proses penerimaan orang tua terhadap anaknya …

200
PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA YANG HAMIL DI LUAR NIKAH (sebuah studi kasus di kab. Poso) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Jane Mariem Monepa NIM : 039114069 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA YANG HAMIL DI LUAR NIKAH

(sebuah studi kasus di kab. Poso)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Jane Mariem Monepa

NIM : 039114069

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

Page 2: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

i

PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA YANG HAMIL DI LUAR NIKAH

(sebuah studi kasus di kab. Poso)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Jane Mariem Monepa

NIM : 039114069

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

Page 3: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

ii

Page 4: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

iii

Page 5: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

iv

“ Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu...karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan (matius 7:7-8)

....KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI INI BUAT ORANG-ORANG YANG SANGAT AKU SAYANGI : PAPA, MAMA, JEMMY, YOMBU, ELLA, DAN UNTUK DIRIKU SENDIRI SEBAGAI

DEDIKASI TERHADAP HASIL YANG TELAH KU CAPAI HINGGA DAPAT BERADA DI TITIK INI...

Page 6: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

v

ABSTRAK

PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA YANG HAMIL DI LUAR NIKAH (Sebuah studi kasus di kab.Poso)

Jane Mariem Monepa NIM : 039114069

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2008

Konflik di kabupaten Poso telah menimbulkan dampak yang serius bagi masyarakat Poso baik itu secara fisik maupun secara psikologis. Konflik juga telah memberikan dampak yang negatif bagi kesehatan reproduksi perempuan seperti meningkatnya kasus-kasus kehamilan di luar nikah. Tidaklah mudah bagi orang tua untuk dapat menerima keadaan anaknya khususnya jika kehamilan itu terjadi pasca terjadinya konflik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang hamil di luar nikah setelah terjadinya konflik di kabupaten Poso.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara dan observasi. Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif yaitu mengorganisasi data, koding, dan kategorisasi hasil/ interpretasi. Hasil penelitian ini kemudian menunjukkan bahwa proses penerimaan orang tua paling banyak berada pada tahapan kemarahan berupa perasaan dan tahapan penerimaan berupa pikiran dengan kesimpulan bahwa banyaknya tahapan proses penerimaan serta lamanya proses penerimaan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, tipe kepribadian, pola asuh dan karakteristik masyarakat.

Kata kunci:Konflik, Kehamilan di luar nikah, Proses penerimaan orang tua

Page 7: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

vi

ABSTRACT

THE PROCESS OF PARENTS ACCEPTANCE OF THEIR DAUGHTERS WHO WHERE PREGNANT BEFORE MARRIED

A Case Study in Poso

Jane Mariem Monepa NIM : 039114069

Sanata Dharma University Yogyakarta

2008

A conflict which was happened in Poso had emerged a serious impact for its people, physically and psichologically. The conflict had also resulted negatively for teenage girls in terms of their reproduction health, that is the increasing of teenage pregnancy before married. It was not easy for parents to accept such situation, especially when the pregnancy happened after the conflict. Therefore, this reasearch was aimed to know how was the process of parents acceptance of their daughters who were pregnant before married afer the conflict in Poso. The method used in this reasearch was qualitative method through interview and observation. After that the data was analyzed by means of data analysis technic. They were data organization,coding, and result categorization/ interpretation. The result revealed that most of the process of parents acceptance were on the steps of anger in terms of feeling and step of acceptance in terms of thoughts it was conducted that the number of steps in the process of acceptance and also the period of the process of acceptance were influenced by gender, personality type, the act of nursing, and also society characteristic.

Key word: conflict, pregnancy before married, the process of parents acceptance.

