pud

22
I . PENDAHULUAN Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus haid normal yang terjadi secara siklik. Dalam perjalanan siklus haid yang normal ini hampir semua wanita mengalami perdarahan-perdarahan yang mengganggu baik di dalam maupun di luar siklus haid. Peristiwa ini dapat terjadi setiap saat dalam kurun waktu antara menarke dan menopause. Seperti kita ketahui bahwa siklus haid diatur oleh dua faktor yaitu faktor fungsi endokrin reproduksi yang normal yaitu poros hipotalamus- hipofisis-ovarium dan faktor fungsi anatomi genitalia yang normal dalam hal ini uterus, ovarium, tuba dan vagina. Perdarahan haid terjadi secara ritmis mengikuti suatu siklus haid yang normalnya satu siklus berkisar antara 25-31 hari sekali. Perdarahan haid adalah darah yang keluar dari uterus perempuan sehat, lamanya 3-6 hari, berwarna kecoklatan dan terjadi akibat penurunan kadar progesteron. Darah menstruasi terdiri atas endometrium yang dirusak sebagian dan mengalami deskuamasi dan bercampur dengan darah dari pembuluh darah yang mengalami degenerasi.

Upload: arsy-prestica-rosadi

Post on 12-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dfdf

TRANSCRIPT

Page 1: Pud

I . PENDAHULUAN

Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus haid normal yang

terjadi secara siklik. Dalam perjalanan siklus haid yang normal ini hampir semua

wanita mengalami perdarahan-perdarahan yang mengganggu baik di dalam

maupun di luar siklus haid. Peristiwa ini dapat terjadi setiap saat dalam kurun

waktu antara menarke dan menopause.

Seperti kita ketahui bahwa siklus haid diatur oleh dua faktor yaitu faktor

fungsi endokrin reproduksi yang normal yaitu poros hipotalamus-hipofisis-

ovarium dan faktor fungsi anatomi genitalia yang normal dalam hal ini uterus,

ovarium, tuba dan vagina.

Perdarahan haid terjadi secara ritmis mengikuti suatu siklus haid yang

normalnya satu siklus berkisar antara 25-31 hari sekali. Perdarahan haid adalah

darah yang keluar dari uterus perempuan sehat, lamanya 3-6 hari, berwarna

kecoklatan dan terjadi akibat penurunan kadar progesteron. Darah menstruasi

terdiri atas endometrium yang dirusak sebagian dan mengalami deskuamasi dan

bercampur dengan darah dari pembuluh darah yang mengalami degenerasi.

Siklus haid dipengaruhi berbagai hormon. Hormon pelepas gonadotropin

atau GnRH memicu hipofisis anterior mengeluarkan hormon FSH. FSH memicu

pematangan folikel di ovarium sehingga terjadi sintesis estrogen dalam jumlah

besar. Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel endometrium yang

dikenal dengan fase proliferasi atau fase folikuler. Estrogen yang tinggi ini

memberi tanda kepada hipofisis untuk mengeluarkan hormon LH. Pengeluaran

LH ini menyebabkan terjadinya ovulasi dan memicu korpus luteum untuk

mensistesis progesteron. Progesteron menyebabkan terjadinya perubahan

sekretorik pada endometrium, yang dikenal dengan fase sekresi, atau fase luteal.

Diantara jenis gangguan perdarahan haid yang paling membutuhkan

kecermatan dalam penanganannya adalah perdarahan uterus disfungsional (PUD)

karena pada keadaan ini tidak dijumpai kelainan organik pada genitalia interna

Page 2: Pud

melainkan adanya gangguan fungsi endokrin reproduksi sebagai penyebab

perdarahannya.

Beberapa peneliti menyatakan bahwa perdarahan uterus yang abnormal

dapat disebabkan oleh kelainan organik seperti polip atau fibroid. Kurang lebih

80% wanita dengan perdarahan uterus disfungsional berhubungan dengan siklus

ovulasi dan 20% dihubungkan dengan siklus anovulasi.

Seringkali gangguan perdarahan uterus disfungsional ini merupakan keadaan

yang mencemaskan atau bahkan menimbulkan keadaan gawat darurat yang

membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat.

