qd - · pdf filedalam tugas saya sebagai dosen tamu dalam statika lanjutan ... batang), 5.1....

249

Upload: lamhanh

Post on 06-Feb-2018

292 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

QD I J

PENERBIT KANISIUS

MEKANIKATEKNIK 1

STATIKA&KEGUNAAN NYA

PENGETAHUAN DASAR ILMU INERSIA DAN KETAHANAN KONSTRUKSI BATANG DAN RANGKA BATANGALAT-ALAT SAMBUNGAN

lr. HEINZ FRICK

Kata pengantar

Dalam tugas saya sebagai dosen tamu dalam statika lanjutan (mekanika teknik tingkat I l l ) pada lnstitut Teknologi Katolik Semarang ( ITKS), saya menemukan, bahwa hanya ada beberapa buku statika dalam bahasa I ndonesia. lni pun hanya mengenai bidang bagian tertentu . Lagi pula tidak ada kesesuaian antara buku-buku itu, baik dalam macam maupun dalam caranya. Yang paling menyolok ialah tidak adanya karya, yang dapat menemuhi kebutuhan di perguruan tinggi arsitektur. Atas dasar itulah saya dengan senang hati menemuhi permintaan I TKS untuk mengadakan sebuah buku vak, yang bertujuan mengisi kebutuhan bidang arsitektur dan statika terpakai ( pada praktek) . Mengingat bahannya, maka buku ini menjadi dua

,jilid. Mekanika teknik - statika dan kegunaannya selanjutnya diarahkan terutama untuk memenuhi dua tujuan. Pertama, menjadi bimbingan bagi mahasiswa arsitektur dalam mempelajari statika, dan kedua sebagai bantuan dalam menggunakan statika dalam praktek. Menjadi harapan saya, bahwa kedua tujuan itu dapat tercapai.

Pemilihan susunan bahan keseluruhan dan pemberian bermacam-macam contoh dari praktek, memungkinkan penyajian secara sistimatis dan sekaligus bisa dicapai cara belajar yang praktis. Susunan pelajaran disusun demikian rupa, sehingga seorang mahasiswa perguruan tinggi arsitektur dengan mempelajari kedua jilid, dapat menguasai pengetahuan dasar tentang statika. Untuk pelajaran di STM atau di Polyteknik, jilid pertama sudah memadai. , .I

Jilid pertama ini berisi bahan pelajaran tentang dasar-dasar statika . Dengan mempela­jari pengetahuan dasar statika tentang ilmu inersia dan ketahanan, maka pembaca akan berkenalan dengan gaya-gaya dan bekerjanya gaya-gaya itu pada bagian bangunan masing-masing. Kemudian disajikan dengan luas pelbagai konstruksi batang dan rangka batang (vakwerk) , yang banyak terdapat dalam praktek. Contoh­contoh dari praktek bangunan sehari-hari akan memberikan kepastian kepada para mahasiswa dalam mengadakan perhitungan dan kemantapan dalam nilai-nilai ukuran konstruksi. Tidak seperti buku-buku statika lainnya, maka dalam buku ini pada contoh-contoh tadi juga disertakan penentuan ukuran-ukuran konstruksi batang atau rangka batang sebagai kelanjutan dan hasil dari perhitungan statika. Atas dasar kenyataan, bahwa di Indonesia nilai ukuran-ukuran seperti kg, kg/ cm2, t, tm dsb . masih berlaku, maka tidak digunakan nilai ukuran-ukuran yang baru seperti N ( Newton) , kN( Kilonewton) dan MN (Meganewton) . Untuk kebutuhan konversi dapat digunakan petunjuk berikut:

3

-_ , I

Gaya-gaya : dasarnya ialah kN ( Kilonewton) = 1 '000 N = 0.001 MN Beban kN/ m dan kN/ m2 M omen Tegangan

kNm N/ mm2

Dasar-dasar Newton dihasilkan dari Fisj�ang menentukan kecepatan jatuh g 9.80665 m/s2. Dialihkan dalam bidang pembangunan, yang menghitung dengan faktor keamanan yang besar, maka g = 1 0.0 m/s2 boleh dikatakan cukup teliti. U ntuk konversi dapat dikatakan, bahwa:

1 kg = 1 kp = 1 0 N atau 1 t= 1 Mp= 1 0 kN =0.01 M N dsb.

Pada kesempatan ini saya ucapkan banyak terima kasih terutama kepada B .G . Teubner Verlag di Stuttgart, Jerman barat, yang telah membantu saya dengan copyright dari bab 3. (Konstruksi batang), 4.4. dan 4.5. ( Konstruksi rangka batang berbentuk belah ketupat dan berbentuk K dengan contoh-contoh konstruksi rangka batang), 5. 1 . (Aiat-alat sambungan baja) dan 7. ( Konstruksi portal statis tidak terten­tu) . Juga kepada VEB-Verlag fOr Bauwesen di Berlin, Jerman Timur. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada pengajar statika saya, lr. Adam Magyar di Zurich, Swis, yang telah memperkenalkan kepada saya rahasia-rahasia statika pada tahun 1 962-65, Wakil Pimpinan Pendidikan lndustri Kayu Atas ( PI KA) Semarang, Sdr. I. Susmadi sebagai korektor bahasa Indonesia dan lr . M lodzik dari Biro lnsinyur Fietz + Leuthold AG di Zurich, Swis, yang bersedia meneliti semua rumus dan meneliti kembali contoh-contoh.

Kami menantikan saran dan usul ke arah perbaikan, yang pasti akan timbul setelah penggunaan buku ini, dengan tangan terbuka dan senang hati. Terbitan pertama ini dimungkinkan oleh subsidi yang kami terima dari Liechtenstein Development Service, Vaduz, Principality of Liechtenstein.

Semarang, Maret 1978

l r. Heinz Frick

4

lsi buku: Jilid I, halaman:

1. Pengetahuan dasar tentang statika 13

1. 1 Pengetahuan dasar 13 1. 1. 1 Pembangunan pada konstruksi batang dan rangka

batang 14 1. 1. 2 Beban pada konstruksi batang dan rangka batang 16 1. 1. 3 Tumpuan pada konstruksi batang dan rangka

batang 17 1. 1. 4 Sifat-sifat bahan bangunan 19

1. 2 Gaya 20 1. 3 Mengumpulkan dan membagi gaya dalam satu bidang 21

1. 3. 1 Ukuran dan jurusan pada gaya 21 1. 3. 2 Gaya-gaya dengan titik tangkap bersama 23 1. 3. 3 Poligon batang tarik 26 1. 3. 4 Pembagian satu gaya R pada tiga garis kerja 32

1. 4 Momen 35 1. 4. 1 Momen satu gaya 35 1. 4. 2 Momen kumpulan gaya 35 1. 4. 3 Gaya ganda 37 1. 4. 4 Pindahan sejajar dari satu gaya 38

1. 5 Syarat-syarat keseimbangan � 38 1. 6 Penggunaan syarat-syarat keseimbangan pada perhitungan

konstruksi batang dan rangka batang 40

1. 6. 1 Perhitungan reaksi pada tumpuan 40

1. 6. 2 Gaya dalam 43 1. 6. 3 Perjanjian tanda 44

2. llmu inersia dan ketahanan 46 2. 1 Besaran-besaran lintang 46

2. 1. 1 Titik berat pada bidang 46 2. 1. 2 Momen lembam dan · momen sentrifugal pada

bidang 49 2. 1. 3 Momen lemban pada sistim koordinat berpindah 50 2. 1. 4 Momen lembam pada sistim koordinat terputar 52 2. 1. 5 Lingkaran Mohr 55

5

2. 2 Tegangan normal 57 2. 2. 1 Ketentuan keseimbangan 57 2. 2. 2 Ketentuan perubahan bentuk 59 2. 2. 3 Hubungan antara masing-masing tegangan 60 2. 2. 4 Garis sumbu nol 61 2. 2. 5 Gaya tekan dan gaya tarik 63 2. 2. 6 Momen lentur i; 63 2. 2. 7 Momen tahanan 64

2. 2. 8 Besaran inti 65 2. 3 Tegangan geser 69

2. 3. 1 Tegangan geser oleh gaya lintang ..v 69 2. 3. 2 Tegangan geser oleh gaya tarsi 72

2. 4 Tegangan-tegangan i 73 2. 4. 1 Tegangan linear \?3 2. 4. 2 Tegangan dalam bidang 76

2. 5. Penggunaan dan keamanan 79 2. 5. 1 Keamanan 79 2. 5. 2 Beban yang berulang-ulang 79 2. 5. 3 Teori-teori titik patah 81

2. 6 Tekukan· 81 2. 6. 1 Macam-macam tekukan 81 2. 6. 2 Contoh-contoh 86

2. 6. 3 Tekukan pada topang ganda S7 2. 7 Tekukan ex-sentris 91

2. 7. 1 Tiang terbengkok 91 2. 7. 2 Tiang yang tertekan ex-sentris 93 2. 7. 3 Tiang dengan beban lintang 95

2. 8 Perhitungan lendutan dan garis elastis 96 2. 8. 1 Pengetahuan dasar 96 2. 8. 2 Syarat Mohr 96 2. 8. 3 Penentuan lendutan menu rut Mohr secara grafis 97 2. 8. 4 Contoh-contoh 98

3. Kontruksi batang 101 3. 1 Pengetahuan dasar 101 3. 2 Balok tunggal 103

3. 2. 1 Balok tunggal dengan satu gaya 103 3. 2. 2 Balok tunggal dengan beberapa gaya 105 3. 2. 3 Balok tunggal dengan beban merata 108 3. 2. 4 Balok tunggal dengan beban merata terbatas 110

6

3. 2., 5 Balok tunggal dengan beban segitiga 113 3. 2. 6 Balok tunggal dengan macam-macam beban dan

gaya 115 3. 2. 7 Contoh-contoh 117

3. 3 Konsole 12.0 3. 3. .1 Konsole dengan satu gaya pada ujung yang bebas 120 3. 3. 2 Konsole dengan beberapa gaya 121 3. 3. 3 Konsole dengan beban merata 121 3. 3. 4 Konsole dengan gaya horisontal 121 3. 3. 5 Konsole dengan macam-macam beban dan gaya 122

3. 4 Balok tunggal dengan·konsole 123 3. 4. 1 Balok tunggal dengan satu konsole 123 3. 4. 2 Balok tunggal dengan dua konsole 1 27 3. 4. 3 Contoh-contoh 129

3. 5 Balok tunggal bersudut 134 3. 5. 1 Pengetahuan dasar 134 3. 5. 2 Balok tunggal bersudut siku 134 3. 5. 3 Balok tunggal bersudut miring 143 3. 5. 4 Balok tunggal dengan lengkungan miring 152

3. 6 Balok rusuk Gerber 153 3. 6. 1 Pengetahuan dasar dan kemungkinan-kemungkinan

pemasangan engsel pada Balok rusuk Gerber 153 3. 6. 2 Contoh-contoh 158

3. 7 Konstruksi portal tiga ruas dan konstruksi busur tiga ruas 160 3. 7. 1 Pengetahuan dasar 160 3. 7. 2 Konstruksi portal tiga ruas 161 3. 7. 3 Konstruksi busur tiga ruas 168

4. ·Konstruksi rangka batang (vakwerk) 176

4. 1 Pengetahuan dasar 176 4. 2 Pembangunan konstruksi rangka batang 178

4. 2. 1 Ketentuan statis 178 4. 2. 2 Kestabilan konstruksi rangka batang 180 4. 2. 3 Pembangunan dan bentuk konstruksi rangka batang 181

4. 3 Penentuan gaya-gaya batang 183 4. 3. 1 Perhitungan gaya batang menu rut Cremorra 183 4. 3. 2 Perhitungan gaya batang menurut Cullmann 185 4. 3. 3 Perhitungan gaya batang menu rut A. Ritter 186

4, 4 Tambahan pengetahuan tentang konstruksi rangka batang belah ketupat dan konstruksi rangka batang berbentuk K 188

4. 5 Contoh-contoh 190

7

5. Perhitungan alat-alat sambungan 203

5. 1 Alat-alat sambungan baja 203

5. 1. 1 Sambungan keling dan baut pada konstruksi baja 203

5. 1. 2 Sambungan las 207

5. 1. 3 Contoh sambungan-sambungan baja 212

5. 2 Alat-alat sambungan kayu 226

5. 2. 1 Gigi tunggal 226

5. 2. 2 Paku 227

5. 2. 3 Baut dan baut pasak khusus 230

5. 2. 4 Pasak cincin, bulldog connector dan plat paku 235

5. 2. 5 Konstruksi berlapis majemuk dengan perekat 239

5. 2. 6 Contoh sambungan-sambungan kayu 241

Jilid 11, Halaman:

6. Balok terusan 253

8

6. 1 Balok terjepit 253

6. 1. 1 Pengetahuan dasar 253

6. 1. 2 Gaya-gclya pada balok terjepit 254

6. 1. 3 Lendutan 262

6. 1. 4 Balok terjepit sebelah 264

6. 2 Balok terjepit elastis 265

6. 2. 1 Pengetahuan dasar 265

6. 2. 2 Sistim titik potong 266

6. 2. 3 Jarak penting pada titik potong 270

6. 2. 4 Macam-macam jepitan 271

6. 3 Sistim titik potong pada balok terusan 274

6. 3. 1 Pengetahuan dasar 274

6. 3. 2 Menentukan titik potong 275

6. 3. 3 Gaya-gaya pada balok terusa11 277

6. 4 Persamaan tiga momen (G:Iapeyron) 282

6. 5 Sistim Cross pada balok terusan 286

6. 5. 1 Pengetahuan dasar 286

6. 5. 2 Perjanjian tanda pada sistim Cross 287

6. 5. 3 Momen jepitan 287

6. 5. 4 Momen pada titik simpul 288

6. 5. 5 Momen jepitan dan momen distribusi yang disalur-kan 289

6. 5. 6 Balok terusan dengan ujung pada engsel 6. 5. 7 Persiapan cara distribusi momen 6. 5. 8 Cara distribusi momen menurut Cross 6. 5. 9 Contoh-contoh

290

292

292

293

7. Konstruksi portal statis tidak tertentu 304

7. 1 Konstruksi portal dengan titik simpul yang kaku 304

7. 1. 1 Pengetahuan dasar 304

7. 1. 2 Cara distribusi m omen menu rut Cross 304

7. 1 . 3 Contoh-contoh 305

7. 2 Kontruksi portal dengan titik simpul yang goyah 322

7. 2. 1 Penurunan tumpuan pada balok terjepit 322

7. 2. 2 Pengaruh atas titik simpul yang goyah 324

7. 2. 3 Contoh-contoh 326

7. 2. 4 Konstruksi portal bertingkat dengan titik simpul yang goyah 332

8. Perubahan bentuk elastis 342

8. 1 Pengetahuan dasar 342

8. 2 Teori tentang kerja virtual 343

8. 2. 1 Kerja virtual 343 8. 2. 2 Persamaan kerja pada konstruksi batang 345

8. 2. 3 Persamaan kerja pada konstruksi rangka batang 350

8. 2. 4 Hasil peng-integral-an pada kerja virtual 351

8., 3 Svarat-syarat brikatan pada perubahan bentuk elastis 354

·' 8. 3. 1 Syarat Betti 354

8. 3. 2 Syarat Maxwell 355

8. 3. 3 Syarat Castigliano 356 8. 3. 4 Syarat Mohr 357

8. 3. 5 Ringkasan 358 8. 4 Contoh-contoh 359

8. 4. 1 Pergeseran dan perputaran pada konstruksi batang 359

8. 4. 2 Pergeseran pada konstruksi rangka batang 369

8. 5 Garis elastis pada konstruksi batang 372

8. 5. 1 Pengetahuan dasar 372

8. 5. 2 Penentuan bobot-beban W 372

8. 5. 3 Penentuan garis elastis dengan bobot beban W pada konstruksi batang 374

9

-

r f 8. 6 Garis elastis pada konstruksi rangka batang 379

8. 6: 1 Pengetahuan dasar 379

8. 6. 2 Penentuan garis elastis dengan bobot beban W pada konstruksi rangka batang 379

8. 6. 3 Ringkasan 384

8. 6. 4 Contoh 384

9. Garis pengaruh 389

9. 1 Pengetahuan dasar dan penggunaan garis pengaruh 389

9. 1. 1 Pengetahuan dasar 389 9. 1. 2 Penentuan garis pengaruh 390

9. 1. 3 Penggunaan garis pengaruh 391

9. 1. 4 Ringkasan 393

9. 2 Garis pengaruh pada balok tunggal 393

9. 2. 1 Garis pengaruh pada reaksi tumpuan 393

9. 2. 2 Garis pengaruh pada gaya lintang 394

9. 2. 3 Garis pengaruh pada momen lentur 395

9. 2. 4 Beban yang tidak langsung 396

9. 2. 5 Garis pengaruh pada lendutan 398

9. 2. 6 Ringkasan 399

9. 2. 7 Contoh-contoh 399

9. 3 Garis pengaruh pada konsole, pada balok tunggal dengan konsole dan pada balok rusuk Gerber 406

9. 3. 1 Garis pengaruh pada konsole 406

9. 3. 2 Garis pengaruh pada balok tunggal dengan konsole 407

9. 3. 3 Garis pengaruh pada balok rusuk Gerber 409

9. 3. 4 Ringkasan 410

9. 3. 5 Contoh-contoh 411

9. 4 Garis pengaruh pada busur tiga ruas 415

9. 4. 1 Perhitungan dengan beban yang tetap 415

9. 4. 2 Garis pengaruh pada reaksi tumpuan 417

9. 4. 3 Garis pengaruh pada momen lentur 418

9. 4. 4 Garis pengaruh pada gaya normal dan gaya lintang 419

9. 4. 5 Ringkasan 421 9. 4. 6 Contoh 421

9. 5 Garis pengaruh pada konstruksi rangka batang 424 9. 5. 1 Pengetahuan dasar 424

9. 5. 2 Konstruksi rangka batang dengan tepi sejajar 425

9. 5. 3 Konstruksi rangka· batang dengan batang tepi tidak

sejajar 429

10

9. 5. 4 Ringkasan 437 9. 5. 5 Contoh-contoh 438

9. 6 Garis pengaruh pada balok terusan 449 Pengetahuan dasar 9. 6. 1 449

9. 6. 2 Garis pengaruh pada reaksi tumpuan yang statis ber-

lebih 450 9. 6. 3 Garis pengaruh pada reaksi tumpuan, momen lentur

dan gaya lintang 452 9. 6. 4 Penentuan garis-garis pengaruh secara gratis 452

I. Lampiran 459 I. 1 Rumus-rumus yang penting 459

I. 1. 1 Rumus-rumus yang penting pada bab: Pengetahuan

dasar 459 I. 1. 2 Rumus-rumus yang penting pada bab: llmu inersia

dan ketahanan 459 I. 1. 3 Rumus-rumus yang penting pada bab: Konstruksi

batang 461 I. 1. 4 Rumus-rumus yang penting pada bab: Konstruksi

rangka batang 462 I. 1. 5 Rumus-rumus yang penting pada bab: Perhitungan

alat-alat sambungan 462 I. 1. 6 Rumus-rumus yang penting pada bab: Balok

terusan

I. 1. 7 Rumus-rumus yang penting pada bab: Konstruksi

portal statis tidak tertentu

I. 1. 8 Rumus-rumus yang penting pada bab: Perubahan

bentuk elastis

I. 1. 9 Rumus-rumus yang penting pada bab: Garis peng-

462

464

464

aruh 465 I. 2 Tabel-tabel 467

I. 2. 1 Penentuan titik berat pada bidang yang datar 467 I. 2. 2 Penentuan momen lembam dan momen tahanan· 470 I. 2. 3 Nilai-nilai bahan baja profil 472 I. 2. 4 Nilai-nilai balok kayu segiempat 484 I. 2. 5 Tegangan tekuk yang diperkenankan untuk baja

ST 37 487 I. 2. 6 Faktor tekuk yang diperkenankan untuk kayu kelas

I s/d IV 488 11

......

I. 2. 7 Penentuan tegangan a maksimal dan lendutan f maksimal pada konstruksi batang 493

I. 2. 8 Penentuan momen dan reaksi tumpuan pada balok rusuk Gerber 494

I. 2. 9 Nilai-nilai alat sambungan besi seperti keling, baut dan las 496

I. 2.10 Nilai-nilai alat sambungan kayu seperti paku, baut, baut pasak khusus, pasak cincin, bulldog connector dan pelat paku 499

I. 2.11 Penentuan momen jepitan pada balok terjepit dan pada balok terjepit sebelah 505

I. 2.12 Penentuan bagian beban pada syarat persamaan tiga momen menu rut Clapeyron 509

I. 2.13 Penentuan momen dan reaksi tumpuan pada balok terusan 512

I. 2.14 Hasil peng-integral-an pada kerja virtual 516

I. 3 Daftar kependekan 518

I. 4 Daftar istilah penting 520

I. 5 Pustaka

12

1. Pengetahuan dasar tentang ilmu statika

1. 1. Pengetahuan dasar

Statika ialah i lmu tentang semua benda yang tetap, yang statis. l lmu ini merupakan bidang bagian ilmu mekanika teknik. Dalam i lmu dinamika diterangkan semua yang bergerak: sedangkan dalam ilmu statika semua yang tidak bergerak {a tau yang tidak akan bergerak). Kedua bagian itu mempunnyai dua persamaan, yaitu gaya-gaya dan pergerakan. Hanya dalam i lmu statika ada ketentuan khusus mengenai pergerakan ini, yaitu pergerakan v = 0. lni berarti, bahwa dalam ilmu statika kita hanya bekerja dengan gaya-gaya yang tidak bergerak, dengan keadaan pergerakan = nol. lni baru terjadi , bila semua gaya yang membebani suatu benda dan gaya-gaya pada tangkai pengungkit {dengan jarak antara gaya dan benda =

momen) saling menutupi, sehingga semua gaya seimbang. Oleh sebab itu il mu

s ta tika juga disebut i lmu keseimbangan gaya atau dengan singkat il mu keseim­

bangan . Kita menginginkan keseimbangan dan tahu, bahwa keseimbangan itu mula-mula tidak ada dan kalau keseimbangan itu tercapai, segera akan terganggu lagi. Bisa juga terjadi perobahan dalam keseimbanan, yang diakibatkan oleh daya tarik bumi {dalam ilmu statika disebut berat atau bobot sendiri), oleh beban/muatan yang dikenakan pada benda atau konstruksi bangunan itu {beban berguna) serta oleh kekuatan yang terdapat dalam alam, misalnya a i r hujan, tekanan angin dan perubahan suhu . Beban ini disebut gaya luar. Karena pembebanan dengan muatan luar - jadi meru­pakan beban yang bekerja dari luar pada benda - maka pada/d i dalam benda itu sendiri timbul kekuatan/kekakuan, juga sebagai pelawan terhadap gaya luar tadi, yang kita sebut tegangan. Hal ini dipelajari dalam bab il mu ine rsia dan ke ta hanan .

Dalam bab itu juga dibicarakan hal-hal tentang pe ru ba han ben tuk. Sekalipun benda itu dalam keadaan seimbang, ia tidak kaku atau diam. lni hanya merupakan keten­tuan, yang tidak selalu cocok. Benda itu sendiri, atau lebih tepat zat benda itu sen­diri, menarik diri terhadap beban yang bekerja dari luar. Benda itu mengubah ben­tuknya . Perubahan bentuk itu bisa berbentuk perubahan panjangnya {memanjang atau memendek ) , perputaran, pelengkungan . Kesemuanya bisa ada . Tetapi berapa besar adanya itu diperbolehkan? Pada umumnya dapat dijawab: Sesedikit mungkin, dan tidak boleh merugikan atau membahayakan penggunaan suatu konstruksi bangunan misalnya. Kalau perubahan bentuk itu sudah bisa tampak

13

.....

1 4

dengan mata telanjang saja, maka i a sudah melampui batas yang diperkenankan . Suatu syarat yang penting dalam perubahan bentuk ialah juga: sesudah beban dilepaskan dari benda tadi, maka benda itu harus dapat kembali pada bentuknya yang semula. la harus memegas kembal i . Untuk dapat mencapai itu , maka benda harus e /a sti s dan bukannya plastis. Hal ini d ipelajari dalam bab pe ru ba han bentuk

e /a sti s. Betapa sempitnya jalan dalam ilmu statika yang harus kita tempuh, uapat dilihat, kalau kita simpulkan : kita akan mencapai sedekat mungkin keadaan statis dan seimbang, jangan sampai kita sudah memasuki wilayah il mu dina mika . Untuk penentuan-penentuan dalam ilmu statika kita dapat menggunakan meto de

g ra ti s (dengan cara menggambar), atau dengan ca ra analitis (perhitungan). Metode gratis sering lebih jelas dan cepat pada gaya atau konstruksi yang sederhana. Ketepatannya tergantung dari pemilihan ukuran skala dan ketelitian menggambar . Metode ana litis sering lebih cepat, hampir sela lu lebih tepat daipada metode gratis, dan ada keuntungannya tidak tergantung pada meja atau papan gambar. Kekurangan dalam jelasnya bisa diimbangi dengan membuat skets-skets.

Ketetapan hasil pada suatu penelitian statis bukan saja tergantung dari ketelitian perhitungan maupun penggambaran, melainkan juga dari ketetapan menentukan nilai kekuatan atau beban serta penempatan be ban yang tidak menguntungkan ko nst ruk sinya . Maka metode mana yang dipilih (grafis atau anal itis) hanya mem­punyai arti sekunder. Kita hendaknya rnenghitung dengan benar, menerapkan maternatika dengan tepat. Tetapi ketepatan dan ketelitian belum berarti terca­painya nilai statis yang benar. l ni lebih-lebih tergantung dari penentuan beban yang benar dan · pertirnbangan, keseluruhan penentuan beban yang kurang mengun­tungkan konstruksi manakah, yang dapat menghasilkan nilai stati s mak si mal dengan metode yang digunakan.

1. 1. 1. Pembangunan pada konstruksi batang dan rangka­batar:tg

Dalam ilmu statika pada umumnya kita membagi benda dalam ruang ke dalam satu atau beberapa benda dalam bidang. Sebagai benda dalam bidang, dalam ilmu statika kita membedakan konstruksi batang dan konstruksi rangka batang. Konstruksi batang ( l ihat bab 3.):

Gambar 1 . 1 . 1 . a .

Luas batang F bisa tetap atau tidak tetap. Pada perhitungan statika kita hanya berpegang pada dasar, bahwa perbandingan tingginya h dengan panjangnya I

harus agak keci l . K onstruksi rangka batang ( l ihat bab 4. ) :

Gambar 1 . 1 . 1 . b .

terdiri dari batang-batang tarik atau tekan yang dihubungkan pada·titik simpu l . Titik simpul itu menjadi teoretis suatu engsel, maka kita bisa menentukan ukuran batang dsb. lebih sederhana. K onstruksi bingkai - vierendeel ( iihat bab 7 . ) :

l l Gambar 1 . 1 . 1 . c.

terdiri dari batang-batang yang dihubungkan kaku pada titik simpul . Batang-batang menerima gaya tarik, tekan dan beban momen lentur. Catatan: Harus dikatakan, bahwa dalam semua konstruksi d i atas yang digambar sebag'!:ti bcllok tunggal , boleh juga digunakan sebagai balok terusan, balok rusuk Gerbe�. konstruksi portal atau busur dengan dua atau tiga ruas. Kecuali konstruksi batang, rangka batang dan konstruk-si bingkai - vierendeel ada juga konstruksi dalam ruang, seperti shell sebagai cylindrical-, spherical-, hyper­bolic parabolid-, elliptical parabolid-, a tau conoid shell a tau konstruksi rangka batang dalam ruang seperti· misalnya konstruksi menara dsb. maka kita terbatas selanjutnya pada pengetahuan khusus ini dalam pokok buku ini.

Syarat yan g harus dipenuhi.oleh konstruksi batang dan rangka batang: 1 . Pada· semua. gaya yang bekerja pada suatu konstruksi batang atau rangka

batang sistim statisnya harus menjadi sama. 2, Perubahan bentuk elastis pada suatu konstruksi batang atau rangka batang

harus agak kecil. Ketentuan ini mengizinkan kita menentukan garis pengaruh oleh beban masing-masing pada konstruksi yang kaku dan kemudian di­superposisi-kan nilai masing-masing.

15

....

1. 1. 2. Beban pada konstruksi batang dan rangka batang

Beban pada konstruksi batang dan rangka batang kita bedakan atas be ba n ya ng te ta p, yang selalu berada dan be ba n ya ng be rge rak atau berubah, yang tidak selalu ada atau berubah bebannya. Beban yang tetap: Berat atau bobot sendiri Beban yang tetap seperti konstruksi lantai atau suatu mesin yang dipasang tetap dsb. Beban tanah pada tu rap batu-batu, batu beton dsb. Tekanan air Beban yang bergerak: Be ban lalu lintas, kereta a pi, mobil, truk dsb. pada konstruksi jembatan Beban berguna pada konstruksi bangunan Gaya-gaya rem pada lalu lintas tekanan angin Pengaruh gempa Semua nilai beban yang bergerak ditentukan dalam peraturan muatan I ndonesia N . l . - 1 8/ 1 970 Penentuan beban masing-masing adalah: Berat atau bobqt sendiri G (t, kg) Berat a tau bobot sendiri g (t/ m, kg/ m) Gaya berguna P (t, kg) Beban berguna p (t/m, kg/m) Gaya tekukan P,K (t, kg) Beban total termasuk berat atau bobot sendiri q (t/m, kg/ m ) Tekanan angin w (t/ m, kg/ m) Muatan gempa d (t/m, kg/m) Konstruksi bangunan menerima juga beban-beban yang lain daripada beban yang tetap dan yang bergerak, yaitu: Perubahan bentuk oleh perubahan suhu, Perubahan bentuk oleh penyusunan bahan bangunan, Pergeseran atau penurunan tumpuan oleh pondasi yang kurang kuat atau oleh gempa. Pada konstruksi batang atau rangka batang sebagai balok tunggal dsb. perubahan bentuk tidak mengalami pembebanan konstruksi. Tetapi balok terjepit atau terjepit elastis menerima tambahan pembebanan oleh perubahan bentuk. Pada konstruksi batang atau rangka batang yang statis tertentu dengan syarat­syarat perseimbangan kita bisa menentukan gaya dalam dan gaya luar ( reaksi pada tumpuan) . Pada konstruksi yang statis tidak tertentu kita harus juga memper­hatikan perubahan bentuk elastis yang mengalami penentuan gaya luar.

1 6

1. 1. 3. Tumpuan pada konstruksi batang dan rangka batang

1. Tumpuan sendi: Tumpuan sendi menerima gaya tumpuan yang sembarang dan menentukan titik tumpuan pada sistim statis. Reaksi atau gaya tumpuan yang sembarang pada umumnya dibagi pada reaksi yang horisontal (Rh) dan reaksi yang vertikal (R). Pada perhitungan kita harus menentukan dua nilai yang belum diketahui.

I I . -· ---l-1

Rh Balok l

Tumpuan sendi bisa dikonstruksikan misalnya seperti berikut:

2. Tumpuan rol:

Gambar 1. 1. 3. a.

Gambar 1 . 1 . 3. b.

Tumpuan rol menerima gaya tumpuan yang vertikal (Rv) saja. Tumpuan rol tidak menahan gaya horisontal atau momen. Pada perhitungan kita han:1s menentukan satu nilai yang belum diketahui .

17

-

18

r-------------------1 I I I

· -- ·-- ·--·-1.. I I

Balok I

Tumpuan rol bisa dikonstruksikan misalnya seperti berikut:

--E�---

Gambar 1 . 1. 3. d.

3. Jepitan:

I I I I I I _j

Gambar 1 . 1. 3. c.

Suatu jepitan menerima gaya tumpuan yang sembarang dan momen. Reaksi pada tumpuan dibagi pada umumnya dalam reaksi yang horisontal (Rh) dan yang vertikal ( Ryl dan suatu momen jepitan (M). Pada perhitungan kita harus menentukan tiga nilai yang belum diketahui .

I I ·--· --· --.

I Balok I

Gambar 1. 1. 3. e.

Jepitan bisa dikonstruksikan misalnya sebagai balok yang ditanam dalam tembokan atau sebagai tumpuan pada balok terusan (jepitan elastis ) .

reaksi tumpuan Gambar1. 1.3. f

1. 1. 4. Sifat-sifat bahan bangunan

Sifat-sifat bahan bangunan yang penting bagi perhitungan bisa di­terangkan pada suatu batang baja yang dibebani oleh gaya taruk P sampai titik patah.

F

P = gaya tarik F = luas batang I = panjangnya batang sebelum dibebani

p a = -- = tegangan F

Gambar 1.1.4 . a .

Pada waktu pembebanan batang, batang itu megalami suatu p�rpanjangan !:::.1 oleh gaya tarik P. J ikalau kita memperhatikan perbandingan antara!:::. f dan panjangnya I kita mendapat yang dinamakan perubahan panjang E = 6./ I I. Perbandingan antara perubahan panjang E dan tegangan a bisa kita gambar sebagai diagram berikut:

• a kg/cm2

as T

Op

E 'Yoo Gambar 1.1.4 .b.

19

J ikalau kita membebani batang itu dari nol sampai batas perbandingan ap kita boleh menentukan perbandingan perubahan panjang dengan tegangan sebagai: a == E tg cp == E E

Di dalam perbandingan ini E menjadi modul elastis yang pada masing-masing bahan bangunan menjadi: Baja 2'1 00'000 kg/ cm2 Bet on dan beton bertulang 210'000 kg/ cm2 Kayu ( kelas 11) 1 00'000 kg/ cm Jikalau kita sekarang menjauhkan pembebanan gaya P, batang ini panjangnya ter­dahulu diterima oleh elastisnya (titik nol ) . J ikalau oleh gaya P kita melewati batas perbandingan ap, perubahan E tumbuh lebih cepat daripada tegangan E sampai kita tiba pada batas mengecil (vloeien) av. Dalam keadaan pengecilan itu perubahan panjang E tumbuh tanpa tambahan pada gaya tarik P.

Sesudah perubahan panjang E tumbuh kira-kira 20% o ( pada bahan baja) bahan mulai menjadi lebih kuat lagi dan bisa mampu menerima tambahan beban oleh gaya tarik P lagi sampai batas mati a tau titik patah pada tegangan a8. J ikalau kita menjauhkan gaya tarik P sesudah perbandingan perubahan panjang E dan tegangan a melewati batas ap panjang batang terdahulu tidak lagi diterima dan

· perubahan panjangnya menjadi tetap oleh plastisnya . selanjutnya kita boleh menentukan:

Tegangan a yang timbul pada suatu bahan bangunan tidak boleh melewati batas perbandingan ap, maka tegangan yang diperbolehkan a harus lebih kecil daripada ap.

Pemeriksaan perhitungan kemudian dipenuhi jikalau tegangan yang timbul menjadi lebih kecil daripada a.

< -a = a ( 1 . 1 . )

Di dalam bagian ini, yaitu antara titik nol dan ap, maka Hook pada tahun 1 660 me­nentukan syarat Hook sebagai:

1.2. Gaya

a E == -- dan E

I b./== -­E F ( 1 . 2 . )

Walaupun kita tidak bisa merasa gaya dalam maupun gaya luar, kita bisa melihat akibatnya. Suatu gaya menggeser suatu benda jikalau benda itu tidak diikat

20

dan gaya yang bekerja tidak seimbang. Pergeseran bisa berjurusan lurus atau merupakan perputaran . Suatu gaya pada tangkai pengungkit dengan jarak siku­siku pada titik putaran mengakibatkan suatu mo men .

Suatu gaya bisa kita tentukan dengan uku ran ju rus an dan te mpatny a. Gaya-gaya bisa ditentukan dengan huruf P dengan kekecualian huruf K untuk gaya tekuk dan huruf R bagi suatu resultante. Nilainya dalam kg atau t . J ikalau ada beberapa gaya, maka kita memberi index, misalnya P 1; P 2 dsb. Pada gambar gaya kita menggaris gaya sebagai garis dalam skala misalnya 1 cm = 1 t dengan tanda mata panah menunjukkan jurusan':lya.

1. 3. Mengumpulkan dan membagi gaya-gaya dalam satu bidang

1. 3. 1. Ukuran dan jurusan pada gaya

Suatu gaya P bisa ditentukan oleh g aris ke rja dan oleh ukurannya . Mi-salnya:

a, b = potongan ordinat dan absis r = jarak dari titik kutub o r = a· sin a atau r = b· cos a

Gambar 1. 3. 1. a.

Garis ke rja bisa ditentukan oleh dua dari em pat nilai berikut: a, b, r dan a (misalnya oleh a dan b a tau a dan a dsb. ) . Uku ran dari g ay a P ditentukan dalam t (ton) atau kg. Selanjutnya kita boleh menentukan, bahwa kita memerlukan tiga ni la i untuk menentukan suatu gaya dalam satu bidang. Titik tangkap A tidak kita tentukan oleh karena pada soal tentang keseimbangan pada benda yang penting garis kerjanya saja . Karena itu :

Kita boleh mengubah suatu gaya dalam arah garis kerja tanpa mengubah akibatnya .

2 1

...

r I

G ambar 1. 3. 1. b.

Dari tiga nilai yang diberikan untuk menentukan suatu gaya, dua nilai berasal dari geometri, yaitu nilai yang diperlukan untuk penentuan garis kerja dan satu nilai berasal dari statika, yaitu ukuran gaya . Perhitungan statika lebih menguntungkan, jikalau dihitung dengan nilai statika saja . Menurut gambar 1 . 3. 1 . b. kita bisa menentukan suatu gaya.P juga dengan kom­ponen horisontal Px dan komponen vertikal Py dan oleh momen M dari gaya P ter­hadap titik kutub o. Atas dasar penentuan ini kita boleh berkata:

Px = P· cos a Py = P· sin a M == P· r

( 1 . 3 . )

Atas dasar pengetahuan hukum Pythago raskita dapat menentukan gaya P sebagai :

( 1 . 4. )

Px dan Py menjadi positif ( + ) jikalau jurusannya sama dengan jurusan ordinat dan absis pada sistim koordinat dengan titik kutub o. Momen M dari gaya P menjadi positif ( + ) j ikalau berputar'ke arah jarum jam, dan menjadi negatif ( - ) sebaliknya.

Antara nilai geometri dan nilai dari statika ada hubungan berikut:

sin a Py r

p a Px r

co s a -

p b ( 1 . 5.) Py b tga Px a M Px.b

= Py.a

r --p p p

22

1. 3. 2. Gaya-gaya dengan titik tangkap bersama

Contoh dengan dua gaya

Secara gratis: Dua gaya P1 dan P2 dengan titik tangkap bersama (titik potong pada garis kerja) bisa disusun dengan jajaran genjang dua gaya itu dan sebagai resultante R ialah diagonal pada jajaran genjang itu.

Gambar 1. 3. 2. a.

Kita melihat selanjutnya, bahwa kita tidak perlu menggambar jajaran genjang dua gaya itu seluruhnya, melainkan segitiga gaya (separoh jajaran genjang) sudah cukup jelas. G iliran menyusun gaya-gaya sembarang. Selanjutnya kita membedakan.gambar situasi dan gambar gaya seperti terlihat pada gambar 1 . 3. 2. b. berikut.

Gambar situasi

Gambar gaya, skala 1 cm = 1 t

Gambaf 1. 3. 2. b .

P:�da dua gaya dengan garis kerja sama, kita boleh menjumlahkan atau mengurangi s<:ja untuk mendapat resultantenya. D )ngan menggunakan cara gratis ini kita juga bisa membagi sua tu gaya ( resultante) R menjadi dua gaya P1 dan P2 yang garis kerjanya sudah diketahui.

23

skala : 1 cm = 1 t

gambar situasi gambar gaya Gambar 1 . 3 . 2 . c

Se cara an ali tis : Menu rut rum us ( 1 . 3 . ) kita membagi gaya P1 dan P2 menjadi kom­ponen Px dan Py. Dengan menjumlahkan komponen masing-masing kita mendapat jumlah komponennya yang menjadi komponen Rx dan Ry dari resultantenya.

24

+y

R� ----------------�-

Gambar 1 . 3. 2. d.

Rx = Pxl + Px2

Ry = Py1 + Py2

R =V Rx2 + R/

Ry tgaR =--Rx

(1 . 6 . )

Kita bisa juga membagi suatu gaya ( resultante) R menjadi dua gaya P1 dan P2 dengan garis kerjanya sudah diketahui seperti berikut:

Gambar 1. 3. 2. e.

Menurut rumus (1 .6 .) kita boleh bilang: Rx = Px1 + Px2 dan menu rut rum us ( 1 . 3 . ) : Px1 = p1 · cos a, Py1 Px2 = P2 · COS a2 Py2

p1 ·sin a1 p2 ·sin a2 selanjutnya kita dapat menentukan

+X Rx dan Rysebagai:

Rx = P 1. cos a1 + P 2. cos a2

Ry = P 1. sin a1 + P 2. sin a2

( 1 . 7 . )

Pada dua persamaan i n i ada dua nilai yang belum diketahui; P 1 dan P 2, yang sekarang bisa ditentukan.

Contoh dengan beberapa gaya

Seca ra g ra tis : Kita selanjutnya sela lu menyusun dua gaya atau resultante bagian sebelumnya dengan gaya berikutnya . J ikalau kita memperhatikan gambar gaya kita bisa melihat, bahwa sebetulnya dengan menggunakan poligon gaya kita tidak perlu penentuan resultante sebagian, melainkan langsung bisa menentukan resultante seluruhnya. Gambar situasi

�I Q:: ... • I ' I Jj

Gambar 1 . 3. 2. f,

Gambar gaya 0

�\ .//·\ <(-"�/ i I \ / I I \

i \ .,·,

Q.-:1 I "'i \�··

' \ I \ \

Jikalau kita memasang gaya masing-masing menurut jurusannya sebagai poligon, maka garis hubungan antara tanda panah gaya terakhir dan permulaan gaya per­tama menjadi resultantenya dengan jurusan dan ukurannya tertentu . Jadi pembagian suatu gaya ( resultante) R pada beberapa gaya tidak mungkin. Seca ra ana /itis : Diketahui ukuran gaya masing-masing dengan sudut a pada garis kerjanya. Dicari ukuran resultante R dengan sudut a pada garis kerjanya.

25

+J( ---- --

Gambar 1. 3. 2. g.

Penyelesaian: 1 . Semua gaya P; kita bagi pada komponen-komponen menurut rumus ( 1 . 3 . ) :

Px; = P;. cos a; dan Py; = P ;. sin a; 2. Menjumlahkan semua komponen Px1 dan Py; dengan memperhatikan tanda

( + ,-) . Hasil menjadi Rx dan Ry, menu rut rum us ( 1. 6 . ) seperti berikut: i = n

Rx = L Px; i =I i:::::. r

Ry = L Py; i = I 3. Komponen Rx dan Ry menentukan R sebagai:

R R tgaR == � Rx

Pada sudut tga R harus diperhatikan dengan khusus tanda ( + , -) dari komponen masing-masing. Ada kemungkinan-kemungkinan berikut:

26

1. 3. 3. Poligon batang tarik

Poligon batang tarik merupakan metode gratis untuk menyusun gaya­gaya dengan titik tangkap di luar kertas menggambar atau tiada jikalau gaya-gaya itu sejajar. Dengan menggunakan suatu gambar situasi dan gambar gaya kita bisa menentukan resultante dari dua gaya yang sejajar seperti berikut:

Gambar situasi skala misalnya: 1 : 50

P eny el esaian :

R

Gambar 1 . 3. 3. a .

1

Gambar gaya skala misalnya: 1 cm = 1 t

1. Kita menggambar gambar gaya yang pada contoh ini menjadi suatu garis lurus. 2. Kita membagi gaya PT ke dalam dua gaya pertotongan sembarang I dan /la yang

bersama-sama mengganti secara statika gaya PT. 3. Titik potong pada gaya I dan /la kita tentukan sebagai titik kutub o. 4. Sekarang kita membagi gaya P 2 ke dalam dua gaya pertolongan 1/b dan Ill

dengan ketentuan, bahwa gaya lib mempunyai ukuran seperti gaya l la dan arahnya sama, walaupun jurusannya terbal ik . Dengan begitu jurusan dan ukuran gaya Ill sudah tentu.

5. Resultante R sekarang menjadi resultante baik bagi gaya PT dan P2 maupun gaya pertolongan I, /la , 1/b dan Ill. Oleh karena gaya pertolongan /la dim 1/b memadakan diri resultante R juga menjadi resultante dari gaya pertolongan I

dan Ill . Atas dasar pengetahuan ini kita dapat menentukan garis kerja resultante R pada titik tangkap garis kerja gaya pertolongan I dan I l l .

Dengan menggunakan cara poligon batal")g tarik ini, kita juga bisa membagi suatu gaya ( resultante) R pada dua gaya PT dan P 2 yang garis kerjanya yang sejajar sudah diketahui .

R Gambar situasi, skala 1 : . . . Gambar gay a , skala 1 cm = . . . t

27

Penyeles ai an:

1 . Buatlah gambar gaya dan bagi gaya ( resultante) R ke dalam gaya pertolongan I

dan Ill. 2. Gambar garis kerja gaya pertolongan I dan Ill pada gambar situasi. 3. Gambar garis kerja gaya pertolongan 11 dan pada gambar situasi dan kemudian

sejajar pada gambar gaya . 4 . Dengan begitu ukuran gaya P 1 dan P2 yang dicari sudah ditentukan oleh gaya

pertolongan If pada gambar gaya .

Metode poligon batang tarik boleh juga digunakan jikalau kita mencari resultante R dari beberapa gaya seperti terlihat gambar 1 . 3. 3. c. berikut:

28

Gambar situasi, skala 1 : . . .

I I

Penyeles ai an :

I I I

Gambar 1. 3. 3. c.

Gambar gaya, skala 1 cm = ... t

Penyelesaian menjadi sama seperti pada dua gaya tadi . Kita memilih gaya per­tolongan demikian, supaya sela lu dua demi dua menghapuskan diri . Selanjutnya resultante R menjadi resultante dari gaya pertolongan pertama dan yang terakhir .

Secara analitis: Dua gaya P1 dan P2 yang sejajar. Sebagai dasar kita ingat-ingat akan cara gratis:

R R

a b H

Gambar situasi Gambar gaya Gambar 1. 3. 3. d.

Untuk menentukan garis kerja resultante R secara analitis kita perhatikan dua segitiga yang sejajar, yang bergaris arsir pada gambar 1 . 3 . 3 . d. Kita dapat menentukan: a : h = H: P1 atau a · P1 = h · H. Pada gaya P2 kita dapat menentukan b · P2 = h · H dan kemudian:

a · P1 = b · P2

Dalam ketentuan ini a · P1 menjadi momen dari gaya P1 yang berputar ke kiri dan b · P2 momen dari gaya P2 yang berputar ke kanan terhadap titik tangkap C pada resultante R ( lihat juga bab 1 . 4. 1 . momen dari satu gaya ) . Tempat garis kerja resultante R selanjutnya ditentukan oleh momen gaya P1 dan P2 yang terhadap titik tangkap C pada resultante R menghapuskan diri 'lmenjadi noli. Ketentuan ini dinamakan syarat tangkai 'pengungkit. Pada prakteknya kita mengubah syarat ini sedikit dengan hasil berikut: R = P1 + P2; a + b = I a · P 1 = b · P2 = (1 - a) · P2 a · fP1 + P2J = a · R a· P1 + a · P2 = a · R

29

r

30

Selanjutnya:

a tau a = ; b = I· P1 R

( 1 . 8.)

