putusnya perkawinan akibat salah satu pihak murtad …
TRANSCRIPT
PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT SALAH SATU PIHAK MURTAD
(STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SENGETI KELAS 1B
PERKARA NOMOR 170/PDT.G/2018/PA.SGT)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Hukum Keluarga Islam
Oleh:
RITA KUMALA SARI
SHK. 162127
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 1442H/2020 M
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rita Kumala Sari
NIM : SHK.162127
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syariah
Ala mat : Desa Baru, Kec. Maro Sebo, Kab. Muaro Jambi
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang berjudul: “Putusnya
Perkawinan Akibat Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan Pengadilan
Agama Sengeti Kelas 1b Perkara Nomor 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt).” adalah
hasil karya pribadi yang tidak mengandung plagiarisme dan tidak berisi materi
yang dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutipan yang telah disebutkan
sumbernya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara ilmiah.
Apabila pernyataan ini tidak benar, maka peneliti siap mempertanggung
jawabkanya sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh dari skripsi ini.
Jambi, 23 April 2020
Yang Menyatakan,
Rita Kumala Sari NIM. SHK.162127
iii
Pembimbing I : Dr, H. Umar Yusuf. M.HI
Pembimbing II : Rasito, SH., M.Hum
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jl. Jambi- Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021
Jambi, 17 Maret 2020
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di-
JAMBI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamualaikum wr wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi
saudari Rita Kumala Sari, SHK. 162127 yang berjudul:
“Putusnya Perkawinan Akibat Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan
Pengadilan Agama Sengeti Kelas 1b Perkara Nomor
170/Pdt.G/2018/PA.Sgt)."
Telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi
syarat-syarat memperoleh gelar sarjana starata satu (S1) dalam jurusan Hukum
Keluarga Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamualaikum wr wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Dr, H. Umar Yusuf. M.HI Rasito, SH., M.Hum
NIP. 195912311982031003 NIP. 196503211998031003
iv
v
MOTTO
Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahi orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia suapya mereka
mengambil pelajaran”(QS. Al-Baqarah : 221)
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakann pedoman
tranliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543
b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988. Adapun secara garis besar uraiannya sebagai
berikut:
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab
Nama Huruf Latin Keterangan
Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا
Ba´ B Be ة
Ta´ T Te ت
Sa´ Ṡ Es (dengan titik di atas) ث
Jim J Je ج
Ha´ Ḥ Ha (dengan titik di bawah) ح
Kha´ KH Ka dan Ha خ
Dal D De د
Źal Ż Zat (dengan titik di atas) ذ
Ra´ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin SY Es dan Ye ش
Sád Ṣ Es (dengan titik di bawah) ص
Dad Ḍ De (dengan titik di bawah) ض
Ta´ Ṭ Te (dengan titik di bawah) ط
Za´ Ẓ Zet (dengan titik di bawah) ظ
Ain ´ Koma terbalik di atas ع
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qāf Q Qi ق
Kāf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em و
Nun N En
Wawu W We و
Ha´ H Ha
Hamzah ' Apostrof ء
Ya´ Y Ye ى
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah di tulis Rangkap
Ditulis Muta„adiddah يتعد دة
Ditulis „Iddah عدة
vii
C. Ta„ Marbutah di Akhir Kata
1. Bila dimatikan tulis h
Ditulis Hikmah حكة
Ditulis „illah عهة
Ketentuan ini tidak diperlakukan terhadap kata-kata Arab yang
sudah terserap kedalam bahasa Indonesia, seperti sholat, zakat,dan
sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya.
2. Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
‟Ditulis Karamatul al-auliya كر ية الأ و نيب ء
Bila ta’ marbutha hidup atau harakat, fathah, kasrah dan dommah ditulis t Ditulis Zakatul fitri ز كبة انفطر
D. Vokal Pendek
Ditulis A
Ditulis I
Ditulis U
E. Vokal Panjang
Fathah alif
جب ههية
Ditulis
Ditulis
Ā
Jāhiliyyah
Fathah ya‟ mati
يسعي
Ditulis
Ditulis
Ā
yas‟ā
Kasrah ya‟ mati
كريى
Ditulis
Ditulis
Ĭ
Karĭm
Dammah wawu mati
فروض
Ditulis
Ditulis
Ũ
Furũd
F. Vokal Rangkap
Fathah alif
بيكى
Ditulis
Ditulis
Ai
Bainakum
Fathah wawu mati
قول
Ditulis
Ditulis
Au
Qaul
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan
Apostrof
Ditulis A‟antum ااتى
Ditulis U‟iddat اعد ت
Ditulis La‟in syakartum نئ شكرتى
H. Kata Sandang Alif Lam
1. Bila diikuti Huruf Qamariyyah
Ditulis Al-Qur‟an انقر ا
Ditulis Al-Qiyas انقيب س
viii
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkankan huruf/ (el)
nya
‟Ditulis As-Sama انسبء
Ditulis Asy-Syams انشس
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya
Ditulis Zawi al-furud ذو انفروض
Ditulis Ahl as-sunnah اهم انسة
ix
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Putusnya Perkawinan Akibat Salah Satu Pihak Murtad
(Studi Putusan Pengadilan Agama Sengeti Kelas 1b Perkara Nomor
170/Pdt.G/2018/PA.Sgt).” Penelitian ini mengkaji tentang pertimbangan hakim
dalam memutuskan perceraian. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui
pertimbangan hakim dan dasar hukum yang telah hakim putuskan. Metodologi
Penelitian skripsi ini penelitian hokum normative yang bersifat kualitatif yang
mengacu pada norma hokum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data
melalui wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian pertama yaitu dengan dasar
pertama terjadinya perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus. Kedua
melihat adanyaperpindahan keyakinan (agama). Dan ketiga melihat dari segi
kemaslahatan dan kemudahratan karena dalam perkara tersebut alasan penggugat
menggugat karena terjadinya perselisihan terus menerus, berdasarkan alasan
tersebut maka Majelis Hakim memutuskan perceraian dengan menjtuhkan talak
bain sughro, karena apabila tidak di kabulakn gugatan tersebut Majelis Hakim
khawatir akan terjadi kemudharatan yang lebih besar lagi. Kedua langkah-langkah
hakim memutuskan dengan cara pertama menasehati penggugat tidak berhasil
selanjutnya kedua upaya perdamaian melalui mediasi tidak berhasil dikarenakan
tergugat tidak dapat hadir dan yang ketiga pemeriksaan saksi-saksi dan bukti
tertulis.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Perceraian, Murtad
x
KATA PENGANTAR
الحود الله الذ أز ل الهدي ف قلى ب العلن. والصلا ج والسلا م عل
اشزف الا ثا ء والوز سلي سد ا هحود وعل ال و صحث والتا تعي
لهن تا حسا ى ال ىم الد ي. أشهد اى لا ال الا الله وأشهد اى سد ا
هحودا عثد ورسى ل.Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula diringan shalawat
serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini diberi judul “Putusnya Perkawinan Akibat Salah Satu Pihak
Murtad (Studi Putusan Pengadilan Agama Sengeti Kelas 1b Perkara Nomor
170/Pdt.G/2018/PA.Sgt).” merupakan suatu penelitian terhadap putusan Hakim
Pengadilan Agama Sengeti. Putusan Hakim dalam perkara Perceraian dengan
alasan murtad, pertimbangan hakim dalam memutusnya.
Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui tidak sedikit
hambatan dan rintangan yang penulis dapatkan baik dalam mengumpulkan data
maupun dalam penyusunannya, dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak,
terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama
sekali kepada Yang Terhormat:
xi
1. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA, Ph. D sebagai Rektor Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Bapak sayuti Una, S.Ag.,MH sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Agus Salim, M.A.,M.I.R.,Ph.D sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik, Bapak Ruslan Abdul Ghani, SH.,M.Hum, sebagai Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan, Bapak Dr. Ishaq,
S.H.,M.Hum, sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.
4. Ibu Mustiah. RH, S.Ag.,M.Sy Sebagai Ketua Prodi Hukum Keluarga Islam,
dan Bapak Irsyadunnas Noveri, S.H., M.H, Sekretaris Prodi Hukum Keluarga
Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr, H. Umar Yusuf. M.HI sebagai Pembimbing I.
6. Bapak Rasito., SH.M.Hum sebagai Pembimbing II
7. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
8. Bapak dan Ibuk Karyawan/Karyawati Perpustakan Fakultas Syariah dan
Perpustakan Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifudin Jambi.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung.
Di samping itu, penulis sadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu diharapkan kepada semua pihak untuk dapat
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT
xii
kita memohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.
Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.
Jambi, 23 April 2020
Penulis
Rita Kumala Sari
SHK. 162127
xiii
PERSEMBAHAN
Sembah dan sujudku serta puji syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan daya dan upaya kepadaku tanpa berhenti sedikitpun dengan
rahmatnya yang baik berupa kesehatan, kesempatan, dan karunianya, dan Atas
semua yang telah engkau berikan itu maka akhirnya tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Dan tak luput saya panjatkan Sholawat serta salam kepada
manusia yang agung, tauladan, pemimpin dan pemberi safaat seluruh umat yaitu
baginda Nabi Muhammad SAW.
Saya memberikan ucapan terima kasih yang tidak pernah habis kepada dua
manusia yang sangat saya cintai dan mereka saya anggap sebagai malaikat yang
allah berikan kepada saya yang sangat berarti luar biasa untuk saya yaitu Ibunda
dan Ayahanda yang telah banyak berkorban untuk saya baik tenaga dan pikiran.
Untuk kakak perempuan ku yang hebat, terimakasih. Nasehat dan do‟amu yang
penuh cinta telah mengantarkanku pada detik ini. Walau sebesar apapun seseuatu
yang dapat saya berikan kepadanya tidak akan pernah membalas pengorbanan
dan kebaikannya. Kini study ku telah selesai berkat doa dan restumu malaikatku,
besar harapan anakmu ini ingin menjadi kebanggaanmu tapi itu semua tidak
akan terwujud tanpa doa dan restu darimu, dan pada kesempatan ini anakmu
ingin memintak maaf apabila selama ini telah menyusahkannmu walau kalian
tidak pernah mengeluh dan tidak pernah mengatakan tidak terhadap apa yang
anakmu ini perlukan. Dan kini hanya baru ucapan terima kasih yang bisa anakmu
ucapkan dan adinda berdoa semoga allah memasukkan kalian kedalam surganya,
aamiin. seutas doa untuk semua guruku yang telah ikhlas membagikan ilmunya,
tulus dan selalu menuntun muridnya demi mencapai cita-cita yang diinginkan.
Semoga Allah SWT membalas amal baik guru semua.
Untuk keluargaku tercinta Buyut, Mbah, Pakde, Bude, Paman, Bibik, Ayuk,
Kakang, Adik terima kasih kalian semua telah membantu adinda baik berupa doa
dan tenaga semoga ilmu yang adinda dapatkan bisa bermanfaaat dan
membanggakan kalian semua. Serangkai harapan untuk adik-adikku tersayang,
semoga kalian bisa lebih sukses dan insaallah adinda tidak akan pernah
melupakan kalian semua yang sangat adinda sayangi.
Dan tak lupa kubingkiskan buat sahabat terbaikku yang selalu memberikan
motivasi dan ilmu yang sangat bermanfaat untukku dan orang lain meskipun
banyak hal yang terkadang aku lakukan untuk membuatnnya kesal. Dan
terimakasih kembali untuk keluargaku Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga
Islam Angkatan 2016, sahabat-sahabatku di Posko 08 Desa teluk Rendah
Gelombang III Tahun 2019 telah menjadi bagian dari hidupku juga bagian dari
sejarah pendidikanku, dan buat pendamping hidupku (kelak). Semoga kita semua
menjadi orang yang sukses dan dapat membanggakan orang tua serta bertemu
kembali suatu saat nanti
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................
LEMBARAN PERNYATAAN .......................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ............................................. vi
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
PERSEMBAHAN ............................................................................................. xiii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xviii
DAFTAR GRAFIK .......................................................................................... xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Batasan Masalah ............................................................................... 7
D. Tujuan penelitian .............................................................................. 7
E. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 8
F. Kerangka Teori ................................................................................ 9
xv
G. Kerangka Konseptual ....................................................................... 9
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 13
B. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 14
C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 15
D. Unit Analisis ..................................................................................... 16
E. Sistematika Penulisan ..................................................................... 17
F. Jadwal Penelitian ............................................................................ 17
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Pengadilan Agama Sengeti ............................................... 20
B. Visi Misi Pengadilan Agama Sengeti ............................................. 21
C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sengeti ......................... 26
D. Program Kerja Hakim Pengadilan Agama Sengeti ..................... 27
E. Aspek Perkara Di Pengadilan Agama Sengeti ............................. 29
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Memutuskan Perceraian ....
.................................................................................................. …….40
B. Akibat Hukum Dari Putusnya Perkawinan Dengan Alasan
Murtad……………………………………………………………. . 62
xvi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 76
B. Saran ................................................................................................. 79
C. Kata Penutup .................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 81
DATA INFORMAN .......................................................................................... 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 85
DAFTAR PERTANYAAN ............................................................................... 86
CURRICULUM VITAE ................................................................................... 87
xvii
DAFTAR SINGKATAN
1. As : Alaih as-salam
2. Hlm : Halaman
3. H : Hijriah
4. KHI : Kompilasi Hukum Islam
5. M : Masehi
6. UU : Undang-undang
7. UIN : Universitas Islam Negeri
8. Q.S : Al-Qur’an Surah
9. HR. : Hadits Riwayat
10. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam
11. SWT : Subhanahu Wata’ala
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel I Jadwal Penelitian ............................................................................................ 18
Tabel II Nama-Nama Kepala Pengadilan Agama ........................................................ 21
Tabel III Daftar Sarana Dan Prasarana ........................................................................ 29
Tabel IV Perkara Menurut Pekerjaan ......................................................................... 30
Tabel V Perkara Menurut Tingkat Usia ...................................................................... 31
Tabel VI Perkara Yang Diputus .................................................................................. 33
Tabel VII Daftar Informan .......................................................................................... 84
xix
DAFTAR GRAFIK
Grafik I Perkara yang Diterima Menurut Jenis Perkara .................................................... 30
Grafik II Perkara Menurut Tingkat Kecamatan ................................................................ 31
Grafik III Perkara Menurut Tingat Pendidikan ................................................................ 32
Grafik IV Tingkat Keberhasilan Perkara .......................................................................... 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam berisi aturan-aturan tentang setiap segi kehidupan manusia,
termasuk didalamnya segi pergaulan antar jenis yang secara ilmiah
memerlukan terpenuhinya kebutuhan lahir dan batin.1 Dalam surah al-
Dzaariyat ayat 49 menyatakan:
Artinya: “ Dan segala sesuatu yang kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.2
Allah SWT yang Maha Kuasa telah menciptakan secara berpasang-
pasangan segala hal yang ada di dunia ini. Ada siang ada malam, ada senang
ada susah, ada sehat ada sakit, ada laki-laki ada perempuan, demikian
seterusnya. Keberpasangan itu lahir kerja sama, hidup bersinambung serta
harmonis. Dengan demikian, tingkat kebutuhan lahir dan batin manusia
tidak menghalangi pergaulan antara pria dan wanita disebabkan sudah
adanya suata ikatan perkawinan.