Page 8: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Jane Mariem Monepa

Nomor Mahasiswa : 039114069

Demi ilmu pengetahuan, Saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas

Sanata Dharma karya ilmiah Saya yang berjudul:

“Proses Penerimaan Orang Tua Terhadap Anaknya Yang Hamil Di Luar Nikah

(sebuah studi kasus di kab. Poso)”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, megalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu

meminta ijin dari Saya maupun memberikan royalti kepada Saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 25 September 2008

Page 9: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan karyaNya

di dalam penelitian ini. penyertaanNya senantiasa memberikan kekuatan dari awal

hingga akhir penelitian ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah

satu syarat guna memproleh gelar Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam menyusun skripsi yang berjudul “Proses penerimaan orang tua

terhadap anaknya yang hamil di luar nikah”, penulis menyadari bahwa tanpa

campur tangan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan dapat

terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Tuhan Yesus sebagai juru selamatku atas pertolonganMu dalam hidupku

hingga bisa berada di titik ini.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi,M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Sylvia CMYM, S.Psi, M.Si. selaku Ketua Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Y.Heri Widodo, S.Psi, M.Psi. selaku Dosen Pembimbing yang

selalu sabar membantu dan mendukung serta memberikan nasehat dan

kritik yang berharga bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. Secara

Page 10: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

ix

pribadi penulis sangat mengucapkan terima kasih, dan mohon maaf jika

selama ini penulis pernah membuat bapak kecewa.

5. Keluarga om ating dan tante mei atas ijinnya untuk try out, tanpa bantuan

om dan tante sulit bagiku untuk melakukan wawancara.

6. Papa rit dan mama rit serta papa susi dan mama susi, terima kasih atas

kesempatan yang sudah diberikan sehingga boleh memperoleh data yang

diharapkan

7. Papaku yang kukasihi Benny. S. Monepa, terima kasih atas dukungannya,

tiada kata-kata yang dapat diungkapkan sebagai tanda terima kasih atas

segala nasehatnya dan kekuatan di saat benar-benar tidak mampu, Thanks

Pa....Love U so Much.

8. Mamaku yang sangat kukasihi Minaltin Polembi, ma...akhirnya satu babak

telah kulalui, doamu selalu menjadi semangat buatku, terima kasih atas

omelan dan nasehatnya tanpa semua itu saya tidak akan mampu

menyelesaikan penulisan skrispsi ini....Your the best Mom.

9. Kakakku Jemmy...Broww sekarang aku dah bisa membuktikan kata-

kataku selama ini, terima kasih atas nasehatnya

10. Adikku Yombu, terima kasih atas kesetiaanmu, kakak yakin kamu bisa

meraih apa yang kamu impikan tetap sabar dan setia karena itu adalah

kunci kesuksesan, maaf kalau selama ini kamu menjadi tempat kekesalan

kakak, karena kamu penulisan skripsi kakak boleh selesai.

Page 11: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

x

11. Adikku Ella, kamu adalah adik yang sangat kakak sayangi, kenakalan dan

seyummu yang membuatku menjadi lebih semangat.

12. buat k’ un ku sayang atas masukkannya serta pelajaran berharga yang

telah diberikan sejak aku masih SMA sehingga aku bisa jadi lebih baik dan

k’dolof serta k’sem, k’lia beserta si kecil gaby dan grace, ku ucapkan

terima kasih atas dukungannya

13. My special frieds Ichad “Godeku”, terima kasih atas dukungannya

tanpamu sulit bagiku untuk mengerjakan skripsiku, skrispsi ini boleh jadi

berkat dukunganmu tetaplah menjadi “Godeku”.

14. Buat temanku inung, ellen, ratna, melissa, dhank2 yang selalu memberikan

dukungan, saat-saat kita bersama menjadi suatu kerinduan bagiku.

15. Keluarga besar STM Pembangunan No. 13, ibu Mira atas nasehatnya yang

sangat membantu, ibu Ucay atas pemikirannya yang membua tku selalu

berusaha maju, Destak atas semangatnya, Dwie atas segala pengertiannya,

Maman atas bantuannya, Ius atas bantuannya, Ais atas pengalamannya dan

semuanya yang selalu hadir dalam kebahagiaan keluarga besar STM

Pembangunan No.13.

16. Vivin yang selalu mendorong biar cepat selesai, sekarang namamu sudah

kumasukkan jadi hutangku sudah lunas.

17. Buat anak-anak seperjuangan m’tiwuk, m’nope, ani, melati...akhirnya kita

bisa juga melewatinya dan kita boleh tertawa lega

Page 12: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

xi

18. Buat aspire 5583, byon ellen, kompie ucay dan yang terakhir buat Mac ku,

terima kasih karena selalu menemaniku.