Dua gaya yang sejajar dengan titik kutub o sembarang. Kita perhatikan sekarang dua gaya P1 dan P2 yang sejajar dan suatu kutub o yang sembarang terhadap momen masing-masing.

'"'"b 0 l d. a b e

tl I Gambar 1 . 3. 3. e.

Kita dapat menentukan momen ( M) masing-masing sebagai : M bagi P1 dan P2 : Mp = P1 · d + P2 · (I + d) = P2· l + ( P, + P2J · d M bagi R : MR = R · (d + a) = R · d + R · a menurut rumus (1 . 8.) sudah kita ketahui, bahwa:

R · a = I· P2 R = P1 + P2

oleh karena itu P2 ·I + (p1 + P2J · d = R · d + R · a

dan kemudian ( 1 . 9 . )

Atau dengan kata-kata: momen resultante M R menjadi sama dengan jumlah momen gaya M p masing-masing. Syarat persamaan momen ini berlaku tidak hanya pada dua gaya yang sejajar, melainkan pada jumlah gaya yang sejajar tidak tertentu, misalnya: Beberapa gay a yang sejajar.

I I lp3 I

P2 R a3 P, az

a. aR

I I Gambar 1 . 3. 3. f.

Pada kejadian ini kita ingat: rumus ( 1 . 6 . )

dan rumus ( 1 . 9 . ):

a tau

; = n R = "i. P;

i = 1

i = n R·aR = "i. P;-a;

i = 1 dan ; = n

aR = "i. P··a·: R i = 1 I I

Dua gaya P1 dan P2 yang tidak sejajar. J ikalau dua gaya P1 dan P2 tidak sejajar kita memilih suatu garis sumbu x: yang sembarang, dan yang mempunyai suatu titik tangkap de.ngan garis kerja P1 dan garis kerja P2. Kemudian kita tentukan ordinat dan absis dari P1 dan P2 yang menjadi Px1, Py1 dan Px2, Py2.

b

Selanjutnya kita dapat menentukan:

Rx = Pxt + Px2 Ry = Py1 + Py2 dan

X

R = VRl +RI R tgak =-Y-Rx

Gambar 1. 3. 3. g.

Untuk menentukan R pada jurusan dan tempatnya kita memilih kutub o pada garis sumbu x dengan hasil, bahwa momen ordinat-ordinat menjadi nol oleh karena tangkai pengungkit menjadi nol. Jarak a antara kutub o dan resultante R dapat kita tentukan menurut rumus ( 1 . 8.):

J·Py2 a=--Ry

Beberapa gays yang tidak sejajar.

Gambar 1. 3. 3. h.

Cara penyelesaian pada prinsipnya sama seperti pada dua gaya yang tidak sejajar. Pada penentuan jurusan dan tempatnya resultante R kita melihat pada contoh dengan beberapa gaya yang sejajar.

31

Rum us yang berdasarkan hasil bert>unvl:

dan kemudian:

i-::::::n

:r Py1; a1 i=1

aR= ---

i-==-n Rx =! Pxl

i=1

i=n

Ry =l Py; i= 1

(1. 10.)

1 . 3. 4. Pembagian satu gaya R pada tjga garis kerja

Secara grafi$: Menurut Cul/mann ( 1 821 - 18811 tiga garis kerja ini tidak boleh bertemu pada satu tttik tangkap, dan oleh karena itu juga tidak boleh berjalan sejajar.

32

Gambar 1 . 3. 4. a .

Penyelesaian: 1 . Kita membagi gaya ( resultante) R kepada gaya 3 dan gaya pertolongan H1•2

yang menjadi resultante dari gaya 1 dan gaya 2. Jurusannya ditentukan oleh titik tangkap gaya 1 dan gaya 2 dan oleh titik tangkap resultante R dengan gay a 3.

2. Kita membagi gaya pertolongan H 1 ,2 kepada gay a 1 dan gay a 2.

Catatan:

Pemilinan gaya pertolongan H menjadi sembarang menurut titik tangkap yang pa­ling dahulu digunakan . Suatu pembagian gaya lresultante) R da lam lebih dari tiga garis kerja tidak mungkin.

Secara analitis:

R

Gambar 1 . 3. 4. b .

Menurut rumus-rumus ( 1 . 10.) kita mempunyai tiga persamaan untuk membagi gaya ( resultante) R dalam tiga garis kerja, yaitu:

i'-n R, = � Px;

i� I

i�n Ry = IP)'i dan Mn = Mp

i� I

( Syarat ordinat, syarat absis dan syarat persamaan moinenl. Atas dasar pengetahuan ini dan dengan pemilihan tanda f +, �) sebagai jurusan sembarang pada garis-garis kerja kita dapat menentukan tiga persamaan berikut:

( 1 . 1 1 . )

33

r '

Dengan bantuan tiga persamaan ini kita bisa menentukan ukuran gaya P1, P2 dan P3 masing-masing. Pada contoh tsb. di atas kita memilih kutub D sembarang, akan tetapi kita bisa memudahkan perhitungan ini jikalau kita menentukan kutub D pada titik tangkap dari dua garis kerja sembarang antara tiga gaya yang dicari. ·

ab ------------------

R

Gambar 1 . 3. 4. c .

J ikalau kutub D berada pada titik tangkap dari dua garis kerja, momen dua gaya itu menjadi nol, dan yang tinggal adalah hanya satu momen dari gaya ketiga yang kita cari.

34

Kemungkinan ini kita jalankan tiga kali dengan kemungkinan titik tangkap masing­masing dari dua garis kerja yang lain. Hasil ditentukan sebagai syarat persamaan momen Ritter (1847- 1906).

( 1 . 12.)

1. 4. M omen

1. 4. 1. Momen satu gaya

t:J.asil._ggY(l __ kCIIi jarak antara ga�i,s k(lria dan kutub D kita tentukan sebagai momen satu gaya-terh�dap titik kutub D .

( 1 . 1 3 . )

dalam tm, tern, kgm dsb.

Gambar 1 . 4. 1 . a .

Suatu momen adalah positif ( + ) jikalau momen itu berputar searah jarum jam, dan menjadi negatif ( - ) sebaliknya .

Jikalau gaya P kena titik kutub D, jarak a menjadi nol dan oleh karena itu momen juga menjadi nol. Selanjutnya kita mengingat ketentuan tentang momen pada bab I. 3. 3. ( Poligon batang tarik ) : J umlah momen dari gaya dengan banyaknya dan ukurannya sembarang terhadap suatu titik kutub menjadi sama dengan momen re­sultantenya terhadap titik kutub itu .

1. 4. 2. Momen kumpulan gaya

Secara gratis: Pada suatu kumpulan gaya pertama-tama kita buat gambar gaya dan gambar situasi. Dicari: m omen kumpulan gay a P1 si d P4 terhadap kutub D. Penyelesaian: Kita mengganti kumpulan gaya P1 si d P4 dengan resultantenya R. Selanjutnya kita dapat menentukan Mp = MR = R ·a. Kita menarik suatu garis sejajar dengan resultante R yang melalui titik kutub D. Dengan begitu kita mendapat dua segitiga yang sebangun, dan perbandingan berikut:

35

36

a:y==H:R

Gambar situasi Gambar 1 . 4. 2 . a. Gambar gaya

R um us ( 1 . 14 .) menentukan momen dari kumpulan gay a sebagai hasil kal i jarak titik kutub D dan resultante R dengan kependekan H pada gambar gaya dan panjangnya garis sejajar resultante R yang melalui titik kutub D pada gambar situasi, yang ter­batas oleh garis kerja gaya pertolongan pertama I dan terakhir V dengan kependek­an y . U kuran H ditentukan dalam skala gambar gaya (t, kg ) , ukuran y ditentukan dalam skala gambar situasi (m, cm) . Keuntungan konstruksi in i adalah terbesar pada penentuan momen M oleh H dan y

pada suatu kumpulan gaya yang sejajar, terutama jikalau kita tidak hanya mencari momen resultante seluruhnya, melainkan juga momen misalnya resultante P1 dan P2 dsb.

11

Gambar situasi Gambar 1 . 4. 2. b. Gambar gaya

M omen kumpulan gaya yang sejajar, terhadap suatu titik kutub D menjadi:

Mp = H· YR

M omen dari misalnya gay a P1 dan P2 terhadap sua tu titik kutub 0 menjadi :

Mt,2 = H· Yt,2

1. 4. 3. Gaya ganda

Dua gaya P1 dan P2 dengan ukuran yang sama dan garis kerjanya sejajar tetapi ju rusannya berlawanan, mempunyai suatu resultante R = 0 yang berada pada tempat tak terbatas. Pada suatu benda dua gaya ganda hanya mengakibatkan suatu putaran dengan ukuran sebagai hasil kali gaya P1 atau P2 dan jaraknya e:

37

Gambar 1 . 4. 3. a .

1 . 4. 4. Pindahan sejajar dari satu gaya

Gambar 1 . 4. 4. a.

Pada titik tangkap A bekerja suatu gaya P. Jikalau kita memasang pada suatu titik tangkap 8 dua gaya P' dan P" yang berlawanan dan sejajar dengan garis kerja gaya P kita tidak mengubah apa pun, oleh karena resultantenya menjadi no I . Tetapi kita juga bisa menentukan, bahwa gay a P" mengganti gay a P dan gay a gan­da P '- P oleh karena gaya-gaya itu mengakibatkan momen yang sama pada titik tangkap B. Kita selanjutnya dapat memindahkan suatu gaya P kepada suatu titik tangkap 8 sembarang dengan mengganti gaya P oleh gaya P" dan momen M = p e.

1. 5. Syarat-syarat keseimbangan

38

Suatu benda yang dibebani oleh suatu kumpulan gaya menjadi seimbang jikalau resultantenya menjadi nol dantidak berada dalam ketidak-terbatasan. Dalam 'bahasa statika' kita mengatakan:

l:X = 0; l:Y = 0; l:M = 0 ( 1 . 15.)

Penentuan l:X = 0 dan l Y = 0 menjadi keseimbangan absis den ordinat dari kum­pulan gaya. Penentuan lM = 0 menjadt keseimbangan momen terhadap suatu titik kutub D sembarang . Supaya suatu benoa menjadi seimbang dua-duanya macam syarat keseimbangan tsb. di atas harus menjadi nol.

Tiga syarat keseimb.angan tsb. di atas dapat juga diganti oleh tiga syarat keseim­bangan momen. Harus diperhatikan, bahwa titik kutub A 8, C tidak boleh berada dalam/pada suatu garis lurus.

!.M8 = 0; l.Mc = 0 ( 1 . 16 . )

Penentuan !.MA � 0 menentukan, bahwa resultante R = 0 a tau R menembus pada titik kutub A .

Penentuan 'I.MA = 0 dan 'I.M8 = 0 menetapkan, bahwa resultante R = 0 atau R melalui titik kutub A dan 8. Penentuan 'I.MA = 0 , 'I.M8 = 0 dan !.Me = 0 menetapkan, bahwa : jikalau resultante R melalui titik kutub A dan 8, momen R terhadap titik kutub C harus men)adi nol akan tetapi oleh karena jarak garis A- 8 terhadap titik kutub C tidak menjadi nol, resultante R harus menjadi nol, resultante R harus menjadi nol. Kedua syarat keseimbangan ( 1 . 1 5.) dan ( 1 . 1 6.) bisa juga dicampur seperti berikut:

'I.X = 0; !.M8 = 0 ( 1 . 1 7 .)

J ikalau dua titik kutub A dan 8 tidak berada pada suatu garis lurus yang siku-siku pada absis x (atau sejajar dengan ordinat y) .

Pada cara gratis kita dapat menentukan syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut:

J ikalau poligon batang tarik pada gambar situasi dan gambar gaya menjadi tertutup kumpulan gaya itu menjadi berimbang.

Ketentuan ini kita buktikan dengan gambar 1 . 5 . a. berikut:

R

Gambar poligon batang tarik

Gambar situasi Gambar 1 . 5 . a . Gambar gaya

39

J ikalau pada gambar ini gaya P5 sama dengan R tetapi dengan jurusan berlawanan, poligon batang tarik pada gambar gay a menjadi tertutup dan lX = 0 dan L Y = 0. J ikalau garis kerja P5 dan R sama poligon batang tarik pada gambar situasi menjadi tertutup juga oleh karena gaya pertolongan I dan V mempunyai titik tangkap pada garis kerja P5 dan lM = 0.

Tetapi jikalau misalnya P5 berada pada tempat P5' gaya pertolongan I dan V tidak mempunyai titik tangkap pada garis kerja P5' dan keseimbangan momen tidak menggenapi.

Syarat keseimbangan pada statika yang terpakai pada pembangunan, biasanya timbul ketentuan, bahwa pada suatu kumpulan gaya P resultante R dihapuskan oleh kumpulan gaya P' atau R' yang seimbang dengan resultante R. Untuk menentukan tujuan ini kita mempunyai tiga syarat keseimbangan tsb. Karena itu kita tidak boleh menerima lebih daripada tiga faktor dengan nilai yang tidak diketahui . Jikalau ada lebih, konstruksi itu menjadi statis tidak tertentu .

Pada umumnya soal-soal timbul seperti berikut: a ) kumpulan gaya R' yang terdiri dari satu gaya yang mencari ukuran, jurusan dan

garis kerjanya. · b) kumpulan gaya R' terdiri d1'!ti dua gaya, satu dengan garis kerjanya tertentu

(tumpuan roD yang mencari ukuran, dan satu gaya dengan titik tangkap terten­tu (tumpuan sendi) yang mencari ukuran dan jurusannya .

c) kumpulan gaya R ' terdiri dari tiga gaya dengan garis kerjanya sudah diketahui dan ukurannya kita c'ari ( lihat bab 1 . 3. 4. ) .

1 . 6 . Peng gunaan syarat·syarat keseimbangan pada perhitungan konstruksi batang dan rangka batang

40

1 . 6. 1 . Perhitungan reaksi pada tumpuan

Pada tumpuan suatu konstruksi batang atau rangka batang timbul gaya a tau reaksi tumpuan yang diakibatkan oleh bebanan pada konstruksi itu . Reaksi tumpuan harus seimbang dengan beban konstruksi. Pelaksanaan atau perhituolgan­nya boleh dilakukan dengan menggunakan tiga syarat keseimbangan (pada sistim yang statis tertentu ) . Pada suatu konstruksi batang yang sederhana soal-soal tentang keseimbangan tim­bul dalam tiga bentuk, yaitu:

1 . Suatu benda yang dibebani oleh gaya P (atau resultante R suatu kumpulan gaya) mempunyai tiga tumpuan yang bisa bergerak (tiga tiang berengsel atau tiga tumpuan roll, menurut gambar 1 . 6. 1 . a . berikut:

Gambar 1 . 6. 1 . a .

Penyelesaian:

Karena kita mengetahui tiga garis kerja pada tumpuan-tumpuan (garis kerja itu tidak boleh bertemu pada satu titik tangkap) , kita hanya harus mencari ukuran­nya yang bisa dilakukan menurut bab 1 . 3. 4. ( Pembagiall satu gaya R pada tiga garis kerja ) .

2. Suatu benda yang dibebimi oleh gaya P (atau resultante R suatu kumpulan gaya) bertumpu pada A dengan tumpuan sendi (dicari ukuran dan jurusan) dan pad a 8 dengan tumpuan rol ( dicari ukuran saja ) .

titik tangkap

Gambar situ a si skala 1 : . . . Gambar 1 . 6. 1 . b . Gambar gaya 1 cm = . . . t

Penyelesaian:

Tiga gay a A, 8 dan P hanya bisa seimbang jikalau mereka mempunyai satu titik tangkap bersama. Karena P dan 8 dengan garis keryanya tertentu sudah mem­punyai satu titik tangkap bersama, garis kerja A sudah menjadi tentu. Ukuran A dan 8 dapat ditentukan pada gambar gaya .

41

A

J ikalau kita meneari hasil ini secara analitis kita menentukan 8 dengan persa­maan momen dengan A sebagai titik kUlUb, yaitu: !MA = 0 = + P·c - 8·a.

Jurusan dan ukuran A bisa kita tentukan dengan menggunakan persamaan .LX = O dan ! Y = 0. Contoh: Pada balok tunggal berikut ditentukan reaksi tumpuan A, 8:

8 3.00 3.00

Gambar 1 . 6. 1 . c.

Penyelesaian secara analitis: 3.0

!MA = 0 = + 5.0 · -- - Rsv · 6.0 1/2

5.0 . 3.0

Rsv = ----'"-2- = 1 .n t 6.0

.LX = 0 = RAh + 5.0 \(2

R -5·0 = 3.54 t Ah -V2

. 5. 0 .L Y = 0 = - RA + -- - 1. 77 V v2

RAv = 3. 54 - 1. 77 = 1.n t

3 . Pada suatu benda atau konstruksi batang yang terjepit yang kita namakan konsole hanya kita dapati satu gaya atau reaksi tumpuan, tetapi harus ditentu­kan ukuran, jurusan dan garis kerjanya.

p

Gambar 1 . 6. 1 . d .

42

Penyelesaian: Reaksi pada tumpuan A harus mempunyai garis kerja yang sama dengan gaya P dengan jurusan berlawan . Akan tetapi reaksi A ini harus bekerja pada titik berat konstruksi konsote ini . Ukuran XA dan YA sudah kita ketahui, tetapi oleh penggeseran sejajar RxA kita juga menerima suatu momen sebesar M = - XA · e.

1 . 6. 2. Gaya dalar:n

Pada keseimbangan harus diperhatikan bahwa konstruksi batang atau rangka b.atang seluruhnya harus seimbang.

s

s Gambar 1 . 6. 2. a .

Kita memotong benda, yang dibebani oleh gaya P1 si d P3 dan yang bertumpu pada tumpuan A dan 8 dalam keseimbangan, menurut garis s-s ke dalam bagian I dan bagian 1 1 .

I -

�R· I 1

J ikalau kita perhatikan bagian I , bagian ini menjadi seimbang kalau kita memasang suatu gaya atau resultante Ri dari semua gaya luar bagian 11 ( beban dan tumpuan) . J ikalau kita perhatikan bagian 1 1 kita men­dapat resultante Ri juga oleh gaya luar bagian I karena seluruh benda menjadi seimbang.

Gambar 1 . 6. 2. b .

Pada umumnya reaksi Ri kita tentukan pada titik berat potongan s-s yang sem­barang. Ukuran-ukuran a tau nilai Ri kita tentukan secara statis dan kita katakan:

Bagian Ri yang vertikal ( ordinat) sebelah kiri atau sebelah kanan dari suatu potongan s-s yang sembarang kita tentukan sebagai gaya lintang (Q ) .

Bagian R1 yang horisontal (absis) sebelah kiri atau sebelah kanan dari suatu potongan s-s yang sembarang kita tentukan sebagai gaya normal ( NJ.

43

I I l

Momen lentur (M) menjadi jumlah semua momen yang timbul sebelah kiri atau sebelah kanan dari situ potongan s-s yang sembarang terhadap titik berat dari benda atau konstruksi pada potongan s-s itu .

1 . 6. 3 Perjanjian tanda

p

44

Gambar 1 . 6. 2. c

Reaksi tumpuan menjadi positif ( + ) jikalau tumpuan itu ditekan, dan menjadi negatif ( - ) sebaliknya.

Gambar 1 . 6. 3. a .

Gaya normal (N) menjadi positif ( + ) sebagai gaya · tarik dan menjadi negatif ( - ) sebaliknya.

Gambar 1 . 6. 3. b.

Gay a lintang ( Q) menjadi posittf ( + ) jikalau batang sebelah kiri dari suatu potongan akan naik ke atas dan menjadi negatit ( - l sebaliknya.

Gambar 1 . 6. 3. c

M omen lentur (M) menjadi positif ( + ) jikalau ada gaya tarik pada sisi bawah dan menjadi negatif ( - ) sebaliknya.

A tau dengan kata-kata lain: Momen lentur (M) menjadi positif ( + ) jikalau momen itu sebelah kiri dari suatu potongan akan memutar dalam arah jarum jam, dan menjadi negatif ( - ) sebaliknya.

Gambar 1 . 6 . 3. d.

45

r

2. l lmu lnersia dan Ketahanan

2. 1. Besaran-besaran lintang

2. 1 . 1 . Titik berat bidang

Kita membebani suatu bidang F dengan suatu beban merata q = 1 ( misalnya bidang itu terdiri dari satu pelat dari bahan bangunan seragam ) . Kemu­dian kita bagi bidang F atas sembarang jumlah bidang kecil f;. Hasil atau ukuran bidang kecil f; ini merupakan suatu gaya oleh beban merata. Titik berat S kita ketahui sebagai titik tangkap resultante gaya f; dalam arah hori­sontal dan vertikal .

46

+ y X i

Xs

f- X Gambar2. 1 . 1 . a.

Atas dasar ketentuan rumus ( 1 . 9.) momen resultante menjadi sama dengan jumlah momen gaya masing-masing, maka dapat kita tentukan:

Xs · "'if; = "'i.x; · f; dan Ys " "'if; = "'i.y; · f;

Dengan menggunakan dua rumus ini kita bisa menentukan jarak titik berat Ys dan x5 seperti berikut:

"'i.y, · f; Ys = ----'--'--'--

"'if; (2. 1 . ) dan

Penyelesaian boleh dilakukan secara gratis atau ana litis.

Pada bidang dengan bentuk sembarang:

Penyelesaian secara gratis:

Gambar gaya vertikal Gambar situasi

0

Gambar gaya horisontal Gamba r 2 . 1 . 1 . b.

1 . ·Pembagian bidang F ke dalam bidang-bidang kecil f dengan titik beratnya sudah kita ketahui.

2. Penentuan resultante R dari bidang-bidang kecil f dalam arah horisontal (Rxl dan vertikal (Ry l -

3 . Penentuan titik berat S pada titik tangkap tangkap Rx dan Ry· Penyelesaian secara analitis: 1 . Kita memilih suatu sistim koordinat x-x dan y - y . 2. Penyelesaian dengan penggunaan rum us 1 2 . 1 . ) .

l (x · f) x1 • f1 + x2 • f2 + x3 · f3 - . . . . . Xs = --F- = F

'L ( y · f) Y1 · f1 + Y2 · f2 + YJ · f3 - . . . . . Ys = -F- = F

Pada bidang yang berbentuk khusus: 1 . Segitiga :

2/.J /J Titik berat S berada pada titik potong ketiga garis berat (dari sudut ke pertengahan sisi ber­hadapan) .

Gambar 2. 1 . 1 . c.

47

2. Trapesium :

a·h b· h F1 = -- ; F2 = --2 2 Gambar 2. 2. 2. d.

Secara analitis: titik berat S berada pada garis dari pertengahan dua sisi yang se­jajar. Untuk menentukan Ys kita membagi trapesium atas dua segitiga F1 dan F2. Titik berat pada segitiga itu bisa kita tentukan dengan S 1 dan S2• Menu rut rumus (2. 1 . ) kita dapat menentukan kemudian:

48

Ys =

a·h h 2 3

a· h 2

secara gratis:

b·h 2 •h + - · -

2 3

b· h +

2

3. Segiempat sembarang:

Ys =

Gambar 2. 1 . 1 . e

h 3

a + 2b a + b

(2. 2. )

Kita membagi segiempat ini dua kali atas dua segitiga dan mendapat dua kali dua titik berat S1 s/d S4. Kita menyambung sekarang titik berat S1 dengan S2 dan S3 dengan S4: Pada titik potong dua garis ini kita dapatkan titik berat S.

Gambar 2. 1 . 1 . f.

4. Bidang-bidang yang lain seperti seperempat lingkaran, lingkaran, parabol dsb. bisa dilihat pada tabel L 2. 1 . ( penentuan titik berat pada bidang yang datar) pada lampiran.

2. 1 . 2. Momen lembam dan momen sentrifugal pada bidang

Pada perhitungan titik berat kita bekerja dengan momen yang statis linear, akan tetapi pada perhitungan tegangan kita bekerja dengan momen yang statis kwadrat. Momen lembam menjadi I (bahasa Iatin = ( J ) nertia) = luas batang F dikalikan dengan jarak titik berat kwadrat dengan hasil kali dalam cm4 (dm4; m4) .

X

r

Momen lembam

Momen sentrifugal

· M omen lembam polar :

!J

+ X

ly = J x2dF

Zxy = J x · y · dF

lp = Jr2dF lp = ly + lx

� :

Gambar 2. 1 . 2. a.

hasilnya selalu menjadi positif ( + ) (2. 3.)

hasilnya boleh positif ( + ) a tau negatif ( - )

49

Hubungan antara momen lembam I dan luas batang F kita tentukan dengan jari-jari lembam i sebagai berikut:

. 11; . [f;t I = V � . I = _..L_ X F ' V F (2. 4. ) . - r;;_ lp - v 7=

Dengan menggunakan jari-jari lembam i kita juga dapat menentukan momen lam­barn I sebagai:

(2. 5. )

2. 1. 3. M omen lembam I pada sistim koordinat berpindah

.,. y ' 6 X

50

0

0 '

!J

I l ' ' a i t

� x

f X I Gambar 2. 1 . 3. a .

J ikalau kita pindah sistim koordinat x, y sejajar sebesar a dan b kita mendapatkan sistim koordinat x' dan y' yang baru.

y ' = a + Y x' = b t- x 1/ = Jy'2dF = J (y + a)2dF

= J y2dF + 2a J y · dF + a2 J dF

L � I, + 2 · a · s, + a' · F (2. 6).

dan kemudian:

ly' = ly + 2 . b . Sy + lJ2 . F

Zx'y' = Zxy + b . Sx + a. Sy + a. b . F

Sx dan Sy menentukan momen bidang F terhadap sistim koordinat x, y bertitik tangkap pada titik berat Sx = 0 dan Sy = 0. Persamaan {2. 6. ) bisa-menyederhanakan seperti berikut: '-

lx, = lx + a2 .. F

ly, = ly + lJ2 . F

Zx· y' = Zxy + a . b . F

Pada bidang berbentuk khusus: 1 . Segiempat persegi :

"'"§ ' � I ' !I

{Momen lembam I terkecil selalu menjadi momen lembam I terhadap sistim koor­dinate · x, yang bertitik tangkap pada titik berat/ (2 . 7 . {

I - b. f13 X - 1 2

(2. 8 . )

-I- X ix = 0,289 . h I =

h. fi3 y

1 2

h -r x ----

b Gambar 2. 1 . 3. b.

2. Segitiga:

h

I , = b. f13

X 3

x '

J h )(

11 :J x "

Gambar 2. 1 . 3 . c.

h. fi3 ly, "" --·

3 (2 . 9. )

lx· a. f13 --

4

lx a. f13 (2. 10 . ) --36

lx" a . h3 12

51

52

3. Trapesium: Kita membagi trapesium ini atas dua segitiga dan dapat menentukan lx, sebagai:

h

b ·J73 a · J73 + --

12 4

b

kemudian kita dapat menentukan lx sebagai: fx = fx· - F · �

= (b + 3a)h3 _ (a + b) . h . ( .!!_ . b + 2a l 12 2 3 a + b

X

.!/, X '

(b + 3a) · f13 ----12

fx = f13 a2 + 4ab + IJ2 (2. 1 2 . ) 36 a + b

4. Bidang-bidang yang lain:

Gambar 2 . 1 . 3. d .

(2 . 1 1 . )

Bidang-bidang yang lain seperti lingkaran, seperempat lingkaran, parabol dsb. bisa dilihat pada tabel l . 2. 2 . ( Penentuan momen lembam dan momen tahanan) pada lampiran .

2. 1 . 4. M omen lembam I pada sistim koordinat terputar

Pada suatu bidang F sembarang, momen lembam fx dan ly dan momen sentrifugal Zxy pada sistim koordinat x, y diketahui . Kemudian kita memutar sistim koordinat x, y sebesar sudut a. Sistim koordinat terputar yang baru kita tentukan dengan u dan v.

, o \ \ \ \ \

o�- v

F

Gambar 2. 1 . 4. a.

Dicari pengaruh atas momen lembam lx dan ly dan momen sentrigugal Zxy oleh putaran a. Penyelesaian: Koordinat u dan v boleh kita tentukan pada bag ian F yang kec il sekali dF dengan koordinat x dan y sebagai:

u = x . cos a + y . sin a v = y . cos a - x . sin a . ( 2 . 1 3 . )

Sela njutnya m omen lembam lu dan lv dan m omen sentrifugal Zuv mentadi:

lu = J v2dF = cos2af y2dF + sin2af x2dF - 2 sina · cosa · J x · y · dF

lv = fu2dF = cos2afx2dF + sin2afy2dF' + 2 sina · cosa · J x · y · dF

Zuv = Ju · v dF = sin a · cosa (jy2dF - Jx2dF) + (cos2a - sin2a) · Jx · y · dF

dan kemudian:

lu = cos2a . lx + sin2a . ly - 2 sin a · cosa · Zxy

lv = cos2a . ly + sin2a · lx + 2 sina · cosa · Zxy

I uv = sfnacosa( I x - I y) + ( cos2a - sin2a) · Zxy·

(2. 14. )

53

54

Jikalau kita menjumlahkan persamaan lu dan lv dan menggunakan ketentuan cos2a + sin2a = 1 kita mendapatkan hasil berikut:

lx + ly = lu + lv = lp Kita sekarang mencari putaran a pada sistim koordinat yang mengakibatkan nila i momen lembam lu dan lv maksimal atau minimal. Kita juga harus memperhatikan beberapa rumus i lmu ukur sudut a nalitis, yaitu:

cos2a = 1 + cos2a, 2

2 sina · cosa = sin 2a;

sin2a = 1 - cos2a 2

cos2a - sin2 + cos 2a.

Selanjutnya kita dapat menu lis rum us (2 . 14. ) seperti berikut

1 1 . lu = 2 (1x + ly + 2 (1x - ly) · cos 2 a - Zxy · sm 2 a

1 1 . lv = 2 Ox + ly) - 2 (1x - ly) · cos 2 a + Zxy · sm 2 a

� Ox - ly) · sin 2 a + Zxy · cos 2 a

lu a tau lv merupakan nilai tertinggi ( maksimall a tau minimal jikalau : d· lu = 0 d · a

R umus pertama kemudian dibaca : d · I __

u = - % Ux - ly) sin 2a - Zxy . cos2a = 0 d · a

dan sudut a dapat ditentukan seperti berikut:

tg 2 a = - 2 Zxy lx - ly

(2. 16 . )

(2. 15 . )

I s i rum us (2 . 1 6 . ) i n i merupakan dua sudut a yang berbeda 90° . Sistim koordinat ini kita namakan sistim koordinat utama 1 dan 2. Momen lembam I maksimal dan minimal yang timbul pada sistim koordinat utama kita namakan momen lembam utama 11 dan 12• U ntuk menentukan momen lembam utama kita pertama menen­tukan fungsi sin 2a dan cos 2a menu rut rumus (2. 16 . ) dan mendapatkan:

sin 2 a = tg 2 a

V1 + tg2 2 a V(l - I J 2 + 4 . z2 x y xy

cos 2 a = V1 + tg2 a v'rt - t J 2 + 4 zz x y xy

Kemudian kita dapat menentukan momen lembam utama Umax dan lm;nl menurut dan dengan bantuan rum us (2. 1 5. ) seperti berikut:

/1 = 1 f 2 Ux + lyl + 1f 2 v' Ux - lyl2 + 4Z2xy = lmsx

/2 = 1/ 2 Ux + lyl - 1f 2 v' Ux - ly)2 + 4Z2xy = lmin Zxy = 0

(2. 17 . )

Oleh karena momen sentrifugal menjadi nol kita dapat mengatakan, bahwa suatu garis sumbu simetri selalu juga menjadi suatu garis sumbu utama. Sebagai penggenap kita menyebut kemungkinan sistim koordinat sembarang u dan v yang tidak siku. Bagi bab-bab yang akan datang kita hanya memperhatikan kemungkinan koordinat yang tidak siku u dan v dengan m omen sentrifugal Zuv = 0. Sistim koordinat ini kita namakan sistim koordinat terkonyungsi.

I

0

I I

/.... ..._ x l ............. o'F I

I I I I - -"�" - - \

IJ_\_-- --I

2. 1 . 5. lingkaran Mohr

- - - ----;. u --

I- X Gambar 2 . 1 . 4 . b .

Lingkaran Mohr yang ditemukan Mohr pada tahun 1 868 memungkinkan menggambar hubungan-hubungan antara momen lembam dan momen sentrifugal, baik pada sistim koordinat bertitik tangkap pada titik berat maupun sistim koordinat sembarang. Gambaran dan arti lingkaran Mohr: De11gan nilai lx dan ly dan Zxy kita bisa menggambar lingkaran Mohr dan selanjutnya menentukan semua momen lembam dan sentrifugal pada garis sumbu yang melewati kutub 0 .

55

11 I,

Gambar 2 . 1 . 5. a

pada sistim koordinat bertitik tangkap pada titik berat

+X

Gambar 2. 1 . 5. b .

pada sistim koordinat yang menjadi koordinat sembarang

Pada gambar 2. 1 . 5. a. dan b. kependekan masing-masing berarti: T = tit ik berat lembam M = titik pusat lingkaran Mohr

· lx + ly = garis tengah l ingkaran

56

Zxy = momen sentrifugal d igambar menu rut ukuran dan tanda ( + , - ) Menentukan sisitim koordinat u tama: Menu rut ketentuan (2. 1 7 ) pada m omen lembam utama Um11x dan lm;nl kita ·

mengetahui , bahwa momen sentrifugal Zxy harus menjadi nol . Ketentuan ini bisa dilaksanakan dengan garis tengah li ngkaran lx + ly yang lewat titik berat lembam ( n dan titik pusat l ingkaran (M) . Dengan begitu sistim koordinat utama ( 1 , 2) sudah d itentukan .

Contoh 1 :

Gambar 2 . 1 . 5 . c .

Kemudian gambaran lingkaran Mohr juga boleh digunakan untuk menen­tukan sistim koordinat terkonyungsi ( u, v).

Contoh 2: Yang diketahui : lx, ly, Zxy terhadap sistim koordinat x, y dan garis sumbu v. Yang dicari: garis sumbu terkonyungsi u dan lu. Penyelessian: Zxy harus menjadi nol. Titik tangkap antara lingkaran Mohr dan garis sumbu v menentukan titik tangkap 8'. Garis 8' - T menentukan titik tangkap A' . Garis sum­bu terkonyungsi u baru ditentukan oleh kutub 0 dan titik tangkap A'. N ilai lu boleh diukur siku dari garis singgung ke titik T.

Gambar 2. 1 . 5. d.

2. 2. Tegangan normal

2. 2. 1 . Ketentuan keseimbangan

Suatu batang yang lurus, berbentuk prisma dan langsing akan mengubah bentuknya sampai gaya dalamnya menjadi seimbang dengan gaya luarnya. Keja­dian keseimbangan akan kita perhatikan dengan ketentuan agar perubahan ben­tuknya itu kecil sekali dan pengaruh atas titik tangkap gaya luar dan ju rusannya begitu kecil agar pada perhitungan kita abaikan pengaruhnya . Dengan suatu potongan siku pada garis sumbu kita membagi batang yang kita perhatikan atas dua potongan.

57

I I I I I I I I I I

Pada potongan seluas F ini kita memperhatikan bagian yang sebelah kiri . Sebagai gaya luar timbul: N = gaya normal searah garis sumbu batang (z ) Q = gaya lintang siku pada garis sumbu batang (z)

Oleh bagian kanan yang kita potong pada batang ini, pada bagian kiri timbul sebagai gaya dalam: a = tegangan normal pada bagian dFdari F ( kg/cm2) T = tegangan geser pada bagian dF dari F ( kg/ cm2)

r- Z

r---------- - - --1

58

Gambar 2. 2. 1 . a.

Resultante tegangan normal a dan resultante tegangan T harus seimbang dengan gaya normal N dan gaya lintang Q.

Pada tegangan normal a dan gaya normal N kita dapat menentukan ketentuan keseimbangan berikut:

N = fa . dF N . XA = J 0 . X • dF N . y A = f o . y . dF

(2. 18 . )

Tentang ketentuan keseimbangan pada tegangan geser T dan gaya lintang Q kita menunggu bab 2. 3. (Tegangan geser) . Ketentuan-ketentuan keseimba ngan (2. 18 . ) tsb. sebetulnya belum mencukupi. Un­tuk menentukan pembagian tegangan normal pada luasnya batang kita memerlukan juga ketentuan perubahan bentuk yang kita perhatikan selanjutnya.

2. 2. 2. Ketentuan perubahan bentuk

Oleh Jakob Bernoulli 1654 - 1705 dan Louis Navier 1785 - 1836 ditemukan asas tentang potongan datar, yaitu:

Potongan dari suatu batang yang datar harus juga menjadi datar sesudah mengalami perubahan bentuk .

Asas i n i dalam praktek hanya bisa diterapkan pada batang dari bahan bangunan yang seragam, misalnya bahan besi, baja dsb. Pada batang dari bahan bangunan

• yang tidak seragam, seperti kayu atau batang dari beberapa bahan yang disambung seperti misalnya bahan beton bertulang, asas ini hanya cocok pada perhitungan te­gangan linear.

I .

Ketentuan perubahan bentuk pada prakteknya berbunyi: Suatu bagian batang dz yang dipotong mengubah panjangnya x dan y oleh beban o sebesar £ • dz. J ikalau potongan batang ini menjadi datar sebelum dan sesudah perubahan bentuk, kita dapat menentukan penguluran £ sebagai:

E = A + B · x + C · y (2. 1 9 . )

Hubungan antara penguluran £ in i dengan tegangan normal o kita dapatkan pada ketentuan Hook rum us ( 1 . 2 . ) yang menentukan :

t:J 0 £ = -- = --/ E

Perbandingan antara tegangan normal dan penguluran bisa ditentukan dengan menggunakan faktor perbandingan E ( = modul elastis) . Modul e lastis E bisa ditentukan menu rut bahan bangunan pada: baja ST 37 2' 100'000 kg/cm2 kayu kelas 1 1 100'000 kg/cm2 beton bertulang 210'000 kg/cm2 dinding bata dengan plester semen 50'000 kg/ cm2

59

2. 2. 3. Hubungan antara masing-masing tegangan

Menurut rumus { 1 . 2 . ) dan rumus {2. 1 9) yang tadi, kita dapat menentu­kan pada bahan bangunan dengan E = tetap, tegangan normal a sebagai:

a = a + b · x + c · v {2. 20. )

Jikalau kita menggambar tegangan a siku pada bidang potongan F, hasilnya merupakan suatu bidang datar yang memotong bidang potongan F pada garis sum­bu a = 0. Dalam rumus {2. 20. ) masih ada tiga nilai {a, b, c) yang belum diketahui akan tetapi bisa ditentukan dengan bantuan rumus {2. 1 8 . ) seperti berikut:

N = f (a + b · x + c · y J dF N · xa = j (a + b · x + c · y) · x · dF N · va = f (a + b · x + c · y) · y · dF

atau dengan:

fdF = F

f y2dF = lx

fx dF = Sy

f x2dF = ly

f y · dF = Sx

J X · y · dF = Zxy

Kita menentukan persamaan penentuan gaya normal N sebagai:

60

N a · F + b · Sy + c · Sx

N · YA

a · Sy + b · ly + C · Z xy

a · Sx + b · Zxy + c · lx

{2. 21 . )

J ikalau kita memilih sistim koordinat x, y sebagai garis sumbu titik berat, persa­maan rum us {2. 21 . ) menjadi:

N = a · F N · XA = b · ly + C • Zxy N · yA = b · Zxy + c · lx

kemudian koefisien a, b dan c menjadi:

N a = -

F

Atas dasar pengetahuan ini kita dapat menentukan, bahwa tegangan normal a pada sistim koordinat bertitik tangkap pada titik be rat menu rut rum us (2 . 20. ) men­jadi:

a = y (2. 22. )

J ikalau kita memilih sistim koordinat terkonyungsi Zxy = 0 dan rumus (2. 22. ) akan memudahkan diri sebagai:

a = N N . XA N . YA F

+ -,-

.x + -

,- . y y X

2. 2. 4. Garis sumbu nol

(2. 23. )

Pada a = 0 kita dapat menentukan menurut rumus (2. 23. ) :

0 = F + +

Titik tangkap garis sumbu nol dengan garis sumbu terkonyungsi x, y mempunyai koordinat berikut:

pada titik x = 0

lx i/ Yn = - -- = ---F. yA YA

pada titik y = 0

I y Xn = - --

F. XA

(2. 24. )

(2.25. )

• y

' ' n

\

/J. u /

r X

Pfxjy)

gambar 2. 2. 4. a .

61

J ikalau kita menggeser titik tangkap A bagi gaya normal N pada garis kerjanya (garis sumbu terkonyungsi u), A - S, perbandingan XA : YA menjadi tetap dan kemudian juga:

R umus ini menentukan, bahwa kita telah menggeser garis sumbu nol seja­jar, akan tetapi jurusannya masih tetap sama.

Jikalau suatu garis sumbu terkonyungsi u, v menjadi garis kerja u dari gaya normal N kita dapat mengatakan atas dasar rum us (2.25 . ) , bahwa:

� F

dengan vA = 0 dan vn = 00 garis sumbu nol menjadi sejajar dengan garis sumbu terkonyungsi v, maka:

jurusan garis sumbu nol menjadi berkeluarga dengan garis kerja gaya nor­mal N IZuy = 0)

Dengan penentuan vA rumus (2.23. ) sebagai:

0 kita dapat menyederhanakan ketentuan tegangan o,

. u (2. 26. )

dengan rumus (2. 25. I kita dapat mengatakan kemudian:

!x_ = - F· u -+ (1 = - F· Un · UA ) UA n lv

dan dengan rum us (2. 26. ) yang tadi, kita mendapatkan tegangan normal o sebesar:

62

0 = uA N N · uA ( - Un + ul --( - - · F · u + N · ul =

lv F n lv

Jikalau kita menentukan nilai - Un + u = u' sebagai jarak titik (u, v), pada yang kita cari tegangan o, dari garis sumbu nol n-n kita mendapatkan rum us garis sumbu nol linear, seperti berikut:

(2. 27. )

2. 2. 5. Gaya tekan dan gaya tarik

Jikalau gaya normal mempunyai titik tangkap pada titik berat kita dapat mengatak<m XA = 0, YA = 0 dan tegangan selanjutnya berbunyi:

(2. 28. )

Catatan:

Gaya tarik selalu menjadi positif ( + ) dan gaya tekan menjadi negatif ( - ) .

j2 oleh karena Xn = - _v_ == oo

XA

dan Yn = i�

- -- = CXl YA

dengan (aA == o, YA = o)

kita mengetahui, bahwa garis sumbu nol berada di titik tak terhingga dan tegangan a menjadi tetap pada seluruh potongan yang seluas F.

2. 2. 6. Momen lentur

Oleh karena momen lentur yang bekerja pada bagian kiri pada balok yang dipotong, momen dengan jurusan putaran berlawanan dengan jarum jam menjadi positif ( + ), dan kita menentukan:

Atas dasar ketentuan in i kita boleh mengubah rum us (2 . 23. )sebagai :

a == (2. 29. )

63

64

Jikalau momen saja yang mengena dan gaya normal N = o, kita mendapatkan:

M M 0 = _:_::]!__ • y + _:_::]!__ • X ly ly (2. 30. )

Persamaan garis sumbu nol, rumus (2. 24.) kemudian menjad i :

0 = -Mx . Y + !!.:t_ . X I n I n X y

jikalau pada N = o garis sumbu nol bertitik tangkap pada titik berat Xn Yn = 0 . Jikalau kemudian juga My = o kita dapat menentukan:

(2. 31 . )

o dan

Pada umumnya kita hanya mencari nilai o yang tertinggi. Kita mendapat nilai o ter­tinggi ini pada Ymax, yaitu pada sisi atas Yo dan sisi bawah Yu pada batang yang diperhatikan. Ordinatnya menjadi:

Yo = e0 dan - Yu = eu

kemudian tegangan o pada sisi atas o0 dan pada sisi bawah ou menjadi:

Pada prakteknya perhitungan ini bisa dimudahkan dengan menggunakan penge­tahuan tentang momen tahanan W ( lihat bab berikut ) .

2. 2. 7. Momen tahanan

Pada prakteknya kita menentukan ou dan o0 dengan menggunakan momen tahanan Wx. Menurut ketentuan ou dan o0 kita boleh berkata:

Tegangan Omax pada sisi atas dan sisi bawah pada batang sekarang menjadi:

Jikalau potongan menjadi simetris pada garis sumbu x, Wxo dan Wxu menjadi sama dan tegangan omax pada sisi bawah dan sisi atas ditentukan sebagai:

(2. 32. ) �---- -

Gambar 2 . 2 . 7 . a

Penentuan Wx dan Wy pada macam-macam bentuk potongan batang dapat dilihat pada tabel I. 2. 2 . ( Penentuan momen lembam dan momen tahanan) pada lam­piran.

2. 2. 8. Besaran inti

' n "

Gambar 2. 2. 8. a .

- - ·- - - - ?

f X

Pada suatu potongan seluas F kita ketahui garis sumbu terkon­yungsi x. y. Pada bab 2. 2. 4. ( Garis sumbu nol) kita telah menentukan, bahwa pada gaya normal N dengan titik tangkap A pada garis sumbu y, garis sumbu nol menjadi sejajar dengan garis sumbu x.

Jikalau selanjutnya garis sumbu nol bersinggungan dengan bidang F pada titik P

kita dap�t menentukan jarak YA dari titik tangkap A menu rut rum us (2. 25. ) sebagai:

65

J ikalau garis sumbu nol berputar sekeliling sisi penampang potongan, garis penghubung tiap-tiap titik tangkap A menggambarkan sisi besaran inti.

Oleh bentuk pada potongan batang, bentuk besaran inti juga menjadi tertentu. Menurut rumus (2 . 25.) kita juga mengetahui, bahwa pada titik tangkap A yang ·

bergerak pada sisi penampang potongan garis sumbu nol berputar pada sisi besaran inti.

66

Pada umumnya kita menentukan jarak y A sebagai keluasan besaran inti = k.

Oleh karena Yn menjadi jarak sisi bidang kita menggantikan __ lx_ dengan W0 eo,u

a tau Wu dan menu lis: Wo Wu k = -- dan k = --u F o F

Pandangan-pandangan ini memungkinkan penentuan luas besaran inti dengan mudah pada potongan- potongan dalam ilmu ukur, IT)aka kita belum tahu perlakuan titik tangkap A j ikalau garis sumbu nol berputar melewati suatu sudut pada potong­an batang yang diperhatikan:

C - b \ I \ I - - · · -t -. c\b

I B

- c

r--

Suatu garis sumbu nol b-b menen­tukan titik tangkap 8, atau dengan kata-kata lain: Jikalau tJaris sumbu nol melewati sudut bentuk potongan 8, titik tangkap 8 bergerak pada garis lurus b-b.

Gambar 2. 2 8. b.