Beberapa cara telah diperkenalkan untuk mengatasi perdaran uterus

disfungsional ini. Tetapi belum ada cara yang merupakan standard baku yang

berlaku untuk semua keadaan. Dilatasi dan kuretase telah lama dipakai sebagai

penanganan keadaan tersebut tetapi tidak dapat dilakukan pada penderita yang

belum menikah. Oleh karena itu pengobatan secara hormonal menjadi salah satu

pilihan pengobatan.

Makalah ini disajikan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perdarahan

uterus disfungsional, jenis-jenis PUD, gambaran histologis dan cara

penanganannya.

II. DEFINISI

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus yang abnormal

baik dalam hal jumlah, frekuensi dan lamanya, yang terjadi baik di dalam maupun

di luar siklus haid dan merupakan gejala klinik yang semata-mata karena suatu

gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-

endometrium tanpa adanya kelainan organik alat-alat reproduksi.

Menurut American College of Obstetrician and Gynecologist Technical

(1982), PUD adalah perdarahan yang berasal dari endometrium yang tidak

berhubungan dengan lesi anatomi dari uterus. Gangguan dapat berasal dari fungsi

ovarium dengan siklus anovulatorik, perdarahan di tengah siklus yang

Page 3: Pud

berhubungan dengan ovulasi dan menstruasi yang tidak teratur berhubungan

dengan defek korpus luteum. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars,

usia reproduksi dan usia perimenopause.

Usia perimenars adalah usia sejak terjadinya menars (rata-rata 11 tahun)

hingga memasuki usia reproduksi yang berlangsung sampai 3-5 tahun setelah

menars. Siklus haid pada usia tersebut biasanya ditandai dengan siklus yang tidak

teratur baik lama maupun jumlah darahnya. PUD pada usia ini umumnya terjadi

pada siklus anovulatorik yaitu sebanyak 95-98%. Diagnosis anovulasi dan

analisis hormonal tidak perlu dilakukan kecuali bila PUD terjadi pada siklus haid

21-35 hari.

Usia perimenopause adalah usia antara masa menopause dan

pascamenopause yaitu sekitar usia 40-50 tahun. PUD pada usia ini hampir 95%

terjadi pada siklus yang tidak berovulasi (folikel persisten).

III. ANGKA KEJADIAN

Pada penelitian para ahli dinyatakan bahwa angka kejadian cukup tinggi karena

hampir terjadi pada semua wanita.

Tetapi mengingat kasus-kasus PUD ini dapat sembuh dengan sendirinya

tanpa pengobatan, maka hanya kasus PUD berat yang seringkali menjadi keadaan

gawat darurat. Gangguan PUD ini paling menonjol pada usia perimenars dan

perimenopause. Data yang didapat dari Finlandia menyatakan bahwa dua tahun

setelah menarke dimana 55-82% siklus adalah anovulasi, sebagian besar

mengalami perdarahan haid yang teratur.

Insiden PUD terjadi pada 10-15% dari seluruh kasus ginekologi dimana 4%

pada usia kurang dari 20 tahun, 57% pada usia reproduksi serta 39% terjadi pada

usia di atas 40 tahun.

Page 4: Pud

IV. FASE-FASE DALAM SIKLUS ENDOMETRIUM

Untuk mengetahui gambaran histologi dari perdarahan uterus disfungsional,

sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu mengenai gambaran histologi fase-fase yang

terjadi pada endometrium.

1. Fase proliferasi

Endometrium mula-mula tipis, kemudian tumbuh menjadi tebal karena

hiperplasi dan bertambahnya jaringan di dalam stroma. Di permukaan

endometrium terdapat stroma longgar, sedangkan di sebelah dalam stroma

menjadi padat. Kelenjar mula-mula lurus, kemudian kelenjar tumbuh lebih

cepat daripada jaringan lain sehingga jaringan berkelok-kelok.

