psikologi islam -...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

AGUS HERMAWAN,S.Pd.I,M.A
PSIKOLOGI ISLAM
YAYASAN HJ. KARTINI KUDUS
2020

PSIKOLOGI ISLAM
Penulis
Agus Hermawan,S.Pd.I,M.A
Penerbit;
Yayasan Hj.Kartini Kudus
Editor;
Erlina Wijayanti, S.Pd
Desain Sampul
Risyad Hisyam Ash Shiddieqi
Dicetak;
Sinar Jaya
Cetakan I
2020

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah Swt Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada Rasulullah Saw. Penulis bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah
memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada penulis sehingga buku yang berjudul “Psikologi
Islam” dapat terselesaikan.
Materi buku ini disesuaikan dengan kurikulum hasil review kurikulum Tahun 2019 di
lingkungan program studi Psikologi Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Sehingga content (isi) buku ini sangat relevan dan sama dengan materi Silabus di IAIN
Salatiga.
Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan para mahasiswa lebih terbantu untuk
memahami tentang Psikologi Islam meskipun sepintas kilas atau pengantarnya saja. Namun
demikian, penulis berusaha untuk menyajikan materi seringkas mungkin dengan tidak
mengurangi subtansi materi yang penting sesuai urutan Tema yang ada di dalam Silabus.
Kepada Yayasan Hj. Kartiniyang telah bersedia menerbitkan buku ini dan juga kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini, kami ucapkan terima kasih. Akhirnya
penulis menyadari buku sederhana ini jauh dari sempurna, maka tegur sapa untuk
penyempurnaan buku ini sangat penulis harapkan demi kesempurnaan buku ini pada terbitan
selanjutnya. Semoga buku ini memberi kemanfaatan bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Kudus,08 Maret 2020
Penulis
Agus Hermawan,S.Pd.I,M.A

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I : KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
BAB II : PENGERTIAN, OBJEK KAJIAN, SEJARAH DAN RUANG LINGKUP
BAB III: PSIKOLOGI BARAT DAN PSIKOLOGI ISLAM
BAB IV : METODE DAN PENDEKATAN PSIKOLOGI ISLAM
BAB V : JIWA (NAFS) DALAM ISLAM
BAB VI: KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM PSIKOLOGI ISLAM
BAB VII : MOTIVASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
BAB VIII : PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DALAM ISLAM
BAB IX : KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
BAB X : PSIKOPATOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
BAB XI : PSIKOTERAPI DALAM ISLAM
BAB XII: POTENSI INTUISI DAN KECERDASAN DALAM ISLAM
BAB XIII: MIMPI DAN ALAM KESADARAN DALAM ISLAM
BAB XIV: DO‟A, DZIKIR, MEDITASI, DAN TAZKIYAH AL-NAFS
BAB XIV: BERPIKIR DAN LUPA DALAM ISLAM
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
PROFIL PENULIS...............................................................................................

BAB I
KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Dalam realias kehidupan di dunia ini ada Sang Khalik (pencita) yakni Allah Swt dan
Makhluk (yang diciptakan) meliputi malaikat, jin, hewan, tumbuhan dan alam semesta. Salah
satu ciptaan Allah adalah manusia, yang diberi keistimewaan berupa kemampuan berpikir yang
melebihi jenis makhluk lain yang sama-sama menjadi penghuni bumi. Kemampuan berpikir
itulah yang diperintahkan Allah agar dipergunakan untuk mendalami wujud atau hakikat dirinya
dan tidak semata-mata dipergunakan untuk memikirkan segala sesuatu di luar
dirinya.Demikianlah kenyataannya bahwa manusia tidak pernah berhenti berpikir, kecuali dalam
keadaan tidur atau sedang berada dalam situasi diluar kesadaran. Manusia berpikir tentang segala
sesuatu yang tampak atau dapat ditangkap oleh pancaindera bahkan yang abstrak sekalipun.
Dari sejarah kehidupan manusia ternyata tidak sedikit usaha manusia dalam memikirkan
wujud atau hakikat dirinya, meskipun sebenarnya masih lebih banyak yang tidak menaruh
perhatian untuk memikirkannya.
A. Konsep Lama Pembicaraan Tentang Manusia
Membicarakan dan mendiskusikan tentang manusia akan selalu menarik. Karena
selalu menarik, maka masalahnya tidak akan pernah selesai dalam artian tuntas. Pembicaraan
mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai. Selalu
ada saja pertanyaan mengenai manusia. Manusia merupakan makhluk yang paling
menakjubkan, makhluk yang unik multi dimensi, serba meliputi, sangat terbuka, dan
mempunyai potensi yang agung.
Timbul pertanyaan siapakah manusia itu? Pertanyaan ini nampaknya amat sederhana,
tetapi tidak mudah memperoleh jawaban yang tepat. Biasanya orang menjawab pertanyaan
tersebut menurut latar belakangnya, jika seseorang yang menitik beratkan pada kemampuan
manusia berpikir, memberi pengertian manusia adalah “animal rasional” “hayawan nathiq”
(hewan berpikir). Orang yang menitik beratkan pada pembawaan kodrat manusia hidup
bermasyarakat, memberi pengertian manusia adalah “zoom politicon” (makhluk sosial).
Orang yang menitikberatkan pada adanya usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup,
memberi pengertian manusia adalah “homo economis” (makhluk ekonomi). Orang yang
menitik beratkan pada keistimewaan manusia menggunakan simbul-simbul, memberi
pengertian manusia adalah “animal symbolicum”. Orang yang memandang manusia adalah
makhluk yang selalu membuat bentuk-bentuk baru dari bahan-bahan alam untuk
mencukupkan kebutuhan hidupnya, memberi pengertian manusia adalah “homo faber”.
(Murtadha Mutahhari,1996)

B. Manusia dalam Pembicaraan Filosofi
Pemahaman manusia yang tidak utuh tentang manusia dapat berakibat fatal bagi
perlakuan seseorang terhadap sesamanya. Misalnya saja pandangan dari teori evolusi yang
diperkenalkan Darwin pada abad XIX. Bisa saja pendangan Darwin tersebut akan
menimbulkan sikap kompetitif dalam segala hal, baik ekonomi, politik, budaya, hukum
pendidikan maupun lainnya, bahkan akan menghalalkan berbagai macam cara. Maka, agar
dapat dipahami tentang hakekat manusia secara utuh, ada beberapa pendapat atau pandangan
tentang manusia ini menurut Murtadha Mutahhari (1996) diantaranya:
1. Aliran Materialisme. Aliran ini memandang manusia sebagai kumpulan dari organ tubuh,
zat kimia dan unsur biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan materi. Manusia berasal
dari materi, makan, minum, memenuhi kebutuhan fisik-biologis dan seksual dari materi
dan bilamana mati manusia akan terkapar dalam tanah lalu diuraikan oleh benda renik
hingga menjadi humus yang akan menyuburkan tanaman, sedangkan tanaman akan
dikonsumsi manusia lain yang dapat memproduksi fertilitas sperma, yang menjadi bibit
untuk menghasilkan keturunan dan kelahiran anak manusia baru. Dengan demikian bahwa
aliran ini berpendapat bahwa manusia itu berawal dari materi dan berakhir menjadi materi
kembali. Orang yang berpandangan materialistik tentang manusia dapat berimplikasi pada
gaya hidupnya yang juga materiliastik, tujuan hidupnya yang tidak lain demi materi dan
kebahagian hidupnya pun diukur dari seberapa banyak materi yang ia kumpulkan. Gaya
hidup ini tercermin dari hidupnya yang glamour atau hura-hura dalam menikmati
hidupnya.
2. Aliran Spiritualisme atau serba roh. Aliran ini berpandangan bahwa
hakekat manusia adalah roh atau jiwa, sedang zat atau materi adalah manifestasi dari roh
atau jiwa. Aliran ini berpandangan bahwa ruh lebih berharga lebih tinggi nilainya dari
materi. Hal ini dapat kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya seorang wanita
atau pria yang kita cintai tidak akan mau pisah dengannya. Tetapi, kalau roh dari wanita
atau pria tersebut tidak ada pada badannya, berarti dia sudah meninggal dunia, maka mau
tidak mau harus melepaskan dia untuk dikuburkan. Kecantikan, kejelitaan, kemolekan, dan
ketampanan yang dimiliki oleh seorang wanita atau pria pun tidak ada artinya tanpa adanya
roh.
Orang yang berpandangan dengan aliran ini, dia isi hidupnya dengan penuh dimensi
rohani, pembersihan jiwa dari ketertarikan dengan unsur materi meskipun dia harus hidup
dengan penderitaan dan hidup dengan kesederhanaan, mereka tinggal dengan menyisihkan
diri dari masyarakat dan hidup dengan selalu beramal ibadah.
3. Aliran Dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada
hakikatnya taerdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani, badan dan roh. Kedua
substansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung satu sama

lain. Jadi, badan tidak berasal dari roh, juga sebaliknya roh tidak berasal dari badan. Hanya
dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan roh yang berintegrasimembentuk
manusia. Antara keduanya terjalin hubungan sebab akibat. Artinya antara keduanya terjalin
saling mempengaruhi. Misalnya, orang yang cacat jasmaninya akan berpengaruh pada
perkembangan jiwanya. Begitu pula sebaliknya, orang yang jiwanya cacat akan
berpengaruh pada fisiknya. Paham dualisme ini tidaklah otomatis identik dengan
pandangan Islam tentang manusia.
C. Manusia Menurut Pandangan Islam
Islam memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki keunikan dan
keistimewaan tertentu. Sebagai salah satu makhluk-Nya karakteristik eksistensi manusia harus
dicari dalam relasi dengan sang pencipta dan makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Sekurang-
kurangnya terdapat empat ragam relasi manusia yang masing-masing memiliki kutub positif
dan negatif, yaitu :
1. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri hablun minannas yang
ditandai oleh kesadaran untuk melakukan „amal ma‟ruf nahi mungkar dan sebaliknya
mengumbar nafsu-nafsu rendah.
2. Hubungan antar manusia hablun minannas dengan usaha membina
silaturahmi atau memutuskan.
3. Hubungan manusia dengan alam sekitar hablun mibal „alam yang
ditandai upaya pelestarian dan pemanfaatandengan sebaik-baiknya, atau sebaliknya
menimbulkan kerusakan alam.
4. Hubungan manusia dengan sang Pencipta hablun minallah dengan
kewajiban ibadah kepada-Nya atau menjadi ingkar dan syirik kapada-Nya.
Mengenai ragam dan corak relasi-relasi itu perlu dijelaskan bahwa sekalipun manusia
sekan-akan merupakan pusat hubungan-hubungan center of relatedness, tetapi dalam ajaran
Islam pusat segalanya bukanlah manusia, melainkan sang Pencipta sendiri yaitu Allah Swt
yang menguasai alam semesta. Dengan demikian landasan filsafat mengenai manusia dalam
ajaran Islam bukan Antroposentrisme, melainkan Theosentrisme, atau lebih tepat Allah-
sentrisme. (Hanna Djumhana Bastaman, 2011)
Manusia dalam pandangan Islam berperan sebagi makhluk individu, makhluk sosial
dan makhluk yang berketuhanan. Sebagai makhluk individu ia terciptakan dari saripati tanah
(Nabi adam) kemudian keturunan sesudahnya adalah dari sel sperma yang membuahi sel telur
sehingga menjadi bayi yang dikandung dalam perut seorang ibu tepatnya setelah usia
kandungan menjelang empat bulan maka ruh ilahiah ditiupkan kerahim ibu yang menandai
sudah ada tanda kehidupan pada sang bayi dalam kandungan. Dari sinilah muncul potensi
untuk berbuat fujur (jelek) yang merupakan representasi unsur tanah/ jasmani dan potensi

