psikologi klinis 2 pertemuan 5

24
Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi) Psikologi Klinis 2 (Pertemuan 5) Kuliahkita.com Pengajar: Edo Sebastian Jaya, M.Psi Retha Arjadi, M.Psi

Upload: edo-sebastian-jaya

Post on 08-Aug-2015

110 views

Category:

Healthcare


3 download

TRANSCRIPT

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Psikologi Klinis 2(Pertemuan 5)

Kuliahkita.com

Pengajar:Edo Sebastian Jaya, M.Psi

Retha Arjadi, M.Psi

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Agenda Kuliah

• Mengenali penyalahgunaan/ ketergantungan pada obat-obatan/ zat

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Masyarakat dan penyalahgunaan obat/ zat

• Penyalahgunaan obat-obatan dan zat terjadi di berbagai negara dan menimpa berbagai kalangan masyarakat.

• Jenis obat dan zat yang digunakan pun beragam.

• Jenis yang paling banyak dan sering digunakan akan dibahas pada kuliah ini.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Gangguan yang terkait dengan obat/ zat

• Substance intoxication–Mengalami gejala perilaku dan psikologis

yang maladaptif terkait efek dari penggunaan obat/zat pada sistem saraf pusat.

• Substance withdrawal–Mengalami perasaan tertekan (distress) yang

signifikan dalam hal sosial, pekerjaan, atau area fungsi lain yang disebabkan oleh menghentikan atau mengurangi penggunakan obat/zat.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Gangguan yang terkait dengan obat/ zat

• Substance abuse– Diganosis ini diberikan ketika penggunaan

obat/ zat secara berulang, dan lama-kelamaan menimbulkan konsekuensi yang negatif.

• Substance dependence– Diganosis ini diberikan ketika penggunaan

obat/ zat menimbulkan ketergantungan fisiologis atau kerusakan yang signifikan atau distress.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kriteria diagnosis substance abuse

• Kriteria berdasarkan DSM IV-TR– Satu atau lebih dari gejala berikut muncul dalam

periode 12 bulan, dan menyebabkan gangguan atau tekanan (distress) yang signifikan:• Gagal memenuhi kewajiban yang penting dalam

pekerjaan, rumah, sekolah, sebagai akibat dari penggunaan obat/ zat

• Penggunaan berulang dari obat/ zat pada situasi yang membahayakan bagi kondisi fisik

• Masalah dengan hukum yang berulang sebagai akibat dari penggunaan obat/ zat

• Melanjutkan menggunakan obat/ zat walaupun sudah berkali-kali mengalami masalah hukum dan masalah sosial akibat penggunaan tersebut.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kriteria diagnosis substance dependence

• Kriteria berdasarkan DSM IV-TR– Pola yang tidak adaptif, yang mengarah pada 3 atau lebih

gejala berikut:• Toleransi, yaitu:

– Kebutuhan jumlah obat/ zat terus meningkat hingga mencapai efek yang diinginkan– Adanya penurunan efek dari obat/ zat saat menggunakan jumlah yang sama/ tetap

• Withdrawal/ Sakaw, yaitu:– Karakteristik sakaw terhadap obat/ zat tertentu– Mengkonsumsi obat/ zat sejenis/ mirip untuk menghindari gejala sakaw

• Obat/ zat seringkali dikonsumsi pada jumlah yang lebih besar daripada yang direncanakan

• Adanya keinginan menetap dan kegagalan untuk mengurangi atau mengendalikan penggunakan obat/ zat

• Menghabiskan waktu yang signifikan untuk mencari obat/ zat, menggunakannya, atau memulihkan diri dari penggunaan tersebut

• Penggunaan obat/ zat mengurangi/ mengganggu aktivitas sosial, rekreasional, dan pekerjaan yang penting

• Penggunaan obat/ zat tetap berlanjut walaupun sudah mengetahui bahwa dirinya mengalami maslaah fisik atau psikologis karena penggunaan tersebut.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Depresan

• Depresan dapat mengurangi aktivitas sistem saraf pusat. – Pada dosis rendah, depresan membuat rileks dan

sedikit euphoria– Pada dosis sedang, depresan membuat orang

menjadi rileks dan mengantuk, menurunkan konsentrasi, dan menganggu kemampuan berpikir

– Pada dosis tinggi, depresan dapat menimbulkan gejala seperti depresi dan keursakan kognitif/ motorik, serta mengakibatkan pingsan/ tidak sadar.

