rabu, 16 februari 2011 | media indonesia berebut kuasa … · hutani yang mendapat kuasa...

1
22 RABU, 16 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA F OKUS NU Berebut Kuasa di Gunung S ALEXANDER PRIYASMA A DA dua tiket yang harus dibayar saat berkunjung ke Tangkubanparahu di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Yang pertama nilai- nya Rp11 ribu dan yang kedua Rp2.000. Nominalnya berbeda, begitu juga pemungutnya. Dua karcis yang berbeda itu menguar adanya ketidakwajar- an di kawasan wisata tersebut. Kabar yang mewarnai wilayah ini dalam setahun terakhir ti- dak jauh dari soal perebutan kuasa. Dua pihak yang berseteru yakni PT Graha Rani Putra Per- sada, yang dikeroyok Pemerin- tah Provinsi Jawa Barat, aktivis lingkungan, seniman, dan PT Perhutani. Sang investor jelas bukan pemain sembarangan. Ia kuat karena memegang surat izin pengusahaan pariwisata alam yang dikeluarkan Men- teri Kehutanan era 2004-2009, Malem Sambat Kaban. Lewat SK No 306/Menhut- II/2009 tertanggal 29 Mei 2009, Kaban memberikan izin peng- usahaan kepada PT Graha Rani. Perusahaan yang dibosi seorang pengacara, Putra Ka- ban, ini berhak memanfaatkan 10% dari total kawasan seluas 250,7 hektare untuk aktivitas bisnis pariwisata. Hak pengelolaan diberikan selama maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang. Izin itu berarti juga menendang PT Per- hutani yang mendapat kuasa pengelolaan sejak Mei 2007. Surat yang sama juga meno- hok Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, yang baru menda- pat limpahan selama tiga bulan. Padahal, balai besar ini adalah perpanjangan tangan Direk- torat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan. Soal kebijakannya itu, MS Kaban punya alasan. Yang pertama, pengelolaan Tang- kubanparahu selama ini kurang optimal. Terbukti, kawasan ini menjadi salah satu objek wisata alam yang kumuh. Selama belasan tahun pula, kawasan bekas Gunung Sunda- -cikal bakal Tangkubanparahu- -ini tidak banyak menyumbang dana ke kas negara karena bocornya uang tiket yang masuk. “Kehadiran swasta memban- tu pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak. Selain itu, kalau pengelo- laannya bagus, otomatis akan memberikan multiplier effect kepada masyarakat yang ada di Tangkubanparahu,” tutur MS Kaban, saat itu. Keputusan menteri bukan sabda. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menolak. Menteri Kehutanan dinilai telah mengabaikan aspirasi masyarakat. “Menhut telah melangkahi kewenangan daerah. Itulah salah satu alasan kami menolak kehadiran pengembang,” kata Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf. Aturan dilanggar Pemprov punya dalil. Per- tama, sebelum izin diterbitkan, seharusnya ada rekomendasi teknis dari gubernur. Itu se- suai dengan PP No 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pe- manfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata alam. Aturan kedua ada pada Keputusan Menhut No 446/ Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam. Pasal da- lam aturan itu mengharuskan permohonan izin dilengkapi rekomendasi gubernur. Di samping kedua aturan itu, masih ada PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Uru- san Pemerintahan. Jawa Barat juga punya Perda Kawasan Bandung Utara, yang mem- berikan kewenangan kepada gubernur untuk menolak pe- manfaatan kawasan Bandung Utara, di dalamnya termasuk Tangkubanparahu. Aturan di atas kertas tidak membuat Kaban goyah. Ia terus mendukung Graha Rani dan memastikan tidak ada pelang- garan yang terjadi. Surat sakti MS Kaban juga menuai gelombang protes ke- lompok masyarakat Sunda dan pegiat lingkungan, selama 2009-2010. Aliansi Masyara- kat Peduli Tangkubanparahu, gabungan lebih dari 20 elemen organisasi kemasyarakatan, menolak kehadiran pengem- bang. “Kami khawatir kehadiran pengembang akan merusak kawasan. Padahal Tang- kubanparahu adalah ikon bu- daya dan kelestarian alam Jawa Barat,” kata koordinator aliansi, Dadang Hermawan. Alasan yang sama juga mem- buat pakar hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat berani bertindak tegas. “Itu aspirasi warga. Aneh kalau pemprov tidak berani bertindak tegas.” Gubernur Jabar Ahmad Her- yawan menyambut tantangan itu. Ia memerintahkan Satpol PP naik ke gunung dan menye- gel kegiatan Graha Rani. Namun, penyegelan hanya berlangsung seumur jagung. Pengembang tetap nekat me- mungut tiket. Saat Kaban turun pada 2009, dan Zulkifli Hasan tampil sebagai menteri kehutanan, warga Jawa Barat seperti punya harapan besar. Wakil Gubernur dalam sejumlah pertemuan de- ngan Zulkii selalu menyelip- kan permohonan pencabutan PT Graha Rani. Oktober 2010, Zulkifli me- ngeluarkan