Selanjutnya kita dapat menentukan, bahwa suatu sudut potongan 8 berhubungan dengan garis lu rus b-b dan juga bahwa suatu garis lurus c-c pada sisi keliling penampang potongan berhubungan dengan satu titik C besaran inti. aentuk dan ukuran besaran inti boleh ditentukan sebagai:

1 . Segiempat persegi:

f y

h

b

2. Lingkaran:

· -

X

3. Segitiga:

h

· --

X

Wx b. h2 Kx = -F 6. b. h

dan kemudian:

h Kx = 6

K = !!_ y 6

K = � F · r

K = .!.... __ 4

4

(2. 33. )

Gambar 2 . 2. 8. c .

Gambar 2 . 2 . 8 . d .

�---==*---+ g4 • Kt� - h;, -::::.;.dmr- � • g n X

1 -- -

.+--f/IE;;:.::,_------:f-----.lt-;:-�--- 1 A

Gambar 2. 2. 8.e.

67

Oleh garis sumbu nol /-/ kita dapat menentukan garis sumbu utama bagi /-/ supaya momen sentrifugal Zxy = o dari titik C ke pertengahan sisi segitiga A-8. Selanjutnya ditentukan koordinat terkonyungsi x sebagai garis sejajar bagi /-/ dikenai titik berat s. Kemudian ukuran atau jarak YA bisa ditentukan sebagai:

lx YA = --­F · Yn b . h h -- · -

2 3

h YA = 6 dsb.

Contoh 1 : Pada bahan bangunan yang hanya boleh menerima gaya tekan, misalnya dinding dari bata, kita dapat menentukan: Jikalau titik tangkap dari gaya normal N berada dalam keluasan besaran inti , garis sumbu nol tidak memotong keluasan potongan batang dan tegangan o hanya men­jadi misalnya minus ( - ) . Jikalau titik tangkap A dari gaya normal N berada sebelah luar keluasan besaran inti kita mendapat tegangan o plus ( + ) dan minus ( - ) , yaitu tegangan tekan dan tarikan pada sisi masing-masing batang itu .

N pada A 1

Contoh 2:

+--·

68

a

+---�--+--t r ! YA ._:_ t- _ H .

U ;

Garn:Ja, 2. 2. 8. f.

Pada suatu potongan F dengan sistim koordinat x, y pada titik berat be­kerja suatu gaya normal N pada titik tangkap A sebelah luar besaran inti. Dicari tegangan o maksi­mal pada sisi atas dan sisi bawah .

Gambar 2.2.8.g.

l .

-.

Pada titik U kita dapat menentukan tegangan a sebagai:

N N . YA a -- --- - --- e u - F lx . u

Oleh karena kita juga sudah menentukan, bahwa:

� = Wxu dan k0 • eu = IFx atau � = k0 . F

eu eu

kita dapat kemudian menentukan hasilnya sebagai:

WJ(0 = ku · F dan dengan tegangan au dan a0 seperti berikut:

Menurut perjanjian tanda suatu momen yang positif ( + ) mengakibatkan tegangan a0 yang negatif ( - ) sebagai tekanan dan tegangan uu yang positif ( + ) sebagai tarikan.

2. 3. Tegangan geser 2. 3. 1 . Tegangan g eser oleh gaya l intang

v "a •ii&'T· ;Jerhat l�<-a;i sua tu potongan z seg fempat: qaya i in taPQ 0, pada potongan Z bekerp pada • i r ik berat S.

Gambar 2. 3. 1 . a .

Oleh karena ketentuan keseimbangan (Qv = fry · dF) saja belum menentukan pembagian tegangan geser T pada seluruh potongan, kita harus menentukan selan­jutnya, bahwa:

Tegangan geser T menjadi sejajar pada gaya lintang dan pembagian pada lebarnya potongan z menjadi merata .

69

70

Kita memperhatikan suatu bagian batang yang kecil, sebesar b · dy · dz. Supaya bagian ini menjadi seimbang, tegangan geser T xv pada bidang horisontal dari bagian itu . ( Index dari T yang pertama menentukan garis sumbu yang siku pada T itu, dan index yang kedua menentukan jurusan T) . Selanjutnya kita menentukan:

(Tzy · b · dy) · dz = (Tyz · b · dz) · dy

dengan ketentuan keseimbangan tegangan geser:

Tzy = Tyz (2. 34. )

Pada dua bidang yang siku dengan nilainya tegangan geser masing-masing menjadi sama dan dua-duanya searah atau berlawanan dengan jurusan garis potong. Penentuan nilai tegangan geser: Kita menentukan nilai tegangan geser oleh

hubungannya dengan tegangan normal o2 = a pada potongan z dan z + dz.

e

Gambar 2. 3.. 1 . b .

Sebagai keseimbangan pada bagian batang yang kecil, sebesar b · (e - y) · dz dengan bantuan rumus U = o kita dapat menentukan:

e e Ty . b . dz + J (a + d a) . dF - J a . dF = O

y y e

Tyz · b · dz = J do · dF

Tyz = I

b

y e J do y -- · dF

dz

akan tetapi tegangan normal menjadi: N Mx do dMx

a = - - -- · y - -- = · Y F lx dz dz lx

dMx dan dengan -- = Oy dz

N = tetap, kita menentukan:

do Q -- = - � · y

dz lx

dan 1 T = - · yz b

j . do . dF = ..2._ Oy y dz b lx

e J · Y · dF y

dengan ketentuan keseimbangan tegangan geser seperti berikut:

Tyz = = Tzy (2. 35. )

Selanjutnya kita menentukan Tmax pada beberapa bentuk bidang potongan yang tertentu: 1 . Segiempat persegi:

e-ll 2

6 'l'"m - !h. M Gambar 2. 3. 1 . c .

Pada suatu potongan tertentu pembagian tegangan geser hanya tergantung pada nilai momen pada titik berat S dalam jurusan x (Msx), karena nilai-nilai yang lain se­muanya menjadi tetap.

h 2 b h2 )

Msx = I y . dF = I b . Y · dy = 2 · (-4- - y2

y R umus ini menentukan bentuk tegangan geser sebagai parabol. Msx pada titik berat menjadi Msx max oleh karena itu juga y = o.

Msx max = b. fl2

8

3 Tmax =

2

2. Bentuk 1 : -

-

I = X

� b.h

lty---s +y � . 1: .--

b. f73

1 2

er '

I

Oy -+ Tmax = b

(2. 36. )

b. fl2. 12

b. f73. 8

Gambar 2 . 3. 1 . d .

71

Pada perhitungan tegangan geser T pada baja profil berbentuk I kita hanya mem­perhatikan bagian badan, oleh karena pengaruh atas bagian sayap begitu kecil, sehingga boleh diabaikan. Sebagai pendekatan, pada baja profil berbentuk I kita memperhitungkan tegangan geser T pada bagian badan seperti berikut:

72

dan kemudian:

� av Tmax = 1 , 1 5 . --d. h

(2. 37. )

Perubahan bentuk oleh tegangan geser: suatu bagian batang sebesar dy · dz · b mengubah bentuk oleh tegangan geser T yz = T zy seperti terlihat pada gambar berikut:

dy

Gambar 2. 3 . 1 . e .

H ubungan antara sudut pergeseran y dan tegangan geser T menurut ketentuan H ook, lihat rumus ( 1 . 2. ) menjadi:

� Yyz = G

dengan G sebagai modul pergeseran ( pada bahan baja misalnya G menjadi 0 .375 · El . Oleh pergeseran Yyz panjangnya sisi dy, dz dan b tidak mengalami perubahan pan­jangnya .

2. 3. 2 Tegangan geser oleh gaya torsi

Oleh momen torsi T kita mendapat tegangan geser T menurut bentuk batang sebesar:

1 . Batang berbentuk lingkaran (misalnya besi beton) :

2 · T T = --

1t . r 3

2. Batang berbentuk elips: 2 · T T = max · 1t a . b2

(a > b)

3. Batang berbentuk cincin (misalnya pipa besi ) :

atau pada batang berbentuk cincin dengan tebalnya dinding h yang tipis:

4. Batang berbentuk persegi em pat: T · b -

Tmax· = -- dengan Id = Id .

dengan hasil berikut:

3 · T Tmax· = �

2. 4. Tegangan-tegangan

2. 4. 1. Tegangan linear

jikalau h > 3 b

Kita memperhatikan suatu batang tarik dengan gaya normal N pada garis sumbu x: N

Jikalau kita memotong batang tarik ini siku pada garis sumbu x kita mendapat tegangan normal Ox sebesar:

Gambar 2. 4. 1 . a.

73

N

Gamber 2. 4. 1 . b.

Jikalau kita memotong batang tarik ini mereng pada garis sumbu x kita membesarkan bidang potongan F sebagai :

F F = --u

cos a

Selanjutnya kita mendapat tegangan sebesar Q seperti berikut:

N N Q = --- = -- · cos a = a · cos a Fu F

x

Tegangan Q ini akan kita bagi atas tegangan normal ou yang siku pada potongan Fu dan atas tegangan geser Tuv yang sejajar pada potongan Fu itu, seperti terlihat pada gambar 2. 4. 1 . c. berikut.

74

Gambar 2. 4. 1 . c.

1 + cos 2 a Ou = Q · cos a = Ox · cosla = Ox · ---

2---

. . sin 2 a Tuv = Q · Sin a = Ox · Sin a · COS a = Ox · --

2-

(2. 38. )

Tegangan maksimal pada ou dan T vy dapat kita tentukan sebagai:

Pu max = Ox

O x Omax = 2 untuk

untuk

cos 2a = 1

sin 2a = 1 -+ a = _n_ = 45o 4

Selanjutnya kita perhatikan suatu potongan v yang siku pada potongan u, dan mendapat:

n 1 - cos 2 a Ov = Ox · COsl (a + 2) = Ox · Sin 2 a = Ox ·

2

. sin 2 a Tyu = Ox · cos a · sm a = Ox ·--

2-

Pada dua potongan yang siku kita boleh mengatakan, bahwa:

Tuv = Tvu

Hubungan tegangan linear pada rumus (2. 38.) dapat kita perlihatkan pada gambar 2. 4. 1 . d. berikut dengan bantuan lingkaran Mohr:

r

\ \ \ ' A + ()

Gambar 2. 4. 1 . d.

Kita memilih sistim koordinat o, T dengan ox sebagai garis tengah lingkaran pada ab­sis o. Suatu garis lurus OB dari kutub 0 dengan sudut a mempunyai titik potong 8 dengan lingkaran itu.

75

76

Kita menentukan : OB = Ox· COS a = Q Ordinat dan absis titik potong 8 menjadi komponen tegangan Q sebesar ou dan Tuv· Tegangan geser maksimal boleh kita tentukan sebagai :

-- Ox Tmax = MC = 2 Tegangan normal maksimal kita tentukan sebagai tegangan utama o1 . Pada te­gangan linear o1 menjadi sama dengan ox dengan sudut a = 0. Pada potongan itu tegangan geser menjadi nol. Tegangan utama terkecil o2 = ay pada sudut a = ; menjadi juga nol.

Tegangan utama o1 dan o2 menjadi tegangan normal yang maksimal dan menentukan potongan bidang dengan tegangan geser = nol.

2. 4.2. Tegangan dalam bidang

oleh Ov

Gambar 2.4.2.a.

.... � ( ,c: \ ;;._ __ \...:.. ' /

\ \_., ....... r.v . sin ex

+ ¥

oleh ou

Gambar 2.4.2.b.

Kita menentukan ketentuan keseimbangan pada suatu benda prisma dengan lebar­nya 1 (satu) yang mengalami tegangan-tegangan pada bidang x - y.

Ketentuan keseimbangan l.u = 0 dan l.v = 0 menghasilkan:

Ou = Ox · cos 2a + Oy · sin 2a - 2 Txy · sin a · cos a

Tw = Txv ' (cos 2a - sin 2 aJ + (ox - ay) · sin a · cos a

+ )(

dengan ketentuan, bahwa:

_7 1 + cos 2a CO:.- a =

2

kita dapatkan:

ax + a� au = 2

ax + a� av = 2

ax - a� auv = 2

+

1 - cos2a sin2 a = ----

2

ax - a� · cos 2 a - Txy · sin 2 a

2

ax - a� · cos 2 a + T xy · sin 2 a

2

· sin 2 a + T xy · cos 2 a

2 sin a cos a = sin 2 a

(2.39. )

Penentuan bidang dengan tegangan utama a1 dan a2 bisa kita cari dengan keten­tuan T uv = 0 pada

- 2 · Txy tg2a =

Nilai tegangan utama dapat kita tentukan dengan bantuan rumus ini dan rumus­rumus berikut:

1 cos 2a = -r===:== V 1 + tg2 2o

sebagai:

tg 2a sin 2o = -r=::::==:�= V 1 + tg2 2a

(2.40.)

Bukti rumus (2.40 . ) ini boleh dilakukan dengan bantuan lingkaran Mohr yang memperlihatkan hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser dengan m omen lembam I dan m omen sentrifugal Z. Berlawanan dengan momen lembam /, tegangan-tegangan bisa mendapat nilai positif ( + I atau negatif ( - ) .

77

G t

- G' f(J (tekanan) 0 A (tarikan)

78

Gx

Kita memilih sistim koordinat o - T. Kita tentukan OM sebesar: Ox + ay OM = --

2

Selanjutnya lingkaran dengan jari-jari (r ) sebesar:

Gambar 2. 4. 2. c.

Suatu garis lurus dengan titik potong M dan sudut 2a mempunyai dua titik potong dengan lingkaran, yaitu 8 dan 8'. Ordinat dan absisnya menentukan tegangan nor­malnya dan tegangah gesernya. Tegangan utama a1 dan a2 kita dapat sebagai berikut:

a , = OA

menu rut ketentuan pada rum us (2.40. ) tadi. Juga kita boleh menentukan tegangan geser Tmax maksimal sebagai :

2. 5. Penggunaan dan keamanan

2 . 5. 1 . Keamanan

Jikalau kita memperhatikan diagram perubahan panjang E dan tegangan a pada sua tu batang tarik dari baja, lihat gambar 1 . 1 .4. b. kita akan melihat dua tingkat yang berbahaya, yaitu :

batas mengecil (vloeien) av dan batas titik patah as

Tegangan-tegangan yang diperbolehkan a selanjutnya harus memenuhi suatu faktor keamanan n supaya bahan bangunan yang dibebani tidak mendapat beban sampai av atau as. Kita boleh menentukan:

o = � atau o = _!!_§__ nl n2 Dengan ketentuan ini kita mempunyai dua angka keamanan n1 terhadap batas mengecil (vloeien) av dan n2 terhadap batas titik patah as. Pada bahan bangunan baja misalnya n1 = 1 .5 dan n2 = 2.0. Angka-angka keamanan menutupi kekurangtelitian pada perhitungan tegangan, yang berasal dari perubahan beban, perubahan nilai inersia, perubahan tahanan bahan bangunan (misalnya kayu ) , kekurangtelitian pekerjaan pada pemasangan konstruksi tsb. , atau sistim statika yang disederhanakan pada perhitungan ( misalnya pada konstruksi rangka batang) dsb. J ikalau suatu bahan bangunan mendekati bahan bangunan Hook angka keamanan boleh ditentukan agak kecil, sebaliknya angka keamanan menjadi agak besar. Oleh karena itu baja mempunyai angka keamanan yang agak kecil dibandingkan dengan misalnya beton atau kayu.

2. 5. 2. Beban yang berulang-ulang

J ikalau kita membebani suatu bahan bangunan tidak dari nol sampai titik patah, melainkan dengan beban yang berulang-ulang sebesar !:::.a = amax - amin kita boleh menentukan titik patah dengan nilai amax <o8. August Wohler 1819 -

1914 menentukan perbandingan antara banyaknya beban bolak-balik i dengan ukuran beban yang berulang-ulang !:::.a dan Omax yang diperbolehkan . Pada bahan bangunan baja diagram Wohler tampak sebagai berikut:

- - -- - - - - - -- - - _-_ _ -_-_-_ _ -f-_-___ _____ .J.. _ _ _ _ _ _

Gambar 2.5.2.a.

4 10& banyaknya beban bolak-balik i

·79

Dengan membesarkan nilai !:::,.a kita mengurangi nilai Omax· Sebagai tegangan kerja o8 kita menentukan pada umumnya nilai Omax yang bisa ditanggung beban bolak-balik paling sedikitnya dua juta kali. Pada tegangan kerja o8 kita menentukan: Tegangan asal ou dengan omin = 0 Tegangan bolak-balik = aw dengan Omin = - Omax .

G Gma�.

\J_r_l _l). _ _ � d

ffmin.

Macam-macam diagram ten­tang beban bolak-balik pada beban yang berulang-ulang.

jangka waktu

Gambar 2.5.2.b.

Perjalanan tegangan kerja a8 dibandingkan dengan nilai !:::,.a kita perlihatkan pada diagram berikut:

Gmgx. (1}

80

Pada titik t::,.a = o tegangan kerja o8 menjadi tegangan ti­tik patah o6.

Gmin. (8)

Gambar 2.5.2.c.

2.5.3. Teori-teori titik patah

Kekakuan bahan bangunan pada umumnya ditentukan dalam keadaan tegangan linear (gaya tarik atau gaya tekan) . Dengan pertimbangan bahaya oleh tegangan linear atau tegangan dalam ruang kita memerlukan suatu teori titik patah. Kebenaran teori titik patah itu hanya bisa dipertimbangkan pada percobaan-per­cobaan dan oleh pengalaman. Pada umumnya kita membedakan Iima teori titik patah, yaitu: 1 . Teori menurut tegangan utama yang terbesar 2. Teori menurut penguluran terbesar 3. Teori menu rut tegangan geser yang terbesar 4. Teori titik patah menu rut Mohr 5. Teori titik patah menurut pekerjaan perubahan bentuk yang tetap ( H uber, v.

Mises, Hencky) . Oleh karena luasnya buku in i terbatas kita mengabaikan keterangan tentang teori titik patah masing-masing selanjutnya .

2.6. Tekukan

2.6. 1 . Macam-macam tekukan

X

t l

p

Kita memperhatikan suatu batang tertekan dengan panjang I dengan ketentuan-ketentuan seperti berikut: 1 . batang asalnya lurus 2. batang dibebani sentris .3 . batang bertumpuan engsel sebe­

lah-menyebelah 4. kekakuan batang menjadi E · I .

Gambar 2.6. 1 .a.

Oleh pembebanan P atau ( Pkl batang akan melengkung sedikit, sebesar y0• Oleh kejadian ini batang akan menerima m omen lentur M0 ;:;ebesar M0 = P. y0• Akan tetapi oleh momen lentur M0 ini batang akan melengkung sedikit lagi, sebesar Y r· Kita boleh menentukan garis elastis ini dengan persamaan differensial yang menentukan hubungan antara y1 dan M0 sebagai:

81

E · I · Y t " = Mo = p . Yo

E · l · y 1 " + P · y0 = 0 (2. 41 . )

Jikalau kita membebani batang tekan ini dengan bidang momen yang direduksikan dengan 1/E· I, yang menjadi (PIE· /)· y0 kita mendapat kelengkungan batang y1 se­bagai poligon batang tarik. Pada pernitungan analitis kita menentukan y 1 pada pertengahan batang tekuk sebagai:

Y t = p . p2

Ct ' E · l · Yo = ar Yo

Oleh pelengkungan y 1 ini batang tekuk menerima tambahan momen sebesar P · y1 yang mengakibatkan pelengkungan yz, sebesar:

Pelengkungan y2 ini kemudian mengakibatkan tambahan momen dan peleng­kungan lagi, sebesar:

y3 = a3. Y2 dsb . . . .

Pada akhirnya kita boleh menentukan pelengkungan batang tekuk sebagai:

Y = Yo + Yt + Y2 + Y3 + . . ·

y = Y� + a 1 Yo + a2 . Y1 + a3 . Y2 + . . .

y = y0. ( 1 + a 1 + a 7 . a2 + a , . a2 . a3 + . . .

Oleh karena pelengkungan y0 dan y1 menjadi sebangun kita boleh menentukan angka perbandingan y0 :y1 sebagai a, dan selanjutnya :

y = Yo (I + a + a 2 + a 3 + a 4 + . . . . . . ) J (2.42 . )

Bagi rangka perbandingan a � 1 kita boleh menyederhanakan rum u s (2.42. ) sebagai berikut:

I y = yo · ---

1 - a (2.43. )

J ikalau pad a rum us (2.43 . ) angka perbandingan a 1 , y menjadi besar sekali wa!aupun pelengkungan dasar Yo menjadi amat kecil. Kita kemudian dapat me­nentukan :

Suatu batang dengan angka perbandingan a = 1 akan tertekuk dan patah .

82

._

·.

Sebagai penentuan gaya tekan P yang berbahaya yang mengakibatkan tekuk patah kita tentukan pelengkungan dasar Ya berbentuk sinus:

Yo = a · sin ·

dan kemudian:

n · n · x

n · n · x -£ · 1 · y1" = P · vo = P · a · sin

1

Dengan menggunakan dua kali perhitungan integral dengan perhatian tegangan sisi batang (y1 = 0 oleh x = 0 dan x = 1 ) kita mendapat hasil seperti berikut:

J 2 p y 1 = -n-:-2 -. n-:2:- • -£-.-�-a. · sin

n . n . x I

1 2 p -n-=-2-. n---=--2 • -£-. 1

- · Yo = a1 · Yo

Rumus ini menentukan, bahwa garis elastis y1 menjadi sebangun dengan garis elastis Ya, dan kemudian:

aT = a2 = a3 = . . . a. Olch penentuan angka perband ingan a = 1 oleh gaya tekan P = Pkr (gaya P yang berbahaya ! yang mengakibatkan tekukan patah kita menentukan:

f 2 p • a = ---·-- · --- -� ' n2 - n 2 £ · / dan

Pada rumus Pkr ini n menentukan banyaknya ku rve sinus. Bagi penentuan Pkr kita hanya perlu memperhatikan n = 1 dengan hasi l berikut:

n2 · £ · 1 Pkrmin. = ----,J:-:-2-- (2.44. )

Pada rumus (2.44. ) ini I merupakan momen lembam I terkecil. J ikalau batang yang diperhatikan tidak bertumpu engsel sebelah-menyebelah bentuk pelengkungan berubah dan oleh karena itu juga beban Pkr . Dengan penentuan panjang tekuk menurut Leonhard Euler 1 707 - 1783 kita memperbandingkan semua kemung­kinan tumpuan dengan batang yang bertumpu engsel sebelah-menyebelah dengan perubahan panjangnya tekuk lk menurut gambar 2.6. 1 . b. berikut:

83

84

�� lp JP

m � i

I i ) � Kondisi-kondisi tekuk .... i I J .....

(---� � ,, ..,

lk = panjang tekung 2 L L 0 .7 l 0 .5 l menu rut Euler =

Pkr = beban bahaya = n2 E . I nz . �l 20. 16 . �I 4n2 . �1 - · -

4 L 2 L 2 L 2 L 2

Gambar 2.6. 1 .b.

Atas dasar pengetahuan ini kita dapat menulis rumus (2.44.) seperti berikut:

(2.45. )

sebagai lk kita mengisi nilai menu rut gambar 2.6. 1 .b . Pada prakteknya kita bukan memperhatikan beban yang berbahaya, melainkan tegangan bahaya ak,. Tegangan bahaya ak, dapat kita tentukan seperti berikut:

Oleh karena kita menentukan jari lembam terkecil (cm)

dan selanjutnya Atk angka kelangsingan, kita mendapat ak, sebagai:

(2.46. )

Pada rum us (2.46. ) ini ak, hanya tergantung pada angka kelangsingan A. Hubungan antara J..k, dan J.. akan kita perlihatkan pada diagram (gambar 2.6. 1 . c. ) berikut. Pada penentuan perbandingan antara tegangan dan pengukuran (lihat juga bab 1 . 1 .4. Sifat-sifat bahan bangunan) kita menentukan, bahwa dua-duanya menjadi

sebangun (perbandingan) sesudah tegangan a mencapai batas perbandingan ap se­penjangkanan diagram Euler sudah juga dicapai karena kita sudah berada pada sepenjangkanan plastis. Menu rut L. von Tetmejer perbandingan antara akr dan A dalam sepenjangkanan plastis untuk bahan baja ST 37 menjadi:

akr = 3 . 1 0 - 0.01 1 4 · A (2.47 . )

Batasan antara sepenjangkanan plastis dan elastis kita tt:mubn se!Ja<)ai:

Pada bahan ST 37 modul elastis E menjadi 2' 1 00 t/cm2 dan op menjadi 1 .9 t/ cm2. Angka kelangsingan Ap kemudian dapat kita tentukan sebagai:

Ap =

t /cm2

4. 0

J. O

2 0

1. 0

;o

j n2 • 2100 1 . 9

\ \ \ \

100

= 1 04.4

'l

ISO

diagram perbanding­an a dan A menurut Euler dan von Tetma­jer.

A = � I 700

Gambar 2.6. 1 .c.

85

2.6.2. Contoh-contoh

Contoh 1 : Pada suatu tiang dari kayu kelas ll sebesar 10/ 1 0 cm dengan tingginya 2.00 m kita mencari kekuatan terhadap tekanan pada masing-masing kemungkinan pemasangan tumpuan:

Panjangnya batang I 200 cm 200 cm 200 cm 200 cm Panjangnya tekuk '" 200 cm 140 cm 100 cm 400 cm jari-jari lembam i* 2.89 cm 2.89 cm 2.89 cm 2.89 cm A�c = l�cli 69.2 48.4 34.6 138.4

on•• 46 kg/cm2 58 kg/cm2 66 kg/cm2 14 kglcm2 P yang diperbolehkan 4.6 t 5.8 t 6.8. t 1.4 t

menurut tabei i . 2 .4. (Tabel ni lai-n ilai balok kayu segiempat)

86

menurut tabe/ 1 . 2 . 6 . i Fa ktor tekuk dan tegangan yang diperkenankan untuk kayu) pada lampiran.

Contoh 2: Tiang daiam ;;uatu dinding menurut gambar 2.6.2. b. berikut ditentukan dengan ba han baja profil dan dengan kayu kelas 1 1 . Tekanannya menjadi 21 . 5 t.

P = 2 1 .5 t

t Sx�SS

l Denah

Potongan

Harus diperhatikan, bahwa lkx untuk pe­nentuan Ax menjadi 8.20 m dan l1cy untuk penentuan Ay menjadi 2.05 m oleh karena ada palang pada jurusan 'y dengan jarak 2 .05 m .

Gambar2.6.2.b.

Penyelesaian: Kita memilih Ax sebesar 1 20 dan menurut tabel 1 .2.5. (Tegangan tekuk yang diper­kenankan untuk baja ST 37) pada lampiran a1k menjadi sebesar 555 kg/ cm2. Luasnya profil F selanjutnya harus 21 '500 kg : 555 kg/ cm2 = 38.7 cm2. Menu rut lampiran 1 .2.3. (Tabel nilai-nilai pada bahan baja profil) kita boleh memilih profil baja I 22 dengan luasnya F = 39.6 cm2. Ax yang timbul sebenarnya menjadi lklix = 82018.8 = 93. Hasil ini menunjukkan, bahwa pemilihan .l.x pada permulaan menjadi terlalu besar. Harus kita mulai sekali lagi: Pemilihan .l.x kedua sebesar 1 05, tegangan yang diperbolehkan atk = 692 kg/cm2 . Luasnya profil harus 21'500 kg : 692 kg/ cm2 = 31 . 1 cm2. Pemilihan profil baja 1 20 dengan luasnya profil F = 33. 5 cm2. Ax yang timbul sebenarnya menjadi lklix = 82018.0 = 1 02.5 i5tk = 71 1 kg/ cm2. P yang diperbolehkan menjadi 71 1 ·33 .5 = 23'818 kg >

21 '500 kg.

Pemeriksaan terhadap jurusan y selanjutnya dilaksanakan seperti berikut: .l.y yang timbul menjadi /kliy = 205/ 1 .87 = 109.7 61k = 654 kg/cm2. P yang diperbolehkan menjadi 654·33.5 = 21 '909 kg > 21 '500 kg.

Penentuan ukuran kayu tsb. jikalau menggunakan bahan bangunan kayu dapat kita tentukan menu rut contoh 1 dan contoh 2. Perlakuan tumpuan tiang tertekan pada konstruksi kayu: a) sebagai engsel: b) yang terjepit:

, . ' --+--!1 I Tiang 1 0 : 1 0 ern Tiang 10/ 10 cm

Plat Besi 80/80/ 1 0 mm Pipa Besi 0 1 1% "

Pondasi Beton

Gambar 2. 6. 2. c.

2. 6. 3. Tekukan pada topang ganda

1 1 i 1 1 I iLJ

Baut 0 1 8 mm

Besi UNP 10

Pondasi Beton

Dengan topang ganda dimaksudkan batang tertekan yang terdiri dari dua ba:ang (atau lebih) yang disambung supaya dua-duanya bekerja sama dalam penerimaan beban. Selanjutnya kita hanya memperhatikan topang ganda yang ter­diri dari dua batang tekan .

87

Perhitungan topang ganda sulit sekali, maka prakteknya kita menggunakan suatu angka kelangsingan Aid yang ideal (suatu yang dipikirkan saja, yang sebenarnya tidak ada ) . Perhitungan dengan Aid biasanya cukup teliti. Selanjutnya kita memperhatikan topang ganda pada konstruksi baja dan pada konstruksi kayu.

1. Topang ganda konstruksi profil baja: Pada topang ganda konstruksi profil baja kita membedakan dua macam konstruksi yang diperlihatkan pada gambar 2. 6. 3. a. dan b. berikut: a) konstruksi bingkai segiempat (vierendeel) dan b) konstruksi rangka batang (dengan segitiga-segitiga) .

Gambar 2. 6 . 3 . a . dan 2 . 6 . 3 . b .

Menu rut Engesser kita boleh menentukan A10 pad a topa ng ganda dengan konstruksi bingkai segiempat (vierendeel) menuru\ gambF.Ir 2. 6. 3. a . sebagzi:

(2.48. )

Pada rum us (2. 48. ) masing-masing bagian berarti:

Gambar 2.6.3.c.

88

·-

--

panjangnya topang ganda jari-jari lembam i

iy =

jari-jari lembam terkecil

Perhitungan A terhadap garis sumbu x-x dapat dilakukan seperti pada tiang ter­tekuk yang tunggal. Penentuan A;d pada topang ganda dengan konstruksi rangka batang (dengan segitiga-segitiga) menurut gambar 2.6.3.b. tadi adalah sama seperti rumus (2.48. ) :

Aid = ,,h� + At hanya penentuan At yang berlainan, karena At menjadi:

I F d 3 A . = 1! y ---- . -- --- - - -t z · F0 11 · ez

P�da rumus ini masing-masing bagic n berarti:

:t banyaknya t1 idang yang seJa J a r pada sambungan-sambungan ( pada topang ga nda yang tordiri dari dua batang z = 2)

F " luasnya :opang ganda sE i u r u h nya ( pada topa ng ganda ya ng terdiri dari dua batang F 2 · F, )

F0 luasnya baja pro fil pacla diagonal yan�J uiperhat ikan ( i ihat gamba r 2. 6. 3. b. ) d panjangnya diagonal itu

Pada prakteknya kita harus memperhatikan til.if. t it ik berikut:

sa la h ! betul! a) Jarak sambungan pada topang ga nda biasanya ditentukan sebagai 11 = i, 1 · i 1 akan tetapi kurang dari /1 = 1 I 3 seperti terlihat pada gambar 2. 6 . 3. d. pada samping.

Gambar 2.6.3.d.

bl jarak antara dua titik berat e tidak boleh ditentukan lebih besar daripada tingginya profil h (e � h) akan tetapi jarak e juga tidak boleh terlalu kecil. Jarak biasanya dipilih supaya ly";::; 1 , 1 lx .

Contoh-contoh perhitungan topang ganda konstruksi baja bisa dilihat pada bab 4. 5. (Contoh-contoh konstruksi rangka batang) dan pada bab 5. 1 . 3. (Contoh sambungan-sambungan baja ) .

2. Topang ganda konstruksi kayu: Topang ganda konstruksi kayu terdiri atas dua balok yang sama besar. Untuk men­capai beban yang sama pada semua bagian, maka perlulah bagian itu disambung­kan dengan perekat, paku, baut atau pasak.

90

i I I :

p

p

I : -+

Gambar 2. 6. 3. f.

Penentuan dilakukan seperti berikut: terhadap garis sumbu x-x: terhadap garis sumbu y-y:

H· 83 - H· (8-bP ly =

1 2

(2. 49. )

i1 = �- (jari lembam i terkeci! pada satu balok)

l - -.!L Al - . /1

il { il } I"J = -.- --. - + C ly ly

m �- - m i mrr -� -� 1� 1 ! l t� l .

-rttrt Gambar 2. 6. 3. e.

C = konstante menu rut alat-alat sambungan seperti berikut: 1 .5 kalau sambungan perekat 1 . 1 . kalau sanibungan pasak 0.8 kalau sambungan paku atau baut

Pada prakteknya kita harus memperhatikan titik-titik berikut: a) A 1 = 11!i1 pada jurusan garis sumbu y ditentukan pada garis sumbu yang sejajar

pada masing-masing balok F1. b) 1,- = jarak antara dua titik pengikatan tidak boleh lebih besar dari 11 = 60·i1 atau

11 = 1 /3 seperti terlihat pada gambar 2.6 .3 .d . c) Perhitungan gaya pengikat yang sebetulnya menjadi gaya lintang Q kita

tentukan dengan rumus pendekatan berikut: Q ( kg) � 1 , 5 · 2 · F1(cm2) pada masing-masing titik berikatan.

Contoh-contoh perhitungan topang ganda konstruksi kayu bisa dilihat pada bab 4. 5. (Contoh-contoh konstruksi rangka batang) dan pada bab 5. 2. 6. (Contoh sambungan-sambungan kayu ) .

2. 7. Tekukan ex-sentris

2. 7. 1 . Tiang terbengkok

p

p

Tiang tertekan yang bertumpu engsel sebelah-menyebelah dengan luasnya F dan momen lembam I tetap mempunyai suatu pembungkukan sebesar e0 pada titik x. Selanjutnya kita dapat menentukan eo sebagai:

eo = eom . sin rrx I

Gambar 2. 7. 1 . a .

Oleh bengkokan eo dan oleh gaya tekuk P tiang menerima sebetulnya suatu momen P · eo yang akan menambah bengkokan yang asal. Akhirnya kita mendapat suatu bengkokan sebesar:

dengan a sebagai

1 y = ea · ---1 - a

1 Ym = eom · �

P . P P a = 2 · £ · 1

= PE

pada titik x, dan

pada pertengah-tengah tiang

91

92

( PE = gaya P yang diperbolehkan menurut L. Euler) Tegangan sisi maksimal pada tengah-tengah batang dapat kita tentukan menurut Louis Navier ( 1 785 - 1836) sebagai:

O max = P p . eom F + --w-

Bagian masing-masing berarti: PI F tegangan pada titik berat

(2.50. )

P · e 0mi W 11(1 - PIPE)

momen oleh ex-sentrisitas e0m faktor penambahan lengkungan

Batang ini akan tidak kuat lagi oleh beban Pkr· melainkan oleh tegangan o pada sisi tekan yang menjadi a8. Pada bahan baja misalnya Omax = ov. Dengan begitu ini bukan menjadi soal keseimbangan, melainkan suatu soal . . tegangan dengan ke­terangan, bahwa pada soal ini beban tidak berbanding dengan tegangan. Kemudian k ita h a r u s membuktikan, bahwa pada batang yang dibebani dengan n · P fn = a ngka kea manan terhadap vloeien) tegangan pada sisi yang tertekan tidak rnelewati titik a v· Oleh ka rena cara ini agak rumit, kita pada prakteknya hanya membuktikan, bahwa tegangan teka n o1k maksimai yang sebenarnya menjadi lebih kecil atau sama dengan tega ngan tekan o ;k yang d iperbolehka n , menu rut rumus (2.51 . ) berikut.

0 max = P P · eom ---

F + -w-·

1 _ _ 2 ·_P

Bagian masing-masing berarti: P gaya tekan

PE

eam ukuran pembengkokan F luasnya batang W momen tahanan

(2 .51 . )

PE gaya tekan yeng diperbolehkan menurut Euler n · E · Ill k ark = tegangan tekan yang diperbolehkan, misalnya pada bahan ba-

ja ST 37 = 1 .6 t/ cm2 atau pada kayu kelas I s/ d IV = 130,85,60 dan 45 kg/ cm2

•.

--

2. 7 .2. Tiang yang tertekan ex-sentris

p

X

p

\ \ I I

Suatu gaya tekan yang kerjanya excsentris pada suatu batang mengakibatkan satu momen sebe­sar P. e tetap pada seluruh panjang batang. Keja­dian ini mengakibatkan satu lengkungan pada batang sebesar:

p . e · /2 Y Tm = BB Oleh lengkungan YTm ini momen P · e menerima tambahan dan oleh tambahan ini batang akan melengkung sedikit lagi, sampai lengkungan maksimal pada pertengahan batang menjadi:

1 P. e.P PE Ym = Yrm· 1 -� = 8£/ PE - P

Gambar 2.7.2.a.

Jarak antara garis kerja gaya tekan P dan sumbu batang yang tertekan ex-sentris selanjutnya menjadi:

P. e.f2 PE e + Ym = e + ----- . --

8 £/ PE- P

P.P PE = e (1 + -- . --J

8 £/ PE- P

rr2 p PE = e (1 + - . - . -- ) 8 PE PE- P

PE + 0,234.P e + vm = e .

n2Ef karena PE = ---;;--

Atas dasar apa yang telah kita ketahui dari bab 2. 7. 1 (Tiang terbengkok) kita dapat menentukan, bahwa Otk maksimal yang sebenarnya harus lebih kecil atau sama dengan ark yang diperbolehkan:

Otk max p p . e

-- + --F W .

PE + 0,468 · P PE - 2 · P

(2. 52. )

Pada tiang tertekan ex-sentris dengan jarak ex-sentris e yang agak kecil kita juga boleh menggunakan bukti berikut:

93

94

p Ofke = F = 0tke · C

dengan faktor c sebagai: 1 + 0, 1 5.m

dan dengan faktor m sebagai : e jarak ex-sentris

c = 1 + m m = k = besaran inti

Contoh: Suatu batang tertekan ex-sentris dari kayu kelas.LLL sebesar 1 2 / 1 8 cm dengan panjangnya l = 2, 70 m dan gaya tekan P sebesar 6,0 t yang bekerja 4 cm di luar garis sumbu menu rut gambar 2. 7. 2. b. berikut, dicari bukti tegangan.

Jikalau P bekerja sentris kita dapatkan:

lk 270 cm lx 5832 cm• F 216 cm2

lx j ; = 5.20 cm

lx 52 Gambar 2. 7. 2. b.

Menurut tabel l . 2. 6. ( Faktor tekuk yang diperkenankan untuk kayu) pada lampiran kita dapatkan ark = 56 kg/cm2 Oleh karena P bekerja ex-sentris kita menentukan:

Otke

+ 0,15 ---- . b ,tk 1 + m

e dengan m = -

k

1 + 0, 15 . 1 ,33 2 ------ . 56 = 28.8 kg/ cm 1 + 1 ,33

4

18/6

p a� =

F

6000 -- = 27. 8 kg/cm2 < 28.8 kg/cm2 216

= 1 ,33

Dalam jurusan y kita mempunyai batang tertekan sentris seperti berikut:

ly = 2590 cm4 iy = 3,46 cm Ay = 78

Menu rut tabel l . 2. 6. pada lampiran kita dapatkan: ark = 41 kg/cm2 > 27.8 kg/cm2 (yang ada ) .

i .

2. 7. 3. Tiang dengan beban l intang

� p Oleh beban q batang akan melengkung sebesar f0 sebagai:

f -5. q. l4 0 - 384 + E. /

dan karena M0 oleh q menjadi:

q. f2 5 Mo = -8- - fo = 48 .

Mo · f2 E · I

Selanjutnya PE (gaya tekan yang diperbolehkan menu rut Euler) menjadi:

n 2£ . J 48 E · I PE = ----p- - 5:-j2 = PE

Kita dapat menentukan f0 sebagai:

Gambar 2. 7. 3. a .

Tegangan sisi maksimal pada tengah-tengah batang dapat kita tentukan kemudian:

p Mo p Mo PE Otk max = F + W + W . PE (PE- P)

Atas dasar pengetahuan ini kita dapat menentukan, bahwa a1k maksimal yang sebenarnya harus lebih kecil atau sama dengan i51k yang diperbolehkan:

Otk max p Mo -- + --F W 2 . p

1 - PE (2. 53. )

Contoh: Suatu batang tertekan sentris oleh P 6'300 kg mengalami pe-lengkungan oleh suatu momen M = 300 kgm. Penyelesaian: K ita bisa menentukan beban in i oleh M dan P sebagai beban tekanan ex-sentris dengan e sebagai:

M 30.000 e = p = 6.300 = 4,76 cm

Selanjutnya kita teruskan penyelesaian soal ini sebagai batang tertekan ex-sentris Oihat bab 2. 7. 2. ) .

95

2. 8. Perhitungan lendutan dan garis elastis

96

2. 8. 1 . Pengetahuan dasar

Yang dimaksudkan dengan garis elastis ialah garis sumbu suatu batang yang lurus, yang akan melengkung oleh pengaruh gaya atau momen yang membe­baninya. Bentuk garis elastis ditentukan oleh perubahan bentuk batang oleh momen lentur dan gaya lintang. Biasanya kita menentukan pengaruh masing­masing terpisah dan lalu menjumlahkannya. Oleh karena pengaruh gaya lintang pada umumnya begitu kecil maka kita akan membatasi diri pada pengaruh momen lentur. Pengaruh momen lentur. Oleh momen lentur M dua potongan batang setangga dan sejajar dengan jarak ds akan berputar oleh sudut cp yang kecil, menurut gambar 2. 8. 1 . a. berikut:

tl/

2. 8. 2. Syarat Mohr

M dcp = - · ds £ 1

Gambar 2 . 8 . 1 . a .

Gambar 2 . 8 . 2 . a .

--

Kita memperhatikan konsole yang terjepit pada tumpuan 8 menurut gambar 2. 8. 2. a. Kita menentukan, bahwa pada bagian konsole x sebagian dx menjadi elastis. Bagian-bagian konsole sebelah kiri dan sebelah kanan dari dx menjadi kaku. Atas dasar akibat ini titik C akan turun sebesar de:

M de = dcp · x = ET · x · dx

J ikalau kita menentukan, bahwa semua bagian konsole dx antara titik tumpuan 8 dan titik C menjadi elastis kita dapat menentukan penurunan titik C, de sebagai:

c M d = I -- · x · dx c 8 E · I

Rum us ini juga menentukan momen oleh bidang M/ E. ! yang dibebankan pada kon­sole antara titik tumpuan 8 dan titik C, terhadap titik C. Sudut putaran cp pada garis sumbu pada titik C menjadi jumlah semua sudut putaran dcp antara titik 8 dan titik C:

c M 'Pc = I ET . d 8

Rumus ini menentukan juga luasnya bidang momen M/E. / yang berada antara titik 8 dan C.

Ketentuan Mohr menentukan:

Lendutan pada suatu konstruksi batang dapat ditentukan sebagai bidang/ diagram momen M oleh beban diagram momen Mo yang direduksikan dengan - 1 I E · I. Garis elastis menjadi garis si si diagram momen M itu . Sudut putar tumpuan cp dapat ditentukan sebagai reaksi tumpuan oleh beban oleh diagram momen M itu .

2. 8. 3. Penentuan lendutan menurut Mohr secara gratis

Penentuan lendutan menurut Mohr sebetulnya dapat digunakan secara gratis maupun secara analitis. Tetapi oleh karena penentuan lendutan secara anali­tis memerlukan banyak waktu, biasanya ketentuan Mohr digunakan secara gratis. Petunjuk: Jikalau kita ingin menentukan lendutan dan garis elastis secara analitis, maka dapat diperhatikan bab-bab buku ini seperti berikut: 8.4. 1 . Pergeseran dan perputaran pada konstruksi batang, dan 8.5.3. Penentuan garis elastis dengan bobot-beban W pada konstruksi batang.

97

98

Penggunaan ketentuan Mohr secara gratis maupun analitis sebaiknya dilakukan setindak demi setindak seperti berikut: 1 . Penentuan reaksi tumpuan dan diagram momen oleh beban sebenarnya. 2. Pembebanan konstruksi batang pada titik 1 , dengan diagram/ bidang momen

itu yang di-negatif-kan . 3 . Perhatikan perubahan momen lembam dengan memper-reduksi diagram

momen yang sepadangnya. 4 . Pemotongan diagram momen ' itu ke dalam bagian-bagian . Garis batas

diagram momen yang lengkung dengan begitu dapat diluruskan pada bagian masing-masing. Penentuan titik berat pada bagian masing-masing.

5 Pembebanan konstruksi batang dengan gaya-gaya yang menjadi resultante­resultante pada bagian diagram momen masing-masing.

6 . Penentuan reaksi tumpuan oleh bebanan titik 5. itu . Reaksi tumpuan ini menjadi sudut putar tumpuan (a, {3) dikalikan dengan E · I.

7. Penentuan diagram/ bidang momen oleh bebanan titik 5. itu . Garis batas diagram m omen sekarang menjadi garis elastis dikalikan dengan E · I.

8. Penentuan momen maksimal oleh bebanan titik 5. itu, pada tempat dengan gaya lintangnya menjadi nol . Momen maksimal itu menjadi lendutan maksimal dikalikan dengan E · I.

-Selanjutnya sebagai keterangan kita mempraktekkan dengan beberapa contoh.

2. 8. 4. Contoh-contoh

J Contoh 1 : Balok tunggal dengan gaya pusat P dan dengan m omen lem­bam I tetap.

Gaya pusat P yang dibebani balok tung­gal A-B

diagram momen M0 : P · l Mmax = --4-

diagram momen Mo yang direduksikan dengan - 1 / E · I dan dibebankan pada balok tunggal A-B

garis elastis sebagai diagram momen iiii p . 1 3 fmax = RA U/2 - 1/6) ...... fmax = 48 El

Gambar 2. 8. 4. a.

Contoh 2: Balok tunggal dengan beban merata q dan dengan momen lembam I tetap:

Beban merata q (tlm) yang dibebani balok tunggal A-B

. q . J 2 diagram momen Mo: Mmax = --8-

diagram momen Mo yang direduksi de­ngan - 1 I E · I dan dibebankan pada balok tunggal A-B

.!L..!.!_ Qmax = 8 E/ garis elastis sebagai diagram momen M

f R ( I 3.1 J .... f = � max = A 2 - 16 max 384 . E . I Gambar 2 . 8. 4. b .

Contoh 3: Konsole dengan gaya P pada ujungnya yang bebas dan dengan momen lembam I tetap.

,

IV �J · ��������

Gaya P yang membebani konsole pada ujungnya yang bebas

diagram momen Mo: Mmax = P · I

diagram momen Mo yang direduksi de­ngan - 1 I E · I dan dibebankan pada konsole dengan tumpuan terbalik.

P · l Qmax =

E· l

garis elastis sebagai diagram momen M

P.l I 2.1 f = - -max E. / . 2 3 f =

p.J3 max 3 E. /

Gambar 2. 8. 4. c.

