proses perkecambahan
DESCRIPTION
try it !TRANSCRIPT
Siska Fauziah 3415111364
PROSES PERKECAMBAHAN
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia. Menurut analis benih, benih dikatakan berkecambah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA. Sedangkan menurut ahli fisiologi, perkecambahan adalah proses pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di dalam benih yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Perkecambahan benih merupakan proses berubahnya benih menjadi kecambah yang diawali proses metabolisme benih dan aktivitas pertumbuhan embrio menjadi kehidupan baru. Proses perkecambahan dibedakan menjadi 2 proses yaitu : (a) proses perkecambahan fisiologis dan (b) proses perkecambahan morfologis (Kozlowski, 1972a).
a. Proses Perkecambahan Fisiologis
Tahapan perkecambahan dimulai dengan hidrasi atau imbibisi, dilanjutkan oleh pengaktifan enzim,
inisiasi pertumbuhan embrio dan pertumbuhan kecambah berikutnya. Berikut ini rincian tahapan
perkecambahan (Salisbury dan Ross, 1995):
a) Hidrasi atau imbibisi
Hidrasi atau imbibisi adalah masuknya air ke dalam embrio dan membasahi protein dan koloid cair.
Air yang masuk ke dalam biji dapat berasal dari lingkungan di sekitar biji, baik dari tanah, udara
(dalam bentuk embun atau uap air), maupun media lainnya. Imbibisi terjadi karena permukaan-
permukaan struktur mikroskopik dalam sel tumbuhan, seperti selulosa, butir pati, protein, dan bahan
lainnya yang dapat menarik dan memegang molekul-molekul air dengan gaya tarik antarmolekul.
Proses penyerapan air tersebut terjadi melalui mikropil pada kotiledon. Air yang masuk ke dalam
kotiledon menyebabkan volumenya bertambah, akibatnya kotiledon membengkak. Pembengkakan
tersebut menyebabkan testa (kulit biji) menjadi pecah atau robek. Sifat permeabilitas benih
(contohnya benih aren) ditentukan oleh factor umur. Semakin tua benih, maka kadar lignin dan tanin
meningkat sehingga semakin rendah pula imbibisinya. Peningkatan kadar lignin dan tanin sangat
berperan dalam menurunkan permeabilitas benih terhadap air sehingga ketika dikecambahkan proses
imbibisi benih berlangsung sangat lambat (Widyawati et al., 2009 dalam Fahmi, 2010).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air oleh biji adalah permeabilitas kulit
biji, konsentrasi air, suhu, tekanan hidrostatik, luas permukaan biji yang kontak dengan air, daya
intermolekuler, dan komposisi kimia (Akbar, et al., 2010).
Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat meningkatkan sejumlah proses
fisiologis dalam embrio, seperti pencernaan, pernapasan, asimilasi dan pertumbuhan. Air juga
memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak
permeable untuk gas, tetapi jika dinding sel di-imbibisi oleh air, maka gas akan masuk ke dalam sel
secara difusi. Suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya
pernapasan. Karbondioksida yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah berdifusi keluar
(Akbar, et al., 2010).
b) Pembentukan atau pengaktifan enzim
Pembentukan atau pengaktifan enzim menyebabkan peningkatan aktivitas metabolik.
Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Enzim-enzim yang
teraktivasi pada proses perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik, seperti α-amilase (merombak
amilase menjadi glukosa), ribonuklease (merombak ribonukleotida), endo-β-glukanase (merombak
senyawa glukan), fosfatase (merombak senyawa yang mengandung P), lipase (merombak senyawa
lipid), peptidase (merombak senyawa protein). Pengaktivan enzim dapat memicu perombakan
cadangan makanan, yaitu katabolisme karbohidrat dan metabolisme lemak (Akbar, 2010).
Katabolisme karbohidrat pada kecambah adalah dengan mengubah amilum menjadi glukosa
oleh enzim amilase. Giberelin diketahui mampu meningkatkan aktivitas enzim amilase. Sedangkan
lemak dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak akan ditranslokasikan
dari kotiledon (dikotil) atau endosperm (monokotil) ke embrio, dan akan melewati sitoplasma. Untuk
dapat melewati sitoplasma, asam lemak harus memasuki jalur glioksilat terlebih dahulu, karena sifat
lemak yang sulit larut dalam air dan inmobil. Setelah diproses dalam jalur glioksilat, lemak dirubah
menjadi sukrosa yang lebih mudah larut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Asam-asam lemak
biasanya digunakan untuk bahan membentuk struktur membran sel.
Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan
yang berada di dalam endosperma. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio, maka terjadilah
penguraian secara enzimatik, yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya
ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Giberelin berperan dalam
mobilitas bahan makanan selama fase perkecambahan.
c) Inisiasi pertumbuhan embrio
Setelah semua proses imbibisi, aktivitas enzim dan katabolisme cadangan makanan
berlangsung, maka proses inisiasi pertumbuhan embrio dapat terjadi. Proses ini ditandai dengan
meningkatnya bobot kering embryonic axis dan menurunnya bobot kering endosperma. Setelah itu,
terjadi pemanjangan sel radikula dan diikuti munculnya radikula dari kulit biji (perkecambahan
sebenarnya).
Perubahan pengendalian enzim ini merangsang pembelahan sel di bagian yang aktif
melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya ukuran radikula makin besar dan
kulit atau cangkang biji terdesak dari dalam, yang pada akhirnya pecah. Pada tahap ini diperlukan
prasyarat bahwa cangkang biji cukup lunak bagi embrio untuk dipecah.
Auksin berperan untuk mematahkan dormansi biji dan merangsang proses perkecambahan
biji serta memacu proses terbentuknya akar. Munculnya radikula adalah tanda bahwa proses
perkecambahan telah sempurna.
.
a. Proses Perkecambahan Morfologis
Proses perkecambahan morfologis meliputi pertumbuhan embryonic axis sebagai akibat pembelahan sel yang diikuti pemanjangan dan pembesaran sel sehingga tumbuh radikula dan plumula menjadi bibit yang normal. Tanaman padi memiliki tipe perkecambahan hipogeal dimana munculnya radikula diikuti dengan pemanjangan plumula. Hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon berada di dalam kulit benih di bawah permukaan tanah. Kotiledon yang di sini disebut scutellum, tetap tinggal di dalam tanah. Scutellum berfungsi sebagai organ penyerap makanan dari endosperma dan menghantarkannya kepada embryonic axis yang sedang tumbuh (Kuswanto, 1996).
Sewaktu perkecambahan, yang pertama kali keluar adalah radikula. Selanjutnya pada radikel ini keluar akar-akar cabang (lateral roots), bersama-sama dengan akar primer membentuk sistem akar primer. Sistem akar primer ini biasanya hanya berfungsi untuk sementara, dan kemudian mati. Fungsi sistem akar primer ini kemudian digantikan oleh akar-akar adventif yang keluar dari nodus batang yang pertama dan beberapa nodus di atasnya. Sistem akar adventif (akar serabut) inilah yang menjamin kehidupan tanaman teresbut selanjutnya dalam hal penyerapan air dan bahan makanan dari tanah dan sebagai alat penambat pada tanah. Kecambah mulai mantap setelah menyerap air dan berfotosintesis (autotrof). Semula, ada masa
transisi antara masih disuplai oleh cadangan makanan sampai mampu autotrof. Saat autotrof dicapai,
maka proses perkecambahan telah sempurna (makna agronomis) (Akbar, 2010). Selanjutnya
muncul plumula (calon batang) dan diikuti pertumbuhan berikutnya.
Berdasarkan perkembangan endosperm, maka benih dkelompokkan menjadi 2 yaitu tipe endospermik dan non endospermik. Tipe endospermik memiliki ciri bagian endosperm benih tumbuh dengan baik sebagai jaringan penyimpan cadangan makanan, sedangkan tipe non endospermik tidak tumbuh dengan baik. Benih serealia seperti padi termasuk tipe endospermik, karena sebagian besar cadangan makanan disimpan dalam endosperm. Cadangan makanan terdiri dari senyawa- senyawa dengan berat molekul (BM) besar dan tidak larut dalam air, sehingga sulit diangkut ke bagian embrio kecuali diubah menjadi monomernya (Bewley dan Black, 1983 dalam Salisbury dan Ross, 1995). Protein, pati dan lipid setelah dirombak oleh enzim-enzim digunakan sebagai bahan penyusun pertumbuhan di daerah titik-titik tumbuh dan sebagai bahan bakar respirasi (Sutopo, 2002). Proses peruraian cadangan makanan tersebut dapat berlangsung secara alami melalui perkecambahan, jadi sebenarnya proses perkecambahanlah yang menyebabkan terjadinya perubahan nilai kandungan kimia dalam benih.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Joni et al. 2010. Proses Perkecambahan Pada Tanaman Padi (Pertumbuhan
Vegetatif Tahap O). Padang: Universitas Andalas.
Kozlowski TT, editor. 1972. Seed Biology. Vol III. New York: Academic Press, Inc.
Kuswanto H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi Benih. Edisi ke-1. ANDI.
Yogyakarta. Hlm 190.
Manurung, S.O. dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi, hal 55-102 dalam
Manurung, Ismunadji, Roechan, dan Suwardjo (penyunting).Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.