berbuat baik (taqwa) yang merupakan representasi ruh illahiah. Di sinilah kondisi iman bisa
naik bertambah saat sadar (conscious) dan sebaliknya iman juga bisa turun saat ia dalam
kondisi tidak sadar (under conscious) lupa diri sehingga terprovokasi melakukan
kemungkaran dan kemaksiatan.
Manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai „Abdullah dan juga
khalifah di muka bumi ini telah dibekali oleh Allah Swt dengan berbagai potensi seperti akal,
hati dan panca inderadan juga nafsu. Pada saat panca indera, akal dan hatinya dipergunakan
dalam setiap berpikir, berucap dan bertindak maka yang muncul adalah kesadaran dan
keimanan yang mengarahkan manusia berbuat baik dan benar. Namun sebaliknya pada saat
nafsu yang mendominasi dan menguasai akal pikiran, hatipun menjadi buta sehingga setiap
tingkah lakunya berbuah kejelekan dan kemungkaran. Untuk inilah ketiga potensi ini harus
selalu diasah dan dijaga terutama hati karena hati inilah yang mengendalikan semua tingkah
laku manusia, jika hati manusia baik maka akan baik pula pikiran, ucapan dan tindakannya.
Untuk itulah dipandang penting dengan berolah raga untuk menyehatkan panca indera
(jasmani) dengan wudhu dan shalat, olah piker dengan berfikir kritis dan berolah rasa yakni
dengan melakukan tafakkur, dzikir untuk menajamkan dan menyehatkan hati.
D. Manusia Menurut pandangan Psikologi
Bertolak dari pengertian psikologi sebagai ilmu yang menelaah perilaku manusia,
para ahli psikologi umumnya berpandangan bahwa kondisi ragawi, kualitas kejiwaan, dan
situasi lingkungan merupakan penentu-penentu utama perilaku dan corak kepribadian
manusia. Dalam hal ini unsur ruhani sama sekali tak masuk hitungan, karena dianggap
termasuk dimensi kejiwaan dan merupakan penghayatan subjektif semata-mata.
Selain itu psikologi apapun aliranya, menunjukkan bahwa filsafat manusia yang
mendasari bercorak anthroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai pusat dari segala
pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama segala peristiwa yang menyangkut
masalah manusia dan kemanusiaan. Pandangan ini mengangkat derajat manusia ketempat
teramat tinggi, ia seakan-akan prima-causa yang unik, pemilik akal budi yang sangat hebat,
serta memiliki pula kebebasan penuh untuk berbuat apa yang dianggap baik dan sesuai
baginya. (Ahmad Tafsir,2006)
E. Persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain
Manusia pada hakekatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu memiliki
hsrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan
kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran, dan
keunggulan yang diiliki manusia dibanding dengan makhluk lain.
a. Menurut ajaran Islam manusia dibanding dengan makhluk lain,
mempunyai berbaga ciri, antara lain ciri utamanya yaitu: Makhluk yang paling unik,

dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Sesuai dengan
firman Allah :
اجَل ْد ِإل ْد ِإلا ا ِإل ا َل ْد َل ِإل هَل ْد َل ا ْد ِإل ْد َل َل نَل َلذْدا َل
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya”. (Q.S at-Tiin:4)
b. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin
dikembangkan) beriman kepada Allah.
c. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Tugas manusia
untuk mengabdi kepada Allah dengan tegas dinyatakan-Nya dalam Al-Qur‟an surat az-
Zariyat ayat 56 :
ا ِإل َّنانِإل َل ْد ُتذُت ْد ِإلا ِإل ْد َل ا َل ْد ا ْدنلِإل َّن هَل ْدثُت َل َل ا َل
Artinya : Tidak kujadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku. (QS. Az-
Zariyat : 56)
d. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal ini
dinyatakan dalam al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 30 :
ا ا ُت َلذ ِإل ا َل اكَل ذِإل مْد ابِإلحَل ا ُت َل ِإلحُت ا َل َلحْد ُت ا َل ءَل ا نذ ِإل فِإلكُت ذُتا ِإل ْدهَل ا َل َل ْد ا ُتفْد ِإل ا ِإل ْدهَل ا َل ْد هِإل ْدفَلةًاقَل نُت ْد ا َلجَللْد َلمُت ا َل ضِإل ٌما ِإل ا ْد َلرْد ا ِإل ِإل اجَل عِإل هَلئِإلكَلةِإل هْدمَل انِإل بُّكَل ارَل َل ِإلرْداقَل لَل
هَلمُت ْد َلا هَل ُتا َل جَل ْد ا ِإل ِإل ا َلعْد اقَل لَل انَلكَل ُت
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “sesungguhnya Aku
hendak menjadikanseorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata : “mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?, Tuhan berfirman; “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah : 30)
e. Di samping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan
kamauan atau kehendak. Dengan akal kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh
kepada Allah, tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia tidak percaya, tidak
tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah behkan mengingkarinya (kafir). Karena itu
dalam surat al-Kahfi ayat 29 menyebutkan :
ا حَلغِإل ْدثُت ْد ا ُتغَل اثُت ْد ابِإلمَل ءِإل ا َل ْد اقُتهَل ا َل ِإل ْد اسُترَل دِإل ا َل ًر ا َل َل طَلابِإلهِإل ْد هِإلمِإل ْد َل حَلذْد َل انِإلظَّن ا ِإل َّن ا َلعْد فُترْد ا َلهْد َلكْد اشَل ءَل ا َل َل ْد ا َلهْد ُتؤْد ِإل ْد اشَلأءَل ا َلمَل ْد ب ِإلكُت ْد ارَل ا ِإل ْد قُّ ا نْدحَل قُتمِإل َل
جَلفَل َل اا رْد ا ُت سَل ءَلتْد ا َل ا نشَّنرَل بُت هَلابِإلئْد َل جُت ْد ىا نْد ُت ا َلشْد ِإل مِإل هْد كَل نْدمُت
Artinya : “Dan katakanlah: “kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barabgsiapa
yang ingin (beriman) hendaknya ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir”. (QS.al-Kahfi : 29)

f. Berakhlak. Berakhlak merupakan utama dibandinggkan dengan makhluk lainnya. Artinya,
manusia adalah makhluk yang diberi Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan
yang buruk.
F. Fungsi dan Peranan Manusia dalam Islam
Dalam al-Qur‟an, manusia berulang kali diangkat derajatnya karena aktualisasi
jiwanya secara positif. Al-Qur‟an mengatakan bahwa manusia itu pada prinsipnya condong
kepada kebenaran sebagai fitrah dasar manusia. Allah menciptakan manusia dengan potensi
kecenderungan, yaitu cenderung kepada kebenaran, kebaikan, keindahan, kemuliaan, dan
cenderung kepada kesucian. (Hanna Djumhana Bastaman,2011). Hal ini sesuai dengan
Firman Allah Swt :
ا ا ن َّن َل ثَلرَل ا َلكْد نَلكِإل َّن ا نْد َل ِإل ُتا َل ا نذ ِإل ْد ُت ِإلارَلنِإلكَل اَّللاَّن هْدقِإل انِإلخَل هَل ْدهَل ا َلجَل ْدذِإل ْدمَل اعَل ا ن َّن َل ِإلا نَّنحِإل ا َلطَلرَل اَّللاَّن تَل رَل فَل ا ِإلطْد ا َل ِإل ْد هذ ِإل ْد ِإل انِإل هَلكَل جْد ا َل َلقِإل ْد َلأ
ا هَلمُت ْد َل َل َل ْد
Artinnya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), tetaplah atasa
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui”.
(QS. Ar-Ruum : 30).
Manusia juga diciptakan sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur padanya, yaitu
unsur perasaan, unsur akal, dan unsur jasmani. Ketiga unsur ini berjalan seimbang dan saling
terkait antara satu unsur dengan unsur yang lain. William Stren, mengatakan bahwa manusia
adalah Unitas yaitu jiwa dan raga merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan dalam
bentuk dan perbuatan, jika jiwa terpisah dengan raga, maka sebutan manusia tidak dapat
dipakai dalam arti manusia hidup. Jika manusia berbuat, bukan hanya raganya saja yang
berbuat atau jiwanya saja melainkan keduanya sekaligus. Secara lahiriyah memang raganya
yang berbuat yang tampak melakukan perbuatan, tetapi perbuatan raga ini didorong dan
dikendalikan oleh jiwa.
Jadi unsur yang terdapat dalam diri manusia yaitu rasa, akal dan badan harus
seimbang, apabila tidak maka manusia akan berjalan pincang. Sebagai contoh : apabila
manusia yang hanya menitik beratkan pada memenuhi perasannya saja, maka ia akan
terjerumus dan tenggelam dalam kehidupan spiritual saja, fungsi akal dan kepentingan
jasmani menjadi tidak penting. Apabila manusia menitikberatkan pada fungsi akal saja, maka
akan terjerumus dan tenggelam dalam kehidupan yang rasionalistis, yaitu hanya hal-hal yang
tidak dapat diterima oleh akal, merupakan hal yang tidak benar. Sedangkn pengalaman-
pengalaman kejiwaan irasional hanya dapat dinilai sebagai hasil lamunan semata-mata. Selain
perhatian yang terlalu dikonsentrasikan pada hal-hal atau kebutuhan jasmani atau badaniah,