99

Contoh 4: Balok tunggal A-8 dengan gaya-gaya P1 s/d P3 dan momen lembam le dan lx menu rut gambar 2. 8. 4. d. berikut.

Kita melihat bahwa: 1 . Mx pada gambar c ) menjadi '1 1 · H1 dsb. 2. Mx harus direduksi dengan - 1 I E · I agar dapat dibebani pada balok tunggal,

lihat d ) . 3. F menjadi luasnya sebagian diagram momen yang direduksi dan bekerja pada

titik beratnya . 4. Jarak titik kutub 02 - H2 sebaliknya dipilih E. lclv. n. dengan n sebagai skala

gambar situasi dan v sebagai suatu faktor yang membesarkan ukuran d pada gambar ( pada umumnya dipilih 10 atau 100 dsb . )

5 . '12 menjadi dm.v.

p1 A a )

c )

1

g)

100

Pz PJ B

B

0

b) 8

H1 gambar-gambar gaya

Gambar 2. 8. 4. d.

01

3. Konstruksi batang

3. 1 Peng etahuan dasar

Konstruksi batang ialah suatu konstruksi yang terdiri atas satu atau lebih batang yang dapat menerima gaya normal, gaya lintang dan momen lentur. Sebaliknya konstruksi rangka batang (vakwerk) terdiri atas suatu sistim yang hanya dapat menerima gaya normal (tekanan atau tarikan) , lihat bab 4. Konstruksi rangka batang (vakwerk) . J ikalau suatu konstruksi tidak masuk golongan konstruksi batang maupun rangka batang, kita menamakannya konstruksi gantungan dan sokongan. Selanjutnya kita membatasi diri dalam buku ini pada konstruksi batang dan rangka batang. Pada bab 3. Konstruksi batang ini kita akan membicarakan balok tunggal, konsole, balok rusuk Gerber serta konstruksi portal dan busur tiga ruas, yang statis tertentu . Konstruksi batang yang statis tidak tertentu, yaitu balok terusan ( lihat bab 6. Balok terusan) dan konstruksi portal ( lihat bab 7. Konstruksi portal yang statis tidak tertentu) . Selanjutnya kita tentukan, bahwa pada konstruksi batang semua garis sumbu dan garis kerja oleh beban berada dalam satu bidang. Dengan ketentuan ini kita menghindari terjadinya momen torsi dan dengan begitu kita tidak akan memperhatikan soal momen torsi lagi. Yang kita sebut batang atau balok ialah suatu bagian bangunan yang biasanya menerima beban siku pada garis sumbunya dan mengalami lendutan oleh momen lentur, dan berbaring horisontal , walaupun sering juga kita dapati balok tunggal yang miring (misalnya pada suatu tangga dsb . ) , yang bersudut miring atau siku atau berdiri vertikal ( dengan tekanan angin sebagai beban) dan yang berbentuk por­tal atau busur. Pada konstruksi atap peran juga timbul peran yang mengalami pelengkungan miring .

Macam-macam konstruksi batang

Gambar 3. 1 . a.

10 1

Pada umumnya panjang batang harus lebih besar dibandingkan dengan tinggi dan lebarnya ( I > 4b dan I > 4h ) . Untuk menentukan reaksi tumpuan pada konstruksi batang kita mempunyai tiga syarat keseimbangan (lihat bab 1 . 5. Syarat-syarat keseimbangan ) . Suatu konstruksi batang selanjutnya menjadi statis tertentu, jikalau tidak ada lebih dari tiga nilai reaksi tumpuannya yang dicari. A tau dengan kata la in: suatu balok tunggal menjadi statis tertentu jikalau ia mempunyai suatu tumpuan sendi- dan suatu tum­puan rol . Jikalau suatu batang mempunyai lebih dari tiga nilai reaksi tumpuan kita menyebut sistim itu sebagai statis tidak tertentu. Menurut banyaknya dan bentuknya tumpuan kita membagi konstruksi batang masing-masing seperti berikut:

1 . Balok tunggal dengan satu tumpuan sendi dan satu tumpuan rol, statis tertentu .

Gambar 3. 1 . b. 2 reaksi tumpuan 1 reaksi tumpuan

Lebar bentang I seialu kita artikan: jarak antara garis sumbu vertikal pada tum­puan masing-masing. menurut rum us: lebar bentang = luas pembukaan + dua kali separuh lebar tumpuan (I = w + a) . Ukuran a kita tentukan pada konstruksi baja profil sebagai: a = 5% w ;;:. 12 cm, pada konstruksi kayu: a = 10 cm dan pada konstruksi beton bertulang: a = 7 cm, ;;:. 5% w.

2. Konsole menjadi terjepit sebelah dan bebas pada ujung lainnya, statis tertentu .

e- � t MA 1 3 reaksi tumpuan

Av Gambar 3. 1 . c.

3. Balok terjepit menjadi terjepit sebelah-menyebelah dan balok terjepit sebelah mempunyai satu tumpuan jepitan dan satu tumpuan rol, dua-duanya menjadi statis tidak tertentu . Perhitungan lihat pada bab 6. 1 . Balok terjepit. \

3 reaksi tumpuan 1 reaksi tumpuan 3 reaksi tumpuan 3 reaksi tumpuan

Gambar 3. 1 . d .

102

·-

4. Balok terusan menjadi suatu batang yang ditumpu oleh tiga atau lebih tumpuan, statis tidak tertentu . Perhitungan secara grafis atau analitis menurut bab 6. Balok terusan.

1;;1 �1 1� Gambar 3. 1 . e.

5. Balok rusuk Gerber menjadi suatu bentuk balok terusan, hanya jikalau kita memasang engsel dalam jumlah sama dengan banyaknya tumpuan dalam, balok rusuk Gerber menjadi statis tertentu .

3 tumpuan da/am Gambar 3. 1 . f.

6. Konstruksi portal dan busur tiga ruas sebagai sistim statis berkeluarga. Oleh karena ada dua reaksi tumpuan masing-masing, kita harus memasang suatu engsel antara dua tumpuan supaya sistim meniadi statis tertentu.

3. 2. Balok tunggal

3. 2. 1. Balok tunggal dengan satu gaya

Pada balok tunggal dengan satu gaya kita tentukan, bahwa batang itu sendiri tidak mempunyai bobot sendiri. Jikalau perlu kita tentukan pengaruh atas bobot sendiri menurut pengetahuan bab 3. 2. 3. ( Balok tunggal dengan beban merata) . Pada balok tunggal dengan satu gaya P sembarang yang bekerja pada titik tangkap 1 menurut gambar 3. 2. 1 . a. di bawah, ini kita mencari reaksi tumpuan masing­masing secara analitis seperti berikut:

dan

P·b RA = ­

I

P·a Re = ­I

( 3. 1 . )

' Gaya l intang antara tumpuan A dan titik tangkap 1 menjadi QA-T = + RA dan an-tara titik tangkap 1 dan tumpuan 8 menjadi 01.e = + RA - P = Re

Momen maksimal kita tentukan pada titik gaya lintang menjadi nol, yaitu ( lihat gambar 3. 2. 1 . a . ) pada titik tangkap 1 . M omen maksimal itu menjadi:

Mmax = P · a · b

I (3. 2. )

103

J ikalau kita memilih cara gratis, kita menggambar dahulu gambar situasi dengan skala tertentu dan gambar gaya dengan skala misalnya 1 t = 1 cm.

p --t--- b ------�

diagram gaya

Gambar situasi skala 1 : . . . . .

Gambar gaya skala 1 t = . . . . . cm

diagram momen M/H

diagram momen M yang sebenarnya

Gambar 3. 2. 1 . a .

Jikalau misalnya gaya P sembarang menjadi gaya pusat P yang bekerja pada tengah-tengah batang, kita dapatkan hasil seperti berikut:

p Gambar situasi

diagram gaya lintang Q

diagram momeh M

Gambar 3. 2. 1 . b.

Reaksi tumpuan masing-masing menjadi:

(3. 3 . )

1 04

Momen maksimal pada tengah-tengah batang menjadi:

P I P · l Mmax = 2 · 2 = 4 (3. 4. )

3. 2. 2. Balok tunggal dengan beberapa gaya

Pada balok tunggal dengan tiga atau lebih gaya kita pada umumnya menambah bobot sendiri pada gaya masing-masing, maka konstruksi batang tidak mempunyai bobot sendiri. J ikalau pada balok tunggal dengan hanya dua gaya perlu kita tentukan pengaruh atas bobot sendiri menurut pengetahuan bab 3. 2. 3. ( Balok tunggal dengan beban merata) . Pada suatu balok tunggal dengan misalnya tiga gaya Pt s / d p3 sembarang kita menentukan reaksi tumpuan masing-masing secara ana litis seperti berikut:

R _ UP · a)

s - --1

sebaiknya hasil ini diperiksa dengan rumus berikut:

� V = 0 = RA + Rs - �p

Gaya lintang masing-masing menjadi :

QA . 1 = + RA Ql · 2 = + RA - P1

� . l = + RA - P1 - Pz Ql · B = + RA - P1 - Pz - P3 = - Rs

lihat gambar 3. 2. 2. a . berikut:

(3. 5. )

105

diagram gaya lintang Q

diagram momen M!H

diagram momen M yang sebenarnya

01

P, � a a Gz

2 �

� bJ Gambar situasi bz skala 1 : . . . . . b1 J

Gambar gaya skala 1 t = . . . . . cm

Gambar 3. 2. 2. a .

Pada contoh ini kita dapat menentukan momen maksimal pada titik gaya lintang menjadi nol, yaitu pada titik tangkap 2 . Secara anal itis kita dapat menentukan momen maksimal sebagai berikut:

Jikalau kita sekarang membandingkan hasil diagram gaya lintang Q dan diagram momen M, kita dapat menentukan, bahwa bidang gaya lintang menjadi sama dengan momennya . Jikalau kita menghitung luasnya bidang gaya lintang pada titik tangkap 1 dan 2, kita dapatkan buktinya:

M1 = RA · a1

RA · a1 + (RA - P1) (a2 - a1) = RA · a1 + RA · a2 - RA · a1 - P1(a2 - a1)

= RA · a2 - P1 (a2 - a1) = M2

106

Momen pada suatu titik sembarang menjadi sama dengan luasnya bidang (diagram) gaya lintang Q dari tumpuan sampai titik sembarang itu. Jikalau dikerjakan dari kiri tanda ( + , - ) menjadi sama, jikalau dikerjakan dari kanan tanda ( + , - ) menjadi terbalik (berlawanan) .

J ikalau misalnya dua gaya P yang sama besarnya bekerja simetris pada suatu balok tunggal, kita dapatkan hasil seperti berikut:

Gambar situasi

diagram gaya lintang Q

diagram momen M

Gambar 3. 2. 2. b .

Reaksi pada tumpuan masing"ffiasing menjadi:

I RA = Ra = P I (3. 6. )

Gaya lintang Q masing-masing menjadi :

D 1.2 = + RA - P = 0 a2. B = 0 - P = - Rs

Momen maksimal M1 dan M2 menjadi :

( 3 . 7 . )

Ringkasan: 1 . Gaya lintang menjadi rata (tetap) antara dua gaya dan berubah nilainya hanya

pada titik tangkap gaya P masing-masing. 2. Diagram momen berbentuk poligon. Sisi-sisinya mengubah jurusan hanya pada

tempat gaya P. 3 . Momen pada satu titik sembarang menjadi sama dengan luasnya bidang

( diagram) gaya lintang Q dari tumpuan sampai titik sembarang. Perbedaan an­tara dua momen menjadi sama dengan luasnya bidang gaya lintang antara dua

107

momen itu (!:::..Mx = Ox · t::..x) . Jikalau kita bekerja dari kanan tanda ( + , - ) berlawanan.

4. Momen maksimal timbul pada tempat/titik gaya lintang menjadi nol. 5. Karena momen maksimal harus sama, jikalau dihitung dari kiri atau dari kanan

bagian bidang gaya lintang yang positif ( + ) harus sama dengan bagian bidang gaya lintang yang negatif ( - ) .

V 3. 2. 3. Balok tunggal dengan beban merata

Pada balok tunggal dengan beban merata q kita mendapatkan beban total sebesar q · I = P (termasuk bobot sendiri). lihat juga gambar 3. 2. 3. a. berikut. Kita mencari reaksi tumpuan masing-masing secara ana litis seperti berikut:

I RA = Rs7 =+ I (3. 8 . )

q · l _ Gaya lintang pada tumpuan A menjadi: OA = + RA = + --

2

Gaya lintang pada tumpuan 8 menjadi: 08 = - Rs = - _!!_:_}__ 2

Gaya lintang pada titik x sembarang menjadi:

I Ox = RA - Q · X = q · - - q · x 2

Ox = q ( !__ - x) 2

Momen maksimal kita tentukan pada titik gaya lintang menjadi nol, yaitu pada tengah-tengah sebesar:

·

M omen Mx pada titik x sembarang menjadi :

108

I Mmax =¥ I q · x (l - x)

2

(3. 10 . )

(3 . 9. )

q (kg/m, tlmJ

Gambar situasi

situasi pada titik x sembarang

diagram gaya lintang a

diagram momen M ( parabol) Mmax oleh q menjadi Yz Mm��x oleh gaya pusat P yang menentukan garis singgungnya. ( Konstruksinya lihat gambar 3. 2. 3. b. + c. )

Gambar 3. 2. 3. a . .

Untuk menggambar parabol kita mempunyai dua sistim, yaitu sistim titik potong dan sistim garis singgung.

a) Konstruksi parabol dengan sistim titik potong. Diketahui: garis potong A-8, titik puncak C dan garis sumbu parabol C-D.

Konstruksi titik potong dapat ditentukan sebagai berikut: 1 . Menggambar garis potong A-C dan B-C

8

Gambar 3. 2. 3. b.

2. menggambar majemuk garis 1 - 1 sejajar dengan garis sumbu parabol, yang menentukan titik Emasing-masing

3. menggambar garis sejajar dengan garis sumbu parabol pada titik A dan titik 8 4. menggambar garis sejajar dengan garis potong A-8 pada titik E masing-masing

dan menentukan titik F 5. menggambar garis pe.nghubung titik F dengan titik puncak C. Pada titik potong

dengan garis 1-1 kita mendapatkan titik G yang menjadi sua tu titik dari garis parabol dsb.

109

bl Konstruksi parabol dengan sistim garis singgung. Diketahui : garis potong A-8, titik puncak C dan garis singgung A-E dan 8-E.

I I , i i Ll. _L 1. [ ' 4 ---r-- 4

Konstruksi garis singgung dapat ditentukan sebagai berikut:

8

Gambar 3. 2. 3. c .

1 . Kita membagi garis singgung A-E dan 8-E atas beberapa bagian dengan ukuran dan banyak yang sama pada A-E dan 8-E

2. menggambar garis penghubung titik 1 - 1 , 2-2 dsb. yang akan menjadi garis singgung masing-masing dari parabol yang dicari.

Boleh juga menggunakan cara yang diterangkan pada gambar 3. 2. 3. c. sebelah kanan.

Kemudian pad<!. konstruksi balok tunggal dengan beban merata dapat kita me­ringkaskan: 1 . Gaya lintang pada balok tunggal dengan beban merata menjadi suatu garis

lurus yang miring. 2. Luasnya bidang (diagram) gaya lintang terdiri dari dua segitiga yang sama

dengan tanda ( + , - ) berlawanan. 3. Garis sisi diagram momen mencapai suatu parabol.

../ 3. 2. 4. Balok tunggal dengan beban merata terbatas

Balok tunggal dengan beban merata terbatas kita bagi atas: a) beban merata terbatas pada s.atu ujung, b) beban merata terbatas sembarang dan c) beban terbatas simetris.

a) Balok tunggal d engan beban m erata terbatas pada satu ujung ( lihat gambar 3. 2. 4. a . ) :

K ita menimtukan reaksi tumpuan masing-masing secara analitis seperti berikut:

1 1 0

"2Ms = RA · 1 - q · a (a/2 + b) = 0 ..... RA = q · a (a/2 + b)

I

dan dengan ..... q · iJ 2 Rs = 21

Pads gaya lintang kita hanya memerlukan menentukan titik 0 = 0 untuk menen­tukan momen maksimal:

RA X = --!Q

dengan ketentuan ukuran x ini kita dapat mencari momen maksimal sebagai:

l ItA RA . X R2A ��ax __

= __ �

2------�

2_q __ �

(3. 1 1 . )

Gambar situasi

diagram gaya lintang 0

diagram·momen M

Gambar 3. 2. 4. a.

�) Balok tunggal dengan beban m erata terbatas sembarang

( lihat gambar 3. 2. 4. b . ) : Kita menentukan reaksi tumpuan masing-masing secara ana litis seperti berikut:

"i.Me = 0 = RA · / - q · c (b + c/2) -

dan dengan "i.MA = 0 = Re · I - q · c (a + c/2)

q · c (b + c/2) RA =

I

Re = q · c (a + c/2) I

I Gaya lintang pada bagian balok 1 -2 dan 3-4 menjadi sama del'lgan reaksi tumpuan:

0 1.2 = + RA dan 03.4 -= - Re

Pada bagian balok 2-3 kita mencari titik 0 = 0 seperti berikut:

z = RA q x = a + z

1 1 1

dengan ketentuan ukuran x ini kita dapat mencari momen maksimal sebagai: q.z2

Mmax = RA X - --2

Gambar situasi

diagram gaya lintang a

diagram momen M

Gambar 3. 2. 4. b.

v c) Balok tunggal dengan beban m erata terbatas simetris ( lihat gambar 3. 2. 4. c . ) :

J ikalau kita perhatikan gambar 3 . 1 . b . kita lihat, bahwa sebetulnya ti�p-tiap beban merata menjadi suatu beban merata terbatas simetris oleh perbedaan antara lebar bentang I dan luasnya pembukaan w. Lihat juga gambar 3. 2. 4. c. Kita menentukan reaksi tumpuan masing-masing secara ana litis seperti berikut:

q · w RA = Re = -2-

Momen maksimal dapat kita tentukan sebagai berikut:

q · w (w + 2a) Mmax = 8

1 1 2

w + a 2

q · w (l + a) 8

q · w w q · w - -

2- · 4 = -8- (2 w + 2a - w)

Gambar 3. 2. 4. c.

. .

·.

Menurut ketentuan pada bab 3. 1 . 1 . ( Pengetahuan dasar balok tunggal) lihat juga gambar 3. 1 . b. ukuran a menjadi rata-rata maksimal 5% dari ukuran luas pem­bukaan w. Perbedaan momen lentur antara perhitungan balok tunggal dengan beban merata sebesar I · q dan dengan beban merata terbatas simetris sebesar w · q menjadi 0.23% saja. Oleh karena itu pada prakteknya kita tidak memperhatikan pengaruh oleh beban merata terbatas simetris, melainkan hanya beban merata, yang paling mudah perhitungannya .

3. 2. 5. Balok tunggal dengan beban segitiga

Pada balok tunggal dengan beban segitiga kita bedakan antara a) beban segitiga yang simetris dan b) beban segitiga yang satu hadap saja .

a) Balok tunggal dengan beban segitiga yang simetris ( lihat gambar 3. 2. 5. a . ) :

Kita menentukan reaksi tumpuan masing-masing secara ana litis seperti berikut:

q · l P = -

2 p q · l

RA = Ra = - = --2 4

Diagram gaya lintang menjadi suatu parabol dengan ordinat QA = + RA sebelah kiri dan 08 = - R8 sebelah kanan. Ox pada titik x sembarang menjadi:

Dan 0 = 0 ada pada tengah-tengah balok tunggal ini .

Dengan ketentuan ini kita dapat mencari momen maksimal sebagai:

(3. 1 2 . )

Diagram momen M ini menjadi suatu parabol dalam ruang yang tidak boleh digam­bar menurut cara konstruksi parabol pada bab 3. 2. 3. ( Balok tunggal dengan beban merata ) . Akan tetapi pada gambar 3 . 2 . 5. a . ada petunjuk untuk menentukan garis singgung yang penting.

1 13

,

Gambar situasi

diagram gaya lintang 0

titik puncak

diagram momen M

Gambar 3. 2. 5. a.

b) Balok tunggal dengan beban segitiga yang satu hadap saja ( lihat gambar 3. 2. 5. b . ) :

Kita menentukan reaksi tumpuan masing-masing secara anal itis seperti berikut:

q · l _!_ I '2M8 = 0 = RA · 1 - -- · 2 3

q · l 3_ 1 '2-MA = 0 = R8 · I - -- · 2 3

RA = P · l/3

...... Rs = p . z; 3 1

I

p q · l 3 6

2 q · l = - P =-3 3

Diagram gaya lintang menjadi suatu parabol dengan titik puncak pada tumpuan A dan dengan ordinat OA = + RA sebelah kiri dan 08 = - R8 sebelah kanan. Ox pada titik x sembarang menjadi :

0 _ q · l q · x x _ q ( l x2 ) X - -6- -

-�- . 2 - 2 3

Dan 0 = 0 ada pada titik x1 : I X1 =

V3 = 0,577 I

Dengan ketentuan ini kita dapat mencari momen maksimal sebagai:

1 14

q · I Z Mmax =

6 y 3 q · I Z q · I Z q · l z

1s v 3 = s v 3 = 1 5.59 = 0•0641 5 q · l z (3. 13 . )

..

Gambar situasi "''\ '

diagram gaya lintang a

diagram momen M

Gambar 3. 2. 5. b.

3. 2 . . 6. Balok tunggal dengan macam-macam beban dan gaya

Pada balok tunggal dengan macam-macam beban dan gaya menurut gambar 3. 2 . 6. a . , kita cari reaksi tumpuan masing-masing secara analitis seperti berikut:

ql . 1 2 ( c ) L.MA = 0 = R8 · 1 - --2- - P2 • a2 - q2 • c a3 + 2 - P1 · a1

q1 . 1 P2 · a2 + Q2 · c ( a3 + f ) + P1 · a1 Ra = 2 +

I

q . f 2 L.M8 = 0 = RA · I - -1 -

2

q1 . 1 P1 · b1 + q2 · c ( b2 + f ) + P2 · b2 RA = 2 +

I

Gaya l intang kita tentukan dari titik tangkap gaya yang satu sampai titik tangkap gaya berikut:

a A a , kiri a , kanan a2 a3kiri a3kanan a a

+ RA RA - q1 • a 1 a T kiri - P1 a, kanan - q, · (a3 - a,J a2 - (q, + Q2} . c a3kiri - p2 a3kanan - q, · b 1 = -Ra

1 1 5

Dan Q = 0 ada pada titik x menu rut perhitungan berikut: 0 2 z = --.:...._-

Dengan ketentuan ini kita dapat mencari momen masing-masing seperti berikut:

1 16

M 1 = RA · a 1

q . a 2 M 2 = RA · a l - P 1 (a 2 - a 11 - -1--3

2

q 2 . z 2

2 ---.;r-o-

b2---j --!!------

._kWll:jl����WJ.4WJ.IJJ�tw4Jl;l;l�q,

diagram momen M

G ambar situasi ( sistim statis) skala 1 : . . . . .

Gambar situasi pembagian beban merata)

Gambar 3. 2. 6. a.

·'

·.

3. 2. 7. Contoh-contoh

Contoh 1: Pada suatu balok tunggal dengan beban segitiga yang satu hadap saja, dicari reaksi tumpuan masing-masing,. momen maksimal Mmax dan ukuran balok profil bajal N P ? ( lihat gambar 3. 2. 7. al Penyelesaian: Menurut bab 3. 2. 5. ( Balok tunggal dengan beban segitiga) d<!n gambar 3. 2. 5. b. kita dapat menentukan reaksi tumpuan masing-masing sebagai berikut:

R - q . I - 2 . 12 = 4.0 t A - -6- - 6

R8 = !L!_ = � = S O t 3 3 .

QA = + 4.0 t

08 = - 8.0 t

Selanjutnya jarak x ( Qx = 0) untuk menentukan momen maksimal Mmax menurut rumus (3. 13 . ) sebagai:

1 1 2 X = V3 = V3 = 6.93 m

Mmax = 0.641 5 · q · / 2 = 0.06415 · 2.0 · 1 22 = 18.48 tm

Gambar situasi

diagram gaya lintang Q

· diagram momen M

Gambar 3. 2. 7. a.

Ukuran baja profil I NP dapat ditentukan menu rut rum us (2. 32. ) dan dengan meng­gL nakan tabel l . 2. 3 . pada lampiran ( N ilai- nilai pad a bahan baja profi l ) :

Wx yang dibutuhkan M (oleh pengaruh beban segitiga) = n_:ax 0

1 '848'000 1 '600

= 1 ' 1 55 cm3

1 1 7

Profil baja yang dipi l ih: I NP 38 dengan Wx -= 1 260 cm3 dan beratnya 84 kg/ m. Sekarang kita perhatikan pengaruh berat sendiri atas momen maksimal yang diten­tukan oleh beban segitiga ( lihat juga beban merata, gambar 3. 2. 3. a . ) . Kita memilih sebagai beban me rata be rat sendiri sebesar 84 kg/ m . Kita menentukan momen Mx pada tempat Mmax dengan jarak x = 6. 93 m dari tum­puan A menurut rumus (3. 10 . ) :

q · x · x ' M = ----'---x

2 84 . 6,93 . 5,07

2 = 1 475 kgm

Selanjutnya kita akan mensuperposisikan:

Mmax oleh beban segitiga 18'480 kgm 1 '475 kgm Mx oleh berat sendiri ---

Mmax total 1 9'955 kgm

. M 1 '995'500 Wx yang d1butuhkan = � = = 1 '247 cm3 a 1 '600

Profil baja yang telah dipilih I N P 38 dengan Wx = 1 '260 cm3 > 1 '247 cm3

Contoh 2: Pada balok tCmggal dengan macam-macam beban dan gaya menurut gambar 3. 2. 7. b. berikut, dicari reaksi tumpuan masing-masing gaya lintang Q, gaya normal N, momen maksimal Mmax dan ukuran balok sebagai baja profil I N P dan sebagai balok kayu kelas 1 1 . Penyelesaian: Kita membagi gaya P1 dalam pengaruh horisontal (P1h) dan vertikal (P1vl :

P1v = 500 · COS 30° = 500 · 0,866 = 433 kg P1h = 500 · sin 30° = 500 · 0,5 = 250 kg

Selanjutnya reaksi tumpuan masing-masing sebagai:

'LMe = 0 = RA · 8,0 - 43 3 · 6,5 - 300 · 4,5 - 50 · 8,0 · 4,0 - 1 00 '· 4,0 · 2,0

R _ 281 5 + 1350 + 1 600 + 800

= 820 kg A - 8,0

'LMA = 0 = 43 3 · 1 ,5 + 300 · 3,5 + 50 · 8,0 · 4,0 + 1 00 · 4,0 · 6,0 - Rev · 8,0

650 + 1 050 + 1 600 + 2400 Rev = 8,0 = 71 3 kg

'LH = 0 = - P1h + Reh = - 250 - Reh

Reh = 250 kg -

1 1 8

·.

Kemudian kita menentukan gaya lintang Q masing-masing dan menggambar diagram gaya lintang ( lihat gambar 3. 2. 7. �- berikut) :

QA Ot kiri 0 1 kanan = Q2 kiri 02 kenan = 03 OB

+ 820 kg 820 - 50 . 1 ,5

74,5 - 43,3 31 ,2 - 50 . 2,0 21 ,2 - 300

- 8,8 - 50 . 0,5 - 1 1 ,3 - 1 50 . 4,0

745 kg 3 12 kg 212 kg

88 kg - 1 13 kg

7 13 kg = - RB

Penentuan diagram gaya normal N tidak mengalami kesulitan. N sebesar 250 kg timbul pada titik 1 tumpuan 8 ( l ihat gambar 3. 2. 7. b. berikut) . Untuk penentuan momen maksimal pada titik 2 ( Q = 0) kita mempunyai dua kemungkinan :

a ) dengan syarat tangkai pengungkit: 3 5 2

M2 = 820 . 3,5 - 50 . T - 43 3 . 2,0

= 2870 - 306 - 866 = 1 698 kgm

b) dengan menentukan luasnya bidang (diagram) gaya lintang Q dari kiri atau kanan . Pada contoh ini kita mulai dari kiri:

820 + 745 M2 = 2 · 1 ,5 + 31 2 + 212

2 · 2,0 = 1 174 + 524 = 1 698 kgm

Pz' 300 kg Gambar. situasi p, 1QO kg/m B,

diagram gaya lintang Q

diagram momen M

diagram gaya normal M

Gambar 3. 2. 7. b .

1 1 9

( Penentuan ukuran jikalau dipilih bahan baja profii'I N P (a = 1 '600 kg/ cm2)

. 1 69'800 Wx yang d1butuhkan = 1 ,600 = 107 cm3

Menurut tabel I . 2. 3. dengan nilai-nilai pada bahan baja profil pada lampiran kita dapat menentukan ukuran : Profil baya yang dipilih I N P 1 6 dengan Wx = 1 1 7 cm3 > 1 07 cm3

. M Pemenksaan tegangan o = W N + -

- F 1 69800 250

= � + 22,8 = 1 462 kg/cm2

Penentuan ukuran jikalau dipilih balok kayu kelas 1 1 (a = 1 00 kg/ cm2):

. 1 69'800 Wx yang d1butuhkan = ---,oo- = 1 '698 cm3

menurut tabel I . 2. 4. dengan nilai-nilai balok kayu segiempat pada lampiran kita dapat menentukan ukuran kayu sebagai: U kuran kayu yang dipilih 1 4/28 cm dengan Wx = 1 '829 cm3 > 1 '698 cm3

J ikalau balok ini dipegang pada samping di beberapa tempat, kita juga boleh . memilih suatu ukuran kayu yang lebih ekonomis, misalnya: Ukuran kayu yang dipilih 1 0/32.5 cm dengan Wx = 1 '760 cm3 > 1 '698 cm3

3. 3. Konsole

3. 3. 1. Konsole dengan satu gaya pada ujung yang bebas

Jikalau kita potong batang ( konsole) ini pada tempat sembarang kita melihat, bahwa gaya lintang Q berjurusan ke bawah, dan oleh perjanjian tanda ( lihat bab 1 . 6. 3 . ) menjadi positif ( + ) .

(

120

X c ---.j r--! I! I l l {r I i+ll l l l l ! l iP I I : - : diagram gaya lintang Q I I I I L _ J

Ox = + P

Sebenarnya gaya lintang menjadi negatif ( - ) dalam/pada ujung yang terjepit seperti terlihat pada gambar (garis putus) . Demikian kita dapat menentukan momen Mmax pada tempat Q = 0 yaitu pada tumpuan A.

Mx = - P · x dan I Mmax = - P · c I (3. 14 . )

Gambar 3 . 3 . 1 . a .

3. 3. 2. Konsote dengan beberapa gaya

Pada konsole dengan beberapa gaya kita menjumlahkan pengaruh gaya masing-masing seperti terlihat pada gambar 3 . 3 . 2 . a. berikut:

Gambar situasi

d iagram gaya lintang 0: 0 1.2 = - P1 02.3 = - (P1 + P2J

diagram momen M: M2 = - P2 · a 1 M3 = - (P1 · c + P2 · a2)

Gambar 3. 3. 2. a .

3. 3. 3. Konsole dengan beban merata

q·c ITrnnrrrrl_ � 9f2�� �u ncak

Gambar 3. 3 . 3 . a.

Gambar situasi

diagram gaya lintang 0: Ox = + q · X QA = + q · C

diagram momen M x q · x 2

Mx = - q . X . 2 = --2-

dan �·

3. 3. 4. Konsole dengan gaya horisontal

(3. 1 5. )

Konsole dengan gaya horisontal H di dalam praktek timbul pada konstruksi pelantar/ anjungan dengan pagar. Menu rut Peraturan mu(!tan Indonesia N . l . - 18/ 1970 muatan horisontal pada pagar harus sebesar 5 s/d 10% dari muatan lantai tsb.

121

c

Q=H

� H·h�

Hh I""

"

� rrniii iT"TI I ITTrl H jrrnj j jTTTj j j rrrll j (

Gambar situasi dengan diagram gaya lintang 0 diagram momen M:

M max = - H · h

diagram gaya normal N Gambar 3 . 3. 4. a .

(3. 1 6 . )

3 . 3 . 5 . Konsole dengan macam-macam beban dan gaya

Pada konsole dengan macam-macam beban dan gaya kita tentukan semua gaya lintang dan momen masing-masing dan kemudian mensuperpo­sisika n nya .

Contoh: Menentukan diagram gaya lintang, gaya normal dan momen pada konsole menu rut gambar 3. 3. 5. a. berikut:

H= 1(){) kg

diagram

gaya lintang Q

diagram

momen M

diagram §'l====...d+ gaya normal N

Momen M: MA = - 2'090 kgm

Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan R:

0 = 1 000 · 2,0 - RAv 0 = RAh - 1 00 0 = 1 000 . 2,0 . 1 ,0 +

100 · 0,9 - MA 2'000 kg

1 00 kg -2'090 kgm

Gaya lintang 0: OA RAv = 2'000 kg 01 2'000 - 1 '000 = 1 '000 kg 02 kiri 2'000 - 2'000 = 0 02kanan + RAh = 1 00 kg 03 H = 1 00 kg Gambar 3. 3. 5. b .

M1 = - 2'090 + 2000 · 1 ,0 -- 1 000 · 1 ,0 · 0,5 = - 590 kgm M2 = - 1 00 · 0,9 = - 90 kgm Gaya normal N: NA = NI = N2kiri = RAh = 1 00 kg N2kanan = N3 = 0

1 22

3. 4. Balok tunggal dengan konsole

3. 4. 1. Balok tunggal dengan satu konsole

1 . Balok tunggal dengan satu konsole yang dibeban i oleh dua gaya: Pada suatu balok tunggal dengan satu konsole kita perhatikan pengaruh gaya pada bagian balok masing-masing. N ilai-nilai yang sebenarnya akan kita terima oleh superposisi.

�- � - � - -�---_-_r_--�--bagian: balok tunggal konsole

Gambar situasi: 1 garis elastis 2 titik balik pada garis elastis

Gambar 3. 4. 1 . a .

Penyelesaian:

_... ..... "' pada bagian balok tunggal: �------�----��--�

- - - - - - -

Gambar 3 . 4 . 1 . c .

Reaksi tumpuan masing-masing pl . bl

I

momen maksimal

Gambar 3 . 4 . 1 . b.

pada bagian konsole: Pz Reaksi tumpuan masing-masing

'LM8 = RA2 · I + P2 · c = 0 RA2 =

tanda ( - ) menentukan, bahwa reaksi tum­puan A berjurusan dari atas ke bawah

'LMA = P2 (1 - c) - R82 · I = 0

R - p2 (I + c) = p2 + � 82 - I I

Oleh karena gaya lintang Q = 0 pada tum­puan 8, momen maksimal juga timbul pada tumpuan 8 itu, dengan:

1 23

Kemudian disuperposisikan: Reaksi tumpuan masing-masing

P1 • b1 - P2 • c RA = RA1 + RAz = I

R - R R - pl . al + Pz (I + c) e - e1 + ez - I

Oleh karena kita sekarang mempunyai dua titik gaya lintang Q 0, kita harus memperhatikan juga dua momen maksimal, yaitu momen pada bidang MF dan momen pada tumpuan 8, yaitu Me max MF = + RA · a 1

Me = - P2 · c Jikalau kita perhatikan gambar momen kita dapat menentukan, bahwa titik momen M = 0 menentukan juga titik batik pada garis elastis. Gambar 3. 4. 1 . d .

. Penyelesaian ini juga mungkin secara gratis, yang akan kita lakukan pada contoh berikut.

2. Balok tunggal dengan satu konsole yang dibebani oleh beban merata: Kita memperhatikan pengaruh beban pada bagian balok masing-masing seperti pada contoh di atas. Nilai-nilai yang sebenarnya akan kita dapatkan oleh super­posisi.

Penye/esaian secara analitis: Reaksi tumpuan masing-masing dapat kita tentukan dengan gaya P1 yang (q · I) dan gaya P2 yang (q · c ) , lihat juga gambar 3. 4. 1 . e. berikut:

'l.Me = 0 = - q · c ( .!:_ + t ) + RA · / - q · 12

2 2

q · f 2 cz l.MA = 0 = Re · 1 - -- + q · -

2 2

q . I RA =

2 q · c '(l + c/2)

+ I

q · l _

q · c2 Re =

2 2 1

Dengan hasil RA dan Re ini kita dapat menggambar diagram gaya lintang Q seperti terlihat pada gambar 3. 4. 1 . e. berikut. Oleh karena kita sekarang mempunyai dua titik gaya lintang 0 = 0 kita harus memperhatikan juga dua m omen maksimal, yaitu momen pada bidang MF dan momen pada tumpuan A, yaitu MA

124

Rez

2 q

Pada 'contoh dengan beban merata kita dengan mudah juga dapat menentukan jarak titik momen M = 0 yang menjadi titik balik pada garis elastis sebagai:

Z = 2 · X dengan x berarti jarak Q = 0 pada bagian bidang

x = R8/q

Penye/esaian secara gratis: J ikalau kita memperhatikan penyelesaian secara grafis pada gambar 3. 4. 1 . e . berikut, sebetulnya tidak diperlukan keterangan lagi.

Gambar situasi

diagram ga_yaolintang Q dan gambar gaya ( kanan)

diagram momen M ditentukan secara gratis

diagram m omen M yang dilur.uskan darr di­perbesar dua kali

diagram momen M ditentukan secara analitis: M0 = q · / 2/8 MA = - q · c 2/2

Gambar 3 . 4 . 1 . e.

1 25

3. Balok tunggal dengan satu konsole dengan macam-mdacam beban dan gay a. Bisa diperhatikan soal balok tunggal dengan dua konsole dengan macam·

macam beban dan gaya pada bab 3 . 4. 2. berikut.

4. Balok tunggal dengan satu konsole dengan beban yang tidak meng­untungkan. Pada balok tunggal beban yang tidak menguntungkan menjadi beban merata

dan / atau gaya sebanyak mungkin. Pada balok tunggal dengan satu konsole keja­dian ini berla inan . Jikalau kita membebani konsole kita memperkecilkan momen pada bidang . Oleh karena itu, pada balok tunggal dengan satu konsole kita men­dapat beban yang tidak menguntungkan bukan pada beban merata yang paling besar, melainkan pada beban merata terbatas ( lihat gambar 3 . 4. 1 . f. berikut) .

Gambar-gambar situasi: a) beban merata dengan g = berat sendiri

dan q = beban merata

b) beban merata terbatas pada bidang

c) beban merata terbatas pada konsole

N ilai-nilai batasan: d) diagram gaya lintang a (a, b, c)

e) diagram m omen M (a, b, c)

Gambar 3 . 4. 1 . f .

Pada gambar 3 . 4 . 1 . f . kita dapatkan nilai-nilai batasan sebagai berikut: Pada beban merata a) Reaksi tumpuan 8 dan m omen M 8 yang tertinggi. Pada beban merata terbatas pada bidang b) Reaksi tumpuan A dan m omen bidang MF yang tertinggi.

1 26

Pada beban merata terbatas pada konsole c) Reaksi tumpuan A yang terkecil dan dengan kemungkinan hasil menjadi negatif ( - ), momen bidang MF yang terkecil dan momen pada tumpuan 8, dan ukuran titik momen M = 0 (z) yang terbesar. Selanjutnya nilai-nilai batasan dapat digambar seperti terlihat pada gambar 3 . 4. 1 . f . bagian bawah.

3. 4. 2. Balok tunggal dengan dua konsole

1. Balok tunggal dengan dua konsole dengan macam,macam beban dan gay a.

Karena balok tunggal derigan dua konsole pada prinsipnya tidak berbeda dengan balok tunggal dengan satu konsole kita langsung mulai dengan contoh macam­macam beban dan gaya menu rut gambar 3. 4 . 2. a. berikut.

Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan masing-masing:

( 11 ) I � ( d ) I � "2.M8 = 0 = - Pdl1 + 12) - q1 · 11 2+12 + RA · I2-g· 2 - Qz · d 2+ b - P2 · b + q3 · 2

R - g . lz p1 (11 + 12) + q1 . 11 Uz + 11/2) + q2 . d (b + d/2) + Pz . b - q3 . 13 . 13/2 A - 2 +

lz

(13 ) n (d ) n "2.MA = 0 = - q3 /3 � 12 + Rs · lz-g · 2 - Pz . a- qz . d r c + q1 · 2 + p1 . 11

g - 12 - P1 · 11- q1 · 11 · /1/2 + q2 • d ( c + d/2) + P2 • a + q3 · 13 (/2 + 13/2) Rs = 2 + lz

Dari kiri ke kanan kita dapat menentukan gaya lintang Q masing-masing sebagai berikut:

a, QA kiri QA kanan Q2 Q3kiri Q3kanan QB kiri QB kanan Q4

- Pr - P, - q, · lr QA kiri + RA QA kanan - g · C Q2 - (g + q2) · d Q3kiri - p2 QB kanan - g · b Os kiri + Rs Os kanan - Q3 · l3 = O

Pada gambar 3. 4. 2. a . berikut kita melihat, bahwa tanda ( + , - ) pada diagram gaya lintang dibalik tiga kali dan dengan begitu kita perlu menentukan tiga nilai momen maksimal, yaitu: MA; Ms dan max MF pada titik Oz = 0

127

Qz = 0 dengan z dan

Momen-momen dapat kita tentukan sebagai: dari sebelah kiri :

x = c + z

max MF = RA · x - [P1 (/1 + x) + q1 • /1 (x + /1/2) + g · x 2/2 + q2 • z2/2] atau dari kanan: max MF = R8 · x '- [q3 • /3 (x '+ /3/2) + g · x ' 2 /2 + P2 • z '+ q2 · z ' 2 /2]

M3 = Ra · b - [q3 • /3 (b + /3/2) + g · b 2/2] q3 . l i Ma = - 2

Gaml,)ar s®ifSi

diagram gaya tintang Q

diagram m omen M

Gambar 3. 4. 2. a .

2. Balok tunggal dengan d u a konsole dengan beban yang tidak meng-untungkan.

Penyelesaian seperti pada balok tunggal dengan satu konsole .pada beban yang tidak menguntungkan. Harus diperhatikan, bahwa pada semua kemungkinan beban, berat sendir.i harus ada.

128

'"i' " """'"''� bz) t min A max /'10

Kemungk inan-kemungk inan beban pada balok tunggal dengan dua konsole

q ,,9sm i] !IlD I! 1 \ l l l llJtllllll Gambar 3. 4. 2 . b.

'2r fmaxB-

Nilai-nilai batasan dapat digambar seperti berikut:

3. 4. 3. Contoh-contoh

Nilai batasan pada d iagram gaya lintang Q

N ilai batasan pada·d iagram momen M

Gambar 3 . 4. 2. c .

Contoh 1 : Pada suatu balok tunggal dengan dua konsole dengan macam-macam beban dan gaya menurut gambar 3 . 4. 3. a. berikut, dicari reaksi tumpuan masing-masing, diagram gaya lintang, diagram momen dan ukuran balok kayu kelas 1 1 .

1 29

r

Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan masing-masing seperti berikut:

'i.M8 "' 0 ; - 200 · 10,5 - 1 00 · 2,5 · 9,25 - 50 · 8,0 · 4,0 -70 · 4,0 · 3,8-400 · 1 ,8 + 140 · 2,0 · 1 ,0 + RA · 8.0

.

50 · 8,0 · 4,0 2100 + 231 3 + 1 064 + 720 � 280 5917 RA "' 8.0 + -----8,0--�-- = 200 + 8

= 939 kg

'f..MA = 0 = -- 100 . 2,5 . 1 ,25 - 200 . 2,5 + 50 . S,O . 4,0 + 70 . 4,0 . 4,2 + 400 . 6,2 + 1 40 . 2,0 . 9,0 - Rs · 8,0

50 . 8,0 . 4,0 1 1 76 + 2480 + 2520 � 312 - 500 Ra "" �-�-- + ------------

8,0 8,0

Gaya l intang 0 masing-masing menjadi:

a , QA kiri QA kanan 02 Q3klfi 03 kanan Os Oa kanan 04

- 200 kg - 200 - 1 00 · 2,5 - 450 + 939 + 489 - 50 . 2,2 + 379 - 1 20 · 4,0 - 1 01 - 400 - 501 - 50 . 1 ,8 - 591 + 871 + 280 - 1 40 . 2,0

- 450 kg + 489 kg + 379 kg -- 1 0 1 kg

= - 501 kg - 591 kg

= + 280 kg = 0

. 5364 200 + 8 871 kg

Selanjutnya jarak x ( Qx = 0) u ntuk menentukan momen maksimal pada bidang menjadi:

1 30

I(X) kglm 50kg!m / O kglm 400 kg 140 kg!m

Gambar situasi

diagram lintang Q

diagram momen M

Gambar 3. 4. 3. a .

Momen masing-masing dapat ditentukan dengan ukuran luasnya bidang (diagram) gaya lintang seperti berikut:

200 + 450 MA � ��r- 2 2,5 = - 812 kgm .

812 + �89 + �79

· 2,2 = -- 812 + 955 = + 1 43 kgm 2 379 r max MF = 1 43 + 2- · 3, 1 6 = + 740 kgm

! · 101

M3 = 740 - -2- · 0,84 = 740 - 42 = + 698 kg m

M8 = 698 -501 ; 592

· 1 ,8 = 698 - 984 = - 286 kgm

Pemeriksaan dari kanan:

280 . 2.0 Ma = - --2-- = - 280 kg/ m

Momen yang paling besar menjadi MA dengan 812 kgm. Ukuran balok kayu kelas 1 1 (o = 1 00 kg/ cm2) menjadi:

Wx yang diperlukan: Mmax =

81 '200 = 812 cml ij 1 00

menurut tabel I . 2. 4. ( Nilai-nilai balok kayu segiempat) pada lampiran kita memillh : Balok u kuran 1 0/24 cm dengan Wx = 960 cm3 > 812 cm3. Contoh 2 : Pada suatu konstruksi balkon sebagai konsole rnenurut gambar 3 . 4 . 3. b. berikut kita mencari diagram gaya lintang Q, diagram momen M dan ukuran baja profil yang d iperlukan ( o = 1 '600 kg/ cm2) .

Denah 1 : 100

Potongan 1 : 100

Gambar 3. 4. 3. b .

131

Beban yang timbul pada la ntai balkon : be ban berguna menu rut peraturan m u a tan I ndonesia N . I . - 18/ 1 970 = 300 kg/ m2 �;�elat beton bertulang 1 2 cm tebal 12 · 25 kg = 300 kg / m2 2,5 cm aspa l khusus 2,5 · 2Q kfl � · 50 kg / m2

· � . total '= 650 kg/ m2

Penyelesaian: 1 . Pertama kita menentukan ba lok tunggal CD dengan beban merata dan

panja ngnya I = 2,30 m .