keputusan. Isinya mencabut hak pengembang memungut tiket. Hak itu di- kembalikan ke BKSDA Jawa Barat. Dalam pengelolaan juga, Menteri mengatur 79,30 hektare hutan lindung dikeluarkan dari hak kelola perusahaan. Aturan di atas kertas, lagi-la- gi tak diindahkan pengembang. Tiket tetap ditarik, begitu juga dengan pengelolaan. PT Graha Rani belum mau hengkang. Asep Warlan kembali me- nantang Gubernur Jawa Barat berani bertindak tegas. “Dari aspek hukum, keyakinan pem- prov sudah tepat. Gubernur ha- rus mengambil tindakan tegas dengan menghentikan aktivitas pengembang sampai ada ke- jelasan hukum,” tandasnya. Sementara itu, Dadang Her- mawan menuding surat men- teri hanya sebatas mereda- kan gejolak sosial dan politik. “Menhut sengaja menciptakan status quo. Ia tahu pengembang tetap memungut tiket, tapi dibiarkan selama tidak ada gejolak sosial.”(N-2) priyasma @mediaindonesia.com Manisnya rupiah dari Tangkubanparahu jadi rebutan. Aturan dan keputusan hanya macan ompong di atas kertas. Dua Kaban Mengurus Hutan S EJAK 25 September 2009, Putra Kaban membawa PT Graha Rani Putra Persada masuk ke Kawasan Wisata Tangkubanparahu. Sebuah surat sakti dari Malem Sambat Kaban, yang saat itu adalah menteri kehutanan, membuat Putra mampu merentang tangan masuk hutan di kawasan Kabupaten Bandung Barat dan Subang, Jawa Barat. Surat keputusan sang menteri bernomor 306/ Menhut-II/2009 memberikan izin pengusahaan pariwisata alam kepada PT Graha Rani. Surat itu berarti juga mengakhiri genggaman Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam, lembaga di dalam tubuh Departemen Kehutanan sendiri, atas kawasan ini, yang sudah berlangsung sejak 2007. Kawasan Wisata Tangkubanparahu memiliki luas total 250,7 hektare. Surat menteri memberi hak Graha Rani mengurus 10%-nya atau seluas 25 hektare. Lahannya berada di blok Jayagiri seluas 17 hektare dan di kawasan hutan lindung seluas 8 hektare. Semua lahan sudah terbuka dan tinggal dibangun. “Proses administrasi untuk mengelola kawasan sampai keluar izin butuh waktu empat tahun. Prosesnya panjang,” kata Putra Kaban, beberapa waktu lalu. Tidak ada penunjukan dalam pengelolaan ini. Putra berkisah, awalnya Departemen Kehutanan yang membuka kesempatan. Kebetulan hanya Graha Rani yang tertarik masuk dan mengajukan permohonan. Semua tahapan ditempuh perusahaan ini sesuai prosedur. Mulai dari kelayakan proposal, kesiapan modal, kelayakan manajemen, dan sejumlah syarat lain. “Tidak ada perlakuan istimewa. Perusahaan terpilih bukan karena saya dan Menteri Kehutanan sama- sama bermarga Kaban,” tegas Putra. Soal penolakan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, ini yang membuat Putra tak habis pikir. Ia mengaku sudah lebih dari 20 kali datang ke Gedung Sate, tempat Gubernur Jawa Barat berkantor. Hasilnya nihil, karena lebih sering tidak bertemu. Saat bisa bertemu pada Juli 2008, perusahaan sudah memaparkan rencana pengembangan kawasan, juga di depan pihak-pihak yang terlibat di Tangkubanparahu. Bukan anggukan yang kemudian diterima. Gedung Sate dan banyak kalangan tetap menolak. Itu yang membuat Putra tidak habis pikir. Padahal di benaknya, ia berhasrat membuat kawasan gunung yang dikelilingi hutan ini menjadi objek wisata yang dibanggakan masyarakat Jawa Barat. Juga menjadi sarana pengembangan kebudayaan Sunda. Keuntungan lain tentu saja pendapatan asli daerah yang akan makin bertambah karena banyak pengunjung akan datang. Saat penolakan menghadang, Graha Rani tidak lantas berpangku tangan. Sejumlah pekerja mulai diturunkan ke jalan. “Itu langkah pertama. Kami sedang dan akan membenahi infrastruktur jalan,” sambung Putra. Rencana lain adalah membangun musala, panggung kesenian, wahana wisata alam, dan cottage. Soal dana, perusahaan ini sudah menyiapkan investasi awal senilai Rp35 miliar. Pekerjaan di gunung ini seluruhnya ditargetkan selesai setelah lima tahun kemudian. Pedagang kaki lima pun tidak akan ditelantarkan. Mereka didorong memiliki produk unggulan yang bisa ditawarkan kepada pengunjung. Perusahaan akan mempersiapkan proses pembinaan sehingga mereka memiliki daya saing. Satu lagi soal pohon. Putra Kaban berjanji tidak akan ada pohon yang ditebang, bahkan tidak satu batang pun yang akan dipangkas. “Kami justru akan menambah jumlah pohon dengan menanam yang baru.” (AX/EM/N-2) TANGKUBANPARAHU menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Kawasan wisata ini juga membawa berkah bagi warga sekitar untuk mencari nafkah, seperti berdagang cendera mata, menjajakan makanan, dan menyewakan kuda. INDAHNYA pemandangan kawah dan suasana kawasan wisata Gunung Tangkubanparahu di Subang, Jawa Barat, unggulan bagi Jawa Barat. MI/AGUS M

