provinsi sumatera selatan - bi.go.id · tabel 7.1 resume leading economic indicator provinsi sumsel...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan
Kantor Bank Indonesia Palembang
Triwulan II - 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011” dapat
dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa
indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran,
dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank
Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada
masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih
meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya
serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam
pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada
umumnya.
Palembang, Agustus 2011
Ttd
Didy Laksmono R. Pemimpin
Daftar Isi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK ix
DAFTAR SUPLEMEN xiii
INDIKATOR EKONOMI xv
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 7
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan 7
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan 13
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan 21
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan 22
1.5. Struktur Ekonomi 23
1.6. Perkembangan Ekspor Impor 27
1.6.1. Perkembangan Ekspor 27
1.6.2. Perkembangan Impor 29
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG 35
2.1. Inflasi Secara Umum 35
2.2. Inflasi Inflasi Sisi Penawaran 43
2.3. Inflasi Inflasi Sisi Permintaan 48
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 51
3.1. Kondisi Umum 51
3.2. Kelembagaan 52
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 52
Daftar Isi
iv
3.3.1. Penghimpunan DPK 52
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota 53
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 54
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral 54
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan 56
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten 56
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM) 58
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan 59
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan 59
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman 60
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga 61
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan 61
3.7. Rentabilitas Perbankan 62
3.8. Kelonggaran Tarik 63
3.9. Risiko Likuiditas 63
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah 64
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 65
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 67
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Triwulan II 2011 67
4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan 70
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 73
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) 73
5.2. Perkembangan Perkasan 76
5.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi 77
5.4. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 79
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 81
6.1. Tingkat Kemiskinan 81
6.2. Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) 83
Daftar Isi
v
6.3. Nilai Tukar Petani 85
6.4. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011 86
6.5. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen 87
6.5.1. Indikator Ketenagakerjaan 88
6.5.2. Indikator Penghasilan 89
6.6. Ketenagakerjaan 89
6.7. Pengangguran 91
BAB 7 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 93
7.1. Pertumbuhan Ekonomi 93
7.2. Inflasi 98
7.3. Perbankan 100
Daftar Tabel
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 8
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 13
Tabel 1.3 Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi Sumatera Selatan 15
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010-2011 (%) 21
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010-2011 (%) 23
Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%) 26
Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%) 26
Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD) 27
Tabel 1.9 Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 27
Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD) 29
Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD) 29
Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 54
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta) 55
Tabel 3.3 Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 57
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan II 2011 62
Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta) 64
Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 (Rp Miliar) 68
Tabel 4.2 Realisasi Belanja Sumsel Triwulan II 2010 dan Triwulan II 2011 (Rp Miliar) 69
Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan 75
Tabel 5.2 Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan (Rp Miliar) 76
Tabel 5.3 Pangsa Denominasi Uang dalam Inflow 78
Tabel 5.4 Pangsa Denominasi Uang dalam Outflow 78
Tabel 5.5 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar) 80
Daftar Tabel
viii
Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2011 81
Tabel 6.2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2011 82
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2011 83
Tabel 6.4 Penyaluran Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan (dalam ton) 84
Tabel 6.5 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan 86
Tabel 6.6 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani 86
Tabel 6.7 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011 87
Tabel 6.8 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011 88
Tabel 6.9 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011 88
Tabel 6.10 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011 89
Tabel 6.11 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011 89
Tabel 6.12 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010 - Februari 2011 90
Tabel 6.13 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2010 - Februari 2011 91
Tabel 6.14 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2010 - Februari 2011 92
Tabel 7.1 Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan II 2011 94
Tabel 7.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011 (dalam persentase) 96
Tabel 7.3 Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan III 2011 101
Daftar Grafik
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 7
Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Sumatera Selatan 8
Grafik 1.3 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan 11
Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumatera Selatan 12
Grafik 1.5 Perkembangan Lifting Gas Bumi Provinsi Sumatera Selatan 12
Grafik 1.6 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 13
Grafik 1.7 Andil Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011 14
Grafik 1.8 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan 14
Grafik 1.9 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan 14
Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Semen di Sumatera Selatan 15
Grafik 1.11 Perkembangan Pemakaian Listrik di Sumatera Selatan 18
Grafik 1.12 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan 18
Grafik 1.13 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru di Sumatera Selatan 18
Grafik 1.14 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional 19
Grafik 1.15 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional 19
Grafik 1.16 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional 20
Grafik 1.17 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional 20
Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara di Sumatera Selatan 20
Grafik 1.19 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumatera Selatan 20
Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama 21
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar 22
Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Sumatera Selatan 22
Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan 23
Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 26
Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 28
Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 28
Daftar Grafik
x
Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan 28
Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Mar 11 - Mei 11 28
Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan 30
Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan 30
Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal 30
Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Mar 11 - Mei 11 30
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional 35
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional 35
Grafik 2.3 Event Analysis Perkembangan Inflasi Palembang 36
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 37
Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Bulanan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 37
Grafik 2.6 Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan II 2011 37
Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi Tahunan 38
Grafik 2.8 Disagregasi Inflasi Bulanan 38
Grafik 2.9 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional 39
Grafik 2.10 Perkembangan Curah Hujan Bulanan 43
Grafik 2.11 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga 43
Grafik 2.12 Penyaluran dan Stok Beras Bulog 45
Grafik 2.13 Konsumsi BBM Bersubsidi 45
Grafik 2.14 Andil Disagregasi Inflasi Tahunan 48
Grafik 2.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani 48
Grafik 2.16 Perkembangan Output Gap dan Inflasi 49
Grafik 2.17 Perkembangan Keyakinan Konsumen 49
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan 51
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan 52
Grafik 3.3 Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan 53
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Triwulan II 2011 di Provinsi Sumatera Selatan 53
Daftar Grafik
xi
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011 55
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan 56
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan II 2011 56
Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011 Berdasarkan Wilayah 58
Grafik 3.9 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit 58
Grafik 3.10 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan 59
Grafik 3.11 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan 60
Grafik 3.12 Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan 61
Grafik 3.13 Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan 61
Grafik 3.14 Perkembangan NPL menurut Kelompok Bank 62
Grafik 3.15 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan II 2011 62
Grafik 3.16 Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan 63
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan 63
Grafik 3.18 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 66
Grafik 3.19 Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 66
Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 69
Grafik 4.2 Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 69
Grafik 4.3 Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan 70
Grafik 4.4 Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan 70
Grafik 4.5 Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan 71
Grafik 5.1 Perkembangan Kliring di Sumatera Selatan 73
Grafik 5.2 Perkembangan RTGS di Sumatera Selatan 74
Grafik 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja 74
Grafik 5.4 Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring di Sumatera Selatan 75
Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong di Sumatera Selatan 75
Grafik 5.6 Perkembangan Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan 2010-2011 76
Grafik 5.7 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang 77
Daftar Grafik
xii
Grafik 5.8 Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Inflow 79
Grafik 5.9 Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Outflow 79
Grafik 5.10 Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Inflow 79
Grafik 5.11 Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Outflow 79
Grafik 5.12 Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2010-2011 80
Grafik 6.1 Stok Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan 84
Grafik 6.2 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani 85
Grafik 6.3 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia 85
Grafik 6.4 Laju Kenaikan UMP dan dan Inflasi Sumatera Selatan 2007-2011 87
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan 93
Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan 100
Grafik 7.3 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen 100
Daftar Suplemen
xiii
DAFTAR SUPLEMEN
Suplemen 1 WALAUPUN DIBAYANGI KENAIKAN BIAYA OPERASIONAL, KONDISI USAHA SECARA UMUM TETAP TERJAGA 9
Suplemen 2 PENYELESAIAN INFRASTRUKTUR SEA GAMES XXVI OPTIMIS TEPAT WAKTU 16
Suplemen 3 CATATAN DARI RAKOR FORUM GUBERNUR SE-WILAYAH SUMATERA: SUMATERA KORIDOR SENTRA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN HASIL BUMI DAN LUMBUNG ENERGI NASIONAL 24
Suplemen 4 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENURUN KENDATI MASIH BERADA PADA LEVEL OPTIMIS 31
Suplemen 5 HARGA VOLATILE FOODS NAIK TERKAIT PUASA DAN MENJELANG LEBARAN 40
Suplemen 6 TREN STOK BERAS MENUNJUKKAN ANCAMAN INFLASI JANGKA MENENGAH 46
Suplemen 7 PERAN OUTPUT GAP SUMATERA SELATAN DALAM MEMPENGARUHI INFLASI PALEMBANG 50
Suplemen 8 PROYEKSI INFLASI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KURVA PHILLIPS SEDERHANA 102
II/11 RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan
Abstraksi
Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2011 didominasi oleh percepatan kinerja sektor non primer. Pertumbuhan ekonomi meningkat, yang banyak didorong oleh kegiatan investasi dan kinerja sektor bangunan, sebagai implikasi dari kegiatan persiapan Sea Games. Realisasi pengeluaran pemerintah lebih cepat dibandingkan tahun lalu. Inflasi cenderung tetap karena terkendalinya tekanan sisi penawaran, walaupun terdapat tekanan pada sisi permintaan. Perbankan mengalami peningkatan kinerja, dengan penyaluran kredit yang lebih cepat pada sektor produktif, walaupun tingkat risiko sedikit meningkat. Perkembangan sistem pembayaran mengkonfirmasi meningkatnya aktivitas perekonomian. Perkembangan perekonomian ini berimplikasi positif terhadap kesejahteraan masyarakat, sampai dengan level grass-root.
Pada triwulan III 2011, pergeseran struktural perekonomian diperkirakan berlanjut. Permintaan domestik akan menopang pertumbuhan ekonomi pada saat perdagangan internasional mengalami koreksi. Konsumsi mengalami lonjakan pada saat Idul Fitri, sementara pengeluaran pemerintah dan investasi terdorong oleh penyelenggaraan Sea Games. Produksi komoditas yang membaik akibat iklim yang cenderung kondusif akan menyelamatkan sektor unggulan dari koreksi harga komoditas. Sektor tersier dan sekunder akan tumbuh lebih cepat dan menjadi primadona didorong oleh persiapan Sea Games. Inflasi secara bersamaan akan turun, dipengaruhi oleh tekanan inflasi sisi penawaran dan permintaan yang terkendali, namun secara musiman terdapat tekanan permintaan pada Idul Fitri. Faktor risiko akan muncul dari sisi inflasi inti. Perbankan akan tumbuh stabil, dengan penawaran kredit yang tumbuh lebih cepat dibanding permintaan kredit, sehingga berimplikasi pada penurunan suku bunga.
Ringkasan Eksekutif
2
Pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan II 2011 sebesar 6,0% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan sebelumnya, perekonomian tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh kinerja positif sektor bangunan dan meningkatnya investasi. Meningkatnya perekonomian terkonfirmasi oleh survei bisnis yang masih menunjukkan perkembangan yang positif seiring tingginya harga komoditas unggulan.
Secara sektoral, pertumbuhan tahunan tertinggi dicapai oleh sektor bangunan. Pertumbuhan ekonomi sektor bangunan sebesar 13,4% (yoy) dengan andil terhadap laju pertumbuhan PDRB sebesar 1,1%. Akselerasi pertumbuhan di sektor ini salah satunya didukung oleh pengerjaan proyek-proyek SEA Games XXVI. Selain itu, penyaluran kredit di sektor konstruksi dan perumahan mengalami pertumbuhan sebesar 16,26% (yoy) mencapai angka Rp5,27 triliun.
Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi secara tahunan didorong oleh konsumsi dengan andil sebesar 4,8%. Meskipun berandil tinggi, konsumsi secara umum mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi 6,8% (yoy) dari 7,5% (yoy). Kondisi tersebut terkonfirmasi juga melalui hasil survei konsumen yang menunjukkan penurunan indeks konsumsi.
Net ekspor mengalami perkembangan yang baik secara tahunan. Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Maret 2011 - Mei 2011) tercatat meningkat sebesar 70,49% (yoy) sedangkan nilai impor menurun 5,30% (yoy). Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar didominasi oleh komoditas karet dengan negara tujuan utama Amerika Serikat. Penurunan nilai impor terkait dengan menurunnya impor mesin-mesin yang digunakan dalam kegiatan sektor industri pengolahan. Pangsa negara asal impor terbesar didominasi oleh Cina.
Inflasi Palembang pada triwulan II 2011 sebesar 5,10% (yoy), sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia. Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan II 2011 relatif stabil dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,13% (yoy). Tekanan inflasi tahunan tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Inflasi tersebut sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia pada laporan sebelumnya yang sebesar 4,72 ± 0,5%. Selain itu, inflasi Palembang pada triwulan II 2011 juga lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 6,65% (yoy).
Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi yaitu sebesar 9,30% (yoy), diikuti oleh kelompok sandang dan kelompok pendidikan. Kelompok
Ringkasan Eksekutif
3
bahan makanan juga mengalami penurunan inflasi yang paling tajam dari sebesar 11,72% di triwulan I 2011 menjadi 9,30% pada triwulan II 2011. Selain pengaruh tahun dasar yang signifikan karena terjadinya anomali iklim yang substansial pada tahun lalu, penurunan inflasi kelompok bahan makanan juga dipengaruhi oleh penyaluran raskin.
Harga pangan di pasar internasional mengalami penurunan temporer. Berdasarkan Bloomberg, harga terigu, beras, dan kedelai secara umum mengalami penurunan pada triwulan II 2011 ini. Di sisi lain, Food Price Index mengalami peningkatan drastis sebesar 39% dibandingkan tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa penurunan harga pangan yang terjadi hanya bersifat musiman, namun excess demand terhadap komoditas pangan secara global semakin melebar.
Tekanan inflasi di sisi penawaran menurun, utamanya disebabkan oleh iklim yang lebih kondusif. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di wilayah Sumatera Selatan telah menurun dan berada di kisaran normal pada periode April-Juni 2011. Permasalahan iklim yang mereda tersebut berimplikasi terutama melalui penurunan inflasi tahunan bahan makanan atau penurunan inflasi komponen volatile foods.
Tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya, namun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sumbangan inflasi kelompok core (inti) terhadap inflasi umum tahunan paling tinggi dibandingkan dua komponen lainnya. Hal ini mengindikasikan adanya tarikan inflasi dari sisi permintaan yang cukup dominan, yang didorong oleh kenaikan pendapatan masyarakat dibandingkan tahun sebelumnya karena naiknya harga komoditas unggulan Sumatera Selatan. Selain itu, estimasi mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan output gap pada triwulan IV 2010, yang memberikan dampak terhadap inflasi tahunan pada triwulan II 2011.
Pertumbuhan kredit cukup tinggi, dengan akselerasi yang lebih cepat pada sektor produktif. Penyaluran kredit/ pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 30,96% (yoy) dari Rp30,05 triliun menjadi Rp39,36 triliun. Andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara tahunan dikontribusikan oleh penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan. Hal ini didukung oleh perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, yang secara rata-rata mengalami penurunan. Di sisi lain, risiko kredit sedikit meningkat walaupun NPL masih rendah.
Ringkasan Eksekutif
4
Peran fiskal cenderung lebih ekspansif pada perekonomian. Total realisasi belanja daerah mencapai Rp983,50 miliar atau sebesar 27,58% dari anggaran. Realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 34,01% atau sebesar Rp597,33 miliar. Kondisi tersebut di atas pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 33,26%. Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja tidak langsung merupakan komponen belanja dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 42,67%.
Perkembangan sistem pembayaran mengindikasikan peningkatan aktivitas ekonomi secara tahunan. Perputaran kliring di Sumsel pada menunjukkan penurunan dalam jumlah warkat maupun nominal dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, perkembangan kliring tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan laporan mengalami peningkatan dan kegiatan perkasan mengalami peningkatan net outflow.
Kesejahteraan masyarakat terindikasi mengalami perbaikan. Jumlah pengangguran pada bulan Februari 2011 mengalami penurunan 3,81% (yoy). Jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar 14,24% dari jumlah penduduk Sumsel, atau mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian, perkembangan NTP dalam satu tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2011 diperkirakan akan semakin cepat. Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) akan berada pada kisaran 6,3 ± 1%, atau secara triwulanan (qtq) sebesar 4,2 ± 1%. Permintaan domestik diprediksi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi. Produksi yang lebih baik dan penyelesaian proyek Sea Games diperkirakan mengkompensasi koreksi harga komoditas unggulan.
Konsumsi rumah tangga akan meningkat, didorong oleh adanya bulan puasa dan Idul Fitri. Konsumsi akan berpengaruh antara lain terhadap sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) serta sektor transportasi dan telekomunikasi. Tanpa adanya Idul Fitri, konsumsi rumah tangga kemungkinan besar akan melambat. Hasil Survei Konsumen pada bulan Juli 2011 menunjukkan indeks keyakinan konsumen yang menurun, walaupun masih dalam area optimis.
Pengeluaran pemerintah dan investasi diperkirakan meningkat dipicu oleh persiapan Sea Games. Pengeluaran pemerintah akan terdorong oleh penyelesaian proyek-proyek Sea Games, baik venues
Ringkasan Eksekutif
5
maupun infrastruktur penunjang. Seiring dengan penyelenggaraan Sea Games, investasi diperkirakan akan tetap kuat, khususnya pada sektor PHR.
Net ekspor diperkirakan mengalami penurunan walaupun masih berada pada zona positif. Ekspor diperkirakan akan relatif tetap karena melambatnya pertumbuhan permintaan komoditas unggulan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2011 secara umum direvisi ke bawah. Di sisi lain, impor diperkirakan akan relatif stabil. Perkembangan net ekspor ini dipengaruhi pula oleh nilai tukar Rupiah yang cenderung terapresiasi.
Pertumbuhan sektor unggulan Sumatera Selatan diperkirakan stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas yang diperkirakan menurun pada tingkat tertentu diperkirakan akan dapat terkompensasi dengan kuantitas produksi yang lebih besar. Berbeda dengan harga komoditas karet dan sawit yang diperkirakan menurun, permintaan batubara diperkirakan masih stabil dengan risiko bias ke atas. Secara konsisten, kinerja sektor industri pengolahan diperkirakan akan tetap stabil dengan suplai bahan baku yang relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diperkirakan menjadi primadona pada triwulan III 2011. Pembangunan berbagai venues Sea Games dan sarana penunjang lain ditargetkan akan selesai pada bulan September 2011 ini. Karena itu, pembangunan fasilitas tersebut akan dipercepat, dan permintaan sektor bangunan akan tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, relatif stabilnya kinerja sektor unggulan Sumatera Selatan, diikuti dengan persiapan Sea Games, akan mendukung percepatan pertumbuhan sektor PHR.
Tekanan inflasi pada triwulan III 2011 lebih dipengaruhi oleh tekanan yang sifatnya musiman. Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan III 2010 akan menurun menjadi 4,87±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat signifikan menjadi 2,27±0,5%. Inflasi secara triwulanan akan dipengaruhi secara signifikan oleh momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Tekanan inflasi dari sisi permintaan rendah. Inflasi tahunan dari sisi permintaan diperkirakan akan menurun secara tahunan. Hal ini didorong oleh menurunnya ekspektasi penghasilan masyarakat dan sedikit koreksi pada harga komoditas internasional. Menurunnya tekanan inflasi dari sisi permintaan juga dikonfirmasi oleh proyeksi inflasi dengan Phillips Curve sederhana. Selain itu, Penurunan harga komoditas
Ringkasan Eksekutif
6
internasional secara umum berdampak cukup besar terhadap menurunnya tekanan inflasi.
Faktor kemungkinan dinaikkannya harga BBM bersubsidi akan tetap menjadi penentu utama pergerakan inflasi sampai dengan akhir tahun. Berdasarkan simulasi yang dilakukan Bank Indonesia, kenaikan harga BBM sebesar Rp500 diperkirakan akan mempunyai second round effect terhadap inflasi umum Palembang sebesar 0,8-0,9%. Kendati demikian, kemungkinan harga BBM dinaikkan sampai dengan akhir tahun adalah sangat kecil ditinjau dari kondisi fiskal dan perkiraan koreksi harga minyak dunia.
Tekanan inflasi dari sisi suplai diperkirakan terkendali. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, tekanan inflasi tinggi secara abnormal karena adanya efek anomali iklim yang cukup parah yang mulai terjadi pada semester kedua 2010. Curah hujan di Sumatera Selatan secara umum berada dalam kisaran rendah sampai dengan normal pada periode Juli – September 2011. Di samping itu, kondisi stok beras masih mencukupi untuk intervensi harga beras.
Terdapat faktor risiko inflasi yang berasal dari kenaikan harga emas dan ekspektasi inflasi. Harga emas sebagai save haven substitusi Dollar Amerika Serikat diperkirakan terus meningkat seiring perkembangan harganya di pasar internasional yang meningkat karena buruknya kinerja perekonomian Amerika Serikat dan terjadinya downgrading rating Amerika Serikat. Selain itu, ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen.
Kondisi perbankan pada triwulan III 2011 diproyeksikan akan tetap stabil. Peningkatan DPK diperkirakan akan terjadi lebih cepat dibandingkan penyaluran kredit. Hal ini berimplikasi pada menurunnya uang beredar di dalam perekonomian, dan dengan kata lain, akan terjadi penurunan Loan to Deposit Ratio.
Permasalahan penyaluran kredit dalam periode triwulan III 2011 akan lebih bersumber dari sisi permintaan. Di sisi konsumen, optimisme masyarakat yang menurun atas penghasilan ke depan dapat menurunkan permintaan kredit dibandingkan sebelumnya. Selain itu, diperkirakan akan terjadi shifting dari sektor pertanian/pertambangan menuju sektor industri dan sektor perdagangan yang juga didukung oleh penyelenggaraan Sea Games. Di sisi penawaran. Kondisi likuiditas bank tetap baik dan tingkat suku bunga pinjaman cenderung mengalami penurunan, seperti halnya pada triwulan I dan triwulan II tahun 2011.
Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB
Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
5.7
5.3
6.0 5.9 6.0
4.8 5.0 5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.2
15.2 15.4 15.6 15.8 16.0 16.2 16.4 16.6 16.8 17.0
II III IV I II
2010 2011
Nominal PDRB Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy)
PersenRp Triliun
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
• Laju pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan II 2011 mencapai 6,0% (yoy) yang ditopang oleh kinerja positif sektor bangunan dan meningkatnya investasi.