cenderung kerah kehidupan yang materilistis dan positivistis. Maka Al-Qur‟an memberikan
petunjuk kepada manusia, yaitu mengajarkan agar adanya keseimbangan unsur-unsur tersebut,
yaitu unsur perasaan terpenuhi kebutuhannya, unsur akal juga terpenuhi kebutuhannya,
demikian juga unsur jasmani terpenuhi unsur kebutuhannya(Bastaman,2011).
BAB II
PENGERTIAN PSIKOLOGI ISLAM, OBYEK DAN RUANG LINGKUPNYA
A. Pengertian Psikologi Islam
1. Pengertian Secara Etimologi
Psikologi Islam menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari
duakata, yakni psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu.
Jadi psikologi secara bahasa dapat berarti ilmu jiwa. Sehubungan jiwa itu bersifat abstrak,
tidak bisa diamati secara empiris, maka yang dikaji adalah tingkah laku manusia yang
merupakan tampilan dari jiwa. Bahkan perkembangan definisi-definisi psikologi itu
sendiri masih berlanjut hingga saat ini, di antaranya menurut aliran behaviorisme, bahwa
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau menyelidiki tentangtingkah
laku manusia atau binatang yang tampak secara lahir.
Sedangkan pengertian Islam secara bahasa, menurut Muhammad Daud Ali (2011)
menyatakanbahwa Islam adalah kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan,
kepatuhan (kepada kehendak Allah) berasal dari kata salamaartinya patuh atau menerima;
berakar dari huruf sin lam mim (s-l-m). Kata dasarnya adalah salima yang berarti
sejahtera, tidak tercela, tidak bercatat. Dari kata ini terbentuk kata masdar salamat. Dari
akar kata itu juga terbentuk kata-kata salm, silm yang berarti kedamaian, kepatuhan,
penyerahan (diri). Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa arti yang dikandung
perkataan Islam adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri),
ketaatan dan kepatuhan. Dari perkataan salamat, salm tersebut timbul ungkapan
assalamu‟alikumyang telah membudaya dalam masyarakat Indonesia yang artinya
semoga Anda selamat, damai, sejahtera (mengandung doa dan harapan).
Dengan demikian maka dapat dirumuskan Islam adalah Agama yang dianut oleh
seseorang dengan mengucapkan kalimat syahadatain sebagai wujud telah tunduk, patuh
pada ajaran Allah dan Rasulullah SAW dengan tujuan menuntun kebahagian dan
keselamatan dunia dan akhirat.
2. Pengertian Secara Terminologi
Zakiah Daradjat dalam Mubarak (2002) menyampaikan beberapa makna
Psikologi Islam sebagai berikut: (1) Psikologi Islam adalah ilmu yang berbicara tentang
manusia, terutama kepribadian manusia yang bersifat filsafat, teori, metodologi dan

pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (Al-Qur an dan
Hadist), akal, indera dan intuisi. (2) Psikologi Islami merupakan konsep psikologi
modern yang telah mengalami filterisasi dan di dalamnya terdapat wawasan Islam. (3)
Psikologi Islami ialah perspektif Islam terhadap psikologi modern dengan membuang
konsep-konsep yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Islam. (4) Psikologi Islami
adalah ilmu tentang manusia yang kerangka konsepnya benar-benar dibangun dengan
semangat Islam dan berdasarkan sumber formal (Al-Qur an dan Hadist), yang dibangun
dengan memenuhi syarat-syarat ilmiah. (5) Psikologi Islam adalah corak psikologi
berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola
perilaku manusia sebagai ungkapan interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan
alam keruhanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas
keberagamaan.
Sementara itu, Mujib & Muzakir (2002) menawarkan definisi sebagai berikut:
Kajian islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar
secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Beberapa definisi yang diajukan di atas mengandung tiga unsur pokok yaitu; (1)
Bahwa psikologi merupakan salah satu dari kajian-kajian masalah-masalah keislaman. Ia
memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu yang lain, seperti Ekonomi Islam,
Politik Islam, Sosiologi Islam, dan lain-lain. Penempatan kata Islam berarti corak, cara
pandang, pola pikir, paradigma atau aliran. Artinya, psikologi yang dibangun bercorak
atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam islam,
sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi
kontemporer pada umumnya, yang terikat pada kerangka ontologi (hakikat jiwa),
epistimologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa)
dalam islam. (2) Bahwa psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku
kejiwaan manusia, tidak hanya mengkaji perilaku kejiwaan, Psikologi Islam juga
membicarakan apa hakikat jiwa sesungguhnya. (3) Bahwa Psikologi Islam bukanlah
ilmu yang netral etik (terlepas dari etika) melainkan sarat akan nilai etik. Karena tujuan
hakiki Psikologi Islam adalah merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk
kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagian hidup di dunia dan di
akhirat.
B. Obyek Kajian Psikologi Islam
Setiap disiplin ilmu haruslah memenuhi syarat-syarat keilmuan salah satu
diantaranya memiliki obyek kajian. Obyek kajian keilmuan psikologi Islam ada dua yakni
obyek materialnya adalah manusia dan obyek formalnya adalah perilaku manusia yang
berdasarkan tuntunan sumber ajaran Islam.
C. Sejarah Perkembangan Psikologi Islam

Untuk mendapatkan gambaran tentang sejarah perkembangan Psikologi Islam
maka perlu kita mengetahui juga sejarah psikologi konvensional.
1. Sejarah Perkembangan Psikologi Kontemporer
a. Periode Spekulatif. Pada Periode ini psikologi didefinisikan sebagai studi tentang
jiwa (psyche) yang membahas kesadaran den proses mental yang berkaitan
dengan jiwa. Tokoh : Plato ( SM), Aristoteles ( SM) Metode : Filsafat Pada
periode ini psikologi bernuansa filosofis, sebab penekanannya adalah pada konsep
jiwa. Ilmuan psikologi disini berperan untuk merumuskan hakikat jiwa yang
proses penggaliannya didasarkan pada pendekatan spekulatif. Periode Pemisahan
dari Filsafat. Pada periode ini psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan
tentang kehidupan mental seperti pikiran, perhatian, persepsi, intelegensi,
kemauan dan ingatan. Tokoh : William Wund ( ) Metode : Instrospeksi Pada
periode ini dicoba untuk memisahkan psikologi dari filsafat, dimana psikologi
memfokuskan kajiannya pada kehidupan mental, seperti pikiran, perhatian,
persepsi, intelegensi, kemauan dan ingatan. Namun pemisahan ini masih belum
sempurna, sehingga masih ada percampuran antara filsafat dengan psikologi.
b. Periode Empiris & Eksperimental. Pada periode ini psikologi didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan tentang perilaku organism, seperti perilaku kucing
terhadap tikus, perilaku manusia terhadap sesamanya dan sebagainya. Tokoh :
Jhon Watson, Sigmund Freud, Ivan Pavlov dan Metode: Eksperimen Definisi
yang dianut pada periode inilah yang bertahan hingga hari ini, dimana psikologi
sudah berupa suatu ilmu yang mandiri dan terpisah sama sekali dari filsafat.
Fokus kajian psikologipun beralih dari yang awalnya membahas hakikat jiwa dan
kehidupan mental menjadi gejala-gejala jiwa yang diketahui melalui mengkaji
perilaku saja.
2. Sejarah Perkembangan Psikologi Islam
a. Periode Klasik Psikologi Islam sebenarnya telah dimulai sejak Islam ada, sejak
jaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Namun pada perkembangannya
kajian mengenai jiwa (nafs) terpecah menjadi dua kelompok utama: (1) Kelompok
pertama, periode ini berlangsung dari zaman kenabian hingga Daulah Umayyah,
mereka adalah generasiulama awal yang membahas jiwa (nafs) semata-semata
bersumber dari Al-Qur an dan hadist. Selanjutnya kajian kelompok ini
berkembang menjadi Ilmu kalam dan tasawuf. Salah seorang tokoh yang terkenal
dari kelompok ini adalah Imam Ghazali. (2)Kelompok kedua muncul pada periode
kekuasan Daulah Abbasyyiah, mereka melakukan gerakan penterjemahan,

mengomentari, memperkaya filsafat Yunani. Selain Al- Qur an dan Hadits,
kelompok ini juga memanfaatkan filsafat yunani yang telah direvitalisasi sebagai
landasan mengkaji jiwa. Salah seorang tokoh yang mewakili mereka adalah
adalah Ibnu Rusyd. Selanjutnya kajian mereka berkembang menjadi filsafat
Islam. Jadi, dalam kurun waktu kurang lebih 7 (tujuh) abad, dalam dunia Islam,
jiwa dibahas dalam kajian yang bersifat sufistik dan filosofis. Setelah dunia Islam
meredup dan digantikan oleh dominannya budaya sekuler barat, kajian jiwa
secara Islamipun mengalami kemunduruan, sementara itu kajian psikologi
kontemporer berkembang pesat hingga sekarang.
b. Periode Modern Berawal sejak tahun 1950-an di Amerika muncul gerakan
Psikologi Islam. Gerakan ini muncul karena dorongan adanya tuntutan nyata
untuk mengatasi krisis yang dihadapi umat manusia. Gerakan ini terus berlanjut
dan psikologi Islam terus mendapatkan perhatian hingga pada tahun 1978
diadakan Symposium on Pshichology and Islam di Riyadh, Arab Saudi. Bahkan,
the International Institute of Islamic Thought (ITT), yang merupakan sebuah
lembaga kajian yang berpusat di Washington Amerika yang mengkhususkan diri
dalam Islamisasi ilmu, dalam konfrensinya di Pakistan pada tahun 1985 secara
khusus merekomendasikan untuk menggali gagasan-gagasan psikologi yang
terkandung dalam Al-Qur an sebagaimana yang diserukan Ismail razi al faruqi. Di
Indonesia, perhatian pada psikologi Islam juga dapat ditandai dengan terbitnya
jurnal Pemikiran Psikologi Islam KALAM di Universitas Gajah Mada,
Simposium Nasional Psikologi Islami di Universitas Muhammadiyah Surakarta
(1996). Diterbitkannya sejumlah buku yang bernuansa psikologi Islam serta
dilakukan dan dilaporkannya beberapa penelitian bertema psikologi Islam.
Dibukanya fakultas dan jurusan psikologi di lingkungan IAIN dan Perguruan
Tinggi Agama Islam Swasta.
D. Ruang Lingkup Psikologi Islam
Menurut Zakiah Daradjat, yang membedakan psikologi kontemporer dengan
Psikologi Islam adalah dalam rumusan konsep manusia dan dalam pendekatannya.
Psikologi kontemporer semata-mata menggunakan kemampuan intelektual untuk
menemukan dan mengungkapkan asas-asas kejiwaan, sementara psikologi Islam
mendekatinya dengan memfungsikan akal dan keimanan sekaligus. Lebih lanjut menurut
beliau, jika ruang lingkup psikologi kontemporer terbatas pada tiga dimensi, yaitu;
dimensi fisik-biologi, dimensi kejiwaan dan sosiokultural. Sementara itu Psikologi Islam
juga mencakup dimensi kerohanian, dimensi spiritual, suatu wilayah yang menjadi
pantangan dan tidak pernah disentuh oleh psikologi kontemporer karena perbedaan