Upload: dangcong

Post on 28-Jun-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

22 RABU, 16 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA FOKUS NU

Berebut Kuasa di Gunung SALEXANDER PRIYASMA

ADA dua tiket yang harus dibayar saat b e r k u n j u n g k e Tangkubanparahu

di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Yang pertama nilai-nya Rp11 ribu dan yang kedua Rp2.000. Nominalnya berbeda, begitu juga pemungutnya.

Dua karcis yang berbeda itu menguar adanya ketidakwajar-an di kawasan wisata tersebut. Kabar yang mewarnai wilayah ini dalam setahun terakhir ti-dak jauh dari soal perebutan kuasa.

Dua pihak yang berseteru yakni PT Graha Rani Putra Per-sada, yang dikeroyok Pemerin-tah Provinsi Jawa Barat, aktivis lingkungan, seniman, dan PT Perhutani. Sang investor jelas bukan pemain sembarangan. Ia kuat karena memegang surat izin pengusahaan pariwisata alam yang dikeluarkan Men-teri Kehutanan era 2004-2009, Malem Sambat Kaban.

Lewat SK No 306/Menhut-II/2009 tertanggal 29 Mei 2009, Kaban memberikan izin peng-usahaan kepada PT Graha Rani. Perusahaan yang dibosi seorang pengacara, Putra Ka-ban, ini berhak memanfaatkan 10% dari total kawasan seluas 250,7 hektare untuk aktivitas bisnis pariwisata.

Hak pengelolaan diberikan selama maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang. Izin itu berarti juga menendang PT Per-hutani yang mendapat kuasa pengelolaan sejak Mei 2007.

Surat yang sama juga meno-hok Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, yang baru menda-pat limpahan selama tiga bulan. Padahal, balai besar ini adalah perpanjangan tangan Direk-torat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan.

Soal kebijakannya itu, MS Kaban punya alasan. Yang pertama, pengelolaan Tang-kubanparahu selama ini kurang optimal. Terbukti, kawasan ini menjadi salah satu objek wisata alam yang kumuh.