Memang manusia itu, di samping sebagai manusia pribadi, dia adalah
sebagai mahluk sosial, artinya manusia itu tidak bisa hidup sendirian dia
1 Ummu Ibrahim Ilham Muhammad Ibrahim, Kiat Menjadi Istri Shalihah dan Ibu
Idaman, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), hlm.10 2 Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta, Departemen Agama Republik Indonesia, 1990)
2
membutuhkan orang lain atau manusia lain. Pertama kali dia membutuhkan
seorang ibu, dari siapa dia dilahirkan, besar sedikit dia memerlukan teman,
pacar dan akhirya istri dan suami. Disamping itu membutuhkan orang lain
yang membantunya dalam hidup dan mencari kehidupan dalam masyarakat
luas.3
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis melakukan
Hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan di sebebut juga
“pernikahan”, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya
mengumpulkan, memasukkan dan digunakan untuk bersetubuh. Kata
“nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan, juga untuk arti
akad nikah.4
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
selanjutnya ditulis dengan Undang-Undang Perkawinan. Perkwinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.5 Dengan adanya perkawinan
terjagalah fitra manusia yang membutuhkan adanya kelengkapan dan
ketengan hidup dalam lingkungan hidup berkeluarga dan bermasyarakat.
3 Ummu Ibrahim Ilham Muhammad Ibrahim, Kiat Menjadi Istri Shalihah dan Ibu
Idaman, ….,hlm.15 4 Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat, (Prenadamedia Group, Jakarta, 2013), hlm.8.
5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan
3
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan menyebutkan bahwa :
“perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu”. Dan di samping itu tiap-tiap perkawinan
harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait
hal tersebut pelaksanaan perkawinan berdasarkan agama dan kepercayaan
merupakan syarat mutlak mengenai sah atau tidaknya suatu perkawinan.
Dan berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas telah jelas bahwa ikatan lahir
batin yang dilakukan antara seorang pria dengan seorang perempuan,
bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawadah dan
warahmah.6 Berdasarkan ketentuan hukum masing-masing agama dan
kepercayaan yang bersangkutan.
Sesuai dengan penjelasan pasal 2 Undang-Undang Perkawinan, dapat
mengartikan adanya prinsip kebebasan beragama bagi setiap warga Negara.
Hal ini sejalan dengan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang 1945 yang
menjamin tentang kebebasan dalam memeluk agama dan kepercayaan
masing-masing yang mana hal tersebut dilihat dari kebebasan perkawinan,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing.
Di dalam agama Islam juga ditegaskan lagi dalam Kompilasi Hukum
Islam Pasal 44 yang berbunyi sebagai berikut : “Seorang wanita Islam
dilarang melangsungkan perkawinan dengan seseorang pria yang tidak
beragama Islam.7 Dalam ajaran setiap agama sesorang harus menikah
dengan sesama agamanya. Setiap agama melarang umatnya untuk berpindah
6 Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat, ….,hlm.10.
7 Kompilasi Hukum Islam Pasal 44
4
agama. Dalam agama Islam jika salah satu suami atau istri pindah agama
(murtad) maka perkawinan tersebut dengan sendirinya dianggap putus
(berakhir), maka jika suami dan istri melakukan hubungan selayaknya
suami dan istri sudah tidak diperbolehkan lagi karena sudah dianggap putus.
Di Pengadilan Agama Sengeti terdapat perkara perceraian yang
disebabkan murtadnya salah satu pihak. Yaitu perkara Nomor
170/Pdt.G/2018/PA.Sgt yang diajukan oleh Evi Susanti binti M Yusup,
umur 29 tahun, agama Islam, pendidikan SMA, pekerjaan Tidak bekerja,
tempat tinggal di Tanjung Ale, RT 12, Desa Kemingking Dalam,
Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Selanjutnya disebut sebagai penggugat. Dan Baga Silalahi bin Maruli
Silalahi, umur 36 tahun, agama Kristen Katholik, pendidikan SMA,
pekerjaan POLAIRUD, tempat tinggal di jalan Lintas Jambi-Muaro Sabak,
Kantor Polsek Sabak Barat, Desa Parit Culum 2, Kecamatan Muaro Sabak
Barat, Kabupaten Tnjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Selanjutnya
disebut sebagai Tergugat. Dimana salah satu isi gugatannya ialah bahwa
kebahagiaan yang dirasakan Penggugat setelah berumah tangga dengan
tergugat hanya berlangsung sampai tahun 2015, ketentraman rumah tangga
Penggugat dengan Tergugat mulai goyah setelah antara Penggugat dengan
Tergugat terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sejak
tahun 2014 samapai saat ini dan bahwa Tergugat sejak tahun 2017 telah
berpindah keyakinan (agama).8
8 Dokumentasi Perkara Nomor. 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt, Pengadilan Agama Sengeti
5
Perbuatan pindah agama (riddah) menurut syara‟ adalah keluar dari
agama Islam, baik menjadi kafir atau tidak beragama sama sekali. Dalam
ikatan perkawinan, murtadnya salah satu pihak baik atas kemauan sendiri
maupun karena bujukan dari orang lain akan dapat mengakibatkan putusnya
perkawinan dengan sendirinya, yang mana hal tersebut didasarkan atas
pertimbangan keselamatan agama laki-laki atau perempuan yang beragama
Islam, dan dikhawatirkan anak-anaknya akan mengikuti agama bapaknya
atau ibunya yang bukan Islam.
Dalam Islam, perkawinan tidak diikat dalam ikatan yang mati dan
tidak pula mempermudah terjadinya perceraian. Perceraian boleh dilakukan
jika benar-benar dalam keadaan darurat atau terpaksa. Perceraian
dibenarkan dan diperbolehkan apabila hal tersebut lebih baik daripada tetap
dalam ikatan perkawinan tetapi tidak tercapai kebahagiaan dan selalu berada
dalam penderitaan. Agama Islam pun membolehkan suami istri bercerai,
tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu (sangat)
dibenci oleh Allah SWT.9
Masalah murtadnya salah satu pasangan suami atau isteri dalam suatu
perkawinan merupakan salah satu alasan yang dapat diajukan untuk
bercerai. Dari masalah perceraian tentunya akan membawa akibat-akibat
hukum bagi para pihak beserta anak hasil dari perkawinan tersebut, belum
lagi nantinya kan menyangkut mengenai harta yang mereka peroleh selama
masa perkawinan.
9 Ahmad Shiddiq, Hukum Talak Dalam Ajaran Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar 2001),
cet. Ke-1, h. 54-55
6
Salah satu perkara di Pengadilan Agama Sengeti pada perkara Nomor
170/Pdt.G/2018/PA.Sgt yang mana didalam putusan tersebut memutus tidak
dengan Fasakh melainkan Hakim memberi putusan Talak Ba‟in Sughra.
Fasakh adalah rusak atau putusnya perkawinan melalui pengadilan
yang hakikatnya hak suami-istri di sebabkan sesuatu yang diketahui setelah
akad berlangsung. 10
Talak adalah memutuskan hubungan antara suami istri dari ikatan
pernikahan yang sah menurut agama. Talak ba‟in sughra adalah talak yang
dijatuhkan suami pada istrinya (talak 1 dan 2) yang telah habis masa
idahnya. Suami boleh rujuk lagi dengan istrinya, tetapi dengan akad dan
mahar yang baru.11
Berdasarkan penjelasan diatas Majelis Hakim melihat bahwasannya
peralihan agama atau murtadlah yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga. Murtad sebagai alasan perceraian
tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Alasan
murtad sebagai perceraian hanya diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam
terdapat di dalam Pasal 116 huruf h, Kompilasi Hokum Islam merupakan
Ijma‟ para ulama Indonesia yang dimana pada dasarnya apa yang termuat
dalam Kompilasi Hukum Islam yang berhubungan dengan perkawinan telah
termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juncto Peraturan
10 Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, (Bandung:Pustaka Setia, 2001) hlm 105 11
Purwaningsih, Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Perceraian Dengan
Alasan Murtad Di Pengadilan Agama Fatmawati, Kewenangan Peradilan Agama Dalam Memutus
Perkara Perceraian Akibat Murtad Di Pengadilan Agama Bogor, (Yustisi, 2 September 2015) Vol
2
7
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Perkawinan.
Majelis Hakim memutus tidak dengan Fasakh melainkan Hakim
memberi putusan Talak Ba‟in Sughra. Dimana dalam putusan Majelis
Hakim lebih menekankan adanya percekcokan dan perselisihan yang terjadi
terus menerus, walaupun sebenarnya percekcokan dan perselisihan tersebut
disebabkan adanya peralihan agama yang dilakukan oleh tergugat. Dengan
demikian dalam perkara ini Majelis Hakim tidak menjatuhkan putusan
fasakh tetapi menjatuhkan talak ba‟in shugrah.
Putusan Pengadilan Agama yang memutus perkara dengan Talak
Ba‟in sugra melahirkan pertanyaan tentang perimbangan hukum yang
digunakan Majelis Hakim dan akibat hukum dari putusnya perkawinan
akibat murtadnya salah satu pihak.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian yang dijadikan skripsi dengan judul: “Putusnya Perkawinan
Akibat Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan Pengadilan Agama
Sengeti Kelas 1b Nomor 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt.)”
B. Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang hendak diteliti dapat dipahami maka
diperlukan suatu pembatasan masalah. Maka diperlukan penyususun
masalah secara teratur dan sistematis. Berdasarkan uraian dari latar belakang
8
di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengangkat beberapa
permasalahan, yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Sengeti
Kelas Ib Dalam Memutuskan Perceraian Pada perkara nomor
170/Pdt.G/2018/PA.sgt ?
2. Bagaimana Akibat Hukum Dari Putusnya Perkawinan akibat salah satu
pihak Murtad ?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak
menimbulkan masalah baru serta pelebaran secara meluas, maka penulis
membatasi pembahasan ini pada masalah putusnya perkawinan akibat salah
satu pihak Murtad (Study Putusan Pengadilan Agama Sengeti Kelas 1b
Perkara Nomor 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt).
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam suatu peelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai
sebagai pemecah atas berbagai masalah yang diteliti ( tujuan obyektif )
dan untuk memenuhi kebutuhan perorangan ( subyektif ). Tujuan peneliti
ini diperlukan karena berkaitan dengan rumusan masalah umtuk
memberikan arah yang tepat dalam penelitian, sehingga penelitian ini
9
dapat berjalan sesuai dengan yang dikehendaki. Tujuan penelitian
sebagai berikut.
a. Ingin mengetahui Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama
Sengeti kelas 1b dalam Memutuskan Perceraian pada perkara Nomor
170/Pdt.G/2018/PA.Sgt.
b. Ingin Mengetahui Akibat Hukum dari Putusanya Perkawinan akibat
salah satu pihak Murtad.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Akademis
1) Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya yang berkaitan dengan hukum perdata di lingkungan
Peradilan Agama yang menyangkut dalam bidang perkawinan
khususnya perkara perceraian.
2) Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang
mempunyai keterkaitan dengan masalah penelitian ini.
b. Kegunaan Praktis
1) Diharapkan berguna untuk menjadi acuan/pertimbangan bagi
penerapan suatu ilmu dilapangan atau masyarakat
2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai solusi jika terjadi
permasalahan dalam putusnya perkawinan akibat murtadnya salah
satu pihak.
10
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
a. Teori Keadilan
Teori keadilan ini penulis menggunakan teori Johns Rawls.
Secara harfiah adil artinya tidak berat sebelah dan tidak memihak.12
Menempatkan segala sesuatu secara proposional demi terciptannya
ketertiban dan kedisplinan.13
b. Saddu Dzari‟ah
Secara etimologis, kata as-sadd لسدٲ merupakan kata benda
abstrak (mashdar) dari sadda-yasuddu-sadda. Kata as-sadd tersebut
berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak dan menimbun lobang.
Menurut al-Qarafi, sad-adz-dzari‟ah adalah memotong jalan
kerusakan (mafsadah) sebagai cara untuk menghindari kerusakan
tersebut. Meski suatu perbuatan bebas dari unsur kerusakan
(mafsadah), namun jika perbuatan itu merupakan jalan atau sarana
terjadi suatu kerusakan (mafsadah), maka kita harus mencegah
perbuatan tersebut.14
2. Kerangka Konseptual
a. Perkawinan
Dalam bahasa Indonesia, seperti dapat dibaca dalam beberapa
kamus diantaranya Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kawin diartikan
12
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional),
hlm. 12. 13
Beni Ahmad Soebani, fiqh mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 33. 14 Syeikh Islam Ibnu Taimiyyh, Saddu Dzariah, (Riyad; Daru al Fadilah),
11
dengan perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah
sudah beristri atau bebini dalam bahasa pergaulan artinya
bersetubuh.15
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia kawin
diartikan dengan menjalin kehidupan baru dengan bersuami atau istri,
menikah, melakukan hubungan seksual, bersetubuh.16
b. Perceraian
Perceraian menurut istilah fiqih disebut talak atau furqah. Talak
berarti membuka ikatan, membatalkan perjanjian. Furqah berarti
bercerai. Kemudian kedua perkataan ini dijadikan istilah oleh ahli-ahli
fiqih yang berati : perceraian antara suami istri.17
c. Murtad
Riddha atau murtad ialah kembali ke jalan asal. Disini yang di
kehendaki dengan murtad ialah kembalinya orang islam yang berakal
dan dewasa ke kafiran dengan kehendaknya sendiri tanpa paksaan
orang lain, baik laki-laki maupun perempuan.18
Berdasarkan uraian tersebut diatas, yang dimaksud dengan
Putusnya Perkawinan Akibat Murtadnya Salah Satu Pihak adalah
putusnya perkawinan suami istri diakibatkan salah satu pihak keluar
dari agama islam.
