qbl-2 fitri marsya 1406545125_ipe 18.docx

13
Sejarah Perkembangan, Kompetensi dan Peran Profesi Tenaga Kesehatan Oleh Fitri Marsya, 1406545125 Sejarah pendidikan kedokteran di Indonesia dimulai dari adanya Sekolah Dokter Jawa yang berdiri pada tahun 1851. Alasan didirikannya Sekolah Dokter Jawa adalah mendidik tenaga pencacar untuk menghindari penyakit cacar, pes dan malaria. Latar belakang didirikannya Sekolah Dokter Jawa dengan sejarah pendidikan dokter atau “tenaga penyembuh” di negara barat maupun di negara lainnya berbeda. Di negara barat maupun di Cina dan India, pendidikan dokter bermula dari kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan tenaga healer yang sudah ada, agar lebih “ilmiah” dalam mengobati penyakit yang diderita orang perorangan. Kompetensi profesi kedokteran dibangun dengan pondasi yang terdiri atas profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan. Peran Profesi Dokter dalam SPK Tenaga pelayanan kesehatan yang paling utama adalah profesi dokter. Dokter dianggap sebagai “pusat” konstelasi tenaga profesi kesehatan. Itulah sebabnya mengapa tenaga kesehatan seperti para perawat dan bidan sering disebut sebagai tenaga “paramedik”. Dalam SPK di negara manapun, tenaga pelayanan kesehatan yang utama adalah dokter. Oleh sebab itu, salah satu indikator utama dalam menilai baik buruknya SPK di suatu komunitas atau negara adalah rasio jumlah dokter dan jumlah penduduk.

Upload: fitri-marsya

Post on 10-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Sejarah Perkembangan, Kompetensi dan Peran Profesi Tenaga KesehatanOleh Fitri Marsya, 1406545125Sejarah pendidikan kedokteran di Indonesia dimulai dari adanya Sekolah Dokter Jawa yang berdiri pada tahun 1851. Alasan didirikannya Sekolah Dokter Jawa adalah mendidik tenaga pencacar untuk menghindari penyakit cacar, pes dan malaria. Latar belakang didirikannya Sekolah Dokter Jawa dengan sejarah pendidikan dokter atau tenaga penyembuh di negara barat maupun di negara lainnya berbeda. Di negara barat maupun di Cina dan India, pendidikan dokter bermula dari kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan tenaga healer yang sudah ada, agar lebih ilmiah dalam mengobati penyakit yang diderita orang perorangan. Kompetensi profesi kedokteran dibangun dengan pondasi yang terdiri atas profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan. Peran Profesi Dokter dalam SPK Tenaga pelayanan kesehatan yang paling utama adalah profesi dokter. Dokter dianggap sebagai pusat konstelasi tenaga profesi kesehatan. Itulah sebabnya mengapa tenaga kesehatan seperti para perawat dan bidan sering disebut sebagai tenaga paramedik. Dalam SPK di negara manapun, tenaga pelayanan kesehatan yang utama adalah dokter. Oleh sebab itu, salah satu indikator utama dalam menilai baik buruknya SPK di suatu komunitas atau negara adalah rasio jumlah dokter dan jumlah penduduk.Sejarah perkembangan profesi dokter gigi menurut Archives Of The American Dental Association, terbagi menjadi 5 masa penting yaitu; Zaman Kuno (Ancient Origins), Zaman Permulaan Profesi - Abad Pertengahan (The Beginnings Of A Profession Middle Ages), Zaman Perkembangan Profesi Abad 18 (The Development Of A Profession 18th Centuty), Zaman Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Abad 19 (Advances In Science And Education -19th Century), dan Zaman Inovasi dalam keterampilan dan teknologi Abad 20 (Innovation In Techniques And Technology The 20th Century). Mengacu pada definisi Chamber (1993) yang dipakai oleh institusi pendikan profesi dokter gigi di berbagai Negara di dunia, kompetensi profesi dokter gigi menjadi 6 domain penting; yaitu; (1) Domain profesionalisme dengan melakukan praktik di bidang kedokteran gigi sesuai keahlian, tanggung jawab, kesejawatan, etika dan hokum yang relevan. (2) Domain penguasaan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dengan memahami ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi dasar dan klinik yang relevan sebagai dasar profesionalisme seta pengembangan ilmu kedokteran gigi. (3) Domain pemeriksaan fisik secara umum dan stomatognatik dengan melakukan pemeriksaan, mendiagnosis, dan menyusun rencana perawatan untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang prima melalui tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. (4) Domain pemulihan sistem stomatognatik dengan melakukan tindakan pemulihan fungsi sistem stomatognatik melalui penatalaksanaan klinik. (5) Domain kesehatan gigi dan mulut masyarakat denganmenyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat menuju kesehatan gigi dan mulut yang prima. (6) Domain manajemen praktik kedokteran gigi melalui penerapan fungsi manajemen dalam menjalankan praktik KG. Melaksanakan pengobatan kesehatan gigi dan mulut.Peran profesi kedokteran gigi, yaitu : (1) Melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut meliputi Premadikasi, Pencabutan Gigi, Penambalan Gigi, Perawatan Syaraf Gigi, Melaksanakan Konsultasi Gigi, Melaksanakan kasus-kasus emergency gigi/darurat. (2) Membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan fungsi manajemen. (3) Membuat rujukan pada pasien yang tidak dapat ditangani di poliklinik. (4) Memberi penyuluhan pada pasien tentang kesehatan gigi dan mulu terutama pada praja yang sakit.Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal penggunaan obat tradisional (jamu) dan pengobatan secara tradisional (dukun). Pada zaman itu sebenarnya dukun melaksanakan dua profesi sekaligus, yaitu profesi kedokteran, (mendiagnose penyakit) dan profesi kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya). Penggunaan obat dapat ditelusuri sejak tahun 2000 S.M. pada zaman kebudayaan Mesir dan Babilonia telah dikenal obat dalam bentuk tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat lain. Saat itu juga sudah dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai obat. Pengetahuan tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih rasional pada zaman Yunani, ketika Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode dasar ilmiah dalam pengobatan. Dalam zaman Yunani itu dikenal pula Asklepios atau Aesculapius (7 S.M.) dan puterinya Hygeia. Lambang tongkat Asklepios yang dililiti ular saat ini dijadikan lambang penyembuhan (kedokteran), sedangkan cawan atau mangkok Hygeia yang dililiti ular dijadikan lambang kefarmasian. Perkembangan profesi kefarmasian pada abad selanjutnya dilakukan dalam biara, yang telah menghasilkan berbagai tulisan tentang obat dan pengobatan dalam bahasa latin yang hampir punah itu, sampai saat ini dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan. Perkembangan kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9. Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di Sisilia, Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang secara legal (menurut undang-undang) mengatur pemisahan farmasi dari pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan Magna Charta dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui pengucapan sumpah, untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan seni meracik, dalam kualitas yang sesuai dan seragam. Magna Charta kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah Apoteker. Secara umum, apoteker yang berpartisipasi dalam menyediakan perawatan primer untuk pasien individu melakukan fungsi sebagai berikut : Menjalankan pengkajian terhadap pasien untuk pengobatan terkait faktor tertentu, Pengujian dalam tes laboratorium yang diperlukan untuk pemantauan hasil terapi obat, Menafsirkan data yang terkait dengan keselamatan dan efektivitas obat-obatan, Memulai atau memodifikasi rencana perawatan terapi obat pada dasar tanggapan pasien, Memberikan informasi, pendidikan, dan konseling kepada pasien tentang perawatan pengobatan terkait, Dokumen perawatan yang diberikan dalam catatan pasien, Mengidentifikasi hambatan kepatuhan pasien, Berpartisipasi dalam tinjauan multidisiplin kemajuan pasien, Berkomunikasi dengan pembayar untuk menyelesaikan masalah yang mungkin menghalangi akses ke terapi obat, Membicarakan masalah yang relevan dengan dokter dan anggota tim yang lainnya. Layanan farmasi perawatan primer harus dirancang untuk mendukung berbagai komponen dari proses pengobatan seperti (pemesanan, pengeluaran, pemberian, pemantauan, dan mendidik) sebagai langkah individu atau sebagai keterkaitannya dalam rangkaian perawatan. Apoteker harus mengevaluasi semua komponen dari mulai proses pengobatan untuk mengoptimalkan potensi agar mencapai hasil pasien yang positif. (1) Kompetensi Pernyataan: Sebuah komponen