Selama belasan tahun pula, kawasan bekas Gunung Sunda--cikal bakal Tangkubanparahu--ini tidak banyak menyumbang dana ke kas negara karena bocornya uang tiket yang

masuk.“Kehadiran swasta memban-

tu pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak. Selain itu, kalau pengelo-laannya bagus, otomatis akan memberikan multiplier effect kepada masyarakat yang ada di Tangkubanparahu,” tutur MS Kaban, saat itu.

Keputusan menteri bukan sabda. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menolak.

Menteri Kehutanan dinilai telah mengabaikan aspirasi masyarakat.

“Menhut telah melangkahi kewenangan daerah. Itulah salah satu alasan kami menolak kehadiran pengembang,” kata Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf.

Aturan dilanggarPemprov punya dalil. Per-

tama, sebelum izin diterbitkan, seharusnya ada rekomendasi teknis dari gubernur. Itu se-suai dengan PP No 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pe-manfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata alam.

Aturan kedua ada pada Keputusan Menhut No 446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam. Pasal da-lam aturan itu mengharuskan permohonan izin dilengkapi rekomendasi gubernur.

Di samping kedua aturan itu, masih ada PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Uru-san Pemerintahan. Jawa Barat juga punya Perda Kawasan Bandung Utara, yang mem-berikan kewenangan kepada gubernur untuk menolak pe-manfaatan kawasan Bandung Utara, di dalamnya termasuk Tangkubanparahu.

Aturan di atas kertas tidak membuat Kaban goyah. Ia terus mendukung Graha Rani dan memastikan tidak ada pelang-garan yang terjadi.

Surat sakti MS Kaban juga menuai gelombang protes ke-lompok masyarakat Sunda dan pegiat lingkungan, selama 2009-2010. Aliansi Masyara-kat Peduli Tangkubanparahu, gabungan lebih dari 20 elemen organisasi kemasyarakatan, menolak kehadiran pengem-

bang.“Kami khawatir kehadiran

pengembang akan merusak kawasan. Padahal Tang-kubanparahu adalah ikon bu-daya dan kelestarian alam Jawa Barat,” kata koordinator aliansi, Dadang Hermawan.

Alasan yang sama juga mem-buat pakar hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat berani bertindak tegas. “Itu aspirasi warga. Aneh kalau pemprov tidak berani bertindak tegas.”

Gubernur Jabar Ahmad Her-yawan menyambut tantangan itu. Ia memerintahkan Satpol PP naik ke gunung dan menye-gel kegiatan Graha Rani.

Namun, penyegelan hanya berlangsung seumur jagung. Pengembang tetap nekat me-mungut tiket.

Saat Kaban turun pada 2009, dan Zulkifli Hasan tampil sebagai menteri kehutanan, warga Jawa Barat seperti punya harapan besar. Wakil Gubernur dalam sejumlah pertemuan de-ngan Zulkifl i selalu menyelip-kan permohonan pencabutan PT Graha Rani.

Oktober 2010, Zulkifli me-ngeluarkan keputusan. Isinya mencabut hak pengembang memungut tiket. Hak itu di-kembalikan ke BKSDA Jawa Barat. Dalam pengelolaan juga, Menteri mengatur 79,30 hektare hutan lindung dikeluarkan dari hak kelola perusahaan.

Aturan di atas kertas, lagi-la-gi tak diindahkan pengembang. Tiket tetap ditarik, begitu juga dengan pengelolaan. PT Graha Rani belum mau hengkang.

Asep Warlan kembali me-nantang Gubernur Jawa Barat berani bertindak tegas. “Dari aspek hukum, keyakinan pem-prov sudah tepat. Gubernur ha-rus mengambil tindakan tegas dengan menghentikan aktivitas pengembang sampai ada ke-jelasan hukum,” tandasnya.

Sementara itu, Dadang Her-mawan menuding surat men-teri hanya sebatas mereda-kan gejolak sosial dan politik. “Menhut sengaja menciptakan status quo. Ia tahu pengembang tetap memungut tiket, tapi dibiarkan selama tidak ada gejolak sosial.”(N-2)

[email protected]

Manisnya rupiah dari Tangkubanparahu jadi rebutan. Aturan dan keputusan hanya macan ompong di atas kertas.