2. Fase sekresi

Ketebalan endometrium sedikit berkurang karena cairan jaringan hilang, tetapi

kelenjar berubah menjadi panjang dan berkelok-kelok dan terjadi pengeluaran

sekret. Stroma banyak dan edema. Di dalam endometrium tertimbun banyak

glikogen yang kelak diperlukan untuk cadangan makanan. Arteri spiralis

sangat berkelok-kelok dan bercabang dengan zona kompakta. Arteriole

tumbuh lebih cepat daripada endometrium sehingga ujungnya mendekati

permukaan endometrium dan berkelok-kelok. Pada fase ini, endometrium

dapat dibedakan menjadi :

a. Zona kompakta

Merupakan lapisan di bawah permukaan endometrium dan ditembus oleh

saluran-saluran kelenjar yang hampir lurus dan lebih kecil yang seringkali

mengandung sekresi.

Page 5: Pud

b. Zona spongiosa

Zona spongiosa merupakan lapisan yang terdapat diantara zona kompakta

dan zona basalis, berlubang-lubang karena terdapat rongga kelenjar dan

sedikit stroma.

c. Zona basalis

Zona basalis merupakan lapisan yang berbatasan dengan miometrium.

Selama siklus menstruasi, zona basalis mengalami sedikit perubahan

histologik dan di dalam kelenjar terdapat mitosis.

Zona kompakta dan zona spongiosa disebut sebagai zona fungsionalis. Fase

sekresi berlangsung pada hari ke-14 sampai hari ke-28.

3. Fase pramenstruasi

Fase pramenstruasi terjadi 2-3 hari sebelum menstruasi. Ketebalan

endometrium berkurang karena cairan jaringan dan secret hilang, kelenjar dan

arteria menjadi kollaps. Di dalam stroma terdapat lekosit polimorfonuklear

dan mononuklear sehingga menimbulkan pseudoinflamasi. Fase

pramenstruasi sesuai dengan fase iskemi.

4. Fase menstruasi

Perdarahan menstruasi merupakan perdarahan arteria atau perdarahan venous

tetapi terutama perdarahan arterial. Terbentuk hematom yang akan

melepaskan zona fungsionalis. Zona spongiosa tidak seluruhnya terlepas

bahkan masih tertinggal. Perdarahan berhenti jika arteri spiralis kembali

berkontraksi.

Page 6: Pud

V. PATOFISIOLOGI PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus ovulatorik, anovulatorik

maupun pada keadaan dengan folikel persisten.

1. PUD pada siklus ovulatorik

Gangguan perdarahan ini biasanya terjadi pada wanita usia reproduksi dengan

jenis perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan di tengah siklus,

perdarahan bercak prahaid dan pascahaid. Pada siklus ovulatorik maka PUD

yang terjadi dihubungkan dengan gangguan sensitivitas ovarium terhadap

FSH. Berdasarkan patofisiologinya dikenal beberapa jenis PUD ini yaitu :

a. Fase proliferasi yang memendek

Hal ini terjadi karena hipersensitifnya ovarium terhadap FSH sehingga

terjadi kenaikan kadar E2 sampai mampu menimbulkan lonjakan LH lebih

awal dan ovulasi terjadi lebih awal. Perdarahan yang terjadi berupa

polimenore.

b. Fase proliferasi yang memanjang

Hal ini terjadi karena kurang sensitifnya ovarium terhadap FSH atau

timbulnya gangguan dari hipotalamus dan hipofisis sehingga FSH yang

diproduksi berkurang. Hal ini mengakibatkan perkembangan folikel

terlambat dan kenaikan E2 pun terlambat sehingga ovulasi terjadi terlambat.

Apabila terjadi ovulasi maka fase sekresinya normal. Gangguan perdarahan

yang terjadi berupa perdarahan pertengahan siklus yaitu bercak pascahaid.

c. Kegagalan korpus luteum

Keadaan ini berhubungan dengan rendahnya kadar FSH pada saat lonjakan

LH terjadi. Juga dapat disebabkan gangguan pusat tonik di hipotalamus

yang menyebabkan kurangnya kadar LH. Beberapa peneliti juga

menghubungkan keadaan di atas dengan tingginya kadar prolaktin.

Page 7: Pud

Perdarahan yang terjadi dapat berupa polimenore, hipermenore atau bercak

prahaid.

