pud

30
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL Gede Vendi Cahyadi Riandika H1A 010 006 PEMBIMBING : dr. Yuaris W. Utomo , Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN 1

Upload: vendi-cahyadi-riandika

Post on 09-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pud

TRANSCRIPT

Page 1: Pud

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Gede Vendi Cahyadi Riandika

H1A 010 006

PEMBIMBING :

dr. Yuaris W. Utomo , Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RSUD PRAYA NTB

2014

1

Page 2: Pud

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.

Laporan kasus yang berjudul “Persalinan Preterm” ini disusun dalam rangka mengikuti

Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum

Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.

1. Dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Ketua SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.

2. Dr. I Made Putra Juliawan,Sp.OG selaku Koordinator Pendidikan SMF Obstetri dan

Ginekologi RSUP NTB, sekaligus pembimbing.

3. Dr. Dewi Wijayanti, Sp.OG, selaku supervisor

4. Dr. H. Doddy A. K., Sp.OG (K), selaku supervisor

5. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor

6. Dr. Puspa Ambara Sp.OG, selaku supervisor

7. Dr. Yuaris Widyo Utomo Sp.OG, selaku supervisor

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan

khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari

sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, Juni 2014

Penulis

2

Page 3: Pud

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan

yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid. Gangguan haid ini mempunyai

manifestasi klinis yang bermacam – macam tergantung kondisi serta penyakit yang

dialami seorang perempuan. Menomethorragi merupakan suatu manifestasi klinis

gangguan haid seorang perempuan dimana jumlah atau volume serta lamanya periode

menstruasi lebih lama dari biasanya.1

Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana salah satunya

adalah Disfungsional Uterine Bleeding. Disfungsional uterine bleeding merupakan suatu

perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dimana

terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar siklus haid oleh karena gangguan

mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium. Perdarahan

disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi,

kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi

ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan

disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya dalam

praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi

karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah

sakit. Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi atau nonsekresi sangat penting

dalam hal menentukan apakah perdarahan yang terjadi jenis ovulatoar atau anovulatoar.1

Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus disfungsional antara lain perdarahan

sering terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit,

terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan biasanya tidak teratur. Penyebab

perdarahan uterus disfungsional sulit diketahui dengan pasti tapi biasanya dijumpai pada

sindroma polikistik ovarii, obesitas, imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium,

3

Page 4: Pud

misalnya pada masa menarche, serta ganguan stres bisa mengakibatkan manifestasi

penyakit ini.2

Diagnosis perdarahan uterus disfungsional memerlukan suatu anamnesis yang cermat.

Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya perdarahan, apakah

didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan,

lama perdarahan, dan sebagainya. Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar

belakang emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda – tanda yang

menunjukkan ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit

menahun dan lain – lain. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada

kelainan – kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal ( polip, ulkus,

tumor, kehamilan terganggu ). Pada seorang perempuan yang belum menikah biasanya

tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah menikah sebaiknya dilakukan kuretase

untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologi biasanya didapatkan

endometrium yang hiperplasia. 2

Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional sangat komplek, jadi

sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan organik. Adapun

tujuan penatalaksaan perdarahan uterus disfungsional adalah menghentikan perdarahan

serta memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi yang dapat diberikan antara lain

kuretase pada panderita yang sudah menikah, tetapi pada penderita yang belum menikah

biasanya diberikan terapi secara hormonal yaitu dengan pemberian estrogen,

progesteron, maupun pil kombinasi. Adapun tujuan pemberian hormonal progesteron

adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh pemberian estrogen. Dan pemberian

pil kombinasi bertujuan merubah endometrium menjadi reaksi pseudodesidual.2

4

Page 5: Pud

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi abnormal,

dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau kanker.

Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi sesuatu yang

sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan

berasal dari vagina, uretra, atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan

harus selalu dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi

secara bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).3

Pola dari perdarahan uterus abnormal

Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:

1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan

memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat

menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan

‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa,

komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas,

dan perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.

2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan

terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau

serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat

menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi.

Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat

dipastikan ini tidak apa-apa.

3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada

waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-

tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau

suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma

5

Page 6: Pud

serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen

eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.

4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini

biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus

menstruasi.

5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular.

Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan

perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-

tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau

komplikasi dari kehamilan.

6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea

didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan

biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari

faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik

(penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan

estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang

lain.

7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari

kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari

perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi

serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif

tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi

sangat dianjurkan untuk dilakukan.3

Perdarahan Bukan Haid

Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.

Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini

menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua menometroragia. Metroragia

atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh

kelainan fungsional.1

6

Page 7: Pud

2.2 Etiologi

Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio

uteri, karsinoma servisis uteri;

b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang

berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio

uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;

c) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba;

d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan

perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara

menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa

permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di

rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20

tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam

masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang

diperlukan perawatan di rumah sakit.1

2.3 Patologi

Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada

waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan

metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak

terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia

endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus–menerus. Penjelasan ini

masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional.1,4

7

Page 8: Pud

Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan

bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium atrofik, hiperplastik,

proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian

terbesar. Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium

jenis sekresi penting artinya, kakarena dengan dengan demikian dapat

dibedakan perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai

nilai

klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang

berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang

ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau

8

Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia

Page 9: Pud

hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan

anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.1

2.4 Gambaran Klinik

Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus

pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis

perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena

perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang

bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan

berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan

sebagai etiologinya:

1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang

bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari

kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul

sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum

persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur

(irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang

tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya

perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi

disamping tipe nonsekresi.

2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,

menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron

disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil

biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran

endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.

3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya

pembuluh darah dalam uterus.

9

Page 10: Pud

4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam

mekanisme pembekuan darah.

Perdarahan anovulatoar

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya

kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat

siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.

Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada suatu waktu

fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan

kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen

tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium

bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan

kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.

Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan

menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan

pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal

disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan

akibat bahwa pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada

wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan

lancar.

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa

lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang

wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahab tidak teratur

mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit

metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor

ovarium, dan sebagainya.1,5 Akan tetapi, disamping itu, terdapat banyak wanita dengan

perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini

10

Page 11: Pud

stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan,

kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian

dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan

perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara

waktu saja.

2.5 Diagnosis

Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan bagaimana

mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek atau oleh

oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak),

lama perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda

yang menunjuk ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit

menahun, dan lain-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya

menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang

bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-

kelainan organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan

terganggu). Dalam hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di negeri kita

keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita yang belum kawin,

meskipun kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini dapat

dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan anestesia umum.

Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan kerokan guna pembuatan

diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40 tahun kemungkinan besar ialah kehamilan

terganggu, polip, mioma submukosum, dan sebagainya. Disini kerokan diadakan setelah

dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yang memberi

harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam pramenopause dorongan untuk melakukan

kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

2.6 Penanganan

11

Page 12: Pud

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak: dalam hal

ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah. Setelah pemeriksaan

ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus

inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid.

Dapat diberikan:

a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan

perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas

estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg.

Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul

lagi.

b. Progesteron : pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan

fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi

pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-

progesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehri

norethindrone 15 mg atau asetas medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang

dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.

Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia

endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya

virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg intramuskulus yang dapat diulangi

6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron per os kurang cepat efeknya.

Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan

kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan terapi ini

banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolik, penyakit

endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit

itu harus ditangani.

Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat diusahakan

terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar

perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja

12

Page 13: Pud

berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal

tersebut diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan;

untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai

hari ke-5 perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari,

mulai hari ke-21 siklus haid.

Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan disfungsional yang

berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat

diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi androgen ialah pemberian dosis

yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin.

Terapi dengan klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan

anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada

infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab.

Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus-

menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai

anak cukup) ialah histerektomi.

13

Page 14: Pud

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Iq. Junaidi

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Darek

MRS : 24/05/2014

Rekam medis : 272038

3.2 Anamnesis

Keluhan utama: perdarahan dari jalan lahir

Anamnesis umum

Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak tanggal 23 Juni 2014.

Perdarahan yang terjadi terdiri dari darah segar dan terdapat gumpalan darah.

Sebelumnya pasien pernah mengalami haid lama dan banyak yaitu 1 bulan yang lalu.