pekerjaan besar yang membutuhkan aplikasi dan integrasi pengetahuan yang relevan, keterampilan, kemampuan, sikap, dan / atau penilaian (2) Kompetensi Unit: Sebuah segmen utama dari suatu kompetensi secara keseluruhan yang menggambarkan kunci kegiatan yang diperlukan untuk melaksanakan kompetensi itu. (3) Elemen Kompetensi: Sebuah sub-bagian dari unit kompetensi yang menggambarkan atau memerinci indikator kinerja kunci aktivitas yang diharapkan.Sejarah keperawatan profesional dimulai oleh Florence Nightingale. Visinya adalah mendirikan sekolah keperawatan di Rumah Sakit St. Thomas London dan ditandai dengan lahirnya keperawatan moderen. Nightingale adalah perintis dalam praktek dan pendidkan keperawatan. Tulisan-tulisannya menjadi panduan untuk membangun sekolah keperawatan dan rumah sakit di Amerika Serikat pada awal abad ke-20. Standar kompetensi profesi perawat Indonesia ditetapkan untuk memastikan masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang kompeten dan aman. Sesuai dengan hasil Lokakarya Nasional Keperawatan yang diadakan pada bulan Januari tahun 1983, peran perawat yang ditetapkan adalah sebagai berikut :(1) Pelaksana pelayanan keperawatan. Perawat bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari yang bersifat sederhana sampai yang paling kompleks kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.(2) Pengelola dalam bidang keperawatan dan institusi pendidikan keperawatan. Perawat bertanggung jawab dalam hal administrasi keperawatan baik di masyarakat maupun didalam institusi dalam mengelola pelayanan keperawatan untuk individ, keluarga, kelompok dan masyarakat. Perawat juga bekerja sebagai pengelola suatu sekolah atau program pendidikan keperawatan. (3) Pendidik dalam ilmu keperawatan. Perawat bertanggungjawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan bagi tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lain. (4) Peneliti dan Pengembang ilmu keperawatan. Perawat melakukan penelitian keperawatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan praktek profesi keperawatan , khususnya pelayanan keperawatan, pendidikan keperawatan dan administrasi keperawatan.Perawat juga menunjang pengembangan di bidang kesehatan dengan cara berperan serta dalam kegiatan penelitian kesehatan.Awal perkembangan pendidikan kesehatan masyarakat di Indonesia dimotivasi oleh perkembangan dunia keilmuan kesehatan masyarakat yang mengalami inovasi dan perubahan yang sangat cepat, terutama di Amerika dan Inggris, yaitu dari perhatian awal kesehatan masyarakat yang hanya menghubungkan kondisi lingkungan fisik tempat tinggal manusia dengan kejadian penyakit, kemudian memasukkan faktor-faktor baru yaitu inovasi teknik dan perubahan geologi atau iklim, juga mengkaji faktor keinginan manusia, kebiasaan dan perilaku, serta faktor aspirasi manusia yang selalu berkembang sebagai obyek material disiplin ilmu kesehatan masyarakat. Tantangan terbesar ketika itu bahwa pada satu sisi, kajian ilmu kesehatan berubah sedemikian cepat dengan mengembangkan obyek kajian material dan metodologi untuk siap dengan kajian masa depan yang belum diketahui. George Pickett & John J. Hanlon (2009) menyatakan sebagai periode perkembangan metode berpikir dan bertindak kesehatan masyarakat yang disebut sebagai kajian prospektif, yang tentu berbeda dengan kajian keilmuan dari profesi pengobatan klinis pada saat itu, yang masih berpikir dan bertindak dengan dasar retrospektif. Kondisi yang sama juga terjadi pada sebagian besar disiplin ilmu termasuk perkembangan disiplin ilmu kedokteran di Indonesia, yang lebih mampu menyelesaikan masalah-masalah terkait dengan masa lalu dan jarang dapat memberikan solusi bagi masalah terkait masa depan. Awal perkembangan disiplin kesehatan masyarakat di Indonesia justru bukan dimulai perguruan tinggi, tetapi dikembangkan oleh para dokter dan pemerhati kesehatan, baik yang bekerja di pemerintahan maupun di masyarakat. Mereka menganggap bahwa penggabungan pendekatan retrospektif untuk pendekatan klinis, harus dikembangkan bersama-sama dengan pendekatan prospektif yang menjadi ciri khas perkembangan ilmu kesehatan masyarakat. Dari titik awal inilah kemudian berkembang disipin ilmu kesehatan masyarakat di perguruan tinggi sebagai kajian, dengan tiga periode