19. Buat pa tua dan ma tua Al, pa tua da ma tua Victor, pa tua dan ma tua

Iwan, pa tua dan ma tua Esan terima kasih kalian sungguh memberikanku

semangat baru dan seluruh keluarga besarku terima kasih atas

dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini banyak kekurangan

dalam segala hal, sehingga masih membutuhkan kritik dan saran. Akhir kata

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Page 13: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

xii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Page 14: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................ iv

ABSTRAK............................................................................................. v

ABSTRACT........................................................................................... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................... vii

KATA PENGANTAR............................................................................ viii-xi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................. xii

DAFTAR ISI........................................................................................... xiii-xv

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR………………………………….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….. xvii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1-4

B. Rumusan Masalah...................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian....................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian…................................................................. 5

Page 15: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

xiv

HALAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................... 7

A. Kehamilan di Luar Nikah

1. Pengertian kehamilan di Luar Nikah................................ 7-8

2. Penyebab Kehamilan di Luar Nikah................................. 8-9

3. Akibat Kehamilan di Luar Nikah...................................... 9-11

B. Penerimaan Orang Tua

1. Pengertian Penerimaan...................................................... 11-12

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Penerimaan

Orang Tua......................................................................... 12-19

3. Akibat Penerimaan Orang Tua Pada Anaknya.................. 19

4. Proses Penerimaan Orang Tua Terhadap Anaknya yang

Hamil di Luar Nikah.......................................................... 19-24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................... 25

A. Jenis Penelitian....................................................................... 25

B. Identifikasi Variabel Utama.................................................... 25

C. Subyek Penelitian.................................................................... 25-26

D. Metode Pengumpulan Data..................................................... 26-29

E. Langkah- langkah Persiapan Penelitian.................................... 29-30

F. Metode Analisis Data............................................................... 30-32

G. Pemeriksaan Keabsahan Data.................................................. 32

Page 16: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

xv

HALAMAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................... 35

A. Hasil Penelitian........................................................................ 35

1. Proses penelitian................................................................ 35-36

2. Hasil penelitian subjek 1.................................................. 36-44

3. Hasil penelitian subjek 2................................................... 46-51

4. Hasil penelitian subjek 3................................................... 53-59

5. Hasil penelitian subjek 4................................................... 61-67

B. Pembahasan............................................................................. 75-79

BAB V PENUTUP............................................................................ 80

A. Kesimpulan.............................................................................. 80-81

B. Saran........................................................................................ 81-82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 17: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

xvi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Halaman

Tabel. 1 Identitas Subjek 1…………………………………………… 36

Tabel. 2 Identitas Subjek 2…………………………………………… 46

Tabel. 3 Identitas Subjek 3…………………………………………… 53

Tabel. 4 Identitas Subjek 4…………………………………………… 61

Tabel. 5 Jumlah frekuensi proses penerimaan berdasarkan

koding per subjek................................................................... 75