15
Muhamad Amin Suna, Hukum Keluarga Islam di Dunia, (Jakarta: PT Raja Grapindo
Persada, 2004), hlm. 42 16 Kamus Besar Bahasa Indonesia, …., hlm.15 17
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 2004), 18
Nastangin, Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad ( Study Putusan Pengadilan
Agama Salatiga Nomor 0356/Pdt.G/2011/PA.SAL ), Skripsi Sarjana Hukum Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, Salatiga, 2012.
12
F. Tinjauan Pustaka
Pembahasan tentang putusnya perkawinan akibat murtadnya Salah
satu pihak banyak diteliti dan dikaji dalam berbagai bentuk karya tulis. Baik
dalam bentuk buku, skripsi, jurnal, atau yang lainnya dengan berbagai judul
dan permasalahan yang biasa dijadikan sumber informasi. Dari sekian
banyak karya tulis ilmiah mengenai putusnya perkawinan akibat murtadnya
salah satu pihak ini ada beberapa pembahasan yang berhubungan terhadap
topik yang akan diteliti penulis.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nur Aini dengan judul
skripsi Putusnya Perkawinan Akibat Murtadnya Salah Satu Pihak (Analisis
Yuridis Normatif terhadap Putusan Pengadilan Agama No.
0411/Pdt.G/2011/PA. Kota Bengkulu)19
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ahda Bina Afianto dengan
judul skripsi Status Perkawinan Ketika Suami Atau Isteri Murtad Dalam
Kompilasi Hukum Islam.20
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati dengan judul
Kewenangan Peradilan Agama Dalam Memutus Perkara Perceraian Akibat
Murtad.21
19 Nur Aini, Putusnya Perkawinan Akibat Murtadnya Salah Satu Pihak (Analisis Yuridis
Normatif terhadap Putusan Pengadilan Agama No. 0411/Ptd.G/2011/PA. Kota Bengkulu), Skripsi
Mahasiswa Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyah, Fakultas Hukum, Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan Universitas Brawijaya Malang, 2013 20
Ahda Bina Afianto, Status Perkawinan Ketika Suami Atau Isteri Murtad Dalam
Kompilasi Hukum Islam, Skripsi Mahasiswa Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyah, Fakultas
Agama Islam, Universitas Muhamadiyah Malang, 2013 21 Fatmawati, Kewenangan Peradilan Agama Dalam Memutus Perkara Perceraian
Akibat Murtad, skripsi Mahasiswa Program Studi Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2012
13
Berdasarkan skripsi di atas maka penulis memberikan perbedaan yang
dapat di ambil dari penelitian yang penulis teliti sebagai berikut ini
penjelasannya penulis lebih menekankan terhadap putusnya perkawinan
akibat salah satu pihak murtad, pembahasan yang disusun oleh penulis lebih
mengarahkan kepada dasar pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama
dalam memutuskan perceraian dengan alasan murtad.
13
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Agama Sengeti,
Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Dengan pertimbangan bahwa
lokasi tersebut dapat memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun
serta menyelesaikan proposal skripsi ini.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2019.
a. Jenis Penelitian
Penelitiaan disini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu
dengan menggunakan analisa isi, dengan cara mengguraikan dan
mendeskripsikan isi dari putusan yang penulis dapatkan, kemudian
menghubungkan dengan masalah yang diajukan sehingga dapat
menemukan kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis
sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dalam penulisan skripsi ini
b. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian kualitatif dan hukum normatif, Penelitian Kualitatif ini fokus
untuk mengetahui tentang pertimbangan Hakim dalam memutuskan
perkawinan dengan alasan salah satu murtad. Penelitian hukum normatif
14
yaitu mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek dengan meneliti data
skunder yang utama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis dan
disertai hukum, dan jurnal-jurnal hukum, disamping itu juga, kamus-
kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.22
Penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan menggambarkan dasar
pertimbangan hakim terhadap putusan mengenai putusnya perkawinan
akibat murtadnya salah satu pihak.
B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder, yaitu;
a) Data Primer
Yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan sendiri oleh
peneliti. Jadi, semua keterangan untuk pertama kalinya dicatat oleh
peneliti. Dari Al-Quran, Al-Hadist, Kitab-Kitab dan data primer ini di
dapatkan juga dari salinan putusan atau berkas perkara utusnya
Perkawinan Akibat Murtadnya Salah Satu Pihak (Study Putusan
Pengadilan Nomor 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt). Dan formasi dari hakim
atau panitera yang menangani perkara gugat utusnya Perkawinan
Akibat Murtadnya Salah Satu Pihak (Study Putusan Pengadilan
22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Cet 10, Kencana, 2015), hlm 195.
15
Nomor 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt). Sumber data primer yang diperoleh
dari Pengadilan Agama Sengeti, adalah sebagai berikut:
1. Hakim Pengadilan Agma Sengeti
2. Panitera Pengadilan Agama Sengeti
3. Panitera Pengganti Pengadilan Agama Sengeti
b) Data sekunder
Yaitu peraturan Perundang-Undangan bahan hukum yang
diperoleh melalui literatur-literatur atau bacaan-bacan hukum berupa
buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis dan disertai hukum, jurnal,
serta artikel dan pendapat hukum yang berkaitan dengan Putusnya
Perkawinan Akibat Murtadnya Salah Satu Pihak sesuai dengan
penelitian skripsi.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data dan fakta penelitian. Untuk penelitian kualitatif, alat
yang digunakan adalah si peneliti itu sendiri (human instrument).23
Dalam
penelitian jenis lapangan ini (field research), penulis menggunakan dua
instrumen data, berupa wawancara, dan dokumentasi.
a. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang
23
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertas,
(Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 37.
16
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan
tertentu. Wawancara secara garis besar terbagi dua, yaitu wawancara tak
terstruktur dan wawancara terstruktur.24
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu instrumen yang digunakan
dalam mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Dokumen adalah
catatan tertulis yang isinya merupakan setiap pernyataan tertulis yang
disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu
peristiwa, dan berguna bagi sumber data, bukti dan informasi
kealamiahan yang sukar diperoleh, sukar ditemukan dan membuka
kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu
yang diselidiki.
D. Unit Analisis
Unit analisis dalam penulisan skripsi perlu dicantumkan apabila
penelitian tersebut adalah penelitian lapangan yang tidak memerlukan
populasi dan sampel, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi
swasta atau sekelompok orang. Unit analisis juga menjelaskan kapan waktu
(Tahun berapa, atau bulan apa) penelitian dilakukan, jika judul penelitian
tidak secara jelas menggambarkan mengenai batasan waktu tersebut.25
Maka yang menjadi informanya adalah: Hakim Pengadilan Agama
Sengeti, Panmud Pengadilan Agama Sengeti, dan pegawai-pegawai
24
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), hlm. 180. 25
Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jambi: Syariah Press, 2012), hlm. 62.
17
Pengadilan Agama Sengeti, pada Bulan Januari, Tahun 2019. Jadi,
keseluruhan informanya berjumlah 5 orang, informanya yang berasal dari
eksternal Pengadilan Agama Sengeti diperlukan sebagai data pembanding
bagi data-data yang diperoleh dari internal Kantor Pengadilan Agama
Sengeti.
E. Sistematika Penulisan
Penyusuan skripsi ini terbagi dalam lima bab, dan setiap bab terdiri
dari beberapa sub-bab yang membahas permasalahan-permasalahan
tersendiri tetapi tetap saling berkaitan. Hasil penelitian yang diperoleh
setelah dilakukan analisis, kemudian disusun dalam bentuk laporan akhir
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab Pertama, berisi tentang pendahuluan yang membahas mengenai
latar belakang , perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka konseptual, dan tinjauan pustaka.
Bab Kedua, berisi tentang metode penelitian yang membahas
mengenai lokasi penelitian, jenis dan pendekatan penelitian, jenis dan
sumber data, analisis data, teknik analisis data, sistematika penulisan, dan
jadwal penelitian.
Bab Ketiga, berisi tentsng gambaran umum lokasi penelitian yang
membahas mengenai historis atau sejarah pengadilan agama Sengeti, aspek
geografis, aspek demografis, dan aspek pemerintahan.
18
Bab Keempat, berisi tentang pembahasan dan hasil penelitian yang
membahas mengenai putusan hakim pengadilan Agama Sengeti dalam
memutuskan perceraian diakibatkan salah satu pihak murtad serta
pertimbangan hukum dari putusnya perkawinan dengan alasan murtad.
Bab Kelima, berisi tentang penutup yang memuat kesimpulan dan juga
disertai dengan saran.
19
F. Jadwal Penelitian
Untuk mempermudah langkah-langkah dalam penelitian ini maka penulis
menyusun jadwal sebagai berikut:
Tabel I. BAB II
Jadwal Penelitian
No
. Kegiatan
Tahun 2019-2020
Januari
Feb
ruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustu
s
Sep
tember
Okto
ber
Novem
ber
Desem
ber
1 1 2 3 1 1 2 3 4 1 2 4
1. Pengajuan
Judul
x
2. Pembuatan
Proposal
x x
3. Penunjukan
Dosen
Pembimbing
x
4. Keluar Jadwal
Seminar
x
5. Ujian Seminar
Proposal
x
6. Pengesahan
Judul
x
7. Surat Izin
Riset
x
8. Pengumpulan
Data
x x
9. Pengelolaan
dan Analisis
Data
x
10. Bimbingan dan
perbaikan
Skripsi
x
11. Agenda dan
Ujian Skripsi
x x
12. Perbaikan dan
Penjilidan
x
20
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Pengadilan Agama Sengeti Muara Jambi
Eksistensi PA Sengeti didasarkan pada Keputusan Presiden Indonesia
Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002 . PA Sengeti sebelumnya
merupakan bagian dari PA Muara Bulian. PASengeti diresmikan oleh
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan
Haji rs. H. Taufiq Kamil pada tanggal 23 April 2003 di Kantor Bupati
Muaro Jambi. Pada periode awal Kantor PA Sengeti menempati rumah
penduduk Desa Sengeti yang bernama Drs. Thohri Yasin dan Endrawati.
Pada tahun 2004 Kantor PA pindah dan memakai gedung Dinas Perkebunan
Kabupaten Muaro Jambi.26
Pada tahun 2005 mulailah dibangun Gedung PA Sengeti yang
permanen dan selesai pada tahun itu. Gedung PA Sengeti terletak di
komplek perkatoran Bukit Cinto Kenang Pemerintahan Daerah Kabupaten
Muaro Jambi yang diresmikan pada hari Senin tanggal 20 Februari 2006 M
bertepatan dengan tanggal 21 Muharram 1427 H oleh Wakil Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia Bidang Non Yudisial dan ditanda
tangani oleh Drs. H. Syamsuhadi Irsyad, SH.,MH. Pada saat yang sama
diresmikan pula Gedung PA Tebo dan Sabak yang juga masuk Wilayah
Pengadilan Tinggi Agama Jambi.
26
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019.
21
Ketua PA Sengeti yang pertama dijabat oleh Drs. Usman Karim dan
wakilnya adalah Drs. H. Wachid Ridwan. Panitera/Sekretaris dijabat oleh
Drs. Thohri Yasin. Setelah Ketua memasuki masa purnabakti tahun 2004,
jabatan Ketua dilaksanakan oleh wakil ketua sebagai PLH Ketua PA
Sengeti.27
Tabel II. BAB III
Nama-Nama Kepala Pengadilan Agama Sengeti28
No Nama Masa Jabatan
1. DRS. USMAN KARIM 2003-2004
2. DRS. SYEKHAN AL JUFRI 2005-2009
3. DRS. AZWAR, S.H. 2009-2013
4. DRA. HJ. SARTINI,S.H. MH 2014-2016
5. DRS.M. JHON AFRIJAL, SH.,M.H 2016-2017
6. DRS. H. ABDAN KHUBBAN, S.H. M.H 2018-Sekarang
B. Visi Misi Pengadilan Agama Sengeti
1. Visi:
“Terwujudnya Pengadilan Agama Yang Agung”
Visi Pengadilan Agama Sengeti tersebut merupakan kondisi yang
diharapkan dapat memotivasi seluruh karyawan-karyawati Pengadilan
Agama Sengeti dalam menjalankan aktivitas. Pernyataan visi Pengadilan
Agama Sengeti tersebut memiliki pokok pengertian sebagai berikut:
27
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019. 28
Nama-Nama Kepala Pengadilan Agama Sengeti Tahun 2019.
22
Bahwa yang ingin dicapai melalui visi ini adalah menjadikan
Pengadilan Agama Sengeti sebagai lembaga peradilan yang dihormati,
yang dikelola dan diawasi oleh hakim dan pegawai yang memiliki
kemuliaan, kebesaran dan keluhuran sikap dan jiwa dalam melaksanakan
tugas pokoknya memutus perkara.29
2. Misi
a. menjaga kemandirian lembaga peradilan
Maksudnya adalah bahwa syarat utama terselenggaranya suatu
proses peradilan yang obyektif adalah adanya kemandirian lembaga
yang menyelenggarakan peradilan, yaitu kemandirian badan peradilan
sebagai sebuah lembaga (kemandirian institusional), serta
kemandirian hakim dalam menjalankan fungsinya (kemandirian
individual/fungsional). Kemandirian menjadi kata kunci dalam usaha
melaksanakan tugas pokok dan fungsi badan peradilan secara efektif.
Sebagai konsekuensi dari penyatuan atap, dimana badan
peradilan telah mendapatkan kewenagan atas urusan organisasi,
administrasi, dan finansial (konsep satu atap), maka fungsi
perancanaan, pelaksanaan, serta pengawasan organisasi, administrasi,
dan finansial seluruh badan peradilan di Indonesia harus dijalankan
secara baik. Hal ini dimaksudkan agar tidak menganggu pelaksanaan
tugas kekuasaan kehakiman yang diembangnya. Hal penting lain yang
perlu diperjuangkan adalah kemandirian pengelolaan anggaran
29
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019
23
berbasis kinerja dan penyediaan sarana pendukung dalam bentuk
alokasi yang pasti dari APBN. Kebutuhan adanya kepastian ini untuk
memberikan jaminan penyelenggaraan Pengadilan di seluruh
Indonesia.30
Selain kemandirian institusional, kemandirian badan peradilan
juga mengandung aspek kemandirian hakim untuk memutus
(kemandirian individual/fungsional) yang terkait erat dengan tujuan
penyelenggaraan Pengadilan. Tujuan penyelenggaraan Pengadilan
yang dimaksud adalah untuk menjamin adanya pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi setiap manusia.
Selain itu, juga perlu membangun pemahaman dan kemampuan yang
setara di antara para hakim menegenai masalah-masalah hukum yang
berkembang.
b. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan,
Maksudnya adalah tugas badan peradilan adalah
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Menyadari hal ini, orientasi perbaikan yang dilakukan Pengadilan
Agama Sengeti mempertimbangkan kepentingan pencari keadilan
dalam memperoleh keadilan. Adalah keharusan bagi setiap badan
peradilan untuk meningkatkan pelayanan public dan memberikan
jaminan proses peradilan yang adil. Keadilan bagi para pencari
keadilan pada dasarnya merupakan suatu nilai yang subyektif, Karena
30
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019.