Beban oleh konstruksi lantai :

( 1 , 20 /2 + 0, 12 ) . 650 D inding bata termasuk plester :

1' 1 0 . (0,24 + 0,04) . 1 '800

tota l

Reaksi tumpuan masing-masing:

q · /2 1 922 · 2, 30 2 Mmtn = -B =

8

= Mmax =

67'600

i5 1 '600

468 kg I m

554 k g / m

1 022 kg/ m

1 1 75 kg

676 kgrn

= 42,3 cm3

Uku ra n baja profil yang dipilih menurut ta be! I . 2. 3 . ( f'i,ilc: i - n i l a i pada bahan baja profil ) pada la mpiran m enja d i U N P 1 2 dengan Wx = 60,7 c rn3

2. Konsole @ menu rut gambar 3. 4. 3. c. berikut:

1 32

p q

RA atau R8 dari balok tunggal CD = 1 ' 1 75 kg beban o l e h d i n d 1 n g bata sepcrti perhitu n\J d n

tadi == 554 kg / m q . (; L -- --- -- -- p . c =

2 554 . 1 ,28 2

-----� - -- 1 . 1 75 1 ,28 = 1 '958 kg m L

Mmax 1 95'800 , = ---- = ---- --- = 122 4 cm· a 1600 '

Gambar 3. 4. 3. c .

Ukur.an baja profil yang dipilih menurut tebel I . 2. 3. menjadi I N P 1 8 dengan Wx = 161 cm3 > 1 22,4 cm3 Reaksi tumpuan kita tentukan seperti pada balok tunggal yang pendek dengan kon­sole yang panippg seperti terlihat pada situasi gambar 3 . 4 . 3. c. tadi.

I.M8 = 0 = - 1 175 · 1 ,63 - 554 · 1 ,2 (0,60 + 0,43) + RA · 0,35

R = 1 1 75 · 1 ,63 + 665 · 1.{l3 = 7430 k A 0.35 g

I.MA = 0 = - 1 1 75 · 1 ,28 - 554 · 1 ,2 (0,60 + 0,08) - R8 · 0,35

R = -1 956 = - 5589 k 8 0 .35 9

Supaya konsole ini jangan runtuh pada tumpuan 8 seharusnya be rat dindi ng pai inp sedikit 1 ,5 kal i R8 yaitu 1 ,5 · 5589 = 8383 kg atau dengan kata lain : pal ing sed ikit 4, 75 m2 dinding bata . Oleh karena itu kita pasang dua profil baja pertolongan de­ngan panjangnya 80 cm melintang seperti terlihat pada gambar 3. 4. 3.d berikut.

Gambar 3. 4. 3 . d .

Profil baja pertolongan mendapat suatu momen sebesar:

8383 M = - -2- · 0,20 = - 838 kgm

Wx yang diperlukan: Mmax 83'800

a 1 '600 52.4 cm3

Ukuran baja profil pertolongan yang dipilih menurut tabel I . 2. 3. pada lampiran menjadi i NP 12 dengan Wx = 54,7 cm� > 52,4 cm3.

1 33

r

3. 5. Balok tunggal bersudut

3. 5. 1 . Pengetahuan dasar

Dalam praktek balok tunggal bersudut seperti terlihat pada gambar 3. 5. 1 . a. berikut sering terjadi . Walaupun kelihatannya agak rumit mereka masih men­jadi balok tunggal seperti dibicarakan pada bab 3 . 2. dan 3. 4 . tadi . Perhitungannya sarna saja . Harus diperhatikan dengan khusus tanda ( + , - ) terutama pada reaksi tumpuan masing-masing oleh karena pada banyak contoh ju rusannya pada permulaan belum diketahui . Pada contoh itu kita memilih suatu jurusan saja, dan jikalau jurusan berlawanan hasil menjadi negatif ( - ) .

Karena penentuan tanda ( + , - ) yang benar pada m omen lentur menjadi penting sekali, pad a sistim berikut diberi suatu urat nisbi sebagai garis putus. M omen lentur yang mengakibatkan gaya tarik pad a urat nisbi menjadi posit if ( + ) . Ti!nda ( + , - ) pad a gaya normal N dan gaya lintang a kita tentukan menu rut bab 1 . 6. 3. ( Perjanjian tanda ) .

Gambar 3 . 5 . 1 . a .

3. 5 . 2 . Balok tunggal bersudut siku

'Oieh karena penentuan reaksi tumpuan masing-masing, gaya normal N, gaya lintang a dan momen lentur M lebih mudah pada balok tunggal bersudut siku daripada yang bersudut miring , maka kita dalam bab ini memperhatikan dahulu balok tunggal bersudut siku . K ita memperhatikan dengan khusus, bahwa : Gaya lintang ia lah jumlah semua gaya kir i atau kanan pada suatu potongan sE:rn­barang yang bekerja siku-siku pada garis sumbu batang ( ba lok) yang d iperhatika n . Gaya normal ia lah jumlah semua gaya kiri atau kanan pada suatu potongan sem­barang yang bekerja sejaja r pada gar is sumbu batang (balok ) yang diperhatika n .

134

Cara penentuan reaksi tumpuan masing-masing, gaya normal, gaya lintang dan momen lentur pada balok tunggal bersudut siku lebih baik kita terangkan dengan beberapa contoh saja .

Contoh 1 : Pada balok bersudut siku menurut gambar 3. 5. 2. a. berikut, dicari reaksi tumpuan masing-masing, gaya lintang, momen lentur dan gaya normal.

Gambar situasi

l-oA,_" ___ 6,0 _j B Gambar 3. 5. 2. a .

Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan masing-masing:

LMA = 0 = - Re · 6,0 + 30 · 2,0 LMe = 0 = RAv · 6,0 + 30 · 2,0

Re = 10 t RAv = - 1 0 t

Karena reaksi tumpuan RAv mempunyai tanda negatif ( - ) reaksi itu menjadi gaya tarik yang kita tandai dengan tanda panah seperti berikut:

RAv = 10 t + LH = 0 = 30 - R Ah = 0 RAh = - 30 t

Tanda minus ( - ) menentukan, bahwa jurusan RAh berlawanan dengan jurusan RAh yang dipilih. Hasil kita juga ditandai dengan tanda panah: RAh = 30 t -

JO t

JO t -II � _ _ L r lOt JO t J r-- - - - 6,0 --�--

Gambar dengan reaksi tumpuan masing­masing

diagram gaya lintang Q atas dasar penentuan reaksi tumpuan masing-masing di atas

Gambar 3 . 5. 2 . b.

135

Penentuan momen pada balok tu nggal :

Ms kiri = - 1 0 · 6 , 0 = - 6 0 tm Penentuan momen pada tangkai ya ng berdir i : Ms kanan = - 30 · 2,0 = - 60 tm

diagram momen M

diagram gaya normal N atas dasar penentuan reaksi tumpuan masing-masing di atas

Gambar 3. 5. 2. c.

C ontoh 2: Pada balok tunggal bersudut siku menu rut gambar 5. 3. 2. d. berikut. dicari reaksi tumpuan masin g- masing, gaya l intang momen lentur dan gaya norma l .

Gambar situasi

Gambar 3. 5 . 2. d.

Penye!esaian: Penentuan rea ksi tumpuan masingc masing:

2.MA = 0 = R8 · 6,0 - 20 ( 3 , 0 - 1 ,0 ) Re 40 6,0 = 6,?7 t

2.M8 = 0 = RA · 6,0 - 20 · 4 , 0 RA = 1 3,33 t

Kontrol: 'IV = 0 = 1 3 , 33 - 20 + 6,67 = 20 - 20 = 0

Penentuan m omen lemur /1.1:

1 38

Mc kiri Mc kanan Mc atas

Md

RA · 3,0 Re · 3,0 - 20 . 1 , 0 - 20 . 1 , 0

1 3 , 33 . 3,0 6 , 67 . 3,0

40 tm 20 tm 20 tm 20 tm

Kita bisa mengontrol perhitungan m?men in i dengan ketentuan, bahwa pada titik c j u m la h momen harus no! :

·

20tm r,\ . 4o(:_l!--) 2o

Z:.M c = 40 - 20 - 20 = 0

Garnbar 3. 5. 2. e.

diagra m m om en M

diagram gaya l intang a atas dasar penentuan reaksi tumpuan masing-masing di atas

Garnbar 3 . 5. 2. f.

Kontrol: J u mlah bidang (diagra m ) gaya lintang Q yang pos itif ( + ) harus sama dengan jumlah bidang gaya ! in tang Q yang negatif ( - ) :

:w = + 1 3,33 . 3,0 - 6,67 . 3 , 0 - 20 . 1 ,0 = 0

· G ontoh 3: Pada balok tunggal bersudut s iku menu rut gambar 3. 5. 2. g. berikut dica ri tumpuan masing-masing, gaya l inta ng, momen lentur dan gaya normal oleh gaya P dan gaya H terpisah .

Penyelesaian:

Gambar situasi

Gambar 3. 5. 2. g.

Penentua n reaksi tumpuan oleh gaya P :

l-Me = 0 = RA · 6,0 - P · 3,0

R -40 . 3.0 = 20 t A - 6 . 0

l..MA = 0 = - Re · 6,0 + P · 3 , 0 Re = 20 t

1 37

r

', \..· �

20t

§3_ Gambar 3. 5. 2. h .

Penentuan momen lentur M:

Mp = RA · 3,0 = 20 · 3,0 = 60 tm Me = RA · 4,0- P · 1 ,0 = 20· 4,0-40· 1 ,0 = 40 tm Md = Re · 2,0 = 40 tm

diagram gaya lintang Q atas dasar penentuan reaksi tumpuan oleh gaya Pdi atas

diagram gaya normal N atas dasar penentuan reaksi tumpuan dan diagram gaya lintang oleh gaya P di atas

Penentuan reaksi tumpuan o/eh gaya H:

Z..Me = 0 = RA · 6,0 - H · 0,5 H=20 t t 20 · 0,5

_&=-""==""-""'"=""!""""' Si RA = � = 1 ,667 t d �- -J=--g- .

A Bv h Z..H = 0 = - H - R eh = - 20 - R eh 4,0 - 2,0 Reh = - 20 t

� ' - - + ' �J.l tm

Z..MA = 0 = Rev · 6,0 + 20 · 0,5 Rev = - 1,667 t

Penentuan momen lentur M:

Me = RA · 4,0 = 1 ,667 · 4,0 = 6,67 tm Md = RA ·4,0- H·0,5 = 1 ,667·4,0-20·0,5 = -3,33 tm atau : Md = Rev · 2 ,0 = - 1 ,667 · 2 ,0 = - 3,33 tm

diagram gaya lintang Q atas dasar penentuan reaksi tumpuan oleh gaya H di atas

Kontrol· Z..O = 0 Z..Q = 1 ,667 . 4,0 - 20 . 0,5 + 1 ,667 . 2,0 = 0

diagram gaya normal N atas dasar penentuan reaksi tumpuan dan diagram gaya lintang oleh gaya H di atas

\'' ��Il l / 'i\ Gambar 3. 5. 2. i .

138

"/ Contoh 4: Pada balok tunggal bersudut siku sebagai konstruksi sibar menu rut gam-bar 3. 5. 2. k. berikut, dicari reaksi tumpuan masing-masing, gaya lintang, momen lentur dan gaya normal.

Gambar situasi

Gambar 3 . 5. 2 . k.

Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan masing-masing secara ana litis:

'LM8 = 0 = RA · 2,5 - 24 · 2,0 'LH = 0 = RA - Rah L..MA = 0 = 24 · 2,0 + R8h · 2, 5 Rav · 4,0 Rav · 4,0 = 48 + 19,2 . 2,5 = 96 Rav = 24 t

P=24t Reaksi tumpuan masing-masing ini dapat juga diten-�---.r.,.....-,-...., �P '"'' " """ g"fi' men,rut gomba' d; ,.mp;ng k;,;,

B Gambar 3. 5. 2. 1 .

Penentuan diagram gaya lintang, momen lentur dan gaya normal selanjutnya tidak mengalami kesulitan .

diagram gaya lintang Q

19.2 t

diagram momen M

diagram gaya normal N

Gambar 3. 5. 2. m.

( 1 39

Conto h 5: Pada balok tunggal bersudut siku sebagai separuh konstruksi portal menu rut gambar 3. 4. 2. n. berikut, dicari reaksi tumpuan masing-masing, gaya !in­tang, momen lentur dan gaya normal.

Gambar situasi

Gambar 3. 5. 2 . n .

Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan masing-masing:

0 = P · 9,0 + H · 2,0 - R8 · 8,0 50 . 9,0 + 8,0 . 2,0 = 466 0 = RAh - H

'f.Ms 0 = RAv ' 8,0 + RAh ' 6,0 + P · 1 ,0 - H · 4,0 - RAv ' 8,0 = -8,0 · 6,0 - 50 · 1 , 0 + 8,0 · 4,0 = - 66 tm

66 RAv = - 8,0 = - 8,25 t

Penentuan gaya lintang Q: QA kanan Dc bawah Qdbawah Qdkanan

Qc kiri = + RAv = - 8,25 t Odatas = RAh = + 8,00 t 08 = + 8,0 - 8,0 = 0 - 8,25 + 58,25 = + 50,00 t

diagram gaya lintang Q

Gambar 3. 5. 2. o.

Penentuan momen lentur M: Mc kiri Me Mdatas Mc bawah Mdkanan

1 40

- 8,25 · 8,0 = - 66 tm Mdbawah = 0 - 50,00 - 1 ,0 = - 50 tm - 50,00 . 1 ,0 - 8,0 . 2,0 = - 66 t - 50,00 1 ,0 = - 50 tm

R8 = 58,25 t RAh = 8,0 t -+

diagram momen M

Gambar 3. 5. 2. p.

Penentuan gaya normal N:

NA Ne kiri - 8,00 t Ne atas Ndbawa/i - 58,25 t Ndatas Ne bawah - 58,25 + 50,00

8,25 t Ndkanan = Ne kiri - 8,00 t

Gambar diagram gaya normal N, 3. 5. 2. q.

Contoh 6: Pada konstruksi batang yang terjepit pada tumpuan A menurut gambar 3. 5. 2. r. berikut, dicari reaksi-reaksi tumpuan, gaya lintang, momen lentur dan gaya normal.

Penyelesaian:

Gambar situasi

Gambar 3. 5 . 2. r.

Penentuan reaksi tumpuan oleh gaya P:

L V = 0 = P - RAv RAv = 25 t LMA = 0 = P · 5,0 + MA MA = - 25 · 5,0 = - 125 tm

141

10 1 42

Penentuan momen lentur M:

Mb kanan Mb atas Mt Md

- 25 · 2,0 = - 50 tm Me = + 50 tm p . 0 = 0 . Me = - p . 5,0 = - 25 · 5,0 - 125 tm

MA - 125 tm

Penentuan gaya lintang Q

Da,b ab,c Oc,t a,,d ad,e

+ P = + 25 t 0 - P = - 25 t - RAv = - 25 t 0

Penentuan gaya normal N:

Na,b 0 Nb,c + P = + 25t Nc,d 0 Nd,e - RAv = - 25 t

Gambar 3. 5. 2. s.

Penentuan reaksi tumpuan oleh gaya H:

"'i.H = 0 = RAh - H

RAh = 1 0 t

"'i.MA 0 = + 1 0 · 1 ,0 + MA

MA - TO t

Penentuan momen lentur M:

Mb = 0 Md = + 1 0 · 4,0 = 40 tm H · O = 0 MA + RAh · 1 .0 = - 1 0 - 1 0 · 1 ,0 o..: 0 - 1 0 tm

I ! l I I I

diagram gaya lintang Q atas dasar penentuan reaksi tumpuan oleh gaya H di atas

diagram gaya normal N atas dasar penentuan reaksi tumpuan dan gaya lintang Q oleh gaya H di atas.

Gambar 3. 5. 2. t.

3. 5. 3. Balok tunggal bersudut miring

Konstruksi balok tunggal bersudut miring pada prakteknya sering timbul pada konstruksi tangga dan atap ( l ihat gambar 3. 5. 3. a. berikut ) . Pada perhitungan harus diperhatikan terutama cara dan konstruksi tumpuan dan jurusan gaya-gaya yang bekerja pada balok itu . Pada suatu balok tunggal yang miring dan bertumpu horisontal menu rut gambar 3. 5. 3. b. berikut dengan gaya P yang sejajar anting, reaksi tumpuan masing-masing menjadi sejajar anting juga.

Q. I

Gambac 3. 5. 3. a.

A sendi 1 ----1 f-;;;;,;,�;;.;-----p•mb,. J. 5. 3 b

Pada balok tunggal yang miring menurut gambar 3. 5. 3. b. dengan gaya P sem­barang dan sejajar anting kita pilih satu sistim dasar, yaitu suatu balok tunggal dengan le bar ben tang = I. Menu rut rum us (3. 1 . ) dapat ditentukan reaksi tumpuan masing-masing seperti berikut:

P · b P · a RA = -- dan R8 = --1 I Momen lentur Mmax kita tentukan menu rut rum us (3. 2. ) :

P · a · b Mmax = RA · a = RB · b = I

1 43

Perbedaan antara sistim dasar ini dan balok tunggal yang miring adalah, bahwa gaya lintang terubah nilainya oleh kemiringan balok tunggal. Karena itu timbul juga gay a normal ( lihat gambar 3. 5. 3. c . berikut) .

Gambar 3. 5. 3. c .

Kita menentukan gay a lintang pad a sistim dasar sebagai gay a vertikal V pada balok tunggal yang miring . Kemudian kita bagi gaya V ke dalam komponen Nm ( miring) dan Om (miring) menurut rumus berikut:

- ��---a __ m __

= __ ± __ v_·_c_o_s_a ____

d_a_n ___

N __

m __

= __ ± __ v_._s_m __ a ____ �

(3. 1 7 . )

Pada balok tunggal yang miring dengan beban merata sejajar anting, beban merata selalu kita tentukan dalam kg/ m atau t/m dengan ukuran m (meter) dalam denah (atau dalam sistim dasar) . Reaksi tumpuan masing-masing dan momen lentur Mmax kita dapatkan menurut rum us (3. 8. ) dan rum us (3. 9 . ) seperti berikut:

sistim dasar f

144

q · l RA = Ra = 2 q . f 2

8

Gaya lintang dan gaya normal menjadi suatu garis lurus dengan nilai tertinggi pada tumpu­an masing-masing sebagai:

Gambar 3 . 5. 3 . d.

NA = - RA · sin a (gaya tekan) QA = + RA · cos a

N8 = + R8 · sin a (gaya tarik) 08 = - R8 · cos a

Gambar 3. 5. 3. e. Pada konstruksi kayu atau baja gaya normal dan gaya l intang dibandingkan dengan tegangan yang diperbolehkan menjadi begitu kecil, sehingga boleh dihilangkan pada perhitungan. Kecuali pada konstruksi beton bertulang yang selalu memerlukan perhitungan gaya normal (gaya tarik) dan gaya lintang walaupun kecil sekal i . Kadang-kadang timbul juga konstruksi balok tunggal yang miring dengan beban yang siku pada garis sumbu balok tunggal itu, misalnya suatu kasau pada konstruksi atap yang menerima gaya tekanan angin. Tumpuan-tumpuan kasau bisa menerima beban itu jikalau ditakik pada peran sebelah atas dan pada bantalan sebelah bawah. Lebar bentang sekarang kita tentukan dengan kependekan s ( lihat gambar 3. 5. 3. e. berikut) .

R.eaksi tumpuan masing-masing dapat kita tentukan: W· S RA = Ra = -2- dengan RAv = Rev = RA · cos a

RAh = Rah = RA · sin a

atau dengan I s = --­cos a kita dapat RA w I = Ra = cos a · 2 M omen lentur Mmax dapat kita tentukan:

w· s 2 Mmax = --8- a tau w

M max = _c_o_s-.,.2_a_ 1 2 8

1 45

Ga�a lintang Q dan gaya normal N kemudian menjadi: RA = OA Re = 08 N = 0

Pada umumnya kita dapat menentukan :

Jikalau konstruksi tumpuan pada suatu balok tunggal yang miring dengan beban sembarang dapat menerima reaksi tumpuan dalam jurusan beban sembarang, maka dapat kita tentul<an reaksi itu seperti pada balok tunggal biasa . Lebar bentang I menjadi projeksi siku-siku pada jurusan beban sembarang itu .

Pada balok tunggal bersudut miring dengan.beban sejajar anting menurut gambar 3. 5. 3. f. berikut, kita tentukan reaksi tumpuan masing-masing sebagai:

01 = q1 • c dan 02 = q2 • d P · b + 01 (d + c/2) + 02 - d/2

RAv = I

R _ R _ P · a + 01 · c/2 + Q2(c :f- d/2) Bv - a - I

Penentuan momen Mmax pada titik x:

146

RAv - p x = --- dan ql •

a --+---

ql . X 2 Mrnax = RAv " X - P (x - a) - -2-

Penentuan momen pada titik 3:

gambar situasi

Gaya lintang Q dan gaya normal N selanjutnya menjadi:

sistim dasar

RA1• • sin a1 + R8 · sin a2 + RAv · cos a,

R8 · cos a2

Pada titik x atau Mmax gaya lintang 0 dan gaya normal N menjadi nol .

Gambar 3 . 5. 3. f .

Penentuan diagram gaya lintang Q:

QA kanan = Oz kiri

+ RAv · cos a 1 + (RAv - q1 • a) cos a1 + (RAv - q1 • a - P) cos a1 + (RAv - q1 • c - P) cos a1 + (RAv - q1 • C - P) COS a2

Oz kanan = Ql kiri Ql kanan = Q4 kiri + (RAv - q1 • c - P - q2 · d) cos a2

gaya normal N atau:

diagram momen M

04 kiri = - Ra · COS az

Penentuan diagram gaya normal N:

NA kanan = Nz kiri Nz kanan = Nl kiri

- RAv " sin a 1 - (RAv - q1 · a) sin a1 - (RAv - q1 · a - P) sin a1 - (RAv - q1 • c - P) sin a1 - (RAv - q1 • c - P) sin a2 N3 kanan =

N4 kiri - (RAv - q1 • C - P - q2 • d) sin a2 atau:

Pada balok tunggal bersudut miring dengan jurusan gaya sembarang menurut gam­bar 3. 5. 3. h . berikut, dapat kita tentukan reaksi tumpuan masing-masing sebagai:

RAh = l!Yn Pada titik potong 8 dan An (titik kutub D ) kita tentukan 2..M = 0 dan kemudian RAv terdapat:

Wv · d - Wh · h1 RAv = -------1 Pada titik putar (tumpuan) A kita menentukan juga 2..M reaksi tumpuan 8:

Penentuan m omen maksimal pada titik 3:

0 dan mendapatkan

1 47

Gaya normal N dan gaya lintang 0 pada bagian balok titik 1 s/ d 3: Nt,3 = - RAv · sin a1 + RAh · cos a1 0 1,3 = + RAv · cos a, + RAh · sina,

Gaya normal N dan gay a lintang 0 pad a bagian balok titik 3 s/ d 4: N3,4 = + Rs · sin a2 03,4 = - R8 · cos a2

Gambar gaya Gambar situasi

Gambar dengan gaya l intang 0 dan gaya normal N pada bagian balok titik 1 s/d 3:

Garnbar 3. 5. 3. h.

Secara grafis kita dapat menentukan reaksi tumpuan masing-masing dengan titik potong E garis kerja tumpuan 8 dan garis kerja gaya W (jikalau ad a beberapa gaya dengan garis kerja resultante Rl . Karena tiga gaya harus seimbang, garis kerja reaksi turupuan A harus juga melalui titik potong E. Lihat juga gambar gaya pada gambar 3. 5. 3. h.

Perlu di sini dibicarakan suatu kekeliruan yang sering timbul, yaitu: pada suatu balok tunggal yang miring dengan beban yang sejajar anting timbul juga reaksi tum­puan horisontal ( pergeseran ) . Karena diperkirakan suatu tangga naik yang ber-

148

sandar pada satu dinding dengan seorang yang naik tangga itu, akan meluncur turun. Hal ini terjadi bukan karena timbul pergeseran, melainkan oleh karena tum­puan B pada dinding hanya menerima gaya horisontal, lihat gambar 3. 5. 3. i . berikut. J ikalau tangga naik itu bisa diikat pada kaitan, hanya timbul reaksi tum­puan yang vertikal seperti pada balok tunggal yang miring dengan beban yang se­jajar anting. Soal lain terdapat pada konstruksi atap pada kasau . J ikalau kasau tidak ditakik ia mengalami pergeseran karena jurusan garis kerja reaksi tumpuan tidak sejajar dengan be ban oleh konstruksi atap. Lihat gambar 3. 5. 3. i . berikut.

/

Gambar 3. 5. 3. i .

Sebagai contoh dari praktek kita perhatikan konstruksi tangga yang menjadi, suatu konstruksi balok tunggal yang miring dengan beban sejajar anting. Menu rut peraturan muatan Indonesia N . I . - 1 8 / 1 070 suatu tangga menerima muatan hidup sebesar: pada rumah tinggal 200 kg/ m2 pada rumah sekolah, kantor dsb. 300 kg f m2 Berat sendiri atau muatan mati dapat kita tentukan dan hitung dengan nilai-nilai berikut:

macam konstruksi tangga beratnya pada bagian

tangga bordes

konstruksi kayu 75 - 1 00 kg/ m2 1 50-200 kg/ m2 konstruksi baja 70 - 1 20 kgf m2 60 - 90 kgf m2 konstruksi beton bertulang 500 kg/ m2 300 kg/ m2

Contoh: Menentukan reaksi tumpuan masing-masing, gaya lintang Q, gaya normal N dan momen maksimal pada balok G) dan @ pada tangga sekolah atau kantor dari beton menu rut gambar 3. 5. 3. k. berikut:

1 49

22x76,5/JO

Gambar 3. 5. 3. k.

Penyelesaian: Balok tunggal yang miring CD ( lihat gambar 3. 5. 3. k. dan I . ) : Panjangnya dalam denah I = 3,00 + 0 , 1 0 = 3 , 1 0 m Beban merata ( muatan hidup dan muatan mati) :

q 1 ·:0 · (500 + 300) = 720 kg/m

Reaksi tumpuan masing-masing:

RA = Re = 720 · 3, 1 0 = 1 ' 1 1 6 kg 2 1 6,5

tan a = 3Q = 0,55 -+ a = 28,8 1° (cos a = 0,8762; sin a = 0,481 9)

Penentuan gaya lintang Q dan gaya normal N:

QA = + RA · 0,8762 = + 978 kg = - 08 NA = + RA · 0,4819 = + 538 kg = - N8

Penentuan momen lentur Mmax:

Mmax = 720 - 3, 1 02

8 = 865 kgm

Balok tunggal dengan macam-macam beban dan gaya @ ( lihat gambar 3. 5 .3.k . dan I . berikut) : Panjangnya I = 4,00 + 0,24 = 4,24 m Beban merata ( muatan hidup dan m uatan mati) :

1 50

q = 2•00 . (300 + 300) = 600 kg/ m 2

P = RA = R8 balok tunggal CD = 1 ' 1 16 kg

Reaksi tumpuan masing-masing:

600 · 4·24 + 2 ·1 ' 1 1 6 = 3'504 kg 2

Penentuan gaya lintang 0:

QA kanan = Ql kanan = Dz kiri Dz kanan = Ox

+ 3'504 kg + 3'504 - 0, 17 . 600 - 1 ' 1 1 6 + 2'286 - 1 ,70 . 600 + 1 '266 - 1 ' 1 1 6 + ' 1 50 - 0,25 . 600

Penentuan momen lentur Mmax:

+ 2'286 kg + 1 '266 kg + 1 50 kg

0 dsb.

600 . 4,24 2 8

+ 2'232 · 1 ,87 - 1 ' 1 1 6 · 1 ,70 = 3,625 kg m

Gambar situasi

diagram gaya lintang Q

diagram gaya normal N

diagram momen M

Balok tunggal yang miring CD di;1gram Q, N, M

Gambar 3. 5. 3. 1 .

Balok tunggal @ diagram Q, M

1 51

3. 5. 4. Balok tunggal dengan lengkungan miring

Pada perhitungan peran dari konstruksi atap yang berdiri miring dengan sudut a, lmax dan lmin tidak lagi timbul pada garis sumbu utama, melainkan pada suatu sistim koordinat terkonyungsi ( lihat juga bab 2. 1 . 4. M omen lembam I pada sistim koordinat terputar ) . Pada batang dengan potongan segiempat persegi kita dapat menentukan beban masing-masing sebagai : Px = P · cos a qx = q · cos a

dan dan

Py = P · sin a Qy = q · sin a

dengan penentuan beban pada jurusan x dan y kita dapat menentukan momen Mx dan My. Penentuan tegangan Omax dapat kita tentukan menu rut rum us berikut: - +� � I Omax - - Wx + w�

lihat juga gambar 3. 5. 4. berikut.

(3. 1 8. )

Gambar 3 . 5 . 4 . a .

Contoh: Pada suatu konstruksi atap berada sautu peran sebagai balok tunggal dengan lengkungan miring seperti terlihat pada gambar 3. 5. 4. b. berikut. Mi­ringnya atap 20° jarak kuda-kuda atap 4,00 m, beban merata oleh konstruksi atap 250 kg / m. Dicari ukuran balok kayu kelas I l l (ott = 75 kg/cm2) .

1 52

Gambar 3. 5. 4. b.

Penentuan beban Qx dan Qy:

Qx = q · cos a = 235 kg/ m

Qy = q · sin a = 86 kg/ m

Penentuan momel'! maksimal Mx dan My:

Mx = 235 . 4,0 2

= 470 kgm 8

My = 86 . 4,0 2

= 1 72 kgm 8

Pilihan balok kayu kelas 1 1 1 12/24 cm dengan Wx = 1 ' 1 52 cm3 dan Wy = 576 cm3

3. 6. Balok rusuk Gerber

3. 6. 1 . Pengetahuan dasar kemungkinan-kemungkinan pe­masangan engsel pada balok rusuk Gerber

J ikalau lebar bentang atau jarak antara dua tumpuan pada konstruksi batang menjadi terlalu besar, kita harus mencari kemungkinan konstruksi yang lain. Biasanya kita akan menambahkan jumlah tumpuan, dan menggunakan sistim balok terusan ( l ihat bab 6 . ) , sistim peran ganda atau sistim balok rusuk Gerber yang ditemukan oleh Heinrich Gerber 1832 - 1912 pada tahun 1 866. Sistim balok rusuk Gerber boleh digunakan sebagai konstruksi batang atau rangka batang. Pada bab ini kita membatasi diri pada konstruksi batang. Balok rusuk Gerber mempergunakan engsel, yang begitu dikonstruksikan, sehingga engsel dapat menerima gaya lintang dan gaya normal tetapi bukan momen (M = 0). Banyaknya engsel kita tentukan menurut banyaknya tumpuan dalam. A tau jumlah tumpuan seluruhnya dikurangi dua menjadi banyaknya engsel.

Banyaknya engsel yang dibutuhkan = banyaMya tumpuan dalam

Supaya balok rusuk Gerber selalu menjadi kaku pada satu bagian antara dua tum­puan, tidak boleh dipasang lebih dari dua engsel. Jikalau dipasang dua engsel, bagian sebelah kiri dan sebelah kanan dari bagian yang berengsel dua tidak boleh memakai engsel. Kemudian pada bagian pinggir suatu balok rusuk Gerber hanya boleh dipasang satu engsel. Tumpuan pinggir sebetulnya juga menjadi suatu engsel karena M = 0.

15.3

2 bagian K ' engsel A

Cara pemasangan engsel pada macam­macam balok rusuk Gerber

tumpuan rol

.E. tumpuan rol

sendi rol

3 bagian OK :zs:o

x= =x sendi rol

4 bagian zc =:zc

5 bagian atau lebih

deretan bagian ganjil

� A rol

1i

balok dgn konsole balok bergantung

: I ";:\ �'"''� ��� J f - [K � \ balok dgn konsole balok dgn 2 konsole I

balok tergantung Gambar 3. 6. 1 . a.

Balok rusuk Gerber terutama digunakan pada konstruksi atap (sebagai peran) . Harus diperhatikan, bahwa suatu bagian konstruksi atap dengan balok rusuk Gerber tidak boleh berengsel pada bagian yang bersuai angin. Engsel biasanya dikonstruksikan dengan satu baut. Biasanya pada balok rusuk Gerber kita memilih jarak engsel demikian rupa , sehingga momen bagian MF menjadi sama .<Jengan momen pada tumpuan Ms supaya bahan bangunan dapat dipilih dengan momen lembam I tetap. Diagram momen pada balok rusuk Gerber mudah dapat ditentukan secara gratis. Kfta menggambar pertama diagram momen M0 seperti pada balok tunggal masing-. masing. Diagram momen sebenarnya kita dapat dengan mem-proyeksikan titik engsel pada diagram momen M dan menarik garis penutup Oihat juga gambar 3. 6. 1 . b . ) . Sebaliknya kita boleh dengan cara ini mencukupi tuntutan bahwa momen MF harus sama dengan M5, dengan rnenentukan jarak engsel. Kita menggambar pertama diagram momen M0 seperti pada balok tunggal masing-masing. Kemudian kita membagi dua diagram momen M0 pada bagian tengah-tengah balok rusuk Gerber dan mendapatkan garis penutup yang menentukan pada titik M == 0, titik engsel ( l ihat gambar 3. 6. 1 . c. berikut) .

154

Gambar 3. 6. 1 . b. Gambar 3. 6. 1 . c.

Pada prakteknya balok rusuk Gerber biasanya timbul dengan beban merata ( konstruksi atap) dan dengan jarak tumpuan• l yang sama (jarak kuda-kuda atap) . J ikalau antara dua tumpuan ada lebih dari tiga gaya yang simetris, kita boleh mengubah gaya itu menjadi beban merata. Lihat juga tabel I . 2. 8. ( Penentuan momen dan reaksi tumpuan pada balok rusuk Gerber) pada lampiran. Penyelesaian secara analitis:

Penentuan momen maksimal yang ideal :

1 q . /2 MFmax = - Ms = 2 · 8

q . f2 1 6

Gambar 3 . 6 . 1 . d .

(3 . 19 . )

1 55

U ntuk menentukan jarak engsel a yang ideal kita memperhatikan suatu potongan balok rusuk Gerber:

Gambar 3 . 6. 1 . e.

Atas dasar gambar 3. 6. 1 . e. kita dapat menentukan:

q (l - 2a) Ms = - 2

q. a2 q.P

dan kemudian:

a - -- = ---2 16

J 2 a2 - a·f = - -

8

hasil persamaan ini akan menjadi :

I I a = 2 I I

- · r2 = 0 14645 / :::: -4 V ' 7 (3. 20. )

Dengan ketentuan rum us (3. 20. ) ini dapat kita tentukan panjangnya balok bergan­tung sebagai:

5 b = 1 - 2a = 0 7071 / (:::: - /) • 7

Pada bagian pinggir, yaitu antara tumpuan A dan C 1 atau antara tumpuan C4 dan 8 kita dapat menentukan:

dan - a1 · I + a � - a �

156

I a1 = - = 0 125 / 8 •

7 b1 = 8 , = o,875 /

f 2 8

q . J 2 16

Selanjutnya momen Mmax FT dapat kita tentukan sebagai:

q ( 7/8 · / )2 MmaxFl = 8 49

-- q · f l 5 12 q . f l

= 0 0957 q . / 2 ::::: -. 1 0

Gambar 3 . 6 . 1 . f.

Karena atas dasar perhitungan ini kita mengetahui, bahwa momen bidang pinggir Mmax Fl menjadi lebih besar daripada Mmax F kita harus memperhatikan dua kemungkinan untuk mengatasi kejadian ini dalam praktek: a . ) Memperkuat bagian balok pinggir (I tidak tetap) atau b . ) memperkecil bagian balok pinggir (/1 < I ) . Penyelesaian dengan a . ) memperkuat balok bagian pinggir ( lihat gambar 3. 6. 1 . f. ) . Kita menentukan pertama-tama ukuran d yang menentukan panjang­nya bagian balok yang perlu diperkuat.

Atas dasar q · c (b1 - c) = � 2 1 6

kita mendapat persamaan berikut: 7 c 2 - - c · l = 8

f 2 8 dengan

dan 7 bl - - 1 8

c = 0, 1 8 /

dan selanjutnya dapat menentukan ukuran d sebagai:

7 d = - 1 - 2c = (0 360) I = 0 51 5 /

8 • •

1 57

r

Penyelesaian dengan b . ) memperkecil balok bagian pinggir kita memperhatikan gambar 3 . 6 . 1 . g. berikut:

5 b, = b = 0 707 1 1 "" - I ' 7 1 A

a1 = a = 0 1 4645 1 ""- - I ' 7

dan dengan begitu ukuran 11 pada bagian pinggir menjadi :

1 1 = (0.707 - 0, 1 4645) I

= 0,8536 1 ""- � I

Gambar 3 . 6. 1 . g.

3. 6. 2. Contoh-contoh

q ---i a 1--- b ---l a 1---

Contoh 1 : Sebuah pabrik sebesar 1 5. 00 x 27,00 m diatapi dengan 4 konstruksi rangka batang dengan lebar bentang 1 5, 00 m . Peran-peran kayu kelas 1 1 sebagai balok rusuk Gerber dipasang demikian rupa, sehingga momen MF dan M5 menjadi sama. Be ban oleh konstruksi be rat sendiri dan gaya angin sebesar 400 kg/ m ( l ihat gambar 3. 6. 2 . a . berikut) .

Penyelesaian: Bagian pinggir menjadi 0,8536 I. Atas dasar ini kita dapat menentukan ukuran­ukuran seperti berikut:

0 20 2 . 0,8536 1 + 3 1 = 27 + 2 . -'-2 27,20 I = -- = 5 78 m 4,707 ' 27,20 - 3 . 5,78 /1 = = 4,93 m 2

a = 0 , 1 465 · 5,78 = 0,85 m b = 5,78 - 2 · 0,85 = 4,08 m b1 = 4,93 - 0,85 = 4,08 m

ukuran-ukuran l ihat gambar 3 . 6. 2. b.

1 58

J--------27,00 ------�

Gambar 3. 6. 2. a .

menurut rumus (3. 19 . ) Mmax menjadi : 400 . 5,782

Mmax = 1 6

400 . 4 082 ( --' - ) = 835 kgm 8

d. M 83'500 Wx yang rperlukan = -_ - = = 835 cm3

0 100

Menurut tabel l . 2. 4. ( N ilai-nilai balok segiempat) pada lampiran dapat kita memilih ukuran balok sebesar 12/22 cm ( dengan Wx = 968 cm3 > 835 cm3) .

Contoh 2: Pada konstruksi atap contoh 1 ditentukan, bahwa jarak konstruksi rangka batang harus sama, , dan balok rusuk Gerber dibuat dari profil baja ST 37 (a = 1 '600 kg/ cm2) yang diperkuat pada bagian pinggir. Penyelesaian: Penentuan ukuran-ukuran jarak tumpuan I: I = 27,20 = 5 44 m

5 '

Penentuan momen maksimal pada bagian-bagian tengah : 400 . 5,442

Mmax = 1 6 = 740 kgm

Penentuan momen maksimal pada bagian pinggir:

400 5,442 Mmax = 1 0 = 1 184 kgm

Penentuan ukuran jarak engsel dsb . :

a = 0, 1465 · 5,44 = 0,80 m b = 0,7071 · 5,44 = 3,84 m c = 0, 1 80 · 5,44 = 0,98 m

a1 = 0, 1 25 · 5,44 = 0,68 m b1 = 0,875 · 5,44 = 4, 76 m d = 0,515 · 5,44 = 2,80 m

_,.__ 5;# ----- 5;44. ----<0.,_- 5,44. ---<�­�------�----- ----- 27,20 ---------------------

Gambar 3. 6 . . 2. c .

1 59

Penentuan ukuran profil baja ST 37 pada bagian-bagian tengah:

. M 74'000 --46.3 cm3 Wx yang d1perlukan = -- = 6 1 '600

Menurut tabel l . 2. 3. ( Nilai-nilai bahan baja profil) pada lampiran dapat kita memilih ukuran profil sebesar l NP 12 ( dengan Wx = 54,7 cm3 > 46,3 cm3) . Penentuan ukuran profil baja pada bagian pinggir:

M 1 1 8'400 Wx yang diperlukan = -- = = 74 cm3 6 1 '600

Ukuran baja profil yang dipilih: I N P 12 diperkuat dengan dua U N P 8 menurut gam­bar 3. 6. 2. d. berikut:

f x ��P 12

[NPB NPB

Gambar 3. 6. 2 . d.

Penentuan momen lembam I pada profil baja yang diperkuat menurut rumus berikut:

Is = 11 + 12 + !3 + . . . . . + F1 • e 1 + F2 . e2 + F3 . e3 + . . . . . .

Is = 328 + 1 06 + 1 06 = 540 cm4

Is 540 Ws = --- = -- = 90 cm3 > 74 cm3 emax 6

3. 7. Konstruksi portal tiga ruas dan konstruksi busur tiga ruas

3. 7. 1 . Pengetahuan dasar

Pada konstruksi portal tiga ruas dan konstruksi busur tiga ruas kita harus mencari' em pat reaksi turripua-rl'.pada �U!Tl..QY!HL�en9i . Karena kita hanya mem­punyai tfga syarat keseimbangan kita harus memasang suatu e!!g§el dengan M = 0, sebagai sarat keseimbangan keempat. :,- '- ·

Dengan begitu sistim portal atau busur tiga ruas menjadi statis tertentu, sama seperti tadi balok rusuk Gerber. Karena sistim portal atau busur tiga ruas menjadi statis tertentu konstruksi ini tidak dapat mengalami kesukaran oleh penurunan tum-puan dsb. /

1 60

Pada konstruksi portal tiga ruas kita mempunyai dua batang tegak dan satu batang yang miring atau horisontal yang berengsel . Sambungannya pada sudut-sudut menjadi kaku dan dapat menerima dan menyalurkan rnomen. Dengan konstruksi busur tiga ruas dimaksudkan suatu busur berbentuk busur l ingkaran atau parabol . �el biasanya dipasang�a tumpua� da� titjk pup­�- Bentuk busur biasanya dipilih demikian rupa, sehingga momennya yang timbul sekecil mungkin. Bentuk busur yang pal ing ekonomis adalah busur yang mengikuti sistim garis tekanan, walaupun dalam jangkanan buku ini kita hanya sedikit men­dapat pelajaran atas sistim garis tekanan itu pada bab 3. 7. 3. ( Konstruksi busur tiga

,. ruas) . I I

3. 7. 2. Konstruksi portal tiga ruas

Pada konstruksi portal tiga ruas, menurut gambar 3. 7. 2. a. berikut, ni lai­ni lai yang belum diketahui adalah : Ukuran dan sudut reaksi tumpuan masing­masing, atau komponen horisontal dan vertikal pada tumpuan masing-masing.

I I

I

[f I \ I \ I p \

\ \ \ \ \

\ \

Gambar situasi Penyelesaian secara gratis Gambar 3. 7. 2. a .

b

r 8

Gambar gaya

I I

urat nisbi I 1 I I b ------TtB• HB

Penyelesaian secara analitis Gambar 3. 7. 2. b.

1 . Konstruksi portal tiga ruas dengan satu gaya sejajar anting: Pada konstruksi portal tiga ruas dengan satu gaya sejajar anting, menurut gambar 3. 7. 2. b. di atas, dicari: reaksi tumpuan masing-masing, momen-momen, gaya !in­tang dan gaya normal . Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan secara gratis ( lihat juga gambar 3. 7. 2. a . ) : Pada sistim portal tiga ruas ini bekerja tiga gaya P, A. B. K(l_ren13 bagian kanan dari s.i,stim portal tiga ruas tidak men�rii'Tla_�eban, ma�a garis kerja reaksi B dapat diten­ty�an ��-�e�a pacja '�b d�� :;;-�_()_!!l�ri �arllslme'Bf�'i:Ji� Garis b-g kita perpanjang sampa1 k1ta mendapatkan t1t1kt0tong f dengan gans kerJa gaya P. �arena tiga gaya

161

, ,

\5_�ny� berad�:d_alaf!! keseimba'!gan jikalau mereka 111empuny_ai s�tu� titik t?!J9�ap bersama (f) kita dapat menentukan garis kerja reaksi tumpuan A sebagai garis penghubung titik tangkap f dan titik tumpuan a. Dengan gambar gaya kita dengan mudah dapat menentukan nilai RAv , Rev dan reaksi horisontal yang kita tentukan dengan HA = He.

Penentuan reaksi tumpuan secara anal itis ( lihat gamba� 3. 7. 2. b . ) : Kita menggunakan persamaan kes�imbangan I:Jerikut: l..Mb = o ; l..Ma l..H = o <)lengan persamaan momen l..M9 = o.

l..Ma = 0 = Rev · 1 - P · a

l..H = 0 = HA - He I

M9. = 0 = Rev · - - He · h 1\.tln(:v; 2

p . a

p . a Rev = -1-

: _ ,'"r Yl(l:.-·--�

- Re · I He = __ v _ -- · -- = p . a

-- = HA 2h 2h I 2h

Hasil ini kita dapat juga jikalau sebelah kiri dari engsel g dih itung sebagai:

M = 0 = RA · �'- - HA · h - P (_I_ - a ) 9k / f' J V 2 2

oleh karena b = / - a kita dapat:

I • 2 p . _l_ + P · a]

2

o dan

HA = _1� [ P U - a) . _I_ _ p . _I_ + p . a] = _1_ [ �I _ P�a _ �I + p . a] h I 2 2 h 2 2 2

P · a -- = He 2 h

A tas dasar dua kemungkman di atas kita dapat menentukan, bahwa perhitungan reaksi tumpuan kita kerjakan pada perhitungan dari bagian dengan gaya yang be­kerja paling sedikit pada r_nomen M9, yaitu pada contoh ini sebelah kanan .

Penentuan momen-momen: Pada tiang a-c

1 62

P · a My = - HA · Y = - -v;- Y

P · a P · a Me = - HA · h = - -- h = 2h 2

Pada tiang b-d p . a Md = � Ha · h = -- -� ka rena Ha = HA

2 Pada batang yang horisontal pada titik x

P - b P · a P · b P · a Mx = RA · X � HA · h = ---X - �--h = - - -X - --- -

Pada titik x = a

/ 2h I 2 p . a

2

P · a · b Oleh karena pada rumus M7 bagian �-T- ·- menjadi momen pada suatu sistim

dasar, yaitu balok tunggal dengan satu gaya P sembarang ( l ihat gambar 3. 7. 2. c . berikut) , kita dapat dengan m omen Me , Md d a n M7 mengga mbar diagram m omen seperti terlihat pada gambar 3. 7 . 2. d. berikut. Kita pertama menggambar diagram momen pada tiang a-c dan b-d dengan -- HA · h = � Ha · h = � P · a/2 kita dapatkan titik c' dan d ' dan kem udian c " dan d " . Selanjutnya kita menghuburigkan titik c" dan d " . Pada garis ini kita menggambar diagram momen dari sistim dasa r menurut ga mba r 3. 7 . 2. c. dan mendapatkan diagram momen . J ikalau gambar diagram benar, momen M9 menjadi nol .

S uatu momen menjadi positif ( + ) , j ikalau pada dala mnya portal ( pada urat nisbi) timbul gaya tarik, dan menjadi negatif ( � ) seba iiknya .

c" /" d"

I

!_a_ f -- ---t Bv

Gambar 3. 7. 2 . c . Gambar 3 . 7 . 2 . d.