• Tingkat Keyakinan Konsumen terhadap kondisi perekonomian mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan II 2011 sedikit meningkat
menjadi 6,0% (yoy) dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mencetak
pertumbuhan sebesar 5,9% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan ini ditopang oleh sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) serta sektor bangunan terkait pembangunan
infrastruktur SEA Games XXVI. Selain itu, kinerja sektor-sektor ekonomi lainnya juga turut
menciptakan laju pertumbuhan ekonomi Sumsel pada tingkat yang moderat.
Nilai Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) 2000 sebesar
Rp16,8 triliun dengan nilai PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar
Rp45,4 triliun. Meningkatnya
perekonomian terkonfirmasi oleh survei
bisnis yang masih menunjukkan
perkembangan yang positif seiring
tingginya harga komoditas unggulan
seperti karet dan CPO di pasar dunia.
Namun demikian, survei tersebut juga menunjukkan terjadinya peningkatan biaya
operasional terutama akibat peningkatan biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya tenaga
kerja. Tekanan terhadap biaya juga berasal dari biaya energi terkait dengan kenaikan harga
solar industri. Akibat tingginya biaya bahan baku, beberapa pelaku usaha yang bergerak di
subsektor pengolahan karet menerapkan beberapa strategi untuk menekan komponen
biaya energi. Upaya menekan biaya energi tersebut diantaranya : (1) penggunaan bahan
BAB 1
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
8
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) Lapangan
Usaha 2010 2011
II III IV I II
Pertanian 4.6 2.6 6.2 3.1 4.8
Pertambangan dan Penggalian 1.6 1.4 0.8 2.2 2.2
Industri Pengolahan 5.9 6.4 5.6 5.3 5.8
LGA 5.5 7.1 4.9 6.0 7.6
Bangunan 8.5 10.0 9.9 12.7 13.4
PHR 6.7 7.1 8.0 7.7 7.7
Pengangkutan & Komunikasi 13.9 15.0 12.2 12.0 10.0
Keuangan Persewaan & Js.
Perusahaan 7.8 7.4 8.8 9.5 7.9
Jasa-jasa 8.4 5.8 7.6 8.1 5.3
Total PDRB 5.7 5.3 6.0 5.9 6.0
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan
Perumahan di Sumatera Selatan
Sumber : Bank Indonesia
4,004,204,404,604,805,005,205,40
II III IV I II
2010 2011
Nominal Kredit
Rp Triliun
bakar yang terbuat dari cangkang sawit untuk mesin pengering yang relatif lebih murah
daripada penggunaan batu bara, (2) penghentian penggunaan mesin selama 2 jam pada
saat beban puncak, dan (3) penggunaan alat penghemat listrik (Lihat Suplemen 1.
Walaupun dibayangi Kenaikan Biaya Operasional, Kondisi Usaha Secara Umum Tetap
Terjaga).
Kinerja perekonomian triwulan II
2011 berdasarkan komponen sektoral
ditandai dengan pertumbuhan
tahunan tertinggi pada sektor
bangunan dengan andil terhadap laju
pertumbuhan PDRB sebesar 1,1%.
Kinerja sektor bangunan
meningkat cukup signifikan
dibandingkan pencapaian triwulan
sebelumnya yang hanya 12,7% (yoy).
Akselerasi pertumbuhan di sektor ini
salah satunya didukung oleh
pengerjaan proyek-proyek terkait SEA
Games XXVI.
Seiring dengan geliat pembangunan
proyek SEA Games, penyaluran kredit di sektor
konstruksi dan perumahan pun mengalami
pertumbuhan sebesar 16,26% (yoy) mencapai
angka Rp5,27 triliun. Hasil konfirmasi melalui
survei dunia usaha juga menunjukkan bahwa
pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RSH)
masih cukup menjanjikan dengan masih
banyaknya pengembang yang menggarap proyek
RSH tersebut. Ketentuan pemerintah yang
mengijinkan RSH dapat dijual dengan harga sampai dengan Rp70 juta pun menjadi insentif
tersendiri bagi para pengembang.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
9
WALAUPUN DIBAYANGI KENAIKAN BIAYA OPERASIONAL, KONDISI USAHA SECARA UMUM TETAP TERJAGA *)
Perkembangan dunia usaha secara umum masih menunjukkan perkembangan yang positif seiring tingginya harga komoditas unggulan Sumsel seperti karet dan CPO di pasar dunia. Selain itu, faktor cuaca yang lebih bersahabat turut menopang peningkatan produksi subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit sehingga mampu meningkatkan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan.
Permintaan domestik menunjukkan peningkatan terutama pada subsektor perkebunan, industri pengolahan, listrik, perumahan, perdagangan, perhotelan, dan jasa. Tingginya permintaan di subsektor perdagangan terjadi khususnya pada perdagangan ritel seperti barang kebutuhan rumah tangga seiring dengan tingginya tingkat persaingan di pasar modern yang ditunjukkan dan semakin banyaknya minimarket baru di tempat-tempat strategis.
Walaupun salah satu negara tujuan ekspor yaitu Jepang dilanda bencana tsunami pada beberapa bulan yang lalu, permintaan luar negeri tercatat masih cukup tinggi. Peningkatan ekspor terutama terjadi pada komoditas karet yang ditopang oleh tingginya harga di pasar internasional dengan negara tujuan ekspor ke Amerika, China, dan Eropa.
Di sisi investasi, pelaku usaha melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang melalui penambahan atau penggantian mesin baru, pembangunan pabrik baru, pembangunan gudang, dan penambahan fasilitas layanan untuk meningkatkan kapasitas terpasang dan penjualan. Untuk menunjang investasi yang dilakukan, para pelaku usaha cukup banyak merekrut karyawan baru sehingga jumlah tenaga kerja relatif meningkat dibanding tahun sebelumnya. Penambahan jumlah tenaga kerja terutama terjadi pada subsektor perhotelan. Selain itu, seiring dengan peningkatan kapasitas utilisasi, subsektor perkebunan pun menunjukkan peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 10-20%. Meskipun demikian, pada beberapa pelaku usaha terjadi pengurangan tenaga kerja karena pensiun atau kebijakan pengurangan tenaga kerja untuk menekan biaya operasional.
Biaya operasional mengalami peningkatan terutama karena peningkatan biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya tenaga kerja. Tekanan terhadap biaya juga berasal dari biaya energi terkait dengan kenaikan harga solar industri. Akibat tingginya biaya bahan baku, beberapa pelaku usaha yang bergerak di subsektor pengolahan karet memiliki strategi tersendiri dengan menekan komponen biaya energi. Upaya menekan biaya energi tersebut adalah: a. Penggunaan bahan bakar yang terbuat dari cangkang sawit untuk mesin pengering
yang relatif lebih murah daripada penggunaan batu bara. b. Penghentian penggunaan mesin selama 2 jam pada saat beban puncak. c. Penggunaan alat penghemat listrik.
Suplemen 1
*) Diperoleh dari hasil Business Survey yang merupakan kegiatan pemantauan kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
10
Tingginya biaya produksi dan distribusi membuat beberapa pelaku usaha menaikkan harga jual atau tarif layanan. Terkait dengan penyelenggaraan SEA Games XXVI yang akan berlangsung pada bulan November 2011 di Sumatera Selatan, pelaku usaha di bidang jasa perhotelah berencana untuk menaikkan tarif bagi tamu individu pada kisaran 10-30%. Tarif jasa persewaan juga meningkat pada kisaran yang bervariasi tergantung pada tonase. Kenaikan harga juga terjadi di sektor bangunan, diantaranya yaitu naiknya harga jual rumah.
Penguatan nilai mata uang Rupiah cukup menekan margin pelaku usaha yang produknya ditujukan untuk pasar luar negeri. Namun demikian, kondisi tersebut tidak sampai mengganggu kinerja ekspor secara keseluruhan. Hal yang bertolak belakang terjadi pada pelaku usaha yang memiliki impor content yang tinggi, menguatnya nilai Rupiah sangat membantu mereka karena mengurangi biaya yang harus dikeluarkan.
Terkait dengan pembiayaan, sebagian besar pelaku usaha membiayai kegiatan operasionalnya secara internal atau dari perusahaan induk. Hanya beberapa pelaku usaha yang menggunakan dana perbankan. Beberapa hal yang masih menjadi kendala bagi pelaku usaha adalah lambannya penurunan tingkat suku bunga pinjaman perbankan dibandingkan dengan penurunan tingkat suku bunga bank sentral. Hal tersebut menyebabkan spread antara suku bunga acuan bank sentral dan suku bunga pinjaman masih tinggi. Selain itu, mayoritas pelaku usaha berharap agar tingkat suku bunga pinjaman tidak mengalami kenaikan karena akan berdampak pada penurunan konsumsi secara umum.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
11
Grafik 1.3 Pertumbuhan Jumlah Pelanggan dan
Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan
Sumber : PT. PDAM Tirta Musi, diolah
10.0 10.5 11.0 11.5 12.0 12.5 13.0
-5
10 15 20 25 30
II III IV I II
2010 2011
%, yoy
Pertumbuhan Penjualan Air Bersih
Pertumbuhan Jumlah Pelanggan (Aksis Kanan)
%,yoy
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi menunjukkan pertumbuhan tahunan
sebesar 10,0% (yoy). Seperti kondisi periode sebelumnya, kinerja subsektor komunikasi
masih memberikan andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja sektor
pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, kondisi cuaca
yang relatif lebih baik telah mendorong aktivitas perekonomian di subsektor pengangkutan
sehingga mengalami peningkatan kinerja tahunan.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan
tahunan yang relatif tinggi yakni sebesar 7,9% (yoy). Tingginya kinerja sektor keuangan
tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan yang cukup baik (pembahasan lebih
lanjut sektor ini dibahas pada bab mengenai Perkembangan Perbankan Daerah).
Seiring dengan pertumbuhan di sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mengalami pertumbuhan sebesar
7,7% (yoy). Hasil survei bisnis menunjukkan tingkat permintaan di subsektor perdagangan
ritel terutama barang untuk kebutuhan rumah tangga masih cukup baik. Sementara itu,
subsektor perhotelan menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dari sisi
pendapatan seiring peningkatan tingkat hunian.
Sektor Listrik, Gas Kota, dan Air
Bersih (LGA) tumbuh sebesar 7,6% (yoy),
mengalami akselerasi pertumbuhan yang
cukup besar dibanding kinerja triwulan
sebelumnya yang hanya sebesar 6,0%
(yoy). Hal tersebut salah satunya
disebabkan meningkatnya penjualan air
bersih dari sebesar 10,80% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 12,46% (yoy).
Selain itu, hasil survei dunia usaha
menunjukkan kebutuhan kebutuhan listrik
di wilayah Sumatera Bagian Selatan yang masih cukup besar dan terus meningkat setiap
tahunnya. Rasio elektrifikasi di wilayah Sumatera Selatan pada saat ini berada pada kisaran
50%.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
12
Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
6.47 6.22 6.05 5.96
4.08
0.0
1.0
2.03.0
4.0
5.0
6.0
7.0
II III IV I II
2010 2011
Juta Barel
Grafik 1.5 Perkembangan Lifting Gas Bumi
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
142.63 146.22
140.57 138.12
94.14
0
20406080
100120140
160
II III IV I II
2010 2011
MMBTU
Sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa masing-masing tumbuh
sebesar 5,8% (yoy) dan 5,3% (yoy). Tetap positifnya kinerja sektor industri pengolahan
secara umum masih didorong oleh kondisi cuaca yang cukup kondusif dan relatif tingginya
harga komoditas unggulan di pasar internasional. Sementara itu, permintaan terhadap jasa
angkutan, jasa layanan periklanan, dan jasa logistik mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan aktivitas perdagangan dan aktivitas perekonomian yang dilakukan perusahaan
maupun individu.
Sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8% (yoy) atau mengalami akselerasi
dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang sebesar 3,0% (yoy). Selain dipengaruhi
kondisi cuaca yang semakin kondusif, membaiknya kinerja sektor pertanian juga tidak
terlepas dari peran aktif Pemerintah Daerah yang sangat berkepentingan dalam menjaga
ketahanan pangan, khususnya dalam mencapai target produksi beras.
Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor ekonomi yang
mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah yakni sebesar 2,2% (yoy). Dari subsektor
pertambangan migas diperoleh informasi bahwa lifting minyak mengalami penurunan
sebesar 36,92% (yoy). Kondisi tersebut lebih buruk dibandingkan pencapaian triwulan
sebelumnya yang mengalami penurunan lifting sebesar 2,73% (yoy). Sementara itu, lifting
gas bumi turun sebesar 34,00% (yoy) atau mengalami penurunan kinerja dibandingkan
pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan lifting sebesar 1,66% (yoy).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
13
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
Lapangan Usaha 2010 2011
II III IV I II
Pertanian 5.5 15.2 (18.1) 0.4 10.6
Pertambangan dan Penggalian 2.0 1.6 (1.8) 0.3 2.2
Industri Pengolahan 4.6 3.2 0.7 (1.0) 2.9
LGA 2.6 3.3 (0.4) 0.3 4.2
Bangunan 4.8 5.2 2.4 (0.2) 5.4
PHR 3.0 5.7 (1.1) 0.1 3.1
Pengangkutan & Komunikasi
2.6 4.4 2.5 1.0 1.9
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0.1 2.2 3.2 1.6 0.7
Jasa-jasa 3.9 0.3 1.5 0.7 2.7
Total PDRB 3.6 5.5 (3.7) 0.1 4.2
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 1.6 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB
Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
3.6 5.5
(3.7)
0.1
4.2
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
15.2 15.4 15.6 15.8 16.0 16.2 16.4 16.6 16.8 17.0
II III IV I II
2010 2011
Nominal PDRB Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq)
PersenRp Triliun
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan
Perekonomian Sumatera Selatan secara triwulanan mengalami pertumbuhan sebesar 4,2%
(qtq). Kondisi tersebut lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mengalami pertumbuhan
sebesar 0,1% (qtq). Penyebab utama
membaiknya pertumbuhan ekonomi
secara triwulanan adalah
meningkatnya kinerja sektor
pertanian, terutama subsektor
perkebunan seiring semakin
kondusifnya kondisi cuaca pada
masa panen.
Kinerja perekonomian triwulanan pada triwulan II 2011 ditandai dengan
pertumbuhan positif di seluruh sektor ekonomi. Kondisi cuaca yang semakin kondusif
dengan curah hujan yang relatif rendah dan terjaganya harga komoditas pada level yang
tetap tinggi menjadi kunci utama membaiknya perekonomian Sumatera Selatan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
14
Grafik 1.7 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB
Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
19.4%21.4%
17.1%
0.5%
8.5%14.1%
6.0%
4.4%
8.7%
PERTANIANPERTAMBANGAN & PENGGALIANINDUSTRI PENGOLAHANLISTRIK, GAS DAN AIR BERSIHBANGUNANPERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORANPENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASIKEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAANJASA-JASA
Grafik 1.9 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar
di Sumatera Selatan
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, diolah
(6.81)
13.10
40.28 38.68
25.12
-10
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
II III IV I II
2010 2011
Harga TBS Pertumbuhan Tahunan (yoy) - Aksis Kanan
Rp/Kg %
Dari segi pangsa, sektor pertambangan dan penggalian merupakan penyumbang
PDRB yang paling besar dengan pangsa
sebesar 21,4%. Kontribusi sektor tersebut
mengalami penurunan setelah pada
triwulan sebelumnya tercatat memberikan
sumbangan sebesar 21,8%.
Sektor pertanian tercatat sebagai
sektor ekonomi yang mencatat kinerja
pertumbuhan triwulanan paling tinggi
yakni sebesar 10,6% (qtq). Kondisi
tersebut jauh lebih baik dibandingkan
pencapaian triwulan sebelumnya yang
mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 0,4% (qtq). Curah hujan yang lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya berdampak negatif terhadap produktivitas subsektor
tanaman bahan makanan yang terlihat dari berkurangnya luas panen padi sebagaimana
data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi
Sumatera Selatan.
Bertolak belakang dengan kinerja subsektor tabama, kinerja subsektor perkebunan
justru mengalami peningkatan seiring masa panen yang terjadi terutama pada tanaman
kelapa sawit. Namun demikian, panen yang terjadi berakibat negatif terhadap harga
Tandan Buah Segar (TBS) yang terus mengalami penurunan di tingkat petani.
Grafik 1.8 Perkembangan Curah Hujan
di Sumatera Selatan
Sumber: Stasiun Klimatologi Kenten
12.16 12.66 14.11
11.71 11.78
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
50
100
150
200
250
300
II III IV I II
2010 2011
Rata-rata Curah Hujan
Rata-rata Hari Hujan (Aksis Kanan)
harimili meter
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
15
Tabel 1.3 Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi Sumatera Selatan
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Semen di Sumatera Selatan
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
21.40
(4.49)
10.02
(2.23)
8.40
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
270
280 290
300 310
320 330 340
350 360
II III IV I II
2010 2011
Jumlah (ton) Pertumbuhan (qtq)
PersenRibu Ton
Kinerja sektor bangunan tumbuh
sebesar 5,4% (qtq) atau mengalami
perbaikan dibandingkan kinerja triwulan
sebelumnya yang terkontraksi sebesar
0,2% (qtq). Penyelesaian venue-venue yang
akan digunakan pada kegiatan SEA Games
XXVI telah memberikan andil yang sangat
besar terhadap akselerasi kinerja sektor
bangunan. Hal tersebut juga terkonfirmasi
dari data Asosiasi Semen Indonesia yang
menunjukkan terjadinya peningkatan penjualan semen sebesar 8,4% (qtq).
Kinerja sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (LGA) tumbuh sebesar 4,2% (qtq),
mengalami perbaikan dibanding kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 0,3%
(qtq). Pertumbuhan sektor LGA terutama disebabkan meningkatnya kinerja subsektor air
bersih dan tingginya pemakaian listrik pada periode laporan yang diperkirakan mencapai
711,76 Juta KWH.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
16
PENYELESAIAN INFRASTRUKTUR SEA GAMES XXVI OPTIMIS TEPAT WAKTU
Pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara (Southeast Asian Games) atau biasa disingkat SEA Games XXVI sebentar akan diselenggarakan di Indonesia. Gelaran pesta olahraga tersebut tepatnya akan dibuka secara resmi pada tanggal 11 November 2011 dan ditutup pada tanggal 25 November 2011 dengan tempat penyelenggaraan di dua kota, yaitu Palembang dan Jakarta. Sebagai salah satu tuan rumah, Kota Palembang terus berbenah menyelesaikan proyek-proyek pembangunan dan renovasi gedung/venue serta sarana penunjang lainnya. Hal yang cukup berat mengingat selain menjadi tempat penyelenggaraan pesta pembukaan dan penutupan, Kota Palembang juga menjadi tempat gelaran pertandingan 22 cabang olahraga. Kedua puluh dua cabang olahraga tersebut adalah : baseball, biliar, snooker, tinju, sepak bola, senam, sepak takraw, menembak, softball, tenis, soft tenis, voli, voli pantai, angkat besi, gulat, catur, fin swimming, petanque, ski air, bridge, sepatu roda, dan panjat tebing.
Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan sarana dan prasarana SEA Games XXVI diperkirakan mencapai Rp2,2 triliun yang bersumber dari dana APBN, APBD, dan pihak ketiga (lihat Tabel 1. Anggaran Biaya Pembangunan Sarana dan Prasarana SEA Games XXVI di Kota Palembang).
Tabel 1. Anggaran Biaya Pembangunan Sarana dan Prasarana SEA Games XXVI
di Kota Palembang
Sumber : Paparan Gubernur Sumatera Selatan
Sejak ditetapkan menjadi tuan rumah utama penyelenggaraan SEA Games oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rapat Terbatas Pembahasan SEA Games XXVI pada tanggal 20 Juli 2010, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terus melakukan pembenahan beberapa venue bekas tempat penyelenggaraan PON XVI tahun 2004 dan juga membangun beberapa venue baru untuk menyukseskan hajatan SEA Games XXVI.
Sumber Dana Jumlah
Swasta (CSR, Investasi, BOT, Hibah)
Rp. 1.582.407 juta
APBN(Kemenpora, Kementerian PU)
Rp. 560.000 juta
APBD (Renovasi/Rehabilitasi)
Rp. 98.939 juta
Total Rp. 2.187.346 juta
Suplemen 2
*) Diperoleh dari hasil Business Survey yang merupakan kegiatan pemantauan kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
17
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan, setidaknya terdapat 29 proyek utama dalam kaitan menyukseskan penyelenggaraan SEA Games XXVI di Kota Palembang. Berdasarkan Laporan Progress Pembangunan Venues & Sarana Pendukung SEA Games XXVI Tahun 2011 per tanggal 29 Juli 2011 diketahui bahwa secara umum penyelesaian proyek-proyek tersebut mengalami keterlambatan dengan rata-rata keterlambatan sebesar 15,62%. Beberapa hal yang menjadi kendala diantaranya : (1) masalah cuaca, (2) sulitnya mencari bahan baku bangunan, dan (3) masalah keterlambatan pencairan dana APBN untuk SEA Games XXVI.
Sejak November 2010 curah hujan yang cukup tinggi hampir setiap hari terjadi wilayah Jakabaring yang merupakan pusat penyelenggaraan SEA Games XXVI. Hal ini tentunya memperlambat proses pembangunan. Masalah lainnya adalah sulitnya mencari bahan baku bangunan yang mayoritas didatangkan dari Pulau Jawa sering terhambat oleh gelombang tinggi di Selat Sunda. Sementara itu hal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah keterlambatan cairnya dana APBN untuk biaya pembangunan venues SEA Games XXVI.