landasan. Disinilah psikologi Islam akan bertemu dengan tasawuf nantinya.(Jurnal Raden
Fatah,)
E. Latar Belakang Lahirnya Psikologi Islam
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi munculnya Psikologi Islam, diantaranya sebagai
berikut:
1. Psikologi kontemporer dalam perkembangannya dianggap mengalami distorsi yang
fundamental, psikologi yang seharusnya membicarakan konsep jiwa, namun ternyata
tidak mau tahu dengan hakikat jiwa. Serta keberatan akan praktek melandaskan kajian
perilaku manusia pada hasil penelitian terhadap perilaku hewan, sehingga seolah-olah
psikologi mempelajari yang tidak berjiwa (Mudjib & Muzakir, 2002).
2. Ketidak puasan akan teori-teori psikologi kontemporer (Hartati dkk, 2004) dan
kesadaran ilmuan psikologis muslim bahwa ketika mereka mengkaji psikologi, mereka
merasa sebagai seorang muslim yang berprofesi sebagai ilmuan psikologi, bukan
seorang ilmuan psikologi yang kebetulan beragama Islam. Sehingga pandangan
psikologipun akhirnya dipandang dengan kritis terutama yang berhubungan dengan
pandangan aliran behaviourisme dan psikoanalisa karena hakikat kedua aliaran ini
dianggap merendahkan derajat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi (Zakiah
Daradjat dalam Mubarok, 2002) dan aliran humanisme justru dianggap terlalu
memandang manusia terlalu sempurna sehingga seolah-olah bisa bermain-main
sebagai Tuhan (play a god), sebagai penentu tunggal akan kehidupannya.
3. Latar belakang kebudayaan dan karakteristik masyarakat dianggap penting untuk
dipertimbangkan. Teori yang dikembangkan di suatu daerah dengan budaya serta
karakteristik masyarakat tertentu kadangkala tidak sesuai untuk diaplikasikan di
daerah lain dengan karakteristik masyarakat dan budaya yang berbeda (cultural
effect/bias). Psikologi kontemporer yang umumnya dibangun oleh ilmuan psikologi
Amerika dan Eropa Barat dianggap kurang sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia yang berlandaskan kebudayaan timur dan sebagian besar juga muslim.
Alasan inijugalah yang menyebabkan Rusia menolak menggunakan ilmu psikologi
kontemporer dan lebih memilih untuk mengembangkan ilmu psikologi sendiri dengan
penelitian-penelitian mereka sendiri sebagaimana yang telah dirintis oleh Ivan Pavlov
di masa lalu. Karena alasan-alasan diatas akhirnya banyaklah ilmuan psikologi muslim
yang tergerak untuk mengembangkan psikologi alternatif sebagai aliran baru dalam

dunia psikologi, yaitu psikologi Islam. Mereka meyakini bahwa islam telah
memberikan pedoman yang lengkap dan sempurna bagi manusia, termasuk untuk
urusan psikologis.
BAB III
PSIKOLOGI BARAT DAN PSIKOLOOGI ISLAM
A. Persamaan Psikologi Barat dengan Psikologi Islam
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara psikologi barat dengan
psikologi Islam, maka Agus Hermawan (2011) berdasar pada tiga faktor yaitu; segi objek
kajiannya, cara mencari pengetahuan dan arah perkembangan jiwa manusianya
1. Objek Kajian
Sebuah disiplin ilmu pastilah memiliki objek kajian, jika penulis kaji secara
seksama bahwa objek kajian baik psikologi barat maupun psikologi Islam sama-sama
mempunyai objek material berupa manusia dan juga mempunyai objek formalnya yakni
tingkah laku manusia.
2. Cara Mencari Pengetahuan
Para Psikolog dan ilmuan Barat dalam mencoba menguak rahasia jiwa di balik
perilaku manusia selalu menggunakan cara dan pendekatan ilmiah, begitu juga para
psikolog muslim mereka juga menggunakan cara dan pendekatan yang hampir sama
meski ada juga perbedaan.
Adapun persamaannya adalah penggunaan beberapa metode seperti metode
eksperimental dan juga metode non eksperimental seperti metode observasi, interview,
klinis, test, anket, dan lainnya.
3. Arah Perkembangan Jiwa
Para psikolog Barat lebih concernmengkaji gejala-gejala jiwa (perilaku) sebagai
tampilan jiwa seseorang daripada esensi jiwanya. Mereka berpendapat bahwa gejala
jiwa seseorang itu bisa diubah dengan pengkondisian atau stimulus tertentu.

B. Perbedaan Psikologi Barat dengan Psikologi Islam
1. Objek Kajian
Sebagaimana penulis singgung di atas, meskipun memiliki objek material yang
sama yakni manusia, namun para psikolog barat dalam melakukan kajian dan
eksperimennya juga banyak sekali menggunakan objek selain manusia tetapi juga
hewan seperti Tikus oleh Watson, Anjing dan juga simpanse oleh Pavlof. Objek-objek
material selain manusia tersebut diteliti, dianalisa dalam berbagai eksperimen yang pada
akhirnya nanti hasil dari penelitian itu diterapkan juga pada manusia. Tentu saja hal ini
bagi penulis adalah naif dan hal yang tidak manusiawi, karena seperti yang kita
maklumi bersama bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan
berperadaban tinggi yang dikaruniai Allah dengan beberapa potensi dan kecenderungan
yang jarang atau bahkan tidak dipunyai oleh makhluk lain.
Di samping itu, sejauh ini para psikolog barat pada umumnya hanya mengakui
semata-mata tiga dimensi, yaitu: Raga (organo-Biologi), Jiwa (Psikoedukasi) dan
lingkungan sosial budaya (Sosio-kultural) sebagai penentu utama pola perilaku dan
kepribadian manusia. Dalam hal ini unsur raga semata-mata bukan merupakan bidang
kajian psikologi, melainkan termasuk biologi dan kedokteran. Demikian pula unsur
lingkungan sosial budaya an sich tidak termasuk lahan garapan psikologi, tetapi bidang
cakupan sosiologi dan antropologi. Tetapi menurut penulis sejauh kedua unsur ini
terkait dengan pengalaman kejiwaan manusia, maka sudah tentu psikologi dapat
dilibatkan.
Psikologi Islami mengakui adanya hembusan Ruh-Ku ke dalam diri manusia
sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur‟an Surah al-Hijr ayat 29 dan juga Surah al-
A‟raaf ayat 172. Mengenai Ruh yang ditiupkan ini para ulama sepakat bahwa Ruh ini
bukan sejenis ruh tetumbuhan (an-nafs al nabatiyyah) atau ruh hewan (al-nafs al-
hayawaniyyah), dan juga bukan hasrat-hasrat rendah (ahwa), melainkan sejenis ruh
yang teramat halus dan luhur yang dikaruniakan Allah kepada Manusia untuk
berhubungan secara ruhani. Dengan demikian, dalam pandangan Psikologi Islami ada
empat dimensi yang terpadu pada diri manusia selama manusia itu hidup,yaitu;
a. Dimensi Ragawi (Fisik-biologi)
b. Dimensi Kejiwaan (Psikologi)
c. Dimensi Lingkungan (Sosiokultural)
d. Dimensi Ruhani (Spiritual)

Selanjutnya, menurut Islam manusia dipandang sebagai makhluk psikis. Dari
sudut pandang ini, pemahaman berdasarkan aspek psikis ini sama sekali berbeda dengan
pandangan ilmuwan Barat. Umumnya, pemahaman Barat tentang aspek psikis manusia
terbatas pada unsur-unsur kejiwaan yang terdiri atas unsur kognisi, ruh, dan akal yang
merupakan potensi manusia untuk dapat dikembangkan. Tetapi yang jelas unsur-unsur
psikis manusia ini menurut konsep Islam senantiasa dihubungkan dengan nilai-nilai
agama. Pemahaman tentang konsep manusia inilah yang pada akhirnya menjadikan
pendekatan Islam berbeda dengan pendekatan di Barat. Pendekatan Psikologi Barat ini
bagaimanapun belum dapat menggambarkan konsep manusia secara utuh dan lengkap,
berbeda dengan Islam yang menggambarkan manusia secara utuh dan integral antara
aspek jiwa, raga, sosio kultural dan spiritual.
2. Cara Mencari Pengetahuan
Jika dalam mencari pengetahuan tentang perilaku kejiwaan manusia, para
Psikolog Barat berorientasi pada ilmu-ilmu sekuler, aksioma, teori-teori yang digali jauh
dari unsur transendental yang secret, lain halnya dengan para Psikolog Muslim yang
lebih berorientasi pada al-Qur‟an dan Hadits yang kental dengan unsur secret dan
hubungan transendentalnya meskipun juga mempergunakan metode-metode yang sama.
Selain itu dalam Islam, cara mencari pengetahuan juga bisa melalui ilmu hikmah
(laduni) yakni dengan melakukan riyadhah, tazkiyatun nafs, sehingga tersingkap
rahasia-rahasia illahi yang tidak bisa diketahui oleh orang pada umumnya.
3. Arah Perkembangan Jiwa
Untuk menggambarkan perbedaan arah perkembangan jiwa manusia menurut
beberapa aliran psikolog Barat dan Islam menurut Agus Hermawan (2011) adalah
berikut ini.
Tabel I. Perbedaan Arah Perkembangan Jiwa Psikologi Barat dengan Psikologi Islam
No Aliran Unsur Jiwa Perilaku Arah
Perkembangan Strategi
1. Freudianism
(Psikoanalisis)
Id:Dorongan
dasar, instinct,
Eros:
Libido;Thanatos:
Destruktif,
Agresif
Ego:Mediator
Super
wujud dari
dorongan tak
sadar
-Mencapai kepuasan
-Seimbang antara Id
& Superego
(memperkecil
konflik)
-Pend.Kasih
sayang
-Egosentries-
individualistik

ego:Nurani:Berisi
nilai-nilai dari
luar
2. Behaviorism Refleks:
Hubungan antara
response ® dan
Stimulus (S):R-S
Hasil dari
hubungan R-
S:bentukan
dari luar
Membentuk
response (perilaku)
sesuai dengan
kehendak
lingkungan
(fleksibel)
-pembiasaan
-pengalaman
-pelatihan
3 Cognitive
Psychology
Yang utama
adalah
Mind:Berpikir:
Memproses
informasi
Produk dari
strategi
pengolahan
informasi
Berkembangnya
kemampuan kognisi
(proses mental)
meliputi proses dasar
dan lanjutan
-Pengaktifan
setiap komponen
kognisi
4 Humanism -TujuhNeeds:
Biologis,rasa
aman,kasih
sayang,pengharga
an,aktualisasi,me
mahami,estetika,
Kemampuan
mengontrol diri &
perilaku(free-
will)
Produk dari
aktua
lisasi dan
kontrol diri
-Terpenuhinya tujuh
needs
-Tercapainya
aktualisasi diri
-Pemberian
kesempatan
-Pendekatan
afeksi
-Pengembangan
emosional intele
gensi
5 Islamic
Perspektive
-Ruh
Ilahiyah:Abdiyah-
Khalifah
-Aqal: Intelektual
kreatifitas-hikmah
-Jasad:Syahawat:
Desires(keingi-
nan)
Ekspresi dari:
-Nafs
Amarah
-Nafs
Lawamah
-Nafs
Muthma
Innah
-Membentuk rasa
tanggung jawab
sebagai:
-Abdun-Iman
-Khalifah-Amanah
-Menjadi Ulul Albab
Pengembangan
manusia (integrasi
ruh,aqal,jasad)yan
g berlandaskan:
-Allah
(God)Oriented
-Social
Oriented

BAB IV
METODE DAN PENDEKATAN PSIKOLOGI ISLAM
A. Macam-Macam Metode Psikologi Islam
Metode berasal dari Bahasa Yunani yakni kata metodhos. Metodhos itu sendiri
terdiri dari kata meta (menuju, melalui, mengikuti) dan kata benda hodos (jalan, cara,
arah). Jadi kata metodhos berarti penelitian, metode ilmiah, uraian ilmiah., yaitu cara
bertindak menurut sistem aturan tertentu.
Sebagai sebuah disiplin keilmuan, Psikologi juga memiliki metode untuk
mendapatkan fakta, kesimpulan, dugaan, hipotesis, teori, dan dalil-dalil baru untuk
memajukan, mengembangkan, atau mengadakan pengujian dan pembuktian (Alex Sobur,
2003).
Metode ilmiah dalam psikologi adalah suatu cara yang sistematis untuk memiliki
dan mengkaji suatu fenomena secara mendalam sehingga dapat menghasilkan sesuatu
yang akurat.
Metode merupakan usaha untuk melaksanakan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan
untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Strategi menunjuk pada sebuah
perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat
digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan demikian suatu stretegi dapat dijelaskan
dengan berbagai metode.
Adapun yang dimaksud metode psikologi Islam adalah seperangkat cara yang
digunakan untuk memahami tingkah laku manusia menurut al-Qur‟an dan Sunnah Nabi
sebagai sumber ajaran agama Islam.