Gambar. 1 Skema terjadinya kehamilan di luar nikah di kab. Poso... 6

Gambar. 2 Proses Penerimaan Secara Umum……………………….. 33

Gambar. 3 Proses Penerimaan Subjek 1…………………………….. 45

Gambar. 4 Proses Penerimaan Subjek 2…………………………….. 53

Gambar. 5 Proses Penerimaan Subjek 3…………………………….. 61

Gambar. 6 Proses Penerimaan Subjek 4…………………………….. 69

Gambar. 7 Proses Penerimaan Kasus 1 (subjek 1 & subjek 2)……… 70

Gambar. 8 Proses Penerimaan kasus 2 (subjek 3 & subjek 4)………. 71

Gambar. 9 Proses Penerimaan Bapak (subjek 2 & subjek 4)………... 72

Gambar. 10 Proses Penerimaan Ibu (subjek 1 & subjek 3)…………. 73

Gambar. 11 Proses Penerimaan Umum (subjek 1, 2, 3 & subjek 4)… 74

Page 18: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

A. Wawancara Subjek Primer

B. Wawancara Subjek Sekunder

C. Keterangan Koding dan Validitas Komunikatif

D. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

E. Surat Pernyataan Subjek Primer

Page 19: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH

Pada tahun 1998 terjadi konflik di kabupaten Poso, konflik ini telah

mengakibatkan penderitaan yang mendalam bagi masyarakat Poso. Banyak

diantara mereka yang harus kehilangan rumah sebagai tempat untuk berteduh

serta kehilangan orang-orang yang mereka sayangi. Konflik Poso yang muncul

dipermukaan pada umumnya lebih di lihat dari aspek SARA ( suku, agama, ras,

dan antar kelompok). Akan tetapi, bila diperhatikan secara cermat, konflik yang

terjadi di kabupaten Poso sebenarnya lebih didasarkan pada kesenjangan politik

pemerintahan dan adanya kesenjangan ekonomi (Sutanto, 2004).

Konflik telah menimbulkan masalah psikososial diantaranya, problem

belajar, problem antara orang tua dan anak, kenakalan anak dan remaja, problem

ekonomi, sikap pesimis, kecendrungan ketergantungan terhadap bantuan, adanya

berbagai bentuk keluhan psikologik dan gangguan psikiatrik yang berhubungan

dengan pengalaman trauma seperti stres pasca trauma, depresi, kecemasan, dan

berbagai gejala psikosomatik. (Midjan, 2005). Selain itu, konflik telah

memberikan dampak negatif terhadap kesehatan reproduksi perempuan yang

ditandai dengan timbulnya berbagai permasalahan yang terkait dengan kesehatan

reproduksi perempuan yaitu terjadinya hubungan seksual di luar nikah yang pada

akhirnya mengakibatkan kehamilan di luar nikah (Agustiana & Pakpahan, 2004).

Hal ini tentu saja tidak terlepas dari faktor- faktor pendukung seperti

meningkatnya angka putus sekolah dikalangan generasi muda (misalnya di kamp

Page 20: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

2

pengungsian Posunga-Pamona Utara dan desa Tangkura-Poso Pesisir), kurangnya

pengawasan dan kontrol dari orang tua terhadap anak serta terjadinya perubahan

perilaku seksual yang diakibatkan oleh buruknya kondisi kehidupan di tempat

pengungsian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustiani dan Pakpahan

(2004), ditemukan bahwa di desa Posungga kecamatan Pamona Utara kabupaten

Poso sekitar 60 % pernikahan di usia muda merupakan akibat dari hubungan

pranikah serta kehamilan di luar nikah. Hal ini juga di dukung oleh Patodo

(komunikasi pribadi, 15 Januari 2008), yang menyatakan bahwa angka kasus

kehamilan di luar nikah di kabupaten Poso pada umumnya meningkat setelah

terjadinya konflik, penyebabnya antara lain dikarenakan ketidakmampuan orang

tua dalam hal ekonomi, sehingga anak menjadi putus sekolah dan melakukan hal-

hal yang tidak diinginkan oleh orang tua.

Kondisi atau keadaan yang terjadi di kab Poso, yang ditandai dengan

meningkatnya angka kasus kehamilan di kabupaten Poso ini sangat sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh PKBI yang menunjukkan bahwa lingkungan

sangat berpengaruh terhadap terjadinya kasus-kasus kehamilan di luar nikah

(Indrasari, 2004). Dalam hal ini, konflik merupakan penyebab utama sehingga

angka kasus kehamilan di luar nikah pada kabupaten Poso meningkat.

Anak adalah harapan setiap orang tua, oleh karena itu, setiap orang tua

selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya. Selain memenuhi

kebutuhan anaknya, orang tua juga memiliki kewajiban untuk memelihara dan

mendidik anaknya (Utama, 1985). Salah satu pendidikan penting yang diajarkan

Page 21: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

3

orang tua kepada anaknya yaitu pendidikan tanggung jawab yang dapat di mulai

sejak usia dini (Ginott, 1965). Pendidikan tanggung jawab diberikan dengan

tujuan agar anak dapat belajar mandiri dan menemukan solusi untuk permasalahan

yang dihadapinya.

