada masa pengangkatan Danoeningrat I
(keturunan Bach Chaiban) hingga masa Raden Adipati Ario Danoesuegondo
memerintah. (2) Raden Adipati Ario Danoesuegondo merupakan keturunan dari
bupati ketiga yang memerintah Magelang. (3) Raden Adipati Ario Danoesuegondo
selain aktif dalam gerakan keagaaman di Magelang juga mempunyai pengaruh dalam
bidang politik dan sosial.
vii
ABSTRACT
Maisuri, Dedi.2018. Raden Adipati Danoesuegondo: the biography and Religious
Roles in the Magelang Regency in years 1879-1939 AD. Thesis, History of
Islamic Civilization Major,Ushuluddin, Adab and Humaniora Department of
State Institue of Islamic Studies Salatiga (IAIN Salatiga).2018.
Counselor : Haryo Aji Nugroho, S. Sos., MA.
Keyword: Raden Adipati Ario Danoesuegondo, Bach Chaiban, Magelang.
This research tried to discuss about thee biography of Raden Adipati Ario
Danoesuegondo in year 1876-1939 AD. In this research, researcher tried to raise the
religious, politic and also social roles of Raden Adipati Ario Danoesuegondo in the
reign of Magelang regency. Moreover, this research would describe about the
development of Islam before Raden served as the regent of Magelang regency.
Besides that, researcher also discussed about the beginning of administrative
formation of Magelang regency.
This research was descriptive analysis. This research used 4 stages of
historical method. There were heuristic, verification, interpretation, and also
historiography. Based on this method, researcher concluded that 1) Magelang regency
was formed by the British Colonial government during the lifting of Danoeningrat I
(the descendant of Bach Chaiban) until the reign of Raden Adipati Ario
Danoesuegondo. 2) Raden Adipati Ario Danoesuegondo is the descendant of the
third regent of Magelang regency. 3) Raden Adipati Ario Danoesuegondo other than
active in the religious field, he also has influenced in the field of politic and social in
the Magelang regency.
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
ة
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ز
ش
س
Alif
ba‟
ta‟
tsa
jim
ha
kha
dal
zal
ra‟
zai
sin
Tidak dilambangkan
b
t
ts
j
h
kh
d
z|
r
z
s
Tidak dilambangkan
be
te
es (dengantitik di atas)
je
ha (dengan titik di bawah)
ka dan ha
de
zet (dengan titik di atas)
er
zet
es
ix
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
و
و
ء
ي
syin
shad
dlad
tha
zha
„ain
ghain
fa
qaf
kaf
lam
mim
nun
waw
ha‟
hamzah
ya
sy
sh
dl
th
zh
„
gh
f
q
k
l
m
n
w
h
'
Y
es dan ye
es (dengan titik di bawah)
de (dengan titik di bawah)
te (dengan titik di bawah)
zet (dengan titik di bawah)
koma terbalik
ge
ef
qi
ka
„el
„em
„en
w
ha
apostrof
ye
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis Rangkap
Ditulis Muta'addidah يتعددة
x
Ditulis „iddah عدة
C. Ta’ marbutah di Akhir Kata ditulis h
حكة
عهة
كساية األونيبء
شكبة انفطس
Ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
'illah
Karāmah al-auliyā'
Zakāhal-fithri
D. Vokal Pendek
__ ___
فعم
_____
ذكس
_____
يرهت
fathah
kasrah
dhammah
Ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
A
fa'ala
i
żukira
u
yażhabu
E. Vokal Panjang
xi
Fathah + alif
جاهلية
Fathah + ya‟ mati
تنسى
Kasrah + ya‟ mati
كريم
Dhammah + wawumati
فروض
Ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
A
jāhiliyyah
ā
tansā
i
karim
ū
furūd
F. Vokal Rangkap
Fathah + ya‟ mati
بينكم
Fathah + wawumati
قول
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
Ai
bainakum
au
qaul
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan Apostrof
ااتى
اعدت
نئ شكستى
Ditulis
ditulis
ditulis
a’antum
u’iddat
la’insyakartum
H. Kata Sandang Alif + Lam
xii
Diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan
huruf "al".
انقسا
انقيبس
انسبء
انشس
Ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
al-Qur’ān
al-Qiyās
al-Samā’
al-Syam
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya.
ذوى انفسوض
اهم انسة
Ditulis
Ditulis
żawi al-furūd
ahl al-sunnah
xiii
KATA PENGANTAR
هللا انسح انسحيىثسى
د انههى صم عهى سيدب يح
Alhamdulillah penulis curahkan syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana
telah memberikan nikmat, taufik dan hidayah, serta inayahnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini tanpa ada halangan suatuapapun serta
membuat penelitian skripsi ini harus berhenti. Sholawat dan salam senantiasa penulis
panjatkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan
hidayah kepada kita semua hingga dapat keluar dari zaman jahiliyah hingga menuju
zaman terang benderang dan senantiasa kita nantikan syafaatnya di yaumil kiyamah
amin.
Skripsi ini ditulis untuk memperoleh gelar sarjana Humaniora dari jurusan
Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
Proses penyusunan telah melibatkan banyak pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
Pertama-tama rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rahmat
Hariyadi, MPd selaku Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Benny Ridwan, M.Hum
selaku Dekan Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora, Bapak Haryo Aji Nugroho,
S. Sos, MA. Selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan selaku
pembimbing Skripsi yang banyak memberikan kritik dan saran terhadap penulisan
Skripsi ini sehingga membuat skrispi ini menjadi lebih baik, bapak Adif Fahrizal
Arifyadiputra. MA. Serta seluruh staf pengajar Jurusan Sejarah Peradaban Islam yang
xiv
telah memberi ilmu pengetahuan selama kuliah, walaupun namanya tidak disebutkan
satu persatu, terima kasih juga ilmu yang didapat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Bapak
Fauzan dan Ibu Titik Tutiyah yang telah mendidik dan membimbing selama
bertahun-tahun, dan terus memberi motivasi kepada penulis serta selalu sabar menanti
keberhasilan penulis. Penulis juga berterima kasih kepada Romo KH. M. Nasikhun
selaku pengasuh Pondok As- Syafi‟iyah NU. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima
kasih kepada Kakak tercinta Evi Ngaviyah dan Ahmad Maghfur serta Adikku
tersayang Ikhsan Ngafwa dan segenap keluarga besar dan tidak lupa juga kepada
Adinda Mei Rina Dewi yang telah menemani selama penelitian.
Penulis juga berterima kasih pula kepada semua teman-teman Jurusan Sejarah
Peradaban Islam, teman-teman Komunitas Kota Tua Magelang, teman-teman
keluarga besar Padepokan Bangsal Kesatria yang telah memberikan semangatnya
kepada penulis dan menyusun laporan penelitian Skripsi ini. Serta semua pihak yang
bersangkutan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dari
segi moril material demi kelancaran penyelesaian laporan penelitian skripsi ini.
Semoga mereka terbalaskan semua jasa-jasanya dengan balasan yang lebih
baik lagi. Penulis berharap, skripsi ini bermanfaat khususnya bagi saya selaku penulis
dan penyusun dan umumnya bagi para pembaca.
Salatiga 28 Maret 2018
Penyusun
DEDI MAISURI
NIM.216-14-14
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………......... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………..…….……….... ii
HALAMAN PENGESAHAN …...……………………………………………...…. iii
HALAMAN MOTTO …………....………………………………………………... iv
ABSTRAK …………....………………………………………………………........ v
PEDOMAN TRANSLITERASI ………....………………………………………... vii
KATA PENGANTAR ………….................……………………………………….. xii
DAFTAR ISI …………………………....………………………………………..... xiv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………........ 1
B. Rumusan Masalah……………………………………….............................. 4
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………........ 5
D. Kajian Pustaka…………………………………………………………........ 5
E. Kerangka Konseptual…………………………………………………......... 8
F. Metode Penelitian……………………………………………………........... 10
G. Sistematika Penulisan…………………………………………………......... 19
BAB II : TERBENTUKNYA WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN
MAGELANG
A. Awal mula pembentukan Kabupaten Magelang ……......………………..... 21
B. Keluarga Danoeningrat dinasti Penguasa Magelang ..…………………....... 26
BAB III: BIOGRAFI R.A.A. DANOESUEGONDO SANG BUPATI
MAGELANG
A. Masa Kecil R.A.A. Danoesuegondo …………………………………......... 38
B. Masa Pendidikan R.A.A. Danoesuegondo ………………………….…....... 41
C. Masa Menjabat R.A.A. Danoesuegondo…..………………………….......... 43
xvi
BAB IV : R.A.A. DANOESUEGONDO DALAM KEAGAMAAN DI
MAGELANG
A. Gambaran Islam di daerah Magelang sebelumR.A.A Danoesuegondo......... 48
B. Keterlibatan R.A.A. Danoesuegondo dalam syiar Islam ...........…………... 50
C. Peran Politik R.A.A. Danoesuegondo …………………....…………........... 57
D. Peran Sosial R.A.A. Danoesuegondo …………………........................…… 62
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan...…………………………………………………………… 66
B. Saran …………....……………………………………………………....….. 68
DAFTAR PUSTAKA …………………….......………………………………....… 69
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M. Selama
kurang lebih 800 tahun lamanya Islam baru bisa diterima oleh masyarakat Jawa
karena pada saat itu kepercayaan masyarakat tentang animisme dan dinamisme
telah mendarah daging. Masyarakat mempercayai bahwa dunia ini ada yang
menjaga, ada yang memelihara dan ada pula yang merusaknya dengan simbol
Dewa Trimurti.1
Kepercayaan ini telah berlangsung berabad-abad lamanya mulai dari
kerajaan Kutai Kartanegara hingga Majapahit. Pada masa kerajaan Kutai
Kertanegara sampai dengan Majapahit merupakan waktu yang sangat lama untuk
pendoktrinan sebuah ajaran agama yaitu Hindu dan Budha. Oleh sebab itu,
kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tentang Dewa dan Dewi merupakan
kepercayaan yang keras dan sulit untuk diubah karena sistem doktrin nenek
moyang dan para leluhur sebagai doktrin fanatisme.2
Proses masuknya Islam di Indonesia dari perspektif perkembangan
nampaknya dapat dikompromikan bahwa Islam di Jawa mengalami tiga tahap.
Pertama, masa awal masuknya Islam ke wilayah Indonesia terjadi pada abad VII
M. Kedua, masa penyebaran keberbagai pelosok dilaksanakan pada abad VII
1 Haris Dariyono.2006.Dari majapahit menuju pondok pesantren. (Tulungagung: Surya Alam
Mandiri). hlm. 106.
2 Ibid. hlm. 107-108.
2
sampai XIIII M. Ketiga, masa perkembangan yang terjadi mulai abad XIII M
dan seterusnya. Sedangkan sejarah Jawa akhir abad ke-15 hingga abad ke-16
mempunyai arti penting bagi perkembangan Islam. Setidaknya hal ini bisa dilihat
dari dua sisi. Pertama, sebagai masa peralihan dari sistem politik Hindu Budha
yang berpusat di pedalaman Jawa Timur ke sistem sosial politik Islam yang
berpusat di pesisir Jawa Tengah. Kedua, sebagai puncak Islamisasi di Jawa yang
dilakukan oleh para wali.3
Menurut Graff, seperti yang di kutip Nur Syam berdasarkan atas studinya
terhadap cerita Islamisasi di Nusantara dapat dibedakan menjadi tiga tahap
metode penyebaran Islam, yaitu oleh pedagang muslim dalam jalur perdagangan
yang damai, oleh para da‟i dan orang suci (wali) yang datang dari India dan Arab
yang sengaja mengislamkan masyarakat.4 Artinya usaha penyebaran Islam di
Indonesia khususnya pulau Jawa dengan berbagai usaha sehingga dapat masuk
diberbagai lini.
Salah satu teori tentang penyebaran Islam adalah dilakukan oleh penguasa.
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya ketika seseorang menguasai sebuah wilayah
maka secara tidak langsung orang tersebut akan menguasai semua lini yang ada
di daerah tersebut, baik secara sosial agama, politik, perekonomian, dan juga
hukum. Nampaknya penyebaran inilah yang sangat mendominasi di daerah
3 Dewi Evi Anita, Walisongo: Mengsilamkan Tanah Jawa, Wahana Akademika, vol. 1. No.2,
Oktober 2014. hlm.264.
4 Nur Syam.2005.Islam Pesisir. (Yogyakarta: LkiS). hlm. 63.
3
Magelang, yang membuat peneliti tertarik dengan proses politiknya Magelang
bisa dikuasai Islam dengan cepat.
Alasan lain sebab peneliti tertarik untuk meneliti R.A.A. Danoesuegondo
karena peneliti sendiri merupakan salah seorang dari putra daerah tersebut secara
tidak langsung peneliti merasa terpanggil untuk mengetahui lebih dalam tentang
sejarah lokal yang berkaitan dengan sosok kharismatik R.A.A. Danoesuegondo
tersebut. Kuntowijoyo mengatakan bahwa salah satu alasan pemilihan topik
karena kedekatan Emosional yang artinya peneliti berasal dari daerah yang sama
dengan tempat atau tokoh yang akan diteliti dalam rangka berbakti pada tempat
kelahiran.5
Selain itu, menurut peneliti dengan mengetahui sejarah para leluhur,
merupakan sebuah batu loncatan sekaligus cermin masa lalu di mana kesejarahan
yang jelek jangan sampai terulang di masa sekarang maupun mendatang, dan
yang baik harapanya bisa mengulangnya di masa sekarang maupun di masa yang
akan datang.
Alasan berikutnya yang membuat peneliti tertarik melakukan penelitian
terhadap R.A.A. Danoesuegondo yaitu pada masa inilah Magelang dikatakan
memulai peradaban maju baik di bidang politk, Islam dan Sosial, bahkan R.A.A.
Danoesuegondo adalah trach terakhir dari dinasti Bach Chaiban. Hal itulah yang
ingin peneliti ungkap lebih mendalam, dengan menggunakan metode ilmiah dan
5 Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta: Tiara Wacana). hlm. 70.
4
kajian sejarah, sehingga dapat menjadi suatu pengetahuan yang baru dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis.
Peneliti mengambil tahun 1876 dikarenakan pada tahun 1876 R.A.A.
Danoesuegondo dilahirkan pada tahun tersebut hingga mengalami masa
keemasan, salah satunya menjadi bupati di Magelang . Untuk pembatasan waktu
penulis mengambil hingga tahun 1939 karena pada tahun inilah bupati kelima
Raden Adipati Ario Danoesuegondo berakhir dari jabatannya sebagai bupati di
Magelang. Melalui peran bupati Raden Adipati Ario Danoesuegondo inilah
penulis mempunyai tujuan untuk mejadikan bahan penelitian skripsi dengan
judul Raden Adipati Ario Danoesuegondo: Biografi dan peran keagamaan di
Magelang tahun 1876-1939.
B. Rumusan Masalah
Setelah dijelaskan ruang lingkup persoalan yang termasuk dalam
penelitian, maka dapat ditetapkan pokok masalahyang menjadi fokus kajian
dalam penelitian ini. Sehingga fokus permasalahan akan menajadi lebih jelas dan
akan lebih mudah merumuskannya.
1) Bagaimana latar belakang pembentukan kabupaten Magelang pada
tahun 1811?
2) Bagaimana riwayat hidup R.A.A. Danoesuegondo?
5
3) Bagaimana peran R.A.A. Danoesuegondo bagi perkembangan
peradaban Islam di Magelang selama kepemimpinannya sebagai
bupati Magelang tahun 1908-1939?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah:
1. Menguraikan pembentukkan wilayah administratif Kabupaten
Magelang pada tahun 1811.
2. Mendiskripsikan riwayat hidup R.A.A Danoesuegondo.
3. Menjelaskan peran R.A.A. Danoesuegondo dalam perkembangan
peradaban Islam di Magelang selama kepemimpinannya sebagai
bupati Magelang tahun 1908-1939.