Tabel 2. Progress Pembangunan Venues & Sarana Pendukung SEA Games XXVI Tahun 2011
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah mengambil beberapa langkah antisipasi dan penyempurnaan serta berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Pusat sehingga tetap optimis bahwa proyek-proyek tersebut dapat diselesaikan tepat waktu.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
18
Grafik 1.13 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru
di Sumatera Selatan
Sumber : Dispenda Provinsi Sumatera Selatan
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000 70,000
80,000
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
II III IV I II
2010 2011
unitunit
TRUK MOBIL MOTOR (Axis Kanan)
Kinerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mengalami
pertumbuhan sebesar 3,1% (qtq) yang
diperkirakan sebagai dampak meningkatnya
konsumsi di subsektor perdagangan besar &
eceran. Kondisi yang sama terjadi pada
tingkat hunian hotel yang juga diperkirakan
mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Namun demikian, data
pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda
Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan
terjadinya penurunan pendaftaran mobil dan
motor baru masing-masing sebesar 31,57%
dan 29,64% (qtq).
Kinerja sektor industri pengolahan meningkat sebesar 2,9% (qtq), mengalami
perbaikan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi
pertumbuhan triwulanan sebesar 1,0% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha, banyaknya pelaku usaha di sektor industri pengolahan menyebabkan tingginya
tingkat persaingan usaha yang pada gilirannya mengakibatkan ketersediaan bahan baku
menjadi terbatas.
Grafik 1.11 Perkembangan Pemakaian Listrik di Sumatera Selatan
Sumber : Dispenda Provinsi Sumatera Selatan
711.76
2.91
2.60
2.65
2.70
2.75
2.80
2.85
2.90
2.95
620
640
660
680
700
720
740
760
II III IV I II
2010 2011
Pemakaian Listrik (KWH)Pelanggan (Aksis Kanan)
Juta Juta
*
*
*) estimasi
Grafik 1.12 Perkembangan Jumlah Pelanggan
dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan
Sumber : PT. PLN WS2JB, diolah
410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510
12.0
12.5
13.0
13.5
14.0
14.5
15.0
II III IV I II
2010 2011
Juta
Penjualan Air Bersih (M3)
Jumlah Pelanggan (Aksis Kanan)
Ribu Orang
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
19
Meningkatnya pasokan karet dunia dan sedikit menurunnya permintaan karet dunia
telah menyebabkan penurunan rata-rata harga karet di pasar internasional menjadi
USD544,83 cent/kg atau turun sebesar 1,07% (qtq) dibandingkan rata-rata harga pada
triwulan sebelumnya yang sebesar USD550,75 cent/kg. Sementara itu, rata-rata harga CPO
dunia tercatat sebesar USD1.109,68/metrik ton atau mengalami penurunan sebesar 7,92%
dibandingkan dengan harga rata-rata pada triwulan sebelumnya.
Sektor jasa-jasa sebagai sektor pendukung perekonomian tercatat mengalami
peningkatan sebesar 2,7% (qtq). Kondisi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan
kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencatatkan pertumbuhan triwulanan sebesar
0,7% (qtq).
Meningkatnya permintaan dunia terhadap minyak bumi berpengaruh positif
terhadap kinerja sektor pertambangan dan penggalian sehingga mengalami
peningkatan pertumbuhan triwulanan sebesar 2,2% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rata-rata harga minyak bumi tercatat di level USD102,52/barrel atau
mengalami peningkatan sebesar 9,14% (qtq). Sementara itu, batubara yang merupakan
alternatif sumber energi pun mengalami kenaikan harga. Rata-rata harga batu bara di pasar
internasional pada triwulan ini tercatat di level USD78,73/metrik ton atau mengalami
peningkatan sebesar 2,15% (qtq) dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.
Grafik 1.14 Perkembangan Harga Karet
di Pasar Internasional
Sumber: Bloomberg
370.28371.00
434.67
550.75 544.83
150200250300350400450500550600
II III IV I II
2010 2011
USD cent/kg
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.15 Perkembangan Harga CPO
di Pasar Internasional
Sumber: Bloomberg
781.46838.57
1,051.37
1,205.141,109.68
300400500600700800900
1,0001,1001,2001,300
II III IV I II
2010 2011
USD/Metrik Ton
Sumber : Bloomberg
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
20
Grafik 1.16 Perkembangan Harga Batu Bara
di Pasar Internasional
Sumber: Bloomberg
62.9067.95 70.94
77.0878.73
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
II III IV I II
2010 2011
USD/Metrik Ton
Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan triwulanan
sebesar 1,9% (qtq). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan dengan torehan kinerja pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 1,0% (qtq). Meningkatnya jumlah pengguna dan barang
yang dimuat pada subsektor pengangkutan laut menjadi salah satu indikator yang
menunjukkan kondisi tersebut. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo
menunjukkan tingkat aktivitas angkutan penumpang yang mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat sebagai sektor
ekonomi yang mencatat kinerja pertumbuhan triwulanan paling rendah yakni sebesar 0,7%
(qtq). Kinerja tersebut terus mengalami penurunan dibandingkan pencapaian triwulan
sebelumnya yang mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 1,6% (qtq).
Grafik 1.19 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut
Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah
-
1
2
-
20
40
60
80
100
120
II III IV I II
2010 2011
Arus Penumpang (Aksis Kiri)Arus Barang BongkarArus Barang Muat
Ribu Orang Juta Ton
Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara
di Sumatera Selatan
Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah
-2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
460 480 500 520 540 560 580 600 620
II III IV I I I
2010 2011
Penumpang Domestik (aksis kiri)
Penumpang Internasional (aksis kanan)
Ribu Orang Ribu Orang
Grafik 1.17 Perkembangan Harga Minyak Bumi
di Pasar Internasional
Sumber: Bloomberg
78.13 76.01 85.1093.93
102.52
203040506070
8090
100110
II II I IV I II
2010 2011
Harga Minyak WTI, USD/Barrel
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
21
Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian
(Konsumsi) Barang Tahan Lama
Sumber : Survei Konsumen KBI Palembang
97.44100.78
92.22106.00
88.33
0
20
40
60
80
100
120
II III IV I II
2010 2011
Inde
ksO
ptim
isPe
sim
is
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan
Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi secara tahunan didorong oleh konsumsi
dengan andil sebesar 4,8%. Kegiatan ekspor mengalami peningkatan sebesar 13,2% (yoy),
mengalami perlambatan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang mencapai
19,2% (yoy). Sementara itu, impor juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan
tahunan sebesar 12,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan kinerja tahunan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 15,7% (yoy).
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan
ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010 –2011 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Konsumsi secara umum mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya menjadi 6,8% (yoy) dari 7,5% (yoy). Kondisi tersebut terkonfirmasi juga
melalui hasil survei konsumen yang menunjukkan penurunan indeks konsumsi.
Berdasarkan komponen konsumsi,
konsumsi rumah tangga meningkat
sebesar 6,4% (yoy). Konsumsi lembaga
swasta nirlaba tumbuh sebesar 1,2% (yoy)
atau mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 0,8% (yoy), sedangkan
konsumsi pemerintah meningkat sebesar
10,7% (yoy). Sementara itu, investasi
tercatat tumbuh sebesar 12,8% (yoy),
mengalami peningkatan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
8,9% (yoy).
II III IV I II
1. Konsumsi Rumah Tangga 5.7 4.1 6.1 6.4 6.4
2. Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba (14.6) (7.0) 1.1 0.8 1.2
3. Konsumsi Pemerintah (3.0) 1.3 16.1 17.3 10.7
4. Investasi 7.7 8.8 7.1 8.9 12.8
5. Ekspor Barang dan Jasa 21.0 23.8 8.4 19.2 13.2
6. Impor Barang dan Jasa 14.3 17.7 12.9 15.7 12.5
TOTAL 5.7 5.3 6.0 5.9 6.0
Penggunaan2010 2011
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
22
Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Sumatera Selatan
Sumber : Pertamina UPMS II Palembang
0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0
-
50
100
150
200
250
II III IV I II
2010 2011
Premium Solar M. Tanah (Aksis Kanan)
Kilo Liter Kilo Liter
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
Sumber : Bank Indonesia, diolah
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan
Komponen PDRB Penggunaan yang mengalami pertumbuhan triwulanan paling tinggi
adalah investasi dan ekspor dengan pertumbuhan sebesar 4,5% (qtq). Tingginya
pertumbuhan ekspor diperkirakan terkait dengan peningkatan ekspor batubara. Sementara
itu, tingginya investasi diyakini terkait erat dengan penyelesaian proyek-proyek SEA Games
XXVI.
Impor tercatat tumbuh sebesar
4,3% (qtq) atau mengalami peningkatan
yang cukup tinggi dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 2,1% (qtq)
Tingginya pertumbuhan impor
diperkirakan terkait erat dengan nilai
tukar rupiah yang terus menguat terhadap
dolar Amerika Serikat. Penguatan nilai
mata uang rupiah dalam kurun waktu satu tahun terakhir rata-rata sebesar 1,48% setiap
triwulannya.
Konsumsi mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,6% (qtq). Kondisi tersebut
lebih baik dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar 2,7% (qtq).
Membaiknya kinerja triwulanan sisi
konsumsi terutama disebabkan
meningkatnya konsumsi pemerintah hingga
sebesar 5,4% (qtq). Kondisi tersebut
diyakini sebagai dampak siklikal penyerapan
belanja APBD selama semester berjalan.
Kinerja konsumsi rumah tangga dan swasta
nirlaba mencatatkan peningkatan masing-
masing sebesar 2,2% (qtq). Kondisi tersebut
mengalami peningkatan dibandingkan
kinerja triwulan sebelumnya yang masing-masing hanya sebesar 0,0% (qtq) dan -1,2%
(qtq).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
23
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan
ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010 –2011 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
1.5. Struktur Ekonomi
Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor
pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 40,0%.
Pangsa sektor primer tersebut sedikit meningkat dibandingkan kondisi tahun sebelumnya.
Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong peningkatan pangsa sektor
pertambangan dan penggalian dari sebesar 22,1% menjadi 23,7%.
Sektor sekunder sedikit
mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni menjadi sebesar 30,3%.
Pangsa subsektor sektor bangunan
mengalami peningkatan dibandingkan
tahun sebelumnya menjadi 7,0%,
sedangkan subsektor industri pengolahan
mengalami penurunan menjadi sebesar
22,8%. Sementara itu subsektor LGA relatif
tidak mengalami perubahan.
Pangsa sektor tersier mengalami penurunan yakni menjadi 29,7%. Pada sektor ini
hanya subsektor PHR yang mengalami peningkatan pangsa yakni dari 12,4% menjadi
12,5%, sedangkan pangsa subsektor lainnya mengalami penurunan. Pangsa subsektor
pengangkutan, subsektor keuangan, dan subsektor jasa-jasa masing-masing turun menjadi
4,2%, 3,4%, dan 9,6%.
II III IV I II
1. Konsumsi Rumah Tangga 1.1 3.1 0.9 0.0 2.2
2. Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0.5 2.2 (2.0) (1.2) 2.2
3. Konsumsi Pemerintah 11.7 9.9 18.5 (19.4) 5.4
4. Investasi 1.2 3.9 3.6 (0.0) 4.8
5. Ekspor Barang dan Jasa 11.2 0.8 4.3 2.1 5.4
6. Impor Barang dan Jasa 9.0 2.8 2.8 2.1 4.3
TOTAL 3.6 5.5 (3.7) 0.1 4.2
Penggunaan2010 2011
Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
38.6
30.4 31.0
39.2
30.3 30.5
37.3
31.1 31.6
38.7
30.8 30.5
40.0
30.3 29.7
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier
2010 II 2010 III 2010 IV 2011 I 2011 II
Persen
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
24
CATATAN DARI RAKOR FORUM GUBERNUR SE-WILAYAH SUMATERA: SUMATERA KORIDOR SENTRA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN HASIL BUMI
DAN LUMBUNG ENERGI NASIONAL*)
Dengan kontribusi 27% dari total penerimaan negara, sektor Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) masih memegang peranan penting bagi pembangunan perekonomian nasional, baik melalui sisi fiskal, moneter maupun sektor riil. Sektor migas memberikan kontribusi sebesar Rp185 triliun (78%), adapun sektor pertambangan umum sebesar Rp52 triliun (22%). Selain itu, sektor ESDM juga sangat berperan dalam menjamin sumber pasokan bahan bakar dan bahan baku (energi dan minerba) guna kelancaran pembangunan secara nasional. Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, pengembangan dan pemberdayaan sektor ESDM mendapat porsi cukup besar yang terindikasi oleh penetapan Koridor Sumatera, Kalimantan, dan Papua-Maluku sebagai basis pengembangan ESDM.
Koridor Sumatera yang ditetapkan sebagai ”Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional” memiliki potensi yang baik dari segi geografis maupun geologis. Sumatera memiliki kedekatan dengan banyak negara-negara di daratan Asia, sehingga memiliki keunggulan komparatif yang sangat tinggi dalam perdagangan dengan negara Asia yang harus dimanfaatkan dan diwujudkan dalam bentuk keunggulan kompetitif melalui transformasi ekonomi. Selain itu, Sumatera memiliki beragam jenis energi yang paling lengkap dibandingkan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Beberapa diantaranya yaitu potensi migas, batubara, Coal Bed Methane (CBM) dan bio fuel terbesar. Satu hal penting yang tidak boleh dilupakan bahwa produksi timah di Indonesa hanya diproduksi di Sumatera, tepatnya di Kepulauan Bangka Belitung dan merupakan pengekspor timah terbesar di dunia.
Cadangan minyak bumi di Sumatera tahun 2010 sebesar 4,8 miliar barel atau 61,5% dari total cadangan nasional sebesar 7,8 miliar barel. Dengan tingkat produksi sekitar 574 ribu barel/hari maka cadangan Sumatera diperkirakan bertahan sekitar 23 tahun (asumsi belum ada penemuan cadangan baru). Produksi minyak di wilayah Sumatera saat ini mendominasi 60% produksi minyak nasional.
Suplemen 3
Tabel 1. Potensi Sumber Energi dan Sumber Daya Mineral Sumatera
*) Merupakan angka resources recoverable
Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
*) Paparan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Rapat Koordinasi Forum Gubernur Se-Wilayah Sumatera
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
25
Cadangan gas bumi di Sumatera tahun 2010 sebesar 79,10 TCF atau sekitar 50% dari total cadangan nasional sebesar 157 TCF. Dengan tingkat produksi sekitar 3.194 MMSCFD maka cadangan Sumatera diperkirakan bertahan sekitar 68 tahun (asumsi belum ada penemuan cadangan baru).
Dengan kekayaan alam yang dimiliki, wilayah Sumatera dan khususnya Sumatera Selatan dapat berperan strategis menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional sesuai amanat Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.
Namun demikian terdapat beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam optimalisasi kekayaan ESDM Sumatera, yaitu : masalah infrastruktur dan tenaga listrik. Khusus untuk masalah listrik, saat ini telah disetujui rancangan pengembangan ketenagalistrikan di Sumatera ditujukan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dari 68,7% pada 2010 menjadi 83,3% pada 2014. Hal tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah pemadaman bergilir dan meningkatkan kualitas tegangan.
Terdapat 10 proyek 10.000 MW tahap I di Sumatera dengan total kapasitas 1.325 MW, dimana 3 proyek diantaranya direncanakan COD pada tahun 2011 yaitu: PLTU Kep. Riau – Tjg. Balai Karimun (2x7 MW), PLTU 3 Babel–Bangka (2 x 30 MW), dan PLTU Lampung–Tarahan Baru (2x100 MW). Sementara itu, dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II, di Sumatera direncanakan dibangun 7 proyek PLTU dengan kapasitas 540 MW, 12 PLTP dengan kapasitas 1.767 MW dan 2 PLTA dengan kapasitas 204 MW.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
26
Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih
memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen
tersebut mengalami penurunan menjadi 73,8% dibandingkan pangsa periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 75,1%.
Meningkatnya pangsa ekspor yang relatif tinggi berpengaruh cukup signifikan
terhadap peningkatan pangsa komponen eksternal menjadi 2,4%, lebih tinggi
dibandingkan pangsa pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,7%.
Sebagai konsekuensinya, komponen internal mengalami penurunan pangsa dibandingkan
kondisi tahun sebelumnya yakni menjadi 98,0%.
Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
37.5
38.9
35.9
37.9 38.3
35.8
33.5
34.9
36.935.9
1.7
5.5
1.0 1.0
2.4
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
30.031.032.033.034.035.036.037.038.039.040.0
II III IV I II
2011
Ekspor Impor Net Ekspor (Aksis Kanan)
Persen Persen
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
27
Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, diolah
1.6. Perkembangan Ekspor Impor
1.6.1. Perkembangan Ekspor
Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Maret 2011 - Mei 2011) tercatat sebesar
USD1.270,55 juta, meningkat sebesar 70,49% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada
periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD745,25 juta. Dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, nilai ekspor tercatat meningkat sebesar 10,87% (qtq) dari sebesar
USD1.145,99 juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi
oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 88,40%.
Nilai ekspor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat
sebesar USD2.085,42 juta atau meningkat sebesar 106,27% (yoy) dibandingkan dengan
posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD1.011,00 juta.
Tabel 1.9
Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan volume, ekspor pada periode Maret 2011 - Mei 2011 tercatat sebesar
1.451,38 ribu ton, meningkat sebesar 156,14% (yoy) dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 566,63 ribu ton. Sementara dibandingkan triwulan
sebelumnya, mengalami peningkatan sebesar 13,19% (qtq) dari sebesar 1.282,28 ribu ton.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
28
Volume ekspor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat
sebesar 2.306,91 ribu ton atau meningkat sebesar 175,07% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 838,67 ribu ton.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor ke Amerika Serikat pada triwulan ini tercatat
paling tinggi dengan pangsa sebesar 28,23%, mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang mencapai 29,81%. Sementara itu pangsa ekspor ke Cina
mengalami penurunan dari sebesar 15,95% pada triwulan sebelumnya menjadi 14,81%.
Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bank Indonesia
Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bank Indonesia
Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Negara Tujuan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bank Indonesia
Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan
Negara Tujuan Mar 11-Mei 11
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
29
Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
1.6.2. Perkembangan Impor
Nilai impor periode Maret 2011 - Mei 2011 tercatat sebesar USD123,04 juta, turun sebesar
5,30% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
USD119,03 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi peningkatan nilai impor
sebesar 3,37% (qtq) dari sebesar USD119,03 juta. Penurunan nilai impor secara triwulanan
terkait dengan menurunnya impor mesin-mesin yang banyak digunakan dalam menunjang
kegiatan sektor industri pengolahan.
Nilai impor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat
sebesar USD209,76 juta, meningkat sebesar 25,46% (yoy) dibandingkan dengan posisi
yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD167,19 juta.
Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 141,29 ribu ton atau meningkat
sebesar 21,08% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 116,69 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor
tercatat mengalami peningkatan sebesar 25,63% (qtq) dari sebesar 112,46 ribu ton.
Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
30
Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini didominasi Cina yakni sebesar
21,56%, kemudian disusul oleh Malaysia dengan pangsa sebesar 15,57%, dan Amerika
Serikat dengan pangsa sebesar 6,07%. Sementara itu, pangsa negara asal impor terbesar
selama tahun 2011 hingga Mei 2011 adalah Cina dengan pangsa sebesar 30,00%.
Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Negara Asal
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan
Negara Asal Mar 11-Mei 11
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
31
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENURUN KENDATI MASIH BERADA PADA LEVEL OPTIMIS
I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan II 2011
Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang terhadap kondisi perekonomian selama triwulan II 2011 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode laporan mencapai 120,26, meningkat dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 126,72. Indeks Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKESI) turun ke level 106,53 dari sebelumnya yang sebesar 117,00. Sementara itu, rata-rata Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) turun dari 136,45 pada triwulan sebelumnya menjadi 133,98.
Grafik 1.
IKK, IKESI, IEK Tahun 2010 - 2011
‐
20
40
60
80
100
120
140
160
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2010 2011
IKK IKESI IEK
Opt
imis
Pesi
mis
Suplemen 4
Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
32
Beberapa hal yang menjadi perhatian utama konsumen Palembang antara lain: ketersediaan lapangan kerja dan ketepatan waktu konsumsi (lihat grafik 2).
Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Konsumen Tahun 2010 - 2011
II. Keyakinan Konsumen
Secara umum IKK selama periode laporan mengalami tren penurunan. Pada bulan April tercatat sebesar 122,98, dengan IKESI dan IEK masing-masing 112,33 dan 133,63. Pada bulan Mei mengalami sedikit penurunan menjadi sebesar 122,22 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 107,23 dan 137,20. Sementara itu, IKK pada bulan Juni turun drastis ke level 115,57 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 100,03 dan 131,10.
2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi
Mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi selama periode laporan relatif tidak berubah dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hal itu terkonfirmasi dari besarnya persentase responden yang berpendapat demikian, yakni sebesar 46,33%. Sementara responden yang menyatakan lebih baik sebanyak 38,56%.
2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Dari sisi ketersediaan lapangan kerja, 40,56% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja saat ini sama dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Sementara itu lebih dari seperempat jumlah responden yakni mencapai 33,44% berpendapat bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja saat ini lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Namun demikian, optimisme responden terhadap ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan mendatang relatif tinggi. Sebanyak 39,78% responden berkeyakinan bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan yang akan datang akan lebih baik.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6
2010 2011
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad
Ketersediaan lapangan kerja saat ini
Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad
Ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang tahan lamaKondisi ekonomi 6 bulan yad
Opt
imis
Pesi
mis
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
33
2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan
Sebanyak 47,33% responden menyatakan bahwa penghasilan mereka saat ini sama jika dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hanya sekitar 7,00% responden yang berkeyakinan bahwa peghasilannya lebih buruk. Seiring dengan optimisme penerimaan bonus di akhir tahun, mayoritas responden atau sebesar 55,22% berkeyakinan bahwa penghasilan mereka pada 6 bulan mendatang akan lebih baik.
2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang
Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa harga barang/jasa pada 3 bulan yang akan datang akan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari 82,44% responden yang berpendapat bahwa harga-harga akan naik. Bahkan sebanyak 24,00% responden berkeyakinan bahwa harga pada 3 bulan mendatang akan naik secara signifikan. III. Profil Responden
3.1 Profil Responden Bulan April 2011
Profil responden pada bulan April 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang
Periode Bulan April 2011
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
34
3.2 Profil Responden Bulan Mei 2011
Profil responden pada bulan Mei 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Mei 2011
3.3 Profil Responden Bulan Juni 2011
Profil responden pada bulan Juni 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Juni 2011
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
• Inflasi stabil di kisaran yang relatif rendah, yang didukung oleh iklim yang lebih kondusif.