Perjuangan orang tua untuk memelihara dan mendidik anaknya tidak hanya

sampai pada masa ketika anak memasuki masa anak-anak dan masa puber. Akan

tetapi, prosesnya masih terus berlanjut hingga sang anak benar-benar dapat di

lepas untuk mengatur sendiri kehidupannya. Salah satu masa yang paling sulit

dihadapi oleh orang tua di dalam rentang waktu perkembangan anak yaitu pada

saat anak memasuki masa remaja. Di dalam rentang kehidupan, masa remaja

merupakan suatu masa di mana gelombang kehidupan sudah mencapai

puncaknya. Pada masa ini, remaja memiliki kesempatan yang sebesar-besarnya

dan sebaik-baiknya untuk mengalami hal-hal yang baru serta menemukan sumber-

sumber baru dari kekuatan-kekuatan, bakat-bakat serta kemampuan yang ada di

dalam dirinya (Hamalik, 1995).

Bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian penting. Dalam

kesehariannya teman merupakan tempat menghabiskan waktu, berbicara, berbagi

kesenangan, dan kebebasan. Akan tetapi, teman sebaya juga dapat merupakan

kelompok yang memberikan pengaruh negatif terhadap anak remaja. Mereka

mendorong ke arah kualitas yang tidak diharapkan seperti minum-minuman keras,

mencuri, hingga ke perilaku-perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan

di luar nikah (Agustiani, 2006).

Adanya kehamilan di luar nikah menyebabkan terjadinya konflik terutama

Page 22: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

4

bagi orang tua yang anaknya mengalami kehamilan di luar nikah. Dalam hal ini,

orang tua diharapkan untuk dapat memberikan dukungan, dorongan serta

semangat terhadap anaknya yang hamil di luar nikah. Namun, disisi lain orang tua

secara psikologis belum dapat untuk menerima keadaan anaknya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Kubler-Ross (seperti dikutip dalam Astuti, 1997) yang

mengungkapkan bahwa seiring dengan rasa bersalah dan depresi yang dialami,

orang tua yang anaknya hamil di luar nikah akan merasakan ketidakberdayaan,

frustasi, dan marah karena hal ini harus terjadi dan mereka tidak mampu

melakukan apapun untuk membantu anaknya, sehingga apabila kita berhadapan

dengan situasi tersebut, satu-satunya cara yang rasional untuk memberikan respon

kepadanya adalah menerimanya (Frankl dalam Schultz, D., 1991 ).

Adanya konflik di kabupaten Poso yang menimbulkan masalah psikososial

dan berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi perempuan sehingga

menyebabkan meningkatnya angka kasus kehamilan di luar nikah membuat

peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana proses penerimaan orang tua terhadap

anaknya yang hamil di luar nikah di kabupaten Poso.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah yaitu bagaimana

proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang hamil di luar nikah di

kabupaten Poso setelah terjadinya konflik?.

Page 23: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

5

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penerimaan orang tua

terhadap anaknya yang hamil di luar nikah setelah adanya konflik yang terjadi di

kabupaten Poso.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat praktis :

Secara umum penelitian ini dapat digunakan untuk membantu proses

penerimaan orang tua yang anaknya hamil di luar nikah khususnya pada

daerah konflik sehingga diharapkan melalui hasil penelitian ini orang tua

dapat memberikan reaksi yang positif terhadap kehamilan yang terjadi pada

anak.

2. Manfaat teoretis :

Memberikan sumbangan kepada ilmu psikologi khususnya Psikologi

Perkembangan dan Psikologi Remaja.

Page 24: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

6

Gambar 1. Skema Terjadinya kehamilan di luar nikah di kab. Poso

Konflik

Masalah pengungsian Masalah ekonomi

Buruknya kondisi di tempat

pengungsiaan

Menimbulkan masalah yang terkait dengan kesehatan

reproduksi perempuan antara lain terjadinya kehamilan di

luar nikah

Meningkatnya angka putus sekolah,

sehingga anak tidak memiliki aktivitas

dan melakukan hal-hal yang negatif

Masalah hubungan orang tua dan anak

Kurangnya pengawasan dan kontrol orang tua

terhadap anak

Page 25: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEHAMILAN DI LUAR NIKAH

1. Pengertian Kehamilan di Luar Nikah

Kehamilan merupakan suatu proses yang diakibatkan oleh bersatunya sel

seks pria dan sel seks wanita (Hurlock, 1995). Menurut Gilarso (2004), ciri-ciri

dari kehamilan yaitu:

a. Pada permulaan hanya ada tanda-tanda yang belum pasti yaitu: Tidak

haid, buah dada menjadi bertambah besar, sering mual pada pagi hari

sampai mau muntah, sulit tidur, dan sering sakit kepala.

b. Pada umur kehamilan selanjutnya (3 bulan ke atas), rahim mulai

membesar dan mulai ada hiperpigmentasi wajah (topeng kehamilan).

c. Pada kehamilan 5 bulan, denyut jantung anak bisa di dengar oleh

pemeriksa dan gerakan anak di rasakan.

