prospek perekonomian indonesia 2011 menuju investment grade

Download Prospek perekonomian indonesia 2011 menuju investment grade

If you can't read please download the document

Upload: iffa-tabahati

Post on 20-Jun-2015

361 views

Category:

Economy & Finance


1 download

TRANSCRIPT

  • 1. Prospek Perekonomian Indonesia 2011 Menuju Investment Grade dan Faktor-Faktor Penghambat Investasi di Indonesia Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Manajemen Investasi dan Pasar Modal Dosen Pengampu : Drs. Ibnu Qizam, SE, MSi., Akt Disusun Oleh : IFFA NAZULA TABAHATI KUI - A / 08390074 PROGRAM STUDI KEUANGAN ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2011

2. I. PENDAHULUAN Peringkat investasi atau investment grade adalah kelaikan yang diberikan kepada suatu obligasi dimana obligasi yang mendapatkan peringkat dari lembaga pemeringkat resmi yaitu : BBB- atau lebih tinggi dari Standard & Poor's Baa3 atau lebih tinggi dari Moody's BBB atau lebih tinggi dari DBRS Pada umumnya obligasi yang dinyatakan memiliki peringkat investasi adalah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan sehingga perbankan diperkenankan untuk melakukan investasi pada obligasi tersebut. Sebagai kebalikan dari obligasi peringkat investasi ini yaitu junk bond atau obligasi dengan risiko tinggi. Di Indonesia Berdasarkan surat edaran yang dibuat oleh Bank Indonesia kepada seluruh bank umum di Indonesia yaitu surat edaran nomor 7/8/DPNP Tanggal 31 Maret 2005 tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia maka ditetapkan peringkat minimum berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap pemenuhan kriteria penilaian yang ditetapkan sebagai berikut : Surat berharga yang dimiliki bank dalam kategori kualifikasi dan dinilai lancar Lembaga pemeringkat Surat berharga jangka pendek Surat berharga jangka menengah dan panjang Moody's P-3 Baa3 Standard & Poor's A-3 BBB- Fitch Ratings F3 BBB- Pemeringkat Efek Indonesia idA4 idBBB- Moodys Indonesia (d/h Kasnic rating Indonesia) K-4 BBB- 3. Surat berharga yang dimiliki bank digolongkan kurang lancar Lembaga pemeringkat Surat berharga jangka pendek Surat berharga jangka menengah dan panjang Moody's NP Ba1 Standard & Poor's B BB+ Fitch Ratings B BB+ Pemeringkat Efek Indonesia idB idBB+ Moodys Indonesia (d/h Kasnic rating Indonesia) K-5 BB+ II. MASALAH Indonesia diperkirakan akan mendapatkan peringkat investasi (investment grade) di tahun depan (2011) yang diberikan International Rating Agency kepada negara-negara yang mampu dan mau membayar utang. Ekonomist Research Makro, Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra mengatakan apabila ekonomi sebuah negara dianggap cukup kuat, stabil, mampu bayar utang, dan memiliki keinginan untuk membayar utang, negara tersebut akan diberikan peringkat layak investasi. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan menunjukkan bahwa bila suatu negara mendapat peringkat layak investasi yang terjadi ialah range premium atau imbal hasil yang diminta oleh investor untuk berinvestasi di negara tersebut menurun, dampaknya yaitu tentunya investasi bagi negara- negara yang mendapatkan investment grade akan tumbuh lebih cepat. Indonesia sendiri, menurut Aldian, sebenarnya dulu telah mendapatkan investment grade sebelum krisis Asia pada tahun 1997. Di tahun 1993-1996 dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7,9 persen. Sementara itu, pada 2001-2009 pertumbuhan ekonomi kita hanya 5,1 persen. Lalu permasalahannya, apakah Indonesia mampu meraih investment grade di tahun 2011? Selain bersikap optimis, nampaknya kita juga perlu bertanya faktor-faktor apa sajakah yang akan menghambat kita masuk ke level investasi? 