Penentuan gaya lintang 0: Pada tiang a-c Pada bagian batang horisontal c-1 Pada tiang b-d Pada bagian batang horisontal 1-d Penentua n gaya normal N: Pada tiang a-c

Oy 0

O'v 0

N - RA v Pada batang horisontal c-d Pada tiang b-d

N = - HA - Ha N = - Rav

(tekanan) ( tekanan) (teka na n )

1 63

2. Konstruksi portal tiga ruas dengan beban merata pada batang yang horisontal: Pada konstruksi portal tiga ruas dengan beban merata pada batang yang horisontal menurut gambar 3. 7. 2. e. berikut, dicari: reaksi tumpuan masing-masing dan diagram momen. Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan :

q · P 2..Mb = 0 = RAv " 1 - --2

q . 1 2 2..Ma = 0 = Rsv . I - 2 2..H = 0 = HA - Hs

- Penentuan momen M q . 1 2 Me = - HA · h = - --s:flh =

q · I RAv =--2 q · I Rsv = -2-

HA = Hs

a tau

q . 1 2 - ---

8 q · l 2 q · f 2 Md = - H8 · h = - --h = - -- = Me 8 · h 8

_ q · / 2 1 8 -

h !L_}_:_ 8 · h

dan Mx pada titik x sembarang pada batang yang horisontal menjadi:

q · x z q · x z M = RA · x - HA · h - -- = + RA · x - -- - HA · h X V 2 V 2 Diagram momen, lihat gambar 3. 7. 2 . f. dapat digambar seperti pada 1 . Konstruksi portal tiga ruas dengan satu gaya sejajar anting.

,q llillllllllllll!llllllillllllll!lllllll

Gambar situasi Gambar 3. 7. 2. e.

1 64

a b diagram momen M Gambar 3. 7. 2. f .

3. Konstruksi portal tiga ruas dengan gaya yang horisontal pada sudut: Pada konstruksi portal tiga ruas dengan gaya yang horisontal pada sudut menurut gambar 3 . 7 . 2. g . berikut, dicari: reaksi tumpuan masing-masing dan diagram momen. Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan:

lV = 0 = RAv + Rsv

lH = 0 = HA + W - H s I

M = R8 · - - H8·h g V 2

Hs = Rsv · l/2 =

W· h h

//2 h

w 2

W.h

I I W·h Rsv = -�v = + -1-

HA = - W + H8

w HA = - W + -2

w 2

Tanda ( - ) pada R dan H menentukan, bahwa ketentuan menurut gambar 3.7.2.g. berlkut tidak benar dan gaya-gaya tersebut bekerja berlawanan. Penentuan momen M:

w Md = - H8 · h = - - h 2

Diagram momen, lihat gambar 3. 7. 2. h. berikut dapat digambar dengan nilai Me, Md dan M9 yang harus menjadi nol.

w --- �r�-�-�-�-�-�-�g�-�-�-�-�w--r I I I ( ( 2 2

b i l ----Its He

Gambar situasi Gambar 3. 7 . 2 . g.

a

d"

b diagram momen M

Gambar 3. 7. 2. h.

4. Konstruksi portal tiga ruas dengan beban merata pada tiang kiri: Pada konstruksi portal tiga ruas dengan beban merata pada tiang kiri menurut·gam­bar 3 . 7. 2 . i . berikut, dicari reaksi tumpuan masing-masing dan diagram momen M.

1 65

Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan:

h 'i.M6 = 0 = RAv·l + w·h · 2

.lV = 0 = RAv + Rev

.lH = 0 = HA + w· h - He

I = 0 = Rev· 2 - He· h

He = Rev · l/2

h

w · h 2 _j_ 2 1 2

h

w·h2/2 - --- = I w-IT

21 W·h2

Rev = - RAv = + --21 HA = - w·h + He

w · h 4

W · h HA = - w · h + H8 = - w · h + --

4 3

W · h 4 Penentuan momen M:

3 h · Me = 4 w·h·h - w·h· 2 M H

, W·h ,

v· = - a· v = - T v w-h Md = - H8·h = - -4- h =

3 W·h2 - w·h2 -4 2

W · y 2 2

Persamaan My menjadi suatu pafabol . Titil< y pada Mmax y mempunyai jarak dari tumpuan A sebesar :

1 66

_:!!!!t_ = 0 = � w · h - -2w · Y dengan hasil sebagai y = . 43 h

� 4 2 selanjutnya mon'en Mmax y menjadi 9/32 · w · h2. D iagram momcr., lihat gambar 3. 7. 2. k. berikut dapat digambar dengan nilai-nilai momen M yang telah ditentukan:

Gambar situasi Gambar 3 . 7. 2. i.

d

-,.._ b -t­----l·ts Hs

diagram momen M Gambar 3. 7. 2 . k.

5. Konstruksi portal tiga ruas dengan gaya pada konsole pada tiang kiri:

Pada konstruksi portal tiga ruas dengan gaya pada konsole pada tiang kiri menurut gambar 3. 7. 2. m. berikut, dicari: reaksi tumpuan masing-masing dan diagram m omen. Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan:

'i.Mb = 0 = RAv · I - P {/ - c) R _ P (l - c)

Av - I

1 PJ{I - - IJ 8

'f.. V Rav = P - RAv = � P

'i.H

Penentuan momen M:

pada tiang b-d

1 pada batang yang horisontal Ma = - 16 P·l

Me = + Rav · I - Ha · h

1 I 8 P· 2

h

!_ p 8

P·l 16 h

1 1 8 P · l - 16 P · l = + 16 P · l

Pada titik simpul 1 :

sebelah atas 3 M1 = Rav·l - H8 · 4 h

1 1 P·l 3 1 3 5 = - P·I - - ·-· - h - - P·I - - P·I - - P·I 8 16 . h 4 8 64 64

sebelah bawah

sebelah kanan

3 M1 = - HA· - h = 4 1

M, = - P· - 1 8 Hasil ini pada titik simpul 1 dapat kita periksa dengan persamaan momen 'f..M1 = 0 Sebagai berikut:

5 3 1 M, - M, 0 - M, u + M1k = - 64 P · 1 - 64 P · l + 8 P · l = 0

Gambar 3. 7. 2. 1 .

167

Oleh karena hasil pada titik 1 benar kita dapat menggambar diagram momen seperti terlihat pada gambar 3. 7. 2. n . berikut:

d 9- ---- i I I I

-<:: I I

rr l 2 i 'a b1 Ji. HA A t---- t _ ___fB

Gambar situasi Gambar 3. 7. 2. m.

a b diagram momen M

Gambar 3. 7. 2. n.

Catatan: Pada semua contoh yang telah dikerjakan kita hanya memperhatikan konstruksi portal tiga ruas yang simetris, walaupun sebetulny€1 juga ada kemungkinan konstruksi portal yang tidak simetris �perti terlihat pada gambar 3. 7. 2. o. berikut. Akan tetapi penyelesaiannya tidak berubah dari contoh yang telah diselesaikan . M aka dalam buku ini kita membatasi diri atas konstruksi portal tiga ruas yang simetris.

Gambar 3 . 7. 2 . o.

3. 7. 3. Konstruksi busur tiga ruas

Pada prinsipnya konstruksi busur tiga ruas menjadi sama dengan konstruksi portal tiga ruas. Ukuran konstruksi busur tiga ruas ditentukan oleh lebar bentang I dan tingginya pada titik puncak dengan kependekan f. Perbandingan f// bisa kecil pada konstruksi busur tiga ruas dan harus lebih besar pada konstruksi busur dua ruas dan konstruksi busur terjepit. Pada umumnya ditentukan pada:

Konstruksi busur tiga ruas f/1 = // 10 . . . . . // 12 Konstruksi busur dua ruas f/1 = 1/7 . . . . . 11 10 Konstruksi busur terjepit f/1 = 116 . . . . . 1/7

Keuntungan konstruksi busur tiga ruas terhadap konstruksi busur yang lain, adalah sistim yang statis tertentu dan konstruksinya yang tidak menga lami kesukaran oleh penurunan tumpuan dan sebagainya .

1 . Konstruksi busur tiga ruas dengan satu gaya:

Pada konstruksi busur tiga ruas dengan satu gaya menurut gambar 3. 7. 3. a . berikut, kita dapat menentukan reaksi tumpuan masing-masing seperti pada

168

konstruksi portal tiga ruas dengan atu gaya secara grafis. Pada konstruksi busur tiga ruas dengan beberapa gaya pada satu bagian busur saja kita dapat menentukan resultantenya dan mencari reaksi tumpuan masing-masing seperti pada satu gaya di atas ( lihat gambar 3. 7. 3. b. berikut) .

Gambar 3. 7. 3. a . Gambar 3. 7. 3. b.

2. Konstruksi busur tiga ruas d engan gaya-gaya pada dua bagian busur:

Penyelesaian secara gratis: Pada konstruksi busur tiga ruas dengan gaya-gaya pada dua bagian busur satu bagian- busur. Kita menentukan resultante R dari gaya-gaya dan kemudian reaksi tumpuan pada tumpuan A 1 dan 81 seperti biasa. Selanjutnya kita memperhatikan bagian busur ke-dua dan menentukan juga reaksi tumpuan pada tumpuan A2 dan 82• Reaksi tumpuan sebenarnya kita dapatkan sebagai resultante A 1 dengan A2 menjadi A dan 81 dengan 8 2 menjadi 8.

Gambar situasi Gambar 3. 7. 3. c.

Gambar gaya

1 69

r

J ikalau kita memilih sebagai kutub titik 0 pada gaya dan bukan kutub sembarang 0' kita mendapat dangan garis pertolongan 1 s/ d 6 pada gambar situasi sistim garis tekanan. Dengan bantuan sistim garis tekanan kita dengan mudah dapat menen­tukan tegangan-tegangan pada suatu potongan sembarang n-n pada busur tiga ruas menu rut gambar 3. 7. 3. d. berikut:

Potongan n-n pada konstruksi busur tiga ruas menurut gambar 3. 7. 3. c. di atas

Gambar 3. 7 . 3 . d.

Menurut contoh dan gambar 3. 7. 3 . d . ini garis pertolongan 2 pada gambar gaya 3. 7. 3. c. menentukan jurusan dan ukuran resultante R2 semua gaya sebelah kiri dari potongan n-n garis pertolongan 2 dengan garis singgung pada garis sumbu busur menentukan sudut a dan jarak e. Resultante R2 kita bagi atas gaya normal N dan gaya lintang Q. Kita boleh menentukan:

N = R2 • cos a 0 = - R2 · sin a M = - N · e

Penentuan reaksi tumpuan menjadi lebih sederhana pada konstruksi busur tiga ruas yang simetris dengan gaya-gaya pada dua bagian busur yang simetris juga, karena pada soal ini hanya perlu diperhatikan satu bagian seperti terlihat pada gambar 3. 7. 3. e. berikut:

Gambar situasi Gambar gava Gambar 3. 7. 3. e.

Penyelesaian secara analifis:

Seperti pada portal tiga ruas kita membagi reaksi tumpuan atas komponennya RAv dan R8v dan komponennya yang berada pada garis penghubung a-b, yaitu H'A dan H'8. Selanjutnya dapat kita tentukan:

1 70

Mb = 0 = RAv·l - �P·b

�P·b RAv = -1-

M8 = 0 = Rev·l - �.P.a

�P·a Rev = -1 -

Gambar 3. 7. 3. f.

Pada penentuan gaya 'horisontal' H'A dan H'8 kita mendapat bantuan dari dua per­samaan, yaitu �H = 0 dan �Mg = 0 seperti berikut:

�H = 0 = HA · cos a - H'8 · cos a

2 M9 = 0 = RAv · l1 - H'A · f . cos a - �P (/1 - a) 1

1 2 H'A · cos a = - [ RAv · l1 - � P (/1 - a)} f 1

Pada rumus ini bagian dalam tanda kurung menjadi momen pada balok tunggal sebagai sistim dasar pada titik engsel g. Jikalau kita menentukan momen itu sebagai M90, kita dapat menulis:

, � H A · cos a = f

( l ihat juga bab 9. 4. 1 . Garis pengaruh pada busur tiga ruas, perhitungan dengan beban yang tetap)

Pada potongan sembarang n-n kita mendapatkan :

M omen Mn menjadi: n

Mn = RAv·x - H'A. cos a. y - �P (x - a)

n N = !RAv - �P]sin cp 1

= H'A· cos lcp1- a)

Gambar 3 . 7. 3 . g.

17 1

Pada rumus gaya normal N bagian dalam tanda kurung menjadi gaya lintang 0 pada balok tunggal sebagai sistim dasar pada titik n. Jikalau kita menentukan gaya lintang itu sebagai Ono kita dapat menulis: N = - f0n0.sin cp - H'A · cos·(cp - a)}

Kemudian kita dapatkan gaya l intang On sebagai: n

On = {RAv - � P} cos cp - H'A · sin (cp - a) = Ono . cos cp - H'A . sin (cp - a) 1 Karena nilai a pada tiap-tiap potongan sembarang n-n berubah, akan kita hitung suatu contoh yang sederhana sebagai keterangan.

Contoh: Pada suatu konstruksi busur tiga ruas berbentuk parabol dengan engsel pada titik puncak dan suatu gaya P pada 1 I 4 sebelah kiri menu rut gambar 3. 7. 3. k. berikut. Perbandingan tinggi titik puncak dengan lebar bentang menjadi f! 1 = 1 /6 . Dicari reaksi tumpuan masing-masing, diagram gaya lintang, gaya normal dan momen. Penyelesaian: Penentuan reaksi tumpuan: �Mb = 0 = RAv·l - P·O, 75 /

�Ma = 0 = Rsv·l - P·0,25 1

�H = 0 = Ha - Hb

RAv = 0,75 P

Rev = 0,25 P

H = Ha = Hb

I Ma = 0 = Rsv'0,5 1 - H f = 0,25 P·0,5 / - H· 6 H = 0,75 P

Penentuan gaya lintang 0 dan gaya normal N pada titik x sembarang sebelah kiri dari titik puncak:

H � a: ,., a#�. o X ff

Gambar 3. 7. 3. h .

�-· l. If 0 = 0� - H'.! = 00 • cos cp - H · sin cp N = - 0� - HN = - 00 • sin cp = - H · cos cp

Penentuan gaya lintang 0 dan gaya normal N pada titik x1 sembarang sebelah kanan dari titik puncak:

172

illt:J�Q ' i/ ,. .

0 00·cos cp + Hsin cp

N - 00·sin cp - H·cos cp

- -

Penentuan momen lentur M pada titik x menjadi:

M = M0 - H · y y menjadi, pada bagian busur sebelah kiri dari titik puncak:

4f y = !2 x {1 - x)

y' menjadi, pada bagian busur sebelah kanan dari titik puncak:

4f y ' = tan cp = - (I - 2x) f2

Untuk perhitungan selanjutnya kita menggunakan tabel seperti berikut:

1 2 3 4 5 6 7 8

titik X y y ' = tan if' <f' O sin <fJ cos <fJ Oo

1 - I · p . �---

a 0,0 0,0 0,666 33,7 0, 5547 . 0,8321 0,75

1 *''' 0,25 0 , 125 0,333 1 8,43 0,3162 0,9487 0,75

1 kanan 0,25 0, 125 0,333 1 8,43 0,3162 0,9847 - 0,25

2 0,5 0 , 1 66 0 0 0 1 ,0 -0,25

3 0,75 0 , 125 0,333 - 18,43 ---- 0,31 62 0,9487 -0,25

/y 1 ,0 0 0,666 -33,7 - 0, 5547 0,8321 -0,25

1 10 1 1 12 1 3 1 4 1 5 16 titik H · sin <fJ 0 = 00 • sin <fJ H · cos if' N = Mo H · y

baris. 9-10 baris. 12-13 P· p . p . P - p . P · l · P · l -

a 0,416 0,208 0,416 0,624 - 1 ,04 0 0 1 klfi 0,2372 0,4743 0,2372 0,7 1 1 5 -0,949 0, 1875 0,0938

1 kanan 0,2372 -0,4743 - 0,079 0,71 1 5 - 0,6324 0 , 1875 0,038

2 0 - 0,25 0 0,75 - 0,75 0 , 1 25 0, 125

3 -0,2372 0 0,079 0,7 1 1 5 -0,7905 0,0625 0,0938 b - 0,416 + 0,208 0 , 1387 0,624 - 0,7627 0 0

9

00 - cos <fJ

p . 0,624

0,71 1 5

- 0,2371

-0,25

-0,2371

- 0,208

1 7 M =

baris. 1 5- 1 6 P · l ·

0

0,0938

0,0938

0

-0,03125 0

1 73

Gambar situasi

diagram gaya l intang Q paua busur sebagai u rat nisbi

diagram gaya normal N pada busur sebagai urat nisbi

Gambar 3. 7 . 3. k.

Pada barisan 1 1 adalah ordinat gaya l intang Q, pada lajur 14 ordinat gaya normal N dan pada lajur 1 7 ordinat momen lentur M. Pada diagram-diagram gambar 3. 7. 3. k. di atas ordinat ini digambar pada busur

· sebagai urat nisbi . Pada umumnya diagram gaya l intang Q, gaya normal N dan momen lentur M tidak digambar pada busur sebagai u rat nisbi, melainkan pada sistim dasar, yaitu pada suatu balok tunggal dengan lebar bentang l yang sama seperti pada konstruksi busur tiga ruas yang diperhatikan . l menjadi suatu proyeksi dari panjangnya busur b sebagai l = b · cos cp dengan cp yang selalu berubah. Untuk perhitungan kita gunakan tabel yang menentukan nilai Qlcos cp dan NI cos cp seperti berikut:

titik cos cp Q Qlcos cp N NI cos cp a 0,8321 0,208 0,25 - 1 ,04 - 1 ,25 1 kiri 0,9487 0,4743 0,5 -0,949 - 1 ,0 1 kanan 0,9487 -0,4743 -0,5 -0,6324 -0,666 2 1 ,0 -0,25 -0,25 -0,75 -0,75 3 0,9487 0 0 -0,7905 -0,833 b 0,8321 0,208 0,25 -0,7627 -0,91 66

Nilai 01 cos cp dan NI cos cp dapat juga ditentukan dengan rumus-rumus berikut:

01 cos cp = 00 - H . tan cp NI cos cp = - 00 · tan cp - H

174

Gambar situasi

diagram gaya lintang Q pada SIStlm dasar dengan faktor 0/ cos cp (dengan cp yang selalu berubah)

diagram momen M

diagram gaya normal N pada s1st1m ::r: ::'!� dasar dengan faktor NI cos cp (dengan tf-=-"=,hU.f"ld.±:l:±JtJ±tJj.t=__j" cp yang selalu berubah )

Gambar 3 . 7 . 3 . I .

1 75

4.

4. 1.

Konstruksi rangka batang (vakwerk)

Pengetahuan dasar

Konstruksi rangka batang sebetulnya masih semacam konstruksi batang, dengan batang masing-masing hanya menerima gaya tekan atau tarikan . Konstruksi rangka batang terdiri dar i batang-batang yang lurus dan yang disam­bung pada titik simpul. Perhitungan konstruksi rangka batang berdasarkan ke­tentuan-keentuan seperti berikut: 1 . Menurut ketentuan Kart Culmann 1852 pada tiap-tiap titik simpul garis sumbu

dan garis kerja masing-masing harus bertemu pada satu titik, dan bekerja sebagai engsel .

, titik simpul (engsel )

Gambar suatu titik simpul pada konstruksi rangka batang

Gambar 4. 1 . a.

Oleh karena ketentuan ini hanya digunakan dalam perhitungan (tetapi) maka pada praktek titik simpul tidak sela lu menjadi engsel, lihat gambar 4. 1 . a . , dan sebetulnya pada batang tekan maupun batang tarik ada. juga gaya l intang dan momen. Tetapi gaya lintang dan momen yang bisa timbul menjadi maksimal 20% dari gaya batang yang diperhitungkan dengan titik simpul sebagai engsel; maka pada umumnya boleh diaba ikan saja. 2. Beban-beban pada konstruksi rangka batang hanya boleh bekerja pada

titik simpu l . Ketentuan ini pada praktek juga sering tidak tepat. Misalnya berat sendiri sebetulnya suatu beban merata, atau pada konstruksi atap timbul satu per an di pertengahan antara dua titik simpul . Beban ini biasanya dibagi atas titik simpul yang terdekat.

1 76

. ...

Gambar 4. 1 . b.

Sesudah perhitungan gaya pada batang masing-masing selesai, sebaiknya batang tepi atas dihitung kembali sebagai balok terusan. Pada perhitungan ukuran balok kita akan memperhatikan pengaruh oleh gaya batang maupun gaya lintang dan momen karena perhitungan batang tepi atas sebagai balok teru!!an at.au balok tunggal menurut keadaan.

�IIIIIIIIIIIIIIIIIW"'4 ,.., Gambar 4. 1 . c .

3. Garis sumbu batang masing-masing harus lurus. J ikalc.u ada batang yang bengkok akan timbul momen seperti pada batang dengan �eban merata. .,

H, �S;J N :::mfllllllll!lllll� Gambar 4. 1 . d .

1 77

4. J ikalau pada suatu titik simpul garis sumbu masing-masing tidak bertemu pada satu titik, kita harus memperhatikan supaya jumlah momen yang timbul

oleh eksentrisitas ini menjadi nol .

/ 0

Gambar 4. 1 . e.

Catatan: Jikalau pada konstruksi rangka batang semua batang berada dalam satu bidang, maka konstruksi itu adalah suatu konstruksi rangka batang dalam satu bidang . J ikalau pada konstruksi rangka batang tidak semua batang berada dalam satu bidang, maka konstruksi itu disebut konstruksi rangka batang dalam ruang. B iasanya konstruksi rangka batang dalam ruang dapat dibagi atas beberapa konstruksi rangka batang dalam bidang, yang memudahkan perhitungannya. Dalam bab ini kita akan membicarakan hanya konstruksi rangka batang dalam satu bidang .

4. 2. Pembangunan konstruksi rangka batang

4. 2. 1. Ketentuan statis Suatu konstruksi rangka batang menjadi statis tertentu jikalau kita dapat

menentukan reaksi tumpuan dan gaya batang masing-masing dengan syarat keseimbangan . Selanjutnya kita memperhatikan suatu titik simpul m sembarang pada suatu konstruksi rangka batang.

1 78

+X Serrr 1 Gambar 4. 2. 1 . a .

Semua gaya P yang bekerja pada t it ik simpul m dan semua gaya batang S harus seimbang. Ketentuan ini dapat kita tulis sebagai berikut:

LX Pm · cos f3m + :LS · cos a = 0 L:y Pm · sin f3m + L:S · sin a = 0

(4. 1 . )

Pada suatu konstruksi rangka batang dengan banyak titik simpul k kita mempunyai dua kmi k ketentuan keseimbangan untuk menentukan gaya batang s masing­masing dan reaksi tumpuan a masing-masing, seperti terlihat pada rumus berikut:

s + a = 2 · k (4. 2 . )

Contoh: Pada konstruksi rangka batang dengan tiga batang yang menjadi konstruksi rangka batang yang pal ing sederhana kita buktikan rum us (4. 2 . ) i ni seperti terlihat pada gambar 4. 2. 1 . b. berikut:

\

Gambar 4. 2. 1 . b.

179

~ l

8� i I

Reaksi tumpuan masing-masing banyaknya batang banyaknya titik simpul kemudian dapat kita tentukan

a = 3 s = 3 k = 3 s + a = 2 · k

I iii.

Oleh gambar gaya I s/d I l l kita telah menyelesaikan tiga persamaan keseimbangan pada titik simpul A, 8 dan C, dan dengan begitu mendapat nilai gaya batang 1 ,2 dan 3 beserta reaksi tumpuan Ah , Av dan B. Kita mulai penyelesaian ini pada titik simpul C karena pada titik simpul itu hanya ada

· dua gaya batang yang dicari . Akan tetapi kita juga boleh menentukan reaksi tum­puan masing-masing dahulu oleh persamaan keseimbangan pada bidang (lihat bab 1 . 5 . Syarat-syarat keseimbangan) dahulu dan selanjutnya mulai penyelesaian pada titik simpul A a tau 8.

4. 2. 2. Kestabilan konstruksi rangka batang .

Ketentuan rum us (4,_ 2 . ) hanya menentukan, bahwa sua tu konstruksi rangka batang menjadi statis tertentu , akan tetapi bukan agar konstruksi rangka batang menjadi stabil atau tidak . Misalnya dua k6nstruksi rangka batang berikut, lihat gambar 4. 2 . 2 . a. memenuhi rumus (4. 2. ) , akan tetapi hanya contoh pertama menjadi stabil. Contoh kedua menjadi tidak stabil karena suatu bagian berbentuk persegi-empat dan pada satu bagian diagonalnya bersilangan dan menjadi statis tidak tertentu .

1 80

s

a k

25 1 3 s + a = 2 · k 1 4

Gambar 4 . 2 . 2 . a .

4. 2. 3. Pembangunan dan bentuk pada konstruksi rangka batang

J ikalau kita mulai membangun suatu konstruksi rangka batang dengan konstruksi rangka batang yang paling sederhana, yaitu suatu segitiga, dan akan memasang dua batang lagi dengan satu titik simpul bersama, kita mendapat suatu jaring terdiri dari segitiga-segitiga. Tiap-tiap titik simpul yang kita tambahkan, diikuti oleh dua persamaan keseimbangan dan dengan begitu konstruksi rangka batang selalu menjadi statis tertentu dan juga stabil.

Menurut bentuknya, pembangunan kita bedakan atas:

0: batang tepi atas U: batang tepi bawah D: batang diagonal V: batang vertikal

Gambar 4. 2. 3. a.

1. Konstruksi rangka batang dengan tepi a tas dan bawah sejaja r:

bebanan (mis. jalan jembatan dsb . ) -- · -- · -- · -- . -- · -- · -- · --V . -- · -- · -

konstruksi rangka batang dengan diagonal turun

konstruksi rangka batang dengan diagonal naik-turun

Konstruksi rangka batang dengan diagonal saja

181

konstruksi rangka batang berbentuk K ( biasanya sebagai suai angin) Gambar 4. 2. 3. b.

Konstruksi rangka batang dengan tepi atas dan bawah sejajar merupakan kons­truksi yang paling mudah untuk dibuat. Biasanya untuk jembatan, derek portal dsb. 2. Konstruksi rangka batang berbentuk parabol:

konstruksi rangka batang dengan diagonal tu run -- - -- - -- · --- · --- · -- - -- · --- · -- · -

konstruksi rangka batang dengan diagonal turun-naik Gambar 4. 2. 3. c.

Konstruksi rangka batang berbentuk parabol paling rumit pembuatannya dalam praktek, maka jarang digunakan . 3 . Konstruksi rangka batang berbentuk parabol separuh:

. . . -- · --

N\L\[\[/j/11/12 konstruksi rangka batang dengaJ;� diagonal tu run

konstruksi rangka batang dengan diagonal naik-turun Gambar 4. 2. 3. d.

182

a • I

d)

- ---- - --��- ------

Konstruksi rangka batang berbentuk parabol separuh dengan diagonal yang turun menjadi konstruksi yang pal ing ekonomis pada konstruksi jembatan dengan lebar bentang yang besar.

4. konstruksi rangka batang berbentuk segitiga:

b) c)

e) f l I

Gambar 4. 2. 3. e. a ) konstruksi rangka batang sistim Jerman b) k.onstruksi rangka batang sistim Belgia c) konstruksi rangka batang sistim l nggeris d) konstruksi rangka batang pada sengkuap ( luvel) e) konstruksi rangka batang sistim Wiegmann atau Perancis f) konstruksi rangka batang pada atap gergaji ( shed) Konstruksi rangka batang berbentuk segitiga, oleh bentuknya terutama di­pergunakan bagi konstruksi atap .

4. 3. Penentuan gaya batang

4. 3. 1 . Perhitungan gaya batang menurut Cremona

Dalam bab 4. 2. ( Pembangunan konstruksi rangka batang) kita telah menentukan cara pembangunan konstruksi rangka batang yang statis tertentu dan stabil dengan menggunakan segitiga demi segitiga . Menurut ketentuan keseimbangan yang bisa di lakukan secara gratis dengan meng­gambar satu poligon batang tarik untuk setiap titik simpu l , kita dapat menentukan gaya batang pada suatu titik simpul sembarang, j ikalau kita ketahui satu gaya batang dan dapat mencari dua gaya batang . Dengan memperhatikan ketentuan keseimbangan secara grafis ini kita dapat menutup poligon batang tarik ( l ihat gam­br · 4 . 3. 1 . b . ) pada tiap-tiap titik simpu l . M •murut Cremona kita dapat menggunakan pengetahuan in i dengan mem­perhatikan suatu jurusan pemasangan gaya pada poligon batang tarik, m isalnya selalu dalam arah jarum jam, dan untuk poligon batang tarik pada titik simpul

1 83

berikut digunakan sebagian dari poligon batang tarik yang sebelumnya. Dengan begitu dapat kita peroleh selalu gambar poligon batang tarik yang tertutup (yang seimbang) , dan bisa diketahui apakah hasilnya betul atau salah.

Penye/esaian secara Cremona: 1 . Penentuan reaksi tumpuan masing-masing seperti pada balok tunggal dengan

gambar situasi dan gambar gaya (poligon batang tarik) atau secara analitis.

jurusan kerja mengitar

Gambar situasi skala 1 : . . . . .

Gambar gaya Poligon batang tarik

Gambar 4. 3. 1 . a .

2. Penentuan jurusan yang akan dilakukan pada penyelesaian pekerjaan. Menurut pengetahuan keseimbangan secara gratis dapat kita gambar satu poligon batang

tarik pada setiap titik simpul .

titik simpul CD : titik simpul @ : titik simpul @ :

Gambar 4. 3. 1 . b.

1 84

' >

. .

------·· =�==

3. Kita dapat memudahkan pekerjaan dengan menggunakan gambar Cremona. Kita pasang semua gaya luar sesuai dengan jurusan yang dipilih sebagai batang

poligon tarik ( l ihat garis tebal pada gambar 4. 3. 1 . c. berikut), selanjutnya kita mulai misalnya dengan titik simpul 1 : Reaksi tumpuan A sudah diketahui tinggal dibagi atas 0 dan U dengan jurusan yang diambil pada gambar situasi 4. 3. 1 . a. Beri tanda mata panah jurusan gaya itu dan ukwr nilainya menurut skala gambar Cremona. Selanjutnya sambung pada titik simpul 2, kemudian titik simpul 4 dan seterusnya. Pada akhirnya gambar Cremona harus menjadi tertutup:

Gambar Cremona skala 1 cm = . . . . . t

Gambar 4. 3. 1 . c .

Contoh-contoh sebagai keterangan lihat pad a bab 4. 5. ( Contoh-contoh) .

4 . 3 . 2 . Perhitungan gaya batang menurut Cullmann

Pembagian satu gaya R pada tiga garis kerja secara grafis menurut Karl Cullmann 1821 - 1881 sudah dibicarakan pada bab 1 . 3. 4 .

185

/ /

/

/ /

/

s

Gambar situasi dengan skala 1 : . . . . . Gamba r 4 . 3. 2. a .

Gambar gaya, skala 1 : . . . . .

Kita memotong konstruksi rangka batang ini dengan potongan s-s sembarang atas dua bagian . Pada kedua bagian itu gaya batang 0, D dan U harus seimbang. Penyelesaiannya selangkah demi selangkah : 1 . Penentuan reaksi tumpuan masing-masing seperti pada balok tunggal secara

gratis atau analitis. 2. Pilih potongan s-s demikian rupa, sehingga hanya tiga gaya batang yang belum

diketahui dikenai. 3. Tentukan resultante R (gaya-gaya P dan reaksi tumpuan) pada bagian yang

dipotong. 4 . Bagi resultante R ke dalam tiga gaya 0, D dan U yang belum diketahui . Karena

titik potong garis kerja gaya U dan 0 tidak berada di atas kertas, kita pilih suatu gaya pertolongan H.

5 . Dengan memilih suatu potongan s-s yang lain kita dapat menentukan semua gaya batang yang ada, akan tetapi cara ini akan gagal jikalau pada suatu potongan s-s ada lebih dari tig3 gaya batang.

4. 3. 3. Perhitungan gaya batang menu rut A. Ritter ( 1 847 - 1 906)

Pembagian satu gaya R pada tiga garis kerja secara analitis sudah dibicarakan pada bab J . 3. 4 . Cara itu adalah: Kita memilih sua tu titik kutub sedemikian, sehingga hanya satu dari tiga gaya batang yang dicari menimbulkan suatu momen terhadap titik kutub yang dipilih itu . Kemudian gaya itu dapat diten­tukan dengan rumus M = o dan seterusnya.

1 86

. ....

-- --

- - - - - -

\ u

s

Gambar 4. 3. 3. a .

Gaya batang 0 kita tentukan dengan pilihan titik kutub o pada titik potong garis ker­ja gaya batang D dan U. Dengan resultante R pada bagian rangka batang yang dipotong kita selanjutnya dapat menentukan:

dan kemudian 0 (4. 3 . )

• . Dengan titik kutub u pada titik potong garis kerja gaya batang 0 dari D kita men-dapatkan: r

Rr au - U · fu = 0 dan kemudian u (4. 4 . )

187

Dan selanjutnya dengan titik kutub d pada titik potong garis kerja gaya batang 0 dan Id kita dapatkan:

dan kemudian (4. 5. )

Jikalau batang tepi atas dan tepi bawah menjadi sejajar, rumus (4. 5 . ) tidak dapat digunakan lagi. Lebih baik kita gunakan ketentuan keseimbangan LV = o. Kemu­dian kita menentukan gaya lintang Q pada sistim dasar (balok tunggal ) pada titik potongan s-s. Gaya batang D yang dicari dapat ditentukan:

j ikalau D berjurusan naik, - D = Q -. - (gaya tekan)

sm a

Q jikalau D berjurusan turun, - D = + -- (gaya tarik) sin a

J ikalau pada suatu konstruksi rangka batang dengan tepi atas dan tepi bawah seja­jar ada batang yang vertikal dengan kependekan V, maka kita dapat menentukan

· gaya batang V sebagai berikut:

jikalau D berjurusan naik, - V = + Q (gaya tarik)

jikalau D berjurusan turun,- V = - Q (gaya tekan)

4. 4. Tambahan pengetahuan tentang konstruksi rangka batang belah ketupat dan konstruksi rangka batang berbentuk K

Suatu konstruksi rangka batang belah ketupat menurut gambar 4. 4 . a . berikut menjadi statis tertentu , jikalau konstruksi rangka batang belah ketupat mula i sebelah kiri dengan suatu belah ketupat separuh (segitiga) dan sebelah kanan dengan suatu belah ketupat penuh.

Gambar 4. 4. a .

188

Jikatau konstruksi rangka batang betah ketupat pada ujung kiri dan kanan berakhir dengan separuh betah ketupat (segitiga) seperti tertihat pada gambar 4. 4. b. berikut, maka menu rut rum us (4. 2. ) s + a = 2 k terdapat satu batang terlalu banyak. Oleh karena itu gaya batang tidak dapat dihitung dan konstruksi ini menjadi statis tidak tertentu.

Gambar 4. 4. b .

Kemungkinan ketiga ialah : suatu konstruksi rangka batang belah ketupat berujung kiri dan kanan belah ketupat penuh seperti terlihat pada gambar 4. 4. c . berikut. Konstruksi ini menu rut rum us (4. 2. ) s + a = 2k mempunyai satu batang kurang dan oleh karena itu konstruksi menjadi goyah. Konstruksi ini hanya dapat diperku(Jt dengan menambah satu batang seperti terlihat pada gambar 4. 4. d. berikut. Dengan tambahan satu batang itu sistim ini juga menjadi statis tertentu dan stabil.

P0<4, Ko""'"''' ""gka bataog bolah kotupat yaog goyah

:,-: _ Gambar 4. 4. c .

Kemungkinan-kemungkinan untuk memperkuat konstruksi rangka batang belah ketupat yang goyah supaya menjadi statis tertentu dan stabil .

Gambar 4. 4. d.

Suatu konstruksi rangka batang berbentuk K yang terdiri dari K seluruhnya atau dari K yang terbalik bayangan kembar seperti terlihat pada gambar 4. 4. e. berikut menjadi statis tertentu dan stabil. Konstruksi rangka batang berbentuk K biasanya digunakan sebagai suai angin pada konstruksi jemb.atan dan atap atau pada pem­bangunan tiang listrik yang besar.

1 89

r

J ikalau kita mencari suatu konstruksi rangka batang berbentuk K yang simetris, akan kita dapati dua kemungkinan, yaitu: 1 . Konstruksi rangka batang berbentuk K dengan K di sebelah kiri dan K dalam

bayangan kembar d i sebelah kanan, menu rut gambar 4. 4 . f. berikut. Jikalau kita mulai membangun konstruksi rangka batang berbentuk K ini dari tengah-tengah, oleh karena bagian kiri sudah pasti statis tertentu, kita melihat, bahwa rum us (4. 2. ) s + a ""' 2 k dipenui dan konstruksi ini juga menjadi statis tertentu dan stabil.

Gambar 4. 4. f.

2. Konstruksi rangka batang berbentuk K dengan K di sebelah kanan dan K dalam bayangan kembar di sebelah kiri, menurut gambar 4. 4. g. berikut.

Menu rut rum us (4. 2. ) s + a = 2 k kita lihat, bahwa konstruksi rangka batang berbentuk K ini mempunyai satu batang terlalu banyak dan oleh karena itu menjadi statis tidak tertentu, walaupun stabil.

Gambar 4. 4. g .

4. 5. Contoh-contoh

Contoh 1 : Pada suatu konstruksi rangka batang segitiga Belgia dari bahen baja dengan jarak 6.00 m dan lebar bentang 15.60 m menurut gambar 4. 5. a. berikut, dicari gaya batang masing-masing oleh muatan mati dan oleh tekanan angin. Penyelesaian (bagian muatan mati ) : Beban oleh konstruksi atap ( reng + genteng) Beratnya konstruksi rangka batang dan peran2 Beban total (sebagai beban merata) Penentuan gaya P pada titik simpul batang tepi atas: (dengan atap tirisan di samping sebesar 80 cm)

P1 = P1 = (2260 + o.8o) . 6.0 . 80 � 1 '010 kg

P2 s/d P6 = 2,60 · 6,0 · 80 � 1 '250 kg

190

= 60 kgfm2 denah = 20 kg/ m2 denah = 80 kg/ m2 denah

KareAa konstruksi rangka batang segitiga ini menjadi simetris, reaksi tumpuan masing-masing menjadi:

'LP RA = R8 = 2 = 1 '010 + (5/2 · 1 '250) = 4' 135 kg

1 �����----------------A�----------------------------------------�

jurusan kerja mengitar / / / tarik tekan

/ / / / / / / " / / ' / / X / / ' / / ' / / ' / / >/ / , ..... ....... , -' UJ ',

Penyelesaian (bagian muatan angin}:

Gambar situasi skala 1 :200

Gambar 4.5.a.

Gambar Cremona skala 1 cm = 1 t

oleh karena beban dan konstruksi rang­ka batang menjadi simetris, cukup jika­lau digambar separuh dari konstruksi dan dari gambar Cre­mona.

Gambar 4. 5.b.

Penentuan muatan angin menurut peraturan muatan Indonesia N . l . - 18/ 1 970 (dalam jarak 5 km dari pantai laut) menjadi sebagai dasar 40 kg/m2 siku pada bidang atap. Koefisien pada tabel l l l ayat 1 menjadi sebagai tekanan (0,02a - 0.4) dan sebagai tarikan ( - 0,4) . Bagian tekanan Wd selanjutnya menjadi:

(0,02 · 33,68 - 0,4) · 40 = 1 1 ,0 kg/m2 Bagian tarikan W, selanjutnya menjadi:

( -0,4} · 40 = - 16,0 kg/ m2 (isapan)

191

Dengan nilai-nilai ini baru kita mEmentukan tekanan dan tarikan pada titik simpul masing-masing:

1 •3 + O,B . 6,0 . 1 1 ,0 0,832 2,6

W2 = W3 = 0,832 · 6,0 · 1 1 ,0

W5 = 3·�3 · 6,0 · ( - 16,0)

W8 = 2,52 · 6,0 · ( - 1 6,0)

165 kg

205 kg

100 kg

1 50 kg

300 kg

240 kg

Dengan nilai-nilai ini kita menentukan resultante Rwd tekanan angin sebelah kiri dan Rws isapan angin sebelah kanan dan dapat ditentukan reaksi tumpuan masing­

- masing secara gratis seperti terlihat pada gambar 4.4.c . berikut, dengan hasi l :

RA = 880 kg { --- tarik - - - --- tekan

A

192

RAv = 1 00 kg RAh = 880 kg R8 = 340 kg

u;, . / -------'·..=:;6•2,60· 15,60� Rwd' R '\ Ws ----- - C . I _ _ _,.,---- -�------- Rw

Gambar situasi skala 1 :200

Gambar gaya skala 1 cm = 200 kg

0jurusan kerja mengitar

Gambar 4.5.c.

Diagram Cremona skala 1 cm = 200 kg

Gambar 4.5. d.

Tabel gaya batang 5 yang timbul ( l ihat diagram Cremona gambar 4.5 .b. dan 4 .5. d . )

batang muatan mati muatan angin kiri angin kanan' total gaya S

01 O t ' - 8' 1 50 kg - 420 kg + 360 kg - 8'570 kg 02 02' 7'500 kg - 420 kg + 360 kg - 7'920 kg 03 ih' - 5'500 kg - 1 60 kg + 20 kg - 5'660 kg Ut Ut ' + 6'900 kg + 1 ' 170 kg - 1 80 kg + 8'070 kg u2 U2' + 5'500 kg + 900 kg + 220 kg + 6'400 kg u3 + 3700 kg + 560 kg + 4,260 kg VI Vt ' - 950 kg - 1 80 kg + 290 kg - 1 ' 130 kg v2 V2' - 1 '450 kg - 300 kg + 420 kg - 1 '750 kg Ot O t ' + 1 '400 kg + 260 kg - 400 kg + 1 '660 kg 02 02' + 2'600 kg + 460 kg - 310 kg + 3,060 kg

1 93

Contoh 2: Pada suatu konstruksi rangka batang segitiga Wiegmann dari bahan baja (a11 = 1 '600 kg/cm2) dengan jarak 6,00 m dan lebar bentang 20,00 m menurut gambar 4 . 5. e . berikut, dicari gaya batang oleh muatan batang tepi atas dan muatan batang tepi bawah dan ukuran batang masing-masing.

Gambar 4. 5. e.

Penyelesaian: Karena pada contoh ini konstruksi rangka batang menerima beban pada batang tepi bawah dan batang tepi atas, dalam perhitungan kita membagi berat sendiri separuh atas batang tepi atas dan separuh atas batang tepi bawah . Gaya tarik oleh loteng ditarik pada titik simpul masing-masing pada batang tepi bawah dan pada perte­ngahan batang U3. Pada perhitungan batang kita membagi gaya ini atas titik simpul V dan V' atau dengan kata-kata lain atas gaya P1 1 dan P12• Akan tetapi pada penen­tuan ukuran batang u3 kejadian ini harus diperhatikan . Penentuan beban oleh konstruksi atap: Beban oleh konstruksi atap ( Kasau, papan, sirap) Beratnya peran-peran, profil baja I Beratnya konstruksi rangka batang 20 kg I m2 : 2

60 kg/ m2 denah 7kg/m2 denah

10 kg/ m2 denah Beban total sebagai beban merata 77 kg/m2 denah Penentuan gaya P pad a titik simpul masing-masing pada batang tepi atas:

P, = Pg = (�r - 0,75) 6 · 77 = 925 kg P2 sld P8 = 2,50 · 6 · 77 = 1 ' 1 55 kg

Penentuan beban oleh lotel")g: Beban bleh loteng ( reng, balok, eternit) Beratnya oleh konstruksi rangka batang 20 kg/ m2 : 2

1 0 kgf m2 denah 10 kg/m2 denah

Beban total sebagai beban merata 20 kgf m2 denah

Penentuan gaya P pada titik simpul masing-masing pada batang tepi bawah :

P10 = P13 = 3.42 · 6 · 20 = 410 kg p

-p - 3.42 - 6•32 . 6 . 20 = 585 kg 11 - 12 -

2 Penentuan reaksi tumpuan masing-masing: RA = R8 = 925 + 7/2 · 1 ' 1 55 + 410 + 585 = 5,962 kg

194

A

Gambar situasi skala : 200

-+--3,42 _.,.__ ____ 6,32 ----1 � � � � t------=------"'--- 8x2,50=20,00----"----_..:.::------I

b) A

P. diagram Cremona /.r----H 1 skala 1 cm =

,/ 1 '200 kg // Pz

0, / / / / / �V

-- tarik --- tekan

P.

Pg '--------=-'_ Gambar 4. 5. f.

Pada konstruksi rangka batang segitiga Wiegmann pada diagram Cremona timbul kesulitan pada titik simpul IV atau V yang hanya dapat kita alami dengan menen­tukan gaya batang U3 sebelumnya dan dengan ca�a ana litis ( Ritter) sebagai berikut:

1 95

u - (5962 - 925) . 1 0 - 1 1 55 . (7 ,5 + 5 + 2,5) - 585 . 3, 1 6 - 410 . 6,58 3 - 6,20

= + 4'596 kg

Gaya batang U3 dengan nilai dan jurusan boleh ditambah pada diagram Cremona antara gaya P1 1 dan P12.

Tabel gaya batang yang timbul ( l ihat djagram Cremona gambar 4. 4. f. ) dan ukuran batang ( lihat perhitungan masing-masing berikut) .

batang panjang gaya batang S ukuran batang alat nom or batang dalam kg profil baja (mm) sambungan

o, 312 .5 - 1 1 ' 1 60 2xl 80/80/8 + 2 pengikatan 02 312 .5 - 1 0'500 seperti 0 1 03 312 .5 - 9'240 seperti 01 perhitungan 04 312 .5 -- 8'700 seperti 01 keling u, 348 + 9' 1 20 2xl 45/45/5 menu rut u2 348 + 7'800 seperti U1 pengetahuan u3 632 + 4'596 seperti U1 ( atau 2xU N P 8) bab 5. 1 . v, 1 53 - 960 2xl 40/40/4 alat v2 306 - 2' 1 00 2xl 55/55/6 + 2 pengikatan sambungan v3 1 53. - '960 2xl 40/40/4 baja D r 348 + 1 '560 2x - 35/4 D2 348 + 1 '060 seperti D1 DJ 348 + 4'080 2xl 35/35/4 D4 348 + 5'160 seperti D3

Perhitungan ukuran batang masing-masing: Batang 01 s/d 04 ( - 1 1 ' 1 60 kg ) : yang dipi l ih: 2xl 80/80/8 mm dengan 2 pengikatan tebal 12 mm. Pemeriksaan menurut bab 2 . 6. 3. 1 . ( Tekukan pada topang ganda konstruksi profil baja) , dan rumus (2. 48. ) :

---j( .!:... )2 + j2 2

2 = 2 ) 2 + 2.422 = 3. 75 cm

!15.. 3 12 .5 = 83,4 3.75 104

= --- = 67 1 1 .55 '

A;d = J le/ + A/ = V 83.42 + 67, F = 1 07

Ax =

/1 =

i, = 2.42 cm

}!:i_ 312 .5 1 29 , _ __ =

i,. 2,4

!15.. 3 12.5 = 1 04 cm - ----

3 3

Contoh ini membuktikan, bahwa pada batang topang ganda yang terdiri dari dua profil baja L yang berpengaruh bukan garis sumbu bebas bahan y-y, melainkan garis sumbu x-x .