perkembangan: Periode Awal atau yang dipelopori oleh Dr. Leimena dan Dr. Fatah, periode Transisi yang di pelopori oleh Del Mochtar dan Dr. Sayono, serta periode Pembaharuan yang menjadi tonggak perkembangan Fakultas Kesehatan Masyarakat saat ini. Kompetensi kesmas (a) Mampu melakukan kajian dan analisis situasi (analitic/assessement skills) (b) Mampu mengembangkan kebijakan dan Perencanaan Program (policy development/program planing skills) (c) Mampu Berkomunikasi Secara Eefektif (communication skills) (d) Mampu memahami budaya setempat (cultural competency skills) (e) Mampu melaksanakan pemberdayaan Masyarakat (Community empowerment) (f) Memiliki penguasaan ilmu kesehatan masyarakat (Public health science skills) (g) mampu dalam merencanakan keuangan dan terampil dalam bidang manajemen (Financial Planning and Management Skills ) (h) Memiliki kemampuan kepemimpinan dan berfikir sistem(leadership and system thinking skills)Perkembangan Ilmu Gizi di Indonesia, berikut beberapa hasil penelitian dalam sejarah perkembangan Ilmu Gizi di Indonesia.1. Belanda mendirikan Laboratorium Kesehatan (15-1-1888) di Jakarta. Tujuannya Menanggulangi Penyakit Beri-Beri di Indonesia dan Asia2. Tahun 1934 = Lembaga Makanan Rakyat3. Tahun 1938, bermula dari Tahun 1919, Jansen dan Donath meneliti masalah Gondok di wonosobo, kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda menfaslitasi pembentukan Lembaga Eijkman. Beberapa Kegiatannya berupa survai gizi di tahun 1927-1942, oleh Jansen dan Kawan-kawan pada 7 lokasi bertempat di jawa, seram dan lampung yang bertujuan Mengamati Pola Makan, Keadaan Gizi, Pertanian dan perekonomian. Lembaga ini juga berhasil melakukan Analisis Bahan Makanan yang sekarang dikenal sebagai Daftar Komposisi Bahan Makanan disingkat atau dikenal dengan DKBM4. Tahun 1930, De Hass dkk menemukan defisiensi Vitamin A, (1935) meneliti tentang KEP (Kurang Energi Protein)5. Tahun 1950, Lembaga Makanan Rakyat berada dibawah Kementerian Kesehatan RI ( diketuai Prof. Poerwo Soedarmo Pendiri PERSAGI atau dikenal juga sebagai Bapak Gizi Indonesia. Bapak Poerwo Soedarmo juga berhasil memperkenalkan promosi gizi yang baik dengan istilah Empat Sehat Lima Sempurna yang begitu populer pada waktu itu sampai pada pemerintahan Orde Baru.

Penelitian-Penelitian di Indonesia ini yang kemudian menarik perhatian WHO dan dijadikan sebagai rekomendasinya adalah1. Domen (1952-1955) penelitian tentang kwashiorkor (istilah gizi buruk karena kekuranagn protein) dan Xeropthalmia (Istilah Kebutaan Akibat kekurangan Vitamin A)2. Klerk (1956) penelitian tentang Tinggi Badan (TB) dan Berat Badan (BB) anak Sekolah yang dapat memberikan gambaran Status Gizi Anak SD pada masa balitanya.3. Gailey ( 1957 1958 ) tentang Kelaparan di Gunung Kidul menghasilkan teori Kelaparan KELAPARAN (Hunger) menurut E.Kennedy,(2002) sebagai kutipan dari penelitian Prof Soekirman Ph.D Guru Besar Ilmu Gizi IPB Bogor tentang kelaparan adalah Rasa tidak enak dan sakit, akibat kurang /tidak makan,baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja diluar kehendak dan terjadi berulang-ulang, serta dalam jangka waktu tertentu menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan kesehatan.4. Prof. Poerwo Soedarmao Mencetak Tenaga Ahli Gizi ( AKZI dan FKUI)5. Dan tahun 1950-2010 perkembangan ilmu gizi di Indonesia sangat pesat, sampai sampai teori-teori gizi yang baru ditemukan belum sampai diterapkan muncul lagi ilmu yang terbaru dari hasil penelitian terbaru dari ilmu gizi.Kompetensi program studi ilmu gizi dilakukan berdasarkan dari peran dan fungsi sarjana gizi/ahli gizi (S.GZ) di masyarakat dan sistem pelayanan gizi dalam aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta mengacu kepada tujuan pendidikan sebagai berikut : Menjelaskan secara benar dasar-dasar ilmu gizi dan kaitannya dengan kesehatan dan pangan; Mengkaji secara menyeluruh keterkaitan gizi, kesehatan, dan pangan dalam suatu sistem; Mengkaji, menilai, dan mengidentifikasi keadaan gizi individu, kelompok, atau masyarakat; Membuat perencanaan intervensi dan pelayanan gizi yang sesuai dengan kebutuhan; Melaksanakan intervensi dan pelayanan gizi sesuai dengan rencana intervensi; Melaksanakan kegiatan monitoring pelaksanaan intervensi dan pelayanan gizi; Melaksanakan