Namun, tidak semua wanita menginginkan terjadinya kehamilan. Hal ini

di tandai dengan meningkatnya aborsi sebagai akibat dari kehamilan di luar

nikah (Santrock, 2002). Kehamilan di luar nikah ini lebih banyak terjadi

karena ketidaktahuan remaja tentang proses reproduksi atau terjadinya

kehamilan. Banyak yang beranggapan bahwa melakukan hubungan seksual

hanya satu kali tidak akan menyebabkan kehamilan (“kehamilan yang tidak

dikehendaki”, 2001). Selain itu, banyak orang tua yang sebenarnya merasa

ragu dan bingung menjawab pertanyaan remaja mengenai seksualitas serta

Page 26: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

8

masalah fungsi dan proses reproduksi mereka. Akibatnya, remaja tidak

mendapatkan informasi yang benar dan jujur yang sebenarnya mereka

perlukan (“seputar seks oral”, 2001 ).

Jadi, kehamilan di luar nikah adalah kehamilan yang terjadi karena

kurangnya pengetahuan mengenai proses reproduksi atau terjadinya kehamilan.

2. Penyebab Kehamilan di Luar Nikah

Indrasari (2004) mengungkapkan bahwa kehamilan di luar nikah bukan

disebabkan karena mereka tidak tahu bahwa seks pranikah dilarang oleh agama

serta melanggar nilai-nilai di dalam masyarakat, akan tetapi, disebabkan oleh

beberapa hal, yaitu:

a. Mereka tidak memahami mengenai apa itu hubungan seksual;

bagaimana dua orang yang tadinya sekedar merasa dekat dan saling

percaya, kemudian bisa terlibat dalam hubungan fisik seperti berpelukan,

berciuman, dan berhubungan seksual. Semua dialami seperti sesuatu

yang baru dan mereka tidak bisa mengendalikan dirinya untuk

menghentikan di saat yang tepat

b. Mereka tidak mengetahui konsekuensi dari berciuman dan berhubungan

seksual. Seringkali mereka melakukannya karena insting, dan logikanya

selama beberapa saat tak terpakai. Mereka tidak mengetahui bahwa

berciuman akan menimbulkan dorongan seksual yang begitu besar, yang

sukar untuk dihentikan. Mereka sering berpikiran bahwa hanya dengan

satu kali berhubungan seksual tidak akan membuat hamil. Akan tetapi,

pada kenyataannya, jika hal itu dilakukan pada saat masa subur, hanya

Page 27: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

9

dengan sekali berhubungan dapat menyebabkan kehamilan.

c. Sebenarnya mereka tahu bahwa hubungan seksual bisa menyebabkan

kehamilan, tetapi mereka tidak kuasa untuk menolak karena mereka

takut pacarnya akan marah dan meninggalkan dirinya. Mereka berpikir

bahwa hubungan seks adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan rasa

cinta kepada pasangannya.

Dari penelitian juga ditemukan jawaban bahwa baik remaja putra atau

putri ternyata mereka menyadari akan kesalahan itu. Mereka kemudian

dianjurkan untuk menggunakan obat-obatan atau alat-alat pencegah kehamilan,

tetapi mereka menolak dan merasa yakin bahwa mereka tidak akan

mengulanginya lagi. Ternyata, mereka tetap melakukannya dan akibatnya

mereka keluar masuk klinik gelap untuk menggugurkannya. Hal serupa inilah

yang disebut sebagai ketidakdewasaan sikap yang menimpa bukan saja pemuda

atau pemudi tetapi juga orang dewasa (La Rose, 1996).