196

d I , , ,

' J Menu rut tabel l . 2. 5. (Tegangan tekuk yang diperkenankan pada bahan baja ST 37) pada lampiran kita dapati: a = 480 kg/cm2 (atas dasar Ax = 1 29) S yang diperbolehkan = a · F = 480 · 2 · 1 2,8 = 1 2'288 kg > 1 1 ' 1 60 kg

Batang U1 dan U2( + 9' 1 20 kg) : luasnya batang yang diperlukan Fmm = _;.._ O tr

yang dipilih: 2xL 45/45/5 mm dengan luasnya batang yang ada:

9' 1 20 - 2 1 ,400 - 6,51 cm

Fn = 2 x 4,3 - ( lobang keling) 2 x 1 , 1 x 0,5 = 7,5 cm2 . s 9' 1 20 2 2 o yang t1mbul = ---,=; 7,5 = 1 '216 kg/cm < 1 '400 kg/cm

Batang U3 ( + 4'596 kg ) :

Gamba r 4 . 5 . g .

6,32 Penentuan gaya P = 2-- · 6,0 · 20 = 380 kg

Gay a P in i mengakibatkan suatu m omen M sebesa r :

M = �� = 380 . 6,32 = 600 k g m 4 4 Kita kemudian membagi tegangan yang diperbolehkan olt o 1, = 400 kg / cm2 dan olt = 1 '200 kg / cm'2 da n mendapat:

1 '600 kg / cm2 atas

4'596 luasnya batang yang diperlukan: F = 400 = 1 1 , 5 c m2

. M Wx yang d1perl u k a n : Wx = -:­

o 60'000 = 50 cm3 1 '200

P r ofil yang harus dig unakan, sebena rnya 2 x U N P 8 dengan l uasnya F = 22 cm2 d,•cn Wx = 53 cm3 .

Profil baja L yang dipi l ih disa mping U3, yaitu u, dan u2 menjadi 2 X L 45/45 5 m m dengan l u asnya F = 8.6 cm2 dan W, = 4.86 cm3.

197

r

Kita melihat, bahwa pengaruh oleh momen ini menjadi besar sekali, dan dalam hal ini pada prakteknya kita memilih ukuran batang U3 seperti U1 dan U2, yaitu 2 x L 45/45/5 mm dan kita tambah suatu profil baja strip ( lihat garis putus pada gambar 4 .5 .g . di atas) sebagai batang tarik dengan gaya batang S = P = 380 kg.

Batang V1 dan VJ ( -960 kg) : yang dipilih: 2 x L 40/40/4 m m

lk 1 53 ). = -. -. == 0 78

== 1 96 . 1 1mm ·

o == 208 kg/ cm2 S yang diperbolehkan == o · F == 208 · 2 · 3,09 == 1 260 kg > 960 kg

Batang V2( -2' 1 00 kg) yang dipilih: 2 x L 55/55/6 mm dengan 2 pengikatan tebal 12 mm.

lk 306 = --;; == 2,72 == 1 12,3

== /2, 162 + 1 ,662 == 2,72 cm _}j_ 1 02

. = 1 ,07 == 913,3

'min

.l.;d == V 1 12,32 + 95,32 == 1 47

l = lk 306 1 84 3 "x ix = 1 .66 == '

I 306 /1 = 3 == 3- == 102 cm

o = 235 kg/cm2 (atas dasar Ax == 1 84.3) S yang diperbolehkan == o · F == 235 · 2 · 6,31 == 2965 kg· > 2 ' 100 kg

Batang D3 dan D4 ( + 5' 1 60 kg) : s 5' 1 60 luasnya batang yang diperlukan Fmin = -:- = -- = 3 69 cm2

Otr 1 '400 ' yang dipilih: 2xl 35/35/4 mm dengan luasnya batang yang ada:

Fn = 2 x 2,67 - ( lobang keling) 2 x 1 , 1 x 0,4 = 4,46 cm2 s 5' 1 60 o yang timbul == - = --- = 1 ' 1 57 kg/cm2 < 1 '400 kg/cl1)2 Fn 4,46

Batang 01 dan D2 ( + 1 '560 kg) : s 1 '560 .

luasnya batang yang diperlukan F min = = 1 ,400 = 1 , 1 1 cm2 Otr yang dipilih: 2x - 35/4 mm ( besi strip) dengan luasnya batang yang ada .

198

Fn = 2 x 3,5 x 0,4 - ( lobang keling) 2 x 1 , 1 x 0,4 = 1 ,92 cm2 s 1 '560 o yang timbul = Fn

= � = 812,5 kg/cm2 < 1 '400 kg/cm2

f Contoh 3: Pada suatu konstruksi rangka batang dari kayu dengan paku sebagai alat sambungan dengan jarak 2.40 m dan lebar bentang 1 7,60 m menurut gambar 4. 5. h. berikut, dicari gaya batang dan ukuran batang masing-masing dengan kayu kelas I l l .

konstruksi atap datar

Penye/esaian: Penentuan beban oleh konstruksi atap: Beratnya konstruksi atap datar dengan aspal Beratnya peran-peran Beratnya konstruksi rangka batang Tekanan angin (karena atap datar hanya) Beban -total sebagai beban merata

Penentuan gaya P masing-masing:

P1 = P9 = ( 2;} + 0,6) 2,40 · 50 = 204 kg

P2 sld P8 = 2,2 · 2,40 · 50 = 264 kg

Penentuan reaksi tumpuan masing-masing: 7

RA = R8 = 204 + 2 · 264 = 1 128 kg

30 kgf m2 5 kgf m2

10 kgf m2 5 kgfm2

50 kgfm2

Gambar 4. 5. h.

Peninggian pada pertengahan konstruksi seharusnya paling sedikit 1 /200 = 8 cm. Karena konstruksi dan beban pada konstruksi rangka batang ini menjadi simetris kita akan menggambar diagram Cremona hanya pada bagian kiri menurut gambar 4. 5. i . berikut:

Gambar situasi, skala 1 : 200

199

0 jurusan kerja mengitar tekan tarik

02 ----�·0 -----------1 � I I - - -

- - - � I DJ I I

Diagram Cremona, skala 1 cm = 250 kg Gambar 4. 5. i .

Tabel gaya batang yang timbul ( lihat diagram Cremona gambar 4 . 5. i . ) dan ukuran batang tanpa perhatian pada alat-alat sambungan ( lihat perhitungan masing­masing berikutl :

batang panjang gaya batang S ukuran batang alat nom or batang <talam kg kayu (cm) sambungan

o , 2 .21 m 0 2x 4/ 1 6 02 2.21 m - 1 '690 2x 4 / 1 6 + 2 kayu pengisi perhitungan 03 2.21 m - 1 '930 2x 4 / 1 6 + 3 kayu pengisi paku 04 2.21 m - 1 '930 seperti 03 menu rut u, 2.20 m + 1 '080 2x 4/ 12 bab 5 . 2 . u2 2.20 m + 1 '080 seperti U1 alat u3 2.20 m + 1 '675 seperti U1 sambungan u4 2.20 m + 1 '880 seperti U1 kayu v, 1 .70 m - 210 4/8 v2 1 .90 m 0 4/8 v3 2 . 1 0 m - 51() 4/8 + 2x 2/4 tambahan v4 2.30 m - 270 seperti v3 Vs 2.50 m 0 4/8 D r 2.90 m - 1 '435 4! 1 6 + 2x 4/4 tambahan D2 2.90 m + 790 4/8 D3 3.04 m + 325 4/8 D4 3.33 m + 55 4/8

200

Perhitungan ukuran batang masing-masing:

Batang 02 dan 04 ( - 1 '930 kg): Ukuran kayu yang dipilih: 2x 4/ 1 6 cm dengan 3 kayu pengisi ( pengikatan) setebal 4 cm. Pemeriksaan menu rut bab 2 . 6. 3. 2 . (Tekukan pada topang ganda konstruksi kayu) dan rumus (2. 49. ) :

;-;- - 12218 -V f-7., - v =:f2i - 4 . 1 6 cm H · 8 3 - H (8-b) 3

ly = 1 2 i1 jari lembam terkecil pada balok 4/ 1 6 cm = 1 . 1 6 cm

Ay = lk = 221 = 53 iy 4 . 1 6

= 1 . 16 . [ 1 . 1 6 + 0 8 . = 0.30 YJ 4 . 1 6 4 . 1 6 . J

fl2___ j 532 A = V --'.Y_ + A2 = -- + 482 = 1 08 id Y) I 0,30

Menu rut tabel l . 2. 6. (Tegangan tekuk yang diperkenankan untuk kayu) pada lam­pH-an, kita dapatkan:

6rk = 17 kg/cm S yang diperbolehkan = a. F = 17 · 1 28 = 2'176 kg > 1 '930 kg

8atang 02 ( - 1 '690 kg) : Ukuran kayu yang dipil ih: 2 x 4 / 16 cm dengan 2 kayu pengisi ( pengikatan) setebal 4 cm.

Ay = seperti pada 03 = 53

!!_ = � = 64 ;I 1 . 1 6

A ·d = j 532 + 642 = 1 1 6 I 0,30

ork = 14 kg/ cm2 S yang diperbolehkan = o·F = 1 4 · 1 28 = 1 '792 kg > 1 '690 kg

Batang 01 (batang nol ) : Ukuran kayu yang dipilih: 2x 4/ 1 6 cm, sama seperti pada batang tepi atas 02 sld 04 akan tetapi tanpa kayu pengisi karena batang tidak menerima gaya (batang nol ) .

Batang U1 s/d U4 ( + 1 '880 kg): Sebagai ukuran batang tepi bawah pada umumnya dipilih ukuran batang tepi atas yang dikurangi tingginya dengan 4 cm supaya masih tinggal cukup tempat untu pasangan alat-alat sambungan ( paku) .

201

Ukuran kayu yang dipilih: 2x 4 / 1 2 cm. . s 1 '880 a yang trmbul = F = ---gs- = 19,6 kg/cm2 < 60 kg/ cm2

Batang V1, V2 dan V5 ( - 210 kg) : Lebarnya batang minimal yang boleh digunakan menjadi 8 cm, tebalnya sudah ditentukan 4 cm, karena itu : ukuran kayu yang dipil ih: 4/8 cm

A = lk

= 1 70

= 1 46 5 i 1 . 1 6 .

ork = 8 kg/cm2 S yang diperbolehkan = a · F = 8 · 32 = 256 kg > 210 kg

Batang V3 ( - 510 kg) : Ukuran kayu yang dipil ih: 4/8 c m diperkuat dengan 2x 2/4 cm.( lihat gambar)

2 4 . IT92 2 0 'v = v --48 = , cm

-1+-1-+-t-'�� ly = 4 . 83 + 4 . 43

= 1 92 cm4 1 2 I

A = !:t_ = 210

= 1 05 la i 2,0 ork = 18 kg/cm2

S yang diperbolehkan = a · F = 1 8 · 48 = 864 kg > 510 kg ( harus diperhatikan, bahwa perhitungah ini hanya berlaku jikalau bagian­bagian batang ini disambung perekat)

Batang V4 ( - 270 kg) : Ukuran kayu dipilih seperti pada batang V3, karena panjangnya berubah A menjadi:

A = lk

= 230

= 1 1 5 i 2,0

atk = 15 kg / cm2 S yang diperbolehkan = a · F = 1 5 · 48 = 720 kg > 270 kg

Batang D1 ( - 1 '435 kg) : Ukuran kayu yang dipilih : 4 / 1 6 c m diperkuat dengan 2 x 4/4 c m ( lihat gambar)

iy = � = 2,58 cm lk 290

A = - = - = 1 12 i 2,58

atk = 1 5 kg/ cm2

4 . 1 23 + 1 2 . 43 Jy = = 640 cm4 1 2

S yang diperbolehkan = a· F = 1 5 · 96 = 1440 k g > 1 435 kg Batang D2 sld D4 ( + 790 kg) : Ukuran kayu minimal yang boleh dipilih: 4/8 cm S yang diperbolehkan = o· F = 60 · 32 = 1 '920 kg : > 790 kg

202

5. Perhitungan alat-alat sambungan

5. 1 . Alat-alat sambungan baja

5. 1 . 1 . Sambungan keling dan baut pada konstruksi baja

Alat-alat sambungan bertugas menyalurkan gaya-gaya pada satu bagian bangunan ke bagian bangunan atau konstruksi yang lain. Konstruksi satu sambungan dengan alat sambungan kita bagi atas:

s -

tegangan geser <a fli r--I

�- � - - -- - - - ���������� diagram tekanan dinding lobang yang sebenarnya dan yang dihitung

Pelengkungan satu sambungan tampang satu yang tertarik

Sarnbungan tarn­pang satu menurut gambar 5. 1 . 1 . a . berikut, terdiri dari dua pelat baja yang disambung dengan satu keling atau baut. Keling atau baut itu bisa bergeser pada potongan 1 - 1 . Oleh karena gaya S yang menarik pada dua pe­lat baja ini tidak be­kerja pada satu bi­dang, sambungan ini menerima juga satu momen lentur se­besar M = S · a.

Gambar 5. 1 . 1 . a .

Sarnbungan tarn­pang dua menurut gambar 5. 1 . 1 . b. berikut, menjadi lebih berguna jikalau gaya batang S lebih besar .

Gambar 5. 1 . 1 . b.

203

Penentuan alat sambungan keling dan baut tidak hanya terdiri atas pergeseran pada potongan I - I dan 1 1 - 1 1 melainkan juga atas tekanan dinding lobang. Tegangan geser Ta maupun tekanan dinding lobang a1 berbentuk parabol. Akan tetapi untuk

· mudahnya kita akan menghitung dengan nilai tegangan geser sebagai Ta yang merata pada seluruh potongan keling atau baut seluas Fa = rr/ 4 · d 2 dan dengan tekanan dinding lobang sebagai a1 yang merata pada proyeksi lobang seluas F1 = d · min t. Pada perhitungan baut sebetutnya juga harus diperhatikan penuntutan lentur. Akan tetapi pada konstruksi baja biasanya boleh diabaikan karena baut itu pendek sekali . Selanjutnya dapat kita tentukan, bahwa a lat sambungan keling atau baut harus dihitung menurut tegangan geser dan tekanan dinding lobang. Dengan d sebagai garis-tengah lobang keling atau baut dapat kita tentukan beban yang diper­kenankan N8 pada satu keling atau baut terhadap tegarigan geser sebagai:

rr · d 2 tampang satu Nal + Fa · Ta = fa 4

(5. 1 . ) tampang dua Na2 2 rr · d 2

= --4- fa

· Beban yang diperken.<�nkan N1 pada satu keling atau baut terhadap tekanan dinding lobang tergantung pada pelat baJa yang tertipis min t, jadi:

(5. 2 . )

Pada dua nilai ini N8 dan N1 yang berpengaruh ialah nilai yang terkecil. Gaya batang S yang ingin :dta sambung menentukan banyaknya keling atau baut n, menurut rumus berikut: s

n = min N

Banyaknya keling <c1tau baut yang digunakan seharusnya paling sedikit n = 2. Atas dasar percobcan-percobaan perbandingan antara tegangan alat sambungan keling atau baut yanJ diperbolehkan dengan tegangan tekan bahan baja menjadi i8 = a dan a, = 2 · a. Terhadap pergeseran da;:;-:ot dihitung: Pada sambungan tampang sz �u:

TT · d 2

4 Pada sambungan tampang dua:

d .;; 1 .3 t

o ,., d · min t · ::: r -� d .;; 2,6 t

Dengan d sebagai garis tengah baut atau keling dan t sebagai pelat baja yang disambung. J ikalau kita memilih d :::: 2 · min t kita harus menghitung sambungan tampang SO IU terhadap pergeseran dan sambungan tampang dua terhadap tekanan dinding lobang.

204

r Biasanya kita memilih garis tengah d dari baut atau keling menu rut tebalnya terkecil min t pada pelat baja yang akan disambung menu rut tabel l . 2. 9. 1 . berikut (semua ukuran dalam mm) :

t d

. . . 5 1 1

5 . . . 8 1 7

7 . . . 1 2 2 1

10 . . . 1 4 23

12 . . . 20.

25 14 . . . 20

28 1 8 . . . 20

31

Catatan: perlu diperhatikan, bahwa yang kita namakan baut pada konstruksi baja ialah baut pas dengan kelonggaran � 0,3 mm dan bukan baut biasa yang bisa melonggar 1 ,0 mm dalam lobang.

Daftar beban yang diperkenankan dalam kg per keling atau baut terhadap per­geseran (tampang satu; tampang dua boleh mengambil dua kali tampang satu) I . 2. 9. 2.

0 lobang (keling ) dan 0 baut dalam mm

pada bangunan Ta 1 1 1 3 17 21 23 25 28 dengan: kg/ cm2 M 10 M 1 2 M 1 6 M 20 M 22 M 25 M 27

gaya batang S atas dasar beban tetap ( induk) H 1 400 1330 1 858 3180 4850 5820 6870 8620

gaya batang S atas dasar beban tetap dan hid up angin dsb. ) HZ 1 600 1 521 2120 3630 5540 6650 7850 9850

Daftar beban yang diperkenankan da lam kg per keling atau baut terhadap tekanan dinding lobang pad a pelat baja sc;tebal 1 0 mm I . 2. 9 . 3. :

0 lobang (keling ) dan 0 baut dalam mm

pada bangunan a, 1 1 1 3 17 1 2 1 23 25 28 dengan: kg/cm2 M 1 0 M 1 2 M 1 6 M 20 M 22 M 24 M 27

gaya batang S atas dasar beban tetap ( induk) H 2800 3080 3640 4760 5880 6440 7000 7840

gaya batang S atas dasar beban I tetap dan hidup (angin dsb . ) HZ 3200 3520 4160 5440 6720 7360 8000 8960

205

r Pembebanan keling dalam arah keling terhadap gaya tarik harus dipintasi. Pada baut kita boleh memperhitungkan 1 ' 1 20 kg/cmi2 pada luasnya baut di dalam derat/ulir yang menjadi: 0.743 cm2 pada M 12, 1 .4'11 cm2 pada M 1 6, 2,2 cm2 pada M 20 dan 3, 17 cm2 pada M 24 dsb.

Jarak minimal e antara keling atau baut dan jarak e1 antara keling atau baut dengan tepi pelat baja dalam jurusan gaya S maupun jarak e2 antara keling i.ltau baut dengan tepi pelat baja siku pada jurusan gaya S menjadi:

jarak e ;;. 3,0 d � 8,0 d atau 1 ) � 15 t

jarak e1 11 s ;;. 2,0 d � 3,0 d atau 1 ) � 6 t jarak e2 1 s � 1 , 5 d � 3,0 d atau 1) � 6 t

1) yang digunakan: nilai terkecil.

Gambar 5. 1 . 1 . c.

Jikalau kita harus memasang beberapa keling atau ba.ut dalam satu atau beberapa baris kita harus mereduksikan kekuatan satu baut dalam satu baris menurut rumus dan daftar berikut:

N = Msrf dengan Msr h 1 M · lsr

I

Dengan arti bagian-bagian:

206

Msr momen pada bagian batang yang disambung 1st momen lembam pada bagian batang yang disambung N gaya yang timbul pada satu keling atau baut h1 jarak keling atau baut pada tepi batang masing-masing siku dengan

jurusan gaya S

f faktor reduksi menu rut tabel l . 2. 9. 4. berikut: ( lihat ha la man 207)

banyaknya satu baris dua baris keling/baut yang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 maksimal 0 0 0 0 a · -o • .g.. oo -pada baris 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 dalam

n fl f,v f,p 2 1 ,000 1 ,000 0,500 3 1 ,000 0,800 0,500 4 0,900 0,643 0.450 5 0,800 0,533 0,400 6 0,714 0.455 0,357 7 0,643 0,396 0,321 8 0,583 0,350 0,292 9 0,533 0,314 0,267

1 0 0.491 0,284 0,246 1 1 0.455 0,260 0,227 1 2 0,423 0,239 0,212 1 3 0,396 0,222 0,198 14 0,371 0,206 0, 186 15 0,350 0,193 0, 1 75

" 1 6 0,331 0,181 0, 1 65 17 0,314 0 , 171 0, 1 57 18 0,298 0,162 0, 149 1 9 0,284 0,154 0, 142

20 0,271 0 , 146 0,136 21 0,260 0,139 0, 1 30 22 0,249 0, 1 33 0,125 23 0,239 0,128 0 , 1 20 24 0,230 0, 1 22 0, 1 15 25 0,222 0, 1 18 0, 1 1 1

-

5. 1 . 2. Sambungan las

tiga baris

0 0 0 0 0 0 ° 0 0 0 0 �; ·�- �?..2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

fw t,p 0,500 0,3333 0,444 0,3333 0,375 0,3000 0,320 0,2667 0,278 0,2381 0,245 0.2143 0,219 0, 1 944 0,198 0 , 1778

0,180 0 , 1636 0, 1 65 0 , 1515 0, 1 53 0, 1410 0 , 142 0,1319 0 , 133 0,1238 0,124 0,1 167 0, 1 1 7 0, 1 103 0, 1 1 1 0, 1 046 0, 1 05 0,0994 0, 1 00 0,0947

0,095 0,0905 0,091 0,0866 0,087 0,0630 0,083 0,0797 0,080 0,0767 0,077 0,0738

empat baris

0 0 ° 0 0 0 0 . 0 0 a· .e- o_... 0 0 0 0 0 0 0 0 'w

0,500 0.400 0,321 0,267 0,227 0 , 198 0 , 1 75 0, 1 57

0 , 142 0,130 0,120 0, 1 1 1 0 , 103 0,097 0,091 0,086 0,081 0,077

0,073 0,070 0,067 0,064 0,061 0,059

0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 000'0 0 0 0 0 0 0 0 0

'•p 0,2500 0,2500 0,2250 0,2000 0 , 1 786 0,1607 0, 1458 0 , 1333

0,1227 0, 1 1 39 0,1058 0,0989 0,0929 0,0875 0,0827 0,0784 0,0746 0,071 1

0,0679 0,0650 0,0623 0,0598 0,0575 0,0554

Dalam prakteknya makin lama makin lebih digunakan sambungan las sebagai alat sambungan baja karena sambungan las banyak keuntungannya dilihat dari segi estetik maupun ekonomi. Hanya bahan baja ST 37 dan ST 52 boleh disam­bung dengan las. Bahan baja yang akan disambung dengan las terl;>atas tebalnya, yaitu 25 mm pada baja ST 52 dan 30 mm pada baja ST 37. Selanjutnya kita membatasi diri sendiri dalam sambungan las pada konstruksi bangunan dengan muatan tetap dan tidak pada konstruksi dengan muatan hidup seperti lalu-lintas pada konstruksi jembatan dsb.

Bentuk sambungan las· dapat dibagi atas: las sudut dan las tumpul seperti terlihat pada gambar 5. 1 . 2. a. dan 5. 1 . 2. b. berikut:

207

a ) Las sudut: D. �� �A �� JLhl !JJ rO � � a

tampang satu tampang dua pada sudut cekung pipih cembung

Gambat 5. 1 . 2. a . b) Las tumpul:

sambungan J

sambungan Yganda

sambungan I

sambungan u

sambungan V

sambungan U ganda

sambungan X

sambungan K

sambungan y

sambungan K bersela

Gambar 5. 1 . 2. b . . Las sudut sering terdapat walaupun sambungan tumpul mencapai sambungan dengan tegangan yang lebih tinggi. Berdasarkan itu juga kita terutama memakai las sudut cekung sebelum memakai las sudut pipih atau cembung. Pada umumnya juga boleh dikatakan, bahwa sambungan las tipis menerus lebih baik daripada sam­bungan las yang tebal terputus-putus. Kemudian sambungan las sudut kita bedakan atas: sambungan las tepi, perali han dan kepala seperti terlihat pada gambar 5. 1 . 2 . c. berikut:

sambungan /as

Gambar 5. 1 . 2. c . .l _ _ _ _ Gambar 5. 1 . 2. d.

Sambungan las sela seperti dapat dilihat pada gambar 5. 1 . 2. d. di atas harap diabaikan. Pada konstruksi jembatan dan sebagainya sambungan las sela dilarang. Tegangan-tegangan pada sambungan las sudut atau tumpul ditentukan terpisah atas pengaruh gaya normal N atau gaya lintang Q sebagai:

208

0 } T -T1 1 p p { -- = -- � Ow

Fw 2a · I ::r , W (5. 3. )

gaya P tegangan las = luas sambungan las

r '

dengan arti bagian-bagian P Ukuran gaya yang timbul sebagai gaya normal, gaya lintang atau gaya

geseran panjangnya sambungan las

a tebalnya sambungan las

l?; 15o l �100a Gambar 5. 1 . 2. e.

Pada suatu sambungan las yang hanya menerima gaya lintang kita boleh menen­tukan tegangan geser yang timbul menu rut rum us (5. 3 . ) . Perhitungan tebalnya a

pada sambungan las tumpul menjadi sama dengan tebalnya pelat baja terkecil yang disambung. Pada sambungan las sudut menurut gambar 5. 1 . 2. e. Sambungan las sela diperhitungkasn sebagai las sudut sekeliling sela. Tebalnya sambungan las a sebaiknya dipilih menurut perhitungan dan tidak terlalu besar. Akan tetapi seharusnya a ;.: 3 mm atau a � 0,7 min t. Tebalnya sambungan las a sebagai las tepi sebaiknya dipilih sebesar a = v max t -0,5 ;.: 3 mrn. Panjangnya I sambungan las sebaiknya dipilih I ;.: 15 a. Pada perhitungan panjang sambungan las panjangnya terbatas pada I = 300 a. J ikalau timbul sambungan tepi yang lebih panjang, lebihnya itu tidak boleh digunakan pada perhitungan. Jikalau suatu sambungan las terdiri atas sambungan las sudut maupun tumpul luasnya sambungan las F boleh dihitung sebagai jumlah luasnya sambungan las tumpul F5 dan luasnya sambungan las sudut Fk atau hanya dengan memperhatikan luasnya sambungan las tumpul F5 seperti berikut:

F = F5 + Fk atau F = F5

• Untuk tegangan pada kemungkinan pertama kita pilih baris 4 pada tabel I . 2. 9. 6. berikut dan untuk tegangan pada kemungkinan kedua menu rut baris 1 .

Tegangan normal a pada suatu sambungan las oleh momen lentur dapat kita ten­tukan sebagai ( l ihat juga gambar 5. 1 . 2. f. dan 5. 1 . 2. g . ) :

M -a = 1 · v � a

w

dengan lw = momen lembam sambungan las yang bekerja pada sambungan sudut pada titik akar teoretis. Tegangan geser T pada suatu sambungan las pada sua tu batang yang dibebani oleh gaya lintang dapat kita tentukan sebagai ( lihat juga gambar 5. 1 . 2. f . ) :

209

O · S r , , =

I · La-

dengan I = momen lembam batang seluruhnya, S = momen statis oleh luasnya batang yang disambung dan La = jumlah tebalnya sambungan las pada potongan yang diperhatikan .

Gambar 5. 1 . 2. f . Gambar 5. 1 . 2. g.

· J ikalau suatu sambungan las pada profil baja I harus menerima momen M, gaya !in­tang Q dan gaya normal N, maka kita menentukan, bahwa: M omen M diterima oleh sambungan sayap, gaya lintang Q diterima oleh sam­bungan badan dan gaya normal N diterima oleh semua sambungan profit. Kemungkinan lain yang lebih mudah dapat kita lakukan dengan suatu tegangan perbandingan ov menu rut rum us berikut:

Tegangan perbandingan ini tidak usah diperhitungkan jikalau batasan a dan V r2 + r � menurut daftar I . 2. 9. 5. berlkut tidak melampaui batas tsb. Daftar batas tegangan pada bahan baja ( I . 2. 9. 5. ) :

-------- - --

Tegangan --------

n - r2 + r �, masin

1 jenis baja S t 37 St 52

gz T 950 --

1 200 �2 + r � ---------- 1 1 350 1 700

21 0

Kemudian kita memperhatikan daftar tegangan-tegangan yang diperbolehkan pada bahan baja ( I . 2. 9. 6 . ) berikut:

Pada bahan baja ST 37 dan ST 5�

Bentuk sambungan las

sambungan tumpul a tau:

2 -1 t, i-

3 ---l t, f.--

---! t, !--5 Semua

Jenis tegangan

Tekanan dan tekanan lentur

Tarikan dan tarikan lentur siku dengan jurusan sambungan

Tarikan dan tarikan lentur siku dengan jurusan sambungan

Tekanan dan tekanan lentur, Tarikan dan tarikan lentur

Pergeseran

gaya batang S atas dasar beban tetap (induk) H

ST 37 1600 kg/ cm2

ST 52 2400 kg/cm2

ST 37 1 600 kg/cm2 * )

ST 52 2400 kg/ cm2 * )

ST 37 1350 kg/cm2

ST 52 1700 kg/cm2

ST 37 1350 kg/ cm2

St 52 1700 kg/cm2

ST 37 1350 kg/cm2

ST 52 1 700 kg/ cm2

* ) Sambungan las sudut K bersela, jikalau mungkin diabaikan

gaya batang S atas dasar beban

tetap dan hidup HZ

ST 37 1800 kg/cm2

ST 52 2700 kg/cm2

ST 37 1 800 kg/cm2 * )

ST 52 2700 kg/cm2 * )

ST 37 1 500 kg/cm2

ST 52 1 900 kg/ cm2

ST 37 1 500 kg/cm2

ST 52 1900 kg/cm2

ST 37 1500 kg/cm2

ST 52 1900 kg/ cm2

21 1

5. 1 . 3. Contoh sambungan-sambungan baja

Contoh 1: Suatu profil baja set rip ST 37 dengan gaya batang atas dasar beban tetap (H) menerima 3'700 kg (gaya tarik) . Tentukanlah ukuran profil baja dan banyaknya keling dengan garis-tengah 13 mm pada sambungan dengan pelat titik simpul setebal 8 mm. Penyelesaian: Penentuan ukuran profil setrip:

p 3700 - 2 luasnya Fyang diperlukan ..... F = T = 1 600 - 2, 1 8 cm

Ukuran profil baja setrip yang dipilih ..... 6/60 mm dengan memperhatikan, bahwa bmin = 2 · 1 ,5 d � 40 mm

Pemeriksaan tegangan yang timbul : Luasnya profil baja setrip 6/60 mm dikurangi lobang keling 1 3/ mm

3,60 cm2 0,78 cm2

luasnya profil baja setrip yang dapat digunakan F, = 2,82 cm2

· tegangan yang timbul a = ___!:__ = 3700 = 13 10 kg/cm2 < 1 '600 kg/cm2

F 2,82

Penentuan kekuatan keling 0 13 mm:

Gambar 5. 1 . 3 . a .

Menurut tabel l . 2 . 9 . 2 . dan I . 2 . 9 . 3. pada bab 5. 1 . 1 . (Sambungan keling dan baut pada konstruksi baja) atau pada lampiran k itcJ dapatkan beban yang d iperkenankan per keling 0 13 mm terhadap pergeseran sebesar 1 '858 kg /keling dan terhadap tekanan dinding lobang 6/ 1 0 dari 3'640 = 2' 1 84 kg/ kel ing. Kita kemudian memperhitungkan dengan nilai yang terendah, yaitu terhadap pergeseran·dengan 1 '858 kg/ kel ing.

Banyaknya kel ing ditentukan dengan n = p

Banyaknya keling yang dipi l ih ...... 2 x 0 1 3 mm

212

3700 = 1 .99 1 858

I I ,,

I I

Contoh 2: Pada suatu konstruksi baja dengan profil baja I N P 60 timbul satu sam­bungan. Pada sambungan itu bekerja suatu momen M sebesar 40'000 kg m dan satu gaya lintang Q sebesar 21 '000 kg. Sebagai alat sambungan kita pil ih keling sebesar 0 21 mm. Catatan: J ikalau pada suatu sambungan bekerja suatu momen dan suatu gaya lintang, maka gaya lintang itu akan dibagi atas semua keling. Ketentuan ini berarti, bahwa tiap­tiap keling mendapat sua tu gaya Nv sebesar 0/ n.

Penyelesaian: Menurut tabel I . 2. 3. 1 . pada lampiran kita akan menentukan nilai-nilai profil baja I N P 60 seperti berikut: tingginya seluruh h 60 cm tingginya badan h1 = 48,5 cm tebalnya badan s = 2, 1 6 cm momen lembam lx = 1 39,000 cm4 Atas dasar nilai tebalnya badan s = 2 , 1 6 cm kita dapat menentukan pelat buhul dua kali 12 mm, kemudian dengan tingginya h1 = 48, 5 cm dan tebalnya s = 2, 1 6 cm dari badan kita menentukan I se menu rut tabel I . 2 . 3. 4. pada lam pi ran sebagai (h = 47,5 cm) :

ls1 = 2, 1 6 · 8'931 = 1 9'290 cm4 Karena tingginya badan h1 = 48,5 cm dapat kita tentukan ukuran h sebagai jarak terbesar antara keling-keling pada pinggir e2 sebesar e2 � 1 . 5 d � 3,0 d atau � 6 t (dengan t sebagai pelat buhul = 12 mm) menurut gambar 5. 1 . 1 . c. Hasil yang kita terima: e2 = 3,25 cm dan atas dasar itu ukuran h menjadi 48,5 - 2 · 3,25 = 42,0 cm. Dengan jarak e sebagai e � 3,0 d � 8,0 d dapat kita memilih 7 keling 0 21 m m dengan jarak e = 42,0/6 = 7 ,0 cm. Kemudian gaya horisontal yang terbesar pada keling menjadi:

Msc · t, h

dengan f1 sebagai faktor reduksi = 0,643 diambil pada tabel I . 2. 9. 4. pada lam­piran, dan Ms1 sebagai :

M se M · lsc 40'000 . 1 9'290 5'550 kgm = fx 139'000

Nh 5'550 . 0,643 8'500 kg 0,42

N 21 '000 / 7 - 3'000 kg Kt mudian gaya yang bekerja pada suatu keling menjadi N = J N1,2 + N/

N = JB'5Q02 + 3'0002 = 9'0 15 kg/ keling

2 13

Menurut tabel l . 2. 9. 2. dan I . 2. 9. 3. bab 5. 1 . 1 . atau pada lampiran kita dapatkan beban yang diperkenankan per keling 0 21 mm terhadap pergeseran sebesar 2 x 4'850 kg = 9'700 kg/keling (tampang dua) dan terhadap tekanan dinding lobang 21 / 1 0 dari 5'880 kg = 12'350 kg/ keling. Maka nilai dua-duanya menjadi lebih besar daripada nilai yang diperhitungkan (9700 kg/ keling > 901 5 kg/keling) dan sam­bungan ini menjadi kuat.

Contoh 3: Pada suatu konstruksi rangka batang baja diagonal yang turun dengan gaya batang atas dasar beban tetap ( H) menerima 13 t (gaya tarik) . Tentukan ukuran batang diagonal tarik dari bahan baja L ST 37 dan banyaknya keling 0 17 mm pada sambungan dengan pelat buhul setebal 1 2 mm.

Gambar 5. 1 . 3 . b .

. Penye/esaian: Penentuan ukuran profil baja L:

. 1 3 luasnya Fyang drperlukan F = -- = 8, 1 4 cm2 1 ,6

Ukuran profil baja L yang dipilih: 2 x L 50/50/6 mm dengan memperhatikan, bahwa amin = 2 x 1 ,5 .d ::;; 50 mm Pemeriksaan tegangan yang timbul : luasnya profil baja L = 2 x 5,69 cm2 dikurangi lobang keling 2 x 17 x 6 mm luasnya profil baja L yang dapat digunakan

tegangan yang timbul o = 9��2 = 1 ,395 kg/ cm2 < 1 '600 kg/cm2

1 1 ,38 cm2 2,04 cm2 9,34 cm2

Menurut tabel I . 2. 9. 2. dan I. 2. 9. 3. pada bab 5. 1 . 1 . atau paoa lampiran kita dapatkan beban yang diperkenankan per kelin� 0 1 7 mm terhadap pergeseran sebesar 2 x 3' 1 80 = 6'350 kg/keling (tampang dua) dan terhadap tekanan dinding lobang 12/ 1 0 dari 4'760 = 5'710 kg per keling. Kita kemudian me�hitung dengan nilai terendah, yaitu terhadap tekanan dinding lobang dengan 5'7 10 kg/ keling.

Banyaknya keling ditentukan dengan n =

Banyaknya keling yang dipilih 3 x 0 17 m m

214

s 1 3 N1 5,71

= 2,28

' •

Gambar 5. 1 . 3. c.

Contoh 4: Pada sua tu konstruksi rangka batang · baja tepi bawah dengan gaya batang atas dasar beban tetap dan hidup (HZ) menerima 38,2 t (gaya tarik) . Ten­tukan ukuran batang tepi bawah dari bahan baja L ST 37 dan banyaknya keling 0 21 mm pada tumpuan dengan pelat buhul seteba) 1 4 mm.

Gambar 5. 1 . 3. d .

Penyelesaian: Penentuan ukuran profil baja L:

. 38,2 2 luasnya Fyang d1perlukan F = -- = 21 ,2 cm 1 ,8

Ukuran profil baja L yang dipilih: 2 x L 65/65/ 1 1 mm Pemeriksaan tegangan yang timbu l : luasnya profil baja L 2 x 1 3,2 cm2 dikurangi lobang keling 2 x 1 1 x 17 mm luasnya profil baja L yang dapat digunakan

tegangan yang timbul o = .?8•2 = 1 , 75 t/ cm2 < 1 ,8 t/ cm2 21 ,8

26.4 cm2 4.6 cm2

21 .8 cm2

Beban yang diperkenankan per keling 0 21" mm terhadap pergeseran sebesar 2 x 5'540 = 1 1 '800 kg (tampang dua) dan terhadap tekanan dinding lobang 1 4 / 1 0 dari 6'720 = 9'400 kg/keling.

B< . . nyaknya kel ing ditentukan dengan n = 38•2 = 4,07 9.4

Banyaknya keling yang dipilih 5 x 0 21 mm

2 1 5

Gambar 5 . 1 . 3. e.

Supaya sambungan dengan Iima keling ini tidak menjadi terlalu panjang, sebaiknya kita memil ih suatu profil baja L tambahan yang mendapat dua keling. Karena gam­bar pemasangan keling tidak simetris, maka kita harus memasang keling yang per­tama dengan jarak yang dibesarkan paling sedikit 50% . Selanjutnya tiga keling pada batang tepi bawah menerima 3 x 9'400 = 28'200 kg maka pada profil baja L tambahan masih ada gaya tarik sebesar 38'200 - 28'200 = 1 0'000 kg. Beban pada profil baja L tambahan harus diperhitungkan dengan tambahan sebesar 50% yaitu pada contoh ini 1 5'000 kg. Sambungan-sambungan pada profil baja L tambahan dilakukan dengan dua kali dua keling tampang satu. Beban yang diperkenankan per keling 0 21 mm terhadap pergeseran sebesar 5'540 kg dan terhadap tekanan dinding lobang 1 1 / 1 0 dari 6'720 = 7'390 kg/keling, maka dengan penempatan 4 keling sambungan ini menjadi kuat. Pada sambungan profil baja L tambahan dengan pelat buhul 1 4 mm kita pasang dua keling tampang dua. Beban yang diperkenankan per keling 0 21 mm terhadap tekanan dinding lobang = 9'400 kg/keling maka dengan 2 keling sambungan menjadi kuat.

Contoh 5: Pada suatu konstruksi balok loteng dari profil baja, suatu profil baja I N P 34 sebagai balok ekor harus disambung dengan profil baja I N P 42,5 sebagai balok ravil. Balok ekor menekan pada balok ravil dengan gaya tekan atas dasar beban tetap (H) sebesar A = 1 2'000 kg. Sebagai sambungan kita memilih dua profil baja L 90/90/9 mm yang dikeling pada balok ekor di bengkel dengan keling 0 21 mm dan pada bangunan kita pasang sekrup pada balok ravil dengan baut biasa M 20 . a) Penyelesaian pada sambungan keling: Keling dihitung sebagai tampang dua dengan memperhatikan bahan baja yang ter­tipis. Pada contoh ini bagian badan profil baja I NP 34 dengan 12,2 mm.

216

Menurut tabel I . 2. 9. 2. dan I . 2. 9. 3. pada bab 5. 1 . 1 . atau pada lampiran kita dapatkan beban yang diperkenankan per keling 0 21 mm terhadap pergeseran sebesar 2 x 4'850 = 9'700 kg/keling dan terhadap tekanan dinding lobang 12,2/ 1 0 dari 5'880 = 7' 1 70 kg/keling.

Banyaknya keling ditentukan dengan n = ___g_ = 1 ,68 7, 17

Dengan memperhatikan tambahan tegangan oleh momen yang ditentukan pada contoh ini pada bagian .c . ) kita menambah banyaknya keling yang telah ditentukan sebesar 30% s/d 50% . Banyaknya keling kemudian dipilih 3 x 0 21 mm. b) Penye/esaian pada sambungan baut biasa: Beban yang diperkenankan per baut M 20 terhadap pergeseran sebesar

N81 = n · :· 02 1 , 1 2 = 3,52 t/ baut (tampang satu) dan terhadap tekanan dinding

lobang sebesar N1 = 2,0 · 0,9 · 2,4 = 4,32 t/ baut ( menurut profil baja L 90/90/9 mm)

Banyaknya baut ditentukan dengan n = 3��2 = 3,41

Karena banyaknya baut selalu harus simetris dengan deretan genap dan dengan perhatian tambahan tegangan tsb. di atas, maka kita memilih : Banyaknya baut biasa 6 x M 20

0 I '

V

Gambar 5. 1 , 3. f.

217

c) Penentuan momen lentur: Karena sambungan ini bukan sambungan simetris kita harus memperhatikan m omen lentur yang timbul oleh eksentrisitas ini . M omen terhadap sayap profil balok ravil menjadi

M = A . x

yang pada contoh ini menjadi 1 2 . 5 = 60 tm. Momen ini mengakibatkan gaya horisontal H yang sama besarnya pada keling masing-masing, tetapi jurusannya berlawanan. Jumlah gaya ganda H ini harus seimbang dengan momen lentu-r M.

tt,=max If M = H1. h1 = H2. h2 + H3. h3 + . . . . .

atau dengan:

Hl h 2 + Hl 2 M = Hl. hl + hl 2 hl h3 + . . . . .

= Hl (h/ + h22 + hl + . . . . . ) hl dan kemudian kita mendapatkan :

Gambar 5. 1 . 3 . g. max H = M . max h = __!'!I__ . _m=ax

�h2_ M f !.h2 max h !.h2 max h

N ilai f dapat diambil pada tabel I . 2. 9. 4. pada lampiran. Pada contoh ini max h menjadi 2 · 8 = 1 6 cm, dan kemudian:

60 max H = -- 1 ,000 = 3,75 t 1 6

Selanjutnya oleh tekanan (tumpuan A) tiap-tiap keling menerima suatu gaya ver­tikal V sebesar:

A 1 2 V = -- = -- = 4 t n 3

Menurut gambar 5. 1 . 3. f. di atas kita selanjutnya menentukan resultante R oleh gaya H dan gaya Vsebagai:

R = ) V 2 + H 2 = )4 2 + 3,75 2 = 5,48 t Pada dua keling yang terpinggir dapat kita tentukan beban yang timbul terhadap pergeseran sebagai:

Ta = 5·� P = 0,79 < 1 ,4 t/cm2 2 . rr __ , 4

dan terhadap tekanan dinding loba.ng sebagai :

a1 = 5•48 = 2, 1 4 < 2,8 t/cm2 2, 1 . 1 ,22

218

r Contoh 6: Pada suatu konstruksi rangka batang baja suatu batang dengan gaya batang S = 13,0 t harus disambung las pada pelat buhul yang 12 mm tebalnya. Tentukan ukuran batang dari bahan baja setrip ST 37 dan ukuran-ukuran sam­bungan las. Penyelesaian: Penentuan ukuran profil baja setrip:

luasnya Fyang diperlu�an: F = 11,� = 8, 1 2 cm2

Ukuran profil baja yang dipilih 2 x - 60/7mm = 8,4 cm2

tegangan yang timbul 1 3 a = -- = 1 55 < 1 6 t / cm2 8,4 ' '

Penentuan ukuran-ukuran sambungan las: tegangan geser yang diperbolehkan: T " = 1 '350 kg/ cm2

luasnya Fw yang diperlukan: Fw = -� = 1335 = 9,63 cm2

T 1 1 1 , kita memilih sambungan las tepi dengan a = 4 mm

Panjangnya sambungan las yang diperlukan: L I = Fw a

9.63 0,4

Panjangnya satu las tepi menjadi: I

Pandangan

L l 4

Gambar 5. 1 . 3. h.

24'08 = 6 02 cm 4 '

24,08 cm

Selanjutnya kita memilih 4 sambungan las tepi dengan panjangnya masing-masing I = 65 mm dengan pemeriksaan, bahwa:

1max = 1 00 a = 40 cm > I = 6,5 cm > 15 a = 6,0 cm = lm;n tegangan gesen" yang timbul:

13 = 1 .25 < 1 ,35 t/ cm2 Tu = 4 . 0,4 . 6 .5

219

Contoh 7: Pada suatu konstruksi rangka batang baja , suatu diagonal dengan gaya batang atas dasar beban tetap (H) menerima 20 t (gaya tarik ) . Tentukan ukuran batang diagonal tarik dari bahan baja profil L ST 37 dan sambungan las tepi pada sambungan dengan pelat buhul setebal 1 0 mm.

pelat buhul 1 0 mm Gambar 5. 1 . 3. i .

Penyelesaian: Penentuan ukuran profil baja L : luasnya profil baja Fyang diperlukan: F = 2

1°� = 1 2, 5cm2

Ukuran profil baja yang dipi l ih: 2 x L 55/55/6 mm = 1 2,62 cm2

tegangan yang timbul: o = 22°·0

2 = 1 ,58 t/ cm2 < 1 ,6 tl cm2 1 ,6

Penentuan ukuran-ukuran sambungan las: a ) Pada konstruksi rangka batang dengan beban utama sebagai beban tetap (H) .

luasnya Fw yang diperlukan : Fw = � Tl l 20 = 1 4,8 cm2 1 ,35

penentuan ukuran a pada sambungan las tepi:

a � 0,7 · 6 = 4,2 -+ yang dipil ih: a = 4 mm

Panjangnya sambungan las 'r<<ng diperlukan: 'LI = 1 4•8 = 37 cm 0.4

P . I . . , I 2.1 37 anJangnya satu as tep1 menJadl: = -- = -- = 9,25 cm

220

4 4

r Selanjutnya kita memilih 4 sambungan las tepi dengan panjangnya masing-masing I = 9,5 cm, dengan pemeriksaan, bahwa:

lmax = 1 00 a = 40 cm > I = 9,5 cm > 1 5 a = 6,0 cm = lm:. tegangan geser T" yang timbul :

20 T" 4 . 0.4 . 9,5 = 1 ,32 < 1 ,35 t / cmz

b) Pada konstruksi rangka batang dengan beban utama sebagai beban hidup (HZI. Pada muatan ini, misalnya muatan lalu- lintas dsb. , garis sumbu batang dan garis sumbu las tepi harus sama. Menurut gambar 5. 1 . 3. i. di atas kita menen­tukan jarak-jarak e sebagai: e1 = 3,94 cm dan e2 = 1 ,56 cm.