kegiatan evaluasi pelaksanaan intervensi dan pelayanan gizi; Melakukan promosi gizi dan melakukan mobilisasi sosial untuk pencegahan dan penanganan masalah gizi; Memahami pentingnya kerjasama lintas sektor, lintas disiplin dan lintas profesi dalam menangani masalah gizi; Melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan untuk kegiatan advokasi dalam menangani masalah gizi; Merancang dan melaksanakan penelitian dibawah bimbingan seorang ahli atau kelompok ahli; Menerapkan hasil-hasil penelitian terbaru pada intervensi dan pelayanan gizi; Memutakhirkan diri dalam perkembangan ilmu dan teknologi bidang gizi.Hambatan Interdisipliner Tim Pengembangan biasanya mencerminkan ketiadaan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap fungsi tim yang baik . Hambatan tersebut dapat meliputi: (1) kepemimpinan yang tidak efektif (2)Kurangnya kejelasan atau ketidaksepakatan tentang tujuan program atau prioritas (3)Komunikasi yang buruk dan tidak konsisten (4) Perbedaan Inter-profesional atau agenda yang berbeda (5) konflik interpersonal (6) Persaingan prioritas organisasi (7) Pendekatan konseptual yang berbeda (8) Takut akan perubahan (9 )Sebuah keengganan untuk menerima anggota tim baru (10) Kegagalan untuk bekerja menuju tujuan yang disepakati atau target.Strategi dalam kolaborasi interpersonal yang efektif : (a) modernisasi program pendidikan kesehatan dan model praktek klinis dalam rangka mempersiapkan tenaga kesehatan untuk merespon perubahan kebutuhan kesehatan penduduk (b) mengembangkan pemimpin sistem kesehatan yang memiliki keterampilan untuk mengelola perubahan, merespon tantangan-tantangan yang muncul dan berkembang / menerapkan sistem kesehatan cerdas; (c) meningkatkan pemanfaatan tenaga kerja, sehingga semua penyedia, diatur dan tidak diatur, bisa berlatih dengan lingkup dan kompetensi penuh mereka; (d) meningkatkan perekrutan dan retensi tenaga kesehatan terampil dalam bidang kebutuhan tinggi, termasuk pengaturan pedesaan dan terpencil; (e) meningkatkan pemantauan akuntabilitas dan kinerja untuk kolaborasi interprofessional dan kualitas kehidupan kerja melalui pengembangan indikator nasional dan standar, benchmarking dan pelaporan; (f) membangun kapasitas dan mendukung penyerapan kolaborasi interprofessional dan lingkungan kerja yang sehat; dan memperkuat bukti kualitas ekonomi dan dampak perawatan kolaborasi interprofessional dan lingkungan kerja yang sehat.

Daftar Rujukan: Boelen C. (1996). The five-star doctor: an asset to healthcare reform? WHO. Available from: http://www.who.int/hrh/en/HRDJ_1_1_02.pdf Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar kompetensi dokter indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia. (2007). Standar kompetensi dokter gigi spesialis. Available from: http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Standar_Kompetensi_Dokter_Gigi_Spesiali.pdf Lubis, F. (2008). Dokter keluarga sebagai tulang punggung dalam sistem pelayanan kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia, 58(2):27-34. Available from: http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/566/563 Masrul. (2011). Overview dan sejarah kurikulum pendidikan dokter indonesia (pdf). Available from: http://ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/12521/mod_resource/content/1/Bahan%20blok%201.1%20tahunn%202011.pptx Sudarma, Momon. (2008). Sosiologi kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Alligood M. R., & Alligood & Tomey A., M. (2002) .Nursing theorists and their work. St.Louist Missouri: Mosby Inc http://www.ada.org/sections/educationAndCareers/pdfs/dental_history.pdf, diaksws pada tanggal 28 Februari 2015, pukul 15.33 WIB http://apoteker.uad.ac.id/?p=74, diakses pada tanggal 28 Februari 2015, pukul 12.27 WIB Naskah Akademik Pendidikan Kesehatan Masyarakat yang disusun oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) . Ontario Family Health Teams. Guide to collaborative team practice. 2005. pp.10 http://www.hc-sc.gc.ca/hcs-sss/hhr-rhs/strateg/p2/index-eng.php , diakses pada tanggal 28 Februari 2015, pukul 19.42 WIB http://apoteker.uad.ac.id, diakses pada tanggal 28 Februari 2015, pukul 16 47 WIB http://widya-adrianingtias.blogspot.com/2012/03/peran-ahli-gizi.html, diakses pada tanggal 28 Februari 2015, pukul 16.51 WIB