24
adil menurut satu pihak belum belum tentu adil bagi pihak lain.
Penyelenggaraan peradilan atau penegakkan hukum harus dipahami
sebagai sarana untuk menjamin adanya suatu proses yang adil, dalam
rangka menghasilkan putusan yang mempertimbangkan kepentingan
(keadilan menurut) kedua belah pihak.31
Perbaikan yang akan dilakukan oleh Pengadilan Agama Sengeti,
selain subtansi putusan yang dapat dipertanggungjawabkan, juga akan
meliputi peningkatan pelayanan administrative sebagai penunjang
berjalannya proses yang adil. Sebagai contoh adalah adanya
pengumuman jadwal sidang secara terbuka dan pemberian salinan
putusan, sebagai bentuk jaminan akses bagi pencari keadilan.
c. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan,
Kualitas kepemimpinan badan peradilan akan menentukan
kualitas dan kecepatan gerak perubahan badan peradilan. Dalam
system satu atap, peran pimpinan badan peradilan, selain menguasai
aspek teknis yudisial, diharuskan juga mampu merumuskan kebijakan-
kebijakan non-teknis (kepemimpinan dan manajerial). Terkait aspek
yudisial, seorang pimpina Pengadilan bertanggungjawab untuk
menjaga adanya kesatuan hukum diPengadilan yang dipimpinnya.
Untuk area non-teknis, secara operasional, pimpina badan peradilan
dibantu oleh pelaksanaan urusan administrasi.
31
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019.
25
Dengan kata lain, pimpinan badanperadiln harus memiliki
kompetensi yudisial dan non-yudisial. Demi terlaksannya upaya-
upaya tersebut, Pengadilan Agama Sengeti menitikberatkan pada
peningkatan kualitas kepemimpinan badan peradilan dengan
membangun dan mengembangkan kompetensi teknis yudisial dan
non-yudisial (kepemimpinan dan manajerial).32
d. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan
.kredibilitas dan transparansi badan peradilan merupakan factor
penting untuk mengembalikan kepercayaan pencari keadilan kepada
badan peradilan. Upaya menjaga kredibilitas akan dilakukan dengan
mengefektifkan sistem pembinaan, pengawasan, serta publikasi
putusan-putusan yang dapat dipertanggungjawabka. Selain sebagai
pertanggungjawaban publik, adanya pengelolaan organisasi terbuka,
juga akan membangun kepercayaan pengemban kpentingan di dalam
badan peradilan itu sendir. Melalui keterbukaan informasi dan
pelaporan internal, personil peradilan akan mendapatkan kejelasan
mengenai jenjang karir, kesempatan pengembangan diri dengan
pendidikan dan pelatihan, serta penghargaan ataupun hukuman yang
mungkin mereka dapatkan. Terlaksannya prinsip transparansi,
pemberian perlakuan yang setara, serta jaminan proses yang ujur dan
32
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019.
26
adil, hanya dapat dicapai dengan usaha para personil peradilan untuk
bekerja secara professional dan menjaga integritasnya.33
C. Sturktur Organisasi Pengadilan Agama Sengeti
Untuk menjalankan peradilan, Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten
Muaro Jambi. Dilengkapi dengan tiga pembagian manajemen, yaitu dari
Majelis Hakim, Kepaniteraan, dan Kesekretariatan.34
Pertama, majelis hakim, adalah sebagai yang melakukan tugas
kekuasaan kehakiman, untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama dan juga melakukan
pengawasan terhadap jalanya peradilan.35
Kedua, kepaniteraan pengadilan agama adalah aparatur tata usaha
Negara yang dalam menjalakan tugas dan fungsinya berada di bawah dan
tanggungjawab kepala pengadilan agama. Kepaniteraan mempunyai tugas
melaksanakan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi
perkara serta menyelesaikan surat-surat yang berkaitn dengan perkara.36
Ketiga, kesekrtariatan pengadilan agama adalah tata usaha Negara
yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada ketua pengadilan agama. Kesekretariatan
33
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019 34
Wawancara Dengan Abdan Khubban, Ketua Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten
Muaro Jambi, 20 Juni 2019. 35
Wawancara Dengan Mhd Syukri Adly, Hakim Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten
Muaro Jambi, 20 Juni 2019.
36
Wawancara Dengan Idwal Maris, Panitera Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten
Muaro Jambi, 20 Juni 2019.
27
mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan di bidang
administrasi, organisasi, keuangan, sumber daya manusia, serta sarana
prasarana di lingkungan pegandilan agama.37
D. Program Kerja Hakim
1. Ketua
a. Tugas Pokok
1. Ketua selaku Hakim Pengadilan adalah pejabat yang melakukan
tugas kekuasaan kehakiman, untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
pertama;
2. Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas
dan tingkah laku Hakim, Panitera, Panitera Pengganti dan Jurusita
serta Pejabat Struktural di daerah Hukumnya; dan
3. Ketua Pengadilan mengatur pembagian tugas para hakim.
b. Fungsi
1. Ketua Pengadilan membagikan semua berkas perkara dan atau
surat-surat lainnya yang berhubungan dengan perkara yang
diajukan ke Pengadilan kepada Majelis Hakim untuk diselesaikan;
dan.
2. Ketua Pengadilan Negeri menetapkan perkara yang harus diadili
berdasarkan nomor urut, tetapi apabila terdapat perkara tertentu
37
Wawancara Dengan Yudistira Adi Pinto, Sekretaris Pengadilan Agama Sengeti,
Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni 2019.
28
yang karena menyangkut kepentingan umum harus segera diadili,
maka perkara itu didahulukan.38
2. Wakil Ketua
Tugas Pokok
Wakil Ketua selaku Hakim Pengadilan adalah pejabat yang
melakukan tugas kekuasaan kehakiman, untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
Fungsi
Wakil Ketua Pengadilan Negeri berfungsi sebagai Koordinator
Pengawasan di daerah Hukumnya.39
3. Hakim
Tugas Pokok
Hakim Pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan
kehakiman, untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
Fungsi
Melakukan tugas-tugas Pengawasan sebagai Pengawas Bidang
dengan memberi petunjuk dan bimbingan yang diperlukan bagipara
Pejabat strukturl maupun Fungsional.40
38
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019. 39
Dokumentasi Di Kantor Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni
2019. 40
Wawancara dengan Mhd. Syukri adly, Majelis Hakim, Pengadilan Agama Sengeti,
Kabupaten Muaro Jambi, 20 Juni 2019.
29
Tabel. III. BAB III
Daftar Sarana Dan Prasarana41
Identitas Barang Jumlah
Barang
penguasaan
No Nama barang Merk/type Kd Barang Th.prlh
n
1. Meja kerja kayu 3.05.02.01.002 2015 1 buah Milik sendiri
2. Meja kerja kayu 3.05.02.01.002 2015 1 buah Milik sendiri
3. Meja kerja kayu 3.05.02.01.002 2015 1 buah Milik sendiri
4. Kursi besi/metal Lipat merah baru 3.05.02.01.003 2010 1 buah Milik sendiri
5. Kursi besi/metal Lipat merah baru 3.05.02.01.003 2010 1 buah Milik sendiri
6. Kursi besi/metal Lipat merah baru 3.05.02.01.003 2010 1 buah Milik sendiri
7. Kursi besi/metal Lipat merah baru 3.05.02.01.003 2010 1 buah Milik sendiri
8. Kursi besi/metal Lipat merah baru 3.05.02.01.003 2010 1 buah Milik sendiri
9. Kursi besi/metal Lipat merah baru 3.05.02.01.003 2010 1 buah Milik sendiri
10. Kursi besi/metal Lipat merah baru 3.05.02.01.003 2010 1 buah Milik sendiri
11. A.C Split LG 3.05.02.04.004 2006 1 buah Milik sendiri
12. A.C Split LG 3.05.02.04.004 2006 1 buah Milik sendiri
13. P.C Unit Polysonic 3.10.01.02.001 2008 1 buah Milik sendiri
14. P.C Unit Lenovo 3.10.01.02.001 2016 1 buah Milik sendiri
15. P.C Unit Lenovo 3.10.01.02.001 2016 1 buah Milik sendiri
16. Printer CANON 3.10.02.03.003 2013 1 buah Milik sendiri
E. Aspek Perkara Yang Diterima
Pengumpulan data perkara yang telah diterima pada tahun terakhir
yaitu perkara pada tahun 2018 dan sisa perkara tahun2017.
Sisa Perkara tahun 2017 ........................................................... = 66 perkara
Perkara yang diterima tahun 2018 ............................................ = 605 perkara
JUMLAH .................................................................................. = 671 perkara
Secara umum jenis perkara yang diterima pada tahun 2018 adalah sebagai
berikut:
Perkara Gugatan tahun 2018 ..................................................... = 534 perkara
Perkara Permohonan tahun 2018 .............................................. = 71 perkara
JUMLAH .................................................................................. = 605 perkara
a. Jumlah sisa perkara yang putus
41
Daftar Sarana Dan Prasarana Tahun 2019
30
1. Menurut Jenis Perkara adalah sebagai berikut:
Grafik. I. BAB III
Perkara yang Diterima Menurut Jenis Perkara42
Tabel. IV. BAB III
Perkara Menurut Jenis Pekerjaan43
NO PEKERJAAN JUMLAH
1 Ibu Rumah Tangga 320 orang
2 Wiraswasta 85 orang
3 Tani 55 orang
4 PNS 10 orang
5 Pensiunan PNS -
6 Buruh 25 orang
7 Honorer 37 orang
8 Karyawan 58 orang
9 Dagang 27 orang
10 Lain-Lain 54 orang
JUMLAH 671 orang
42
Perkara Yang Diterima Menurut Jenis Perkara Tahun 2018 43
Perkara Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2018
0
100
200
300
400
500
606
404
128
2 19 33 1 1 2 1 13 1 1
Cerai Gugat
Cerai Talak
Izin Poligami
Dispensasi Kawin
Isbat Nikah
Penguasaan Anak
31
Grafik. II. BAB III
Perkara tingkat kecamatan44
2. Menurut Tingkat Usia
Perkara yang diterima tahun 2018 ditambah sisa tahun 2017 menurut
tingkat usia adalah sebagai berikut: 45
Tabel. V. BAB III
Perkara menurut tingkat usia46
NO KATEGORI UMUR P
1 < 20 Tahun 38 Orang
2 21 - 30 Tahun 295 orang
3 31 - 40 Tahun 208 orang
4 41 - 50 Tahun 95 orang
5 51 - 60 Tahun 20 orang
44
Perkara tingkat kecamatan Tahun 2018 45
Wawancara dengan Haristo, Panitera Pengganti, Pengadilan Agama Sengeti,
Kabupaten Muaro Jambi, 19 Mei 2019. 46
Perkara Menurut Tingkat Usia Tahun 2018
0
10
20
30
40
50
60
70
13
28
6
15 15 10 10
15
5 8
3
30
44
36
56
32 37
68
48
20 18 15
7
25
8 11
0
14
3 2 3 0 1
CT
CG
LL
32
6 61 -70 Tahun 10 orang
7 71 – Dst 5 orang
JUMLAH 671 orang
3. Berikut ini adalah grafik perkara tahun 2018 menurut tingkat
pendidikan, sebagai berikut:
Grafik. III. BAB III
Perkara tingkat pendidikan47
4. Jumlah perkara yang di putus tepat waktu
Dari seluruh perkara masuk pada tahun 2018 serta sisa perkara
tahun 2017 yang seluruhnya berjumlah 671 perkara sebagaimana
diuraikan diatas, Pengadilan Agama Sengeti telah menyelesaikan
perkara tersebut sebanyak 621 Perkara hingga akhir tahun 2018.
Perkara yang masih tersisa adalah berjumlah 50 perkara. Berikut tabel
perkara yang diputus berdasarkan jenis perkara, adalah sebagai
berikut: 48
47
Perkara Tingkat Pendidikan Tahun 2018 48
Wawancara dengan Romi Herusman, Panitera Muda Hukum, Pengadilan Agama
Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, 11 Juni 2019.
0 50 100 150 200 250
606
3
18
13
205
177
185
5 Non - SD
SD
SLTP
SLTA
DIPLOMA
S1
S2
33
Tabel. VI. BAB III
Perkara yang diputus49
NO JENIS PERKARA JUMLAH
1 Cerai Gugat 404
2 Cerai Talak 136
3 Dispensasi Kawin 36
4 Isbat Nikah 30
5 Hibah 1
6 Pengangkatan Anak 3
7 Wali Adhol 1
8 Kewarisan 1
9 Penetapan Ahli Waris 7
10 Harta Bersama 2
JUMLAH 621
b. Rekapitulasi Perkara Yang Diterima Dan Diputus Berdasarkan Produk.
Data perkara yang diterima dan diputus berdasarkan produk
Pengadilan Agama Sengeti adalah sebagai berikut:
1. Diterima:
Sisa perkara tahun 2017………………………….... = 66 Perkara
Perkara yang diterima tahun 2018.................……… = 605 perkara
JUMLAH ..…………………………….................... = 671 perkara
Meliputi jenis perkara sebagai berikut :
Perkara permohonan …………………………......... = 76 perkara
Perkara gugata ………………………...………….. = 595 perkara
JUMLAH ………………………………................. =671 perkara
49
Perkara Yang Diputus Tahun 2018
34
2. Diputus:
Perkara permohonan..………………………………. = 73 perkara
Perkara gugatan .…………………………………… = 548 perkara
JUMLAH……………………………….................... = 621 perkara
Sisa perkara pada tingkat pertama ...……………….. = 50 perkara
Yang terdiri dari :
Perkara permohonan .………………………………. = 3 perkara
Perkara gugatan …………………….............……… = 47 perkara
3. Minutasi Perkara
Perkara yang diputus/diselesaikan tahun 2018 berjumlah 621
perkara, perkara yang diputus tersebut telah diminutasi Seluruhnya
sebanyak 621 perkara
4. Jumlah Perkara yang mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi dan
PK
Tahun 2018 upaya hukum yang dilakukan para pencari keadilan
hanya terdapat 1 (satu) buah perkara yang dapat digambarkan
sebagai berikut :
Tingkat Banding = 1 perkara
JUMLAH = 1 Perkara
Perkara-perkara Banding tersebut tercatat dalam register dengan
nomor sebagai berikut :
76/Pdt.G/2018/PA.Sgt
Berdasarakan gambaran di atas dapat dijumlahkan perkara yang
tidak mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi dan PK sebanyak
669 Perkara dari 671 Perkara yang di terima pada Tahun 2018 serta
sisa perkara pada tahun 2017.
