psikologi kes

Upload: anissa-rahmawati

Post on 17-Jul-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KASUS II Ketakutan Terkondisi Rasa takut merupakan reaksi manusiawi yang secara biologis merupakan mekanisme perlindungan bagi seseorang pada saat menghadapi bahaya. Ketakutan adalah emosi yang muncul pada saat orang menghadapi suatu ancaman yang membahayakan hidup atau salah satu bidang kehidupan tertentu. Ketakutan biasa disebut dengan tanda peringatan terhadap hidup, peringatan agar berhenti, melihat atau mendengarkan. Reaksi takut dapat terjadi melalui perangsangan hipotalamus dan nuclei amigdaloid. Sebaliknya amigdala dirusak, reaksi takut beserta manisfestasi otonom dan endokrinnya tidak terjadi pada keadaan - keadaan normalnya menimbulkan reaksi dan manisfestasi tersebut, terdapat banyak bukti bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan memori memori yang memutuskan rasa takut masuknya sensorik aferent yang memicu respon takut terkondisi berjalan langsung dengan peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian ujung anterior kedua sisi lobus temporalis. Sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut, sistem saraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam, jantung berdetak lebih keras, nadi dan nafas bergerak meningkat, biji mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan dengan usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah meningkat, kelenjar adrenal melepas adrenalin ke dalam darah. Akhirnya, darah di alirkan ke seluruh tubuh sehingga menjadi tegang dan selanjunya mengakibatkan tidak bisa tidur (Ganong, 1998). Ketakutan bisa saja membuat orang kehilangan kendali, termasuk kehilangan kendali atas sistem fisiologis tubuhnya, baik itu merasa lemas, merasa tidak bisa berbuat apaapa atau bahkan seorang yang ketakutan yang seharusnya berlari, dia malah lemas dan langsung terduduk, tidak bisa mendengar apa-apa, tidak bisa berbicara dan seakan-akan membisu. Sedangkan ketakutan terkondisi adalah ketakutan yang dilakukan secara bertahap dan terus-menerus oleh pemberi rasa takut kepada penerima rasa takut sehingga akan menyebabkan penerima rasa takut terbiasa dan trauma. Ketakutan itu dipelajari dengan sedikit pemikiran atau kesadaran, sulit untuk dilawan dengan penenangan verbal. Terapi yang paling baik adalah prinsip pengkondisian (pembiasaan). Contohnya, penyiksaan seorang anak oleh orang tuanya baik dalam bentuk penyiksaan fisik maupun emosional secara terus-menerus. Ketika sang anak mendengar suara orang tuanya saja akan menimbulkan ketakutan. Penyiksaan terhadap anak adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan. Sementara pengertian menurut UU Perlindungan Anak pasal 13 yang dimaksud penyiksaan terhadap anak adalah diskriminasi, eksploitasi baik fisik maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya. Lingkup terjadinya penyiksaan atau kekerasan tersebut dapat berasal dari

rumah atau tempat tinggalnya, kekerasan dalam komunitas (termasuk sekolah), dan kekerasan yang berbasis pada kebijakan atau tindakan negara. Beberapa kriteria yang termasuk perilaku menyiksa seperti , 1. Menghukum anak secara berlebihan 2. Memukul 3. Menyulut dengan ujung rokok, membakar, menampar, membanting 4. Terus menerus mengkritik, mengancam,atau menunjukkan sikap penolakan terhadap anak 5. Pelecehan seksual 6. Menyerang anak secara agresif 7. Mengabaikan anak, tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, kasih sayang dan memberikan rasa aman yang memadai. Moore (Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi, ada yang menjadi sangat pasif dan apatis, ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri, ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem syaraf. Efek yang terjadi pada anak yamg mengalami penyiksaan terhadap lingkungannya adalah sebagai berikut : a.) b.) c.) d.) e.) Kurang berinteraksi terhadap kehidupan luar Menarik diri dari lingkungan Mencari perhatian orang yang dipercayai Buruknya mereka bisa menjadi sampah masyarakat Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain dalam hal kedekatan.

Efek yang terjadi pada anak yang mengalami penyikasaan terhadap dirinya sendiri dibagi menjadi 3, yaitu efek psikis, perilaku, dan fisik. Berikut efek-efek yang ditimbulkan akibat dari ketakutan terkondisi : Efek psikis Anak akan cenderung meniru perilaku buruk dari orang tuanya. Anak akan panik, cemas, dan berlarut-larut dalam kesedihan. Ketidakmampuan melihat kelebihan diri, tidak yakin dengan kemampuan diri, dan kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain yang dianggapnya lebih baik. Contohnya menganggap diri tidak memiliki kelebihan meski fakta yang ada menunjukkan hal sebaliknya, atau sering bertanya apakah yang ia lakukan sudah benar.