D. Kajian Pustaka
Penulis menemukan beberapa pustaka yang pernah ditulis, pertama yaitu
buku W. C. Van den Berg, dalam bukunya Hadramaut dan Koloni Arab di
Nusantara, yang di terbitkan oleh INIS menjelaskan tentang kiprah orang-orang
Hadramaut yang mensyiarkan agama Islam di Nusantara. Selain dari itu Van den
Berg menyoroti saat banyaknya imigran Hadramaut yang berdatangan , tetapi
dalam buku Van den Berg tidak menjelaskan bagaimana keturunan dari Sayyid
6
Abd ar-Rahman bin Muhammad Bach Chaiban melakukan misi pengembangan
Islam di wilayah Jawa abad ke-20.6
Dalam buku Islam dan Keturunan Arab dalam pemberontakan melawan
Belanda, juga di kemukakan hal yang sama hanya sedikit menyinggung tentang
peran Hadramaut tidak secara jelas menguraikan tentang keluarga Bach
Chaiban.7 Dalam buku karya Karel Steenbrink yang diterjemahkan oleh Yosef
Maria Florisan, juga menjelaskan peran orang Hadramaut dari keluarga Bach
Chaiban R.A.A. Danoesuegondo yang mana Danoesuegondo mengajukan
keberatan atas subsidi pemerintah yang belimpah ruah demi kepentingan misi.8
Sama halnya dengan tulisan Karel Steenbrink dalam bukunya Berbareng
Bergerak, Soewarsono, menjelaskan ikut sertanya R.A.A. Danoesuegondo salah
satu keluarga dari Bach Chaiban dari Hadramaut dalam organisasi Indie
Weerbaar, tetapi dalam penulisannya tidak dijelaskan mengenai bagaimana peran
serta kontribusi dari R.A.A. Danoesuegondo mengenai peran dalam
keagamaannya.9 Gamal Komandoko juga menjelaskan dalam buku Budi Utomo
Awal Kebangkitan Kesadaran Bangsa10
, penjelasan dalam buku ini berkaitan
dengan peran R.A.A. Danoesuegondo yang pernah berkiprah dalam organisasi
6 Van den berg.1989.Hadramaut dan Koloni Arab dan Nusantara, (Jakarta: INIS). hlm. 149.
7 Hamid Al Gadri.1984.Islam dan keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda.
(Bandung: IKAPI). hlm. 59.
8
Karel Steenbrink.2006.Orang-orang Katolik di Indonesia 1808-1942, (Yogyakarta:
Ledalero). hlm. 107-108.
9
Soewarsono.2000.Berbareng Bergerak sepengal riwayat dan pemikiran Semaoen,
(Yogyakarta:LKIS). hlm.32
10
Gamal Komandoko.2008.Boedi Oetomo Awal kebangkitan kesadaran bangsa, (Jakarta:
Medpress). hlm. 16.
7
Budi Utomo. Tidak secara khusus menjelaskan bagaimana peran R.A.A.
Danoesuegondo dalam peran sosial, politik dan keagamaan.
Pustaka selanjutnya R.Ay. Sri Woelan Persudi, dalam buku Sejarah dan
Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat, menjelaskan secara singkat bagaimana
keluarga Bach Chaiban datang dari Hadramaut ke Nusantara membawa misi
untuk menyebaran agama Islam. Dalam buku tersebut juga menjelaskan
keluarga Bach Chaiban dimana dari keturunan pertama sampai kelima menjabat
sebagai bupati Magelang.11
Dalam buku Notes on Java‟s Regent Families
karangan Heather Satherland menguraikan catatan beberapa peran bupati di
Jawa sampai dengan silsilah keluarga dari bupati. Heather Sutherland tidak
secara jelas menguraikan bagaimana kiprah bupati yang ada di Jawa khususnya
di wilayah Magelang.12
Pustaka selanjutnya dari tesis Tri Indah Lestari dari UGM Yogyakarta
dengan judul Pariwisata di Magelang pada masa Kolonial (1926-1942). Tesis ini
menjelaskan dengan jelas tentang keadaan tempat pariwisata Magelang dan
peralihan bupati. Tesis tidak menjelaskan adanya peran bupati, hanya sebatas
peralihan kekuasaan dalam kurun waktu yang ditentukan saja. Tesis ini juga
tidak menjelaskan tentang adanya kiprah bupati baik dalam bidang keagamaan,
11 Sri Woelan Persudi.1999.Sejarah dan Silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 5-7.
12
Heather Sutherland, Notes on Java’s Regent Families, part II. hlm. 6-7.
8
politik hingga sosial khususnya mengenai bupati R.A.A. Danoesuegondo. Dari
sinilah letak perbedaan antara kedua tulisan tersebut.13
E. Kerangka Konseptual
Untuk memahami penelitian dalam skripsi ini penulis menggunakan konsep
peranan yang dimana menggunakan pendekatan biografi dalam melakukan
penelitian ini.
Setiap biografi seharusnya mengandung empat hal, yaitu (1) kepribadian
tokohnya, (2) kekuatan sosial yang mendukung, (3) lukisan sejarah zamannya,
dan (4) keberuntungan dan kesempatan yang datang. Pertama, kepribadian
sangat ditonjolkan bagi mereka yang menganut Hero in History.14
Bahwa sejarah
adalah kumpulan dari biografi. Kedua, Marxisme sangat mendukung anggapan
bahwa kekuatan sosiallah yang berperan, bukan perorangan. Ketiga, melukiskan
zaman yang memungkinkan seseorang muncul lebih penting dari pada pribadi
atau kekuatan sosial yang mendukung. Keempat, para tokoh muncul berkat
adanya faktor luck, coincidence, atau chance dalam sejarah.15
Sehubungan dengan kepribadian tokoh, sebuah biografi perlu memperhatikan
adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosial-budaya, dan
perkembangan diri.16
Dengan demikian, perlu adanya konsep ataupun teori
13
Indah Tri Lestari.Pariwisata di Magelang pada Masa Kolonial (1926-1942), Tesis,
Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 2010. hlm. 17.
14
Kuntowijoyo.2003.Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana). hlm. 203.
15
Ibid. hlm. 204.
16 Ibid. hlm. 207.
9
pembahasan mengenai peran bupati Magelang yang akan dibahas dalam skripsi
ini.
Pendekatan pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
biografi kolektif (prosopography), yaitu pendekatan yang berusaha memahami
dan mendalami kepribadian sekelompok orang yang mempunyai karakteristik
latar belakang yang sama dengan mempelajari kehidupan meraka. Latar belakang
yang sama yang berarti meliputi zaman (rentang waktu, abad, tahun), persamaan
nasib, kedudukan ekonomi, persamaan pekerjaan, persamaan pemikiran, dan
peristiwa yang sama. Dalam praktik penelitian ada dua pendekatan terhadap
biografi kolektif, yaitu pendekatan elitis dan pendekatan massa. Pendekatan elitis
bertujuan untuk mengungkap kehidupan tokoh-tokoh sejarah yang terkenal,
sedangkan pendekatan massa mengungkap kehidupan massa yang tidak dikenal.
Penulis disini menggunakan pendekatan elitis yang bertujuan mengungkap
kepribadian R.A.A. Danoesuegondo berdasarkan latar belakang lingkungan
sosial kultural di mana R.A.A. Danoesuegondo dibesarkan.
Pendekatan kedua yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah
peranan sosial yang dikemukakan Erving Goffman. Menurut teori ini, peranan
sosial adalah salah satu konsep sosiologi yang paling sentral yang didefinisikan
dalam pengertian pola-pola atau norma-norma perilaku yang diharapkan dari
orang yang menduduki posisi tertentu dalam struktur sosial.17
Peranan yang
dilakukan oleh seseorang dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi unsur-
17
Peter Burke.2001.Sejarah dan Teori Sosial, terj. Mestika Zed dan Zulfami (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia). hlm. 69.
10
unsur yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat sebagai organisasi, dan dapat dikatakan sebagai
individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.18
Teori tersebut digunakan
penulis dalam mengungkapkan peranan yang dilakukan oleh R.A.A.
Danoesuegondo sebagai bupati Magelang tahun 1908 sampai 1939.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian secara terminologi terdiri dari dua kata metode dan
penelitian. Kata metode pada awalnya berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos
yang berarti cara atau jalan menuju, sedangkan penelitian yaitu suatu proses
pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis guna untuk
memperoleh suatu informasi untuk tujuan tertentu. Metode penelitian secara
umum menurut Sugiyono19
adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan menjadi
suatu pengetahuan tertentu sehingga dalam gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. Jadi metode penelitian
adalah suatu cara untuk menemukan suatu bukti dan mengolahnya menjadi suatu
pengetahuan baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
18
Soerjono Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada).
hlm. 213.
19
Sugiyono.2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, R&D
(Bandung: alfabeta). hlm. 6.
11
Ilmu sejarah memiliki metode penilitian sendiri. Menurut Gilbert J.
Garragan, S.J.20
, metode penelitian sejarah yaitu seperangkat asa dan aturan yang
sistematik yang di desain guna membantu secara efektif mengumpulkan sumber-
sumber sejarah, menilainya secara kritis, dan menyajikan secara sintesis hasil-
hasil yang dapatkannya dalam bentuk tertulis.
Metode penelitian itu terdiri dari empat tahap utama yang pertama, yaitu:
pengumpulan data (Heuristik), kritik sumber (Verifikasi), analisa (Interpretasi),
dan penulisan (Historiografi).21
1. Heuristik
Pengumpulan data atau heuristik merupakan langkah awal dalam melakukan
penelitian sejarah. Heuristik adalah teknik untuk memperoleh dan
mengumpulkan data-data yang didapat berupa data tertulis. Data sejarah yang
berupa data tertulis dapat diperoleh dengan cara dokumentasi. Penulis
menggunakan sumber berupa manuskrip, majalah, koran, dokumen-dokumen dan
internet yang berkaitan langsung dan tidak langsung, sumber lainnya berupa
sember lisan yang dalam penelitian ini masih dapat dijangkau. Dalam hal
pencarian sumber penulis mencari ke berbagai perpustakaan diantaranya,
Perpustakaan UGM, Perpustakaan Kota Magelang, Perpustakaan dan Arsip
Kabupaten Magelang, Perpustaaan IAIN Salatiga, Perpustakaan UIN Yogyakarta
20
Gilbert J. Garragan, S.J. 1957. A Guide to Historical Method. (New York.Fordham
Univercity Press). hlm. 33.
21
Philippe carrard, 1992. Poetics The New History. Frenchhistorical Discourse From
Braudel To Chartier, (London : the johns Hopkins university Press, Baltimore). hlm. 2-4.
12
, Perpustakaan dan Arsip Jawa Tengah, Perpustakaan dan Arsip Temanggung,
penulis juga mencari sumber ke keluarga yang masih berkaitan dengan R.A.A.
Danoesuegondo, serta mencari arsip ke daerah Tuguran yang masih mempunyai
nasab hingga Danoeningrat I.
Sumber-sumber primer yang didapatkan sebagai berikut:
a. Sumber Tulisan
Sumber Primer :
1. Manuskrip tulisan aksara Jawa R.A.A. Danoesuegondo manuskrip ini
menjelaskan situasi dan kondisi Magelang pada masa kedudukan
Belanda. Manuskrip ini didapatkan dari salah satu keluarga R.A.A.
Danoesuegondo.
2. Majalah Midelpunt Van den tuin Van Java terbitan tahun 1936.
Menjelaskan bagaimana kedudukan Belanda di Magelang serta peran
bupati Danoeningrat I dalam menjalankan misinya sebagai bupati.
Majalah ini penulis dapatkan dari internet yang sudah terdigitalisasi
dan dipublikasikan dengan akses bebas dengan alamat web
http://colonialarchitecture.eu/islandora/object/uuid%3Afa1be609-cfb6-
4a6b-90b7-cceec5cb12fb/datastream/PDF/view. yang diakses pada
tanggal 20 Oktober 2017 pukul 19:20.
3. Majalah Locale Belangen terbitan 16 Oktober 1929, majalah ini
menjelaskan tentang pengangkatan beberapa dewan rakyat yang
13
diletakkan di beberapa wilayah di Jawa. Majalah ini penulis dapatan
dari internet yang sudah terdigitalisasi dan dipublikasikan dengan
akses bebas dengan alamat web
http://colonialarchitecture.eu/islandora/object/uuid%3Adb0935a9-
08d5-4ac1-ab39-c8a582fe7c39/datastream/PDF/view yang diakeses
pada tanggal 03 Januari 2018 pukul 17:47.
4. Koran terbitan Nedherlandchs doonderdag 15 Agustus 1935. Isi dalam
koran adalah menjelaskan bagaimana Raden Ario Adipati
Danoesuegondo dalam perjalanan Volkraad di negeri Belanda. Koran
ini penulis dapatan dari internet yang sudah terdigitalisasi dan
dipublikasikan dengan akses bebas dengan alamat web
http://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010226354:mpeg21:pdf yang
diakses pada tanggal 20 Desember 2017 pukul 21:40.
5. Majalah Indie Weerbaar terbitan tahun 1917 karya W.V. Remrev. Isi
dalam majalah adalah menjelaskan bagaimana peran serta keterkaitan
dari perwakilan-perwakilan dari Jawa pada masa sidang Volksraad.
Majalah ini penulis dapatan dari internet yang sudah terdigitalisasi dan
dipublikasikan dengan akses bebas dengan alamat web
http://lessmuseum.bibliotheekarnhem.nl/books/mppdfbestanden/LM01
274.pdf diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul 01:45.
6. Sumatra Post terbitan tahun 1939. Koran tersebut menjelaskan
mengenai adannya dugaan penyelewengan penyalahgunaan gas desa
14
pada wilayah sehingga pemerintahan kolonial Belanda pada waktu itu
memberitakan bahwa R.A.A. Danoesuegondo harus di berhentikan.
Koran ini penulis dapatkan dari internet yang sudah terdigitalisasi dan
dipublikasikan dengan akses bebas dengan alamat Sumatra Post.13
Februari 1939.
https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=danoesoegondo+regent
&coll=ddd&page=1&facets%5Bspatial%5D%5B%5D=Nederlands-
Indi%C3%AB+%7C+Indonesi%C3%AB&identifier=ddd%3A010227
036%3Ampeg21%3Aa0145&resultsidentifier=ddd%3A010227036%3
Ampeg21%3Aa0145.
28 Maret 2018 16.41 WIB.
7. Majalah Maandblad voor Midden Java terbitan tahun 1935. Majalah
ini berisi mengenai pendirian Masjid Magelang yang dilakukan oleh
bupati Danoeningrat serta pembahasan mengenai perombakan besar
Masjid oleh Danoesuegondo. Majalah ini penulis dapatkan dari
Komunitas Kota Tua Magelang.
8. Majalah Vooruit terbitan bulan November 1935. Pembahasan isi dalam
majalah adalah mengenai pendirian negeri Magelang serta perjalanan
renovasi Masjid Magelang pada awal berdiri hingga renovasi yang
dilakukan R.A.A. Danoesuegondo. Majalah ini penulis dapatkan dari
H. Hasan yang masih mempunyai keterkaitan dengan keluarga
Danoeningrat yang ada di Tuguran Magelang.
15
Sumber sekunder adalah kesaksian siapapun yang bukan merupakan saksi
mata, yakni seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Sumber
sekunder yang digunakan berupa buku-buku, karya ilmiah dan beberapa
sejarawan atau peneliti yang mengadakan pembahasan terhadap masalah yang
sama atau mempunyai kedekatan yang sama dengan pendukung. Adapun sumber
sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain:
Buku Van Den Berg Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, buku
Hamid Algadri Islam dan Keturunan Arab, buku Karel Steenbrink Orang-orang
Katolik di Indonesia 1808-1942, buku Sri Woelan Persudi Sejarah dan Keluarga
Danoeningrat, buku Heather Satherland “Notes on Java‟s Regent.