Dalam psikologi Islam ada beberapa macam metode yang dipergunakan baik
dalam perumusan, penyusunan dan penerapan psikologi Islam, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Metode Perumusan Psikologi Islam
Psikologi Islam dalam perkembangannyasecara umum dirumuskan dengan
menggunakan metode-metode di bawah ini:
a. Metode Keyakinan
Dalam metode keyakinan ini Allah SWT ditempatkan sebagai pencipta dan
pengatur kehidupan di alam semesta ini agar selaras, serasi dan seimbang. Untuk itu
Allah SWT mengatur kehidupan alam semesta dengan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, agar manusia berada pada koridor hukumnya, maka diturunkanlah
kitab Suci al-Qur‟an yang harus diyakini kebenarannya sebagai petunjuk kehidupan
agar manusia mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akherat
nanti.
Dalam metode keyakinan ini, seseorangtanpa ragu harus menempatkan wahyu
illahi (al-Qur‟an dan Sunnah Nabi) sebagai sumber kebenaran dan sumber
pengetahuan berangkat dari keyakinan bahwa Allah SWT adalah Sang pencipta
kehidupan. Sebagai pencipta, Allah SWT maha mengetahui akan seluk beluk diri
makhluk ciptaanNya.
Adapun salah satu ciri utama ilmu pengetahuan Islam adalah ditempatkannya
wahyu illahi di atas rasio (akal). Untuk itu diperlukan kesadaran dan semangat
konsensus bersama oleh para psikolog muslim untuk mau menjadikan wahyu illahi
sebagai rujukan utama untuk mendapatkan kebenaran ilmiah psikologi di atas akal
pikiran manusia.(Jumhana dan Nashori,2002)
b. Metode Rasionalisasi
Menurut penulis, Kedudukan rasio (akal) dalam Islam adalah nomor kedua
setelah wahyu illahi. Karenanya rasio (akal) berperan dan berfungsi untuk menangkap
dan menerjemahkan pesan serta merespon wahyu illahi sesuai asbabun nuzul dan
asbabul wurudil hadits.

Disinilah letak perbedaan sains barat dengan Islam. Dimana mereka
menempatkan dan meninggikan peran rasionalitas di atas segala-galanya, sedangkan
Islam menggunakan rasio dengan menyadari keterbatasannya.
c. Metode Otoritas
Dalam metode otoritas ini, seseorang menyandarkan kepercayaan kepada para
ahli, pakar dan profesional dalam suatu bidang tertentu. Semakin ahli dan
professional maka semakin memiliki otoritas.
Sebagai gambaran metode otoritas ini, adalah para mufassirin atau ahli hadits
yang mengetahui seluk beluk, hal ihwal tentang turunnya ayat dan hadits selain Nabi
SAW dan para Sahabat Nabi SAW itu sendiri.
Dalam upaya merumuskan psikologi Islam, sumber otoritas yang dapat dijadikan
rujukan adalah Nabi dan para orang-orang alim (ulama). Orang-orang yang memiliki
ilmu pengetahuan dan sekaligus mengalami peristiwa-peristiwa penting dalam
hidupnya dapat dijadikan sumber pengetahuan untuk mengetahui realitas yang tidak
tampak oleh mata.
Metode otoritas juga bisa dilakukan dengan cara menjadikan pengetahuan dan
pengalaman dari orang-orang yang ahli atau apakar dalam masalah tertentu, serta
dilakukan dengan meminta seseorang kepada yang ahli atau pakar dalam hal tertentu
untuk menceritakan salah satu aspek kepribadiannya yang menonjol. Keterangan yang
diberikannya dapat dipercaya karena ia telah dikenali oleh kebanyakan orang sebagai
pribadi yang memiliki karakteristik tertentu yang sedang diungkap.
2. Metode Pembangun Psikologi Islam
Dalam rangka membangun psikologi Islam, maka ada beberapa alternatif metode
yang menurut Mujib dan Mudzakir (2002) bisa digunakan, yaitu:
a. Metode Pragmatis.
Metode pragmatis adalah metode pengkajian dan pengembangan psikologi Islam
yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Artinya bangunan
psikologi Islam dapat diadaptasi dan ditransformasi dari kerangka teori-teori psikologi
konvensional yang telah mapan. Seperti teori Psikoanalisanya Sigmund Freud (id, ego
dan Super Ego) bisa dikonvergensikan dengan teorinya Agus Hermawan tentang
fluktuasi iman. Dimana fungsi akal (ego) mengalahkan nafsu (id) sehingg manusia

tetap pada koridor hukum, pranata yang baik dan benar sesuai hati nurani. Disinilah
posisi hati (iman) dalam keadaan bertambah kuat, dikarenakan dirinya dalam keadaan
sadar (conscious), ingat akan siapa dirinya, dari mana ia berasal(min aina), untuk apa
di dunia (limaa dza) dan mau kemana ia nantinya (ilaa aina). Fluktuasi iman (hati)
yang kadang baik dan kadang buruk ini sebagai konskwensi peperangan akal dan hawa
nafsu sebagai representasi kekuatan fujur dan taqwa yang diilhamkan pada diri
manusia sebagai manifestasi penciptaan manusia yang berasal dari tanah (fujur) dan
ruh ilahiah (taqwa). Contoh lainnya adalah jika dalam psikologi konvensional kita
kenal metode introspeksi maka di Islampun kita mengenal metode Muhasabah
(Hermawan, 2016)
b. Metode idealistik
Metode idealistik yaitu metode yang lebih mengutamakan penggalian psikologi Islam
dari ajaran Islam sendiri. Agus hermawan (2016) menyebutkan bahwa perilaku
manusia itu tergantung kondisi hatinya. Agar kondisi hati manusia tetap sehat dan suci
maka ibarat tanaman perlu dipupuk, dirawat, dikasih suplemen vitamin dan dijauhkan
dari hama penyakit (maksiat dan dosa). Adapun beberapa caranya antara lain:
1) Mempelajari ilmu akhlak yang baik dan buruk
2) Mempraktekkannya dengan berdzikir, mujahadah, muhasabah, tazkiyatun nafs
dan melakukan riaydhah dana atau ikut thareqah, majelis dzikir, majelis shalawat
dan lainnya.
3) Mempraktekkan langkah-langkah takhalli, tahalli dan tajalli
4) Berlaku istiqamah dalam beribadah
5) Membaca al-Qur‟an beserta terjemahannya
6) Shalat malam dan membiasakan puasa senin dan kamis
7) Berteman dengan orang baik, dan tinggal di lingkungan yang kondusif.
3. Metode Penelitian Psikologi Islam
a. Metode Psikologi Islam

Dalam Islam sendiri ada beberapa metode yang sudah dan sering digunakan untuk
mengatasi permasalahan kejiwaan seseorang, diantaranya:
1) Metode Muhasabah
Metode muhasabah ini merupakan metode dalam Islam dengan cara
bertafakkur (merenung) dan menganalisa secara mendalam untuk mencari
hikmah, dan pelajaran serta esensi dari sesuatu. Diawali dengan berdzikir,
mensucikan diri dari hadats dan najis serta menghitung tentang amal perilaku
diri sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan sahabat Umar RA. Yang
berbunyi “Hisablah dirimu sebelum dihisab”.Metode muhasabah ini hamper
mirip dengan metode introspeksi dalam psikologi konvensional.
2) Metode Tazkiyatun Nafs
Metode tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) ini adalah dengan melakukan
tahapan takhalli (pengosongan jiwa dari akhlak jelek), tahalli (pengisian dan
menghiasi diri dengan akhlak terpuji) kemudian tajalli (terbiasanya suci
dalam pikiran, perkataan dan perbuatan). Dengan kata lain bagaimana
seseorang itu bisa mengontrol diri dan mengarahkan nafsu amarahnya
menjadi nafsu lawwamah untuk mencapai nafsu muthmainnah. Caranya
dengan banyak berdzikir, menjaga wudhu, memahami dan mengamalkan isia
kandungan al-Qur‟an, berteman dan beramal shalih serta bermujahadah selalu
ntuk menjadi orang yang lebih baik dengan mengistiqomahkan dalam
beribadah.
3) Metode Ruqyah
Metode ruqyah ini sudah banyak dikenal dan dipraktekkan sebagian besar
masyarakat Islam. Ruqyah secara terminologi merupakan sebuah perlindunga
yang digunakan untuk melindungi orang yang terkena penyakit, seperti
kesurupan dan penyakit lainnya. Sedangkan makna ruqyah secara etimologi
syariat adalah doa dan bacaan-bacaan yang mengandung permintaan tolong
dan perlindungan kepada Allah Swt untuk mencegah atau mengobati bala dan
penyakit.
Manfaat ruqyah adalah untuk memberikan kebaikan untuk orang lain, sebagai
bentuk keimanan, jika dilakukan tanpa kesyirikan, mengusir gangguan setan,
membentengi diri, obat ampuh untuk berlindung dari kejahatan, menjaga diri