Pembagian gaya batang S atas S1 dan S2 kita melakukan seperti berikut: S1 =

S b. e2 20,0 · 1 ,56 = 5.7 t S2 = S · e1 20,0 · 3,94 = 24,3 t 5,5 b 5,5

dengan a = 4 mm kita tentukan I' sebagai:

/' = � = 5•7 = 5,28 cm 2 a · a 2 · 0.4 · 1 ,35 karena lmin = 6,0 cm kita memilih I' = 6,0 cm tegangan geser T;, yang timbul :

' . 5.7 - 29 I 2 35 I 2 T " = 2 . 0•4 · 6,0 - 1 , t cm < 1 , t ern

kemudian /" kita tentukan dengan:

/" = 1 4,3 13 2 2 · 0.4 · 1 ,35 = ' cm

kita memilih /"sebagai 1 3,5 cm tegangan geser T;; yang timbul:

T ;; = 2 . 0�:·.31 3, 5 = 1 ,32 t / cm2 < 1 ,35 t/ cm2

Contoh 8: Tiang pada suatu bangunan bertingkat dengan gaya batang atas dasar beban tetap (H) menerima 79,7 t (gaya tekan) dari tingkat-tingkat di atas dan oleh konstruksi loteng 25 m2 dengan 900 kg/ m2. Tentukan pada tiang dari bahan baja 2 x U N P 26 banyaknya pelat baja dengan sambungan las tepi dengan jarak e = h antara dua U N P 26 itu. lihat juga bab 2. 6. 3. (Tekukan pada topang ganda ) .

89,7 t Penyelesaian: Penentuan beban (gaya tekuk) : oleh tingkat-tingkat di atas oleh loteng 25 m2 x 0,9 t =

oleh berat sendiri ::::: (0, 1 1 + 0,07) · 4,5 total P

Gambar 5. 1 . 3. k .

79,7 t 22,5 t

0,8 t = 1 03,0 t

221

menurut rumus (2. 48 . ) kita dapatkan: ).id = J ).2 + ).12 Jarak a antara dua profil baja U N P 26 me·nurut gambar 5. 1 . 3. 1 . berikut kita pilih 1 8 cm.

Kemudian kita mendapat ukuran e: e = 2 (9 + 2,36) = 22,72 cm < h = 26 cm

Gambar 5. 1 . 3. l .

I. = .j i 2 + [ .!__ ] 2 = j 2 562 + 1 1 362 = 1 1 64 cm y 1 . 2 ' ' '

i1 = menu rut tabel l . 2. 3. 2. pada lampiran = 2,56 cm

. I ). = -y . ly 450

= 38,66 1 1 ,64

Jarak sambungan pada topang ganda kita pilih menurut ketentuan /1 = A1 · i1 akan tetapi kurang dari /1 = 1/3. J ikalau kita memilih 2 sambungan pada topang ganda ini, /1 menjadi 1 50 cm dan kemudian

/. 1 50 ).1 = -7- = 2 56 = 58.6 /1 '

J ikalau kita memilih 4 sambungan pada topang ganda ini, /1 menjadi 90 cm dan kemudian

90 2 56 = 35, 1 6

' J ikalau kita memilih 5 sambungan pada topang ganda ini, /1 menjadi 75 cm dan kemudian

). - .i. 75 1 - . = 2 56 = 29,3 /1 ' Karena Ay menjadi 38,66 kita dapat memilih 4 atau 5 sambungan pada topang ganda ini . Selanjutnya pada contoh ini kita memilih 5 sambungan seperti terlihat pada gambar 5. 1 . 3. m. berikut:

222

I I t

I ).id kemudian menjadi:

).id = v V + V = v 35,662 + 29,32 = 48,5

Menurut tabel I . 2. 5. Tegangan tekuk yang diperke­nankan untuk baja ST 37 pada lampiran kita dapatkan: a = 1 ' 1 55 kg/cm2 a yang timbul pada topang ganda ini menjadi: a = PIF = 1 03'000 : 96,6 = 1 '066 < 1 ' 1 1 5 kg /cm2

Gambar 5. 1 . 3 . m.

Pada penentuan pelat sambungan kita perhatikan gambar dan ketentuan berikut:

J ikalau kita memotong pelat sambungan pada pertengahan kita dapatkan suatu pergeseran T yang besar pada ujung-u]ung dan menjadi nol pada tengah-tengah topang ganda itu . Pergeseran T ini tergantung pada gaya lintang aid dan jarak titik berat e menu rut rum us berikut:

(5. 3 . )

wyid menjadi angka tekuk ideal pada ju rusan y atau dengan ketentuan lain:

2 · F1 • a baja ST 37 Wyid =

p

Gambar 5. 1 . 3. n.

Pada topang ganda dengan dua profil baja boleh kita tentukan gaya pergeseran T seperti berikut:

T = Ow /1 2 e (5. 4. )

223

l

M omen M yang timbul pada pelat_sambungan dapat kita tentukan seperti berikut:

dengan op5 = (5. 5 . )

dengan arti bagian masing-masing: M momen pada pelat sambungan T gaya pergeseran pada pelat sambungan c lebar pelat sambungan ops tegangan normal dalam pelat sambungan Wn momen tahanan pada pelat sambungan (jikalau alat sambungan men­

jadi keling atau baut Wn menjadi momen tahanan dari luasnya pelat sambungan dikurangi luasnya lobang-lobang alat sambungan)

y jarak garis sumbu sambungan las kepala dan las tepi

Gambar 5. 1 . 3. o.

Pada contoh 8 ini dapat kita tentukan:

Wyid =

O;d

T

M

2 . 48,3 . 1 '400 1 03'000

1 ,30 . 1 03'000 80

1 '675 . 75 2 . 22,72

2 765 . 31 ' 2

= 1 ,30

= 1 '675 kg menu rut rum us (5. 3. )

= 2'765 kg menu rut rum us (5. 4 . )

= 42,8 tern menu rut rum u s ( 5 . 5. )

Pada contoh ini kita memilih pelat sambungan sebesar 310/200/8 mm

Gambar 5. 1 . 3. p.

224

M omen tahanan Wn dari pelat sambungan dapat kita tentukan:

W 0,8 . 203 - 3 3 3 n = 6 - 5 , cm

dan tegangan ops kemudian menjadi:

- 42,8 - 2 ops - 53,3 - 0,80 < 1 ,4 t/ cm

Kita memilih a = 5 mm sebagai sambungan las tepi dengan panjangnya sebagai luar pelat sambungan .

Fw = 20 · 0,5 cm2

t 2 Ww = 0•5 ' 0

= 33 3 cm3 6 '

Tu =

T =

dan menurut daftar I . 2 . 9. 5. pada lampiran :

2· 77 = 0,277 t/ cm2 1 0

42, 8 2 = 1 ,29 t/cm 33,3

Ov = J 1 ,292 + 0,2772 = 1 ,32 < 1 ,35 t/ cm2

Ukuran atau luasnya pelat sambungan dapat diperkecil jikalau kita memakai sam­bungan las tepi dan las kepala ( penutup) menurut gambar 5. 1 . 3. q. berikut:

Pada kemungkinan ini kita memilih pelat sam­bungan sebesar 310/ 1 60/8 mm

Gambar 5 . 1 . 3. q.

Momen tahanan Wn dari pelat sambungan dapat kita tentukan :

Wn = 0,8 . 1 62 = 34 cm3 6 Luasnya las Fw kemudian menjadi:

Fw = Fkepala + Frepi = 1 6 · 0,5 + 2 · 6,0 · 0,5 = 8,0 + 6, 0 = 14,0 cm2 dan tegangan ops pada pelat sambungan kemudian menjadi:

42,9 M = T · y = 2,77 · 1 5,5 = 42,9 t/cm max ops = 34 1 ,26 < 1 ,4 t/ cm2

tegangan geser pada sambungan las kepala oleh T: - 2,77 - 3 2 T " - SO - 0, 5 < 1 ,35 t/cm

tegangan geser pada sambungan las tepi oleh M:

M 42,9 2 68 2,68 H = b 1 6,0 =

' t T" = 6,0 . 0,5 0,89 < 1 ,35 t/ cm2

225

5. 2. Alat-alat sambungan kayu

5. 2. 1. G igi tunggal

Pemakaian gigi tunggal secara i lmiah pada kuda penopang maupun pada takikan kayu pelana mempengaruhi dengan sudut yang sama cp/2. Kemiringan bidang gigi tunggal yang belakang ditentukan oleh dalamnya takikan d. Agar takikan pada kayu pelana tidak terlalu· mengurangi kekuatannya maka dalamnya takikan dtidak boleh lebih dari :

h/4 untuk sudut sampai 60° h/6 untuk sudut lebih dari 60° (dan pada takikan · sebelah-menyebelah pada

tiang)

V

V

Pada gambar 5. 2. 1 . a . kependekan masing-masing berarti: P gaya tekan pada kuda penopang H = gaya tarik pada balok loteng sebesar H = P. cos a V = gaya vertikal ( reaksi tumpuan) sebesar V = P. sin a a = · miringnya ku,da penopang d = dalamnya gigi tunggal v = panjangnya kayu muka

Gambar 5. 2. 1 . a.

Penentuan kekuatan suatu gigi tunggal tergantung dari dua nilai, yaitu tegangan normal oh pada dalamnya gigi tunggal d dan pada tegangan geser T pada kayu muka v.

226

Dua nilai dapat kita tentukan sebagai berikut:

H P · cos a (5. 6. ) oh = ,;;; oh b · d b · d

H P · cos a ,;;; i (5. 7. ) T ---

v · b v · b

Atas dasar penentuan (5. 6 . ) dan (5. 7 . ) ini dapat kita tentukan perbandingan berikut:

V d a tau

biasanya dapat kita pilih ukuran kayu muka v sebesar 8 s/ d 9 kali dalamnya gigi tunggal d.

5. 2. 2. Paku

I = panjang paku d = garis tengah paku

Paku berdiameter kecil lebih baik daripada yang besar. Sebaliknya kepadatan paku jangan juga terlalu besar untuk menjaga jangan sampai kayu pecah .

p

Gambar 5. 2. 2. a

min. 1 5 d untuk ujung papan yang dibebani (kayu muka ) min .. 12 d untuk tepi kayu yang dibebani J... min. 1 0 d jarak antara paku dalam satu barisan min. 5 d jarak antara paku dan tepi kayu min . 5 d antara dua barisan paku Perhatian : Jikalau dipakai paku yang agak tebal jarak-jarak di atas harus diperbesar. Satu sambungan paku selalu terdiri dari paling sedikit 4 paku

227

Pada pemasangan paku tampang satu kita harus memperhatikan gambar 5. 2. 2; b. berikut:

I I I -oJ. - - T

a b

8 d ��� Sd A-- - -ul - - -

�b ..

T � Cl- a

-ol -�- - -

ed T

Gambar 5. 2. 2. b .

Sebaiknya pada dua papan paku dipilih begitu panjang, sehingga ujungnya pada bagian belakang keluar sedikitnya 3d ( 1 ) . Jikalau dua papan tidak sama tebalnya dan paku dapat masuk pada papan belakang (kedua ) sedikitnya 8d ( 1 1 ) boleh juga digunakan. Pada tiga papan, paku yang masuk papan atau balok tengah lebih dari 8d tetapi sisanya masih lebih dari 8d, maka paku bo!eh dipasang dari sebelah­menyebelah sedekat mungkin ( I l l ) . Jikalau pada tiga papan sisa pada papan atau balok tengah menjadi kurang dari 8d maka kita harus memperhatikan suatu jarak minimal sebesar _5d dalam arah gay a ( IV) � Pada pemasangan paku tampang dua kita harus memperhatikan gambar 5 . 2 . 2 . c . berikut:

�d I I

.,;) b �

Gambar 5. 2. 2. c .

228

I !

Pada tiga papan yang sama tebalnya kita dapat menghitung paku sebagai tampang dua jikalau paku itu masuk paling sedikit 8d ke dalam papan ketiga. Jarak minimal antara dua paku dalam arah gaya menjadi 1 0d, walaupun paku dipasang dari sebelah-menyebelah ( 1 ) . Jikalau papan sisi atau papan pengapit menjadi agak tipis sebaiknya paku tampang dua pada ujungnya keluar sedikitnya 3d ( 1 1 ) . Catatan: Jarak paku dan beban yang diperkenankan per paku agak berlainan dengan Peraturan konstruksi kayu I ndonesia N l-5 PKKI 1 961 atas timbangan penulis yang berdasarkan pada praktek dan menjadi: 1 . Jikalau kita memperhatikan kelas-kelas kayu dalam praktek dapat kita ten­tukan: kayu kelas I tidak dapat dipaku karena terlalu keras serta mudah pecah dan biasanya juga mahal . Kayu kelas IV terlalu jelek untuk digunakan pada konstruksi kayu yang diperhitungkan secara statis. Tinggallah kayu kelas 1 1 dan I l l . 2 . Dalam praktek untuk konstruksi kayu biasanya digunakan kayu Kalimantan, yaitu kayu Meranti atau Lanan. Dari kayu-kayu itu di Kalimantan tumbuh kira-kira 300 macam/jenis antara kayu kelas 11 s/d IV,' kadang-kadang hanya dapat dibedakan antara kelas 11 dan kelas I l l menurut beratnya kering udara. Karena itu di pasaran kayu Kalimantan sebetulnya dicampur dengan kayu kelas 1 1 dan kelas I l l . Kesimpulan: Atas dasar ketentuan dari praktek itu penulis buku ini pada prinsipnya hanya menghitung kayu kelas I l l pada alat sambungan paku, akan tetapi pada penentuan panjangnya paku diperhatikan juga peraturan-peraturan dari Jerman dan Swis seperti terlihat pada gambar 5 . 2. 2. b. dan c . di atas.

Daftar beban yang diperkenankan per paku untuk kayu dengan be rat jenis rata-rata 0,5 gr I cm'

Ukuran paku 2 % " BWG 1 1 Paku garis tengah 0 mm 3.05 Panjangnya paku mm 63 Dapat digunakan untuk papan tebalnya sampai mm 20

Kekuatan 1 paku tampang satu kg 31 tampang dua kg 62

keperluan ukuran sam· bungan per paku min. cm' 6.2 - I Jw ·1lah paku kira-kira I ptg l pe' kg paku 280 I

kering udara:

3" BWG 1 0 ,3 % " BWG 9 3.40 3.76

76 1 89 25 30

40 50 80 1 00

8.0 10.0

185 I 1 30 I

4" BWG 8 14 Y, " BWG 6 4 . 1 9 I 5.20 102 1 1 4

35 40

61 94 122 188

12.2 18.8

I 93 I 53

5" BWG 6 5.20 130

40

94 188

18.8

1- 47 I Daftar 1 .2. 1 0. 1 . ( lihat juga pada lampiran)

229

5. 2. 3. Baut dan baut pasak khusus

1. Sambungan-sambungan dengan baut:

= panjang baut d = garis tengah baut

Sambungan dengan baut hanya boleh digunakan pada bangunan-bangunan sederhana. Untuk menerima/ menyalurkan beban-beban besar pada bangunan tahan lama, baut tidak dapat digunakan. Sambungan dengan baut dinilai sebagai lemah dan tidak boleh disamakan dan digun!'lkan bersama dengan sambungan jenis lain . Jangan menggunakan baut tanpa cincin yang cocok ( l ihat daftar berikut ) . Untuk bangunan dengan kayu Ul in/ Jati maka nilai-nilai pada tabel beban yang diperkenankan harus ditambah 1 5 % . Besarnya cincin boleh dikurangi 4 nilai, yaitu 4 nilai atau 8 m m dari garis tengah baut. Lobang baut harus dibuat secukupnya saja . Speling tidak boleh lebih dari 1 .0 mm. Sambungan-sambungan /urus:

]J I . --4 )-{) I . -<>-- I

,() 7d�� 1cl '"ki 7d toan Gambar 5. 2. 3. a . T

p p Sambungan-sambungan siku: t !

'lr. "' I I jll. I I

I I � I I

� 5 � Gambar 5. 2. 3. b .

230

Daftar be ban yang diperkenankan per baut untuk kayu dengan beratfjenis

rata-rata 0.5 gr/cm3 kering udara:

Baut garis tengah 0 mm 1 2 14 1 /2"

Garis tengah di dalam drat/snail mm 9 10 .5

Cincin minimum 0 . mm 58 63 Cincin segiempat mm 50/50 5 5 / 5 5 Cincin tebalnya mm 5 5.5

Ukuran kayu minimal dengan satu barisan baut: Papan pengapit cm 3 .6/8 4 .5/10 Kayu tengah cm 8/8 1 0 / 1 0

Kekuata n 1 baut I tampang satu <p = 0° kg 308 384

kekuata n 1 baut tampang dua <p = oo kg 615 768

<p = 45° kg 538 672 <p = 9()0 kg 461 576

--

Kekuatan 1 baut untuk 625�� gaya tarik kg I

1 6 5/8"

1 2 .5

68 60/60

6

51 10 10/ 10

463

925 809 694

1 200

1 8 20 3/4"

14 1 6

74 80 65/65 70170

7 8

I 6/12 6 / 1 2

1 2 / 1 2 1 2/ 1 2

544 1 626 ---G 1088 1 253 952 1096 816 940

1 500 1 2000

22 25 1 "

1 8 20.5

92 105 80/80 95/95

8 8 � 6 / 1 4 6/ 1 6

14/ 14 1 6 / 1 6

�--7 1 1 I 856

1422 1 1713

"�J;] 1067 1 285

2500 3200

Daftar 1 .2. 10.2. ( l ihat juga pada lampiran) 2. Sambungan-sambungan dengan baut pasak khusus:

Baut pasak khusus (Stabdubel) dibuat dari baja bernilai tinggi dengn bentuk silinder. Digunakan sebagai alat penyambung bagian-bagian yang dikenai gaya lengkung . Dimasukkan dalam lobang yang dibor bergaris tengah d -- 0,2 mm. Sambungan dengan menggunakan baut pasak khusus tidak menunjukkan peng­geseran yang berarti, seperti yang terdapat pada sambungan dengan baut. Baut pasak khusus ini boleh dikatakan alat penyambung hampir sama dengan paku . Panjang baut pasak khusus disesuaikan dengan jumlah tebal kayu yang disambung . Dengan cara begitu dapat digunakan satu baut pasak khusus untuk penyambungan beberapa bagian (tampang ) . Sebaiknya digunakan baut pasak khusus bergaris teqgah (d = ) 8 - 24 mm. Setiap sambungan hendaknya menggunakan paling se.Jikit empat baut pasak khusus. D<:�ya tahan baut pasak khusus ini 35% lebih besar dari baut biasa dengan ukuran sama. Besarnya daya tahan paling baik bisa dicapai pada sambungan tampang satu

231

dengan tebal kayu 5.75 d, dan pada sambungan tampang dua dengan tebal kayu 6.0 d. Pada tebal kayu yang lebih besar tidak lagi diperhitungkan kenaikan daya tahannya. Jarak pada sambungan dengan baut pasak khusus dapat lebih kecil daripada sam­bungan dengan baut biasa, lihat gambar 5. 2. 3. c. dan d . Beberapa baut pasak khusus yang dipasang berbaris harus ditempatkan dengan jarak d melawan urat kayu, seperti juga diperlukan pada sambungan dengan baut biasa. Untuk menghin­darkan momen tambahan, maka hendaknya baut-baut pasak khusus ini dipasang simetris. Meskipun baut pasak khusus ini cukup kokoh, tetapi oleh karena berbatang licin hendaknya digunakan baut klem dengan mur (satu per empat baut pasak khusus) . Lebih-lebih kalau baut pasak khusus itu menanggung beban arah batangnya. Dalam melaksanakan sambungan dengan baut pasak khusus hendaknya pem· buatan lobang dilakukan setelah bagian-bagian yang akan disambung disetel dengan baut klem itu .

Sambungan siku:

p Gambar 5. 2. 3. c

Sambungan-sambungan lurus:

..... ...., I .... -< r-OJ� -< r-

Gc:! 5 5 c;; d

Gambar 5. 2. 3. d .

232

l r '

Daftar beban yang diperkenankan per baut pasak khusus untuk kayu berat jenis rata-rata 0,5 gr/cm3 kering udara: (dalam kg)

tampang satu

d tebal kayu a dalam cm mm 4 6 8 I 1 0 1 2

I 1 4 l E' 1 8

-8 1 28 1 47 1 47 i I 1 47 1 47 1 47 1 47 1 47

1 0 1 60 230 230 230 230 230 230 230

1 2 1 92 ! 288 331 ! 331 331 331 331 331

14 224 336 j 448 450 450 ! 450 450 450

1 6 256 384 i 512 589 589 589 589 589

1 8 288 432 576 ! 720 745 745 745 I, 745 I

20 320 I

480 I

640 800 920 920 920 I 920 i ! I 22 352 I 528 704 I 880 1 056 1 1 1 3

I 1 1 1 3 1 1 1 3 I

24 384 576 768 960 1 1 52 1 325 1 325 1 325

26 4 1 6 624 832 1 040 1 248 1 456 1 555 1 555

28 448 672 896 1 1 20 1 344 1 568 1 792 1 803

30 480 720 960 1 200 1 1 440 1680 1 920 2070

N ilai-nilai pada tabel semua dihitung dengan sudut rp = 0°. Jikalau rp > 0° kita menggunakan rumus berikut: Beban yang diperkenankan per baut atau baut pasak khusus pada sudut rp = 0 nilai dari daftar ( N ) di atas (dalam kg) dikalikan dengan

( 1 - 3:0 ) , khususnya pada baut dan baut pasak khusus.

233

234

Daftar beban yang diperkenankan per baut pasak khusus untuk kayu berat jenis rata-rata 0,5 gr/cm3 kering udara:

d

mm

8

10

1'2 1 4

1 6

18

20

22

24

26

28

30

d mm

8

1 0

1 2

14

16

18

20

22

24

26

28

30

4

272

,340

408

476

544

612

680

748

816

884

952

1020

4

1 76

220

264

308

352

396

440

484

528

572

616

660

6

326

510

6 1 2

7 1 4

8 1 6

918

1020

1 1 22

1 224

1326

1428

1 530

6

2 1 1

330

396

462

528

594

660

726

792

: 858 - - - -

924

990

I

I

tampang dua dan lebih

pada batang tengah

tebal kayu a dalam cm

8 I 10 12 I 14 t 326 ! 326 326 • 326 i &to 510 510 510

734 ! 734 734 134 I 952 1000 1000 1000

1 088 1 306 1306 1306

1 224 1 530 1652 1652 --r-- I

1 360 1 700 2040 2040 1496 I 1870 2244 2488 j 1632 I 2040 2448 2856

1 768 2210 2652 3094

1904 2380 28!>6 3332

2040 2550 3060 3570

pada papan pengapit

tebal kayu a dalam cm

8 10 12 I 14

2 1 1 21 1 2 1 1 2 1 1

330 I 330 330 330

475 475 475 475

6 1 6 647 647 647

704 845 845 845

792 '

990 1069 1069

880 1 100 1320 1 320

968 1210 1452 1 597

10!>6 1 320 1 584 1846

1 1 44 1430 1 7 1 6 2002

1 232 1540 1846 21!>6

1 320 1650 1980 2310

16 18

326 326

!>10 &10

734 734

1000 1000

1306 1306

1652 1652

2040 2040 2468 I 2468

·2938 . 2938

3448 . 3448 3808 3998

4080 4590

1 6 18

2 1 1 2 1 1

330 3:,l0

475 475

647 647

845 845

1069 1069

. 1320 1 320

1 597 1 597

1901 1901

2231 2231

2464 2587 --

2640 29,70

Daftar 1 .2. 10.3. ( lihat juga pada lampiran)

�"' c-l., ·I D o .... ::: \ 'l t "-c� :

l 5. 2. 4. Pasak cincin, bulldog connector dan pelat paku

1. Sambungan-sambungan pasak cincin:

Pasak cincin termasuk golongan pasak yang ditanam. la merupakan macam pasak, yang dipasang dalam alur bundar, yang telah dibuat sebelumnya dengan mesin yang bermata khusus. Alur ini tidak boleh terlalu dalam. Pasak cincin ini harus sampai setengah dari lebarnya / tebalnya (b) masuk ke dalam kayu yang akan disambung . Jikalau ti_dak, maka perhitungan kekuatan menerima beban hanya dengan perkiraan. Hendaknya digunakan pasak cincin dengan merek terkenal, seperti misalnya Kubler atau Kruger dari Jerman a tau Locher atau R ig l ing dari Swis. Seterusnya yang akan dibicarakan ialah golongan terakhir, karena merupakan pasak cincin besi cor (besi hitam) yang bercincin bundar belah luka ( lihat gambar 3. 1 . 6. a . ) . Belah-belah itu akan masih bisa menjamin kokohnya pasak cincin, meskipun timbul perubahan bentuk kayu . Pasak cincin itu dipasang dalam aluran yang sudah dibuat, sehingga belahnya terletak paga garis-garis sudut kedua kayu yang disambung.

Gambar 5. 2. 4. a.

N ilai-nilai pada tabel semua dihitung dengan sudut cp = 0°, 45° dan 90°. J ikalau cp berbeda kita menggunakan rumus berikut: Beban yang diperkenankan per pasak cincin atau bulldog connector pada sudut cp = 0° dari daftar ( N ) berikut (dalam kg) dikalikan dengan

(1 - 1:0 ) , khususnya pada pasak cincin dan bulldog connector.

235

Daftar beban yang diperkenankan pada pasak cincin untuk kayu dengan berat

jenis rata-rata 0.5 gr/cm3 kering udara:

Pasak garis tengah 0 0 1uar 01 mm 60 80 100 120 140 1 60 180 200 0 dalam Dd mm 52 70 88 108 126 144 164 184

Pasak lebarnya b mm 18 22 26 30 36 40 46 50

Baut pegang tengah 0 mm 12 14 14 1 6 16 18 18 20 Cincin segi em pat mm 50/50 60/60 60/60 70/70 70/70 70/70 70/70 80/80 Cincin tebalnya mm 5 6 7 7 7 7 7 8

Ukuran kayu minimal: Papan pengapit

cp = s/d 30° cm 6/12 6/14 6/18 6/20 8/22 8/24 10/30 10/32 cp = lebih dari 30° cm 6/10 6/ 12 6/ 14 6/ 16 8/ 18 6/20 8/24 8/26

Kayu tengah cp = s/d 30° cm 8/ 12 8/ 14 8/18 8/20 10/22 10/24 10/30 10/32 cp = lebih dari 30° cm 8/ 10 8/ 12 8/ 14 8/16 8/18 8/20 10/24 10/26

Jarak antara baut dan ujung kayu v (kayu muka) cm 9 12 1 5 1 8 21 24 27 30 Jarak antara dua baut (tengah pasak) cm 12 16 20 24 28 32 36 40 Jarak antara pinggir Pasak dan tepi kayu: yang dibebani a cm 3 3 4 4 4 4 6 6 yang tidak dibebani b 2 2 2 2 2 2 3 3

Diperkecilnya luas kayu tanpa baut cm2 4.3 7. 1 1 1 .2 15.6 22.3 28.4 37.3 45.0

Kekuatan 1 pasak cp = oo kg 420 780 1 140 1620 2260 2880 3780 4600 <p = 45° kg 315 585 855 1215 1 695 2160 2835 3450 <p = 9()0 kg 210 300 570 810 1 130 1440 1890 2300

Daftar 1 .2 . 10 .4. ( l ihat juga pada lampiran)

236

2. Sambungan·sambungan bulldog connector:

Gambar 5. 2. 4. b.

Pelat kotok Bulldog dari baja ini yang berbentuk bulat, oval atau segiempat pelaksanaan penggu­naannya sama seperti pasak cin­cin bergigi tetapi mempunyai perbedaan seperti berikut: Pelatnya menjamin penetrasi yang rata ke dalam bidang-bidang kayu yang disambung. Bulldog Connector tidak memer­lukan alat-alat khusus seperti mata bor khusus yang diperlukan untuk pasak cincin . Sebagai contoh diberikan di · ba­wah satu dattar kekuatan Bulldog Connector yang bundar.

Daftar 1. 2. 10. 5. beban yang diperkenankan per Bulldog Connector untuk

kayu dengan berat jenis rata-rata 0,5 grfcm;J kerh1g udara:

Bulldog connector Garis tengah D mm 50 62 75 95 1 1 7 140 1 65 Tingginya b mm 10 17 19 25 30 31 33 Tebal seng s mm 1 ,3 1 , 3 1 ,3 1 ,3 1 , 5 1 ,5 1 ,8

Baut pegang tengah mm 1 2 16 1 6 16 20 20 25 Cincin segiempat mm 50/50 60/60 70/70 70/70 80/80 90/90 1 00 / 1 00

Ukuran kayu minimal : cp = s/d 30° cm 6/ 10 6/ 12 6/ 1 2 6/ 14 8/ 1 8 10/20 10/24 cp = lebih dari 30° 6/8 6/ 10 6/ 1 0 61 1 2 8/ 1 6 8/ 1 8 8/20

Jarak antara baut dan ujung kayu, dan antara dua baut cm 12 1 2 1 4 1 4 17 20 23

Kekuatan 1 Bulldog cp = oo kg 350 550 750 1000 1350 1 750 2400 cp = 45° kg 300 475 650 875 1 1 75 1 525 2100 cp = 90o kg 250 400 550 750 1000 1300 1800

Daftar I . 2. 10. 5. What juga pada lampiran)

237

r 3. Sambungan-sambungan pelat paku:

Pelat paku yang akan dibicarakan dibuat dalam pelat-pelat berukuran 50/75 cm pada pabrik/perusahean Menig di Biel, Swis. Dengan menggunakan gergaji pita atau gergaji tangan ditentukan besar kepingan yang diperlukan. Untuk setiap m2 pelat paku Menig terdapat 20,000 paku . Paku-paku ini dimasukkan ke dalam tempat dari bahan busa dengan dituangi damar sintetis. Sebelah­menyebelah terdapat paku yang panjang 10 mm. Pelat-petat itu ditekankan ke dalam kayu yang akan disambung dengan meng­gunakan pres portable dengan tekanan 50 kg/ cm2. Pelat paku memberikan sambungan yang kuat, tidak terlihat dan daya menerima beban yang besar.

Daftar 1 ; 2. 10. 6. beban yang diperkenankan per plat paku-paku untuk kayu dengan berat jenis rata-rata 0,5 gr/cm3 kering udara:

Pelat paku-paku lebarnya cm 1 5 5 1 0 panjangnya cm 1 5 1 0 1 0

Keperluan tekanan untuk pasang kg 50 1 250 2500 5000 Kekuatan terhadap pencabutan kg 1 6 400 800 1 600

Ukuran kayu minimal: tebalnya cm 3 3 3 3

Kekuatan tampang sa tu cp = oo kg 1 0 250 500 1 000

cp = goo kg 7.5 1 88 375 750

Kekuatan tampang dua cp = oo kg 20 500 1 000 2000

cp = 30° kg 18.5 462 925 1850

CfJ = 6QO kg 1 7 425 850 1700 cp = goo kg 1 5 375 750 1 500

Daftar I . 2. 10 . 6. ( iihat juga pada lampiran)

238

. • l

\

5. 2. 5. Konstruksi berlapis majemuk dengan perekat

Yang disebut konstruksi berlapis majemuk, ialah konstruksi kayu, yang menggunakan papan-papan tipis, yang saling direkatkan dengan seratnya sejajar dengan perekat, sehingga merupakan balok yang berukuran besar. Yang termasuk golongan ini antara lain balok segiempat ( Hetzer) dan balok bentuk I dari kayu berlapis majemuk (Stegtrager) . Balok Hetzer dan Stegtrager ini hendaknya dibuat oleh perusahaan, yang sudah mengkhususkan diri dalam hal itu . Tebal lapisan papan masing-masing biasanya 20 s/d 30 mm. Balok Hetzer relatif membutuhkan lebih banyak bahan. Tetapi pembuatannya membutuhkan kerja kurang sedikit setiap m3 kayunya dibandingkan dengan Stegtrager. Memang yang terakhir lebih hemat dalam hal bahannya. Ada baiknya ditentukan menurut kea­daannya, mana yang digunakan, balok Hetzer atau Stetrager. Sebagai bahan untuk membuatnya dibutuhkan kayu yang dikeringkan dapur. Sebagai perekat digunakan lem yang tertera di daftar berikut:

Macam perekat Bentuk dalam perdagangan Cocok untuk bangunan

Gasein tepung yang terlindung, seperti kuda-kuda dsb.

Urea Formaldehyde cairan atau tepung dengan yang terlindung, di mana Resin cat pengeras warna perlu diutamakan

Resorcinol cairan dengan cat yang tidak terlindung Resin pengeras seperti jembatan, stadion

bangunan kapal dsb. Phenolic Resin cairan dengan cat

pengeras

H ubungan dengan lem merupakan hubungan bidang, sehingga sangat kuat. Se­baiknya jangan mencoba menggunakan hubungan lem bersama dengan hubungan lainnya. Pada waktu menerima beban , maka hubungan lem yang lebih kuat itu akan menanggung beban dulu, sebelum hubungan lain yang lebih lunak bisa turut menerima beban. Pada perekatan yang baik, maka konstruksi berlapis majemuk ini dapat diperhitungkan, seakan-akan terdiri dari bahan yang homogin . Perubahan ben­tuknya dapat ditentukan dengan menggunakan momen daya beban penam­pangnya. Gelagar yang dilem biasanya dibentuk sebagai portal dua atau tiga ruas. Sebuah portal lengkung hendaknya pa�ing sedikit 1 17 lebar bentang tingginya . lni berdasarkan pada.alasan ilmiah. Jarak gelagar yang daJ:>at dipertanggungjawabkan berkisar antara 4.00 m s/ d 6.00 m. Lebar bentang lebih dari 100 m sudah sering dilaksanakan dengan balok Hetzer.

239

( Dengan alasan pengangkutan dan pengetrapan portal tiga ruas lebih baik dari portal dua ruas. Lengkung-lengkung bisa dipasang dengan topang baja langsung pada pondasi. Untuk bahan batang penarik dapat digunakan baja beton yang berkwalitas tinggi atau besi profil yang ringan. Kawat pancang (tali sleng) karena perubahan panjangnya yang besar seyogyanya jangan digunakan. Pada rangka portal hendaknya diperhatikan pada sudut-sudut rangka. Pada balok Hetzer derajat kelengkungan pada sudut-sudutnya tidak boleh kur:Jr£; dari 1 25 x tebal papan. Pada perhitungan konstruksi berlapis majemuk dengan perekat harus diperhatikan titik-titik berikut: 1 . Sambungan-sambungan pada papan dalam arah memanjang sebaiknya dibuat dengan sambungan pen jari jikalau ada mesin dan alat untuk membuatnya. Jikalau tidak, dapat juga dilakukan penyambungan tumpul lurus jikalau jarak dari sam­bungan papan-papan dalam susunan se_belumnya atau berikutnya menjadi paling sedikit 10 kali tebalnya papan. 2 . _ Karena tegangan normal pada suatu Hetzer tidak sama pada seluruh tingginya potongan dapat kita tentukan: Ketentuan kwalitas kayu pada satu Hetzer diten­tukan oleh ·tiga lapis papan pada pinggir masing-masing pada konstruksi berlapis majemuk dengan perekat itu . Papan-papan pada pertengahan susunan Hetzer boleh dipilih suatu kelas kayu yang lebih rendah, seperti terlihat pada gambar 5. 2. 5. a. berikut. Karena pembangunan suatu Hetzer lebih seimbang daripada suatu balok utuh, maka tegangan normal yang diperbolehkan menurut Peraturan konstruksi kayu lndonesisa N l - 5 PKKI 1 961 boleh dinaikkan sebesar 1 0 % . Tetapi pada tinggi balok lebih daripada 30 cm harus dikurangi lagi dengan faktor

t: l! ! - M I .. -- 18 - --+

240

= .. ..!!! G) ,>1.

c =

Contoh: Pada Hetzer menurut gambar 5. 2. 5. a. di samping tegangan normal yang boleh dihitung inenjadi misalnya: ou (kelas I l l + 10% =

1 00 + 1 0 = 1 10 kg/cm2

Gambar 5. 2. 5. a.

5. 2. 6. Contoh sambungan-sambungan kayu

Contoh 1: Pada suatu konstruksi rangka batang dengan tepi bawah berukuran 8/ 16 cm ada sambungan diagonal dengan sudut cp = 40° yang berukuran 2 x 3/ 16 cm. Sebagai alat sambungan kita memilih paku .

paku dari muka (•} paku dari belakang (0 )

Gambar 5. 2. 6. a .

Menurut daftar beban yang diperkenankan per paku I . 2. 10. 1 . pada lampiran, paku yang paling cocok untuk papan yang tebal 3 cm ialah 3 % " BWG 9 dengan pan­jangnya 89 mm dan tebalnya 3,76 mm 0 . Menu rut gambar 5 . 2 . 2 . b. kita menentukan ukuran 8 d (tebalnya paku) = 8 · 3 , 76 = 30 mm. Karena satu papan diagonal ditambah dengan tebalnya batang tepi bawah ( = 1 1 cm), dikurangi 8d ( = 3 cm) menjadi kurang dari panjangnya paku, maka kita harus memperhatikan gambar 5. 2. 2 . b. ( IVl.

Penye/esaian: Banyaknya paku:

p 2' 100 n = -- = -50 = 42 paku, maka 2 x 21 paku N paku

241

,. Jarak paku yang perlu diperhatikan: Ujung yang dibebani Tepi papan yang dibebani Jarak dalam arah gaya (dari muka dan

dari belakang)

1 5d = 56,4 mm 12d = 45, 1 mm

5d = 1 8,8 mm

Contoh 2: Suatu batang tarik dengan gaya P = 2'800 kg harus disambung menu rut gambar 5. 2. 6. b. berikut, dengan baut. Karena tidak ada baut yang dapat menerima 2'800 kg, maka kita harus memasang dua baut.

(

< Ph.

Penyelesaian:

7d

2 Baut 0 22 mm Cincin 0 80/80/8 mm

Gambar 5. 2 . 6. b .

Menurut daftar beban yang diperkenankan per baut I . 2. 10 . 2. pada lampiran dapat kita memilih 2 baut 0 22 mm == 2 x 1 '422 == 2'844 kg dengan cincin segi-empat 80/80/8 mm. Jarak baut yang perlu dip!:lrhatikan: Ujung dan jarak baut masing-masing 7d == 1 54 mm -. 1 6 cm

Contoh 3: Pada suatu konstruksi rangka batang ada suatu sambungan antara batang tepi bawah dan diagonal dengan 1 baut 0 1 4 mm menurut gambar 5. 2. 6. c . berikut. Tentukan gaya tekan yang diperbolehkan pada diagonal itu.

242

r

i0/14 CJTI

Penyelesaian:

-o 111

Gambar 5. 2. 6. c .

Menurut daftar beban yang diperkenankan per baut I . 2 . 10 . 2. pada lampiran, suatu baut 0 14 mm di bawah gaya tekan dengan sudut c.p = 60° dapat menerima 640 kg. ( pada sudut c.p = 45° = 672 kg dan pada c.p = 90° = 576 kg yang boleh di-interpolir secara linear saja ) .

Contoh 4 : Pada suatu konstruksi rangka batang dengan lebar bentang = 20.00 m kita memilih alat sambungan baut pasak khusus. Sistim dapat dilihat pada gambar 5. 2. 6. d. berikut:

2 50 2,50 2.50 p

--·-r I

A v Bv

Gambar situasi Gambar 5. 2. 6. d.

Gaya P menjadi 1 550 kg masing-masing ( H)

Penyelesaian: Dengan diagram Cremona menurut pengetahuan bab 4. 3. 1 , kita menentukan gaya batang masing-masing, menwut gambar 5. 2. 6. e. berikut:

243

Diagram Cremona: skala

1000 0 - 2000 Jf100 .000 sooo kg

Gambar 5. 2. 6. e.

Kemudian dapat kita tentukan ukuran-ukuran batang masing-masing seperti misalnya pada contoh 3 pada bab 4. 5. dan hasil dapat diisi beserta gaya batang S pada tabel berikut:

batang panjang I �aya batang/S Ukuran batang sambungan baut No. m kg cm/cm pasak khusus

01 2,62 - 1 7800 r----- r- --· --r--------

02 2,62 - 17800 2 X 1 0 / 1 2 ---

03 2,62 - 12750 -�

04 2,62 - 12750

VI 2,50 + 1 7000 10/?0 + 2 x 8/20 6 0 20

Vz 5,00 + 14580 2 X 10/20

u3 5,00 + 9740 1 0 / 1 2 + 2 x 8/ 1 2 4 0 20

Dl 2,97 + 2660 1 0/ 12 pada U = 4 0 12 pada 0 = 4 0 20

Dz 2,97 - 2660 1 0/ 12

03 4,06 + 3940 1 0 / 1 8 pada U = 4 0 20 pada 0 = 4 0 20

VI 0,80 - 1 550 1 0 / 1 2 4 0 1 2

Vz 2,40 - 1 550 1 0 / 1 2 4 0 12

244

I I

Penentuan banyaknya baut pasak khusus: 1 . Sambungan batang U1 pada 01 ( + 17'000 kg)

Kita memilih baut pasak khusus 0 20 mm. Menurut daftar I. 2. 10. 3. pada lam­piran satu baut pasak khusus 0 20 mm menerima: pada ul kayu tengah 10/20

papan pengapit 2 x 8/20 pada 01 kayu tengah 2 x 10/20

cp = 1 8° = 2 X 1 '700 · ( 1 - __!!!___) 360

banyaknya baut pasak khusus yang diperlukan :

s

N

1 7'000 -- = 6 baut pasak khusus 0 20 m m 3'240

2. Sambungan pada batang U3 ( + 9'740 kg) baut pasak khusus yang diperlukan:

s 9'740

N -

2 . 1 700 = 4 baut pasak khusus 0 20 m m

3. Sambungan batang Da.:pada U ( + 2'660 kg)

1 '700 kg 2 X 880 -+ 3'640 kg

3'240 kg

Kita memilih baut pasak khusus 0 12 mm. Menurut daftar I. 2. 10. 3. pada lam­piran satu baut pasak khusus 0 12 mm menerima: dengan kayu tengah 1 0 I 12 cm:

banyaknya baut pasak khusus yang diperlukan:

33 CfJ = 33° = 734 • ( 1 - -- ) = 666 kg 360

s N

2'660 666

4. dan sebagainya

4 baut pasak khusus 0 1 2 m m

245

l

10 T2

Pandangan

Denah 'A'

Potongan I - I

246

1U2

1U2 4pasak kh"

Ank�r 80/8 baut MlO

Potongan 11 - 1 1

4pasak kh. -20mm kayu ' 110 10paku 5"

Denah "B" Gambar 5 . 2. 6 . f.

Contoh 5: Pada suatu konstruksi rangka batang ada sambungan pada tumpuan kiri antara batang tepi bawah dan batang tepi atas yang naik dengan sudut cp = 40° dengan alat sambungan dua pasak cincin 0 180 mm menurut gambar 5. 2. 6. g. berikut. Periksalah apakah sambungan ini menjadi kuat.

Gambar 5. 2. 6. g. Penyelesaian: Menurut daftar I . 2. 10 . 4. pada lampiran satu pasak cincin garis tengah 0 180 mm dengan sudut cp = 0° menerima beban 3'780 kg . Pada contoh ini dapat kita tentukan: dua pasak cincin 0 1 80 mm dengan sudut cp = 40° dapat menerima :

2 X 3'780 · ( 1 -1: ) = 5'880 kg > 5'600 kg

Contoh 6: Suatu batang tarik dengan gaya P = + 3'900 kg harus disambung menurut gambar 5. 2. 6. h. berikut dengan bulldog connector.

Gambar 5. 2. 6. h.

247

p t '

Penyelesaian: Menurut daftar beban yang diperkenankan per bulldog connector I . 2. 10 . 5. pada lampiran dapat kita pilih 4 bulldog COnnector 0 95 mm = 4 X 1 '000 = 4'000 kg dengan 2 baut pegang 0 1 6 mm dan cincin sebesar 70/70/7 mm. Jarak yang perlu diperhatikan pada ujung dan antara bulldog connector menjadi 14 cm.

Contoh 7: Sebagai suatu konstruksi atap kita memilih suatu konstruksi berlapis ma­jemuk dengan perekat ( Hetzer) yang dibengkokkan, menurut gambar 5. 2. 6. i . berikut. Kayu yang dipilih kelas 1 1 dan kelas I l l menurut keterangan bab 5. 2. 5. dan gambar 5. 2. 5. a. 101r = 1 1 0 kg/ cm2)

..JAii!AK ICONSTii!Uio:SI IOIA)(. 4.00 M I

* SA\.OK TelaUSliN DENGAN t>ERE.KAT 'Q{PO S/fl' VJ/50 0'1

(0.85 � . 85 14.60

Gambar 5. 2. 6. i . Penyelesaian: Beban dan berat sendiri = 1 25 kgf m2 dan oleh karena itu = 500 kg/ m Hetzer. Penentuan reaksi tumpuan:

RAv = RBv = 500 · 1 4, 80/2 = 3'700 kg Penentuan momen maksimal:

q · / 2 500 · 14,0 2 Mmax = -8- = 8 = 12'250 kgm

Penentuan momen lembam I yang dibutuhkan terhadap lendutan minimal ( 1 /2001 :

lmin = 2,08 · Mmax · I = 2,08 · 12'250 · 1 4,00 = 356'720 cm4 Kemudian kita memilih tebalnya Hetzer dengan 10 cm. Penentuan tingginya balok tungg�l ( Hetzerl ini dapat kita tentukan pada: a ) tumpuan oleh pengaruh reaksi tumpuan sebagai:

h _ 1,5 · RAv _ 1 ,5 · 3700 _ 4S - b · T, - 1 0 · 12 - ·5 cm

T, = menurut Peraturan konstruksi kayu Indonesia pada kayu kelas 1 1 12 kg/cm2

tingginya Hetzer yang kita pil ih pada tumpuan masing-masing = 50 cm.

248

b) di pertengahan Hetzer oleh pengaruh Mmax=

M 1 '225'000 Wx yang diperlukan � ___!!!E_ � � 1 2'375 cm3

b · h 2 oleh karena Wx = -

6-

o,1 1 1 0 · 0,9

m aka h . - j 6 · Wx = 86 cm mm - b

c ) di pertengahan Hetzer oleh pengaruh momen lembam lmin terhadap lendutan:

h = � 1 2 . lmin • = � 1 2 . 356'720 = 75 5 cm b 1 0

.

tingginya Hetzer yang kita pilih pada pertengah-tengahan = 88 cm.

Tegangan yang timbul kemudian menjadi: 1 '225'000

1 2'907 = 95 kg/cm2

Tegangan yang diperbolehkan menjadi:

a11 = 1 10 kg/ cm2 · c = 1 1 0 · 4 = 97,6 kg/cm2 > 95 kg/cm2

Catatan: Konstruksi kayu yang lain dan contoh alat-alat sambungan kayu dapat juga dipelajari pada buku ' llmu konstruksi kayu' oleh penulis buku ini, yang diter­bitkan pada Yayasan Kanisius Yogyakarta pada tahun 1 977.

249