2. Kritik sumber adalah usaha dan upaya penyelidikian apakah jejak-
jejak yang ditemukan, setelah heuristik benar adanya, betul–betul dapat
dijadikan bahan penulisan. Kritik sumber ada dua macam, yaitu :
a) Kritik Eksternal
Kritik ekstern menurut Helius Sjamsudin22
, kritik eksternal adalah
melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber
sejarah. Apakah fakta peninggalan atau dokumen itu merupakan yang
sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat dipergunakan untuk menguji
keaslian tersebut, misalnya meneliti otensitas sumber dengan meneliti
keaslian buku meliputi sumber tanggal waktu dan pengarangnya. Dari sejauh
ini, yang penulis gunakan untuk kritik eksternal itu mepiluti kualitas suatu
22 Helius Sjamsuddin. 2012. Metodologi Sejarah, (Yogyakarta : Ombak ). hlm. 104
16
sumber dan bentuk serta kondisi suatu sumber secara kasat mata. Dan ada
beberapa sumber yang penulis kritik dengan menyamakan data-data
arkeologisnya.
b) Kritik Internal
Setelah mendapat suatu dokumen dan dengan diuji melalui kritik
eksternal maka selanjutnya dilakukan dengan Kritik internal, menurut
Daliman23
adalah kegiatan menguji jejak-jejak masa lampau sehingga
diketahui kebenarannya. Meskipun dokumen itu asli, tetapi apakah
mengungkapkan gambaran yang benar, bagaimana mengenai penulis dan
penciptanya, apakah ia jujur, adil dan benar-benar memahami faktanya, dan
banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul seperti diatas. Maka sejarawan bisa
memandang data tersebut sebagai bukti sejarah yang sangat berharga untuk
ditelaah secara serius. Untuk kritik internal dokumen ini, penulis mengujinya
dengan mempertimbangkan aspek isi dari semua sumber yang diperoleh dari
lapangan tentang R.A.A. Danoesuegondo serta Islam di Magelang pada masa
Belanda. Info tentang R.A.A Danoesoegondo tidak bisa semua terlacak dari
sumber primer yang penulis dapatkan. Penulis terpaksa harus menggunakan
sumber sekunder diantaranya wawancara dengan informan yang tidak
sezaman dengan R.A.A Danoesuegondo. Wawancara dilakukan dengan
Wulandari merupakan cicit dari R.A.A Danoesoegondo kemudian wawancara
dengan KH Mastur salah satu menantu KH Sirad.
23 A. Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta : Ombak). hlm. 73.
17
3. Analisis Sumber (Interpretasi)
Tahap ketiga adalah interpretasi atau penafsiran sejarah. Menurut
Daliman, interpretasi adalah menafsirkan atau memberi makna terhadap fakta-
fakta ataupun bukti-bukti sejarah untuk kemudian dilanjutkan ke proses
historiografi.24
Dalam tahap ini dilakukan analisis berdasarkan data-data yang
diperoleh, yang akhirnya dihasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penulisan
yang utuh, atau disebut dengan historiografi. Setelah penulis
mengkomunikasikan hasil penelitiannya, maka disebut tulisan atau karya
sejarah. Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta
tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari
berbagai fakta yang ada, kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan
struktur. Fakta yang ada ditafsirkan, sehingga ditemukan struktur logisnya
berdasarkan fakta yang ada, selanjutnya untuk menghindari suatu penafsiran
yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis,
interpretasi yang bersifat deskriptif saja belum cukup. Dalam perkembangan
terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang
digunakan dan berusaha menganalisis peristiwa tersebut. Agar menjadi sebuah
penelitian yang menarik, peneliti harus menyajikannya dengan penelitian
berbasis deskriptif analitis. Setelah peneliti mendapatkan sumber dan
melakukan kritik, semua sumber yang dianggap relevan dengan penelitian
tentang R.A.A. Danoesuegondo ini, peneliti melakukan interpretasi dengan
kaidah-kaidah yang sesuai dengan prosedur. Sebagai contoh setelah
24
Ibdi. hlm. 73.
18
memperoleh majalah Indie Weerbaar peneliti melakukan kritik baik internal
maupun eksternal setelah itu melakukan penafsiran dengan berdasarkan
prosedur yang berlaku.
4. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Setelah melakukan proses interpretasi dan analisis, proses kerja
mencapai tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses
penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain
dapat disatukan, sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis
dalam bentuk narasi kronologis. Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan
intelektual dan ini suatu cara yang utama untuk memahami sejarah.25
Historiografi atau penyajian adalah lukisan sejarah, gambaran sejarah
tentang peristiwa masa lalu yang disebut sejarah. Penyajian penelitian ini
hendaknya mampu memberikan gambaran mengenai proses penelitian dari
awal sampai penarikan kesimpulan. Historiografi merupakan tahap akhir
dalam penulisan sejarah. Pada tahap ini penulis sejarah memerlukan
kemampuan-kemampuan tertentu untuk menjaga standar mutu citera sejarah.
Tahap ini merupakan tahap akhir untuk menyajikan semua fakta ke dalam
bentuk tulisan skripsi yang berjudul Raden Adipati Ario Danoesuegondo:
biografi dan peran keagamaan di Magelang tahun 1876-1939.
25
Paul Veyne, Writing History. 1984. Essay on Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina
moore-rinvolucri, Middletown,connect,(Wesleyan Univercity Press). hlm. 121.
19
G. Sistematika Penulisan
Sistematika ini disusun sebagai penjabaran dari daftar isi atau outline.
Dalam Bab I peneliti akan menguraikan tentang Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Ruang Lingkup, Kajian Pustaka,
Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Itu semua
merupakan proposal yang berisi gambaran dan penjabaran secara singkat
tentang penelitian yang akan peneliti lakukan.
Bab II menguraikan tentang sejarah singkat Magelang, yang meliputi
sejarah pembentukan kabupaten Magelang dan bagaimana sejarah Keluarga
Danoeningrat dinasti penguasa Magelang.
Bab III memaparkan biografi serta peran R.A.A. Danoesuegondo dari
sejak kecil dan masa pendidikan serta menguraikan akhir peranan dalam
menjabat sebagai bupati Magelang.
Bab IV menguraikan R.A.A. Danoesuegondo dalam syiar agama Islam.
Secara khusus mengenai Islam di Magelang masa sebelum bupati R.A.A.
Danoesuegondo dan membahas keterlibatan R.A.A. Danoesuegondo dalam
Syiar Islam di Magelang serta menjelaskan peran R.A.A. Danoesuegondo
dalam bidang politik dan sosial.
Bab V berisi penutup yang memuat Keimpulan dan Saran.
20
BAB II
TERBENTUKNYA WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN
MAGELANG
A. Awal Mula Pembentukan Kabupaten Magelang
Daerah Magelang saat ini berada di tengah-tengah wilayah provinsi Jawa
Tengah.26
Wilayah Magelang berada di bagian tengah kawasan eks Karesidenan
Kedu. Pada zaman kolonial daerah ini masih dikelilingi oleh empat Gunung, yaitu
Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan
dialiri oleh sungai Elo dan sungai Progo sehingga menyajikan pemandangan
indah bagi orang-orang asing yang tinggal di daerah ini. Orang-orang Belanda
menyebut Magelang dengan sebutan “Mooi Magelang” (Bila diterjemahkan
bebas Moi Magelang berarti Magelang indah).27
Pada awal abad ke-17 wilayah Magelang saat itu masih menjadi wilayah
Kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan Panembahan Senopati,
kemudian menjadi wilayah Kesultanan Yogyakarta setelah ditandatangani
Perjanjian Giyanti yang pada tanggal 13 Februari 1755 M oleh pihak Kolonial
Belanda, Paku Buwono III dan Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian tersebut
26
Pemerintah Kota Magelang.1936. Magelang, Middelpunt van den Tuin van Java,
Pemerintah Kota Magelang 1936. hlm. 2.
27
Ibid. hlm. 1.
21
Kerajaan Mataram dibagi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan
Yogyakarta.28
Istilah Magelang sendiri baru mulai dibicarakan orang pada permulaan abad
ke-19 M, dahulu wilayah ini disebut dengan “Kebondalem”29
yang diperintah
oleh seorang “Demang” nama Kebondalem masih dapat ditemui di suatu wilayah
perkampungan yang ada di kelurahan Petrobangsan. Sisa Kebondalem di
antaranya kebun kopi (menjadi kampong Botton Kopen di Kelurahan Magelang),
kebun kemiri (menjadi Kampung Kemirikerep di kelurahan Kemirirejo) dan nama
(Kampung Megarsari) di kaki Bukit Tidar.30
Pada Januari 1807 Herman Willem Deandels diangkat menjadi Gubernur
Jenderal, Herman Willem Deandels dikenal sebagai Gubernur yang keras dan
tangan besi sehingga menyebabkan bentrokan dengan Sultan Hamengku Buwono
II. Deandels membagi wilayah pemerintahannya dalam wilayah yang dikepalai
oleh seorang Residen. Satu wilayah memiliki beberapa kabupaten, yang dikepalai
oleh seorang bupati.31
Pada awal tahun 1811 Gubernur Jendral Deandels diserang armada Inggris
yang dipimpin oleh Lord Minto yang merupakan Gubernur Jendral Inggris di
28
Indah Tri Lestari.2010.Pariwisata di Magelang pada Masa Kolonial (1926-1942), Tesis,
Universitas Gajah Mada Yogyakarta. hlm. 17.
29 Kebondalem artinya kebun raja karena wilayah ini merupakan kebun milik raja Susuhunan
Surakarta.
30
Pemerintah Kota Magelang.1936. hlm. 3. 31
Indah Tri Lestari, Pariwisata di Magelang pada masa kolonial. hlm. 18.
22
India. Penyerangan ini menimbulkan lahirnya perjanjian Tuntang32
yang isinya
pemerintah Kolonial Hindia Belanda menyerahkan wilayah Hindia Belanda
kepada pemerintah Kolonial Inggris. Setelah memenangkan perang Lord Minto
ditarik kembali ke India dan digantikan oleh Gubernur ahli pemerintahan yaitu
Jenderal Thomas Stamford Raffles. Kedatangan Raffles di pulau Jawa mendapat
tantangan dari para raja di tanah Jawa. Untuk meredam tantangan dari para raja,
Raffles mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis dalam bidang pemerintahan.
Seperti wilayah pulau Jawa dibagi menjadi enam belas Karesidenan yang
dipimpin seorang Residen (orang asing) dan di bawahnya ada kabupaten-
kabupaten yang dikepalai oleh bupati (pribumi), serta kebijakan sewa tanah.33
Kebijakan ini menjadi dasar pengangkatan dan pergantian bupati di beberapa
wilayah. bupati era keraton atau versi kerajaan yang tidak mau loyal akan diganti
oleh Raffles.
Kebijakan ini ditentang oleh Raja Mataram Sultan Sepuh34
Hamengkubuwono II yang tidak mau tunduk kepada Inggris, Keraton menyebut
perang ini sebagai Geger Sepei yang menimbulkan kekalahan di pihak kesultanan
Mataram. Sultan Sepuh pun dibuang Inggris ke Amboina35
dan mengangkat putra
32
Berlangsungya perjanjian itu di desa Tuntang yang saat ini daerah tersebut berada di bawah
kecamatan Tuntang,kabupaten Semarang. Disebut dengan perjanjian Tuntang karena perjanjian itu
dilangsungkan di Tuntang. Tempat ini dipilih karena merupakan tempat peristirahatan para pembesar
Hindia Belanda.
33
M.C. Riclefs.2008. Sejarah Indonesia Modern, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta). hlm. 243.
34
Yang disebut Sultan Sepuh yaitu Gusti Raden Mas Sundoro atau Sultan Hamengkubuwana
II yang memerintah tahun 1812 di periode pertama.
35
Amboina wilayah yang sekarang menajadi daerah Ambon.
23
Sultan Sepuh yaitu Raden Mas Surojo sebagai Sultan di Kesultanan Yogyakarta,
dan termasuk Keraton Surakarta yang juga memiliki nasib sama,36
Dimana kraton
yang kalah berperang dengan Inggris kompensasinya harus menyerahkan wilayah
Magelang ke pemerintahan Inggris.
Pada tahun 1811 Magelang dijadikan sebuah ibu Negara atau disebut
Kabupaten. Kepala pemerintahan di wilayah Magelang pun dipilih langsung oleh
Inggris. Bupati pertama pada waktu itu adalah Alwi‟ yang merupakan salah satu
keturunan dinasti Bach Chaiban dari Hadramaut. Setelah menjabat Alwi
mendapat gelar Mas Ngabei Danoekromo.37
Semenjak pengangkatan Danoekromo, maka Kabupaten Magelang telah
resmi berdiri di bawah pimpinan Inggris, Inggris menetapkan penguasa dan
membagi wilayah-wilayah di Indonesia dengan harapan agar lebih mudah
melakukan sistem pengaturan pemerintahan, hal ini telah di jelaskan oleh Petter
Carey, Inggris mengalami masalah yang sangat rumit. Berbagai masalah tersebut
diantaranya dari kondisi keuangan yang sangat buruk karena budaya yang
ditinggalkan oleh Belanda yaitu budaya korupsi, membuat Raffles harus
36
Purwowijoyo.1985.Babad Ponorogo¸jilid VII, (Ponorogo: Dinas pariwisata dan Seni
Budaya). hlm. 45.
37 Majalah “Magelang Vooruit”, 1935. hlm. 3.
24
mengubah strategi dari monopoli perdagangan menjadi politik hegemoni dengan
mengadakan Cultuurestelsel. 38
Hal itu lah yang sangat menyita waktu Raffles sehingga akhirnya
melahirkan pemerintahan baru di bawah karisidenan yang dinamakan sebagai
Kabupaten. Kabupaten ini mempunyai sejarah yang sangat panjang karena setelah
daerah dibentuk tidak langsung bisa menapalkan seseorang menjadi seorang
penguasanya, akan tetapi ada beberapa hal tertentu yang harus diperhitungkan
supaya penapalan pemimpin ini tidak menjadi penghambat bagi Inggris
dikemudian hari. Penapalan keluarga Danuningrat ini pun juga melewati proses
yang sama.
Pada tahun 1812 Kedu diberikan kepada pemerintah Hindia Belanda oleh
pemerintah Kolonial Inggris. Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 30
November 1813 memberikan gelar Raden Tumenggung Danoenoningrat kepada
Mas Ngabehi Danoekromo. Penetapan gelar ini tercantum dalam Besluit
Goebernemen pada tanggal 30 November 1813.39
Dalam sistem pemerintahan Kolonial Belanda, berlaku sistem yang bersifat
dualistik. Seluruh Hindia Belanda dibagi menjadi wilayah-wilayah yang dikepalai
oleh seorang Residen. Wilayah dibagi beberapa Afdeeling40
yang masing-masing
38
Cultuurestelsel adalah kebijakan sistem tanam paksa. Peter Carey.2016. Kuasa Ramalan,
Pangeran Diponegoro dan akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855, (Jakarta: Gramedia). hlm. 442-
444. 39
Majalah “Magelang Vooruit”, 1935. hlm.18 40
Afdeeling adalah sebuah wilayah administratif pada masa pemerintahan Kolonial Belanda
setingkat Kabupaten.
25
meliputi satu kabupaten dan dikepalai oleh Asisten Residen, yang bertugas
mengawasi bupati sebagai penguasa pribumi.
B. Keluarga Danoeningrat dinasti penguasa Magelang
Hubungan keturunan Arab dengan keluarga ningrat di Pulau Jawa
menimbulkan pertanyaan, untuk memahami keadaan ini perlu diketahui bahwa
orang Arab yang pertama datang di kepulauan Indonesia berasal dari Teluk Persia
dan pantai Laut Merah. Hubungan antar kepulauan ini yang paling ramai adalah
pada zaman Kerajaan Bani Abbas dengan ibu kota Baghdad (sekitar tahun 800-
1300 M). Jalur pada waktu itu adalah dari Teluk Persia, Cina, dan Indonesia.
Baghdad adalah kota terbesar di dunia pada masa itu; pusat ilmu, kebudayaan,
dan perdagangan dunia Islam. Para pedagang yang datang ke kepulauan Indonesia
adalah penguasa besar dengan menggunakan kapal-kapal mereka untuk
berdagang di pesisir utara pulau Jawa (Semarang). Faktor inilah yang
menyebabkan mereka dengan mudah diterima di kalangan ningrat di Indonesia.