dari segala sesuatu, menyembuhkan penyakit, meningkatkan kesehatan tubuh,
mengurangi stress, mengendalikan emosi, membuat tenang, mengamalkan
Sunnah, bentuk dzikir kepada Allah Swt, mendekatkan diri dan mendapatkan
kekuatan dari Allah Swt.
4) Metode Psikoterapi Islam
Psikoterapi adalah pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode
psikologis dan islami dengan tujuan membantu individu dalam mengatasi
gangguan emosionalnya. Caranya adalah dengan memodifikasi perilaku,
pikiran dan emosi seseorang sehingga individu tersebut mampu
mengembangkan diri mengatasi masalah psikisnya.
Psikoterapi selain digunakan untuk penyembuhan penyakit mental, juga dapat
digunakan untuk membantu mempertahankan dan mengembangkan integritas
jiwa, agar ia tetap tumbuh secara sehat dan memiliki kemampuan penyesuaian
diri lebih efektif terhadap lingkungannya (Hermawan, 2011)
b. Metode Penelitian Pendukung Psikologi Islam
Selain beberapa metode Islami di atas, kita tetap masih memerlukan metode
penelitian yang sudah ada dan banyak dipergunakan dalam psikologi
konvensional diantaranya:
1) Metode Observasi
Observasi adalah cara mengadakan penelitian atau penyelidikan gejala-gejala
kejiwaan (psikis) dengan pengamatan dan pencatatan. Dalam kegiatan
observasi ini kita tidak hanya melihat, memandang saja, melainkan juga
mengamati secara teliti, selektif dan sistematis sehingga semua aspek yang
berperan penting dalam suatu tingkah laku seseorang dapat dicatat, dianalisis
dan dihubungkan secara tepat untuk disajikan suatu pertanyaan, penilaian,
kesimpulan dan dugaan atau hipotesis.
2) Metode Introspeksi, Ekstropeksi dan Retrospeksi
Metode introspeksi adalah suatu cara menyelidiki gejala atau peristiwa
kejiwaan yang terjadi di dalam dirinya sendiri. Dengan kata lain instrospeksi
juga bisa dimaknai sebagai sebuah tehnik mengamati kejadian psikologis ke

dalam diri sendiri pada saat berlangsungnya peristiwa atau kejadian tersebut.
Tehnik ini dalam islam kita kenal dengan muhasabah.
Ekstropeksi adalah metode untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan dengan
jalan mempelajari peristiwa-peristiwa jiwa orang lain dengan teliti dan
sistematis.
Retrospeksi berbeda dengan introspeksi dan ekstropeksi di atas, retrospeksi
bisa dimaknai melihat kembali peristiwa-peristiwa kejiwaan yang terjadi
dalam dirinya sendiri.
3) Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode yang digunakan untuk meneliti sikap dan
tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja
dibuat atau test dan biasanya dilakukan di laboratorium.
4) Metode Angket
Metode angket adalah penyelidikan fenomena-fenomena kejiwaan dengan
cara mengajukan sejumlah pertanyaan, baik lisan (interview) dan tulisan
(questionare)dan dari jawabannya itu dapat ditarik kesimpulan tentang kesan
kejiwaannya.
5) Metode Biografi/ Auto Biografi
Metode ini merupakan tulisan tentang riwayat hidup seseorang, baik yang
ditulis sendiri maupun ditulis oleh orang lain untuk diketahui keadaan, sikap
maupun sifat seseorang kemudian diklasifikasikan untuk ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum.
6) Metode Klinis
Metode klinis adalah bantuan kombinasi antara klinis-medis dengan metode
pendidikan untuk melakukan observasi terhadap pasien/ klien. Tujuannya
adalah untuk menentukan kualitas penyesuaian diri individu dengan
menyelaraskan hubungan antara jiwa dan agama serta lingkungan hidupnya,
baik yang terjadi secara umum, tertentu atau menyimpang.
7) Metode Test

Metode test adalah cara penyelidikan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan atau perintah yang telah dipilih dan disiapkan serta diusahakan
validitasnya dengan obyeknya. Test ini biasanya digunakan untuk
mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu.
B. Macam-macam Pendekatan Psikologi Islam
Ada beberapa macam pendekatan dalam psikologi Islam diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini berpendapat bahwa untuk mempelajari kejiwaan seseorang, kita harus
mengetahui struktur jiwa dengan menggunakan metode introspeksi.
2. Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini bertujuab untuk mempelajari bagaimana agama dapat berfungsi atau
berpengaruh terhadap tingkah laku hidup individual dalam kehidupannya. Norma-
norma yang sudah di atur dalam agama, akan menjadi suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan sehingga akan tercermin dari perilakunya.
3. Pendekatan Psikoanalisis
Pendekatan psikoanalisis adalah sebuah usaha melalui model perkembangan
kepribadian, filsafat tentang sifat manusia dan metode psikoterapi.
Berbeda dengan pembagian pendekatan di atas, metode pragmatis akan menghasilkan
6 pola pendekatan diantaranya: (1) pendekatan similarisasi (2) pendekatan paralelisasi (3)
pendekatan kontemplementasi (4) pendekatan komparasi (5) pendekatan induktifikasi ((6)
pendekatan verifikasi. Sedangkan metode idealistic meliputi tiga aspek pendekatan dalam
penngembangan psikologi Islam, diantaranya (1) pendekatan skriptualis meliputi prosedur
tematis, analisis, komparasi dan global (2) pendekatan falsafati dan (3) pendekatan sufistik.

BAB V
JIWA (NAFS) DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Pengertian Jiwa (Nafs)
Kata jiwa dalam Bahasa Arab sepadan dengan kata Nafs, sedangkan dalam bahasa
Yunani disebut Psyche serta dalam Bahasa Inggris disebut Soul. Kata nafs itu sendiri
dalam al-Qur‟an terulang sebanyak 295 kali yang tersebar dalam 63 surah. (Raharjo,
2002)
Kata nafs dalam al-Qur‟an memiliki beberapa makna, bisa diartikan sebagai
berikut: (1) Totalitas manusia sebagaimana tertera dalam al-Qur‟an surahal Maidah ayat
32 (2) Sisi dalam manusia sebagai penggerak tingkah laku seperti dalam surah ar Ra‟d
ayat 11 (3) Ruh seperti dalam surah az Zumar ayat 42 (Bakran,2018)
Begitu beragamnya makna jiwa dan penggunaannya dalam pembicaraan sehari-
hari menyebabkan terjadi kekaburan makna. Akibatnya sering timbul perbedaan pendapat
mengenai pengertian yang berbeda, sesuai minat, paradigm, dan aliran masing-masing.
Meskipun hal itu tidak menyebabkan surutnya keinginan untuk memahami jiwa dalam
konteks makna yang lebih mendekati.
Dalam perspektif al Qur‟an, nafs diciptakan Allah Swt dalam keadaan sempurna
yang berfungsi menampung, serta mendorong manusia berbuat taqwa (ketaatan,
kebaikan) dan fujur (keburukan). Karena itulah maka ditegaaskan dalam al-Qur‟an untuk
memberi perhatian lebih besar, sebagai mana diisyaratkan dalam al Qur‟an surah asy
Syams ayat 7-8.Berdasarkan ayat ini maka kata mengilhamkan berarti memberi potensi
agar manusia melalui nafsdapat menangkap makna baik dan buruk, serta dapat

mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan (Syihab, 1997). adalah ruh
setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan ruh dengan jasad melahirkan pengaruh yang
ditimbulkan oleh jasad terhadap ruh.
Menurut sebagian ahli tasawuf, nafs adalah ruh setelah bersatu dengan jasad.
Penyatuan ruh dengan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap
ruh (Hawwa, Said,1998).
Jiwa menurut Hamdani Bakran Adz-Dzakiey (2018) adalah ruh yang diturunkan
Allah Swt yang menzhahir ke dalam jasadiah manusia dalam rangka menghidupkan
jasadiah itu, menghidupkan kalbu, akal piker, inderwai dan menggerakkan seluruh unsur
dan organ-organ dari jasadiah tersebut agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya di
permukaan bumi ini.
Menurut Hamka sebagaimana dikutip Ema Yudiani (2013) menyebutkan bahwa,
jiwa merupakan jejak atau hasil interaksi antara aspek-aspek manusia, yaitu akal, hawa
nafsu dan kalbu. Konsep jiwa yang ditawarkan Hamka lebih menitikberatkan pada
perseteruan akal dengan hawa nafsu sebagai dua kekuatan utama dalam jiwa manusia,
sedangkan kondisi kalbu yang akan menjadi kondisi jiwa secara keseluruhan sepenuhnya
tergantung pada hasil perseteruan tersebut.
Jadi berdasarkan pengertian jiwa(nafs) menurut beberapa ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa jiwa adalah kesatuan psiko-fisik (jiwa dan raga) serta keseluruhan
aspek dan dimensi psikis manusia yang terdiri atas akal, nafsu, kalbu, ruh dan fitrah
manusia.
B. Konsep Penyusun Jiwa
Ada beberapa teori tentang aspek-aspek penyusun jiwa manusia.menurut Mujib
(2007) dan Hamka dalam Emi Yudiani (2013) penyusun jiwa terdiri atas akal, nafsu dan
hati. Sedangkan menurut Barmawi Umar meliputi akal, nafsu, kalbu dan ruh, sedangkan
menurut quraish Shihab mencakup fitrah, akal, kalbu, nafs, dan ruh.
Adapun keterangan mengenai beberapa aspek penyusun jiwa manusia di atas adalah
sebagai berikut:
1. Akal
Menurut Hamka dalam Yudiani (2013) akal adalah aspek jiwa manusia yang
berfungsi untuk mengikat hawa nafsu, sebagaimana tali pengikat ternak agar ternak

tidak terlepas kemana-mana. Menurut Mujib kedudukan akal terletak di otak yang
memiliki cahaya nurani, dipersiapkan memperoleh pengetahuan. Akal diartikan
sebagai energi yang mampu memperoleh, menyimpan dan mengeluarkan
pengetahuan.
2. Nafsu
Nafsu daya nafsani itu memiliki dua kekuatan, yaitu al Ghadhabiyah (suatu daya
yang berpotensi untuk menghindari dari segala yang membahayakan dan al Syahwat
(suatu daya yang berpotensi untuk mengindukdi diri dari segala yang
menyenangkan).
Prinsip kerja nafsu mengikuti prinsip kenikmatan dan berusaha mengumbar
hasrat-hasratnya sehingga disebut hawa nafsu (dorongan nafsu). Prinsip kerja nafsu
hamper sama dengan prinsip kerja jiwa binatang, baik binatang buas maupun
binatang jinak. Binatang buas memiliki dorongan agresi (menyerang), sedangkan
hewan jinak memiliki dorongan seksual. (Yudiani,2013)
Hawa nafsu yang dimaksud adalah hawa nafsu amarah yang digambarkan dalam
al Qur‟an sebagai kecenderungan manusia yang lebih rendah dari pada binatang. Dan
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku.
3. Qalb(Hati)
Qalb (kalbu) merupakan materi organik yang memiliki sistemkognisi yang
berdaya emosi. Al Ghazali membagi kalbu menjadi dua aspek yaitu kalbu jasmani
dan kalbu ruhani. Kalbu jasmani adalah jantung dan kalbu ruhani adalah sesuatu yang
bersifat halus, Rabbani, dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani. Bagian
ini merupakan esensi manusia. Al Ghazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting
yang disebut dengan cahaya ketuhanan dan mata batin yang memancarkan keimanan
dan keyakinan.
Abu Yazid (2007) mengartikan hati sebagai anatomi raga yang senantiasa
meremote setiap gerak-gerik manusia. Disetiap detik hati akan selalu berdetak
memberikan instruksi yang akan selalu diamine seluruh anggota badan. Sebagai
organ terpenting dalam tubuh manusia, maka hati dapat memerintahkan indera
manusia untuk melakukan tindakan baik maupun buruk.