• Contoh: alkohol, inhalants

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Depresan (tentang alkohol)

• Orang yang menyalahgunakan atau ketergantungan alkohol mengalami masalah sosial dan interpersonal yang beragam, dan sangat berisiko mengalami masalah kesehatan yang serius.

• Pada umumnya, perempuan mengkonsumsi alkohol lebih sedikit daripada laki-laki dan lebih minim kemungkinannya untuk mengalami gangguan terkait penggunaan alkohol dibandingkan laki-laki.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Depresan (tentang inhalants)

• Inhalants adalah zat yang memproduksi kimia di otak dan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak dan organ tubuh, serta kematian tiba-tiba akibat perilaku delusional yang berbahaya.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Stimulan

• Stimulan adalah obat/ zat yang mengaktivasi sistem saraf pusat dan menimbulkan perasaan berenergi, senang berlebihan (euphoria), percaya diri berlebihan, kewaspadaan, kuat, serta mengurangi kebutuhan/ keinginan untuk tidur serta selera makan. Pada penggunaan kronis, dapat pula menimbulkan impuslivitas, hiperseksualitas, tidak bisa diam, dan paranoid.

• Contoh: kokain dan amphetamine, nikotin, kafein

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Stimulan (tentang kokain dan amphetamine)

• Aktivasi intens pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh kokain dan amphetamine dapat menimbulkan masalah pada pernapasan dan masalah neurologis (saraf).

• Banyak kasus menunjukkan kokain dan amphetamine menyebabkan kematian terkait penyalahgunaannya.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Stimulan (tentang nikotin)• Nikotin (kandungan pada rokok)

mempengaruhi tubuh dengan melepaskan kimia-kimia tertentu pada tubuh yang dapat mengurangi stres tetapi menimbulkan rangsangan fisiologis untuk menghadapi masalah.

• Merokok berkorelasi dengan masalah jantung, kanker paru-paru, dan meningkatkan resiko kematian.

• Kebanyakan orang yang merokok mengaku pernah mencoba berhenti dan mau berhenti, tetapi tidak berhasil karena sudah mengembangkan toleransi dan gejala-gejala yang membuat mereka sulit berhenti.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Stimulan (tentang kafein)

• Kafein adalah stimulan yang paling banyak ditemukan, misalnya pada kopi, minuman energi, dan minuman bersoda.

• Kafein dapat menyebabkan orang menjadi tidak bisa diam, detak jantung menjadi tidak biasa, dan insomia (tidak bisa tidur).

• Nikotin dapat menyebabkan toleransi dan withdrawal.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Opioid

• Opioid menyebabkan senang berlebihan (euphoria), lebih tidak sensitif terhadap rasa sakit, dan sensasi “fly”.

• Contoh: heroin, morphine, codeine, methadone.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Opioid

• Gejala withdrawal dari opioid adalah merasa cemas, tidak bersemangat, pegal-pegal, lebih sensitif terhadap rasa sakit, dan menginginkan lebih banyak opioid.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Halusinogen

• Halusinogen memproduksi ilusi dan distorsi perseptual (halusinasi), kadang-kadang bersifat menyenangkan, kadang-kadang bersifat menakutkan. Halusinogen juga menimbulkan mood swings dan paranoid (rasa takut berlebihan).

• Contoh: halusinogen, PCP (phenylcyclidine)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Halusinogen (tentang PCP)• PCP pada dosis rendah

menyebabkan euphoria, badan bergerak secara tidak disengaja (involuntary movement), dan merasa lemas. Pada dosis sedang, PCP menimbulkan pikiran yang tidak beraturan, merasa terputus dari realitas, dan agresi.