Perjalanan hijrah telah mengiringi sejarah manusia. Salah satunya orang
hadramaut ke pulau Jawa yang kemudian menetap dan membuat sebuah
perkumpulan di suatu tempat yang mereka datangi.41
Dalam hijrahnya orang
Hadramaut ke pulau Jawa memiliki peranan yang sangat penting bagi penyebaran
agama Islam maupun pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Umumnya
41
Al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad.2001.Sejarah Masuknya Islam di Timur Jawa,
(Jakarta: Lentera Basritama). hlm. 152.
26
orang-orang Hadramaut yang melakukan perpindahan, mereka tersebar di
berbagai daerah di kepulauan Jawa.
Dalam buku Hamid Algadri Islam dan Keturunan Arab dalam
pemberontakan melawan Belanda dikemukakan beberapa contoh asimilasi
keluarga Arab yang berasal dari pantai Laut Merah dan Teluk Persia dengan
masyarakat pribumi.42
Baaaginya keturunan Arab sudah berasimilasi dengan
pribumi sejak berabad-abad. Ditambahkan pula bahwa banyak terjadi perkawinan
antara wanita keluarga bupati, seperti di daerah Lasem dan Wiradesa43
dengan
keturunan Arab.44
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa orang Arab
masuk kekepulauan Indonesia melalui jalur perdagangan, hubungan itulah yang
menyebabkan banyak kerajaan di pantai utara Jawa didirikan oleh orang
keturunan Arab, dan mereka inilah yang memainkan peranan yang sangat penting
dalam penyebaran agama Islam.45
Stamford Raffles menjelaskan dalam bukunya
History of Java, kebanyakan orang Arab yang bermukim hingga sekarang
merupakan perpaduan antara orang Arab dan penduduk asli, dan diantaranya
adalah juga pemuka agama atau ulama. Pelabuhan utama tempat kedatangan
42
Hamid Algadri.1996. Islam dan Keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda (
Bandung: Mizan). hlm. 56-57.
43
Daerah Lasem adalah daerah yang saat ini berada di wilayah Rembang sedangkan Wiradesa
adalah daerah yang berada di Pekalongan.
44
Ibid, hlm. 59.
45
Ibid, hlm. 94.
27
mereka adalah di Gresik tempat ajaran Islam pertama kali masuk ke Jawa.
Kebanyakan dari orang-orang Arab sudah bercampur dengan penduduk asli.46
Dalam hubungan yang telah diuraikan di atas, orang-orang Arab membaur
di kalangan pribumi dalam melakukan misinya yang dilakukannya dalam
berdagang dan menyebarkan agama Islam. Dalam tulisannya van den Berg
mengemukakan tentang sejarah keluarga Bach Chaiban. Sayyid47
Abd ar-
Rachman bin Muhammad Bach Chaiban datang dari Hadramaut pada abad XVIII
ke Cirebon.48
Sayyid Abd ar-Rachman bin Muhammad Bach Chaiban kemudian
melakukan perkawinan dengan Ratu Ayu Katiyah putri dari salah seorang sultan
Cirebon yaitu Maulana Malik Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).49
Tidak lama
setelah menikah Sayyid Abd ar-Rahcman Bach Chaiban berpindah ke kota
Surabaya untuk mengelola sebuah masjid di Surabaya. Bersama dengan Ratu Ayu
Katiyah dan keluarganya, mereka kemudian hijrah ke desa Krapyak yang letaknya
tidak jauh dari kota Pekalongan. Di Krapyak Sayyid Abd ar-Rahcman
Muhammad Bach Chaiban mengelola sebuah pesantren.50
46
Thomas Stamford Raffles.2015. History of Java Cet IV (Yogyakarta: Narasi). hlm. 74.
47
Golongan Sayyid adalah keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhammad. Kata Sayyid (jamak:
Habaib).
48
Van den Berg.1989. Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara,(Jakarta:INIS). hlm. 149. 49
Sri Woelan P.1999. Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat, (Jakarta:Tanpa
penerbit). hlm. 4.
50
Pesantren yang di catatan dalam sumber buku tidak disebutkan nama, hanya saja dalam
catatan tersebut Sayyid Abd-ar-Rahman Muhammad bin Bach Chaiban pernah mengelola sebuah
pesantren di Krapyak Pekalongan.
28
Kiprah dari keluarga Sayyid Abd ar-Rahcman Muhammad Bach Chaiban
juga tidak berhenti di desa Krapyak Pekalongan, terbukti keluarga Sayyid Abd ar-
Rachman Muhammad Bach Chaiban sebagai ulama di Krapyak mengirim utusan
dari salah satu keluarga untuk berlabuh ke Yogyakarta. Sayyid Ahmad putra dari
Sayyid Muhammad Said bin Bach Chaiban inilah yang kemudian ditugaskan
menjadi guru agama Islam di Keraton Yogyakarta. Setelah beberapa lama
bertugas menjadi guru agama Islam di Keraton,51
Sayyid Ahmad bin Muhammad
Bach Chaiban menikah dengan putri Raden Adipati Danurejo I yang silsilahnya
sampai pada Brawijaya V, sedangkan Sayyid Ahmad silsilahnya sampai pada
Sultan Cirebon hingga Nabi Muhammad.52
Pernikahannya dengan putri Raden Adipati Danurejo itu dikaruniai tiga
putra, Putra sulung Hasyim, yang diberi gelar Raden Wongsorejo, putra yang
kedua „Abd Allah, hanya menambahkan nama gelar di belakangnya serta putra
ketiga Alwi.53
Dari ketiga putra Sayyid Ahmad inilah Alwi yang kemudian hari
diangkat oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk menjadi bupati Magelang yang
sebelumnya menjabat sebagai bupati Kepatihan di Yogyakarta.
Heather Sutherland menguraikan dalam buku Notes on Java‟s Regent
Families bahwa, sebelum diangkat menjadi bupati di Magelang, Alwi‟
51
Raden Adipati Danurejo adalah seorang pejabat administrator Kesultanan Yogyakarta.
52
Heather Sutherland, Notes on Java’s Regent Families, part II, hlm. 6-7.
53
Sri Woelan P.1999.Sejarah dan Silsilah Keluarga besar Danoeningrat. hlm. 7-8.
29
(Danoeningrat I) sempat menjabat sebagai Bupati Kepatihan di Yogyakarta.54
Pada tahun 1813 Alwi‟ diangkat menjadi bupati Magelang oleh pemerintah
Kolonial Inggris dengan gelar Danoekromo.55
Sebagai seorang pejabat pemerintah Raden Alwi Bin Muhammad Bach
Chaiban (Danoeningrat I) terlibat dalam perang tahun 1825 antara Pangeran
Diponegoro dengan pemerintah Hindia Belanda. Sesuai yang diuraikan dalam
buku Kabupaten Magelang dari masa ke masa, bahwa pada saat perang Jawa
hampir seluruh masyarakat Kedu merupakan pendukung Pangeran Diponegoro.
Akan tetapi wilayah Kedu selatan yang dipimpin Danoeningrat I yang pada waktu
itu wilayah Kedu berada di bawah kekuasaan Kolonial Belanda. Juga dikatakan
bahwa terdapat barisan besar dari arah Kedu yang dipimpin Raden Adipati
Danoeningrat I. Akibat dari peristiwa ini pada tanggal 28 September 1825 Raden
Adipati Danoeningrat I meninggal dalam pertempuran perang Jawa. Perang ini
juga mengakibatkan seorang opsir Belanda bernama Hilmer terluka terkena
peluru, termasuk serdadu Belanda tewas. Bupati Magelang Raden Tumenggung
Danoeningrat I meninggal dan di makamkan di Kauman Payaman, sebelah utara
Magelang.56
54
Dalam buku Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat Bupati Kepatihan adalah
sebuah jabatan yang tidak sama dengan bupati pada umumnya namun bupati kepatihan adalah gelar
pegawai pemerintahan yang ada di Kesultanan Yogyakarta.
55
Heather Sutherland, Notes on Java’s Regent Families. hlm. 5.
56
Pemerintah Kabupaten Magelang, Kabupaten Magelang dari masa ke masa. hlm. 14-16.
30
Sri Woelan Persudi menuliskan dalam bukunya, pada saat keadaan
Magelang masih di bawah kekuasaan pemerintah Kolonial, pemerintah Kolonial
selanjutnya mengangkat anak dari „Alwi bin Muhammad Bach Chaiban
(Danoeningrat I), atas pernikahannya dengan R. Ay. Kadar Tawang. Putra
pertama dari „Alwi bin Muhammad Bach Chaiban bernama R. Hamdani yang
memerintah pada tahun 1825-1862 dengan gelar Raden Tumenggung
Danoeningrat II.57
R.A.A. Danoeningrat II menjabat sebagai bupati Magelang ke
dua selama kurang lebih 37 tahun terhitung dari sejak 1825-1862. Beberapa tahun
kemudian beliau merubah gelar Raden Tumenggung Danoeningrat II menjadi
R.A.A (Raden Adipati Ario Danoeningrat II).58
Dalam beberapa sumber yang
penulis dapatkan, bupati Danoeningrat II melakukakan pernikahan dengan salah
satu putri sulung Raden Tumenggung Wiryodinegoro59
, atas pernikahannya itu
R.A.A. Danoeningrat II dikaruniai 20 anak60
, salah satu putranya bernama Raden
Said yang kemudian menjadi bupati Magelang.
57
Sri Woelan P.1999.Sejarah dan Silsilah Keluarga besar Danoeningrat. hlm. 8.
58
R.A.A adalah gelar tertinggi bagi seorang bupati yang menjabat sebagai pejabat pemerintah
waktu kolonial Belanda.
59
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Danoeningrat II mempunyai beberapa istri, akan
tetapi penulis hanya mendapatkan bukti bahwa salah satu istri dari Danoeningrat II adalah putri sulung
dari bupati Batang ke 3 Raden Tumenggung Wiryodinegoro.
60
Dari ke-20 keturunan itu adalah R. Ayu Danuprawiryo, R.Ay. Danuwikromo (asisten
residen Krasak), R. Said al. Raden Adipati Danoeningrat III (Bupati Magelang ketiga), R.Ay.
Danuwinoto, R. Danuwiryo, R. Danutirto, R.Ay. Danuwijoyo, R.Ay. Danusentono, R.Ay.
H.Ali, R.Ay. Danudikromo, R.Ay. Sareb Jen, R.Ay. Danuhadisuryo (istri asisten Wedono
Secang), R.Ay. Danuwardoyo, R. Danuatmoko (asisten Wedono Banyumas), R. Danuwilogo
(kolektor Karanganyar Kebumen), R. Danudikoro (Lurah Secang), R.Ay. R.T. Wongsodirejo
(Istri Bupati Keraton Yogyakarta), R.Ay. Kustiah Sastroamijoyo (asisten Wedono Jetis
Parakan), dan keturunan yang terakhir adalah Rr. Saliyatin.
31
Pada tahun 1862 R.A.A. Danoeningrat II mengajukan surat kepada
Pemerintah Hindia Belanda yang mana isi dari surat tersebut adalah permohonan
berhenti dari jabatannya karena faktor usianya yang sudah tua. Dari surat
permohonan tersebut Pemerintah Hindia Belanda menyetujui permohonan yang
diajukan oleh R.A.A. Danoeningrat II. Setelah selesai dari masa pengundurannya
sebagai bupati Magelang, R.A.A. Danoeningrat II meninggal pada tahun 1867,
jenazahnya di makamkan di samping makam Danoeningrat I yang ada di
Payaman.61
Seperti yang telah diuraikan di atas, pemerintah Hindia Belanda
selanjutnya mengangkat anak dari bupati Magelang yang ke 2 pada tahun 1862.
Pengangkatan bupati Magelang berlanjut dengan diangkatnya Raden Said62
dengar gelar Raden Tumenggung Danukusumo.63
Kemudian setelah Raden
Tumenggung Danukusumo menjabat sebagai bupati Magelang gelar beliau
dirubah menjadi Raden Adipati Danoeningrat III. Keberhasilannya Danoeningrat
61
Silsilah dari keturunan Sayyid „Abd ar-Rahcman bisa dilihat dari buku Sejarah dan Silsilah
Keturunan Danoeningrat. Sri Woelan P.1999.Sejarah dan Silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm.
8.
62
Raden Said (Danoeningrat III) mempunyai 5 orang istri. Dari 5 orang istri itulah Raden
Said memiliki 13 orang putra dan putri Masing-masing diantaranya : H. Raden Ali, Raden.
Ay.Danudiprojo, Raden Ay. Danuutoyo, R. Purwokusumo, R. Ay. Cokrodiputro, R.A.A.
Danoeningrat, Raden Ahmad, Raden Muhammad, Raden Yasir, R. Ay. Johari Joyodiputro, R. Ayu
Juwaeriyah (Ibrahim Danusudirjo), R. Ay. Aliyah (R. Moh. Toyib), Raden Husen. Sementara putra
Raden Said yang bernama Raden Ahmad menjadi bupati Magelang keempat dan Raden Muhammad
menjadi bupati kelima, sedangkan Raden Hasan Danoeningrat menjadi bupati di Purworejo.
63
Pengangkatan gelar yang di berikan oleh bupati memiliki kesamaan dengan gelar-gelar para
bangsawan atau raja-raja Jawa, berbagai catatan penulis temukan dalam beberapa sumber, akan tetapi
bukti yang menunjukan pengangkatan gelar, penulis tidak bisa menemukan.
32
III dalam pemerintahan adalah dibangunya kabupaten Magelang dan
pembangunan jembatan dijalan raya antara Kota Magelang dan Purworejo.64
Perjalanan Danoeningrat III menjadi bupati Magelang relatif singkat
dibandingkan dengan bupati sebelumnya, Danoeningrat III menjabat sebagai
bupati Magelang selama 16 tahun. Catatan dalam buku Sejarah dan Silsilah
Keluarga Besar Danoeningrat, Akhir dari jabatan bupati Danoeningrat III pada
tahun 1878. Pada tahun yang sama itulah Danoeningrat III wafat dan kemudian
jabatan bupati selanjutnya berlanjut ke putranya yang bernama Raden Ahmad.
Setelah Danoeningrat III wafat, pemerintah Hindia Belanda mengangkat
Raden Ahmad pada tahun 1879 menjadi bupati Magelang. Dalam masa jabatanya
sebagai bupati Raden Ahmad bergelar Raden Tumenggung Danoekusumo. Hal ini
tidak sama dengan bupati sebelumnya yang menggunakan gelar Danoeningrat.65
Raden Tumenggung Danoekusumo kemudian memperoleh gelar yang ke dua
kalinya. Gelar kedua ini Danoekusumo dapatkan sewaktu Danoekusumo masih
memerintah sebagai bupati Magelang dengan gelar Raden Adipati Danoekusumo.
Masa pemerintahan Danoekusumo sebagai bupati Magelang dari tahun 1879
sampai dengan 1907. 66
64
Sri Woelan P.1999.Silsilah dan Sejarah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 9.
65
Penulis tidak bisa menyebutkan mengapa jabatan bupati keempat tidak lagi menggunakan
gelar Danoeningrat, hanya saja dalam catatan beberapa sumber peralihan jabatan bupati sampai dengan
bupati kelima masih bernasab sampai Danoeningrat I.
66
Sri Woelan P.1999. Silsilah dan Sejarah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 10.