4. III. PEMBAHASAN Apakah Indonesia mampu meraih investment grade di tahun 2011? Indonesia harus tetap optimis menghadapi tahun 2011, karena negeri ini merupakan salah satu target investasi yang menjanjikan. Namun, tetap harus waspada, karena ada beberapa tantangan struktural yang juga serius. Kegagalan kita mengelola persoalan-persoalan mendasar, justru akan menjebak kita. Kita hanya akan menjadi bangsa yang labil, karena hanya menjadi target investasi portofolio jangka pendek. Jika kita tengok kondisi sektor finansial kita, yang meliputi pasar modal, uang, utang dan perbankan, nampaknya tak ada yang mengkuatirkan. Secara umum, peringkat investasi Indonesia terus meningkat, seiring dengan semakin turunnya credit default swap (CDS) sebagai cermin dari risiko investasi. Bahkan, Japan Credit Rating Agency Ltd., (JCRA) telah menaikkan peringkat Indonesia ke level investment grade atau BBB- pada bulan Juli lalu. Tidak menutup kemungkinan, lembaga pemeringkat lainnya juga akan menaikkan rating Indonesia di tahun 2011. Sementara ini, Moodys masih menempatkan Indonesia dalam 2 tingkat di bawah level investasi (Ba2) dalam evaluasinya Juni lalu. Demikian pula S&P menaikkan rating Indonesia dari BB menjadi BB+. Artinya, dalam 12 bulan mendatang, peringkat Indonesia memiliki peluang besar untuk naik menjadi BBB- atau layak investasi (investment grade). Dan, Fitch Rating juga menempatkan Indonesia pada satu tingkat di bawah investment grade, yaitu BB+. Berdasarkan penelitian Ekonomist Research Makro, Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra, dengan melihat beberapa indikator makro ekonomi yang dianggap dapat memengaruhi penentuan peringkat, ia mencoba membandingkan beberapa variabel seperti inflasi, GDP per kapita, pertumbuhan ekonomi, rasio utang pemerintah terhadap pendapatan pemerintah, saving, utang luar negeri dan nominal GDP dengan negara lain. Dengan variabel tersebut, jika dibandingkan dengan negara lain, Aldian menyimpulkan ternyata probabiltas Indonesia masuk ke rating BBB 5. yaitu tingkat investasi yang paling besar. "Jadi, kemungkinan besar Indonesia dalam waktu dekat akan masuk ke investment grade," katanya. Aldian juga melakukan melakukan observasi ke 33 negara dalam rentang waktu 1990-2010 yang pernah di-upgrade ke investment grade, di mana kondisinya sama seperti Indonesia yang tadinya di BB terus ke BBB dengan membandingkan periode satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah dan dua tahun sebelum dan sesudah. Hasilnya, yaitu terjadi perbaikan seperti real interest rate yang menurun, level investasi naik, direct investment dan foreign exchange reserve juga akan meningkat. Yang berbeda adalah portofolio investment, menurut penelitianya, portofolio investment setelah di-upgrade justru turun. Hal itu menurut Aldi, berhubungan dengan spekulasi. Dana-dana portofolio investment yang masuk, karena mereka mengharapkan Indonesia diupgrade dalam waktu dekat, sehingga sudah banyak dana portofolio investasi ini yang masuk duluan sebelum dapat rating upgrade. "Jadi, mungkin itu alasan kenapa portofolio investasi trennya berlawanan dari yang kita inginkan," kata Aldi. Dia menyimpulkan, dengan peringkat investasi ini menjadi faktor yang akan mendorong investasi di tahun depan. Perbaikan peringkat Indonesia ini merupakan pengakuan dari adanya perbaikan risiko kredit yang dilakukan melalui disiplin fiskal dan penurunan rasio hutang. Namun, masih rendahnya penerimaan negara dari sektor pajak merupakan salah satu titik lemah yang menjadi kendala untuk peningkatan peringkat. Prospek peringkat utang Indonesia adalah Stabil. Perbaikan peringkat utang menjadi peringkat investasi akan tergantung pada berlanjutnya perbaikan kebijakan, termasuk menjaga stabilitas moneter dan tingkat harga. Reformasi untuk meningkatkan pendapatan fiskal serta terus membaiknya fundamental ekonomi akan mendukung perbaikan profil kredit Indonesia. Sementara itu, prospek perusahaan serta institusi keuangan di Asia juga tampak lebih menjanjikan apabila dibandingkan dengan perusahaan dan institusi keuangan di kawasan Eropa Barat and Amerika Serikat. Dampak krisis ekonomi global terhadap ekonomi di kawasan Asia Tenggara 6. nampaknya lebih terbatas dan kinerja sebagian besar bank di negara-negara kawasan ini relatif tahan terhadap guncangan kondisi ekonomi. Meskipun kualitas aset sedikit menurun dan biaya kredit meningkat secara moderat, namun laba sebelum pencadangan kredit mampu menyerap kenaikan biaya-biaya tersebut tanpa mempengaruhi posisi permodalan bank. Di tengah ambruknya sistem perbankan global, perbankan Indonesia justru membukukan tingkat keuntungan yang tinggi, selain