Jadi, penyebab terjadinya kehamilan di luar nikah adalah kurangnya

pemahaman mengenai hubungan seksual, tidak mengetahui konsekuensi dari

berciuman dan berhubungan seksual, tidak dapat menolak untuk tidak

melakuakan hubungan seksual karena adanya ketakutan ditinggalkan oleh

pacar, dan ketidakdewasaan sikap.

3. Akibat Kehamilan di Luar Nikah

Menurut Mc Dowell & Stewart (2002), kehamilan di luar nikah secara

emosional mengakibatkan:

Page 28: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

10

a. Penyangkalan

Remaja yang hamil di luar nikah biasanya memungkiri kehamilannya

dengan cara menunda tes kehamilan, tidak memberitahu seseorang, atau

tidak pergi ke dokter meskipun gejala-gejala awalnya tampak jelas.

b. Rasa Takut

Reaksi umum yang terjadi menghadapi kehamilan di luar nikah

adalah timbulnya rasa takut terutama perasaan takut menghadapi tanggapan

orang tua serta merasa takut akan perubahan-perubahan yang terjadi dalam

tubuh atau takut menghadapi sakit persalinan dan melahirkan anak.

c. Rasa Bersalah

Remaja yang hamil di luar nikah biasanya diliputi oleh perasaan

bersalah sehingga mengabaikan hal-hal lain.

d. Rasa Malu

Karena kehamilan menunjukkan kepada setiap orang bahwa mereka

telah melakukan hubungan seks, maka hal itu sering menimbulkan rasa

malu yang mendalam.

e. Penyesalan

Adanya harapan agar dapat memutar waktu kembali dan mengubah

situasi yang telah mengakibatkan kehamilan di luar nikah. Kenyataannya

bahwa waktu tidak dapat di rubah kembali dan hal ini menyebabkan rasa

penyesalan terutama karena telah mengecewakan orang tua.

Sedangkan menurut Santrock (2002), kehamilan di luar nikah secara

sosial menyebabkan berbagai keprihatinan yaitu :

Page 29: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

11

a. Kehamilan pada remaja meningkatkan resiko kesehatan bagi ibu dan

anaknya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu remaja cenderung memiliki berat

badan yang lebih rendah.

b. Ibu remaja sering berhenti dan keluar dari sekolah, tidak memperoleh

pekerjaan serta tergantung pada orang tua. Walaupun banyak ibu remaja

yang melanjutkan pendidikannya kemudian, namun biasanya mereka

tidak dapat mengejar ketertinggalannya.

c. Kekurangan bekal pendidikan. Orang tua remaja cenderung memperoleh

gaji yang rendah, memiliki pekerjaan dengan status yang rendah atau

bahkan tidak memiliki pekerjaan.

Jadi, kehamilan di luar nikah secara emosional dapat menyebabkan

penyangkalan, rasa takut, rasa bersalah, rasa malu, dan penyesalan. Sedangkan

secara sosial dapat menyebabkan meningkatnya resiko kesehatan bagi ibu dan

anak, putus sekolah, dan kurangnya bekal pendidikan.

B. PENERIMAAN ORANG TUA

1. Pengertian Penerimaan

Menurut Sulastrini (2002), yang di maksud dengan penerimaan orang

tua adalah perasaan senang terhadap statusnya sebagai orang tua yang ditandai

oleh perhatian dan kasih sayang, memberikan waktu untuk berperan serta

dalam kegiatan anak, tidak mengharapkan terlalu banyak pada anak,

memperlakukan anak seperti anak yang lain serta tidak menjauhkan anak dari

pergaulan masyarakat luas. Selain itu, penerimaan juga dapat berupa dukungan

Page 30: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

12

yang tulus dan apa adanya, serta keterlibatan yang tidak dibuat-buat agar anak

merasa nyaman dan di dukung (Indrasari, 2004).

Menurut Johnson (seperti dikutip dalam Supratiknya, 1995), ada 2

macam penerimaan terhadap orang lain:

a. Penerimaan Anteseden, yaitu mendorong orang lain agar mau ambil

resiko membuka diri atau membangun hubungan yang lebih erat dengan

menunjukkan kehangatan dan rasa senang atau suka tanpa syarat

terhadap orang yang bersangkutan.

b. Penerimaan Konsekuen, adalah penerimaan terhadap orang lain sesudah

orang yang bersangkutan mau ambil resiko mengungkapkan diri atau

mencoba membangun hubungan yang lebih erat. Penerimaan ini penting

untuk menjaga agar hubungan terus terjalin dan tumbuh.