• Walaupun terdapat beberapa permasalahan, namun tekanan inflasi baik dari sisi permintaan maupun penawaran terkendali.
2.1. Inflasi Secara Umum
Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan II 2011 sebesar 5,10% (yoy), atau relatif
stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang sempat mencapai 5,13% (yoy). Tekanan
inflasi periode ini tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Lebih
rendahnya capaian inflasi tersebut dipengaruhi oleh deflasi yang cukup besar pada periode
panen, meskipun pada bulan Juni inflasi sudah kembali menunjukkan kecenderungan
peningkatan. Capaian inflasi pada triwulan II 2011 sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia
pada laporan sebelumnya yang memperkirakan inflasi akan bergerak pada kisaran 4,72 ±
0,5% dan sudah dalam setahun ini inflasi Palembang lebih rendah dibandingkan angka
nasional yang mencapai 5,54% (yoy) pada Juni ini.
Secara bulanan pada akhir triwulan II, inflasi kota Palembang pada bulan Juni 2011
tercatat sebesar 0,65% (mtm), meningkat jauh dibandingkan bulan Maret 2011 dimana
terjadi deflasi sebesar 0,77% (mtm). Namun demikian, angka inflasi tersebut masih lebih
baik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 0,95% (mtm). Rendahnya inflasi Juni
disebabkan oleh kondisi iklim pada tahun ini yang relatif lebih kondusif bagi produksi dan
distribusi pangan dibandingkan tahun lalu.
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang
dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang
dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
36
Grafik 2.3
Event Analysis Perkembangan Inflasi Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Kota Palembang saat ini telah melewati masa panen raya, sehingga inflasi bulanan
sudah terlihat meningkat kembali pada bulan Mei dan Juni 2011. Namun, terkendalinya
inflasi baik dari sisi penawaran maupun permintaan yang tercermin oleh tidak adanya shock
di kedua sisi menyebabkan inflasi tahunan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi
tahunan tertinggi yaitu sebesar 9,30% (yoy), diikuti oleh kelompok sandang dan kelompok
pendidikan yaitu masing-masing sebesar 8,79% dan 4,59% (yoy). Sebaliknya, inflasi yang
cukup rendah terjadi pada kelompok transportasi, yaitu sebesar 1,59% (yoy).
Bila dibandingkan dengan triwulan I 2011, perubahan inflasi tahunan pada masing-
masing kelompok barang dan jasa bervariasi. Kelompok bahan makanan mengalami
penurunan inflasi yang paling tajam dari sebesar 11,72% di triwulan I 2011 menjadi 9,30%
pada triwulan II 2011. Selain pengaruh tahun dasar yang signifikan karena terjadinya
anomali iklim yang substansial pada tahun lalu, penurunan inflasi kelompok bahan
makanan juga dipengaruhi oleh penyaluran raskin khususnya yang dilakukan selama
periode Maret 2011 sampai dengan Juni 2011. Selain bahan makanan, kelompok yang
mengalami perlambatan inflasi tahunan adalah kelompok sandang. Di sisi lain,
subkelompok makanan jadi, pendidikan dan kesehatan mengalami peningkatan inflasi
dibandingkan triwulan I 2011.
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
37
Secara bulanan, kenaikan harga kelompok bahan makanan sudah mulai melonjak
kembali mulai bulan Mei 2011, yang berlanjut pada bulan Juni 2011, yaitu masing-masing
sebesar 1,94% dan 1,92% (mtm), setelah sebelumnya mengalami deflasi selama tiga bulan
berturut-turut pada saat panen raya. Perkembangan yang sama juga diikuti oleh beberapa
kelompok lainnya, yakni kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, dan kelompok
sandang pada periode April – Juni 2011. Selain itu, terdapat juga kenaikan kelompok
kesehatan dan kelompok pendidikan secara bersamaan pada bulan April 2011.
Sejak awal 2010 hingga Maret 2011, inflasi tahunan yang paling tinggi terjadi pada
komponen volatile foods. Namun demikian, selisih inflasi volatile foods terhadap komponen
Grafik 2.6 Inflasi Tahunan Kota Palembang
per Kelompok Pengeluaran Triwulan II 2011
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang
dan Jasa di Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Bulanan per Kelompok
Barang dan Jasa di Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
38
yang lain menipis dibandingkan periode sebelumnya. Core inflation dan inflasi komponen
administered prices masih terbilang stabil, walaupun sedikit mengalami peningkatan.
Melalui disagregasi inflasi bulanan, dapat diketahui bahwa tekanan inflasi pada
triwulan II 2011 lebih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation, diikuti dengan
komponen volatile foods, ditinjau dari andil inflasi bulanan kedua komponen ini yang cukup
tinggi sepanjang April sampai dengan Juni 2011.
Sama halnya dengan perkembangan harga domestik, harga beberapa komoditas
pangan (terigu, beras, dan kedelai) di pasar internasional secara umum mengalami
penurunan pada triwulan II 2011 ini. Menurut Bloomberg, dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, harga beras di pasar internasional pada triwulan II 2011 mengalami penurunan
dari USD 477,71/metrik ton menjadi USD 412,28/metrik ton, atau turun sebesar 13,70%
(qtq). Harga beras secara tahunan menurun sebesar 3,08% (yoy). Sementara itu harga
terigu dan harga kedelai mengalami penurunan dari USD 7,60/bushel menjadi USD
7,38/bushel dan dari USD 13,58/bushel menjadi USD 12,77/bushel, atau masing-masing
turun cukup tajam sebesar 2,85% (qtq) dan 5,91% (qtq). Secara tahunan pertumbuhan
harga terigu dan kedelai masing-masing sebesar 95,33% dan 36,15% (yoy). Adapun harga
emas mengalami peningkatan sebesar 2,27% (qtq) dari USD 1.386,35/oz menjadi USD
1.417,77/oz. Peningkatan harga emas secara tahunan mencapai 18,71% (yoy).
Di sisi lain, Food Price Index yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Association
(FAO), menunjukkan bahwa harga pangan relatif sama pada Juni 2011 dan Maret 2011.
Food Price Index pada bulan Juni 2011 juga mengalami peningkatan drastis sebesar 39%
Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
39
dibandingkan tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa penurunan harga pangan yang
terjadi hanya bersifat musiman, namun excess demand terhadap komoditas pangan secara
global sebenarnya semakin melebar.
Grafik 2.9 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional
Perkembangan Harga Terigu
Sumber : Bloomberg, diolah
Perkembangan Harga Beras
Sumber : Bloomberg, diolah
Perkembangan Harga Emas
Sumber : Bloomberg, diolah
Perkembangan Harga Kedelai
Sumber : Bloomberg, diolah
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
40
HARGA VOLATILE FOODS NAIK TERKAIT PUASA DAN MENJELANG LEBARAN Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang memperlihatkan tendensi terjadinya tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 3,34% pada triwulan II 2011 dibandingkan posisi triwulan I 2011. Kemudian, pada minggu I Agustus 2011, harga-harga sudah naik 3,74% dibandingkan triwulan II 2011.
Grafik 1. Pergerakan Harga Bulanan Berdasarkan SPH
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Suplemen 5
Grafik 2. Inflasi SPH dan Inflasi BPS
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
41
Sesuai dengan disagregasi inflasi berdasarkan kelompok core, volatile foods, dan administered prices, memperlihatkan bahwa harga komoditas-komoditas yang termasuk pada volatile foods pada triwulan II 2011 ini secara umum masih mengalami penurunan. Walaupun demikian, volatilitas harga kelompok tersebut secara mingguan cukup tinggi, yaitu dengan rentang perubahan harga sekitar -2% sampai dengan 2% secara mingguan. Selain itu, komponen core inflation juga mengalami fluktuasi harga yang cenderung tinggi, dengan rentang perubahan harga sekitar -2% sampai dengan 2% secara mingguan. Sementara itu, pergerakan perubahan harga kelompok administered prices secara mingguan terbilang sangat rendah, yaitu antara 0 sampai dengan 1%.
Pola pergerakan harga beberapa komoditas secara umum sedikit menurun secara triwulanan. Untuk komponen volatile foods, harga cabe merah mengalami penurunan sebesar 42,5% dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq), harga beras mengalami tendensi
Grafik 3. Pergerakan Harga Beras
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 4. Pergerakan Harga Minyak Goreng
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 5. Pergerakan Harga Daging Ayam
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 6. Pergerakan Harga Cabe Merah
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
42
penurunan sebesar 1,1% (qtq), sedangkan minyak goreng mengalami penurunan harga sebesar 3,3% (qtq). Di sisi lain, gula, daging ayam dan daging sapi mengalami peningkatan harga masing-masing sebesar 1,1%, 1,5% dan 0,3%. Sampai dengan Minggu I Agustus, volatile foods mengalami peningkatan harga sebesar 2,41% dibandingkan triwulan II 2011. Pada periode tersebut, harga beras, daging ayam, dan daging sapi naik masing-masing sebesar 4,2%, 6,7% dan 4,2%.
Berbeda halnya dengan volatile foods, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation cenderung meningkat. Harga emas mengalami peningkatan sebesar 7,7% (qtq), sementara harga nasi dan harga mie cenderung tetap. Sampai dengan Minggu I Agustus, core inflation mengalami peningkatan harga sebesar 4,58% dibandingkan triwulan II 2011.
Grafik 9. Pergerakan Harga Gula
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 8. Pergerakan Harga Mie
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 10. Pergerakan Harga Emas Perhiasan
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 7. Pergerakan Harga Daging Sapi
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
43
2.2. Tekanan Inflasi Sisi Penawaran
Tekanan inflasi di sisi penawaran menurun dibandingkan tahun sebelumnya
utamanya disebabkan oleh iklim yang lebih kondusif untuk produksi maupun distribusi
pangan. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah
hujan di wilayah Sumatera Selatan telah menurun dan berada di kisaran normal pada
periode April-Juni 2011, walaupun sempat berfluktuasi cukup tinggi pada awal April. Selain
itu, data Australian Bureau of Meteorology mengindikasikan bahwa la nina telah berakhir
dan temperatur di wilayah pasifik telah kembali normal. Hal ini berimplikasi pada
membaiknya produksi pangan secara global, setidaknya jika dibandingkan tahun
sebelumnya.
Permasalahan iklim yang mereda tersebut berimplikasi terutama melalui penurunan
inflasi tahunan bahan makanan atau penurunan inflasi komponen volatile foods. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, inflasi bahan makanan turun drastis dari 11,72% pada
triwulan I 2011 menjadi 9,30% (yoy) pada triwulan II 2011. Sementara itu, inflasi volatile
foods menurun dari 11,88% pada triwulan I 2011 menjadi 9,12% (yoy) pada triwulan II
2011.
Di sisi ekspektasi inflasi, hasil Survei Konsumen di Kota Palembang mengindikasikan
bahwa ekspektasi inflasi cenderung tinggi. Hal tersebut tercermin dari indeks net balance
perkiraan harga 3 bulan dan 6 bulan mendatang dibandingkan saat ini yang bernilai di atas
100, walaupun relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Tingginya ekspektasi
inflasi konsumen dipengaruhi oleh pengaruh hari raya keagamaan/hari besar lainnya,
Grafik 2.10 Perkembangan Rata-Rata Curah Hujan
Sumber: BMKG
Grafik 2.11 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Sumber: Survei Konsumen, BI
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
44
penurunan/pencabutan subsidi pemerintah, serta menurunnya ketersediaan barang dan
jasa. Tekanan dari faktor ekspektasi inflasi juga dikonfirmasi oleh peningkatan inflasi inti
seiring dengan kenaikan pendapatan.
Perkembangan nilai tukar Rupiah mengurangi tekanan inflasi. Nilai tukar Rupiah
yang cenderung masih terapresiasi terhadap Dollar AS dibandingkan awal tahun
diperkirakan telah mengurangi imported inflation yang antara lain terjadi melalui
penurunan biaya pembelian bahan baku impor. Pada Desember 2010, nilai tukar Rupiah
bergerak di kisaran Rp9.000, kemudian terapresiasi secara gradual hingga bergerak di
kisaran Rp8.500 pada bulan Juni 2011.
Permasalahan belum mencukupinya kualitas infrastruktur masih memberikan
kerentanan di sisi suplai. Pada jalan yang menghubungkan Palembang dan beberapa
kabupaten/kota lainnya di Sumatera Selatan, seringkali terjadi kemacetan yang membuat
waktu tempuh menjadi bertambah sampai 50% sehingga membuat kenaikan biaya dan
mengurangi efisiensi dalam perekonomian secara umum. Hal ini ke depan berpotensi
membuat kenaikan tarif angkutan.
Kemacetan antara lain terjadi karena kondisi jalan yang mengalami kerusakan.
Kerusakan jalan tersebut salah satunya diperparah oleh penggunaan jalan untuk
pengangkutan batubara karena rendahnya kapasitas sarana transportasi khusus batubara.
Di lain pihak, pihak pemerintah tidak dapat secara terus-menerus menjaga kondisi jalan
karena anggaran pemeliharaan yang sangat terbatas. Dua hal ini menunjukkan pentingnya
peningkatan anggaran dan percepatan belanja untuk infrastruktur secara signifikan.
Selain itu, terjadi kelangkaan BBM di beberapa Kabupaten, di antaranya Musi
Rawas, Lubuklinggau dan Ogan Ilir. Kelangkaan terjadi terutama disebabkan oleh
peningkatan konsumsi BBM dan kepanikan masyarakat atas ketidakjelasan pembatasan
BBM bersubsidi pada beberapa waktu lalu. Peningkatan konsumsi terjadi karena jumlah
kendaraan bermotor yang meningkat pesat seiring dengan pertumbuhan yang tinggi di
sektor pertanian, serta masih tingginya kebutuhan BBM untuk genset. Kondisi ini akan
menyebabkan efisiensi pemakaian kendaraan, dan menyebabkan aktivitas perekonomian
berlangsung tidak optimal.
Di sisi suplai pangan, terdapat permasalahan yaitu penyerapan beras petani yang
dilakukan oleh Bulog tidak sesuai dengan yang ditargetkan. Permasalahan tersebut dapat
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
45
terjadi karena harga pembelian pemerintah (HPP) yang masih lebih rendah dibandingkan
harga di tingkat petani.
Meskipun demikian, penyaluran beras yang dilakukan Bulog terbilang cukup baik,
yaitu sekitar 25 ribu ton untuk periode April – Juni 2011 (termasuk operasi pasar dan
Raskin). Kurangnya penyerapan beras Bulog dibandingkan targetnya akan lebih berimplikasi
pada stok beras. Stok beras di Bulog pada bulan Juni 2011 adalah sekitar 40 ribu ton,
mengalami penurunan 40% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yaitu sekitar
67 ribu ton.
Selain itu, berdasarkan data dari Disperindagkop Kota Palembang, stok beras di
kota palembang khususnya masih relatif aman karena persediaan di distributor mencapai
20 ribu ton. Kenaikan harga beras sendiri disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
adalah terjadinya gagal panen di daerah lain sehingga beras asal Sumsel dikirim ke daerah
lain.
Kondisi pasokan beras secara inter regional Sumbagsel terjaga. Kondisi stok beras di
Bulog Divre Lampung dan Bulog Divre Bengkulu setara dengan 3-4 bulan penyaluran, sama
dengan kondisi stok di Bulog Divre Sumsel. Selain itu, berdasarkan Angka Ramalan (ARAM)
II 2011, produksi beras wilayah Sumbagsel di tahun 2011 ini akan lebih baik dibandingkan
tahun sebelumnya.
Grafik 2.12 Penyaluran dan Stok Beras Bulog
Sumber: Perum Bulog Divre Sumsel
Grafik 2.13 Konsumsi BBM Bersubsidi
Sumber: PT. Pertamina UPMS II
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
46
TREN STOK BERAS MENUNJUKKAN ANCAMAN INFLASI JANGKA MENENGAH
Beras merupakan salah satu komoditas yang paling menentukan dalam perkembangan inflasi, yang tidak lain disebabkan oleh bobotnya yang besar di dalam keranjang konsumsi. Suplai beras mempunyai sifat musiman yang sangat kuat yang bergantung pada masa panen. Karena itu, suplai beras akan tinggi pada bulan Maret-April setiap tahun, yakni pada periode panen raya beras di Sumatera Selatan.
Sesuai dengan hukum ekonomi, harga suatu barang akan tinggi saat terjadi excess demand, dan sebaliknya, harga turun pada saat terjadi excess supply. Karena itu, harga beras akan turun jauh pada saat panen raya, yang biasanya diikuti dengan terjadinya deflasi dalam perekonomian. Sebaliknya, harga beras akan naik dan memberikan tekanan serius pada inflasi di saat pasokan beras turun.
Sesuai dengan fungsinya, Bulog berperan dalam stabilisasi harga beras dengan membeli beras di saat suplai beras melimpah, dan menyalurkannya kembali di saat harga beras tinggi, yakni saat suplai beras berkurang. Peran Bulog ini cukup signifikan dalam mempengaruhi inflasi bahan makanan, yang ditunjukkan oleh korelasi antara stok beras di Bulog Divre Sumsel dan inflasi bahan makanan tahunan yang mencapai -0,7.
Data 30 bulan terakhir menunjukkan bahwa stok beras di Bulog mengalami penurunan yang robust, bila faktor musiman dihilangkan. Rata-rata stok beras bulanan di Bulog mencapai 57 ribu ton pada 2009, menurun 31% menjadi 39 ribu ton pada 2010. Hal ini tentu akan mengurangi kemampuan Bulog untuk melakukan stabilitasi harga beras dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan estimasi proyeksi logaritmik, rata-rata stok beras bulanan di Bulog akan turun kembali menjadi sekitar 18 ribu ton pada 2011, dan menjadi 14 ribu ton pada 2012. Angka tersebut sudah sangat dekat dengan rata-rata penyaluran beras bulanan di Bulog yang sebesar 10 ribu ton (jumlah operasi pasar dan Raskin). Dengan kata lain, kemampuan stok tersebut hanya ekuivalen untuk sekitar 1-2 bulan penyaluran. Dalam kondisi seperti ini, terdapat potensi dikuranginya jumlah beras yang akan disalurkan ke pasar.
Suplemen 6
Grafik 1. Perkembangan Stok Beras dan Inflasi Bahan Makanan
Sumber: Bulog Divre Sumsel dan BPS
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
47
Bila proyeksi baseline tersebut terealisasi, kemampuan Bulog dalam mempengaruhi harga beras akan berkurang pada tahun 2011 dan 2012. Proyeksi baseline, adalah perkiraan kondisi yang terjadi tanpa adanya shock yang signifikan. Karena itu, kondisi ini dapat dicegah dengan adanya perubahan kebijakan, antara lain dengan peningkatan harga pembelian pemerintah untuk beras dan menyesuaikan jenis beras yang disalurkan dengan jenis beras yang dominan beredar di pasar. Di sisi lain, perlu diupayakan pengawalan terhadap pencapaian target produksi komoditas pangan dan mengeliminir faktor-faktor negatif yang dapat mengganggu pencapaian target. Terkait hal tersebut, diperlukan pemantauan terhadap ketersediaan saprodi dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau, serta memastikan kesiapan sistem irigasi dan antisipasi organisme pengganggu tanaman.
Grafik 1. Perkembangan Stok Beras: Aktual dan Proyeksi sampai 2012
Sumber: Bulog dan Estimasi BI
Grafik 2. Proyeksi Stok Beras: Seasonal Adjusted (SA) dan Tren Jangka Panjang (NR)
Sumber: Estimasi BI
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
48
2.3. Tekanan Inflasi Sisi Permintaan
Tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya,
namun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi tersebut
utamanya disebabkan oleh adanya tingginya harga komoditas unggulan Sumatera Selatan,
antara lain karet dan sawit. Harga komoditas karet di pasar internasional meningkat
47,14% (yoy), sedangkan harga komoditas CPO di pasar internasional meningkat 42,00%
(yoy).
Sumbangan inflasi kelompok core (inti) terhadap inflasi umum tahunan paling
tinggi dibandingkan dua komponen lainnya, menggantikan posisi volatile foods yang
sebelumnya mendominasi. Hal ini mengindikasikan adanya tarikan inflasi dari sisi
permintaan yang cukup dominan, yang didorong oleh kenaikan pendapatan masyarakat
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kelompok grass-root, kenaikan pendapatan tersebut
dapat dicerminkan oleh kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) yang cukup signifikan
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi karena kenaikan harga
komoditas unggulan yang tajam sejak tahun lalu, walaupun pada beberapa bulan terakhir
cenderung konstan atau terkoreksi. Selain itu, terjadi kenaikan upah tukang bukan mandor
yang berkontribusi cukup besar pada inflasi Mei 2011.
Secara teoretis, tekanan inflasi dari sisi permintaan secara langsung digambarkan
oleh output gap, yakni selisih antara output aktual dan output potensial. (Lihat Suplemen 6.
Peran Output Gap Sumatera Selatan dalam Mempengaruhi Inflasi Palembang). Hasil
Grafik 2.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber: BPS Provinsi Sumsel
100
102
104
106
108
110
112
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2010 2011
Nilai Tukar Petani
Indeks
Grafik 2.14 Andil Disagregasi Inflasi Tahunan
Sumber: BPS Provinsi Sumsel
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
49
estimasi mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan output gap pada
triwulan IV 2010, yang memberikan dampak terhadap inflasi tahunan pada triwulan II
2011. Selain itu, output gap saat ini mengalami peningkatan kembali.
Optimisme konsumen tetap terjaga walaupun mengalami penurunan dibandingkan
triwulan I 2011, seiring dengan terkoreksinya harga komoditas unggulan. Konsumen yang
terbilang optimis akan senantiasa melakukan konsumsi sehingga akan memberikan
tekanan inflasi dari sisi permintaan.
Tekanan inflasi kelompok inti berasal dari komoditas non-food khususnya emas
terus meningkat. Di pasar internasional, harga emas juga mengalami peningkatan yang
robust seiring dengan ketidakjelasan prospek ekonomi AS, mengingat emas dipandang
dapat mensubstitusi Dollar AS sebagai save haven. Secara bulanan emas memberikan
sumbangan inflasi yang cukup besar.