menunjukkan tingkat kehati-hatian. Tingkat Net-Interest Margin (NIM) perbankan Indonesia yang mencapai angka sekitar 5,7 persen, merupakan angka paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara sekitar. Bandingkan dengan Singapura yang NIM nya hanya sekitar 2 persen, Malaysia 2,3 persen, Thailand 3,3 persen. Jadi, tak salah jika para bankir asing sangat berminat masuk ke Indonesia, di samping karena potensi pasarnya yang masih sangat luas. Ternyata, tingkat profitabilitas yang tinggi juga ditopang oleh tingkat kesehatan bank yang tinggi pula. Jika Basel Accord III diterapkan, dipastikan sektor perbankan di Indonesia tidak akan mengalami masalah. Menurut data Bank Indonesia yang dikeluarkan pada bulan Agustus 2010, dari 113 bank yang ada di Indonesia hanya 8 bank yang tingkat kecukupan modalnya (capital adequacy ratio) di bawah 8 persen. Sehingga, untuk mengikuti aturan Basel tentang modal utama atau Tier 1 Capital sebesar 4,5 persen yang harus tercapai pada 2013) dan 6 persen pada 2019, tidak akan menjadi persoalan. Gita Wirjawan, Kepala Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM) bahkan optimis bahwa peringkat investasi akan disandang Indonesia di tahun ini juga. Pandangannya jelas masuk akal bila melihat perkembangan selama ini, apalagi Gita sebelumnya adalah investment banker di beberapa investment bank raksasa dunia. Termasuk di Goldman Sach, yang chief economist-nya, Jim ONeill, memperkenalkan istilah Bric di tahun 2001. Gita tentu tahu persis sudut pandang dan cara pikir para pemilik modal, dan memang terbilang cukup sukses memasarkan investasi di Indonesia (lihat juga: Cara Gita Memasarkan Indonesia). Tema Invest in Remarkable Indonesia kini tersebar dimana-mana, mulai dari Youtube, TV CNBC, Bloomberg hingga berupa booklet di hotel dan kursi pesawat Garuda. 7. Dengan menyandang peringkat investasi, artinya investor menilai bahwa risiko Indonesia sudah lebih rendah. Dengan begitu, biaya pembangunan tentunya akan lebih murah. Bunga pinjaman untuk menjalankan usaha di Indonesia seharusnya juga akan lebih rendah, termasuk suku bunga Pemerintah untuk menerbitkan surat utang guna membiayai anggaran. Saat ini saja misalnya, suku bunga (imbal hasil) surat utang pemerintah berjangka waktu 10 tahun sekitar 7,4%, turun sekitar 4,5% dari tingkat bunga (yield) awal tahun 2009. faktor-faktor apa sajakah yang akan menghambat kita masuk ke level investasi? Kondisi investasi Indonesia sangat buruk dibandingkan dengan negara regional di ASEAN. CPEES yang melakukan survei terkait hal ini menguraikan beberapa penyebabnya. - Pertama, banyaknya lembaga terkait yang melakukan korupsi. - Kedua, saat investor ingin bekerja sama dengan Indonesia, investor harus melakukan kontrak dengan pemerintah, seperti dengan Kementerian BUMN. Inilah yang menghambat investasi di Indonesia karena masih berkonsep business to government - Ketiga, peraturan yang tidak mendukung. Salah satunya, yakni UU Nomor 22 Tahun 2001 yang secara garis besar menyebutkan pada saat investor ingin mencari sumber minyak, investor harus membayar pajak terlebih dahulu sebelum menemukan sumber minyak itu. Pada prinsipnya, ada dua bidang besar yang masih menjadi kendala perekonomian kita untuk masuk dalam kriteria perekonomian yang kuat. Tantangan pertama terkait dengan masih relatif kecilnya proporsi sektor keuangan kita terhadap skala perekonomian kita yang sangat besar. Dengan demikian, isu financial deepening masih sangat relevan untuk direspon. Perekonomian maju salah satunya ditandai dengan penetrasi sektor keuangan yang cukup dalam terhadap dinamika perekonomian. Dalam laporan Bank 8. Dunia, Financial Access 2010, terlihat bahwa jumlah penabung per 1.000 orang di Indonesia masih sangat kecil, yaitu di bawah 1.000. Sementara, Thailand sudah mencapai sekitar 1.500. Bahkan Malaysia sudah lebih dari 3.000. Kecenderungan yang sama juga terjadi dalam hal jumlah pinjaman per 1.000 penduduk. Kita sejajar dengan Kamboja dan Mongolia, dan tertinggal jauh dari Malaysia. Bahkan kita jauh di bawah angka rata-rata untuk negara sedang berkembang. Data lain yang juga menunjukkan dangkalnya sektor finansial di Indonesia adalah rasio jumlah