33
Jabatan bupati Magelang tidak selesai sampai pada bupati ke 4, pada awal
tahun 1811 bupati Magelang di pimpin oleh dinasti Bach Chaiban sampai dengan
kepemimpinan Danoekusumo hingga tahun 1907. Akhir dari Danoekusumo
sebagai bupati Magelang ternyata di lanjutkan oleh adik dari Danoekusumo yang
bernama Raden Muhammad. Dalam buku Sri Woelan, tanggal 6 Desember 1908
pemerintah Hindia Belanda mengangkat Raden Muhammad menjadi bupati
Magelang kelima.67
Pengangkatan Raden Muhammad oleh pemerintah Hindia
Belanda dianggap sudah luar biasa karena pada saat sebelum menjadi bupati,
Raden Muhammad menjabat sebagai asisten Wedono tanpa melalui Wedono dan
Patih.68
Beberapa catatan penulis temukan, bahwa pengangkatan bupati terakhir ini
memang dipandang baik untuk melanjutkan. Beberapa tahun setelah
pengangkatan oleh pemerintah Hindia Belanda Raden Muhammad menjadi
bupati, gelar Raden Muhammad diganti oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi
Raden Adipati Ario Danoesuegondo tanpa melalui gelar Raden Adipati.69
Awal
tahun 1908 hingga sampai tahun 1939 R.A.A. Danoesuegondo menjabat sebagai
bupati, R.A.A. Danoesuegondo mendapatkan penghargaan dari beberapa
pemerintah luar. Catatan Sri Woelan menyebutkan Danoesuegondo mendapatkan
67
Ibid, hlm. 10.
68
Wedono adalah pembantu atau pimpinan wilayah daerah tingkat II (Kabupaten).
69
Gelar Adipati Ario adalah gelar tertinggi bagi seorang Bupati.
34
gelar dari Kerajaan Thailand.70
Beberapa literatur menyebutkan bahwa R.A.A.
Danoesuegondo juga terlibat dalam beberapa kegiatan politik, keagaman dan
sosial. Dalam bidang politik R.A.A. Danoesuegondo pernah terlibat dalam
Volksraad pengakuan ini tercantum dalam Majalah Commite Indie Weerbaar
yang di adakan di Belanda.71
R.A.A. Danoesuegondo dalam masa jabatannya sebagai bupati Magelang
kelima dari tahun 1908 sampai tahun 1939 terhitung cukup lama kurun waktu
dari masa bupati yang sebelumnya, R.A.A. Danoesuegondo merupakan bupati
terakhir dari keluarga besar Danoeningrat, karena R.A.A. Danoesuegondo
digantikan oleh orang lain yang bukan dari anggota keluarga besar
Danoeningrat.72
Bupati R.A.A. Danoesuegondo memang tercatat dalam
keberhasilannya membangun pemerintahan Magelang dan selalu mementingkan
kepentingan rakyat.73
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam arus perjalanan bupati
Magelang selama lima periode di pegang oleh dinasti yang masih mempunyai
garis keturunan Arab.
Berikut daftar nama bupati Magelang sejak tahun 1810-1939:
70
Catatan tentang gelar yang diberikan oleh Kerajaan Thailand untuk R.A.A. Danoesuegondo
untuk sampai saat ini belum di dapatkan. Sri Woelan P.1999..Silsilah dan Sejarah keluarga besar
Danoeningrat. hlm, 10-11.
71
Remrev, Indie Weerbaar “Comite Indie Weerbaar”, (Nedherland: 1917). hlm. 3.
72
Sri Woelan P.1999.Silsilah dan Sejarah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 10.
73
Majalah „Magelang Vooruit‟. hlm. 2.
35
1. Raden Alwi bin Sayyid Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoeningrat
I)
2. Raden Handani bin Alwi Muhammad Bach Chaiban (R.A.A.
Danoeningrat II)
3. Raden Said bin Hamdani Muhammad Bach Chaiban (R.A.A.
Danoeningrat III)
4. Raden Ahmad bin Said Muhammad Bach Chaiban (R.A.A.
Danoekoesoemo IV)
5. Raden Muhammad bin Said Muhammad Bach Chiaban (R.A.A.
Danoesuegondo V).74
Dari daftar bupati di atas menunjukan bahwa Keluarga Danuningrat
dipandang mampu karena keluarga ini merupakan keluarga yang fleksible dalam
artian mudah menerima orang asing dan tidak menutup diri serta kemampuan
dalam berbahasa. Selain itu, keluarga Danuningrat memiliki dualisme keturunan
artinya keturunan dari Arab dan keturunan dari keluarga bangsawan di Jawa.
Sehingga dipandang sangat cocok untuk seorang penguasa di Kabupaten yang
baru itu.
74
Indah Tri Lestari, Pariwisata di Magelang pada Masa Kolonial. hlm. 20-22.
36
BAB III
BIOGRAFI R.A.A.DANOESUEGONDO SANG BUPATI MAGELANG
A. Masa kecil Danoesuegondo
Raden Muhammad adalah nama kecil dari R.A.A Danoesuegondo, lahir di
Magelang pada tanggal 21 Agustus 1876 dari pasangan Raden Said dan Raden
Ayu Sumirah, bupati Magelang yang ketiga.75
Raden Muhammad kecil yang lahir
dan dibesarkan dalam kultur priyayi76
di lingkungan Kabupaten Magelang. Raden
Muhammad muda mempelajari sistem pemerintahan dan ilmu ketatanegaraan dari
sang ayah. Sang ayah mengajarkan Raden Muhammad bagaimana menjalankan
roda pemerintahan dan bagaimana cara bermasyarakat. Saat tumbuh dewasa Raden
Muhammad mengawali karirnya dengan diangkat menjadi asisten Wedono
sebelum diangkat sebagai bupati.77
Tidak ditemukan tahun berapa Raden Muhammad menikah hanya saja,
Raden Muhammad mempunyai empat orang istri78
diantaranya satu dari istri
padmi dan tiga orang selir. Menurut Koentjaraningrat padmi adalah istri yang
dinikahi dengan segala upacara adat perkawinan meskipun sudah mempunyai
75
Data tentang catatan mengenai kelahiran Danoesuegondo samapi sekarang belum diketaui
secara pasti hanya saja peneliti mendapatkan data pada nisan makam Danoesuegondo di kompleks
pemakaman Payaman, pada nisan makam tersebut tercatat tanggal kelahiran serta wafat
Danoesuegondo.
76
Dilihat dari silsilah keluarga R.A.A. Danoesuegondo termasuk golongan priyayi yang
notabenya masih keturunan bagsawan Arab. Dinamakan golongan priyayi karena Danoeningrat I
(Kakeknya) melakukan pernikahan dengan anak dari Danurejo I pada waktu itu.
77
Sri Woelan p. Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 10.
78
Data mengenai tahun perkawinan dengan keempat istri sampai sekarang belum diketahui.
37
beberapa orang selir. Jika dibandingkan dengan upacara perkawinan dengan istri
pertama, pernikahan dengan seorang selir jarang dirayakan dengan sesuatu pesta
yang meriah.79
Dari keempat istri diantaranya :
a) R. Ay. Sri Rejeki (Istri Padmi)
b) Ny. Sutari/Fatimah (Selir),
c) Ny. Suti (Selir),
d) Ny. Minah (Selir).
Walaupun Raden Muhammad mempunyai lebih dari satu istri, Raden
Muhammad dalam waktu lama belum juga dikarunai keturunan. Kemudian Raden
Muhammad mengangkat R. Ay. Sumiyati putri keenam dari Raden Purwokusumo
dan Raden Waluyo putra dari bupati R.A.A. Hasan Danoeningrat. Dari putra
R.A.A. Hasan Danoeningrat inilah Raden Muhammad memberikan nama Sugondo
pada belakang namanya menjadi Raden Waluyo Sugondo.80
Seiring berjalannya
waktu Raden Muhammad baru dikaruniai keturunan dari Ny. Sutari/Fatimah (selir)
dengan nama Raden Aj. Sidah Sudariyah. Karena Raden Aj. Sidah Sudariyah
sering kali mendrita sakit, kemudian Raden Muhammad menggantinya dengan
nama Raden Saidah Sudariyah.81
Menurut cicit Raden Muhammad bernama Wulandari bahwa semasa Raden
Muhammad belum menjabat sebagai bupati Magelang, beliau aktif melakukan
79
Koentjoroningrat.1984.Kebudayaan Jawa.(Jakarta: Balai Pustaka). hlm. 265.
80
Sri Woelan p. 1999.Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 11.
81
Ibid. hlm. 11.
38
pengamatan terhadap isu yang ada di sekitar masyarakat baik itu isu politik, sosial
dan agama.82
Dari ungkapan di atas kemungkinan bisa dilihat bahwa semangat
Raden Muhammad terbukti pada saat umur ke 32 tahun diangkat menjadi bupati
Magelang kelima pada tahun 1908 dengan gelar R.A.A. Danoesuegondo.83
Perjalanan hidupnya dirasa cukup gemilang pada saat pengangkatan
menjadi bupati karena jika dilihat dari struktur pemerintahan pada masa kolonial
Belanda, karesidenan dibagi menjadi beberapa kabupaten (regentschap).
Kabupaten dikepalai seorang Bupati dan diwakili oleh seorang patih. Satu
kabupaten dibagi menjadi beberapa kawedanan84
yang dikepalai oleh seorang
wedono. Adapun satu kawedanan dibagi menjadi beberapa Asisten atau Onder
Distrik (sekarang kecamatan) yang dikepalai oleh seorang asisten wedono
(sekarang camat).85
Dari uraian di atas R.A.A. Danoesuegondo pada pengangkatan sebagai
bupati Magelang menjadi sebuah peralihan yang bisa dikatakan istimewa karena
R.A.A. Danoesuegondo tanpa melalui pangkat Wedono dan Patih bisa menduduki
jabatan sebagai bupati.86
82
Wawancara dengan Ibu Wulandari cicit dari R.A.A. Danoesuegondo pada 20 Juli 2017
pukul 14:20.
83
Sri Woelan P.1999. Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat, hlm. 10.
84
Kawedanan adalah wilayah administrasi pemerintahan yang berada di bawah kabupaten
dan di atas kecamatan yang berlaku pada masa Hindia Belanda dan beberapa tahun setelah Indonesia
merdeka yang dipakai di beberapa provinsi. http://id.m.wikipedia.org/wiki/ kawedanan. Diakses
tanggal 26 Maret 2018 pada pukul 07:41.
85
Sri Woelan P.1999. Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat, hlm. 10.
86
Ibid. hlm. 10.
39
B. Masa Pendidikan
Sejak lahir R.A.A Danoesoegondo hidup dan belajar di lingkup kabupaten.
Dari kecil R.A.A Danoesoegondo sudah belajar tentang pemerintahan langsung
dari ayahnya. Setiap hari melihat ayahnya menjalankan roda kepememimpinan
kabupaten Magelang membuat R.A.A belajar banyak tentang ilmu-ilmu
pemerintahan dan politik. Hal tersebut membuat R.A.A semakin tertarik untuk
memperdalam ilmunya kepada kakaknya, Raden Ahmad bupati keemat kabupaten
Magelang.
Dari sumber yang penulis dapatkan tidak ada yang menerangkan tentang
riwayat pendidikan formal yang pernah di tempuh Raden Muhammad, tetapi jika
dilihat dari masa hidupnya diperkirakan Raden Muhammad belajar di Hoofden
school87
. Hoofden School adalah sekolah pendidikan bagi calon pegawai bumi
putera pada masa Hindia Belanda tahun 1850an. Setelah lulus mereka
dipekerjakan dalam pemerintahan kolonial sebagai pamong praja. Hal tersebut
tidak menutup kemungkinan jika Raden Muhammad pernah belajar di sekolah
Hoofden School yang saat itu hanya ada di tiga wilayah saja yaitu Bandung,
Probolinggo dan Magelang. Jika dilihat dari silsilah keluarganya, R.A.A
Danoesoegondo memungkinkan jika pendidikannya berlanjut ke Hoofden School
menginggat Raden Muhammad berasal dari keluarga bupati yang mempunyai
kesempatan untuk menempuh pendidikan di sekolah tersebut.
87
Hoofden school kemudian bernama OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche
Abtenaren). https://id.m.wikipedia.org/wik/Opleiding_School_Vor_Inlandsche_Amtenaren. Diakses
tanggal 15 Maret 2018 pada pukul 19:30.
40
Setelah ayahnya wafat R.A.A Danoesoegondo belajar kepada seorang kyai
besar dari Magelang yang bernama KH Sirad. Dengan KH Sirad R.A.A
Danoesoegondo belajar ilmu agama. Menurut sumber yang peneliti dapatkan
R.A.A Danoesoegondo selalu meminta KH Sirad untuk datang ke kediamannya.
KH. Mastur juga menambahkan bahwa bupati Magelang juga selalu memperdalam
pendidikan keagamaanya dengan KH. Sirad yang saat itu termasuk ulama
terkemuka di daerah Magelang. Hampir satu minggu sekali R.A.A.
Danoesuegondo melakukan belajar ngaji kepada KH. Sirad.88
Hal ini dikarenakan
pada saat itu juga R.A.A. Danoesuegondo menjabat sebagai bupati Magelang yang
tidak mempunyai cukup waktu untuk selalu melakukan aktivitas belajarnya. 89
C. Masa Menjabat Bupati Magelang
Berbicara keberhasilan R.A.A. Danoesuegondo, tentunya tidak lepas dari
silsilah panjang jajaran adipati penguasa Kabupaten Magelang. Menurut catatan
Peter Carey90
dijelaskan bahwa Kabupaten Magelang secara resmi dibentuk untuk
memudahkan Raffles dalam melakukan perubahan politik dari sistem hegemoni
oleh VOC kepada kultur culturestelsle (tanam paksa). Semenjak itu pula
88
KH Sirad merupakan ulama yang dikenal memiliki karomah. KH Sirad pernah belajar di
Mekkah bersama Kyai Dahlar pendiri Ponpes Watucongol Gunungpring Muntilan Magelang, dan KH
Hasyim Asy‟ari pimpinan Ponpes Tebuireng Jombang. Dari pelajaran yang diterima dari KH Sirad,
R.A.A Danoesogondo telah menulis sebuah kitab Jawa yang berisi tentang tata cara memelihara ikan
menurut hitungan Jawa.
89 Wawancara dengan KH. Mastur salah satu menantu KH Sirad pada tanggal 21 Maret 2018
pukul 15:45.
90
Peter Carey.2016.Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan akhir Tatanan Lama di Jawa
1785-1855, (Jakarta: Gramedia). hlm. 440-441.
41
kepemimpinan kepenguasaan kabupaten Magelang diserahkan kepada keluarga
Danoeningrat.
Pernyataan di atas juga tercatat dalam majalah Magelang Vooruit, bahwa
Kabupaten Magelang secara turun temurun dalam lima periode dipimpin dan
dikuasai oleh keluarga Danoeningrat. Bupati pertama Raden Alwi memerintah
sejak tahun 1813 sampai 1825, kepemimpinan yang kedua dilanjutkan oleh putra
dari Raden Alwi yaitu Raden Hamdani yang memerintah dari tahun 1826 hingga
tahun 1862, penguasa yang ketiga yaitu Raden Said yang memerintah dari tahun
1862 sampai 1878, setelah Raden Said wafat kepemimpinan Kabupaten Magelang
digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Raden Ahmad dari tahun 1879-
1907. Beberapa tahun kemudian setelah Raden Ahmad wafat, kepemimpinan
dilanjutkan oleh adik Raden Ahmad yang bernama Raden Muhammad.91
Sistem kepemimpinan tersebut dalam teori monarki merupakan hal yang
biasa, karena seorang penguasa untuk bisa mengamankan kekuasaanya dan
mengangkat kesejahteraan keluarganya harus mengangkat pengganti dari putra
atau kerabat terdekatnya.92
Setelah diangkat menjadi bupati pada tahun 1908 Raden Muhammad
mendapat gelar kehormatan menjadi R.A.A. Danoesuegondo. Pengangkatan ini
dipilih secara langsung oleh pemerintah Kolonial Belanda yang ada di
91
Majalah, Magelang Vooruit. hlm. 2.