Grafik 2.16 Perkembangan Output Gap dan Inflasi
Sumber: BPS, Estimasi Peneliti BI
Grafik 2.17 Perkembangan Keyakinan Konsumen
Sumber: Survei Konsumen BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
50
PERAN OUTPUT GAP SUMATERA SELATAN DALAM MEMPENGARUHI
INFLASI PALEMBANG
Output gap merupakan kesenjangan antara output aktual dan output potensial dalam perekonomian. Output gap yang positif mengindikasikan perkembangan permintaan agregat yang melebihi penawaran agregat, yang kemudian akan memicu inflasi. Karenanya, output gap yang positif juga dikenal dengan inflationary gap. Sebaliknya, output gap yang negatif akan cenderung memicu deflasi.
Dengan mengingat Okun’s Law, output gap yang terjadi juga merefleksikan pengangguran siklikal yang terjadi pada perekonomian. Pengangguran siklikal adalah selisih antara pengangguran aktual dan tingkat pengangguran natural (NAIRU) di dalam perekonomian. Semakin rendah pengangguran siklikal, maka output gap yang terjadi akan semakin tinggi.
Dalam memperkirakan output gap, langkah yang dilakukan pertama kali adalah mengestimasi PDRB harga konstan dengan penyesuaian musiman (seasonally adjusted) dengan menggunakan metode X12-ARIMA yang sering dipergunakan oleh US Census Bureau. Kemudian, PDRB yang telah dinetralkan faktor musimannya tersebut diproses dengan menggunakan Hodrick-Prescott Filter. Namun metode ini mempunyai kekurangan antara lain disinyalir cenderung overshooting pada saat boom, dan cenderung undervalue pada saat krisis.
Output gap Sumatera Selatan hasil estimasi terlihat berkorelasi kuat dengan inflasi tahunan Palembang 1 sampai dengan 3 triwulan ke depan. Korelasi output gap periode t-1 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,70, korelasi output gap periode t-2 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,83, dan korelasi output gap periode t-3 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,73.
Korelasi yang kuat tersebut juga terlihat dari pergerakan dua indikator tersebut pada grafik 1, dimana pergerakan inflasi tahunan mengikuti output gap beberapa 1-3 periode sesudahnya, kecuali saat terjadi shock yang besar pada administered prices, yaitu pada periode tahun 2005-2006.
Grafik 1. Output Gap dan Inflasi
Sumber: BPS dan Estimasi BI
Suplemen 7
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
• Pertumbuhan kredit di sektor industri pengolahan 58,42% (yoy) mendorong akselerasi penyaluran kredit kepada lapangan usaha.
• NPL sedikit naik dari 1,87% menjadi 2,29%, disumbang utamanya oleh sektor perdagangan seiring koreksi harga komoditas unggulan.
3.1. Kondisi Umum
Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi
Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan II
2011 (data hingga Mei 2011) dari beberapa
indikator seperti total aset, penghimpunan
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran
kredit/pembiayaan mengalami peningkatan
yang diiringi dengan kecenderungan penurunan
suku bunga.
Secara triwulanan (qtq) total aset
perbankan Sumsel tumbuh sebesar 3,98%
menjadi Rp56,85 triliun dan secara tahunan
meningkat 26,22% (yoy) dibandingkan triwulan
yang sama pada tahun sebelumnya.
Penghimpunan DPK triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 25,48% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp36,56 triliun menjadi Rp45,88 triliun, dan secara
triwulanan tercatat meningkat sebesar 4,57% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/
pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 30,96% (yoy) dari Rp30,05
triliun menjadi Rp39,36 triliun.
Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) secara tahunan (yoy) tercatat
mengalami peningkatan sebesar 24,85% dari Rp20,74 triliun menjadi sebesar Rp25,89
triliun. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengalami peningkatan
sebesar 5,57%.
Peningkatan penghimpunan DPK yang lebih rendah dari pertumbuhan penyaluran
pembiayaan/kredit secara triwulanan telah menyebabkan peningkatan Loan to Deposit
Ratio (LDR) triwulan II menjadi 85,79% dari sebelumnya 84,21% di triwulan I.
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perban kan Provinsi Sumatera Selatan
* Posisi Mei 2011
BAB 3
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
52
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
3.2. Kelembagaan
Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel
sampai dengan triwulan II 2011 berjumlah 57
bank. Jumlah kantor bank sebanyak 550 kantor
yang terdiri dari 4 Kantor wilayah Bank Umum
Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah
Daerah, 18 Kantor Pusat BPR/S, 65 Kantor
Cabang Bank Umum Konvensional, 12
Kantor Cabang Bank Umum Syariah dan 7
Kantor Cabang BPR/S, 325 Kantor Cabang
Pembantu Bank Umum Konvensional, 44
Kantor Cabang Pembantu Bank Umum Syariah,
serta 63 Kantor Kas Bank Umum, 6 Kantor Kas Bank Syariah dan 5 Kantor Kas BPR.
Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tercatat sebanyak 523 unit.
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
3.3.1 Penghimpunan DPK
Jika dibandingkan dengan akhir triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK
mengalami peningkatan sebesar 25,48%. Simpanan berjangka/deposito mengalami
peningkatan paling pesat, yaitu dari Rp14,31 triliun menjadi Rp19,67 triliun atau meningkat
sebesar 37,47%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 28,98% menjadi Rp18,90
triliun. Sementara itu, giro tercatat menurun dari Rp7,60 triliun menjadi sebesar Rp7,31
triliun atau sebesar 3,84%.
Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar
4,57% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito, simpanan tabungan dan
giro masing-masing sebesar 5,83%, 3,93% dan 2,93%.
Berdasarkan pangsa masing-masing komponen DPK, simpanan deposito tercatat
memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 42,87%. Sementara itu simpanan tabungan dan
giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 41,20% dan 15,93%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
53
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang mengelompokkan
perkembangan penghimpunan DPK berdasarkan 13 kabupaten/kota, DPK di Kabupaten
Banyuasin digabungkan ke DPK Kabupaten Musi Banyuasin, sedangkan DPK di Kabupaten
Lahat digabungkan ke DPK Kota Pagar Alam. Berdasarkan laju pertumbuhan secara
tahunan (yoy), penghimpunan DPK Ogan Komering Ulu Timur tercatat mengalami
pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 86,48% atau dengan pangsa pertumbuhan
tahunan sebesar 0,82%. Kota Palembang mencatat kontribusi terhadap pertumbuhan
tahunan yang tinggi, yaitu sebesar 15,19%. Pada periode ini, Empat Lawang merupakan
satu-satunya wilayah yang mengalami pertumbuhan kredit negatif secara tahunan, yaitu
menurun sebesar 9,80%.
Pertumbuhan DPK secara triwulanan di berbagai kabupaten/kota secara umum
pada periode ini cukup tinggi. Wilayah Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir tercatat sebagai
wilayah dengan peningkatan penghimpunan DPK terbesar secara triwulanan yakni masing-
masing naik sebesar 12,56% dan 12,45%. Tidak terdapat satu pun wilayah yang mencatat
penurunan DPK dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK Kota Palembang tercatat
berkontribusi terbesar sebagai pendorong pertumbuhan DPK secara triwulanan yaitu
dengan andil sebesar 2,25%, diikuti dengan Muara Enim dan Musi Banyuasin dengan andil
masing-masing sebesar 0,68% dan 0,52%. Berdasarkan pangsa, DPK Kota Palembang
masih merupakan wilayah dengan pangsa terbesar yakni sebesar 64,70% dari total DPK
Grafik 3.3 Pertumbuhan D PK Perban kan di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Tr iwulan II 2011
di Provinsi Sumatera Selatan
* Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
54
Sumatera Selatan, diikuti oleh Muara Enim dan Musi Banyuasin yaitu masing-masing
sebesar 12,72% dan 5,27%. Sementara itu, wilayah yang mempunyai pangsa terkecil
adalah Musi Rawas dengan pangsa sebesar 0,16%.
Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perban kan p er Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Kabupaten/Kota 2010 2011
II III IV I II*
Kab. Musi Banyuasin 1,795,384 1,803,372 1,666,455 2,202,474 2,420,171
Kab. Ogan Komering Ulu 1,166,979 1,202,715 1,336,804 1,489,224 1,594,925 Kab. Muara Enim 4,551,634 4,774,547 4,882,373 5,539,522 5,835,868
Kab. Musi Rawas 44,019 52,044 66,728 65,631 73,876
Kab. Ogan Komering Ilir 545,288 513,551 406,380 562,338 620,506 Kab. Ogan Komering Ulu Selatan 166,711 190,915 164,747 212,969 224,878
Kab. Ogan Komering Ulu Timur 232,120 232,044 250,204 392,796 432,860 Kab. Ogan Ilir 149,082 123,757 156,944 225,637 253,729
Kab. Empat Lawang 135,434 124,716 62,493 115,740 122,164
Kota Palembang 24,041,850 25,651,349 28,594,050 28,686,338 29,685,772 Kota Lubuklinggau 1,467,913 1,465,239 1,451,707 1,651,282 1,775,026
Kota Prabumulih 1,205,031 1,288,579 1,347,872 1,482,956 1,512,083 Kota Pagar Alam 1,062,856 1,123,496 1,173,236 1,248,691 1,329,119
Sumatera Selatan 36,564,301 38,546,324 41,559,992 43,875,597 45,880,977
*Posisi Mei 2011
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral
Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 30,96%
dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp30,05 triliun menjadi Rp39,36 triliun. Laju
pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit sektor jasa listrik, gas, dan air dan kredit sektor
industri pengolahan masing-masing sebesar 99,47% dan 58,42%.
Andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara tahunan dikontribusikan oleh
penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan, yaitu sebesar 7,01%. Sementara itu,
penyaluran kredit di sektor pertanian, peternakan, kehutanan & perikanan memberikan
andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara triwulanan.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
55
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral
Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)
Sektor 2010 2011
II III IV I II* Lapangan Usaha 18,247,235 19,858,960 20,825,598 22,231,120 23,856,263
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
4,264,192 4,743,961 4,615,843 4,223,898 4,615,892
Pertambangan dan Penggalian 518,410 587,749 589,332 640,709 593,572
Industri Pengolahan 3,013,446 3,281,127 4,104,449 4,434,686 4,774,040
Listrik, Gas dan Air Bersih 284,303 637,027 624,922 590,563 567,103
Konstruksi 1,601,000 1,638,450 1,501,290 1,530,199 1,714,671
Perdagangan, Hotel dan Restoran
5,279,461 6,292,423 6,481,349 6,622,945 6,842,997
Pengangkutan dan Komunikasi 463,654 375,393 372,121 442,048 559,398
Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 527,656 695,900 1,117,779 808,936 819,292
Jasa-jasa 2,295,113 1,606,930 1,418,512 2,937,136 3,369,299
Bukan Lapangan Usaha 11,807,676 12,652,426 12,238,269 14,714,745 15,503,040
Rumah Tinggal 2,667,146 2,623,963 2,786,533 2,954,349 3,088,285
Flat dan Apartemen 2,751 3,640 4,873 5,695 6,594
Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan)
264,402 333,612 390,878 428,388 463,354
Kendaraan Bermotor 1,431,090 1,614,156 1,605,481 2,011,940 2,234,954
Lainnya 7,442,287 8,077,056 7,450,503 9,314,373 9,709,853
Total Pinjaman 30,054,911 32,511,385 33,063,866 36,945,864 39,359,303
*Posisi Mei 2011
Pertumbuhan penggunaan kredit
perbankan pada kelompok yang tidak
termasuk lapangan usaha (konsumsi)
lebih kecil d ibandingkan yang disalurkan
pada sektor produksi. Pertumbuhan
kredit yang tertinggi secara tahunan
dicapai oleh kredit untuk flat dan
apartemen serta kredit untuk ruko dan
rukan, yaitu masing-masing sebesar
139,69% dan 75,25%. Sementara itu,
kredit kendaraan bermotor tumbuh
56,17%.
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral
Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I I 2011
*Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
56
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan
Penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengalami perubahan yang bervariasi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit investasi
mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp5,37 triliun menjadi Rp7,35 triliun atau
36,75%. Kredit konsumsi mencatat pertumbuhan sebesar 31,48% dan kredit modal kerja
meningkat 28,07% (yoy). Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk
investasi mengalami tercatat mengalami peningkatan yang juga tertinggi yaitu sebesar
12,66%. Penyaluran kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar 5,09%, sedangkan
kredit konsumsi tercatat meningkat sebesar 5,36%.
Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit
modal kerja yakni sebesar 41,95%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar
39,39%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 18,66%. Jika diperhatikan pula data
triwulan sebelumnya, telah terjadi sedikit penurunan pada proporsi kredit modal kerja dari
sebelumnya sebesar 42,53%.
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten
Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang mengelompokkan
perkembangan penyaluran kredit berdasarkan 15 kabupaten/kota. Berdasarkan daerah
penyaluran kredit, wilayah Banyuasin merupakan wilayah dengan pertumbuhan kredit
tahunan (yoy) tertinggi yaitu sebesar 81,23%, diikuti o leh wilayah Musi Banyuasin dan
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan
Provinsi Sum atera Selatan
*Posisi Mei 2011
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit /Pembiayaan
Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan II 2011
*Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
57
Pagar Alam yaitu masing-masing sebesar 55,55% dan 51,44%. Wilayah Palembang, Musi
Banyuasin, dan Ogan Komering Ulu tercatat sebagai wilayah yang berkontribusi paling
signifikan dalam penyaluran kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy) yakni dengan andil
pertumbuhan masing-masing sebesar 16,42%, 5,03% dan 2,72%.
Tabel 3.3 Perkembang an Penyaluran Kredit/Pemb iayaan Perb ankan per W ilayah
di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Wilayah 2010 2011
II III IV I II*
Kab. Musi Banyuasin 2,289,151 2,968,083 2,601,474 3,252,876 3,560,874
Kab. Ogan Komering Ulu 1,613,709 1,716,621 1,785,652 2,126,189 2,349,198
Kab. Muara E nim 1,805,130 1,886,641 1,795,061 2,081,055 2,118,347
Kab. Lahat 720,918 743,878 688,390 844,532 889,987
Kab. Musi Rawas 766,553 841,437 717,543 902,040 1,009,014
Kab. Ogan Komering Ilir 2,206,060 2,246,651 2,215,769 2,300,032 2,498,186
Kab. Ba nyuasin 452,026 498,367 540,384 780,523 819,209
Kab. Ogan Komeing Ulu Selatan 196,441 210,307 213,907 240,653 268,273
Kab. Ogan Komeing Ulu Timur 368,016 390,110 406,036 450,253 490,092
Kab. Ogan Ilir 278,812 273,492 285,745 299,512 306,055
Kab. Empat Lawang 79,270 91,596 92,054 104,103 114,184
Kota Palembang 16,810,504 18,061,677 19,225,490 20,639,760 21,794,136
Kota Lubuklinggau 1,130,351 1,146,571 1,148,454 1,381,331 1,484,589
Kota Prabumulih 1,066,585 1,121,427 1,065,379 1,154,849 1,246,172
Kota Pagar Alam 271,384 314,527 282,531 388,158 410,988
Sumatera Selatan 30,054,911 32,511,385 33,063,866 36,945,864 39,359,303
*Posisi Mei 2011
Pada pertumbuhan secara triwulanan, wilayah Musi Rawas tercatat sebagai wilayah
dengan pertumbuhan kredit paling cepat, yaitu sebesar 11,86%, yang diikuti oleh Ogan
Komering Ulu Selatan dan Komering Ulu yaitu masing-masing sebesar 11,48% dan
10,49%. Pada triwulan ini, tidak ada satu wilayah pun yang mengalami pertumbuhan
penyaluran kredit negatif. Menurut kontribusinya terhadap pertumbuhan kredit triwulanan
Sumatera Selatan, wilayah Palembang dan Musi Banyuasin tercatat sebagai wilayah dengan
kontribusi tertinggi terhadap pertumbuhan kredit/pembiayaan yakni masing-masing sebesar
3,10% dan 0,86%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
58
Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Pro vinsi Sum atera Selatan Triwulan II 2011
Berdasarkan Wilayah
*Posisi Mei 2011
Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa
penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 55,37%. Kemudian disusul oleh Musi Banyuasin
dan Ogan Komering Ilir yaitu masing-masing mempunyai pangsa sebesar 9,05% dan
6,35%.
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM)
Realisasi kredit Mikro, Kecil, dan
Menengah (MKM) pada triwulan ini
secara tahunan tercatat mengalami
peningkatan dari posisi yang sama
tahun sebelumnya, yakni meningkat
sebesar 24,85% (yoy) dari Rp20,79
triliun menjadi sebesar Rp25,89 triliun.
Secara triwulanan, realisasi kredit MKM
meningkat cukup drastis, yaitu sebesar
5,57% (qtq).
Grafik 3.9 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit
*Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
59
Berdasarkan plafon kredit, realisasi penyaluran kredit kecil masih mencatat
pertumbuhan tertinggi secara tahunan. Secara tahunan (yoy), perkembangan realisasi
penyaluran kredit mikro (plafon sd. Rp50 juta) mengalami peningkatan sebesar 14,85%,
sedangkan kredit kecil (plafon Rp51 juta s.d. Rp500 juta), dan menengah (Rp501 juta s.d.
Rp5 miliar) masing-masing meningkat sebesar 35,33%, dan 16,58%. Secara triwulanan
(qtq), perkembangan realisasi penyaluran kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil masing-
masing meningkat sebesar 3,46% dan 7,05%, sedangkan penyaluran kredit menengah
masih meningkat sebesar 4,78%.
Menurut komposisinya, kredit kecil mempunyai pangsa tertinggi yaitu sebesar
50,53% dari keseluruhan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah, kemudian disusul oleh kredit
mikro dan kredit menengah yang masing-masing mempunyai pangsa sebesar 25,14% dan
24,32%.
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan
Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman pada triwulan II 2011 mengalami penurunan. Penurunan bunga simpanan
secara lebih landai d ibandingkan penurunan suku bunga pinjaman mempersempit spread
suku bunga kredit perbankan.
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu
1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Suku bunga simpanan mengalami
penurunan setelah meningkat pada
beberapa periode terakhir. Rata-rata suku
bunga simpanan tercatat sebesar 7,19%,
menurun dibandingkan dengan tingkat suku
bunga simpanan pada triwulan sebelumnya
(qtq) yang tercatat sebesar 7,30%, dan juga
lebih rendah dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya (yoy), yang
sebesar 7,22%.
Grafik 3.10 Perkembang an Suku Bunga Simpanan
Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
60
Grafik 3.11 Perkembang an Suku Bunga Pin jaman
Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, berdasarkan jangka waktu
simpanan, jenis simpanan dengan berbagai jangka waktu mengalami perubahan yang
bervariasi. Penurunan suku bunga yang secara relatif paling tajam terjadi pada jenis
simpanan dengan jangka waktu 6 bulan, yaitu sebesar 0,21%.
Suku bunga simpanan yang tertinggi saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan
dengan jangka waktu 12 bulan, yakni sebesar 7,42%. Sedangkan suku bunga simpanan
yang memiliki rate paling rendah adalah dengan jangka waktu 24 bulan yakni sebesar
7,00%.
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman
Perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal
kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, secara rata-rata mengalami penurunan baik
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), maupun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (qtq).
Rata-rata tingkat suku bunga
pinjaman tercatat sebesar 14,63%, menurun
apabila dibandingkan dengan tingkat suku
bunga pinjaman pada triwulan sebelumnya
(qtq) yang sebesar 15,62%. maupun
dibandingkan dengan tahun sebelumnya
(yoy) yang tercatat sebesar 15,08%.
Berdasarkan penggunaan, suku bunga kredit
yang tertinggi pada triwulan II 2011 adalah
suku bunga kredit konsumsi, yaitu sebesar
17,10%. Sementara itu kredit investasi
tercatat sebagai kredit dengan suku bunga
terendah, yakni sebesar 13,35%.
Meskipun merupakan yang terendah, suku bunga kredit investasi mengalami sedikit
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 13,26% menjadi 13,35%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
61
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga
Spread suku bunga bank umum
konvensional, yaitu selisih antara suku
bunga kredit dan suku bunga
simpanan perbankan tercatat
mengalami penurunan pada triwulan II
2011 menjadi 7,43% dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar
8,32%. Selain itu, angka tersebut lebih
rendah dibandingkan tahun
sebelumnya yang sebesar 7,85%.
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan
Tingkat Non-Performing Loan (NPL)
gross bank umum Sumatera Selatan
pada triwulan II 2011 sebesar 2,32%,
meningkat dibandingkan kondisi tahun
sebelumnya yang sebesar 1,99%, dan
dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 1,96%. Sementara itu,
NPL net (sudah memperhitungkan
PPAP) posisi triwulan II 2011 tercatat
sebesar 0,98%, sedikit meningkat
apabila dibandingkan tingkat NPL net
triwulan sebelumnya.
Perubahan NPL gross pada periode triwulan II 2011 secara umum bervariasi pada
setiap kelompok bank. NPL pada Bank pemerintah meningkat dari 1,96% menjadi 2,60%.
Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) mengalami penurunan NPL dari 1,64% menjadi
1,54%. Sementara itu, NPL pada BPR mengalami penurunan dari 6,85% menjadi 5,74%.
Persentase NPL gross bank umum konvensional terbesar masih bersumber dari sektor
perdagangan yakni sebesar 35,22%, namun telah menurun dari triwulan sebelumnya yang
Grafik 3.12 Perkembang an Spread Suku Bunga Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
Grafik 3.13 Perkembang an NPL Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
62
mencapai 37,81%. Sektor pertanian tercatat menyumbang NPL sebesar 5,03% dan sektor
konstruksi tercatat menyumbang NPL sebesar 7,70%. Berubahnya proporsi NPL di sektor–
sektor tersebut pada umumnya lebih bersifat temporer bergantung pada faktor musiman
permintaan barang dan jasa serta cash flow yang secara umum berbeda pada masing-
masing sektor.