Senada dengan Hamka bahwa kalbu adalah hasil perseteruan antara akal dan
nafsu. Maka penulis berpendapat bahwa sehubungan hati merupakan hasil
perseteruan antara akal dan nafsu, maka kondisi hati bisa berganti-ganti tergantung
hasil perseteruan tersebut tadi. Begitu juga iman seseorang yang terdapat dalam hati
tadi bisa mengalami fluktuasi iman yakni manakala menang akal maka hatinya baik,
bertambah kuat, mengajak pada kebaikan (taqwa), tetapi manakala nafsunya yang
menang maka kondisi hati menjadi jahat, mengajak pada keburukan (fujur).
4. Ruh
Selain akal, hati dan nafsu di atas barmawi Umar menambahkan aspek ruh dalam
struktur jiwa manusia. Ruh adalah nyawa atau sumber kehidupan. Setelah meninggal
badan kembali ke tanah, sedangkan ruh kembali ke Tuhan untuk memperoleh balasan
(Langgulung,1988).
Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi kehidupannya.
Sebagian ahli menyebut ruh sebagai badan halus (jism latif). Menurut al Ghazali
dalam Zidayat (1986) mengartikan ruh sebagai lathifah (sesuatu yang halus) yang
bersifat ruhani, bisa berpikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya.
5. Fitrah
Ibn „Asyur dalam Quraish Shihab (2004) menjelaskan bahwa fitrah yang
dimaksudkan Ibn „Asyur adalah fitrah dengan pengertian secara umum yang
berkaitan dengan natur-natur atau sifat-sifat alamiah atau bawaan manusia yang
berkaitan dengan materi fisik-biologisnya, pikiran dan psikologisnya atau bahkan
spiritualitasnya. Fitrah dalam makna ini menjadikan manusia tetap pada jati dirinya
sebagai manusia, yakni makhluk yang diciptakan dari dua unsur yakni tanah
(jasmani) dan ruh ilahiah (akal dan ruhani).
Agus Hermawan (2016) dalam bukunya Pengantar Akhlak Tasawuf 1
menjelaskan bahwa dalam diri manusia selain nafsu juga ada yang berupa panca indera,
akal dan hati. Panca indera (jasad) agar bertumbuh kembang dengan baik maka harus
diolahragakan dan dibersihkan dengan mandi, berwudhu. Akal agar dapat berkembang
optimal maka harus dibuat untuk olah pikir (berfilsafat, bertafakkur) untuk menemukan
kebenaran. Begitu juga dengan hati agar dapat bertumbuh kembang baik maka harus
diolahrasakan dengan bertasawwuf dan tazkiyatun nafs. Ketiga potensi ini harus secara
komprehensif dijaga dan dikelola dengan baik agar berdaya guna dan berhasil guna dalam

menjalani hidup dan kehidupan di jalan yang benar guna menggapai kebahagiaan dan
keselamatan hidup jauh dari profokasi syaetan dan ajakan nafsu yang menyesatkan.
Sehubungan dengan proses penciptaan manusia yang berasal dari dua unsur yakni
jasmani (tanah; potensi fujuur/ syaitan) dan unsur ruhani (ruh ilahiah; potensi taqwa/
malaikat) maka dalam setiap perjalanan hidup manusia kedua potensi iniakan selalu
Tarik-menarik seperti Tarik tambang. Ada saatnya menang malaikat dan kadang juga
menang syaitan. Di sinilah letak iman yang berada di hati diuji kestabilan dan kesolidan
iman seseorang, kadang bisa naik karena rajin ibadah dan bertaqwa tapi sering kali
terjerembab dalam kemaksiatan sehingga kondisi iman menipis. Untuk itulah kondisi
iman di hati yang sering bolak-balik mengalami fluktuasi harus dikelola, dimanaje sebaik
mungkin agar melahirkan maliah perbuatan baik lagi mulia. Rasulullah SAW dalam
sebuah haditsnya bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat
segumpal daging. Apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad, tetapi apabila ia rusak,
maka akan rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati (H.R. Bukhari Muslim)”.
C. Tingkatan-Tingakatan Jiwa
Jiwa menurut Adz-Dzakiey (2018) dalam bukunya Pengantar Psikologi Islam
memiliki tiga tingkatan atau golongan, yaitu:
Pertama, Jiwa Rabbani yaitu jiwa yang telah menerima pencerahan dan
kehidupan ketuhanan. Jiwa pada tingkatan ini dibagi menjadi empat golongan jiwa yaitu
(1) Jiwa Muthmainnah (2) jiwa Raadhiyah (3) jiwa Mardhiyyah dan (4) jiwa Kaamilah.
Tentang golongan jiwa ini bisa dilihat dalam Q.S. al Fajr ayat 27-30.
Kedua, Jiwa insani yaitu jiwa yang berada antara jiwa Rabbani dan jiwa hewani.
Ketika suatu waktu ia menghadap keruhaninya, lantas ia sadar dan timbul rasa
penyesalan, dan suatu waktu lain ia lebih condong kepada jasmaniah lalu ia melakukan
pengingkaran dan kedurhakaan. Golongan jiwa ini bisa dilihat dalam Q.S al Qiyaamah
ayat 2.
Ketiga, jiwa Hewani yaitu jiwa yang sejalan dengan watak manusia yang selalu
mengajak hati mereka kepada perbuatan syahwat dan kesenangan. Dalam Q.s Yusuf ayat
53 jiwa ini digambarkan.
Senada dengan Adz-Dzakiey di atas, Agus Hermawan (2016) dalam bukunya
Pengantar Akhlak Tasawuf 1 membagi jiwa (nafs) manusia itu menjadi 3 kriteria sebagai
berikut:

Pertama,Nafsu Amarahyaitu nafsu yang berkarakter jelek, selalu mengajak
kepada kehendak syahwat, bersikap hedonis dan melahirkan sifat-sifat tercela seperti sifat
sombong, rakus, merah, iri, dengki, dan kikir. Nafsu amarah ini menurut penulis sama
derajatnya dengan kondisi Qalbun mayyit (Q.S. Yusuf:53).
Kedua, nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang disinari cahaya hati, tunduk kepada
kekuatan akal tetapi terkadang melakukan maksiat, kemudian menyesal dan kembali
tunduk kepada Tuhannya. Contoh akhlak tercela dalam kategori nafsu lawwamah ini
adalah suka mengeluh, menipu ghibah, riya‟ dan berbohong. Derajat nafsu ini sama
dengan Qalbun maridh (Q.S. al Qiyamah:2)
Ketiga, Nafsu Muthmainnah, Radhiyah, Mardhiyah, Kaamilah yaitu nafsu yang
disinari cahaya hati yang kosong dari sifat tercela dan terhiasi dengan sifat terpuji. Nafsu
yang sudah tenang, biasanya orang-orang yang sudah ikut thareqah sehingga bersifat
terpuji seperti dermawan, syukur, ridha, dan takut kepada Allah Swt. Derajat nafsu ini
sama dengan Qalbun Saliim(Q.S. al Fajr: 27-30).
Dalam al Qur‟an surah al Baqarah ayat 1-14 telah menggambarkan akan adanya
tipologi jiwa keberagamaan seseorang diantaranya yaitu (1) jiwa orang beriman yang
selalu taat dan patuh akan perintah Allah swt, (2) jiwa orang kafir yang selalu inkar dan
mendurhakai allah Swt, dan (3) Jiwa orang munafiq yang selalu berpura-pura dan suka
menipu.
D. Fungsi Jiwa Bagi Manusia
Pada hakikatnya, jiwa menurut Adz- Dzakiey (2018) memiliki fungsi menggerakan
dan mendorong diri manusia untuk melahirkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mendorong dan menggerakkan otak manusia agar berpikir dan merenungkan apa-apa
yang telah Allah ilhamkan berupa kebaikan dan keburukan, sehingga akan dapat
menemukan hikmah-hikmah dan rahasia dari keduanya.
2. Mendorong dan menggerakkan qalbu (hati yang lembut) yang ada dalam dada agar
merasakan dua perasaan, yaitu perasaan ketuhanan dan perasaan kemakhlukan agar
menerima ilham dan penampakan isyarat-isyarat ketuhanan yang abstrak dan
tersembunyi.
3. Mendorong dan menggerakkan panca indera kepada objek-objek ayat-ayat Allah Swt.
yang membumi dan konkret, hak dan batil.

4. Mendorong dan menggerakkan seluruh organ-organ tubuh dalam kerja Sunnatullah,
seperti gerak jantung, kerja paru-paru, limpa, hati, ginjal dan lain-lainnya.
5. Mendorong dan menggerakkan diri agar melahirkan perbuatan-perbuatan, sikap-
sikap, tindakan-tindakan, gerak-gerik dan penampilan yang fitrah.
Kualitas dan kuantitas dorongan dan gerakan ditentukan menurut martabat, tingkatan
atau kelompok jiwa baik jiwa Rabbani, insani maupun hewani. Fungsi jiwa Rabbani
sangat sempurna, utuh dan lengkap serta seimbang, fungsi jiwa insani tidak utuh, lengkap
dan seimbang, apalagi fungsi jiwa hewani yang lebih banyak kepada perusakan dan
merugikan diri sendiri dan lingkungannya.
Agus Hermawan (2016) menambahkan bahwa fungsi jiwa sangat penting antara lain
diantaranya:
1. Sebagai alat untuk menemukan penghayatan ma‟rifah kepada Allah Swt, karena
dengan hati manusia bisa menghayati segala rahasia yang ada di alam ghaib.
2. Hati sebagai bagian aspek jiwa berfungsi untuk beramal hanya kepada Allah Swt,
sedangkan anggota badan lainnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh hati. Karena
itu hati ibarat raja dan anggota badannya lainnya merupakan pelayannya.
3. Hati pula yang taat kepada Allah, adapun gerak ibadah semua anggota badan adalah
pancaran hatinya.
E. Manajemen Jiwa agar tetap Baik dan Sehat
Agar kondisi jiwa manusia tetap sehat dan suci maka ibarat tanaman perlu
dipupuk, dirawat, dikasih suplemen vitamin serta dijauhkan dari hama penyakit (maksiat
dan dosa) serta segala hal yang bisa menyebabkan jiwa tidak sehat.
Adapun yang dimaksud jiwa yang sehat menurut penulis adalah bersih dan
sucinya pikiran, perkataan dan perbuatan dari segala macam pengaruh, hawa, hembusan
dan energi negatif dan tunduk pada aturan yang telah digariskan Allah Swt dan
Rasulullah SAW.
Adapun beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjaga jiwa agar tetap baik
dan sehat menurut Agus Hermawan (2016) adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari ilmu akhlak yang baik dan buruk