5. Jumlah perkara yang berhasil di mediasi50
Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008
tentang Mediasi, Pengadilan Agama Sengeti telah melaksanakan
50
Wawancara dengan Idwal Maris, Panitera Pengadilan Agama Sengeti, Kabupaten
Muaro Jambi, 20 Juni 2019.
35
maksud dari Peraturan tersebut dengan jumlah perkara yang
dimediasi pada tahun 2018 mencapai 72 perkara, dengan rincian
sebagai berikut :
Berhasil : 8 Perkara
Tidak Berhasil : 62 Perkara
Tidak dapat dilaksanakan : 2 Perkara
Tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Sengeti dapat
dilihat dalam grafik sebagai berikut :
Grafik. IV. BAB III
Tingkat keberhasial perkara51
6. Jumlah perkara anak yang diselesaikan melalui diversi
Tidak Ada Perkara anak yang di selesaikan melalui diversi pada
Pengadilan Agama Sengeti.
51
Tingkat Keberhasial Media Tahun 2018
0; 0%
58; 100%
BERHASIL TIDAK BERHASIL
36
STRUKTUR ORGANISASI
PENGADILAN AGAMA SENGETI KELAS IB
KETUA
ABDAN KHUBBAN
WAKIL KETUA
Dr
MULIYAMAH H
A
K
I
M
A
H
A
K
I
M
A DD
SITI FATIMAH
D
EMANELI
RAHMATULLAH RAMADAN
PANITERA
SEKRETARIS
IDWAL MARIS YUDISTIRA ADI PINTO
Panmud Hukum
Panmud Permohonan
Panmud Gugatan
SAID HASAN SITI HARIAH
KASUBBAG
Perencanaan ti & pelaporan
ROMI HERMAWAN
KASUBBAG
Kepegawaian
& ortala
KASUBBAG
Umum &
keuangan
RINDOM
RIDONA
SOLIKUN ANGGA
SETIAWAN
RAHARDI
BENDAHARA
ELIN MARLINA
PANITERA PENGGANTI
ARIEF MUSTAKIM
PANITERA
PENGGANTI P
HARISTO
ROSDA MARYANTI
ADITYAWARMAN
ISMIATUN
UMARIAD BAFADAL
U
SITI AZIZAH
JURUSITA/JSP
ARSIL HADI,
TABRI
M. FAIZAL,
IMRAN
ELIN MARLINA
HAKIM ANGGOTA
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Memutuskan Perceraian Pada
Perkara Nomor 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt.
Peradilan yang dilaksanakan Nabi Muhammad Shalallah Alaihi Wa
Salam, dan para Khalifah setelahnya adalah dengan terbuka atau di tempat
umum, seperti masjid atau suatu tempat yang seseorang tidak dilarang
memasukinya. Sebab alasannya peradilan Islam adalah terbuka, sehingga
kasusnya dapat di akses oleh publik.52
Kewenangan Peradilan Agama yang semula bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tingkat pertama
antara orang-orang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan,
wasiat, dan hibah; c. waqaf dan shadaqah. Berdasarkan UU No. 3 tahun 2006,53
kewenangannya diperluas dalam bidang ekonomi syariah, meliputi: Bank
syariah, Asuransi, Ansuransi Syariah, Reansuransi Syariah dan Surat Berharga
Berjangka Menengah Syariah, Sekuritas Syariah, Pengadilan Syariah, Dana
52
Samir Aliyah, System Pemerintah Peradilan Dan Adat Dalam Islam, (Jakarta: Khalifa,
2004), hlm. 83. 53
Undang-Undang No. 3 tahun 2006, Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.
38
Pensiun Lembaga Keuangan Syariah, Bisnis Syariah, Dan Lembaga Keuangan
Mikro Syariah.54
Qadha‟ adalah fardhu kifayah. Seorang imam (penguasa) di setiap
negera wajib mengangkat qadhi (hakim) di wilayah kekuasaannya sebagai
pengganti dirinya didalam menjelaskan hukum-hukum syariat dan mewajibkan
rakyatnya menaatinya.55
Putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari suatu perkara yang
sedang diperiksa dan diadili oleh hakim tersebut. Oleh karena itu, tentu saja
hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek didalamnya,
mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan,
baik yang bersifat formal maupun materil sampai adanya kecakapan teknik
membuatnya.56
Di antara ayat-ayat Al-Qur‟an terdapat yang ditunjukan kepada Nabi
Shalallah Alaihi Wa Sallam seperti:
ف هن ثن لا جدوا ف ز ت ا ش ج كوىك فو ح ت تل لا ؤهىى ح ر لا و
لوىا ت سلوا س ت و ا ق ض و جا ه ز فسهن ح ٥٦أ Artinya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati
54
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari‟ah, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2017), hlm. 14. 55
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza‟iri, Minhajul Muslim, (Jakarta: Darul Haq, 2018), hlm.
944. 56
Ahmad Rifa‟i, Penemuan Hukum Oleh Hakim, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), hlm. 94.
39
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya57
Rasulallah Shalallah Alaihi Wa Salam memutuskan perselisihan antara
Abu Bakar dan Rabi‟ah Al-Aslami tentang tanah yang terdapat pohon korma
yang miring, adapun batangnya di tanah Rabi‟ah, sedangkan rantingnya di
tanah Abu Bakar, dan masing-masing mengakui bahwa pohon tersebut
miliknya. lalu keduanya pergi kepada Nabi Shalallah Alaihi Wa Sallam, maka
beliau memutuskan bahwa ranting menjadi milik orang yang memiliki batang
pohon.58
Untuk lebih mendekatkan dan fokus pada permasalahan penelitian yang
ada, dan memberikan deskripsi yang jelas tentang perceraian yang disebabkan
salah satu pihak murtad yang di putus oleh Hakim Pengadilan Agama Sengeti
pada perkara No. 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt.
Adapun inti sari dari kasus posisinya sebagai berikut:
1. Duduk Perkara
a. Bahwa penggugat telah mengajukan gugatan cerai secara tertulis
tertanggal 26 Maret 2018. Terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Sengeti dalam Buku Register Induk Perkara Gugatan dengan Nomor
170/Pdt.G/2018/PA.Sgt, tanggal 27 Maret 2018. Isinya sebagai berikut:
57
QS. An-Nisa, (4), 65. 58
Samir aliyah, system pemerintah, peradilan dan adat dalam islam, (jakarta: khalifa, 2004),
hlm. 299.
40
b. Bahwa pada tanggal 2 April 2010 telah dilangsungkan perkawinan
antara Penggugat dengan Tergugat yang dilaksanakan menurut hukum
dan sesuai dengan tuntutan ajaran agama Islam. Perkawinan tersebut
telah dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Maro
Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Pripinsi Jambi. Sebagaimana tercatat
dalam Akta Nikah No. 71/08/IV/2010, tertanggal 12 April 2010;
c. Bahwa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dilangsungkan
berdasarkan kehendak kedua belah pihak dengan tujuan membentuk
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah yang diridhoi Allah
Swt;
d. Bahwa setelah menikah, Penggugat dan Tergugat tinggal di rumah
kediaman bersama di Tanjung Ale, RT 12, Desa Kemingking Dalam,
Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Propinsi Jambi;
e. Bahwa selama masa perkawinan, Penggugat dan Tergugat telah
berkumpul sebagaimana layaknya suami istri dan sudah dikaruniai 2
(dua) orang anak yang masing-masing bernama :
1) M. Gabe Azra P. Silalahi, laki-laki, lahir pada tanggal 06 Mei 2011
di Jambi;
2) Salsabila Rohadatul Aisy, perempuan, lahir pada tangga 21 Februari
2015 di Jambi;
41
f. Bahwa kebahagiaan yang dirasakan Penggugat setelah berumah tangga
dengan Tergugat hanya berlangsung sampai tahun 2015, ketentraman
rumah tangga Penggugat dengan Tergugat mulai goyah setelah antara
Penggugat dengan Tergugat terjadi perselisihan dan pertengkaran secara
terus menerus sejak tahun 2014 sampai dengan saat ini;
g. Bahwa Tergugat sejak tahun 2014 sudah mulai jarang pulang dengan
alasan yang sah;
h. Bahwa Tergugat sejak tahun 2017 telah berpindah keyakinan (agama);
i. Bahwa puncak dari perselisihan antara Penggugat dan Tergugat terjadi
pada tahun 2015 yang menyebabkan antara Penggugat dan Tergugat telah
pisah rumah, dimana Tergugat pergi dari rumah kediaman bersama.
Sehingga sejak saat itu Penggugat dan Terguat sudah tidak pernah lagi
menjalin hubungan sebagaimana layaknya suami istri;
j. Bahwa atas permasalahan dan kemelut rumah tangga yang dihadapi,
Penggugat telah mencoba memusyawarahkan dengan keluarga
Penggugat dan Tergugat untuk mencari penyelesaian dan demi
menyelamatkan perkawinan, namun usaha tersebut tidak membuahkan
hasil;
k. Bahwa ikatan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana
yang diuraikan di atas sudah sulit dibina untuk membentuk suatu rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah sebagaimana maksud dan
42
tujuan dari suatu perkawinan, sehingga lebih baik diputus karena
perceraian;
l. Bahwa berdasarkan hal-ha tersebut di atas, permohonan Penggugat
untuk mengajukan gugatan perceraian terhadap Tergugat atas dasar
pertengkaran yang sterjadi terus menerus dan tidak mungkin hidup
rukun dalam suatu ikatan perkawinan, telah memenuhi unsur Pasal 19
huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, sehingga berdasar
hukum untuk menyatakan gugatan cerai ini dikabulkan;
m. Bahwa Penggugat sanggup membayar biaya perkara;
n. Bahwa berdasarkan dalil dan alasan-alasan tersebut di atas, maka
dengan ini Penggugat memohon kepada Ketua Pengadilan Agama
Sengeti Cq. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
untuk dapat menentukan hari persidangan, kemudian memanggil
Penggugat dan Tergugat untuk diperiksa dan diadili, selanjutnya
memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
Primer:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menceraikan perkawinan Penggugat (Evi Susanti binti M. Yusup)
dengan Tergugat (Baga Silalahi bin Maruli Silalahi);
3. Memerintakan Panitera Pengadilan Agama Sengeti untuk
mengirimkan salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan
43
hukum tetap kepada Kantor Urusan Agama di tempat tinggal
Penggugat dan Tergugat dan Kantor Urusan Agama tempat
perkawinan Penggugat dan Tergugat untuk dicatat dalam register
yang tersedia untuk itu;
4. Membebankan biaya perkara sesuai hukum;
Subsider:
Atau apabila Pengadilan Agama berpendapat lain mohon putusan yang
seadil-adilnya (Ex aequo et bono).
o. Bahwa, untuk keperluan pemeriksaan perkara ini, Penggugat dan
Tergugat telah dipanggil dan diperintahkan untuk menghadiri
persidangan;
p. Bahwa, pada hari sidang yang telah ditentukan, Penggugat telah datang
sendiri secara pribadi menghadap sidang dan telah mengemukakan haknya,
sedangkan Tergugat tidak pernah hadir menghadap sidang, tidak pula
mengutus orang lain sebagai wakil atau kuasanya yang sah, dan tidak ada
berita tentang penyebab ketidakhadirannya, meskipun Tergugat telah
dipanggil dengan relaas panggilan Nomor 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt.,
tanggal 09 April 2018, 26 April 2018 dan 18 Mei 2018. Majelis Hakim
menilai panggilan terhadap Tergugat tersebut sah dan berpendapat
Tergugat mengabaikan seluruh haknya dalam sidang;
44
q. Bahwa, Majelis Hakim telah berusaha secara maksimal menasehati
Penggugat agar berdamai dan tetap mempertahankan keutuhan rumah
tangganya dengan Tergugat, namun tidak berhasil;
r. Bahwa, oleh karena Tergugat tidak hadir di persidangan, maka upaya
perdamaian melalui mediasi tidak dapat dilaksanakan;
s. Bahwa, kemudian Majelis Hakim membacakan surat gugatan Penggugat.
Penggugat menyatakan tetap pada isi dan maksud gugatannya;
t. Bahwa, untuk membuktikan dalil-dalil dalam surat gugatannya,
Penggugat telah mengajukan alat bukti sebagai berikut:
a. Bukti Tertulis
Fotokopi Buku Kutipan Akta Nikah, Nomor 71/08/IV/2010, atas nama
Baga Silalahi bin Maruli Silalahi dan Evi Susanti binti M. Yusup. Asli
bukti surat diterbitkan oleh Pejabat Pencatat Nikah Kantor Urusan
Agama Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, tanggal 12
April 2010. Bukti surat sesuai dengan aslinya, bermeterai cukup dan
dicap pos, serta telah dilegalisir oleh Ketua Majelis, diparaf dan diberi
tanda P;
b. Bukti Saksi
1. Ali Azwar bin Ahmad Badawi, umur 50 tahun, agama Islam,
pendidikan SMA, pekerjaan Swasta, tempat tinggal di RT 06,
Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten
Muaro Jambi. Saksi mengaku sebagai Paman Penggugat. Telah
45
memberikan kesaksian di bawah sumpah yang pada pokoknya
sebagai berikut:
a) Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri;
b) Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak
harmonis, antara Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah
selama 6 bulan, Tergugat pergi dari rumah kediaman
bersama;
c) Bahwa saksi tidak mengetahui perihal perselisihan dan
pertengkaran dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat,
namun Penggugat menceritakan kepada saksi bahwa sejak 3
tahun lalu Tergugat telah kembali memeluk agama asalnya
dahulu, yaitu agama Kristen, sehingga Penggugat tidak lagi
merasakan kenyamanan hidup bersama dengan Tergugat;
d) Bahwa saksi tidak pernah melihat Tergugat menjalankan
ritual agama Kristen, saksi tahu dari cerita Penggugat;
e) Bahwa sejak 3 tahun lalu, saksi melihat Penggugat dan
Tergugat jarang bersama. Tergugat jarang pulang ke rumah
kediaman bersama karena lebih sering berada di tempatnya
bertugas, yaitu di Muaro Sabak;
f) Bahwa pihak keluarga telah berupaya merukunkan Penggugat
dan Tergugat, namun tidak berhasil;
46
2. Dahlia binti Mudin, umur 37 tahun, agama Islam, pendidikan
SMP, pekerjaan Ibu rumah tangga, tempat kediaman di RT 12,
Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten
Muaro Jambi. Saksi mengaku sebagai ibu kandung Penggugat.