Kehilangan keberanian untuk melakukan tindakan yang ditunjukkan dengan tidak berani mengungkapkan pendapat atau tidak berani mengingatkan pelaku jika bertindak salah. Stres pascatrauma, yang tampil dalam bentuk mudah terkejut, selalu waspada, sangat takut bila melihat pelaku, orang yang mirip pelaku benda-benda atau situasi yang mengingatkan akan kekerasan, gangguan kilas balik (flash back) seperti tiba-tiba disergap bayangan kejadian yang telah dialami, mimpi-mimpi buruk dan atau gangguan tidur. Khusus pada anak, dampak psikis muncul dalam bentuk : mundur kembali ke fase perkembangan sebelumnya seperti kembali mengompol, tidak berani lagi tidur sendiri, kembali ingin terus berdekatan dengan orang lain yang dirasa memberi rasa aman, harus selalu ditemani, gangguan perkembangan bahasa seperti keterlambatan perkembangan bahasa, gangguan bicara seperti gagap, depresi yang tampil dalam bentuk perilaku menolak ke sekolah, prestasi menurun, tidak dapat mengerjakan tugas sekolah atau pekerjaan rumah dengan baik yang ditandai dengan banyaknya kesalahan, kurangnya perhatian pada tugas atau pada penjelasan yang diberikan orang tua/guru, dan berbagai keluhan fisik. Kesulitan membina persahabatan. Gangguan kejiwaan dari yang ringan sampai berat. Efek perilaku Kehilangan minat untuk merawat diri, yang tampil dalam perilaku menolak atau enggan makan/minum, makan tidak teratur, malas mandi atau berdandan, tampil berantakan seperti rambut kusut, pakaian awut-awutan. Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, yang tampil dalam perilaku mengurung diri di kamar, tidak mau berhubungan dengan orang lain, cenderung diam, dan enggan bercakap-cakap Perilaku depresif, tampil dalam bentuk pandangan mata kosong seperti menatap jauh ke depan, murung, banyak melamun, mudah menangis, sulit tidur atau sebaliknya terlalu banyak tidur, dan berpikir tentang kematian. Terganggunya aktivitas atau pekerjaan sehari-hari, seperti sering menjatuhkan barang tanpa sengaja, kurang teliti dalam bekerja yang ditunjukkan dengan banyaknya kesalahan yang tidak perlu, sering datang terlambat atau tidak masuk sekolah, tugas-tugas terlambat tidak sesuai tenggang waktu, padahal sebelumnya hal-hal ini dilakukannya secara rutin. Kebingungan-kebingungan dan hilangnya orientasi, yang tampil dalam bentuk merasa sangat bingung, tidak tahu hendak melakukan apa atau harus bagaimana melakukannya, seperti orang linglung, bengong, mudah lupa akan banyak hal, terlihat tidak peduli pada keadaan sekitar, tidak konsentrasi bila diajak berbicara. Menyakiti diri sendiri atau melakukan percobaan bunuh diri Perilaku berlebihan dan tidak lazim seperti tertawa sendiri, bercakap-cakap sendiri, terus berbicara dan sulit dihentikan, pembicaraan kacau, melantur, berteriak-teriak, terlihat kacau tak mampu mengendalikan diri, berulang-ulang

menyebut nama tertentu, misalnya nama pelaku tanpa sadar. Perilaku agresif, seperti menjadi kasar atau mudah marah, membalas kekasaran pelaku seperti mengucapkan kata-kata kasar, banyak mengeluhkan kekecewaan terhadap pelaku. Penyalahgunaan obat dan alcohol perasaan tidak aman. Gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.

Efek fisik Badan menjadi kurus atau sebaliknya. Membuat kesehatan menurun. Sakit tanpa ada penyebab medis (psikosomatis), seperti infeksi lambung, gangguan pencernaan, sakit kepala, namun dokter tidak menemukan penyebab medis, mudah merasa lelah, seperti tidak bertenaga, dan pegal/sakit/ngilu, tubuh sering gemetar. Menimbulkan cedera serius terhadap anak. Meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

http://forum.psikologi.ugm.ac.id/psikologi-klinis/cognitive-therapy-danrelaxation-untuk-kecemasan-dan-panic/ http://esterlianawati.wordpress.com/2011/06/25/dampak-psikis-kekerasan-dalamrumah-tangga/ http://www.duniapsikologi.com/dampak-kekerasan-terhadap-anak/ http://www.perfspot.com/blogs/blog.asp?BlogId=121153 http://www.facebook.com/notes/madani-mental-health-care/pola-asuh-dan-polakepemimpinan-orang-tua-menentukan-prestasi-anak/175274019180510 http://indonesiaindonesia.com/f/68893-teori-ivan-petrovich-pavlov-stimulusrespons/ http://elearning.unesa.ac.id/tag/makalah-penerapan-teori-bahavioristik-pada-anakusia-dini