92
Riclefs.1991. Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadah Mada University Press),
hlm. 24-25.
42
Karesidenan Semarang, dengan jabatannya yang baru R..A.A. Danoesuegondo
mulai melakukan terobosan-terobosan dan pembangunan-pembangunan di
Magelang. Semasa pemerintahan R.A.A. Danoesuegondo kepemimpinannya di
wilayah Magelang terbukti secara kongkrit dapat memberikan kemajuan yang
sangat luar biasa di daerah Magelang.93
Selain dekat dengan masyarakat, R.A.A Danoesuegondo juga dikenal
sebagai seorang pemimpin yang dekat dengan para Kyai dan ulama. R.A.A.
Danoesuegondo dalam kiprah kepemimpinannya sebagai bupati Magelang
mendapat dukungan dari para kyai terkemuka saat itu, diantaranya Kyai Sirad dan
Kyai Dalhar. Selaras dengan apa yang dikatakan oleh Abdul Baqir Zein94
bahwa
pada tahun 1930-an bupati magelang R.A.A. Danoesuegondo juga mempunyai
hubungan erat dengan Kyai yang ada di sekitar wilayah Magelang. Beberapa kyai
tersebut diantaranya KH. Sirad Payaman dan Kyai Dalhar Watucongol. R.A.A.
Danoesuegondo dalam karir perjalanan hidupnya sebagai seorang pemimpin
membawa peran besar bagi perkembangan Islam, politik, sosial dan lain
sebagainya.
Disamping kedekatannya dengan para Kyai R.A.A. Danoesuegondo juga
mempunyai hubungan spiritual dengan para Kyai. Oleh karena itu, R.A.A.
Danoesuegondo juga menjalin relasi yang baik dalam hal keagamaan serta
memperhatikan eksistensi para Kyai-Kyai yang ada di Magelang,
93
Sri Woelan P.1999. Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat, hlm. 10.
94
Abdul Baqir Zein.1999. Majid Masjid bersejarah di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani
Press). hlm. 215.
43
Dalam menjalankan roda pemerintahannya R.A.A. Danoesugondo dari
tahun 1908 sampai tahun 1939 di satu sisi memberikan keuntungan bagi
pemerintah Kolonial Belanda dan masyarakat. Karena kecakapannya dalam
memerintah, Belanda menaikkan pangkat R.A.A. Danoesuegondo dengan gelar
Adipati Ario tanpa melalui gelar Raden Adpati. Namun, hal ini tidak serta merta
menjadi alasan R.A.A. Danoesuegondo yang dikenal sebagai soerang tokoh
panutan masyarakat.
Akan tetapi, tidak semudah yang dibayangkan oleh masyarakat Magelang
saat masa pemerintahan R.A.A. Danoesuegondo. Menurut sumber yang peneliti
dapatkan, pada tahun 1939 R.A.A. Danoesuegondo diberhentikan dari jabatannya
oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang berkedudukan di Bogor karena akibat
kecurangan yang di lakukannya pada saat itu.95
Pernyataan tersebut juga diperkuat
oleh berita tentang adanya dugaan penyelewengan terhadap kas desa yang terjadi
pada saat itu. Akibat dari peristiwa tersebut pimpinan pemerintah Kolonial tidak
menyukainya karena telah melanggar hukum yang ada di daerah tersebut. 96
Pemberhentian jabatan R.A.A. Danoesuegondo sebagai bupati memang
mengejutkan bagi masyarakat Magelang. Akan tetapi, menurut sumber yang
peneliti dapatkan meskipun terdapat kabar tentang pemberhentian R.A.A.
95
De Indische Courant. 4 Maret 1939.
96
Sumatra Post.13 Februari 1939.
https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=danoesoegondo+regent&coll=ddd&page=1&f
acets%5Bspatial%5D%5B%5D=Nederlands-
Indi%C3%AB+%7C+Indonesi%C3%AB&identifier=ddd%3A010227036%3Ampeg21%3Aa0145&re
sultsidentifier=ddd%3A010227036%3Ampeg21%3Aa0145.28 Maret 2018 16.41 WIB.
44
Danoesuegondo sebagai bupati, Pemerintah Kolonial masih tetap akan membahas
sanksi pemberhentiannya, apakah diberhentikan secara hormat atau secara tidak
hormat.97
Catatan mengenai akhir perjalanan hidup dari R.A.A. Danoesuegondo
tidak diketahui secara pasti, akan tetapi pada tanggal 14 Desember 1957 R.A.A.
Danoesuegondo wafat pada usia 81 tahun. R.A.A. Danoesuegondo wafat dengan
meninggalkan 4 orang istri dan 3 orang putra. R.A.A. Danoesuegondo
dimakamkan di kompleks pemakaman Payaman yang tidak jauh dengan kompleks
pemakaman pendahulunya ( Danoeningrat I).
97
Het Niuws Van den Dag vor nedherlands Indie. 06-Feb-1939.
45
BAB IV
R.A.A. DANOESUEGONDO DALAM SYIAR ISLAM DI MAGELANG
A. Gambaran Islam di Dearah Magelang sebelum RAA. Danoesuegondo
Islam tumbuh dan berkembang di daerah Magelang dimulai sejak
Kesultanan Islam di pulau Jawa, namun menurut beberapa riwayat jauh sebelum
Islam masuk di pulau Jawa di daerah Karesidenan Kedu dimasuki oleh beberapa
tokoh Islam seperti Sayyid Maulana al-Bakir atau yang sering disebut dengan
julukan Syekh Syubakir. Peneliti sejauh ini belum bisa memastikan akan
kebenaran pendapat tersebut, karena peneliti belum menemukan secara pasti bukti
singgahnya Sayyid Maulana al-Bakir di Karesidenan Kedu tepatnya di Magelang.
Ada beberapa peninggalan yang diyakini sebagai peninggalan atau petilasan dari
Syekh Maulana yang terletak di Gunung Tidar, walaupun begitu bagi peneliti
belum cukup bukti untuk menjadikan petilasan atau peninggalan tersebut sebagai
bukti atau fakta sejarah yang relevan.
Dengan berkembangnya waktu, baru abad ke-16 berdirilah Kesultanan
Mataram di bumi Mentaok yang merupakan bagian dari kawasan Karesidenan
Kedu dan tempatnya sangat berdekatan dengan Magelang, hal ini mengindikasikan
bahwa secara otomatis syiar Islam telah sampai di daerah Magelang.98
Banyak
masyarakat Magelang yang memeluk Islam dan melakukan praktek-praktek
peribadahan seperti halnya sholat, puasa, bersedekah walau masih terikat erat
98
Riclefs.1991.Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: UGM Press). hlm. 61.
46
dengan tradisi dan kebudayaan Jawa. Hal ini, menurut Zamakhsari Dhlofier
bukanlah sebuah praktek syirik, akan tetapi hal ini merupakan metode dakwah
agar Islam mudah dan mampu menerima Islam lebih terbuka.99
Sistem pluralisme ini terbukti dengan banyaknya masyarakat Magelang
yang masuk Islam, bahkan Magelang sendiri awal abad ke-19 pernah menjadi
sentra kekuatan Pangeran Diponegoro yang melakukan pemberontakan dalam
Perang Jawa. Pangeran Diponegoro pernah membangun kekuatan besar di daearah
Magelang. Namun kekuatan besar yang di bangun oleh Pangeran Diponegoro
tidak berlangsung lama seiring dengan kekalahannya dalam perang Jawa melawan
pihak Belanda. Akan tetapi kekalahan tersebut tak menyurutkan semangat
Danoeningrat yang merupakan murid pangeran Diponegoro dalam
mengembangkan syiar Islam di Magelang yang tetap konsisten hingga periode
Danoesugondo.100
Pada awal Danoeningrat I diangkat menjadi bupati pertama di Magelang,
Danoeningrat memberikan pengaruh besar dalam Islam dengan dibangunya sebuah
masjid.101
Hal ini sebagai bukti nyata bahwa Islam mampu berkembang secara
tradisional di dalam masyarakat Magelang. Sistem penyebaran Islam di daerah
Magelang sama dengan penyebaran Islam di wilayah Indonesia lainnya yaitu
99
Zamakhsyari Dhofier.1982, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES). hlm. 96.
100
Riclefs.1991, Sejarah Indonesia Modern. (Yogyakarta: UGM Press). hlm. 181.
101
Wahyu Utami, Vini Windiasih, Hal-hal yang menarik di Magelang, tidak diterbitkan.
47
dilakukan dengan cara damai dan lembut. Tidak ada paksaan dalam memeluk
Islam dan Islam masuk dengan santun melalui pluralitas dengan budaya Jawa.102
Sistem aliran Islam yang berkembang di masyarakat Indonesia mengalami
transformasi dari masyarakat agraris feodal pengaruh hindu budha ke arah
masyarakat Islam yang berpaham sufistik. Islam yang pada dasarnya adalah urban
dalam artian agama khusus orang-orang perkotaan menjadi proses Islamisasi di
Nusantara yang tradisonal. 103
Tidak jauh berbeda Islam yang berada di Magelang
sebelum pemerintahan R.A.A. Daneosuegondo. Islam di Magelang sudah terlebih
dahulu masuk dan berkembang baik secara struktural maupun secara natural.
B. Keterlibatan Danoesuegondo dalam Syiar Islam
Pada awal abad ke-20 ditandai dengan berdirinya organisasi Islam
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, Islam dapat tumbuh dan berkembang
seiring dengan perkembangan zaman sehingga perluasan Islam lebih mudah
diterima oleh masyarakat khususnya masyarakat Magelang.
Pada awalnya, gerakan Islam modern ditandai dengan adanya pengaktifan
tekanan nilai-nilai sosial, ekonomi dan politik itulah mengapa Islam dianggap
belum mengancam kedudukan para penjajah sehingga para penjajah membiarkan
Islam terus berkembang di masyarakat.104
Di Magelang sendiri Islam telah
102
Ahmad Muzan.2011.Diaspora Islam Damai.(Wonosobo: Yayasan Masjid al-Mansur).
hlm. 20. 103
Ibid. hlm. 24. 104
Ibid. hlm. 112.
48
berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan berdirinya pondok-pondok pesantren
dan masjid-masjid di daerah Magelang.
Dilain sisi pada tahun 1810 wilayah Magelang dipimpin oleh seorang
bupati dari keturunan dinasti Bach Chaiban (Hadramaut) dan merupakan bupati
pertama di kawasan tersebut. Bupati pertama ini pada tahun 1813 membuat
trobosan-trobosan baru dalam bidang keagamaan dengan membangun Masjid
pertama di Magelang.105
Tidak menutup kemungkinan jika dalam pembangunan
masjid pertama di Magelang ini Danoeningrat meneruskan dakwah Islam ketika
Islam sudah merambah masuk ke wilayah Magelang. Begitu juga dengan bupati
selanjutnya yang notabenya masih memiliki garis keturunan dengan bupati
pertama (Danoeningrat I), yang selalu memberikan perhatian terhadap
pembangunan-pembangunan khususnya pembangunan Masjid sebagai sentra
dakwah Islamiyah pada masanya.
Hal yang sama juga dilakukan oleh R.A.A. Danoesuegondo, ketika bupati
Magelang kelima tersebut memerintah. R.A.A. Danoesuegondo menjadikan
Masjid sebagai sentra syiar Islam di wilayah Magelang. Seperti yang telah
diungkapkan Ayub Muhammad dalam bukunya Manajemen Masjid, Masjid
merupakan tempat kaum muslimin untuk membina keutuhan ikatan dan kegotong-
105
Masjid pertama yang dibangun oleh Danoeningrat bupati pertama Magelang adalah Masjid
Agung Magelang, masyarakat sekitar menyebutnya dengan Masjid Jami‟ (Kauman). Majalah
Magelang Vooruit. hlm. 2.
49
royongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama, Masjid merupakan tempat
kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.106
Selain menjadikan Masjid sebagai sentra dakwah Islamiyah,
Danoesuegodo juga memberikan perhatian khusus terhadap kelestarian Masjid
sebagai sarana pemersatu masyarakat Islam. Pada tahun 1934 R.A.A.
Danoesuegondo yang juga merangkap sebagai ketua pembangunan berhasil
merenovasi Masjid Agung Magelang yang didirikan oleh pendahulunya
(Danoeningrat I) dengan mendatangkan biro arsitek Herr H. Pluyter dari
Belanda.107
Perhatian R.A.A. Danoesuegondo terhadap pembenahan Masjid tidak
hanya sampai disitu. Sesuai sumber yang diungkapkan oleh KH Mastur, Masjid
Agung Payaman yang sampai sekarang masih berdiri adalah Masjid yang didirikan
oleh R.A.A. Danoesuegondo108
, masjid tersebut didirikan sebagai bentuk
keprihatinan atas masyarakat yang pada saat itu masih sulit untuk
menyelenggarakan keagamaan.109
Pada tahun 1930an R.A.A. Danoesuegondo juga
menjalin relasi dengan KH. Sirad Payaman yang merupakan ulama terkemuka di
wilayah Magelang. Dalam hubungannya dengan KH Sirad R.A.A. Danoesuegondo
106
Ayub Muhammad. 2007. Manajemen Masijd, (Jakarta: Gema Insani). hlm. 9.
107
Majalah Vooruit, hlm. 3.
108
Sejak kapan Masjid itu didirikan belum ada catatan yang dapat dijadikan acuan. Hanya
saja tercatat tahun 1937 dalam beduk yang ada di Masjid. Dan menurut KH. Mastur selain Masjid
didirikan sebagai bentuk kekhawatiran R.A.A. Danoesuegondo, masjid tersebut adalah bentuk hadiah
R.A.A. Danoesuegondo kepada KH. Sirad yang saat itu menjadi gurunya.
109
Situasi ini berkaitan dengan politik yang dilakukan Belanda saat berada di wilayah
Indonesia. kekhawatiran Belanda pada saat itu adalah dengan tumbuhnya organisasi pendidikan Islam.
50
melaksankan pengajian pertama kali yang dilangsungkan di Masjid Agung saat
itu.110
Sesuai ungkapan Abdul Baqir, pada masa penjajahan, pengajian umum
adalah kegiatan langka dan tentu prestasi tersendiri. Di Masjid inilah pada tahun
1930-an pengajian umum atau majelis taklim yang pertama kali
diselenggarakan.111
Sesuai sumber yang diungkapkan cicit R.A.A. Danoesuegondo yang
bernama Ibu Wulandari bahwa R.A.A. Danoesuegondo dalam kiprah keagamaan
terbukti dengan adanya kitab berbahasa Arab pegon yang ditulis sendiri, begitu
juga dengan adanya kitab Jawa112
yang isinya menguraikan tentang bagaimana
memelihara ikan menurut hitungan Jawa. Menurutnya dalam menulis kitab-kitab
tersebut R.A.A. Danoesuegondo tidak asal menulis, secara pasti dibarengi dengan
tirakat dan tingkah laku yang sesuai agama Islam.113
Dari ungkapan tersebut bisa
dimungkinkan bahwa dalam perjalanan melakukan tirakatnya R.A.A.
Danoesuegondo tidak lepas dari peran KH. Sirad yang menjadi guru spiritualnya.
Pernyataan tersebut dipekuat oleh Sayyed Hossein Nasr dalam bukunya
The Garden of Truth yang mengungkapkan bahwa, guru spiritual adalah orang
110
Pengajian untuk pertama kalinya yang diselenggarakan di Masjid Agung Payaman
dilaksanakan pada hari selasa yang hingga kini pengajian tersebut masih eksis dilaksanakan.
Wawancara dengan KH. Mastur salah satu menantu KH Sirad pada tanggal 21 Maret 2018.
111
Abdul Baqir.1999.Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia.(Jakarta: Gema Insani Press).
hlm. 215-25.