Diagnosis ditegakkan dengan kuretase pada hari ke-26 dan ke-28 siklus

haid atau 12 hari dari kenaikan suhu basal badan. Pengambilan dilakukan

pada derah fundus bagian depan karena bagian ini sangat responsif terhadap

perubahan siklus hormonal ovarium.

Gambaran histologi pada keadaan ini menunjukkan adanya gambaran

sekresi normal tetapi dapat pula bervariasi tergantung pada banyaknya

hormon yang disekresi. Kelenjar mungkin menunjukkan perubahan

sekretori tetapi tidak terdapat kompleks . Stroma mungkin masih

menunjukkan nonreaktif tanpa edem atau perkembangan predesidual.

Page 8: Pud

d. Aktifitas korpus luteum yang memanjang

Pada keadaan tertentu korpus luteum gagal berovulasi pada waktu yang

tepat yang disebabkan oleh karena terganggunya umpan balik negatif

sehingga kadar LH tetap tinggi yang menyebabkan fase sekresi berlangsung

lama.

Sebagai akibatnya adalah kadar progesteron yang tetap tinggi sehingga

ovarium secara relatif menurunkan sintesis progesteron. Keadaan ini

menyebabkan pelepasan endometrium terganggu dan berlangsung tidak

teratur sehingga menimbulkan oligomenore yang kemudian diikuti dengan

hipermenore. Perdarahan yang terjadi kadang-kadang berlangsung lebih

dari dua minggu. Keadaan ini disebut pula sebagai irregular shedding.

Gambaran histologi pada keadaan ini adalah adanya stroma padat di

sekeliling kelenjar proliferasi, juga terdapat area terdiri dari kelenjar tipe

sekresi dan stroma edematosa. Mungkin terdapat fibrin trombi.

Page 9: Pud

2. PUD pada siklus anovulasi

Sebagai akibat tidak terjadinya ovulasi maka korpus luteum tidak terbentuk

sehingga siklus dipengaruhi oleh kelebihan hormon estrogen dan berkurangnya

hormon progesteron. Pada masa perimenars hal ini dihubungkan dengan belum

matangnya fungsi hipotalamus dan hipofisis sedangkan pada usia reproduksi

lebih sering disebabkan karena disfungsional pusat siklik di hipotalamus

sehingga tidak terjadi lonjakan LH.

Pada usia perimenopause, anovulasi sering disebabkan kegagalan ovarium

dalam menerima rangsangan hormon FSH dan LH. Gangguam perdarahan yang

terjadi dapat berupa perdarahan yang sedikit atau banyak, bergumpal-gumpal,

siklus yang teratur maupun tidak teratur

Gambaran mikroskopis menunjukkan hilangnya perubahan sekretori pada

siklus haid dan aktifitas proliferatif yang memanjang. Glikogen mungkin

didapati dalam jumlah kecil apabila terdapat follicular luteinizing atau aktifitas

hipofisis abnormal. Eritrosit mungkin terlihat di dalam stroma dan fibrin trombi

pada kapiler yang melebar.

Page 10: Pud

Penyebab anovulasi lainnya yang berhubungan dengan siklus anovulasi

adalah hiperprolaktinemi, hipo atau hipertiroid, malnutrisi, kegemukan serta

sindroma ovarium polikistik.

3.PUD pada folikel persisten

Keadaan ini menyebabkan rangsangan estrogen yang terus menerus dan

menetap. Pada endometrium hal ini dapat menyebabkan hiperplasi

endometrium. Keadaan ini sering dijumpai pada masa perimenopause dan

jarang pada masa reproduksi. Apabila folikel tidak mampu lagi membentuk

estrogen maka terjadi perdarahan lucut estrogen.

V. DIAGNOSIS

Prinsip penegakan diagnosis pasti PUD adalah harus disingkirkan dahulu adanya

kelainan organik dan gangguan hematologi.

Tahap pemeriksaannya adalah :

1. Anamnesis

Perlu diketahui usia menarke, siklus haid serta latar belakang kehidupan

keluarga dan latar belakang emosional.

2. Pemeriksaan fisik

Untuk menilai sebab lain yang dapat menimbulkan PUD seperti hipotiroid,

hipertiroid, ptekia dan ekhimosis.