3.7. Rentabilitas Perbankan
Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 1,52%, lebih rendah dibandingkan BPR
yang mencapai 2,04% namun masih lebih tinggi dibandingkan BUSN yang mencapai
1,28%. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) Bank
Pemerintah sebesar 91,40%. Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu
masing-masing sebesar 82,53% dan 70,73%.
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan II 2011
No Indikator Angka Rasio*
Bank Pemerintah BUSN BPR
1 Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
91.40 82.53 70.73
2 Return on Asset (ROA) 1.52 1.28 2.04
3 Keuntungan (dalam Rp juta) 593,106 208,880 14,965
* Posisi Mei 2011
Grafik 3.15 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan II 2011
*Posisi Mei 2011
Grafik 3.14 Perkembang an NPL m enurut Kelompok B ank
*Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
63
3.8. Kelonggaran Tarik
Dari Laporan Bank Umum (LBU) di wilayah
KBI Palembang diperoleh informasi bahwa
undisbursed loan (kredit yang belum ditarik
oleh debitur) pada triwulan II 2011 tercatat
sebesar Rp2,26 triliun atau 7,34% dari
plafon kredit yang disetujui oleh perbankan,
meningkat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,90
triliun atau 7,48%, dan juga meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp2,10 triliun atau
7,16%.
3.9. Risiko Likuiditas
Likuiditas bank umum konvensional di
Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan
II 2011 tergolong cukup likuid dengan
besaran angka rasio likuiditas sebesar
78,96% 1. Rasio tersebut tercatat
menurun jika dibandingkan dengan rasio
likuiditas triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 81,55%. Menurunnya
rasio likuiditas merupakan dampak dari
kenaikan aktiva likuid < 1 bulan sebesar
5,25% (qtq) menjadi sebesar Rp34,50
triliun yang disertai dengan peningkatan
pasiva likuid < 1 bulan secara lebih tinggi,
yaitu sebesar 20,55% (qtq) menjadi
sebesar Rp43,70 triliun.
1 Diperoleh melalui rasio nila i aktiva likuid < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan
Grafik 3.16 Perkembang an Undisbursed Loan
Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
Grafik 3.17 Perkembang an Risiko Likuiditas
Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
64
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
Perkembangan bank umum Syariah dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja
yang baik. Total aset pada triwulan II 2011 (hingga akhir Mei 2011) tercatat sebesar
Rp2.564,2 miliar, meningkat sebesar 47,56% dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp1.737,7 miliar, dan juga meningkat apabila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengalami peningkatan
sebesar 12,78%.
Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp1.787,5 miliar, meningkat sebesar 54,61%
(yoy) dan meningkat sebesar 19,74% (qtq). Dana investasi tidak terikat mendominasi
pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 88,78% atau sebesar Rp1.586,9 miliar yang
terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp559,5 miliar (pangsa 31,30% dari
total DPK) dan deposito mudharabah sebesar Rp1.027,5 miliar (pangsa 57,48% dari total
DPK).
Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)
INDIKATOR 2010 2011
II III IV I II*
Total Aset 1,737,731 2,008,655 2,160,856 2,273,600 2,564,206
Dana Pihak Ketiga 1,156,153 1,294,504 1,454,274 1,492,833 1,787,473
1. Simpanan Wadiah 130,473 159,938 197,031 185,015 200,525
- Giro Wadiah 75,080 94,874 119,916 101,282 114,832
- Tabungan Wadiah 55,393 65,064 77,115 83,733 85,693
2. Dana Investasi tidak terikat 1,025,680 1,134,566 1,257,243 1,307,818 1,586,948
- Tabungan Mudharabah 433,700 447,822 491,594 529,852 559,494
- Deposito Mudharabah 591,980 686,744 765,649 777,966 1,027,454
Komposisi Pembiayaan 1,356,821 1,453,330 1,565,633 1,711,983 1,814,680
- Piutang Murabahah 869,120 929,506 1,000,731 1,078,102 1,150,892
- Piutang Istishna 1,753 1,881 1,797 469 458
- Piutang Qardh 85,373 91,414 114,773 166,785 174,747
- Pembiayaan Mudharabah 213,776 228,497 236,958 244,094 256,120
- Pembiayaan Musyarakah 185,764 200,212 209,192 219,828 229,502
Aktiva Ijarah 1035 1820 2182 2705 2961
Non Performing Financing 1.34 2.70 2.00 2.15 1.90
*) Posisi Mei 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
65
Penyaluran pembiayaan juga mengalami peningkatan secara tahunan, yaitu sebesar
33,74% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 6,00% (qtq). Dari total penyaluran
pembiayaan yang mencapai Rp1.814,7 miliar, piutang murabahah memiliki pangsa sebesar
63,42% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan mudharabah tercatat sebesar
Rp 256,1 miliar atau memiliki pangsa sebesar 14,11% dan pembiayaan musyarakah
tercatat sebesar Rp229,5 miliar atau memiliki pangsa sebesar 12,65%. Sementara itu,
piutang qardh, piutang istishna dan aktiva ijarah pangsanya masih relatif kecil yakni
masing-masing sebesar 9,63%, 0,03% dan 0,16%.
Secara triwulanan pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit
Ratio (FDR) meningkat dari sebesar 114,68% pada triwulan sebelumnya menjadi 101,52%.
Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 2,15% menjadi 1,90%. Dibandingkan tahun
sebelumnya, tingkat NPF lebih tinggi, namun secara besaran masih terbilang rendah.
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan
perkembangan kinerja. Total aset BPR meningkat sebesar 25,12% (yoy) atau 4,92% (qtq).
Peningkatan DPK juga terjadi walaupun lebih lambat, yakni sebesar 16,47% (yoy) dan
secara triwulanan meningkat sebesar 1,09% (qtq).
Penyaluran kredit mengalami peningkatan cukup pesat sebesar 7,42% (qtq), dan
secara tahunan juga menunjukkan peningkatan sebesar 27,04% (yoy). Dengan
perkembangan DPK dan penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) pada BPR
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 95,92% menjadi 101,92%. Secara
bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada BPR menurun dari 6,15% menjadi
5,16%.
Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio likuiditas BPR menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 43,53% menjadi 40,85%, yang
menunjukkan sedikit menurunnya kondisi likuiditas pada BPR. Namun demikian, rasio
likuiditas tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 38,67%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
66
Grafik 3.18 Perkembang an Aset, DPK, dan Kredit
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
Grafik 3.19 Perkembang an Rasio Likuiditas
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Mei 2011
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
• Realisasi pendapatan dan belanja daerah triwulan II 2011 lebih tinggi dibandingkan
dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya.
• Penurunan tarif PPh Pasal 21 untuk PNS Golongan III merupakan penyebab utama rendahnya penerimaan PPh Pasal 21 sehingga mengakibatkan turunnya penerimaan pajak selama triwulan II 2011.
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Triwulan II 2011
Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan terealisasi sebesar Rp1.797,77 miliar atau
mencapai 52,33% dari total anggaran yang sebesar Rp3.435,48 miliar. Sementara total
realisasi belanja daerah mencapai Rp983,50 miliar atau sebesar 27,58% dari anggaran
sebesar Rp3.565,89 miliar. Realisasi pendapatan maupun belanja dalam kurun waktu
berjalan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama
tahun sebelumnya.
Dari komponen pendapatan daerah, realisasi paling tinggi dicapai oleh Lain-lain
Pendapatan yang Sah yakni sebesar Rp36,06 miliar atau mencapai 305,85% dengan
kontribusi sebesar 2,01% dari total realisasi pendapatan. Adapun realisasi komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu indikator kemandirian suatu
daerah tercatat sebesar 54,40% dengan nominal mencapai Rp850,59 miliar. Pangsa
realisasi PAD terhadap realisasi total pendapatan APBD mencapai 47,31%. Komponen PAD
yang mencatat realisasi paling besar secara nominal adalah Pajak Daerah yakni Rp791,23
miliar atau dengan realisasi sebesar 57,09% dari anggaran. Realisasi Hasil Retribusi Daerah
mencapai 27,37% dengan nominal sebesar Rp5,19 miliar dan realisasi Lain-lain PAD yang
sah mencapai Rp36,93 miliar atau 43,05% dari target anggaran. Sementara itu, realisasi
Dana Perimbangan tercatat Rp911,12 miliar dengan sumbangan paling tinggi dari Dana
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak yakni sebesar Rp524,13 miliar.
Pada komponen belanja, realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 34,01%
atau sebesar Rp597,33 miliar. Kondisi tersebut di atas pencapaian periode yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai 33,26%. Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja
tidak langsung tercatat sebesar Rp221,60 miliar yang merupakan komponen belanja tidak
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
68
langsung dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 42,67%. Sementara itu,
realisasi belanja hibah terealisasi sebesar Rp167,54 miliar atau mencapai 56,26% dan
komponen belanja tidak langsung yang belum terealisasi sama sekali adalah belanja subsidi.
Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 (Rp Miliar)
Sumber: Biro Keuanga n Provinsi S umatera Selatan, diolah
PENDAPATAN ASLI DAERAH 1,563.70 850.59 (713.11) 54.40Hasil Pajak Daerah 1,385.85 791.23 (594.62) 57.09Hasil Retribusi Daerah 18.95 5.19 (13.76) 27.37Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 73.14 17.25 (55.88) 23.59Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 85.77 36.93 (48.84) 43.05DANA PERIMBANGAN 1,859.99 911.12 (948.87) 48.99Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 1,315.62 524.13 (791.50) 39.84Pendapatan Dana Alokasi Umum 512.08 377.31 (134.78) 73.68Pendapatan Dana Alokasi Khusus 32.29 9.69 (22.60) 30.00LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 11.79 36.06 24.27 305.85Pendapatan Hibah 11.79 35.89 24.10 304.42Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 0.00 0.00 0.00 0.00Dana Tunjangan Pendidikan 0.00 0.17 0.17 0.00Jumlah Pendapatan 3,435.48 1,797.77 (1,637.71) 52.33
Belanja Tidak Langsung 1,756.13 597.33 (1,158.79) 34.01Belanja Pegawai 519.32 221.60 (297.72) 42.67Belanja Subsidi 1.30 0.00 (1.30) 0.00Belanja Hibah 297.82 167.54 (130.27) 56.26Belanja Bantuan Sosial 54.94 15.31 (39.63) 27.87Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
400.00 127.10 (272.90) 31.77
Belanja Bantuan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
477.75 65.26 (412.49) 13.66
Belanja Tidak Terduga 5.00 0.52 (4.48) 10.39Belanja Langsung 1,809.76 386.17 (1,423.59) 21.34Belanja Pegawai 170.14 16.92 (153.22) 9.94Belanja Barang dan Jasa 596.00 107.35 (488.65) 18.01Belanja Modal 1,043.62 261.90 (781.72) 25.10Jumlah Belanja 3,565.89 983.50 (2,582.39) 27.58
JUMLAH SURPLUS/DEFISIT (130.40) 814.27 944.67 (624.43)PEMBIAYAAN DAERAH 130.40 371.37 240.97 284.79PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 151.34 391.37 240.03 258.60Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu 151.34 391.37 240.03 258.60Pengeluaran Pembiayaan Daerah 20.94 20.00 (0.94) 95.51Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 20.00 20.00 0.00 100.00Pemberian Pinjaman Daerah 0.94 0.00 (0.94) 0.00JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN 20.94 20.00 (0.94) 95.51PEMBIAYAAN NETTO 130.40 371.37 240.97 284.79SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN (SILPA)
(0.00) 1,185.64 1,185.64
PENDAPATAN DAERAH
AnggaranRealisasi s.d. Triwulan II
2011
Bertambah/ Berkurang
Persentase Realisasi (%)
BELANJA DAERAH
Komponen
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
69
Realisasi komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp386,17 miliar atau hanya
21,34% dari anggaran. Namun demikian, kondisi tersebut lebih baik dibandingkan
pencapaian periode tahun sebelumnya yang sebesar 19,98%. Realisasi belanja modal pada
komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp261,90 miliar yang merupakan tingkat
realisasi paling t inggi yakni sebesar 25,10%. Sementara itu, realisasi barang dan jasa
sebesar Rp107,35 miliar atau mencapai 18,01%. Komponen belanja langsung yang
terealisasi paling rendah adalah belanja pegawai yakni sebesar 9,94% dari anggaran
dengan nominal Rp16,92 miliar.
Tabel 4.2 Realisasi B elanja Sumsel Tr iwulan II 2010 d an Triwulan I I 2011 (Rp Miliar)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah
Grafik 4.2 Perbanding an Komponen Sisi Pengelu aran
Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi S umatera Selatan
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Anggaran Realisasi
49.25% 60.74%
50.75% 39.26%
Belanj a Tidak Lan gsung B el anj a Langs ung
Grafik 4.1 Perbanding an Komponen Sisi Pendapatan
Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Anggaran R eali sasi
45.52% 47.31%
54.14% 50.68%
0.3 4% 2.0 1%
PA D Dana Perimbangan Lain-lain PA D yang Sah
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
70
4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan
Data yang diperoleh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan bahwa penerimaan pajak Provinsi Sumatera
Selatan pada triwulan II 2011 mengalami penurunan sebesar 10,51% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang disebabkan berkurangnya penerimaan PPh Pasal 21 sebagai
akibat turunnya tarif PPh Pasal 21 untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Golongan III dari
sebesar 15% menjadi 5% yang berlaku efektif sejak bulan Februari 2011. Penurunan
penerimaan PPh Pasal 21 telah menekan penerimaan pajak sebesar 12,22%. Sementara itu,
belum optimalnya penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memberikan andil yang
signifikan terhadap penurunan kinerja secara tahunan.
Penerimaan PPh Orang Pribadi sebesar Rp6,67 miliar atau turun sebesar 71,89%
(yoy). Kondisi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang
mengalami peningkatan sebesar 14,47% (yoy). Kondisi yang cukup menggembirakan
terjadi pada kinerja penerimaan PPh Pasal 21 yang mengalami peningkatan secara tahunan
dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya. Penerimaan PPh Pasal 21 meningkat
sebesar 7,30% (yoy) menjadi sebesar Rp231,76 miliar, lebih baik dibandingkan pencapaian
tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencatatkan peningkatan sebesar 4,78% (yoy).
Grafik 4.3 Perkembang an Penerim aan PPh Orang Pribadi
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
(100)(50)-50 100 150 200 250 300 350 400
-
5
10
15
20
25
II III IV I II
2010 2011
PPh Orang Pribadi
Pertumbuhan PPh Orang Pribadi (Aksis Kanan)
Rp Miliar Persen
Grafik 4.4 Perkembang an Penerim aan PPh Pasal 21
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
-5 10 15 20 25 30 35 40
-
50
100
150
200
250
300
II III IV I II
2010 2011
PPh Pasal 21 Pertumbuhan PPh Pasal 21
Rp Miliar Persen
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
71
Sementara itu, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada triwulan II 2011
adalah sebesar Rp18,04 miliar atau turun sebesar 95,72% (yoy). Kondisi tersebut lebih
rendah dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar
4,98% (yoy). Penyebab rendahnya penerimaan PBB diyakini sebagai dampak masih belum
optimalnya setoran masyarakat pada triwulan laporan mengingat batas waktu pembayaran
PBB adalah pada bulan September.
Grafik 4.5 Perkembang an Penerim aan PBB
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
(200)-200 400 600 800 1,000 1,200
-100 200 300 400 500 600 700 800 900
II III IV I II
2010 2011
PBB Pertumbuhan PBB
Rp Miliar Pe rsen
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
72
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Grafik 5.1 Perkembang an Kliring di Sumatera Selatan
0
50
100
150
200
250
0.001.002.003.004.005.006.007.008.009.00
II III IV I II
2010 2011
Lembar (Aksis Kanan) Nominal
Ribu LembarRp Triliun
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
• Menurunnya kegiatan kliring dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan bersifat temporer seiring menurunnya jumlah hari kerja pada triwulan laporan.
• Penggunaan uang kertas denominasi Rp100.000,00 mengalami peningkatan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 153,35% (qtq).
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
Perkembangan kliring dapat ditunjukkan
oleh jumlah warkat maupun nominal
kliring. Perkembangan kliring di Sumsel
pada triwulan II 2011 menunjukkan
penurunan dalam jumlah warkat
maupun nominal dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun mengalami
peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Jumlah warkat yang dikliringkan pada
triwulan laporan sebanyak 202.471
lembar dengan nominal sebesar
Rp7,91 triliun. Jumlah warkat secara
tahunan meningkat sebesar 7,59% (yoy), sedangkan berdasarkan nominal meningkat
sebesar 24,87% (yoy) dari sebesar Rp6,34 triliun.
Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan laporan mengalami peningkatan secara
tahunan maupun triwulanan masing-masing sebesar 12,68% (yoy) dan 6,92 % (qtq).
Sementara itu, volume (transaksi) net RTGS tercatat mengalami peningkatan secara
tahunan, namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, volume net RTGS naik 11,71% (yoy)
sedangkan dibandingkan triwulan sebelumnya turun 1,37% (qtq) menjadi Rp8,02 triliun.
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
74
Grafik 5.3 Perkembang an Perputaran Kliring dan Hari Kerja
59
60
61
62
63
0
20
40
60
80
100
120
140
II III IV I II
2010 2011
Perputaran Kliring/Hari Hari Kerja
Hari KerjaRp Miliar
Dibandingkan triwulan sebelumnya terjadi penurunan jumlah warkat kliring sebesar
14,08% (qtq) dari sebanyak 235.658 lembar, sedangkan berdasarkan nominal turun
sebesar 2,16% (qtq) dari sebesar Rp8,09 triliun. Menurunnya kegiatan kliring dibandingkan
triwulan sebelumnya diperkirakan bersifat
temporer seiring dengan menurunnya jumlah
hari kerja pada triwulan laporan yang tercatat
sebanyak 60 hari atau lebih sedikit
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 62 hari kerja.
Secara proporsional dibandingkan
dengan jumlah hari kerjanya, perputaran kliring
harian pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp131,86 miliar atau meningkat sebesar
1,10% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya sebesar Rp130,43 miliar/hari.
Seiring dengan penurunan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan
bilyet giro kosong juga mengalami penurunan. Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang
dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 2.434 lembar dengan nominal sebesar
Rp78,61 miliar.
Grafik 5.2 Perkembang an RTGS d i Sum atera Selatan
-5 10 15 20 25 30 35 40 45
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
II III IV I II
2010 2011
Nilai RTG S dari SumselNilai RTG S ke Sumse lNilai RTG S Ne t V olume RTGS dari Sumse l (Aksis K anan)V olume RTGS ke Sum sel (Ak sis Kanan)V olume RTGS Net (Ak sis K anan)
Ribu LembarRp Miliar
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
75
Jumlah warkat cek/BG kosong menurun 29,92% (qtq) dari triwulan sebelumnya
yang sebanyak 3.473 lembar, sedangkan dari sisi nominal turun 30,77% (qtq) dari
Rp113,54 miliar. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nominal
cek/BG kosong mengalami penurunan sebesar 9,85% (yoy) sementara jumlah warkat
tercatat mengalami penurunan sebesar 17,04% (yoy).
Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong
Provinsi Sum atera Selatan
II II I IV I I I
1. Lembar Warkat 2,934 3,090 3,551 3,473 2,434
2. Nominal (Rp Miliar) 87.19 83.35 115.55 113.54 78.61
Keterangan2010 2011
Aktivitas kliring bulanan paling tinggi selama triwulan laporan terjadi pada bulan
Mei 2011 dengan jumlah warkat sebanyak 68.555 lembar dan nominal sebesar Rp2,65
triliun atau dengan rata-rata perputaran nominal kliring/hari sebesar Rp132,35 miliar dan
rata-rata jumlah warkat kliring/hari mencapai 3.428 lembar.
Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro
Kosong di Sumatera Selatan
05
1015202530354045
0200400600
8001,0001,2001,400
1,600
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010 2011
Warkat (Aksis Kanan) Nominal
LembarRp Miliar
Grafik 5.4 Perkembang an Bulanan Jumlah
Perputaran Kliring di Sumatera Selatan
-500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 5,000
50 60 70 80 90
100 110 120 130 140 150
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2010 2011
Rata-rata Nominal Kliring/Hari
Rata-rata Jumlah Warkat Kliring/Hari (Aksis Kanan)
LembarRp Miliar
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
76
Grafik 5.6 Perkembang an Keg iatan Perkasan di Sumatera Selatan
2010-2011
5.2. Perkembangan Perkasan
Kegiatan perkasan pada triwulan laporan mencatat inflow sebesar Rp1,21 triliun atau turun
18,55% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,49
triliun. Sementara iu, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi peningkatan inflow
sebesar 20,55% (qtq) dari Rp1,00 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar
Rp3,09 triliun, naik sebesar 23,69% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya dan naik sebesar 49,66% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Dengan membandingkan angka inflow dan outflow maka diperoleh net-outflow
selama triwulan berjalan sebesar Rp1,89 triliun, sedangkan pada periode yang sama tahun
sebelumnya tercatat mengalami net-outflow sebesar Rp1,01 triliun. Adapun kondisi net-
outflow pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar Rp1,07 triliun.
Tabel 5.2 Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan (Rp Miliar)
II III IV I II
Inflow 1,487.84 2,508.09 1,747.93 1,001.56 1,207.37
Outflow 2,501.95 2,444.08 3,512.18 2,067.75 3,094.67
Net Inflow (Net Outflow) ( 1,014.11) 64.02 (1,764.25) (1,066.19) (1,887.30)
20112010Keterangan
Melalui kegiatan perkasan,
dilakukan pula penarikan uang lusuh
di KBI Palembang sebagai wujud dari
clean money policy Bank Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan uang
dalam kondisi layak edar. Uang lusuh
yang ditarik tercatat menurun
sebesar 19,42% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya, sedangkan
dibandingkan tahun sebelumnya
turun sebesar 67,17% (yoy) dari sebesar Rp476,52 miliar.