112
Bukti adanya penulisan kitab-kitab oleh R.A.A. Danoesuegondo, penulis tidak bisa
menyebutkan nama kitab dan belum bisa menunjukan secara langsung karena hilang.
113
Wawancara dengan Ibu Wulandari cicit dari R.A.A. Danoesuegondo pada 20 Juli 2017
pukul 14:20 .
51
yang sudah menjadi manusia sepenuhnya dan yang telah menyadari
pengetahuannya di dalamnya sendiri.114
Keterlibatan R.A.A. Danoesuegondo dalam Islam tidak hanya melalui
pembangunan Masjid dan hubungan erat dengan KH Sirad. Pada tahun 1935
R.A.A. Danoesugondo berhasil mengemban misi dakwahnya, dalam perannya
mensejahterakan masyarakat Islam di Magelang. Di dalam buku Orang-orang
Katolik di Indonesia, disebutkan bahwa :
Tahun 1930, terdapat suatu kebijakan pemerintah Kolonial mengenai
masalah politik dan sosial Hindia Belanda yang didominasi oleh stabilitas ekonomi
Hindia Belanda yang buruk. Hal ini disebabkan oleh harga-harga kebutuhan pokok
yang sangat rendah khususnya produk-produk mentah seperti gula, tembakau,
karet dan minyak sawit. Hal ini menyebabkan menurunnya jumlah kas kolonial
yang disebabkan oleh banyaknya pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial.115
Disisi lain, beberapa Rumah Sakit dan klinik-klinik pemerintah Kolonial
juga ditutup dan dialihkan ke beberapa lembaga-lembaga yang mampu
mengelolanya dengan biaya pengeluaran yang lebih murah. Berbagai klinik dan
rumah sakit itu seharusnya diserahkan kepada lembaga-lembaga Islam, sesuai
dengan agama mayoritas penduduk Magelang. Namun dengan adanya beberapa
114
Sayyed Hosein Nasr.2010.The Garden of Truth Mereguk Sari Tasawuf, (Bandung: Mizan).
hlm. 40.
115
Karel Steenbrink.2006.Orang-orang Katolik di Indonesia 1808-1942, (Yogyakarta:
Ledalero). hlm. 107-108.
52
subsidi dari pemerintah membuat organisasi-organisasi Islam seperti
Muhammadiyah berhasil membuktikan bahwa mereka sanggup membangun
lembaga-lembaga kesehatan yang baik, seperti Rumah Sakit Muhammadiyah di
Yogyakarta. Pada saat sidang Volksraad tahun 1935 isu ini lagi-lagi diarahkan
kepada bupati Magelang, R.A.A.Danoesuegondo yang sejak tahun 1908 berkuasa
di Magelang, dimana terdapat basis misioaris nasrani yang berpusat di Muntilan.
116
Sebagai anggota baru Volksraad, R.A.A. Danoesuegondo mengajukan
keberatan atas subsidi pemerintah yang begitu besar demi kepentingan-
kepentingan kaum misionaris, yang sebetulnya juga dibiayai dengan uang pajak
yang dibayarkan oleh masyarakat Muslim. R.A.A. Danoesugondo menganjurkan
pengalihan subsidi itu kepada pemerintah daerah atau kepada organisasi-organisasi
Islam. Anjurannya ini tidak hanya ditentang oleh aksi gabungan utusan IKP
Hildebrand dan utusan Protestan Helsdingen. Para biarawan Yesuit juga secara
rahasia mengumpulkan informasi tentang biaya pendirian Masjid baru di wilayah
Magelang117
yang mereka cap sebagai tindakan yang disponsori pemerintah demi
kemajuan agama Islam. Informasi yang lebih terperinci juga dikumpulkan secara
hati-hati dan dijelaskan oleh para biarawan Yesuit di Muntilan, namun sejauh yang
116
Ibid. hlm. 106.
117
Pembangunan Masjid yang dimaksud adalah Masjid Agung Magelang (Masjid Jami)
Magelang.
53
diketahui, hal itu tidak pernah benar-benar digunakan untuk melawan apa yang
dimaksud sebagai “fanatisme Islam” ala R.A.A. Danoesuegondo.118
Kebanyakan subsidi itu diperuntukan bagi dana Masjid, namun juga ada
sejumlah uang yang berasal dari khas desa. Pokok utama dalam perselisihan kasus
ini mengacu terhadap keberadaan wilayah-wilayah yang merupakan wilayah
Muslim ataupun tidak, dan apakah hanya keinginan kepala desa (yang
bertanggung jawab kepada seluruh bupati sebagai atasannya) atau kehendak warga
kampung itu sendiri untuk membangun masjid (yang lebih baik). Hingga sampai
tahap pembentukan Volksraad di tahun 1918, kaum Muslim belum juga
melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada
orang-orang Kristen pada tahun 1920 dan 1930-an.119
C. Peran Politik
Bermula dari pergerakan nasional yang telah eksis pada permulaan abad
ke-20, diantaranya Budi Utomo (1908), kemudian satu persatu gerakan tumbuh di
Hindia Belanda seperti Sarekat Dagang Islam (1912), Indische Partij (1912),
Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926) dan lain sebagainya. Begitupun
dengan organisasi lokal dan regional, seperti rukun Minahasa (1912), Sarekat
Ambon (1920) juga berdiri ditengah arus perkembangan politik masyarakat Hindia
118
Ibid. hlm. 110.
119
Karel Steenbrink.2006. hlm. 107-108.
54
Belanda.120
Seperti yang telah disinggung di atas, arus gerakan perjalanan
masyarakat bermula dari gerakan-gerakan yang telah disebutkan diantaranya Budi
Utomo yang lahir pada taggal 20 Mei 1908 dengan tujuan memberikan perhatian
pertama pada unsur pribumi dalam masyarakat Jawa, dengan harapan kelak di
kemudian hari melihat organisasi tumbuh berkembang menjadi perhimpunan yang
lebih universal sehingga akan menciptakan persaudaraan nasional.121
Usaha yang dilakukan Budi Utomo adalah melakukan pengembangan misi
perekrutan masa. Ketika Budi Utomo berkembang dan memulai kongres pertama
yang diselenggarakan di Yogyakarta, terlihat besarnya animo masyarakat Jawa
untuk mengikuti kongres tersebut, terbukti dalam kongres di Yogyakarta pertama
yang dihadiri oleh pejabat dan priyayi tinggi di antaranya Sri Pakualaman V,
Pangeran Ario Noto Dirojo, dan beberapa Bupati. Hal inilah yang membuktikan
bahwa sebenarnya keinginan masyarakat mempunyai satu tujuan yang sama, yaitu
terlepas dari penjajahan pemerintah Kolonial Belanda yang sudah sangat lama (3,5
abad). 122
Buku Gamal Komandoko123
menyebutkan susunan kepengurusan Budi
Utomo pada kongres hari kedua dengan ditunjuknya Tjipto Mangunkusumo dan
120
Iin Nur Isnaniwati.2002. Muhammad Roem Karier Politik dan Perjuangannya, (1924-
1968), (Jakarta: IKAPI). hlm. 13-15.
121
Gamal Komandoko.2008. Boedi Oetomo Awal kebangkitan kesadaran bangsa, (Jakarta:
Medpress). hlm. 16.
122
Ibid. hlm. 60.
123
Ibid. hlm. 68.
55
Surjodiputro sebagai komisaris diharapkan akan memberikan kemajuan dalam
kepengurusan Budi Utomo. Sebelum tanggal 10 Oktober 1909 akan diadakanya
kongres kedua. Tjipto dan Sorjodiputro mengundurkan diri pada bulan september
1909 dikarenakan akibat terjadinya perselisihan antar kepengurusan Budi
Utomo.124
Struktur kepengurusan Budi Utomo yang mengalami kekosongan pasca
ditinggalkan Tjipto dan Sorjodiputro. Kemudian kedudukan komisaris digantikan
oleh Bupati Magelang R.A.A. Danoesuegondo dan Bupati Jepara R.M.T.A.
Koesuoemo Oetojo.125
Pemilihan Oetojo dan R.A.A. Danoesuegondo dalam kepengurusan Budi
Utomo di pandang tepat oleh kepengurusan Budi Utomo, karena dua bupati itulah
yang dikenal berpikian maju. Oetojo adalah salah seorang tokoh penandatanganan
perhimpunan bupati sedangkan Danoesuegondo adalah anggota perhimpunan
bupati.126
Keberadaan mereka dalam kepengurusan itu diharapkan dapat
menyelesaikan konflik dan dapat menarik dukungan priyayi atas.127
Pada tanggal
10 sampai 11 Oktober 1909 kongres kedua yang diadakan di gedung Mataram
124
Salah satu akibat mundurnya Tjipto dan Surjodiputro seperti yang tercantum dalam
anggaran dasar. Dalam pasal 2 yang semula anggaran tersebut diperuntukan untuk membantu
perkembangan Jawa dan Madura. Kemudian Tjipto dan Surjodiputro mengusulkan anggaran dasar
tersebut tidak hanya membantu perkembangan Jawa dan Madura tetapi juga seluruh Hindia Belanda.
Akibat dari perbedaan pendapat tersebut Tjipto dan Surjodiputro kalah suara dengan pengurus yang
ada dalam kepengurusan Budi Utomo, seperti Wahidin. lihat (Gamal Komandoko,2008. Hal. 78.)
125
Koesoemo Uetojo memberikan jawaban atas kesanggupanya dua hari seteah dilayangkan
telegram kepadanya tanggal 8 Oktober 1909, sedangkan Danoesuedondo memberikan jawaban tanggal
9 Oktober 1909.
126
Data tentang kapan tahun periode R.A.A. Danoesuegondo dalam perhimpunan bupati
belum ditemukan catatan.
127
Gamal Komandoko. hlm. 84.
56
Yogyakarta dihadiri lebih dari 300 orang. Kongres tersebut bukan hanya dihadiri
oleh kalangan orang Jawa melainkan juga orang Cina dan Orang Eropa.128
Sesuai apa yang dilakukan oleh para pengurus anggota Budi utomo dengan
masuknya R.A.A. Danoesuegondo dan Oetojo yang menggantikan Tjipto dan
Soerjodiputro dirasa berhasil dalam mengemban misi untuk kepentingan rakyat
pribumi. Hal ini dijelaskan oleh Gamal Komandoko,129
Pernyataan kepengurusan Budi Utomo termaktub dalam Pengurus Budi
Utomo : Badan Penguruss menegaskan, Budi Utomo mencari
pengayomnnya bupati. Ini berarti sebagian besar keanggotaan Badan
Pengurus akan diduduki oleh bupati, dan kapan saja sesuatu pendapat
akan diambil, pengurus juga akan mencari nasihat dan dukungan dari
bupati yang tidak duduk di kursi Badan Pengurus.130
Dari uraian di atas, sesuai apa yang dilakukan oleh para pengurus anggota
Budi utomo dengan masuknya R.A.A. Danoesuegondo dan Oetojo yang
mengantikan Tjipto dan Soerjodiputro dirasa berhasil dalam mengemban misi
untuk kepentingan rakyat pribumi. Hal ini dijelaskan, bahwa kongres kedua
128
Ibid. hlm. 87.
129
Ibid. hlm. 87-88.
130
Ibid. hlm. 86
57
berjalan kering dan hambar. Tidak ditemui gairah dan bebas menyerang pendapat
diantara peserta kongres.131 132
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa kehadiran bupati
R.A.A. Danoesuegondo dan Oetojo dalam kepengurusan Budi Utomo memberikan
pengaruh cukup besar terbukti dengan adanya kongres kedua tanggal 10 Oktober
1909 di Gedung Mataram Yogyakarta.
Keberadaan R.A.A. Danoesuegondo dalam kiprah politik tidak hanya
sampai dengan organisasi kepengurusan Budi Utomo sebagai komisaris. Sebelum
pecahnya perang Dunia I, pemerintah Hindia Belanda mengutamakan
pembangunan pertahanan laut Hindia Belanda. Kekuatan pasukan darat seolah-
olah diabaikan, pemerintah kolonial kemudian menyadari jika terjadi serangan
militer ke Hindia Belanda.133
Sebagaimana yang diuraikan Soewarsono.134
Pada
tanggal 13 September 1914, telah diadakan rapat di Semarang yang dikenal
sebagai rapat seluruh Jawa135
. Masalah yang diajukan dalam rapat adalah
mengenai bagaimana sikap penduduk pribumi yang tepat terhadap pemerintah
pada saat genting yang ditimbulkan oleh pecahnya perang besar Eropa yang
berpengaruh pada rakyat Hindia Belanda.
131 Ibid. hlm. 87.
132
Ibid. hlm. 87-88.
133
Gagasan dibentuknya milisi pribumi itulah kemudian dinamakan Indie Weerrbaar. Gamal
Komandoko. Ibid. hlm. 104.
134
Soewarsono.2000. Berbareng Bergerak sepengal riwayat dan pemikiran Semaoen,
(Yogyakarta:LKIS). hlm. 32
135
Rapat ini membahas pengajian gagasan perlunya angkatan milisi pribumi untuk pertahanan
Hindia Belanda. Ibid. hlm. 32.
58
Pada tanggal 31 Agustus 1916 diajukan sebuah usulan agar mengirimkan
delegasi ke negeri Belanda. Usulan agar mengirim delegasi disetujui oleh beberapa
wakil-wakil organisasi.136
Isu tentang adanya delegasi ke negeri Belanda untuk
mengajukan beberapa masalah kepada ratu Wilhelmina juga disebutkan dari
beberapa organisasi yang ada pada saat itu, tercantum nama R.A.A.
Danoesuegondo bupati Magelang yang mewakili Perhimpunan bupati.137
Uraian diatas senada dengan majalah Indie Weerbaar yang menungkapkan
bahwa dari delegasi itu terdiri dari :
a) Van Hinloopen Labberton sebagai ketua delegasi
b) Pangeran Ario Koesoemodiningrat mewakili perhimpunan daerah
Kerajaan
c) Raden Tumenggung Danoesuegondo mewakili perhimpunan bupati
d) M. Ng. Dwidjosewojo mewakili Budi Utomo
e) Abdoel Moeis dari Sarekat Islam.138
D. Peran Sosial
Berbicara tentang peranan sosial maka seorang pemimpin tidak lepas dari
peran-peran dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menjalankan
pemerintahannya seorang pemimpin sangat tergantung dengan kondisi
136
Ibid. hlm. 32-33.
137
German Peace Move is Predicted, “Honolulu Star-Bulletin”, 18 July, 1917. hlm. 12.
138
W. V. Remrev, Indie Weerbaar. (Netherland: 1917). hlm. 2.
59
masyarakatnya. Geertz membagi golongan masyarakat menjadi 3 kelompok yaitu
santri, priyayi dan abangan. Hal ini dilakukan Geertz sebagai langkah untuk
mengidentifikasian peran-peran sosial yang dilakukan dimasyarakat.139
Artinya
bahwa peranan sosial seorang pemimpin sangatlah menonjol karena sistem kasta
yang dimilikinya hanya bisa bertahan awet jika pemimpin tersebut melakukan
legitimasi kekuasaan yang berhubungan erat dengan peranan sosial.
Pengaturan kontinue atas orang-orang dalam kaitan hubungan yang
ditentukan dan dikendalikan oleh institusi, yakni norma dan perilaku yang
dimapankan secara sosial.140
Uraian ini menambah kuat pernyataan yang
dilakukan oleh Geertz bahwa sistem kasta secara mendalam akan dipengaruhi oleh
tindakan-tindakan peranan sosial. Tindakan sosial inilah yang dimaksudkan sangat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap alur kepemimpinan seorang
pemimpin.
Sartono Kartodirjo pun turut memberikan sebuah pendapat persoalan
tentang pengaruh peranan sosial ini, gerakan sosial umumnya dibedakan dari
kegiatan kolektif yang terorganisir meliputi tentang demografis, pertumbuhan
penduduk, migrasi, urbanisasi, serta pengaturan daerah.141
Dari ungkapan sartono
inilah peneliti mengidentifikasi peranan-peranan sosial yang dilakukan oleh R.A.A
Danoesoegondo meliputi beberapa hal di atas.