Dua Kaban Mengurus Hutan

SEJAK 25 September 2009, Putra Kaban membawa PT Graha Rani Putra

Persada masuk ke Kawasan Wisata Tangkubanparahu. Sebuah surat sakti dari Malem Sambat Kaban, yang saat itu adalah menteri kehutanan, membuat Putra mampu merentang tangan masuk hutan di kawasan Kabupaten Bandung Barat dan Subang, Jawa Barat.

Surat keputusan sang menteri bernomor 306/Menhut-II/2009 memberikan izin pengusahaan pariwisata alam kepada PT Graha Rani. Surat itu berarti juga mengakhiri genggaman Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam, lembaga di dalam tubuh Departemen Kehutanan sendiri, atas kawasan ini, yang sudah berlangsung sejak 2007.

Kawasan Wisata Tangkubanparahu memiliki luas total 250,7 hektare. Surat menteri memberi hak Graha Rani mengurus 10%-nya atau seluas 25 hektare.

Lahannya berada di blok Jayagiri seluas 17 hektare dan di kawasan hutan lindung seluas 8 hektare. Semua lahan sudah terbuka dan tinggal dibangun.

“Proses administrasi untuk mengelola kawasan sampai keluar izin butuh waktu empat tahun. Prosesnya panjang,” kata Putra Kaban, beberapa waktu lalu.

Tidak ada penunjukan

dalam pengelolaan ini. Putra berkisah, awalnya Departemen Kehutanan yang membuka kesempatan. Kebetulan hanya Graha Rani yang tertarik masuk dan mengajukan permohonan.

Semua tahapan ditempuh perusahaan ini sesuai prosedur. Mulai dari kelayakan proposal, kesiapan modal, kelayakan manajemen, dan sejumlah syarat lain.

“Tidak ada perlakuan istimewa. Perusahaan terpilih bukan karena saya dan Menteri Kehutanan sama-sama bermarga Kaban,” tegas Putra.

Soal penolakan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, ini yang membuat Putra tak habis pikir. Ia mengaku sudah lebih dari 20 kali datang ke Gedung Sate, tempat Gubernur Jawa Barat berkantor. Hasilnya nihil, karena lebih sering tidak bertemu.

Saat bisa bertemu pada Juli 2008, perusahaan sudah memaparkan rencana pengembangan kawasan, juga di depan pihak-pihak yang terlibat di Tangkubanparahu. Bukan anggukan yang kemudian diterima. Gedung Sate dan banyak kalangan tetap menolak.

Itu yang membuat Putra tidak habis pikir. Padahal di benaknya, ia berhasrat membuat kawasan gunung yang dikelilingi hutan ini menjadi objek wisata yang

dibanggakan masyarakat Jawa Barat. Juga menjadi sarana pengembangan kebudayaan Sunda. Keuntungan lain tentu saja pendapatan asli daerah yang akan makin bertambah karena banyak pengunjung akan datang. Saat penolakan menghadang, Graha Rani tidak lantas berpangku tangan.

Sejumlah pekerja mulai diturunkan ke jalan. “Itu langkah pertama. Kami sedang dan akan membenahi infrastruktur jalan,” sambung Putra.

Rencana lain adalah membangun musala, panggung kesenian, wahana wisata alam, dan cottage.

Soal dana, perusahaan ini sudah menyiapkan investasi awal senilai Rp35 miliar. Pekerjaan di gunung ini seluruhnya ditargetkan selesai setelah lima tahun kemudian.

Pedagang kaki lima pun tidak akan ditelantarkan. Mereka didorong memiliki produk unggulan yang bisa ditawarkan kepada pengunjung. Perusahaan akan mempersiapkan proses pembinaan sehingga mereka memiliki daya saing.

Satu lagi soal pohon. Putra Kaban berjanji tidak akan ada pohon yang ditebang, bahkan tidak satu batang pun yang akan dipangkas. “Kami justru akan menambah jumlah pohon dengan menanam yang baru.” (AX/EM/N-2)

TANGKUBANPARAHU menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Kawasan wisata ini juga membawa berkah bagi warga sekitar untuk mencari nafkah, seperti berdagang cendera mata, menjajakan makanan, dan menyewakan kuda.

INDAHNYA pemandangan kawah dan suasana kawasan wisata Gunung Tangkubanparahu di Subang, Jawa Barat,unggulan bagi Jawa Barat.

MI/AGUS M