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
77
Grafik 5.7 Perkembang an Penarikan Uang Lusuh
oleh KBI Palembang
-
5
10
15
20
25
30
35
-
100
200
300
400
500
600
II I II IV I I I
2010 2011
N ila i % thd In flow
P ers enRp M i liar
Menurut proporsinya terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh mengalami
penurunan dari sebesar 19,38% pada triwulan sebelumnya menjadi 12,96%. Secara
nominal, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan pada triwulan laporan mencapai
Rp156,44 miliar.
5.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi
Aliran perkasan selama periode laporan didominasi oleh denominasi Rp100.000,00, hal
tersebut terjadi pada inflow maupun outflow. Inflow uang kertas didominasi denominasi
Rp100.000,00 yakni sebesar Rp657,60 miliar atau mencapai 54,51%, kemudian diikuti
denominasi Rp50.000,00 sebesar Rp448,08 miliar atau 37,14%. Kedua denominasi
tersebut pun mendominasi aliran uang ke luar (outflow) yakni masing-masing tercatat
sebesar 72,50% dan 24,83%. Sementara itu, denominasi Rp500,00 mendominasi inflow
uang logam yakni sebesar 67,36%, sedangkan outflow didominasi denominasi Rp1.000,00
yang mencapai sebesar 83,82%.
Penggunaan denominasi Rp100.000,00 mengalami peningkatan dibandingkan
tahun sebelumnya, hal tersebut terlihat dari peningkatan yang mencapai 66,87% (yoy).
Bahkan apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat mengalami
peningkatan yang signifikan yakni sebesar 153,35% (qtq).
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
78
Tabel 5.3
Pangsa Denomin asi Uang dalam Inf low
Tabel 5.4 Pangsa Denomin asi Uang dalam Outf low
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
79
Pada penggunaan mata uang logam, preferensi masyarakat terhadap denominasi
Rp1.000,00 tercatat meningkat sebesar 49,06% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya,
sementara dibandingkan tahun sebelumnya meningkat sangat signifikan. Adapun
peningkatan penggunaan uang logam yang paling tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya adalah denominasi Rp100,00 yakni sebesar 70,18% (qtq).
5.4. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia
menyelenggarakan kegiatan kas titipan di Kota Lubuk Linggau. Pertimbangan
penyelenggaraan kas titipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan
terhadap uang tunai serta jarak yang cukup jauh dari Kota Palembang.
Grafik 5.8 Perkembang an Denominasi Uang Kertas dalam Inflow
Grafik 5.9 Perkembang an Denominasi Uang Kertas dalam Outflow
Grafik 5.10 Perkembang an Denominasi Uang Logam dalam Inflow
Grafik 5.11 Perkembang an Denominasi
Uang Logam dalam Outflow
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
80
Tabel 5.5 Perkembang an Kas Titip an Lubuk Linggau (Rp Miliar)
II III IV I II
Inflow 1,095.19 1,119.30 235.59 318.01 253.32 279.05 155.32
Outflow 1,157.85 1,410.79 437.42 318.98 369.78 221.72 213.96
Net Inflow (Net Outflow) (62.67) (291.49) (201.83) (0.97) (116.46) 57.34 (58.65)
201120102010Keterangan 2009
Nilai outflow di Lubuk Linggau tercatat sebesar Rp213,96 miliar, turun sebesar
3,50% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu aktivitas inflow tercatat
sebesar Rp155,32 miliar, turun sebesar 44,34% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dengan membandingkan angka outflow dan inflow diperoleh net-outflow sebesar Rp58,65
miliar.
Grafik 5.12 Perkembang an Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau
Tahun 2010-2011
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
• Jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan mengalami penurunan sebesar 4,52% (yoy) menjadi 1,05 juta jiwa pada Susenas Maret 2011.
• Stabilnya harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab meningkatnya rata-rata NTP sebesar 2,29% (qtq) menjadi 110,91.
6.1. Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di
bawah Garis Kemiskinan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar 1.074,81 ribu jiwa atau
14,24% dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan
sebesar 4,52% atau sebesar 50,92 ribu jiwa dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (Maret 2010) yang tercatat sebesar 1.125,73 ribu jiwa.
Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan
Tahun 1993-2011
Tahun Jumlah Penduduk Miskin
(ribuan) Persentase
1993 901,9 15,73 1996 1.017,0 17,04 1999 1.481,9 23,87 2002 1.434,1 22,49 2003 1.397,3 21,54 2004 1.379,3 20,92
Januari 2005 1.429,0 21,01
Januari 2006 1.446,9 20,99 Maret 2007 1.331,8 19,15 Maret 2008 1.249,61 17,73
Maret 2009 1.167,87 16,28 Maret 2010 1.125,73 15,47
Maret 2011 1.074,81 14,24
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2011 berfluktuasi dari
tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar
464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari
17,04% menjadi 23,87%. Selama periode 1999-2011, jumlah penduduk miskin relatif
terus mengalami penurunan.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
82
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan pada Susenas Maret 2011 tercatat
sebanyak 1,07 juta jiwa atau mencapai 14,24% dari total penduduk Sumatera Selatan.
Jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 4,52% dibandingkan tahun
sebelumnya atau sebanyak 50,92 ribu jiwa.
Garis Kemiskinan mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir,
yakni sebesar 6,59% dari Rp221.687,00 per kapita/bulan menjadi Rp236.298,00 per
kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan
pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami
peningkatan sebesar 6,47% dari Rp258.304,00 per kapita/bulan menjadi Rp275.006,00 per
kapita/bulan. Sementara itu, Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan
sebesar 8,14% pada periode yang sama, dari Rp198.572,00 per kapita/bulan menjadi
Rp214.727,00 per kapita/bulan.
Tabel 6.2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2011
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan
(Rp/Kapita/Bulan)
Jumlah Penduduk
Miskin Persentase
Perkotaan
Maret 2008 229.552 517,70 18,87 Maret 2009 247.661 470,03 16,93 Maret 2010 258.304 471,22 16,73
Maret 2011 275.006 409,15 15,15
Perdesaan
Maret 2008 175.556 734,91 17,01 Maret 2009 190.109 697,85 15,87 Maret 2010 198.572 654,50 14,67
Maret 2011 214.727 665,66 13,73
Kota+Desa Maret 2008 196.452 1.249,61 17,73 Maret 2009 212.381 1.167,87 16,28 Maret 2010 221.687 1.125,73 15,47 Maret 2011 236.298 1.074,81 14,24
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Peranan komoditi makanan pada garis kemiskinan berdasarkan komponen
makanan dan bukan makanan terlihat mengalami sedikit penurunan. Kontribusi garis
kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
83
77,00%, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 77,08%. Garis kemiskinan makanan
makanan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar Rp181.940,00/kapita/bulan, dan garis
kemiskinan bukan makanan sebesar Rp54.357,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami
kenaikan dibandingkan Maret 2010 yang mencatat Rp170.875,00/kapita/bulan untuk garis
kemiskinan makanan dan Rp50.813,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan bukan
makanan.
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel
Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2011
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Total Makanan Bukan Makanan
Perkotaan Maret 2009 181.415 66.246 247.661
Maret 2010 188.781 69.523 258.304 Maret 2011 199.953 75.053 275.006
Perdesaan Maret 2009 152.681 37.427 190.109
Maret 2010 159.571 39.001 198.572 Maret 2011 171.903 42.824 214.727
Kota+Desa Maret 2009 163.801 48.580 212.381 Maret 2010 170.875 50.813 221.687 Maret 2011 181.940 54.357 236.298
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
6.2. Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin)
Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai sejak 1998. Krisis
moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk
memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada
awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi RASKIN
mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat (social
safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat.
Penyaluran RASKIN berawal dari Surat Perintah Alokasi (SPA) dari Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada Perum BULOG dalam hal ini kepada Kadivre/
Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG berdasarkan pagu RASKIN (tonase dan jumlah Rumah
Tangga Sasaran - RTS) dan rincian di masing-masing Kecamatan dan Desa/ Kelurahan. Pada
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
84
Tabel 6.4 Penyaluran Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
(dalam ton)
Sumber : Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
Grafik 6.1 Stok Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
‐20 40 60 80
100 120 140 160 180 200
II III IV I II
2010 2011
Ribu Ton
Sumber : Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
waktu beras akan didistribusikan ke Titik Distribusi, Perum BULOG berdasarkan SPA
menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran Barang/Delivery Order (SPPB/DO) beras untuk
masing-masing Kecamatan atau Desa/ Kelurahan kepada Satker RASKIN. Satker RASKIN
mengambil beras di gudang Perum BULOG, mengangkut dan menyerahkan beras RASKIN
kepada Pelaksana Distribusi RASKIN di Titik Distribusi. Di Titik Distribusi,
penyerahan/penjualan beras kepada RTS-PM (Penerima Manfaat) RASKIN dilakukan oleh
salah satu dari tiga (3) Pelaksana Distribusi RASKIN yaitu Kelompok Kerja (Pokja), atau
Warung Desa (Wardes) atau Kelompok Masyarakat (Pokmas). Di Titik Distribusi inilah terjadi
transaksi secara tunai dari RTS - PM RASKIN ke Pelaksana Distribusi.
Data Perum Bulog Divre Sumsel menunjukkan penyaluran RASKIN pada periode
laporan tercatat sebanyak 25.031 ton atau naik sebesar 3,47% (qtq) dibandingkan
penyaluran pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, dibandingkan kondisi yang sama
pada tahun sebelumnya justru mengalami penurunan sebesar 8,83% (yoy). Menurunnya
penyaluran RASKIN dibanding tahun sebelumnya dapat dijadikan salah satu indikator
pendukung semakin berkurangnya penduduk miskin di Sumatera Selatan.
Sementara itu, dalam kaitan menjaga
ketahan pangan, jumlah stok beras yang dimiliki
Perum Bulog pada triwulan II 2011 tercatat sebanyak
81.750 ton atau mengalami peningkatan sebesar
9,8% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Jumlah tersebut diperkirakan cukup untuk
memenuhi kebutuhan RASKIN selama 10 bulan ke
depan dengan asumsi rata-rata kebutuhan RASKIN
per bulan sebesar 8.333 ton.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
85
Grafik 6.2 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar
dan Nilai Tukar Petani
100
102
104
106
108
110
112
9095100105110115120125130135
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2010 2011
Indeks Diterima Petani Indeks Dibayar Petani Nilai Tukar Petani (RHS)
Indeks Indeks
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 6.3 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan
Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia
100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120
0200400600800
1,0001,2001,400
II III IV I II
2010 2011
Harga CPO DuniaHarga Karet DuniaNilai Tukar Petani (Aksis Kanan)
IndeksUSD
6.3. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan
salah satu indikator kesejahteraan
masyarakat, khususnya petani.
Perkembangan NTP dalam satu tahun
terakhir terus mengalami peningkatan.
Rata-rata NTP pada triwulan II 2011
tercatat sebesar 110,91, meningkat
sebesar 2,29% (qtq) dibandingkan
periode triwulan sebelumnya yang
memiliki rata-rata NTP sebesar 108,43.
Stabilnya harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab meningkatnya
indeks harga yang diterima petani menjadi jauh lebih besar daripada pertumbuhan indeks
harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat dari 137,17
menjadi 139,76 atau sebesar 1,89% (qtq), sedangkan indeks yang dibayar petani
mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) dari 126,52 menjadi 126,01.
Rata-rata Indeks Konsumsi
Rumah Tangga Petani turun sebesar
0,54% (qtq) dibanding triwulan
sebelumnya dari 128,91 menjadi 128,22.
Indeks konsumsi yang mengalami
penurunan paling tajam terjadi pada
komponen bahan makanan yang turun
sebesar 2,01% (qtq), sementara indeks
konsumsi yang meningkat paling tinggi
terjadi pada komponen sandang yakni
sebesar 1,59% (qtq).
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
86
Tabel 6.5 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan
yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan penambahan modal dari
sebesar 119,78 pada triwulan sebelumnya menjadi 119,89. Peningkatan biaya produksi
yang paling tinggi terjadi pada biaya bibit, sementara biaya obat & pupuk justru mengalami
penurunan.
Tabel 6.6 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
6.4. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011
Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada tahun 2011 ditetapkan sebesar
Rp1.048.440,00 atau mengalami peningkatan sebesar 13,00% dibandingkan UMP tahun
2010 yang sebesar Rp927.825,00. Sektor bangunan mencatat UMP paling tinggi yakni
sebesar Rp1.750.000,00 sementara UMP terendah diberlakukan untuk sektor angkutan,
pergudangan, dan komunikasi dengan UMP sebesar Rp1.100.862,00.
Selain tercatat sebagai sektor ekonomi yang memiliki UMP paling tinggi, sektor
bangunan juga mengalami peningkatan yang paling tinggi yakni sebesat 45,83%
dibandingkan UMP tahun lalu. Sementara itu, sektor ekonomi yang mengalami
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
87
Tabel 6.7 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 6.4 Laju Kenaikan UMP dan Inflasi Sumatera Selatan 2007-2011
9,60
12,24 11,00
12,50 13,00
8,20
11,15
1,85
6,02 6,20
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
2007 2008 2009 2010 2011
Kenaikan UMP Inflasi
%, yoy
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan BPS Provinsi Sumatera Selatan , diolah
peningkatan UMP paling rendah adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta
sektor perdagangan besar, eceran, dan rumah yakni sebesar 7,62%.
Kesejahteraan masyarakat (kaum pekerja pada khususnya) relatif meningkat setiap
tahunnya yang terindikasi dari lebih tingginya rata-rata kenaikan UMP dalam kurun waktu
lima tahun terakhir yang mencapai 13,05% (yoy) dibandingkan dengan rata-rata inflasi
yang sebesar 7,13% (yoy).
6.5. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen
Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Palembang mencatat setidaknya
ada 2 (dua) pengukuran yang dapat dijadikan indikator kesejahteraan masyarakat. Survei
yang dilakukan secara bulanan tersebut melibatkan 300 responden dari berbagai kalangan
pendidikan dan pekerjaan di Kota Palembang.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
88
6.5.1. Indikator Ketenagakerjaan
Mayoritas responden Survei Konsumen di Kota Palembang berpendapat bahwa
ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2011 relatif sama dibandingkan 6 bulan
sebelumnya. Hal tersebut terkonfirmasi dari 40,56% responden yang berpendapat
demikian.
Sementara itu, jumlah responden yang berpendapat bahwa ketersediaan lapangan
kerja pada 6 bulan yang akan datang akan membaik sebanyak 39,78% atau mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 40,22. Hal tersebut
tercermin seiring dengan menurunnya keyakinan responden terhadap kondisi ekonomi
pada 6 bulan yang akan datang yang juga mengalami penurunan.
Tabel 6.8 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
Tabel 6.9 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
89
6.5.2. Indikator Penghasilan
Dari sisi pendapatan, mayoritas responden yakni sebesar 47,33% menyatakan bahwa
penghasilan mereka pada periode laporan tidak berbeda dibandingkan dengan kondisi 6
bulan sebelumnya.
Hal yang cukup menggembirakan diperkirakan akan terjadi pada 6 bulan yang akan
datang ketika sebagian besar responden yakni sebanyak 55,22% optimis bahwa akan
terjadi kenaikan pendapatan seiring penerimaan bonus akhir tahun terutama bagi yang
berpenghasilan antara Rp1 juta – Rp2 juta.
.
6.6. Ketenagakerjaan
Kondisi ketenagakerjaan di Sumsel ditandai perubahan beberapa indikator ketenagakerjaan
yang cukup signifikan ke arah yang lebih baik. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel
pada bulan Februari 2011 mencapai 3.760.226 orang, bertambah 141.049 orang atau
3,90% (yoy) dibanding jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2010 yang tercatat
Tabel 6.11 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
Tabel 6.10 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
90
sebesar 3.619.177 orang. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja tercatat
sebesar 3.532.142 orang, bertambah 150.083 orang atau sebesar 4,44% (yoy) jika
dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya.
Tabel 6.12 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010 – Februari 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan menurut sektor
ekonomi pada Februari 2011 relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dengan
sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. Hal ini disebabkan sektor pertanian
merupakan sektor ekonomi utama di Sumsel dan mayoritas penduduk memiliki mata
pencaharian pada sektor tersebut. Walaupun demikian, pangsa tenaga kerja sektor
pertanian pada Februari 2011 mengalami penurunan dibanding beberapa semester
sebelumnya menjadi sebesar 55,80%.
Jumlah tenaga kerja pada sektor pertambangan dan sektor industri mengalami
peningkatan yang signifikan dibandingkan semester sebelumnya. Jumlah tenaga kerja pada
kedua sektor tersebut tercatat meningkat masing-masing sebesar 53,07% dan 60,31%.
Terbatasnya lahan pertanian yang disertai dengan berubahnya pola hidup seiring tingkat
pendidikan yang semakin maju diyakini menjadi pendorong utama terjadinya transformasi
struktur ketenagakerjaan.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
91
Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi,
yakni formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha
dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal
umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan
berdasarkan klasifikasi formal dan informal, pada bulan Februari 2011 lebih dari 70%
tenaga kerja Sumatera Selatan bekerja pada kegiatan informal.
Tabel 6.13 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2010 – Februari 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
6.7. Pengangguran
Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan kesejahteraan.
Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan
ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2011
mengalami penurunan sebanyak 9.034 orang atau 3,81% dibandingkan dengan posisi
bulan Februari 2010. Bahkan apabila dibandingkan dengan posisi bulan Agustus 2010
tercatat mengalami penurunan sebanyak 15.767 orang atau sebesar 6,47% yang
diperkirakan sebagai dampak dari meningkatnya kinerja beberapa sektor unggulan pada
periode survei.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
92
Tabel 6.14 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,
Februari 2010 – Februari 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Membaiknya perekonomian secara umum juga telah menyebabkan penurunan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Februari 2011 menjadi 6,07%
dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2010 yang sebesar 6,55% maupun
dibandingkan posisi periode semester sebelumnya yang sebesar 6,65%.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan pertumbuhan
alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan banyaknya pencari kerja
sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk perkotaan.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
• Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat tanpa disertai oleh peningkatan inflasi
• Produksi komoditas unggulan yang lebih baik dan penyelesaian proyek SEA Games diperkirakan mengkompensasi koreksi harga komoditas.
• Inflasi menurun karena kondisi iklim yang lebih baik, namun secara musiman terjadi tekanan inflasi cukup besar saat Idul Fitri.
7.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2011 diperkirakan akan
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Permintaan domestik diprediksi akan
mendominasi pertumbuhan ekonomi. Investasi diperkirakan meningkat, baik dari
pemerintah maupun swasta, yang didorong oleh penyelesaian proyek-proyek infrastruktur
terutama yang terkait dengan persiapan Sea Games ke XXVI di Palembang. Selain itu,
konsumsi masyarakat juga diperkirakan meningkat seiring adanya momen bulan Ramadhan
dan Idul Fitri 1432 H. Di sisi lain, faktor risiko akan muncul karena adanya tren koreksi
harga komoditas unggulan, khususnya karet dan CPO, baik di pasar internasional maupun
pasar domestik.
Percepatan pertumbuhan ekonomi
Sumatera Selatan triwulan III 2011 juga
disebabkan oleh faktor teknikal. Berdasarkan
data historis, kondisi ekonomi terkini dan
prediksi shock yang akan terjadi di masa
depan, diperkirakan pertumbuhan ekonomi
tahunan (yoy) pada triwulan III 2011 akan
berada pada kisaran 6,3 ± 1%. Di sisi lain,
secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi
diperkirakan akan tumbuh di kisaran 4,2 ±
1%.
BAB 7
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
Sumber: BPS, estimasi BI
*Hasil proyeksi KBI Palembang
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
94
Laju pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi
akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu menjadi sebesar
1,1 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,7% (qtq,sa).1
Tabel 7.1
Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan II 2011
Aspek Pertumbuhan Penyebab Pertumbuhan Ekspektasi triwulan
mendatang Keterangan Ekspektasi
Kegiatan Usaha (umum)
Moderat Perlambatan permintaan secara jangka pendek, khususnya pada komoditas unggulan
Meningkat Faktor musiman komoditas unggulan, persiapan SEA Games
Volume produksi Meningkat
Kondisi cuaca yang lebih mendukung, faktor musiman
Meningkat Kondisi cuaca yang lebih mendukung, faktor musiman
Nilai penjualan
Moderat Penurunan harga komoditas unggulan
Moderat Penurunan harga komoditas unggulan
Kapasitas produksi
Moderat Investasi melambat setelah naik cukup tinggi pada triwulan sebelumnya
Meningkat Adanya investasi kembali mendekati Sea Games
Tenaga kerja Menurun penurunan harga komoditas jangka pendek
Meningkat Faktor musiman, produksi yang lebih baik
Volume pesanan
Meningkat Masih tingginya permintaan dari pasar domestik
Moderat Menurunnya harga komoditas dan prospek ekonomi dunia
Harga jual komoditas unggulan
Menurun Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang
Menurun Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang
Kondisi keuangan
Meningkat Membaiknya produksi Meningkat Baiknya prospek di sektor sekunder dan tersier terkait persiapan SEA Games
Akses kredit Moderat
Koreksi prospek usaha dalam jangka pendek
Moderat
Koreksi prospek usaha dalam jangka pendek, terkait penurunan permintaan komoditas
Situasi bisnis Moderat
Adanya koreksi harga komoditas dapat memperlambat peningkatan konsumsi
Meningkat
Faktor musiman komoditas unggulan dan prospek pengembangan bisnis di pasar domestik terkait SEA Games
Sumber: SKDU KBI Palembang, Analisa Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan II 2011 dan analisis
yang dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan masih akan
1 Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
95
mengalami peningkatan pada triwulan III 2011, lebih cepat dibanding triwulan sebelumnya.
Peningkatan terjadi baik dari aspek volume produksi, kapasitas produksi, kondisi keuangan
maupun akses kredit.
Konsumsi rumah tangga akan meningkat, didorong oleh adanya bulan puasa dan
Idul Fitri. Konsumsi akan berpengaruh antara lain terhadap sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran (PHR) serta sektor transportasi dan telekomunikasi. Seperti yang terjadi pada
tahun 2009 dimana dampak krisis finansial global masih terasa, lonjakan konsumsi tetap
terjadi pada Idul Fitri, yang mengindikasikan pada momen tersebut konsumsi tidak sensitif
terhadap perubahan penghasilan.