139
Zamakhsyari Dhofier.1982. Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES). hlm. 5.
140
David Kaplan, Robert Amener.1999. The teory of Culture, (Landung Simatupang: Pustaka
Pelajar Yogyakarta). hlm. 139.
141
Sartono Kartodirjo dkk.2016. Sejarah sosial, (Yogyakarta: Ombak). hlm. 3.
60
Pertama R.A.A Danoesoegondo menandatangani sebuah organisasi-
organisasi kemasyarakatan yang ditujukan guna untuk memudahkan dan mengatur
sistem kemasyarakatan. Seperti membentuk sebuah organisasi para wanita yang
bergerak dibidang Pawiyatan Wanito pada tahun 1915. Proses seperti inilah yang
dimaksud atau yang dinamakan proses strukturasi hubungan sosial dalam
masyarakat yang komplek. Dari hubungan tersebut akan menimbulkan jaringan
sosial yang mencakup interdipendensi antara berbagai sektor atau fungsi
masyarakat yang dalam keseluruhanya mewujudkan suatu sistem. Maka dari itu
proses ini juga dapat dipertimbangkan sebagai pendekatan sistem. Intinya
masyarakat akan dibentuk sebuah organisasi-organisasi kecil untuk memudahkan
seorang pemimpin untuk mengatur rakyatnya.142
R.A.A. Danoesuegondo sangat menyadari bahwa walaupun wanita pada
saat itu hanyalah sebagai objek yang berlaku vakum atau tidak memiliki peran
penting dalam kehidupan masyarakat, maka dari itu R.A.A. Danoesuegondo
memperjuangkan hak asasi para wanita dengan memberikan ruang sebagai
aspirasinya di dalam sebuah organisasi tersebut. Pawiyatan wanito143
banyak
membahas persoalan-persoalan tentang wanita seperti cara berpakaian. Berpakaian
sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan biologis untuk melindungi
142
Ibid. hlm. 7.
143
Tidak ada data tentang catatan tertulis mengenai Pawiyatan Wanito hanya saja pawiyatan
Wanito tumbuh dan berkembang setelah berdirinya organisasi Putri Mardika di Jakarta dan beberapa
cabang lainnya. http://wawasansejarah.com/organisasi-wanita-indonesia/ diakses tanggal 27 Maret
2018 pada pukul 12:00.
61
tunuh dari panas dan dingin. Jauh dari itu, berpakaian terkait dengan adat istiadat
pandangan hidup, peristiwa, status dan juga identitas diri.144
Selain membentuk organisasi kemasyarakatan R.A.A. Danoesuegondo juga
sangat memperhatikan kepada masyarakat dan relasinya. Majalah Magelang
Voorruit145
dijelaskan tentang pertemuan R.A.A. Danoesuegondo dengan Nessel
van Lisa dalam kunjungannya menjenguk masyarakat yang sedang menderita
sakit. Hal ini, membuktikan bahwa R.A.A. Danoesuegondo sangat berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang berbasis sosial.
144
Jenifer Craik, The Face of Fashion. Cultural studies in Fashion, (Londen New York,
1994). hlm. 5.
145
Atas ketersediaan sumber penulis belum menemukan sebab penderita apa yang dialami
masyarakat saat itu. Majalah Vooruit. no. 2.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada awal abad ke 19 M, Magelang mulai dibicarakan banyak orang yang
sebelumnya Magelang berada di wilayah Karisedenan Kedu. Awal mula
pembentukan Magelang sendiri terjadi pada tahun 1811 saat Deandles kalah
akibat serangan dari Inggris yang dipimpin oleh Lord Minto. Akibat dari
serangan Inggris ini kemudian lahirlah Perjanjian Tuntang yang berisi pemerintah
Belanda menyerahkan wilayah Hindia Belanda ke tangan pemerintah Inggris. Di
bawah pemerintahan Inggris Karisedenan Kedu dibagi menjadi dua wilayah yaitu,
Kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Magelang sendiri berada di
wilayah Kesultanan Yogyakarta. Pada masa pemerintahan Inggris, Raffles
membagi menjadi 16 wilayah Karisedenan yang dikepalai oleh seorang Residen
dan di bawahnya ada bupati. Pada tahun 1811 Magelang dijadikan sebagai
kabupaten dan dikepalai oleh bupati. Pemerintahan Inggris mengangkat Raden
Alwi merupakan salah satu keturanan Bach Chaiban untuk menjadi bupati
Magelang pertama, hingga berlanjut sampai ke Raden Muhammad (Raden
Adipati Ario Danoesoegondo).
R.A.A Danoesoegondo merupakan anak dari bupati ketiga, Raden Said.
R.A.A Danoesoegondo lahir di Magelang dan dibesarkan dilingkungan keluarga
63
priyayi. Nama asli R.A.A Danoesoegondo adalah Raden Muhammad. Saat
beranjak dewasa R.A.A Danoesoegondo diangkat menjadi asisten Wedono dan
pada tahun 1908 diangkat sebagai buapti kelima menggantikan kakaknya yang
menjadi bupati keempat. R.A.A Danoesoegondo memiliki empat orang istri dan
tiga orang anak yang di antaranya Raden Ayu Sri Rezeki (isti Padmi), Ny Sutari
atau Fatimah (selir), Ny Suti (selir), Ny Minah (selir) dan ketiga anaknya yaitu,
Raden Ayu Sumiyati, Raden Waluyo dan Raden Ajeng Sidah. Pada tanggal 14
Desember 1951 R.A.A Danoesoegondo wafat dalam usia yang ke 81 tahun.
Selama menjabat sebagai bupati Magelang R.A.A Danoesoegnodo
mempunyai jasa yang besar bagi Magelang, diantaranya R.A.A Danoesoegondo
merenovasi Masjid Agung Magelang dan membangun sebuah Masjid Agung di
daerah Payaman. Selain itu R.A.A Danoesoegondo mengadakan pengajian bagi
masyarakat Magelang hingga sekarang masih berjalan setiap hari selama di
Masjid Agung Payaman. R.A.A Danoesoegondo pernah terlibat dalam organisasi
Volksraad. Pada tahun 1930 dikirim ke Hindia Belanda untuk menyampaikan
misi ke ratu Wilhemina. Dalam peran sosial R.A.A. Danoesuegondo selanjutnya
adalah pada tahun 1915 R.A.A Danoesoegondo meresmikan berdirinya organisasi
wanita di Magelang yang bernama Pawiyatan Wanito.
64
B. Saran
Setelah Penulis melakukan penelitian di lapangan, penulis banyak
menemukan kesulitan-kesulitan yang dikarenakan kurangnya perhatian terhadap
jasa dan peninggalan-peninggalan Sejarah dari Raden Adipati Ario
Danoesuegondo. Sebagai saran untuk silsilah keluarga besar Danoeningrat dan
Keluarga dari keturunan Raden Adipati Ario Danoesuegondo untuk lebih
memperhatikan kesejarahan yang ada di wilayah Magelang. Tentunya yang
berkaitan dengan jasa dan peninggalan-peninggalan dari Raden Adipati
Danoesuegondo yang notabenya masih memiliki garis keturunan Bach Chaiban.
65
Daftar Pustaka
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta : Ombak, 2012.
Algadri, Hamid , Islam dan Keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda
Bandung: Mizan, 1996.
Amener, Robert dan David Kaplan, The teory of Culture, Landung Simatupang:
Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1999.
Al-Haddad, Al-Habib Alwi bin Thahir, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jawa,
Jakarta: Lentera Basritama, 2001.
Berg, Van den, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, Jakarta:INIS, 1989.
Burke, Peter, Sejarah dan Teori Sosial, terj. Mestika Zed dan Zulfami Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2001.
Carrard, Philippe, Poetics The New History. Frenchhistorical Discourse From
Braudel To Chartier, London : the johns Hopkins university Press,
Baltimore, 1992.
Carey, Peter, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan akhir Tatanan Lama di
Jawa 1785-1855, Jakarta: Gramedia, 2016.
Craik, Jenifer , The Face of Fashion. Cultural studies in Fashion, Londen New York,
1994.
Dariyono, Haris, Dari majapahit menuju pondok pesantren. Tulungagung: Surya
Alam Mandiri, 2006.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1982.
Gilbert J. Garragan, S.J, A Guide to Historical Method. New York.Fordham
Univercity Press, 1957.
Isnaniwati, Iin Nur, Muhammad Roem Karier Politik dan Perjuangannya, (1924-
1968), Jakarta: IKAPI, 2002.
Kabupaten Magelang dari masa ke masa. (tidak diterbitkan).
Kartodirjo, Sartono dkk, Sejarah sosial, Yogyakarta: Ombak, 2016.
Komandoko, Gamal, Boedi Oetomo Awal kebangkitan kesadaran bangsa, Jakarta:
Medpress,2008.
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003.
---------------------, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.
66
M.C. Riclefs, Sejarah Indonesia Modern, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, .2008.
Muhammad, Manajemen Masijd, Jakarta: Gema Insani, 2007.
Muzan, Ahmad, Diaspora Islam Damai, Wonosobo: Yayasan Masjid al-Mansur,
2011.
Nasr, Ayub Sayyed Hosein, The Garden of Truth Mereguk Sari Tasawuf, Bandung:
Mizan, 2010.
Pemerintah Kota Magelang, Middelpunt van den Tuin van Java, Magelang, 1936.
Persudi, Sri Woelan, Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat, 1999.
Purwowijoyo, Babad Ponorogo¸jilid VII, Ponorogo: Dinas pariwisata dan Seni
Budaya, 1985.
Raffles, Thomas Stamford, History of Java Cet IV, Yogyakarta: Narasi, 2015.
Riclef, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadah Mada University Press, 1991.
Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Ombak , 2012.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010.
Soewarsono, Berbareng Bergerak sepengal riwayat dan pemikiran Semaoen,
Yogyakarta:LKIS, 2000.
Steenbrink, Karel, Orang-orang Katolik di Indonesia 1808-1942, Yogyakarta:
Ledalero,2006.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, R&D
Bandung: alfabeta, 2009.
Sutherland, Heather , Notes on Java’s Regent Families, part II.
Syam, Nur, Islam Pesisir. Yogyakarta: LkiS, 2005.
Veyne, Paul , Writing History, Essay on Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina
moore-rinvolucri, Middletown,connect,Wesleyan Univercity Press, 1984.
Zein, Abdul Baqir, Majid Masjid bersejarah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani
Press, 1999
Sumber primer :
De Indische Courant. 4 Maret 1939.
German Peace Move is Predicted, “Honolulu Star-Bulletin”, 18 July, 1917. Remrev,
Indie Weerbaar “Comite Indie Weerbaar”, Nedherland: 1917.
W. V. Remrev, Indie Weerbaar. Netherlands: 1917.
67
“Magelang Vooruit”, 1935.
Manuskrip tulisan tangan R.A.A. Danoesuegondo.
Magelang Midelpunt Van den Tuin van Java, 1936.
Het Niuws Van den Dag vornedherlands Indie. 06-Feb-1939.
Sumatra Post, 13 Februari 1939.
Jurnal :
Jurnal mengenai perkembangan Islamisasi di Jawa dan mengenai bagaimana
penyebaranya yang ditulis oleh Anita, Dewi Evi , Walisongo: Mengsilamkan
Tanah Jawa, Wahana Akademika, vol. 1. No.2, Oktober 2014.
Wawancara :
Wawancara dengan Wulandari (cicit dari R.A.A. Danoesuegondo), tanggal 20 Juli
2017 pukul 14:45.
Wawancara dengan KH Mastur (menantu KH Sirad), tanggal 21 Maret 2018 pukul
16:20.
Tesis :
Tesis mengenai perkembangan pariwisata di Magelang yang ditulis oleh Lestari,
Indah Tri , Pariwisata di Magelang pada Masa Kolonial (1926-1942),
Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 2010.
Internet :
http://wawasansejarah.com/organisasi-wanita-indonesia/ diakses tanggal 27 Maret
2018 pada pukul 12:00.
https://id.m.wikipedia.org/wik/Opleiding_School_Vor_Inlandsche_Amtenaren.
Diakses tanggal 15 Maret 2018 pada pukul 19:30.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/. Diakses tanggal 26 Maret 2018 pada pukul 07:41.
DAFTAR LAMPIRAN
NO Lampiran Foto
1 LAMPIRAN 1 Makam R.A.A. Danoesuegondo Payaman Magelang
2 LAMPIRAN 2 Makam Keluarga Danoeningrat Payaman Magelang
3 LAMPIRAN 3 Foto R.A.A. Danoesuegondo
4 LAMPIRAN 4 Manuskrip Aksara Jawa tulisan R.A.A. Danoesuegondo
5 LAMPIRAN 5 Foto R.A.A. Danoesuegondo bersama delegasi ke Negeri
Belanda
6 LAMPIRAN 6 Foto R.A.A. Danoesuegondo dan R. Ay. Danoesuegondo
7 LAMPIRAN 7 Masjid Agung Payaman
8 LAMPIRAN 8 Masjid Agung Magelang pada masa Danoeningrat
9 LAMPIRAN 9 Arsip Indie Weerbaar
10 LAMPIRAN 10 Arsip koran Het Nieuws van den dag
11 LAMPIRAN 11 Arsip Magelang Middelpunt van den tuin van Java
12 LAMPIRAN 12 Majalah Locale Belangen
13 LAMPIRAN 13 Koran De Sumatra Post 1939
Lampiran-lampiran
Lampiran 1
Makam R.A.A. Danoesuegondo
Payaman Magelang
Sumber: Koleksi pribadi
Lampiran 2
Makam keluarga besar Danoeningrat
Payaman Magelang
Sumber: Koleksi pribadi
Lampiran 3
Foto R.A.A. Danoesuegondo
Sumber: Koleksi keluarga R.A.A. Danoesuegondo
Lampiran 4
Manuskrip Aksara Jawa R.A.A. Danoesuegondo
Sumber : Koleksi keluarga R.A.A. Danoesuegondo
Lampiran 5
Foto R.A.A. Danoesuegondo bersama Delegasi ke Negeri Belanda
Sumber :KITLV
Lampiran 6
R.A.A. Danoesuegondo dengan R. Ay. Danoesuegondo
Sumber: KITLV
Lampiran 7
Masjid Agung Payaman
Sumber: Koleksi pribadi
Lampiran 8
Renovasi Masjid Agung Magelang pada masa Danoeningrat
Sumber : Arsip Kabupaten Magelang
Lampiran 9
Majalah Indie Weerbaar
Lampiran 10
Koran terbitan Nedherlasch Indie “ Het nieuws van den dag”
Lampiran 11
Buku Magelang Middelpunt van den tuin van Java
Lampiran 12
Majalah Locale Belangen
Lampiran 13
Sumber : Koran terbitan 1939 “ De Sumatra post”
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
I. Data Pribadi
1. Nama : Dedi Maisuri
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Magelang, 18 Mei 1994
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Status Pernikahan : Belum Kawin
6. Warga Negara : Indonesia
7. Alamat KTP : RT: 05/RW: 02 Tepus Windusari Magelang
8. Alamat Sekarang : Jl. Arwana. RT. 02/RW. 07 Grogol
Blotongan Sidorejo Salatiga
9. Nomor Telepon / HP : 085728543819
10. e-mail : [email protected]
11. Kode Pos : 56152
II. Pendidikan Formal :
Periode
(Tahun)
Sekolah / Institusi Alamat Jenjang
Pendidikan
2000 - 2006 SDN Wonoroto Wonoroto Windusari Magelang SD
2006 - 2009 Mts. Ma‟arif Wonoroto Windusari Magelang SMP
2009 -
2012 SMA Ponpes
Modern Selamat
Kendal SMA
Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 28 Maret 20
DEDI MAISURI