• Pada dosis tinggi, PCP menyebabkan amnesia dan coma, masalah pernapasan, hypotermia, dan hypertermia.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Ganja • Ganja menghasilkan sensasi “fly”,

gangguan kognitif dan motorik, serta halusinasi pada beberapa kasus.

• Penggunaan ganja sangat tinggi. Banyak orang, terutama remaja, mengalami masalah di sekolah dan pekerjaan karena penggunaan ganja sebagai akibat dari penggunaan yang kronis dan menetap.

• Dalam kaitannya dengan kesehatan, penggunaan ganja dapat menyebabkan masalah pernapasan.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Club drugs (esctacy, ketamine, rohypnol)

• Esctasy memiliki efek stimulan dengan properti halusinogen. Penggunaan singkat sekalipun dari esctasy dapat menimbulkan efek negatif pada fungsi kognitif dan kesehatan. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan gagal jantung dan hati, serta meningkatkan gejala kecemasan, depresi, psikotik (skizofrenia), serta paranoia.

• Ketamine menimbulkan efek halusinogen. Dosis tinggi dapat menyebabkan muntah-muntah hingga kematian.

• Rohypnol memiliki efek sedatif dan hipnotis. Jika dikonsumsi bersamaan dengan alkohol dan depresan lain, dapat berakibat fatal (kematian).

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Penyebab penyalahgunaan dan ketergantungan obat/ zat

• Teori biologis– Gangguan terkait penggunaan obat/ zat ditemukan terkait

dengan genetik. Gen yang terkait dengan gangguan ini mempengaruhi neurotransmitter yang meregulasi metabolisme dan biosintesis dari obat/ zat tersebut.

• Teori perilaku– Perilaku menggunakan obat/ zat ditentukan oleh adanya

konsekuensi positif (reinforcement) dan konsekuensi negatif (punishment) yang diterima atas perilakunya tersebut.

– Orang belajar menggunakan obat/ zat dari orangtua atau orang-orang di sekitarnya yang ia anggap penting (modeling).

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Penyebab penyalahgunaan dan ketergantungan obat/ zat

• Teori kognitif– Orang yang menggunakan obat/ zat memiliki

keyakinan dan mengembangkan harapan bahwa obat/ zat tersebut dapat membantu mereka merasa lebih baik dan dapat menghadapi masalah serta tekanan yang mereka hadapi dengan lebih baik.

• Teori sosio-kultral– Penggunaan obat/ zat meningkat pada orang-

orang yang sedang mengalami tekanan berat (distress) dalam hidupnya.

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

Terapi untuk penyalahgunaan dan ketergantungan obat/ zat

• Langkah pertama: DETOKSIFIKASI, yaitu menghilangkan pengaruh obat-obatan pada tubuh. Proses detoksifikasi harus dilakukan sesuai prosedur medis yang baik dan benar.

• Terapi perilaku:– Mengajari orang untuk menghindari obat/ zat atau mengaitkan

obat/ zat dengan sesuatu yang tidak menyenangkan sehingga lama-kelamaan perilaku pengunaan obat/ zatnya berhenti.

• Terapi kognitif:– Melatih orang untuk mengembangkan kemampuan coping yang

lebih sehat dan menantang pikiran mereka mengenai keyakinan bahwa mengkonsumsi obat/ zat akan membawa efek positif bagi mereka (padahal sebaliknya).

Kuliahkita.com (Psikologi Klinis 2) (E.S. Jaya & R. Arjadi)

SELESAI

Psikologi Klinis 2 – Pertemuan 5

Oleh:Edo Sebastian Jaya, M.Psi., Psikolog

Retha Arjadi, M.Psi., Psikolog

Bahan utama: Nolen-Hoeksema, S. (2007). Abnormal Psychology (5th). New York: McGraw-Hill.