Darah yang keluar selama menstruasi merupakan darah segar dengan jumlah yang

banyak sehingga pasien harus ganti pembalut hingga 4-5 kali. Pasien juga mengeluh

mengalami pusing dan lemas. Pendarahan yang dialami pasien disertai nyeri seperti

saat menstruasi pada umumnya.

Anamnesis khusus

Riwayat menstruasi

Pasien saat ini belum menopause. Sebelumnya pasien sempat tidak menstruasi selama

3 bulan. Umumnya pasien mengatakan siklus menstruasinya teratur setiap bulan dan

biasanya durasinya kurang dari 1 minggu. Pasien mengatakan sering nyeri sat

menstrusai namun tidak sampai mengganggu kegiatan

14

Page 15: Pud

Riwayat obstetri

I.aterm, di rumah, dibantu dukun, laki-laki, 28 tahun, hidup

II. aterm, di rumah, dibantu dukun, perempuan, 26 tahun, hidup

III. aterm, di puskesmas, dibantu bidan, laki-laki, 17 tahun, hidup

Riwayat pernikahan

Pasien menikah 1 kali. Usia saat menikah 22 tahun

Riwayat KB

Pasien pernah menggunakan KB suntik selama 7 tahun.

Riwayat penyakit terdahulu

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat

hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.

Riwayat penyakit dalam keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa. Riwayat hipertensi

dan DM dalam keluarga disangkal.

Riwayat alergi obat

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat sebelumnya

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Ku : Baik

Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)

TD : 150/80 mmHg

N : 88x/menit

RR : 20x/menit

Tax : 36,5° C

Status general

Mata : anemia -/-, ikterus -/-

Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-), gallop (-)

Pulmo: Vesikuler +/+ Rhonki-/- Wheezing -/-

Abdomen : scar (-), striae gravidarum (-), linea nigra (-)

15

Page 16: Pud

Extremitas : hangat(+) edema(-)

Status Ginekologi

Abdomen: Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi: bising usus normal

Palpasi : tinggi fundus uteri tak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi : timfani

Inspekulo : tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Laboratorium

(24/06/2014)

Leukosit= 10.400/mm3

Eritrosit= 3,33 x 10 6/mm3

Trombosit= 363.000/mm3

Hemoglobin= 7,2 mg/dl

Hematokrit= 24,2%

MCV= 72,6 um3

MCH= 21,7 PG3

3.5 Pemeriksaan USG

USG tidak tampak adanya massa pada uterus dan adnexa. Ukuran uterus 9,3cm x 6,0 cm.

3.6 Resume

Pasien perempuan umur 51 tahun datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak

tanggal 23 Juni 2014. Perdarahan yang terjadi terdiri dari darah segar dan terdapat

gumpalan darah. Sebelumnya pasien pernah mengalami haid lama dan banyak yaitu 1

bulan yang lalu. Darah yang keluar selama menstruasi merupakan darah segar dengan

jumlah yang banyak sehingga pasien harus ganti pembalut hingga 4-5 kali. Pasien juga

mengeluh mengalami pusing dan lemas. Pendarahan yang dialami pasien disertai nyeri

seperti saat menstruasi pada umumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah

150/80 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 20x/menit, suhu badan 36,5° C. Status general

menunjukkan dalam batas normal. Status ginekologi pasien menunjukkan distensi (-),

bising usus normal, tinggi fundus uteri tak teraba, perkusi abdomen timfani. Hasil lab

menunjukkan leukosit 10.400/mm3 ,eritrosit 3,33 x 106/mm3, trombosit 363.000/mm3,

16

Page 17: Pud

hemoglobin 7,2 mg/dl, hematokrit 24,2%, MCV 72,6 um3, MCH 21,7 PG3 . Pada USG tidak

tampak adanya massa pada uterus dan adneksa dengan ukuran uterus 9,5x 6,0 cm.