Tanpa adanya Idul Fitri, konsumsi rumah tangga kemungkinan besar akan
melambat. Hasil Survei Konsumen pada bulan Juli 2011 menunjukkan indeks keyakinan
konsumen yang menurun, walaupun masih dalam area optimis. Penurunan keyakinan
konsumen ini disumbang baik oleh keyakinan konsumen atas kondisi saat ini maupun masa
depan. Konsumen utamanya memandang pesimis atas ketersediaan lapangan kerja, baik
untuk saat ini maupun masa depan. Hal ini juga diiringi dengan penurunan ketepatan
pembelian durable goods.
Di sisi lain, pengeluaran pemerintah diperkirakan akan meningkat. Pengeluaran
pemerintah akan terdorong oleh penyelesaian proyek-proyek Sea Games, baik venues
maupun infrastruktur penunjang. Pada posisi akhir Juni 2011, realisasi pembangunan
beberapa venues masih kurang dari rencananya, yang umumnya mempunyai deviasi 0-30%
dari target. Sehingga, diperkirakan akan terjadi percepatan pembangunan mengingat
seluruh fasilitas tersebut ditargetkan untuk selesai pada September 2011.
Investasi diperkirakan akan tetap kuat, khususnya pada sektor PHR. Hal ini
merupakan fenomena yang dipicu oleh penyelenggaraan Sea Games. Sampai dengan saat
ini, terdapat beberapa proyek swasta, antara lain berupa hotel dan pusat perbelanjaan yang
sudah dibangun, atau dalam proses pembangunan.
Net ekspor diperkirakan mengalami penurunan walaupun masih berada pada zona
positif. Ekspor diperkirakan akan relatif tetap karena melambatnya pertumbuhan
permintaan komoditas unggulan, walaupun produksi sedikit membaik karena kondisi iklim
yang lebih baik. Di sisi lain, impor diperkirakan akan relatif stabil. Perkembangan net ekspor
ini dipengaruhi pula oleh nilai tukar Rupiah yang cenderung terapresiasi.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk
tahun 2011 secara umum direvisi ke bawah. IMF kembali melakukan revisi ke bawah atas
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
96
pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2011, yaitu dari 4,5% menjadi 4,3%. Pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat diproyeksikan menurun masing-masing dari 2,8% menjadi 2,5%.
Sementara itu, World Bank pada Juni 2011 memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Singapura dan Malaysia untuk tahun 2011 masing-masing sebesar 5,0% dan 4,8%, lebih
rendah dari yang diproyeksikan oleh IMF pada April 2011 yaitu masing-masing sebesar
5,2% menjadi 5,5%. Terjadinya gempa di Jepang membuat proyeksi pertumbuhan
ekonomi negara tersebut juga menurun dari 1,4% menjadi -0,7%. Kemudian, negara yang
mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu Cina dan India, tidak mengalami perubahan
proyeksi, yaitu tetap dengan tingkat pertumbuhan 9,6% dan 8,2%. Sementara itu,
proyeksi pertumbuhan ekonomi Zona Euro dan Kanada direvisi ke atas dari 1,6% menjadi
2,0% dan dari 2,8% menjadi 2,9%.
Tabel 7.2
Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011
(dalam persentase)
Negara Ekspor Sumsel1 Proyeksi
20112 20113
AS 25,56 2,8 2.5
Euro 14,72 1,6 2.0
Cina 19,51 9,6 9,6
India 4,11 8,2 8,2
Jepang 6,37 1,4 -0.7
Malaysia 4,08 5,5 4,8*
Singapura 3,74 5,2 5,0*
Kanada 3,49 2,8 2.9
1 Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2010 sampai dengan Mei 2011, Bank Indonesia 2 IMF, World Economic Outlook, April 2011 3IMF, World Economic Outlook Update, July 2011 *World Bank, Global Economic Prospects, June 2011
Selanjutnya, juga berdasarkan IMF, pertumbuhan volume perdagangan dunia akan
menurun dari 12,4% pada 2010 menjadi 8,2% pada 2011. Impor baik dari negara maju
maupun negara berkembang diproyeksikan akan mengalami penurunan, masing-masing
dari 11,6% dan 13,7% pada 2010 menjadi 6,0% dan 12,1% pada tahun 2011.
Penurunan volume perdagangan dunia secara umum dibandingkan tahun
sebelumnya disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, yang
utamanya dikontribusikan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi negara maju. Hal ini
akan turut menurunkan permintaan barang input yang berasal dari negara berkembang,
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
97
sehingga kemudian ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, yang
pada umumnya juga mulai menerapkan kebijakan moneter yang cenderung ketat.
Pertumbuhan sektor unggulan Sumatera Selatan diperkirakan akan stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas yang diperkirakan menurun pada
tingkat tertentu diperkirakan akan dapat terkompensasi dengan kuantitas produksi yang
lebih besar.
Sensitivitas terhadap harga komoditas primer merupakan kekuatan sekaligus
kelemahan perekonomian Sumsel. Penurunan harga komoditas di pasar internasional,
seperti pada triwulan II 2011, akan diikuti oleh penurunan harga komoditas tersebut di
tingkat produsen, yang salah satunya dapat berimplikasi pada penurunan Nilai Tukar Petani
(NTP).
Harga karet dan sawit diperkirakan turun pada triwulan III 2011. Harga karet masih
akan mengalami fase penurunan sebagai konsekuensi naiknya harga komoditas tersebut
secara masif pada tahun 2010. Permintaan dunia dan ekspansi otomotif dunia diperkirakan
turun seiring dengan rentannya kondisi ekonomi negara maju, khususnya Amerika Serikat
dan Jepang. Di samping itu, harga minyak internasional, yang selama ini berkorelasi kuat
dengan karet, juga diperkirakan menurun sampai dengan sekitar USD 70 per barrel pada
Desember 2011 (versi Financial Forecast Center). Di sisi lain, seperti yang diperkirakan sejak
akhir tahun 2010, akan terjadi penurunan harga CPO pada semester kedua tahun 2011.
Produksi komoditas perkebunan diperkirakan akan mengalami percepatan. Pada
periode triwulan III 2010, produksi komoditas unggulan tidak optimal karena adanya
anomali iklim, sedangkan pada periode triwulan III 2011, iklim diperkirakan jauh lebih
kondusif bagi kegiatan produksi komoditas perkebunan. Dengan mengasumsikan kondisi
iklim yang relatif sama pada triwulan II 2010 dan triwulan II 2011, akan terjadi pengaruh
teknikal (base effect) yang cukup besar pada triwulan III 2011, sehingga pertumbuhan
produksi akan mengalami percepatan.
Berbeda dengan kinerja komoditas karet dan sawit, permintaan batubara
diperkirakan masih stabil dengan risiko bias ke atas. Terlepas dari perkiraan pertumbuhan
ekonomi India dan China yang tidak direvisi ke bawah (tetap di 9,6% dan 8,2%),
permintaan domestik atas batubara Sumatera Selatan, khususnya untuk memenuhi
ekspansi kelistrikan di Jawa, akan tetap kuat. Hal ini juga didukung oleh ekspansi kapasitas
pengangkutan batubara, meskipun diperkirakan penyelesaiannya akan terlambat sampai
dengan bulan September 2011. Selain itu, pada beberapa bulan terakhir harga batubara
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
98
masih cenderung stabil di level USD70 per metrik ton, di saat harga komoditas unggulan
lainnya menurun.
Kondisi ini akan berimplikasi lebih lanjut pada kinerja industri pengolahan, dan juga
sektor perdagangan. Kinerja sektor industri pengolahan diperkirakan akan tetap stabil
dengan suplai bahan baku yang relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya,
walaupun harga penjualan diperkirakan akan mengalami penurunan. Selain itu,
peningkatan investasi yang terjadi pada awal tahun 2011 juga mengindikasikan
peningkatan kapasitas produksi dibandingkan tahun sebelumnya.
Sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diperkirakan
akan tumbuh sangat baik pada triwulan III 2011. Pembangunan berbagai venues dan
sarana penunjang lain ditargetkan akan selesai pada bulan September 2011 ini. Karena itu,
pembangunan fasilitas tersebut akan dipercepat, dan permintaan sektor bangunan akan
tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Relatif stabilnya kinerja sektor
unggulan Sumatera Selatan, diikuti dengan persiapan Sea Games, akan mendukung
percepatan pertumbuhan sektor PHR.
7.2. Inflasi
Tekanan inflasi pada triwulan III 2011 bersifat musiman. Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan
III 2010 akan menurun menjadi 4,87±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan
akan meningkat signifikan menjadi 2,27±0,5%.
Secara musiman, inflasi akan dipengaruhi secara signifikan oleh momen bulan
Ramadhan dan Idul Fitri. Seperti tahun-tahun sebelumnya, permintaan atas beberapa jenis
barang, seperti bahan makanan dan sandang, akan mengalami peningkatan signifikan
menjelang Idul Fitri. Peningkatan permintaan tersebut juga bersifat inelastis terhadap
pendapatan, seperti halnya yang terjadi pada tahun 2009 lalu.
Inflasi tahunan turun lebih disebabkan karena adanya faktor teknikal tahun dasar.
Pada periode yang sama tahun sebelumnya, tekanan inflasi tinggi secara abnormal karena
adanya efek anomali iklim yang cukup parah yang mulai terjadi pada semester kedua 2010.
Pada triwulan III 2011, efek tersebut diprediksi tidak berulang dan tidak berdampak pada
kenaikan harga-harga secara abnormal. Sehingga, inflasi tahunan pada triwulan III 2011
seolah melambat.
Inflasi tahunan dari sisi permintaan diperkirakan akan menurun secara tahunan. Hal
ini didorong oleh menurunnya ekspektasi penghasilan masyarakat dan sedikit koreksi pada
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
99
harga komoditas internasional. Hasil Survei Konsumen menunjukkan adanya penurunan
ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan tingkat penghasilan. Hal ini terkait dengan
kecenderungan menurunnya beberapa indikator, antara lain harga TBS dan juga harga
komoditas di pasar internasional, seperti karet dan sawit. Menurunnya tekanan inflasi dari
sisi permintaan juga dikonfirmasi oleh proyeksi inflasi dengan Phillips Curve sederhana (lihat
Suplemen 8. Proyeksi Inflasi dengan Menggunakan Kurva Phillips Sederhana).
Penurunan harga komoditas internasional secara umum berdampak cukup besar
terhadap menurunnya tekanan inflasi. Selain disebabkan oleh harganya yang sudah
cenderung bullish, koreksi harga komoditas juga terjadi karena iklim yang lebih kondusif
dibandingkan tahun sebelumnya dan menyebabkan produksi komoditas perkebunan dunia
lebih baik. Kemudian, prospek perekonomian negara maju yang semakin rentan akan
menurunkan ekspektasi peningkatan permintaan ke depan, khususnya bagi komoditas
yang merupakan bahan bakar dan bahan baku industri.
Faktor kemungkinan dinaikkannya harga BBM bersubsidi akan tetap menjadi
penentu utama pergerakan inflasi sampai dengan akhir tahun. Berdasarkan simulasi yang
dilakukan Bank Indonesia, kenaikan harga BBM sebesar Rp500 diperkirakan akan
mempunyai second round effect terhadap inflasi umum Palembang sebesar 0,8-0,9%, jauh
lebih tinggi dibandingkan first-round effect-nya sebesar 0,3%.
Kendati demikian, kemungkinan harga BBM dinaikkan sampai dengan akhir tahun
adalah sangat kecil. Pemerintah sudah melakukan revisi APBN dan menaikkan anggaran
subsidi untuk BBM dan listrik. Selain itu, terdapat kecenderungan penurunan harga minyak
dunia seiring munculnya kekhawatiran dunia atas prospek perekonomian Amerika Serikat.
Selain itu, seperti yang sudah dijelaskan, Financial Forecast Center memperkirakan harga
minyak WTI akan turun terus sampai dengan Februari 2012.
Curah hujan di Sumatera Selatan secara umum berada dalam kisaran rendah
sampai dengan normal pada periode Juli – September 2011, berdasarkan perkiraan BMKG.
Hal ini dapat meningkatkan kualitas produksi dan memperlancar distribusi, khususnya
untuk komoditas bahan makanan.
Tekanan pada inflasi inti diprediksi akan meningkat secara musiman. Kenaikan
inflasi core akan terjadi seiring naiknya barang-barang sandang, dan transportasi pada
bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, harga emas sebagai save haven substitusi Dollar
Amerika Serikat diperkirakan terus meningkat seiring perkembangan harganya di pasar
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
100
internasional yang meningkat karena buruknya kinerja perekonomian Amerika Serikat dan
terjadinya downgrading rating Amerika Serikat.
Stok beras masih mencukupi untuk intervensi harga beras. Stok beras Bulog pada
posisi Juli 2011 mencapai 40 ribu ton, yang kurang lebih setara dengan sekitar 4-5 lima
bulan penyaluran. Selain itu, berdasarkan informasi dari Disperindag Kota, stok beras di
distributor juga setara dengan 4 bulan penyaluran. Dalam mengantisipasi kenaikan harga
menjelang Idul Fitri, Bulog dan Disperindag Kota siap untuk melakukan operasi pasar.
Faktor risiko masih muncul dari sisi ekspektasi. Ekspektasi inflasi masyarakat ke
depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen dimana sebagian
besar responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga. Mayoritas responden
berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga pada 3 bulan, 6 bulan, maupun 12 bulan
ke depan. Ekspektasi atas peningkatan inflasi ini relatif lebih signifikan dibandingkan 3
bulan sebelumnya.
7.3. Perbankan
Kondisi perbankan pada triwulan III 2011 diproyeksikan akan tetap stabil. Peningkatan DPK
diperkirakan akan terjadi lebih cepat dibandingkan penyaluran kredit. Hal ini berimplikasi
pada menurunnya uang beredar di dalam perekonomian, dan dengan kata lain, akan
terjadi penurunan Loan to Deposit Ratio.
Permasalahan penyaluran kredit dalam periode triwulan III 2011 akan lebih
bersumber dari permintaan. Diperkirakan akan terjadi shifting dari sektor
pertanian/pertambangan menuju sektor industri dan sektor perdagangan. Hal ini juga
didukung oleh penyelenggaraan Sea Games.
Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan dan
proyeksi KBI Palembang
Grafik 7.3 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
Sumber: Survei Konsumen KBI Palembang
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
101
Terkait penyaluran kredit, diperkirakan tidak terjadi masalah di sisi penawaran.
Kondisi likuiditas bank tetap baik dan tingkat suku bunga pinjaman cenderung mengalami
penurunan, seperti halnya pada triwulan I dan triwulan II tahun 2011.
Pada triwulan III 2011, akan terjadi risiko capital outflow walaupun hanya bersifat
temporer, yang dipengaruhi oleh sentimen global yang rentan karena penurunan rating
surat utang jangka panjang Amerika Serikat. Namun secara jangka panjang, fundamental
ekonomi Indonesia yang baik, yang salah satunya diindikasikan dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dengan inflasi yang cenderung menurun menuju tercapainya target
tahun 2011. Selain itu, interest rate differential Indonesia cukup tinggi dibarengi dengan
potensi dinaikkannya rating obligasi negara menjadi investment grade. Hal ini akan
membuat Indonesia akan tetap menarik sebagai tempat berinvestasi.
Di sisi konsumen, optimisme masyarakat yang menurun atas penghasilan ke depan
dapat menurunkan permintaan kredit dibandingkan sebelumnya. Hal ini dapat menjadi
alasan tambahan bagi perbankan untuk mulai menurunkan suku bunga kreditnya.
Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada
triwulan II 2011 akan stabil dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di kisaran 4% ± 1%
(qtq). Sementara itu, tingkat Non Performing Loan (NPL) diprediksi akan sedikit mengalami
peningkatan. Tabel 7.3
Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan III 2011
Indikator Prediksi Faktor Penyebab
Ekspor Menurun Permintaan dunia cenderung turun, namun terdapat perbaikan dari sisi
produksi komoditas.
Impor Stabil Apresiasi nilai tukar
Pertumbuhan Meningkat Potensi peningkatan investasi, penurunan optimisme konsumen dan
penurunan harga komoditas.
Inflasi Menurun Efek tahun dasar, kondisi iklim yang lebih baik dibandingkan tahun
sebelumnya
Pengangguran Menurun
Menurunnya harga komoditas, namun terdapat kesempatan kerja yang
muncul secara musiman, dan aktivitas ekonomi domestik yang meningkat
menjelang Sea Games.
Investasi Meningkat Penyelenggaraan Sea Games
Konsumsi domestik Meningkat Bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Kredit perbankan Stabil Adanya capital inflow, namun permintaan kredit diprediksi menurun
*Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini, ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
102
PROYEKSI INFLASI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KURVA PHILLIPS SEDERHANA
Mengacu pada Suplemen 7: Peran Output Gap Sumatera Selatan terhadap Inflasi Palembang, output gap berkorelasi tinggi dengan data inflasi 1 sampai dengan 3 triwulan ke depan. Output gap, merupakan kesenjangan output dari output potensial. Output gap merupakan salah satu elemen dari formulasi phillips curve standar, yang sering digunakan sebagai representasi penawaran agregat:
Dimana adalah inflasi pada periode t, adalah output gap, yang diukur melalui persentase selisih output aktual dan potensial terhadap output potensial. Kemudian, v adalah elemen supply shock. Meskipun persamaan di atas tidak menggunakan intercept, namun beberapa penelitian seperti Roberts (1995) mengasumsikan adanya intercept. Sebagai pengembangan dari Phillips curve, terdapat expectation-augmented Phillips curve, yang berbentuk sebagai berikut:
Dimana adalah ekspektasi inflasi. Variabel ini seringkali digantikan dengan inflasi satu periode sebelumnya, , dengan mengasumsikan bahwa ekspektasi adalah adaptif. Berdasarkan model matematis tersebut, dikembangkan spesifikasi model ekonometrika sebagai berikut:
Phillips Curve dengan Tren:
,
Expectation-Augmented Phillips Curve:
,
Dimana c adalah intercept, D adalah variabel dummy kenaikan BBM tahun 2005, dan T adalah tren waktu.t menunjukkan periode, i menunjukkan lag yang digunakan, k menunjukkan lag minimum, dan n menunjukkan lag maksimum, sehingga 0. k dan i ditentukan berdasarkan signifikansi parameter dengan alternatif lag pertama hingga lag ketiga.
Metode estimasi yang digunakan adalah Ordinary Least Squares (OLS) dengan menggunakan beberapa data, yaitu PDRB Sumatera Selatan harga konstan yang nilainya disesuaikan secara musiman (seasonally adjusted), data inflasi tahunan Kota Palembang, dan variabel dummy yang bernilai 1 ketika terjadi efek abnormal kenaikan harga BBM di
Suplemen 8
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
103
tahun 2005, serta 0 jika lainnya. Output potensial diperoleh melalui proses Hodrick-Prescott (HP) Filter dengan data PDRB Seasonally Adjusted.
Tabel 1. Parameter Hasil Estimasi OLS
Model Phillips Curve dengan Tren EAPC
Lag Output Gap 1-3 1 2 3 1
c 15.00 14.48 14.34 13.75 3.55
1.41 3.11 1.61
2.06 3.65
1.62 3.18
D 11.01 9.89 11.09 10.76 5.89
T -0.22 -0.21 -0.21 -0.19
0.57
R2 0.85 0.72 0.79 0.74 0,74
DW* 1.11 1.14 1.55 1.15 1.43
AIC 4.25 4.81 4.55 4.74 4.76
*Untuk Expectation-Augmented Phillips Curve (EAPC), uji autokorelasi yang ditampilkan adalah F-stat dari Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Sumber: Estimasi Peneliti
Hasil tersebut memperkuat indikasi bahwa output gap yang terjadi akan berpengaruh terhadap inflasi 1 sampai dengan 3 periode ke depan. Kemudian, pengaruh kenaikan harga BBM yang drastis seperti pada tahun 2005 sangat besar terhadap kenaikan inflasi.
Selain itu, temuan lainnya adalah bahwa inflasi Palembang jangka panjang telah mengalami penurunan, dengan kecenderungan penurunan inflasi jangka panjang sekitar 0,2% per triwulan. Hal ini menunjukkan perkembangan yang sangat baik dalam hal terkendalinya inflasi Palembang dari waktu ke waktu.
Model terbaik dari 5 alternatif estimasi adalah model phillips curve dengan tren yang menggunakan lag kedua output gap, hal ini ditinjau dari nilai adjusted R2 yang tinggi, statistik DW yang mendekati 2, dan nilai AIC terkecil. Hasil proyeksi dari model tersebut adalah penurunan inflasi tahunan pada triwulan III 2011 sebesar 0,1% dibandingkan triwulan II 2011. Mengingat inflasi pada triwulan II 2011 adalah 5,10%, maka model tersebut memperkirakan inflasi sebesar 5,00% pada triwulan III 2011. Hal tersebut lebih tinggi sebesar 0,13% dari proyeksi triwulan III 2011 yang dipaparkan sebelumnya sebesar 4,87%.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
104
Grafik 1. Nilai Residual, Actual, dan Fitted dari Model Phillips Curve dengan Lag 2
Referensi
Roberts, John M. (1995), “New Keynesian Economics and the Phillips Curve”, Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 27, No. 4, Part 1, pp. 975-984.
Phillips, A. W. (1958). "The Relationship between Unemployment and the Rate of Change of Money Wages in the United Kingdom 1861-1957". Economica, New Series, Vol. 25, No. 100, pp. 283-299
-6
-4
-2
0
2
4
6
0
5
10
15
20
25
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Residual Actual Fitted
DAFTAR ISTILAH
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share Of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut
Ekspor
Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil
PDRB atas dasar harga berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian
PDRB atas dasar harga konstan
Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
Cash inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent) Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) Industri Pekerja Pekerja Dibayar Pekerja Tidak Dibayar I n p u t Output Nilai Tambah/Value Added Produktivitas Tingkat Efisiensi
Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri. Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut. Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang. Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan. Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya. Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya. Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar. Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar. Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja Gross Margin Usaha Perusahaan Perusahaan Industri Jasa Industri
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah. Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output. Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko. Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi. Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki. Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).