Telah memberikan kesaksian di bawah sumpah yang pada
pokoknya sebagai berikut:
a) Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri;
b) Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak
harmonis, karena sejak tiga tahun lalu Tergugat kembali
memeluk agama asalnya yaitu agama Kristen, dan sering
mengajak Penggugat untuk ikut memeluk agamanya tersebut;
c) Bahwa saksi tidak pernah melihat Tergugat menjalankan ritual
agamanya tersebut, saksi hanya tahu dari cerita Penggugat, dan
Tergugat hanya diam saja ketika saksi menanyakan kebenaran
perpindahan agama tersebut;
d) Bahwa saksi tidak pernah melihat pertengkaran Penggugat dan
Tergugat;
e) Bahwa Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah sejak tiga
tahun lalu, Tergugat pergi dari rumah kediaman bersama,
namun Tergugat masih ada sesekali mendatangi rumah
kediaman bersama;
47
f) Bahwa pihak keluarga sudah berupaya mendamaikan
Penggugat dan Tergugat, namun tidak berhasil;
u. Bahwa, kemudian Penggugat menyampaikan kesimpulan secara lisan,
pada pokoknya menyatakan tetap pada isi dan maksud gugatannya dan
mohon kepada Majelis Hakim segera menjatuhkan putusan dengan
mengabulkan seluruh tuntutan dalam gugatan Penggugat;
2. PERTIMBANGAN HUKUM
a. Bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah
diuraikan di dalam bagian duduk perkara;
b. Bahwa berdasarkan berita acara relaas panggilan atas nama Penggugat
dan Tergugat, Majelis Hakim menilai pemanggilan terhadap Penggugat
da Tergugat tersebut telah dilaksanakan berdasarkan petunjuk Pasal 55
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua terhadap
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jis.
Pasal 145 ayat (1) dan (2) R.Bg dan Pasal 26 ayat (1) dan (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Oleh karenanya
pemanggilan tersebut harus dinyatakan resmi dan patut (sah);
c. Bahwa Penggugat telah datang menghadap dan telah mengemukakan
haknya di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir ke
persidangan dan tidak pula mengutus wakil atau kuasanya yang sah serta
48
tidak ada mengajukan eksepsi meskipun pemanggilan terhadap Tergugat
telah dilaksanakan secara resmi dan patut, dengan demikian telah cukup
alasan bagi Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutus perkara ini
tanpa hadirnya Tergugat sesuai petunjuk Pasal 149 ayat (1) dan 150 R.Bg;
d. Bahwa seluruh upaya perdamaian telah dilakukan secara maksimal oleh
Majelis Hakim dengan menasehati Penggugat agar berdamai dengan
Tergugat, namun tidak berhasil. Sedangkan upaya damai melalui proses
mediasi sebagaimana petunjuk Pasal 7 Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, tidak
dapat dilaksanakan karena ketidakhadiran Tergugat. Dengan demikian
berdasarkan ketentuan Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama Jis. Pasal 07 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 143 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam, Majelis Hakim patut dan harus menyatakan
upaya damai tidak berhasil;
e. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 283 R.Bg Jo. Pasal 1705 KUH
Perdata, Majelis Hakim memerintahkan Penggugat untuk membuktikan
seluruh dalil-dalil dalam gugatannya dengan bukti yang sah;
49
f. Bahwa untuk menilai alat-alat bukti yang diajukan Penggugat, Majelis
Hakim akan mempertimbangkan satu persatu;
g. Bahwa bukti surat yang diajukan Penggugat bertanda “P” merupakan
salinan kutipan akta pernikahan yang dibuat di hadapan pejabat
berwenang, telah sesuai dengan aslinya, dan berisi tentang keabsahan
pernikahan Penggugat dan Tergugat. Berdasarkan hal tersebut Majelis
Hakim menilai bukti surat bertanda “P” telah memenuhi syarat formil
bukti sesuai Pasal 285 R.Bg Jo. 1708 KUH Perdata dan syarat materil
bukti sesuai Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.
Oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat bukti surat bertanda “P”
patut dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara ini;
h. Bahwa walaupun Penggugat mendalilkan Tergugat beragama Kristen,
namun berdasarkan bukti surat bertanda “P” tersebut di atas, ternyata
perkawinan dilakukan secara agama Islam. Dalam Yurisprudensi
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 736/K/Sip/1976, tanggal
15 Februari 1977, pada pokoknya disebutkan bahwa penyelesaian
sengketa perkawinan ditentukan berdasarkan hukum yang berlaku dan
diikuti pada saat perkawinan dilangsungkan. Dengan demikian, Majelis
Hakim patut menyatakan perkara ini merupakan kewenangan absolut
Pengadilan Agama Sengeti;
50
i. Bahwa Penggugat bertempat tinggal di wilayah hukum Pengadilan
Agama Sengeti, dan Tergugat juga tidak ada melakukan eksepsi perihal
kewenangan relatif mengadili, serta berdasarkan bukti surat P, maka
Majelis Hakim berpendapat Penggugat patut dinyatakan mempunyai
legal standing untuk mengajukan perkara ini (persona standi in judicio)
dan perkara a quo merupakan kompetensi absolut dan relatif Pengadilan
Agama Sengeti untuk mengadilinya (vide Pasal 49 ayat (1) huruf (a) dan
Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009);
j. Bahwa bukti saksi yang dihadirkan Penggugat di persidangan (Ali
Azwar bin Ahmad Badawi dan Dahlia binti Mudin) merupakan paman
dan ibu kandung Penggugat. Termasuk orang yang dewasa, cakap
bertindak, dan tidak terhalang menjadi saksi serta telah memberi
kesaksian di bawah sumpah. Majelis Hakim menilai para saksi
Penggugat tersebut telah memenuhi syarat formil saksi sesuai ketentuan
Pasal 171 dan Pasal 175 R.Bg Jo. Pasal 22 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tentang Perkawinan Jis. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam;
k. Bahwa berdasarkan materi keterangan para saksi Penggugat di
persidangan, Majelis Hakim menemukan dua kualitas materi kesaksian,
untuk itu Majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut;
51
l. Bahwa kualitas pertama adalah mengenai materi kesaksian para saksi
Penggugat tentang hubungan Penggugat dan Tergugat sebagai suami
istri, keadaan rumah tangga sudah tidak harmonis, antara Penggugat dan
Tergugat telah pisah rumah selama 3 (tiga) tahun, dan ketidakberhasilan
upaya keluarga untuk merukunkan Penggugat dan Tergugat. Majelis
Hakim menilai materi kesaksikan para saksi Penggugat tentang hal
tersebut merupakan pengetahuan langsung saksi, keterangannya saling
berkaitan dan bersesuaian antara satu dengan lainnya sehingga patut
diterima dan dalil Penggugat tentang hal tersebut patut dinyatakan
terbukti (vide Pasal 308 dan 309 R.Bg);
m. Bahwa kualitas kedua adalah materi kesaksian para saksi Penggugat
tentang peristiwa perselisihan dan perpindahan agama Tergugat. Majelis
Hakim menemukan fakta bahwa para saksi tidak mengetahui secara
langsung adanya pertengkaran dalam rumah tangga dan perpindahan
agama Tergugat, dan para saksi hanya mengetahui peristiwa tersebut
melalui cerita atau informasi Penggugat. Menurut Pasal 308 R.Bg,
keterangan para saksi Penggugat tentang hal tersebut digolongkan
sebagai kesaksian de auditu, dan menurut hukum kesaksian tersebut
belum dapat secara mutlak menguatkan dalil gugatan, sehingga Majelis
Hakim berdasarkan petunjuk Pasal 309 R.Bg menilai kesaksian para
saksi Penggugat perihal pertengkaran dan perpindahan agama Tergugat
hanya dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam perkara ini;
52
n. Menimbang, bahwa berdasarkan surat gugatan, keterangan Penggugat
serta seluruh alat bukti yang diajukan Penggugat di persidangan, Majelis
Hakim telah menemukan fakta-fakta hukum yang telah dikonstatir
sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri sah, menikah pada
tanggal 02 April 2010 secara agama Islam;
2. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis,
telah pisah rumah selama 3 tahun, Tergugat pergi dari rumah
kediaman bersama;
3. Bahwa terdapat petunjuk bahwa Tergugat telah kembali menganut
agamanya dahulu yaitu agama Kristen;
4. Bahwa upaya damai tidak berhasil;
o. Bahwa untuk mengajukan perceraian, seseorang harus bisa
membuktikan bahwa pasangannya telah lalai terhadap hak dan
kewajibannya dan alasan perceraian tidak bertentangan dengan aturan
perundang-undangan yang berlaku (vide Pasal 34 ayat 3 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan);
p. Bahwa Penggugat mendalilkan rumah tangganya tidak harmonis karena
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran serta Tergugat pindah
keyakinan. Majelis Hakim menilai alasan perceraian yang dimaksudkan
Penggugat sebagaimana tertuang dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan
53
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 116 huruf (f) dan
(h) Kompilasi Hukum Islam. Oleh karenanya Penggugat wajib
membuktikan tentang adanya perselisihan dan pertengkaran dalam
rumah tangga dan perpindahan agama Tergugat serta masih ada atau
tidaknya harapan untuk dirukunkan kembali dalam rumah tangga;
q. Bahwa berdasarkan fakta hukum di atas, Majelis Hakim menilai
Penggugat tidak dapat membuktikan secara sempurna peristiwa
perselisihan dalam rumah tangganya dengan Tergugat dan perpindahan
agama Tergugat. Penggugat hanya berhasil membuktikan bahwa antara
dirinya dan Tergugat telah pisah rumah selama 3 (tiga) tahun, dan pihak
keluarga tidak berhasil merukunkan Penggugat dan Tergugat. Majelis
Hakim menilai peristiwa pisah rumah dan ketidakberhasilan upaya
damai tersebut merupakan akibat langsung dari kondisi rumah tangga
Penggugat dan Tergugat yang sudah tidak harmonis. Apabila keadaan
tersebut dihubungkan dengan fakta bahwa para saksi mendapat
pengaduan dari Penggugat terkait perselisihannya dengan Tergugat,
maka Majelis Hakim patut berpendapat faktor penyebab
ketidakharmonisan Penggugat dan Tergugat tersebut karena adanya
perselisihan yang terus menerus dalam rumah tangga. Dengan demikian,
sesuai petunjuk Pasal 309 R.Bg, Majelis Hakim berpendapat Penggugat
54
telah berhasil membuktikan dalilnya tentang adanya perselisihan yang
terjadi secara terus menerus antara dirinya dengan Tergugat;
r. Bahwa dalam gugatan Penggugat disebutkan perihal identitas agama
Tergugat yaitu Kristen Katolik, begitu pula identitas dalam seluruh berkas
panggilan (relaas) terhadap Tergugat juga disebutkan secara jelas perihal
identitas agama Tergugat, dan ternyata Tergugat sama sekali tidak
mengajukan keberatan terkait identitas agamanya tersebut baik secara
tertulis maupun secara lisan di dalam sidang. Apabila fakta tersebut
dihubungkan dengan keterangan para saksi tentang perpindahan agama
Tergugat, maka berdasarkan petunjuk ketentuan Pasal 309 R.Bg Majelis
Hakim berpendapat keterangan saksi tersebut patut diterima sebagai
keterangan yang membuktikan dalil Penggugat tentang Tergugat kembali
memeluk agama lamanya yaitu agama Kristen Katolik;
s. Bahwa terkait fakta hukum bahwa Penggugat dan Tergugat telah pisah
rumah, Majelis Hakim menilai hal tersebut merupakan petunjuk kuat
bahwa Penggugat dan Tergugat juga sudah tidak lagi menjalankan hak
dan kewajibannya sebagai suami istri. Dengan demikian berdasarkan
petunjuk Pasal 31-34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Jo. Pasal 77 Kompilasi Hukum Islam, Majelis Hakim harus
menyatakan Penggugat dan Tergugat lalai terhadap hak dan
kewajibannya;
55
t. Bahwa dalam Pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam disebutkan.
“Perceraian dapat terjadi dengan alasan-alasan (h) Peralihan agama
atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam
rumah tangga”. Apabila ketentuan tersebut dihubungkan dengan
keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat serta fakta agama
Tergugat, maka Majelis Hakim menilai pengajuan gugatan cerai yang
dilakukan Penggugat merupakan bukti bahwa dirinya tidak nyaman lagi
hidup bersama dengan Tergugat. Begitu pula apabila dihubungkan
dengan fakta hukum terkait ketidakberhasilan seluruh upaya perdamaian
yang telah dilakukan terhadap Penggugat dan Tergugat, maka
berdasarkan petunjuk Jurisprudensi Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 379/K/AG/1995, tanggal 26 Maret 1997, Majelis
Hakim patut menyatakan rumah tangga Penggugat dan Tergugat telah
pecah dan tidak ada harapan untuk rukun kembali (broken marriage);
u. Bahwa perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin yang bertujuan agar
yang menjalaninya merasakan dapat saling berkasih sayang, dan
mendapatkan rasa tenteram serta bahagia dalam jiwa. Hal tersebut telah
diungkapkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo.
Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam serta dalam Al-Quran surat Ar-Ruum
ayat 21 yang berbunyi:
56
Artinya :”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
p. Bahwa selain itu, dalam Pasal 2 dan Pasal 8 huruf (f) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 2 dan Pasal 40
huruf (c) Kompilasi Hukum Islam pada pokoknya berisi larangan kawin
beda agama. Ketentuan tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Al-
Quran surat Al-Baqarah ayat 221 berbunyi:
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
57
yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik
hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran”..
Berdasarkan fakta-fakta diatas Hakim mempertimbangkan titik
tolak adanya perselisihan pertengkaran, adanya pisah rumah, dan adanya
upaya damai.dan sebagai pemicu perceraian ialah pindahnya
kepercayaan(murtad) tergugat sebagai ta‟kit atau penguat untuk
bercerai.
q. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Majelis Hakim
menilai rumah tangga Penggugat dan Tergugat sulit untuk
dipertahankan lagi. Majelis Hakim berkesimpulan gugatan Penggugat
telah terbukti dan beralasan hukum, serta telah memenuhi alasan
perceraian sebagaimana kehendak Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (f) dan
(h) Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya gugatan Penggugat patut
untuk dikabulkan;
r. Bahwa Penggugat dalam petitum poin 2 hanya menuntut agar Majelis
Hakim menceraikan Penggugat dan Tergugat tanpa secara rinci
menuntut jenis talak yang akan dijatuhkan, maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 119 ayat (2) huruf (c) Kompilasi Hukum Islam, Majelis
58
Hakim memutuskan bahwa perkawinan Penggugat dan Tergugat putus
karena perceraian dengan menjatuhkan talak bain shugra Tergugat
terhadap Penggugat;
Berdasarkan putusan hakim, apabila seorang suami atau istri sudah
berbeda agama, maka pernikahanya menjadi terlarang dan ikatannya
harus diputuskan agar mencegah pihak yang masih tetap beragama
Islam terhindar dari dosa besar zina. Hal tersebut sejalan dengan maksud
kaidah ushul fiqh berikut ini:
درأ الوفاسد هقدم عل جلة الوصالح
Artinya :“Menolak kerusakan lebih utama dari pada mengupayakan
kemaslahatan.