uang beredar (broad money/M2) terhadap PDB yang juga masih kecil, dan bahkan ada kecenderungan semakin mengecil hingga tahun 2007 lalu. Tentu saja, hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari otoritas moneter dan pemerintah. Terkait dengan rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertanyaan yang layak diajukan, siapa nanti yang akan bertanggungjawab mendorong financial deepening? Persoalan struktural kedua terkait dengan tingkat daya saing sektor riil kita yang masih relatif buruk. Meski World Economic Forum (WEF) dalam World Competitiveness Report telah menaikkan indeks daya saing kita dari 54 menuju 44 untuk periode 2010-2011 ini, tetapi tidak serta-merta terjadi perubahan mendasar. Dari laporan tersebut, terlihat bahwa membaiknya tingkat daya saing kita lebih didorong oleh perbaikan faktor-faktor makro ekonomi, seperti tingkat inflasi yang terjaga, pertumbuhan yang relatif tinggi di tengah krisis global, suku bunga yang reletif rendah dsb. Namun, kalau kita tengok sisi fundamental dari daya saing, seperti ketersediaan infrastruktur, dukungan birokrasi serta kualitas kesehatan dan pendidikan masyarakat, kita masih terbilang buruk. Dengan demikian, masih ada banyak pekerjaan yang diselesaikan untuk benar-benar meningkatkan daya saing kita. Bisa jadi, kalau kita hanya bertumpu pada stabilitas makro, tahun depan kembali melorot, kalau terjadi goncangan pada sisi makro ekonomi. Tanpa perbaikan infrastruktur, ketersediaan sumber daya energi serta dukungan birokrasi, sektor riil pada dasarnya tidak akan bergerak cepat. Dan jika itu terjadi, stabilitas sektor finansial tidak akan berarti banyak dalam peningkatan kapasitas ekonomi. 9. Konkritnya, tidak akan ada pergerakan sektor produksi yang meningkatkan daya beli masyarakat, dan akhirnya kemampuan membayar pajak. Jika siklus ini gagal dicapai, maka investment grade tidak akan ada artinya. IV. KESIMPULAN Secara umum, prospek perekonomian Indonesia tahun 2011 sangat menjanjikan. Dan dengan demikian, potensi untuk memperolah gelar investment grade bukanlah hal yang mustahil. Tetapi, tetap saja ada persoalan- persoalan yang harus segera diatasi. Dan jika tidak, lagi-lagi kita berpotensi akan kehilangan kesempatan untuk kesekian kalinya, di berbagai bidang. Penilaian atas Indonesia oleh World Economic Forum (WEF) ini sejalan dengan penilaian yang diberikan oleh beberapa lembaga internasional, termasuk lembaga pemeringkat (rating agency). Tiga lembaga pemeringkat terkemuka, Fitch, S&P dan Moodys sudah menempatkan peringkat investasi Indonesia satu tingkat (notch) di bawah investment grade. Banyak kalangan menilai tinggal tunggu waktu untuk secara de jure masuk kategori investment grade. Bahkan, lembaga pemeringkat dari Jepang, Japan Credit rating Agency (JCRA), sejak Juli tahun 2010 lalu, sudah memasukkan Indonesia ke dalam kelas investment grade. Peringkat yang disandang 10. Indonesia sebelum dihantam krisis moneter tahun 1998 yang lalu. Namun demikian, JCRA sejauh ini belum menjadi rujukan utama bagi investor di pasar keuangan internasional. V. REKOMENDASI Jika pemerintah gagal mendinamisir sektor produksi, melalui peningkatan kapasitas investasi riil, dikuatirkan potensi investment grade yang sudah di depan mata juga tidak bisa diraih. Lembaga pemeringkat tentu tidak bisa dikelabui dengan menutup fakta-fakta riil di lapangan. Kalaupun sekarang modal asing masuk deras, itu bukan semata-mata karena alasan fundamental ekonomi domestik, tetapi juga faktor eksternal. Dan jika perbaikan struktural gagal dicapai oleh Indonesia, sebenarnya perekonomian kita hanya layak untuk menanam modal portofolio saja, yang bisa angkat kali sewaktu-waktu ada dorongan, baik dari sisi domestik maupun global. Tahun 2011 adalah penentuan, apakah potensi ekonomi Indonesia akan benar-benar terealisasi, atau sekedar ilusi. Dan untuk tidak membuat ilusi, maka pekerjaan konkrit sudah menunggu: membangun infrastruktur, mereformasi birokrasi, merancang kebijakan energi, pengembangan industri dan sebagainya. VI. DAFTAR PUSTAKA http://ekonomi.kompasiana.com http://tempointeraktif.com http://wikipedia.org http://wartawarga.gunadarma.ac.id/ http://agenpos.com