3.7 Diagnosis kerja

DUB + anemia sedang

3.8 Rencana Kerja

bed rest

Transfusi WB

Plasmin 3x1

Asam Traneksamat

Regumen 2x1

Rencana diagnostic : kuret PA

17

Page 18: Pud

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

Pasien perempuan umur 51 tahun datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak

tanggal 23 Juni 2014. Perdarahan yang terjadi terdiri dari darah segar dan terdapat

gumpalan darah. Sebelumnya pasien pernah mengalami haid lama dan banyak yaitu 1

bulan yang lalu. Darah yang keluar selama menstruasi merupakan darah segar dengan

jumlah yang banyak sehingga pasien harus ganti pembalut hingga 4-5 kali. Pasien juga

mengeluh mengalami pusing dan lemas. Pendarahan yang dialami pasien disertai nyeri

seperti saat menstruasi pada umumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah

150/80 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 20x/menit, suhu badan 36,5° C. Status general

menunjukkan dalam batas normal. Status ginekologi pasien menunjukkan distensi (-),

bising usus normal, tinggi fundus uteri tak teraba, perkusi abdomen timfani. Hasil lab

menunjukkan leukosit 10.400/mm3 ,eritrosit 3,33 x 106/mm3, trombosit 363.000/mm3,

hemoglobin 7,2 mg/dl, hematokrit 24,2%, MCV 72,6 um3, MCH 21,7 PG3 . Pada USG tidak

tampak adanya massa pada uterus dan adneksa dengan ukuran uterus 9,5x 6,0 cm.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicurigai adanya perdarahan uterus yang abnormal.

Karena dari USG tidak ditemukan adanya kelainan organik, maka kemungkinan besar

pasien mengalami perdarahan disfungsional dari uterus. Sehingga pasien didiagnosa

sebagai “Disfungsional Uterine Bleeding” + Anemia sedang.

4.2 Faktor Predisposisi atau etiologi

Faktor penyebab perdarahan uterus abnormal tidak selalu diketahui dengan pasti.

Perdarahan disebabkan baik akibat faktor organik, maupun faktor fungsional. Perdarahan

uterus disfungsional paling sering disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon akibat dari

korpus luteum persistens, insufisiensi korpus luteum, apopleksia uteri, dan kelainan darah.

18

Page 19: Pud

4.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama pada pasien dengan perdarahan adalah hentikan perdarahan. Obat

yang dipilih untuk menghentikan perdarahan pada kasus ini adalah asam traneksamat

sebagai anti-trombolitik, dan regumen (Norethisterone) yang membantu kerja progesteron

dalam menghentikan perdarahan.

Darah yang hilang diestimasi cukup banyak, terlihat dari kadar Hemoglobin yang tidak

normal, sehingga perlu dilakukan resusitasi cairan. Pada pasien ini, sudah dilakukan

transfusi darah, diusahakan agar Hb menjadi 8 gr/dL.

Dilatasi dan kuretase pada pasien ini dianjurkan dalam pembuatan diagnosis, mengingat

keganasan pada usia ini mungkin terjadi.

4.4 Prognosis

Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad malam, karena kemungkinan keganasan cukup

besar.

19

Page 20: Pud

BAB V

KESIMPULAN

Telah diuraikan kasus wanita 51 tahun, belum menikah dengan keluhan perdarahan dari

jalan lahir. Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan ‘disfungsional uterine

bleeding’ dan anemia sedang. Pasien diberikan transfusi darah sebanyak 1 kantong, dan

sampai saat tulisan ini dibuat, pasien masih dirawat di ruangan

Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya

dengan sebab organik. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara

menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa

permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.

Pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional biasanya sangat banyak: dalam hal ini

penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah. Setelah pemeriksaan ginekologik

menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus,

perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid lalu dapat

diberikan terapi hormonal seperti estrogen atau progesteron.

20

Page 21: Pud

DAFTAR PUSTAKA

1. Simanjuntak Pandapotan. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam : Wiknjosastro

GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Edisi 5. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2005 : pp. 223-228

2. Karkata Kornia Made, et al, Perdarahan Uterus Disfungsional, dalam : Pedoman

Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien, 2003 : pp 68 - 71

3. Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding.

Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric & Gynecologic

Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange Medical Books/McGraw-

Hill; 2003 : pp 623-630

4. Bulun E Serdar, et al, The Physiology and Pathology of the Female Reproductive

Axis, dalam William Textbook of Endocrinology, 10th Edition, Elsevier 2003 : pp

587-599

5. Chou Betty, Vlahos Nikos, Abnormal Uterine Bleeding, dalam : The John Hopkins

Manual of Gynecology and Obstetrics, 2nd Edition , 2002 : p.42

21