B. Akibat Hukum Dari Putusnya Perkawinan Dengan Alasan Murtad
1. Akibat Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
a. Terhadap Status Perkawinan
Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, maka
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menganut prinsip untuk
mempersulit perceraian dengan menegaskan bahwa perceraian hanya
dapat dilakukan didepan sidang pengadilan dengan disertai alasan-
59
alasan tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang-
Undang perkawinan tersebut
Dari pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut agama dan kepercayaannya ketentuan tersebut
mempuyai arti bahwa suatu perkawinan, menjadi fasakh (batal)
apabila ada suatu kejadian, yaitu kejadian yang mana menurut hukum
agamanya dan kepercayaannya dapat menghilangkan keabsahan
perkawinan tersebut.
Menurut pandangan hukum Islam, apabila dalam suatu
perkawinan salah satu pihak dari suami atau isteri berpindah agama
(murtad), yaitu keluar dari agama Islam kepada agama selain Islam,
maka perkawinannya menjadi batal dan keduanya harus segera
dipisahkan.59
Suatu perkawinan dapat menjadi batal karena disebabkan oleh
3 hal, yaitu .
1) Apabila salah seorang suami-isteri murtad dari Islam dan tidak
mau kembali sama sekali, maka akadnya fasakh (batal)
disebabkan adanya kemurtadan yang dilakukan
2) Apabila suami yang tadinya kafir masuk Islam, tetapi isteri tetap
dalam kekafirannya, maka akadnya fasakh (batal).
59 Sayati Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, ( Jakarta : UIP, 1974), cet. Ke-2, hlm. 119
60
3) perkawinan yang dilakukan dibawah ancaman yang melanggar
hukum atau pada waktu perkawinan terjadi salah sangka mengenai
diri suami/istri
Akan tetapi, Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tidak
mengatur bentuk-bentuk dan tata cara perceraian yang dikarenakan
perpindahan agama/murtad dalam suatu perkawinan. Dalam UUP
pasal 38 hanya menggolongkan secara umum mengenai putusnya
perkawinan kepada 3 golongan, yaitu karena kematian, karena
perceraian, dan karena putusan pengadilan.
Pasal 39 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
berbunyi:
1) Perceraian hanya daapat dilakukan didepan sidang pengadilan
setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara
suami dengan isteri ini tidak dapat hidup rukun sebagai suami-
isteri.
Berdasarkan pasal 38 dan 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974, maka suatu perkawinan baru putus apabila pengadilan telah
memutuskan melalui sidang pengadilan dengan disertai alasan alasan
yang diatur dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975, kecuali putusnya perkawinan karena kematian, karena tanpa
61
diputuskan oleh pengadilan perkawinan tersebut telah putus dengan
sendirinya.
Jadi, apabila salah seorang dari suami atau istri keluar dari
agama Islam (murtad) dan kemurtadannya itu belum atau tidak
diajukan ke pengadilan, dan pengadilan belum memutuskannya,
maka berdasarkan ketentuan yang ada didalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan mereka masih dianggap sah dan
berlaku. Berbeda halnya dengan hukum agama, maka perkawinan
mereka dianggap tidak sah.
b. Terhadap Status Anak
Seorang anak dikatakan sah atau tidak, tergantung kepada sah
atau tidaknya suatu perkawinan yang menyebabkan lahirnya anak itu,
dan tergantung juga kepada sah atau tidaknya perkawinan terseut.
Dalam hal ini dapat diartikan bahwa perkawinanlah yang akan
menentukan status seorang anak sah atau tidak. Jika suatu perkawinan
itu sah, baik menurut agama maupun Negara, maka anak yang akan
dilahirkan mempunyai status anak sah. Akan tetapi, apabila
perkawinan dari kedua orang tuanya itu tidak sah, maka anak yang
dilahirkannya sudah pasti mempunyai status anak yang tidak sah.
Masalah kedudukan anak ini diatur dalam Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pasal 42 yang berbunyi :”Anak yang
62
sah, adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah”.
Pasal 43 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974:
1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Pasal 44 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974:
1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan
isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah
berzina dan anak itu akibat dari pada perzinaan tersebut.
2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan pasal 42 Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974, bahwa anak dikatakan sah apabila ia lahir dari
perkawinan yang sah. Apabila perkawinan (rumah tangga) yang di
dalamnya telah terjadi kemurtadan pada suami menurut pasal 39 ayat
1 dan 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, bahwa
perceraian hanya dapat dilakukan di depan hakim Pengadilan, begitu
juga dengan kemurtadan yang terjadi pada suami dan belum diajukan
ke Pengadilan, maka perkawinan (rumah tangga) tersebut tetap
dianggap sah dan berlaku karena pengadilan belum memutuskannya.
63
Karena perkawinan itu masih dianggap sah menurut Udang-
Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, maka hubungan mereka juga
tetap dianggap sah dan bukan sebagai perbuatan zina, begitu juga
dengan anak-anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan tersebut
adalah sah hukumnya.
Karena anak tersebut dianggap sah maka konsekwensinya
adalah:
1. Anak tetap bernasab kepada bapak dan ibunya.
2. Anak mewarisi bapak dan ibunya.
3. Bila anak itu perempuan, maka bapak berhak menjadi wali dalam
perkawinannya.
c. Terhadap Status Harta Suami/Isteri dan Harta Bersama
Setelah secara resmi hakim memutuskan perceraian antara
keduanya, maka akibat putusnya dalam hal harta kekayaan diadakan
pembagian, terutama terhadap kekayaan yang diperoleh selama
berlangsungnya perkawinan atau yang lebih dikenal dengan harta
bersama.
Dalam pembagian harta, semata-mata didasarkan kepada
perceraian, seperti yang terdapat dalam pasal 37 bahwa “Bila
perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
64
hukumnya masing-masing”.60
Jadi, apabila putus karena perceraian,
maka harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan harus dibagi
dua bersama suami dan istri. Mengenai hukum pembagiannya, maka
Undang-Undang memberi dua jalan, yaitu,
1) Dilakukan berdasarkan hukum agama jika hukum agama itu
merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam mengatur tata cara
perceraian.
2) Aturan pembagiannya akan dilakukan menurut hukum adat, jika
hukum tersebut merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam
lingkungan masyarakat yang bersangkutan
Berdasarkan pasal 37 mengenai pembagian harta bersama ini
didasarkan atas adanya perceraian dan tidak memandang adanya
perbedaan agama, yang disebabkan karena berpindah
agama/murtadnya suami atau isteri dalam suatu perkawinan. Jadi
perbedaan agama bukanlah suatu penghalang dalam hal pembagian
harta, asal saja diantara suami-istri telah resmi bercerai dan atas dasar
keputusan hakim dalam sidang pengadilan.61
2. Akibat Hukum Menurut Kompilasi Hukum Islam
a. Terhadap Status Perkawinan
60
Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 61
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Dalam Syariah Islam, (Jakarta: Bulan Baintang,
1973), hlm. 62
65
Perpindahan agama atau murtad dalam suatu perkawinan yang
dilakukan oleh suami ataupun isteri adalah termasuk perbedaan hati
dan aqidah yang dapat mempengaruhi langkah dan tujuan yang telah
dibentuk dan dibina oleh keduanya. Hal tersebut merupakan
perubahan kegoncangan keyakinan yang paling besar, dimana dalam
pandangan Islam seseorang yang murtad adalah telah keluar dari
cahaya Islam dan masuk ke dalam lembah kekafiran.
Ditinjau dari hukum Islam perpindahan agama atau murtad
dapat menimbulkan putusnya/fasaknya ikatan perkawinan itu dengan
sendirinya, dan berkewajiban untuk berpisah dari istrinya,
sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqih
Sunnah “Apabila suami istri murtad, maka putuslah
perkawinankeduanya, karena raiddahnya salah seorang dari suami
istri itu adalah hal yang mewajibkan pisahnya mereka”.62
Hal tersebut mengandung arti bahwa kemurtadan salah seorang
suami atau isteri dapat menfasakh ikatan perkawinan mereka. Dan
apabila kemurtadan itu terjadi sebelum mereka bersetubuh, maka
perkawinan mereka putus pada saat itu juga, akan tetapi apabila
kemurtadan itu terjadi setelah mereka bersetubuh, maka status
perkawinan mereka menjadi tertangguh (Tawaqquf) yang artinya
62
Sabiq Sayyid, Tarjamah Fiqh Sunnah, (Bandung, PT al-Ma‟arif, 1993), cet. Ke-8, Jilid 9,
hlm. 389
66
apabila yang murtad itu ingin kembali masuk islam dala masa iddah,
maka perkawinanya tetap sah.
Pada masa tawaqquf tersebut, haram bagi keduanya untuk
berkumpul sebagaimana layaknya suami-isteri dalam hubungan
perkawinan yang sah. Dan akibat riddahnya, mereka menimbulkan
akibat hukum yang mewajibkan pisahnya mereka. Dan apabila salah
satu dari suami-isteri yang murtad itu bertaubat dan kembali lagi
kepada Islam, maka utuk mengadakan hubungan perkawinan seperti
semula mereka haruslah memperbarui akad nikah dan mahar.
Perpindahan agama menurut Kompilasi Hukum Islam
merupakan suatu kejadian yang dapat menghilangkan keabsahan
perkawinan, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan ketentuan
hukum Islam, yaitu adanya larangan perkawinan antara orang muslim
dengan orang kafir. Ketentuan ini juga diperkuat dalam pasal 40 huruf
c yang berbunyi “Dilarang melangsungkan perkawinan antara
seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu,
diantaranya seorang wanita yang tidak beragama Islam”
Dilihat dari ketentuan pasal-pasal diatas, maka dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa setiap perkawinan yang dilakukan
bertentangan dengan hukum Islam adalah tidak sah. dan begitu pula
apabila dihubungkan dengan masalah kemurtadan yang dilakukan
baik itu oleh suami atau isteri dalam perkawinan, hal tersebut dapat
67
menyebabkan putusnya ikatan perkawinan mereka akan tetapi, apabila
peralihan agama dalam suatu perkawinan, tetapi dalam hubungan
perkawinan mereka tidak menimbulkan perselisihan dan
pertengkaran, dengan kata lain rumah tangga mereka tetap dalam
keadaan rukun dan damai, dan mereka tetap mempertahankan
perkawinannya, sedang pengadilan agama belum atau tidak memutus
perceraian antara mereka, maka ulama sepakat bahwa perkawinan
mereka tetap tidak sah, diakrenakan menurut pandangan Islam
hubungan yang dilakukan oleh orang muslim dengan orang kafir
adalah tidak halal dan hukumnya adalah haram, karena hal ini
didasarkan kepada pertimbangan kemudharatan bagi sang isteri.63
b. Terhadap Status Anak
Perpindahan agama/murtad akan dapat mempengaruhi
keabsahan suatu perkawinan, demikian pula anak yang dilahirkannya
akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat sekali. Status anak itu
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Anak yang dilahirkan sewaktu Islam, anak ini adalah anak
muslim, menurut kesepakatan para fuqaha.
2. Anak yang dikandung sewaktu Islam dan dilahirkan setelah
murtad, maka hukumnya adalah sama dengan anak yang
dilahirkan sewaktu Islam, karena dia telah dibuahi diwaktu Islam.
63 Rahmat Hakim, Hukum perkawinan Islam, (Bandung, Pusaka Setia, 2000), hlm. 132
68
3. Anak yang dikandung dan dilahirkan setelah murtad, maka anak
itu hukumnya kafir, karena dia dilahirkan diantara kedua orang
tuanya yang kafir, tidak ada pendapat lain dalam masalah ini.
Oleh karena itu, apabila isteri yang beraga Islam tetap
mengikuti suaminya yang telah murtad dan hidup sebagai suami-
isteri, maka perkawinan (rumah tangga) mereka sudah tidak sah lagi
(haram) menurut hokum Islam dan hubungan mereka adalah suatu
perzinaan.
Dalam Kompilasi Hukum Islam masalah anak ini diatur dalam
pasal 99 yang berbunyi:
a. Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat
perkawinan yang sah.
b. Anak yang sah adalah hasil perbuatan suami isteri yang sah
diluar Rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.
Perpindahan agama adalah satu factor yang dapat
mempengaruhi nasab dari seorang anak, apabila kedua suami itu
tetap melakukan hubungan badan layaknya suami isteri setelah
adanya peralihan agama dari suami tanpa mengindahkan ketentuan
hokum perkawinan yang melarang ikatan perkawinan mereka.
Hal ini dijelaskan dalam pasal 100 yang berbunyi: “ Anak yang
lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan
ibunya dan keluarga ibunya. Dan pasal 101 yang berbunyi: “Seorang
69
suami yang mengingkari sahnya anak, sedang isteri tidak
menyangkalnya, dapat meneguhkan pengingkarannya dengan li‟an”.
Berdasarkan pasal 99 Kompilasi Hukum Islam, bahwa: “Anak
yang sah adalah anak yang lahir akibat dari perkawinan yang sah.”
Maka apabila dalam rumah tangga suami murtad, maka menurut
pasal 40 huruf c dan pasal 44 yang melarang adanya perkawinan
antar agama, maka perkawinan tersebut harus dibatalkan/
difasakhkan oleh Hakim dalam sidang Pengadilan Agama.
Karena perkawinan tersebut tidak sah atau telah difasakhkan
menurut ketentuan hokum Islam, maka anak-anak yang dilahirkan
dari hasil perkawinan tersebut adalah haram/tidak sah, sehingga
akibatnya adalah:
a. Anak tersebut hanya bernasab kepada ibunya saja.
b. Anak hanya dapat mewarisi dari ibunya saja
c. Bila anak itu perempuan, maka bapak tidak berhak menjadi wali
dalam perkawinannya.
c. Terhadap Status Harta Suami/Istri dan Harta Bersama
Pada dasarnya, harta suami dan istri adalah terpisah, baik harta
bawaannya masing-masing atau harta yang diperoleh oleh salah
seorang suami/isteri atas usahanya sendiri-sendiri maupun harta yang
diperoleh oleh salah seorang mereka karena hadiah atau hibah atau
warisan sesudah mereka terikat dalam hubungan perkawinan. Dalam
70
Kompilasi Hukum Islam, mengenai penguasaan harta pribadi milik
suami dan isteri, dan adanya harta bersama dalam perkawinan,
dijelaskan dalam pasal 86 bahwa:
1. Pada dasarnya, tidak ada percampuran antara harta suami dan
isteri karena perkawinan.