3. Pemeriksaan ginekologi

Tujuannya adalah untuk menilai adanya perlukaan genitalia interna, erosi,

peradangan, polip serviks, mioma uteri dan lain-lain.

Page 11: Pud

4. Pemeriksaan penunjang

Kelainan organik pada genitalia interna seringkali sulit dinilai apalagi pada

wanita yang belum menikah karena penilaian melalui pemeriksaan per rectal

lebih sulit dilakukan. Untuk itu diperlukan bantuan alat diagnostik, yaitu

biopsi endometrium, laboratorium hematologi, pemeriksaan USG dan tera

radioimunologi (RIA)

5. Penilaian anovulasi

Penilaian anovulasi berperan dalam penentuan jenis PUD. Keadaan ini dapat

dinilai dari pemeriksaan suhu basal badan, sitologi, uji pakis dan lain-lain.

VI. PENATALAKSANAAN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Prinsip penatalaksanaan pada semua kasus PUD adalah selalu dimulai dengan

menyingkirkan kelainan organik kamudian baru dilakukan penghentian

perdarahan. Penatalaksanaan PUD terdiri dari :

1. Pengobatan hormonal

a. Siklus anovulatorik

Untuk perdarahan pertengahan siklus diberikan estrogen dari hari ke-10

sampai hari ke-15 siklus haid dengan estrogen konyugasi 0,625-1,25

mg/hari atau etinilestradiol 50 µg/hari. Jika perdarahan disebabkan oleh

gangguan pelepasan endometrium maka pengobatan hormonal tidak

begitu memuaskan. Sehingga kadang-kadang diperlukan tindakan dilatasi

dan kuretase. Tetapi hal ini tidak mencegah berulangnya gangguan

tersebut pada siklus berikutnya.

Perdarahan bercak prahaid biasanya diatasi dengan pemberian

progesteron (MPA atau Dindogestron) pada hari ke-17 sampai ke-26

siklus dengan dosis 10 mg/hari. Sedangkan untuk perdarahan pasca haid

diberikan estrogen setelah hari ke-2 haid selama satu minggu.

Page 12: Pud

b. Folikel persisten

Pada keadaan ini tindakan dilatasi dan kuretase merupakan terapi pilihan

terutama pada usia di atas 40 tahun karena kemungkinan keganasan cukup

tinggi. Pada wanita perimenopause dapat digunakan preparat progesteron

seperti DMPA.

c. PUD berat

Pemberian estrogen konyugasi dosis tinggi yaitu 25 mg i.v pada PUD

yang berat dapat merangsang terbentuknya lapisan mukopolisakarida

pada dinding kapiler dan arteriole sehingga luka pada pembuluh darah

akan tertutup. Suntikan estrogen tersebut dapat diulang 3-4 jam dengan

maksimal pemberian sebanyak empat kali suntikan. Bila terdapat kontra

indikasi penggunaan estrogen, dapat digunakan progesteron 100 mg i.v.

2. Pengobatan operatif

Histerektomi hanya dilakukan bila terdapat kegagalan kuretase atau dijumpai

adanya keganasan.

3. Pengobatan lain

a. Senyawa antifibrinolitik

Asam aminokaproat dan asam traneksamat dapat diberikan dengan dosis 4

g/hari dibagi dalam empat kali pemberian selama 4-7 hari dan dapat diulang

pada setiap siklus.

b. Senyawa antiprostaglandin

Asam mefenamat terbukti efisien dengan dosis oral 3 x 500 mg/hari semasa

haid. Pemakaiannya dianjurkan terutama pada penderita yang mempunyai

kontra indikasi terhadap estrogen maupun progesterone misalnya pada

kegagalan hati dan adanya keganasan.

Page 13: Pud

VII. KESIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Perdarahan uterus disfungsional (PUD) merupakan perdarahan dari

endometrium yang semata-mata disebabkan oleh kelainan fungsional dari

mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium

2. Pemahaman petofisiologi PUD sangat penting diketahui secara mendasar

sebelum dilakukan pengobatan secara hormonal.

3. Diperlukan penilaian kadar hormon reproduksi sebelum dilakukan

pengobatan untuk mencari penyebab perdarahan ini.

IX. RUJUKAN

1.

Page 14: Pud