2. Mempraktekkannya dengan berdzikir, mujahadah dan muhasabah, tazkiyatun nafs dan
melakukan riyadhah dan atau ikut thareqah, majlis dzikir, majlis shalawat dan lainnya
3. Mempraktekkan usaha takhalli, tahalli dan tajalli
4. Berlaku istiqamah dalam beribadah
5. Membaca al Qur‟an beserta terjemahannya, hadits, buku agama serta kisah orang shalih
6. Shalat malam dan membiasakan puasa senin dan kamis
7. Mencari jodoh, teman pergaulan dan lingkungan yang baik dan kondusif.
Dengan melakukan usaha minimal di atas, maka potensi dan kecenderungan negates
dapat diminimalisir. Begitu sebaliknya, potensi Taqwa dapat meningkat sehingga iman
yang ada di hati yang semakin kuat dan sholid.
Ada beberapa penyakit hati yang kadang terus menghinggapi dan menggugurkan
amaliah ibadah seseorang muslim. Menurut imam al Ghazali bahwa penyakit hati
bermuara pada hasad (iri), riya‟ dan ujub (takabur). Ketiga penyakit ini merupakan induk
dari semua penyakit hati lainnya.
Adapun terapi atau pengobatannya menurut Ibnu Qayyim al Jauziyah dalam Agus
Hermawan (2016) dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Memaksakan dirinya selalu mendekatkan diri kepada Allah dimanapun berada
2. Tidak bosan berdzikir
3. Menyesal jika lepas dari berdzikir
4. Rindu beribadah
5. Khusu‟ dalam shalat
6. Selalu introspeksi dan memperbaiki diri.
Begitu juga dengan as Sayyid Ibrahim al Khawwas dalam Abu Yazid (2007)
menawarkan lima resep obat penenang hati, seperti yang kerap kali kita dengar dari
lantunan pujian menjelang shalat di masjid atau mushalla, yaitu:
1. Membaca al Qur‟an sambal merenungkan maknanya

2. Mengosongkan perut (berpuasa)
3. Beribadajh di tengah malam (Qiyamul lail)
4. Berdzikir pada waktu sahur, dan
5. Berkawan dengan orang shaleh.
Adapun metode yang digunakan untuk penyucian dan penyehatan jiwa menurut Adz-
Dzakiey (2018) ada lima metode, yakni sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas spiritual dengan memperbanyak ibadah seperti puasa.
2. Meningkatkan kualitas mental dengan membiasakan berfikir dan bersikap serta
berperilaku yang positif
3. Meningkatkan kualitas bersosial dengan bersimpati dan berimpati pada orang lain
4. Meningkatkan wawasan tentang orang-orang yang berjiwa besar dan sehat secara
holistik.
5. Meminta bimbingan ahlinya agar cepat dan tepat untuk meraih penyucian jiwa.
Apabila kelima hal di atas telah senantiasa dapat dilaksanakan secara konsisten, insya
Allah jiwa tetap senantiasa dalam limpahan Nur-Nya, baik dalam kondisi lapang maupun
kondisi sempit. Sehingga ia akan selalu dapat menghalau dorongan hawa syahwat,
kesenangan dan kemabukan terhadap harta benda, dunia, kedudukan dan kehormatan dunia
(Adz dzakiey, 2018).

DAFTAR PUSTAKA
Agus Hermawan. Dkk (2020). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit TrussMedia Grafika.
Agus Hermawan (2019). Pengantar Psikologi Dakwah. Kudus: Yayasan Hj. Kartini
Agus Hermawan, Nur Azizah (2011). Pengantar Psikologi Pendidikan Islam. Kudus: Penerbit
AN-NUR
Agus Hermawan (2016). Pengantar Akhlak Tasawuf. Kudus: yayasan Hj. Kartini
Abdul Mujib (2006). Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam. Jakarta: Rajagrafindo
Persada
Abdul Mujib (2011). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Abdul Azis Ahyadi (1987). Psikologi Agama: Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Aisyah. Roeslani (2015). Psikologi Islam. Bandung: Pustaka Setia
Baharuddin (2004). Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daulay. Nurussakinah (2014) Pengantar Psikologi dan Pandangan al-Qur‟an. Jakarta: Prenada
Media Grup.
Departemen Agama RI (2007) Al-Qur‟an dan Terjemahannya
Fuad nashori (2002). Agenda Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hamdani Bakran adz-Dzakiey (2018). Pengantar Psikologi Islam. Yogyakarta: Ponpes
Raudhatul Muttaqien
Malik B. Badri (1986). Dilemma Psikolog Muslim. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Mahmud (2012). Psikologi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Muhammad Usman Najati (2005). Al-Qur‟an dan Psikologi. Jakarta: Aras Pustaka
Muhadi dan Muadzin (2009). Semua Penyakit Ada Obatnya. Yogyakarta: Mutiara Media
Muhammad Daud Ali (2011). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Rahman Shaleh. Abdul (2004). Psikologi: suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta:
Prenada Media Grup.
Shaleh.A.R. (2004). Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Pernadamedia
Grup.
Syarif. Adnan diterjemahkan oleh Muhammad al Mighwar (2002). Psikologi Qur‟ani. Bandung:
Pustaka Hidayah.
Semiun. Yustinus (2006) Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Toyibi, M. Ngemron, (1996). Psikologi Islam, Surakarta: UMS.
Taufik Muhammad Izuddin (2006). Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam. Jakarta:
Gema Insani
Tri Rahayu. IIn (2009). Psikoterapi Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer. Yogyakarta:
Sukses Offset.
Yustitia Angelia (2013). Tafsir Mimpi. Surabaya: Penerbit Utama Prima.
Yusuf LN.H. Syamsu dan Juntika Nurihsan (tt) Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Yusak Burhanuddin (1999). Kesehatan Mental. Bandung: CV Pustaka Setia
Jurnal
Agus Hermawan (2018) Urgensi Pola Asuh Anak dalam Keluarga di Era Globalisasi. Jurnal
Inject,3 (1), 105-123.
Agus Hermawan (2019) Kebijakan Dosen Mengurangi Plagiarisme pada Karya Ilmiah
Mahasiswa. Jurnal IJIP, 1(1), 264-284.
Gumiandari. Septi (2011). Kepribadian Manusia dalam Perspektif Psikologi Islam. Jurnal
Holistik, 1 (1), 259-296.
Yudiani. Ema (2013). Dinamika Jiwa Dalam Perspektif Psikologi Islam. Jurnal Ilmu Agama,
1(1) 45-59.

BIODATA PENULIS
Ustadz Agus Hermawan, S.Pd.I, M.A (Pak Agus, lahir 22 Agustus 1978) adalah putera bungsu dari tiga
bersaudara pasangan Ki sumbodo trah Notobratan Pangeran Wijil V (Keturunan ke-14 dari R.M. Said/
Sunan kalijaga Kadilangu Demak) dengan pasangan Ibu Hj. Kartini dari Undaan Kidul Kudus. Masa
kecilnya dihabiskan untuk belajar dan mengaji serta bekerja membantu orang tuanya. SD, MTs (Kudus),
SMA (Jepara), S1 /PAI; S.Pd.I (Lulusan Cumlaude STAIN Kudus tahun 2003) Lulusan
Tercepat,Termuda S2/Psikologi Pendidikan Islam; M.A (UMY Yogyakarta tahun 2005).
Sekarang ini pak Agus beraktivitas sebagai Dosen di IAIN Salatiga, Universitas Muria Kudus
(UMK), Ketua Yayasan Hj. Kartini Kudus, Ketua Yayasan Nurul Muttaqiin Kalirejo, Sekretaris Majlis
Dakwah Islamiyah, Sekretaris KAHMI Kudus, Ketua takmir Masjid, Direktur RTQ-Madrasah Diniyah
Nurul Muttaqiin dan juga Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatun Najah, Pengajar Pondok Pesantren ar-
Rais Salatiga serta beliau juga aktif menulis beberapa buku yang telah dipublikasikan, berorganisasi non
politik, dan memberi ceramah keliling di masyarakat dan Perguruan Tinggi setempat serta memberi
layanan konseling di rumahnya. Jabatan lainnya yang pernah diduduki beliau adalah sebagai Dosen
sekaligus Koordinator Administrasi dan Keuangan di FKIP Universitas Satyagama Jakarta kelas jauh di
Kudus(2006/2007). Dosen sekaligus Kepala Perpustakaan di Fakultas Agama Islam UNISFAT Demak
(2010-2015), Sekretaris Gugus Jaminan Mutu Fakultas (GJMF) Dakwah IAIN Salatiga (2019) Pengelola
Jurnal IJIP IAIN Salatiga (2019-sekarang).
Pengalaman sebagai guru selama 10 tahun telah mengampu 21 mata pelajaran (2000-2010),
Kepala Sekolah Termuda dan berprestasi tingkat MAS/ SLTA se Propinsi Jawa Tengah (2006-2010) pada
usia 26 Tahun, Pimpinan BPD termuda pada usia 21 tahun telah menjadikan mantan pimpinan redaksi
Bulletin Al Hikmah HMJ STAIN Kudus ini semakin terpacu untuk selalu belajar dalam segala hal.

Mantan Aktivis Mahasiswa ‟98 ini telah mengajar beberapa mata kuliah diantaranya; Psikologi Umum,
Psikologi Pendidikan di Universitas Satyagama Jakarta (2007/2008), Bimbingan dan Konseling Islam,
Metodologi Ketrampilan Konseling, Psikologi Sosial di UNISFAT Demak, mata kuliah PAI dan Filsafat
Ilmu di UMK Kudus. Beberapa buku beliau diantaranya; Bengkeli Hati Qta dengan Kata Mutiara (2011),
Pantun Advice For US (2011), Pengantar Bimbingan Konseling Islam (2011), Nabi Muhammad Sang
Penyelamat Umat (2011), Pengantar Psikologi Pendidikan Islam (2011), Pengantar Ilmu Sosial, Budaya
dan alamiah Dasar (2011), Buku Panduan Wisuda Sarjana (2011), Pengantar PAI di Perguruan Tinggi
(2011), Metodologi dan Ketrampilan Konseling (2011) Pengantar Filsafat Ilmu (2012) Sirah Nabawiah
(2016), Pengantar Bimbingan dan Konseling Islam (2012), Pengantar Studi Islam Indonesia (2016),
Pengantar Akhlak tasawuf (2016), Studi Islam Nusantara (2019), Retorika Dakwah (2018). Psikologi
Dakwah (2019) Psikologi Sosial (2020) dan Psikologi Islam (2020).
Penulis sekarang bertempat tinggal di Desa Kalirejo RT 02 RW II Gang 02, Desa Undaan Kidul
gang 10B Undaan Kudus dengan 3 anaknya Risyad Hisyam Ash Shiddieqi, Anas Dhaiyaul Haq al Qudsi
dan Qaisara Rania Assyabiya didampingi isteri tercinta Erlina Wijayanti, S.Pd yang berprofesi sebagai
PNS di Kementerian Agama Kabupaten Demak. Semoga buku sederhana ini bermanfaat bagi pembaca
dan menjadi amaliah penulis. Aamiin.