2. Harta isteri tetap menjadi harta isteri dan dikuasai penuh olehnya,
demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai
penuh olehnya.
Jadi mengenai harta kekayaan atas usaha sendiri-sendiri,
sebelum perkawinan dan harta benda yang berasal bukan dari usaha
salah seorang mereka atau bukan dari usaha mereka berdua secara
bersama-sama, tetapi berasal dari pemberian atau warisan atau lainnya
yang khusus teruntuk mereka masing-masing, dapat tetap menjadi
milik masing-masing, baik yang diperleh sebelum perkawinan,
maupun yang diperoleh sesudah berada dalam ikatan perkawinan.
Oleh karena itu apabila terjadi perceraian antara suami dan isteri,
maka dalam hal pembagian harta kekayaan, menurut ketentuan
hukum Islam harta kekayaan isteri tetap menjadi milik si isteri dan
dikuasai penuh olehnya, begitu juga sebaliknya. Dan apabila selama
perkawinan berlangsung diperoleh harta kekayaan, baik sendiri-
sendiri atau bersama-sama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama
siapa, maka harta ini disebut dengan hara syirkah, yaitu harta bersama
71
yang menjadi milik bersama dari suami dan isteri, apabila terjadi
perceraian hidup diantara keduanya.
Terhadap harta, baik itu harta yang diperoleh sendiri sendiri,
maupun harta bersama yang diperoleh setelah salah seorang
suami/isteri telah murtad, dan secara resmi oleh pengadilan
perkawinan antara mereka telah difasidkan oleh hakim pengadilan,
maka menurut pandangan hukum islam harta yang diperoleh tersebut
tidak dapat diwariskan kepada anak-anak mereka ataupun kepada ahli
waris lainnya karena harta tersebut adalah harta orang yang telah
murtad.64
Dengan demikian, apabila suami/isteri mengajukan
permohonan ke pengadilan agama untuk diadakan pembagian warisan
terhadap mereka, maka pengadilan agama menolak pengajuan
permohonan tersebut, karena dengan alasan bahwa pengadilan agama
tidak berhak dalam hal ini, dikarenakan mereka beda agama yang
menjadi penghalang dalam hal waris-mewarisi.
Adapun akibat hukum dari pasangan yang melakukan
perceraian karena murtad maka pasangan tersebut tidak dapat lagi
untuk menikah kembali, sebelum salah satu dari mereka kembali
kepada agama Islam.
64 Ash-shiddiqy Hasby, Fiqhul Mawaris,Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 62
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari pertimbangan majelis hakim pada perkara
Nomor. 170/Pdt.G/2018/PA.Sgt, yang telah dipaparkan dari bab-bab
sebelumnya tentang putusnya perkawinan akibat murtadnya salah satu pihak,
maka penulis mengambil kesimpulan dari hasil penelitian atau pembahasan
yang penulis analisis sebagai berikut:
1. Pertimbangan Hakim dalam memutuskan Perceraian Yang menjadi dasar
hukum ialah pasal 19 huruf f, hakim mempertimbangkan isi gugatan yang
menitikberatkan pada terjadinya perselisihan dan pertengkaran secara terus
menerus sejak 2014, mulai jarang pulang dan 2017 mulai pindah keyakinan.
Dapat disimpulkan bahwa mereka terjadi perselisihan dan pertengkaran karena
telah berpindah keyakinan itulah yang menjadi faktor utama Majelis Hakim
memutuskan perceraian tersebut dan dengan menjatuhkan talak Ba‟in Sughra
2. Akibat hukum dari perpindahan agama dari perceraian dengan alasan salah
satu pihak murtad, apabila ditinjau dari Undang-undang No. 1/1974 dan
dapat menyebabkan ikatan perkawinan antara suami dan isteri menjadi
putus/fasakh demi hukum, yaitu hukum Islam. Hal tersebut didasarkan
pada ketentuan Undang-undang no. 1/1974 pasal 2 ayat (1) jo KHI pasal 4
bahwa sahnya suatu perkawinan semata-mata didasarkan atas ketentuan
73
hukum agama dan kepercayaan yang bersangkutan. Artinya, apabila ada
perkawinan yang menyimpang dari norma-norma agama maka hal tersebut
dipandang sebagai sesuatu yang menyalahi hukum agama dan prkawinan
itu dianggap tidak sah. Mengenai status anak, menurut Undang-undang No.
1/1974, seorang anak tetap dikatakan sebagai anak yang sah dari ibu dan
bapaknya, apabila Pengadilan Agama belum memutuskan perceraian
diantara keduanya yang diakibatkan suami murtad, sedangkan menurut
KHI, apabila anak yang dilahirkannya adalah hasil dari hubungan dengan
suaminya yang telah murtad, maka anak itu dikatakan sebagai anak yang
tidak sah, disebabkan hubungan keduanya dianggap sebagai suatu
perbuatan zina. Mengenai dalam hal harta kekayaan maka akibat hukum
dari perpindahan agama/murtadnya suami, maka harus diadakan
pembagian yang adil antara suami dan isteri. Terhadap harta benda yang
diperoleh karena warisan atau hibah yang diperoleh sebelum suami murtad,
maka anak-anak atau ahli warisnya yang lain dapat menjadi pusaka
warisannya sedangkan harta yang diperoleh setelah suami murtad maka
anak atau ahli warisnya yang lain tidak boleh menjadi pusaka warisnya,
disebabkan perbedaan agama diantara suami isteri yang menjadikan harta
tersebut hukumnya haram.
74
B. Saran
Berdasarkan pemasalahan dalam penelitian ini, maka perkenankanlah
penulis untuk memberikan saran-saran yang penting untuk diperhatikan sebagai
berikut:
1. Dari analisi skripsi ini, penulis menyarankan kepada generasi muda yang
belum menikah, khusunya kaum muslimahnya yang seringkali menjadi
korban tipu daya laki-laki yang hanya mencari kesenangan semata, agar
selalu berhati-hati dan waspada dalam memilih pasangan hidup yang benar-
benar istiqomah imannya, untuk kemaslahatan dirinya dan anak-anaknya di
masa mendatang.
2. Dan apabila telah terjadi kemurtadan dalam perkawinan, baik dari pihak
laki-laki ataupun, sebaiknya untuk segera mengajukan permohonan cerai ke
Pengadilan Agama agar tidak menimbulkan fitnah di kalangan masyarakat.
3. Hendaklah kepada para pejabat di Pengadilan Agama, agar dapat
memutuskan perkara yang berkaitan dengan peralihan agama ini dengan
lebih teliti dan cepat agar tidak menimbulkan madharat bagi salah satu
pihak.
C. Kata Penutup
Ucapan syukur Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru
sekalian alam, yang telah senantiasa melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-
Nya kepada penulis dan kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan
75
tugas akhir karya ilmiah ini yang berbentuk skripsi sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana starata satu (S.I) pada prodi
Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga, sahabat, dan kita para pengikut
sunnahnya sampai akhir zaman.
Setelah sekian lama penulis berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan
semaksimal mungkin mengeluarkan tenaga dan pikiran yang dikemukakan
dalam tugas akhir ini. Meskipun demikian penulis menyadari dalam penulisan
karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.
Maka dari itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika pada
penulisan, penjelasan, pemahaman, serta dalam analisis data yang diperoleh
penulis dan lain sebagainya terdapat kekeliruan dan kekhilafan yang tidak
sesuai dengan pembaca. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang sifatnya membangun dari pembaca guna menyempurnakan pembahasan
skripsi ini dimasa yang akan datang.
Semoga karya yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, menjadi amal ibadah bagi penulis, serta menjadi bahan tambahan
rujukan khazanah keilmuan untuk penelitian dimasa yang akan datang. Kepada
Allah saya mohon ampun. Ihdinash-shiroothol-mustaqim. Aamiin.
76
DAFTAR PUSTAKA
A. Kitab dan Buku/Literatur
Al-Quran, Hadist, Pendapat Ulama
Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat, Prenadamedia Group: Jakarta, 2013.
Ahmad Shiddiq, Hukum Talak Dalam Ajaran Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar
2001), cet. Ke-1, h. 54-55
Abbas, Fiqh Wanita Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991.
Ahmad Rifa‟i, Penemuan Hukum Oleh Hakim, Jakarta: Sinar Grafika.
Beni Ahmad Soebani, fiqh mawaris, Bandung: Pustaka Setia, 2009
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008.
Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Dalam Syariah Islam, Jakarta: Bulan
Baintang, 1973.
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertas,
Bandung: Alfabeta, 2017.
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang, 2004.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional
Muhamad Amin Suna, Hukum Keluarga Islam di Dunia, Jakarta: Raja
Grapindo Persada, 2004.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan
Agama, Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 2000.
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari‟ah,
Jakarta: Sinar Grafika, 2017.
77
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet 10, Kencana, 2015
Romli, Pengantar Ushul Fiqh Metode Penelitian Hukum Islam, Jakarta:
Kencana, 2017
Rahmat Hakim, Hukum perkawinan Islam, (Bandung, Pusaka Setia, 2000), hlm.
132
Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi, Jambi: Syariah Press, 2012
Sayyid, Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 4, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009.
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza‟iri, Minhajul Muslim, Jakarta: Darul Haq,
2018.
Samir aliyah, system pemerintah, peradilan dan adat dalam islam, jakarta:
khalifa, 2004.
Sayati Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta : UIP, 1974. T. M.
Sabiq Sayyid, Tarjamah Fiqh Sunnah, Bandung: al-Ma‟arif, 1993. Rahmat
Hakim, Hukum perkawinan Islam, Bandung: Pusaka Setia, 2000.
Samir Aliyah, System Pemerintah Peradilan Dan Adat Dalam Islam, Jakarta:
Khalifa, 2004.
Ummu Ibrahim Ilham Muhammad Ibrahim, Kiat Menjadi Istri Shalihah dan
Ibu Idaman, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Undang-Undang No. 3 tahun 2006, Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
B. UU/ Peraturan-peraturan
Kompilasi Hukum Islam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Laksana, 2014.
Undang-Undang No. 3 tahun 2006, Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
78
Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
C. Karya Ilmiah, Skripsi, Dan Jurnal
Ahda Bina Afianto, Status Perkawinan Ketika Suami Atau Isteri Murtad
Dalam Kompilasi Hukum Islam, Skripsi Mahasiswa Program Studi Al-Ahwal
Al-Syakhshiyah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhamadiyah Malang,
2013
Fatmawati, Kewenangan Peradilan Agama Dalam Memutus Perkara
Perceraian Akibat Murtad, skripsi Mahasiswa Program Studi Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2012
Lilis, Mukhlisoh, Murtad dan Akibat Hukumnya Terhadap Status
Perkawinan Dalam Perspektif Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam, Kosentrasi
Peradilan Agama Program Study Ahwal Al-Sakhshiyah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009
Nastangin, Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad ( Study Putusan
Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0356/Pdt.G/2011/PA.SAL ), Skripsi Sarjana
Hukum Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, Salatiga, 2012
Nur Aini, Putusnya Perkawinan Akibat Murtadnya Salah Satu Pihak
(Analisis Yuridis Normatif terhadap Putusan Pengadilan Agama No.
0411/Ptd.G/2011/PA. Kota Bengkulu), Skripsi Mahasiswa Program Studi Al-
Ahwal Al-Syakhshiyah, Fakultas Hukum, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Brawijaya Malang, 2013.
Rati, Widyaningsi, Latif, Cerai Gugat dengan Alasan Murtad (Study
Kasus Putusan Nomor 74/Pdt.G/2012/PA.Mks), Skripsi Sarajana Hukum
Universias Makasar, Makasar, 2013.
D. Dan lain-lain
http://www.pa-sengeti.go.id
79
Tabel. VII. BAB V
DAFTAR INFORMAN65
No. Nama Jabatan
1. Abdan Khubban (Alm) Ketua
2. Dra. Emaneli, M.H. Majelis Hakim
3. Rahmatullah Ramadan D., S.H.I., Majelis Hakim
4. Idwal Maris Panitera
5. Yudistira Adi Pinto Sekretaris
6. Said Hasan Panitera Muda Gugatan
7. Imran Jurusita
8. Haristo Panitera Pengganti
65
. Data Informat Tahun 2019.
80
LAMPIRAN
A. Daftar Gambar
Wawancara dengan Ibu Emaneli, Majelis Hakim Pengadilan Agama Sengeti,
Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Wawancara dengan Bapak Rahmatullah Ramadhan, Majelis Hakim Pengadilan
Agama Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi
81
DAFTAR PERTANYAAN
A. Daftar Pertanyaan Kepada Ketua Pengadilan, Majelis Hakim, Dan
Pegawai Pengadilan Agama.
1. Bagaimana sejarah Peradilan Agama Sengeti?
2. Bagaimana struktur Peradilan Agama Senegeti?
3. Apa tugas hakim Peradilan Agama Senegeti?
4. Apa tugas panitera Peradilan Agama Senegeti?
5. Apa tugas sekretaris Peradilan Agama Senegeti?
6. Apa Visi Misi Peradilan Agama Senegeti?
7. Bagaimana akibat hukum dari putusnya perkawinan akibat murtadnya salah
satu pihak?
8. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap kasus putusnya perkawinan
dengan alasan murtadnya salah satu pihak?
82
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : Rita Kumala Sari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Desa Baru, 30 Oktober 1997
Alamat Asal : Desa Baru RT. 02, Kec. Maro Sebo, Kab
Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Alamat Sekarang : Jln. Lintas Candi Muaro Jambi.
No. Telp/HP : 0853-8425-0350
Nama Ayah : Muhammad
Nama Ibu : Mutina
B. Riwayat Pendidikan
SD/MI, Tahun Lulus : SDN 65/IX Desa Baru, 2010
SMP/MTs, Tahun Lulus : SMPN 34 Muaro Jambi, 2013
SMA/MA, Tahun Lulus : SMAN 6 Muaro Jambi, 2016
C. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Tahun 2016-
2017.
83
2. Bendahara umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Tahun
2017-2018.
3. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Tahun 2018-
2019.
4. Anggota Gerakan Seni Kampus Tahun 2016-2017
5. Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Tahun 2016-2018
6. Anggota Paguyuban Ikatan Mahasiswa Muaro Jambi 2016-2019