Jadi, penerimaan adalah perasaan senang yang ditandai perhatian dan

kasih sayang, dukungan yang tulus dan apa adanya, serta keterlibatan dan

berperan serta dalam kegiatan anak agar anak merasa nyaman dan di dukung.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penerimaan Orang tua

a. Jenis Kelamin

Menurut Sahran (seperti dikut ip dalam Basti, & Dewi, P. M. E.,

1996), karakteristik peran gender maskulin dapat di bagi dalam tiga

komponen yaitu:

1. Kemampuan memimpin yang dijabarkan dalam sifat aktif,

berkemauan keras, konsisten, mampu memimpin, optimistik

pemberani, dan sportif.

Page 31: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

13

2. Sifat maskulin yang dijabarkan bersifat melindungi, mandiri, matang

atau dewasa, dan percaya diri.

3. Rasionalitas yang dijabarkan dalam sifat suka mencari pengalaman

baru, rasional, dan tenang saat menghadapi krisis.

Raven dan Rubin (seperti dikutip dalam Basti, & Dewi, P. M. E.,

1996) juga menyebutkan lebih detail mengenai karakteristik peran gender

maskulin yaitu agresif, bebas, dominan, objektif, tidak emosional, aktif,

kompetitif, ambisi, rasional, percaya diri, rasa ingin tahu tentang berbagai

perasaan dan objek-objek non sosial, impulsif, kurang dapat

mengekspresikan kehangatan dan rasa santai serta kurang responsif terhadap

hal-hal yang berhubungan dengan emosi (perasaan).

Sedangkan karakteristik peran gender feminim juga di bagi dalam tiga

komponen yaitu:

1. Kasih sayang yang mencakup memperhatikan keserasian, penyayang,

suka merasa kasihan, tabah, dan tulus hati

2. Kelembutan perilaku yang mencakup berbudi halus, hangat, hemat,

kalem dan suka hati-hati.

3. Sifat feminim yang mencakup ramah, membutuhkan rasa aman,

memperhatikan etika, dan rapi

Selain itu, Kartono (2005) mengungkapkan bahwa wanita lebih

praktis, sangat bergairah, lebih menonjol sifat kesosialannya, melindungi,

memelihara dan mempertahankan, lebih berorientasi pada perasaan

dibandingkan bidang intelek, lebih aktif dalam berbagai macam kegiatan

Page 32: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

14

serta lebih memandang kehidupan ini sebagaimana adanya.

b. Tipe Kepribadian

Eysenck mengelompokkan manusia berdasarkan dua tipe kepribadian

yaitu tipe kepribadian introvert dan tipe kepribadian ekstrovert (seperti

dikutip dalam Rusli, R., 2008). Tipe kepribadian introvert cenderung mudah

tersinggung, rendah diri, pendiam, penyendiri, menjaga jarak dengan orang

lain, cenderung berpikir ke depan, menjalani hidup dengan serius, kaku,

sukar tidur, senang akan keteraturan, mengontrol perasaan, dan dapat

diandalkan. Sebaliknya, tipe kepribadian ekstrovert memperlihatkan

kecendrungan perhatian yang sempit, tidak puas, cenderung tidak tetap pada

pendiriannya, tidak teliti, tidak kaku, sociable, senang pesta, punya banyak

teman, selalu membutuhkan orang lain untuk di ajak berbicara, optimis,

kendali perasaan longgar, dan tidak selalu dapat diandalkan.

Sejalan dengan penggolongan yang dikemukakan oleh Eysenck, Jung

(seperti dikutip dalam Hall & Lindzey, 1993), menggolongkan manusia

berdasarkan sikap jiwanya menjadi dua tipe, yaitu manusia yang bertipe

introvert yang lebih berorientasi kedalam, yakni pada pikiran dan

perasaannya, tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh faktor

subjektif, penyesuaian dengan dunia luar kurang baik, jiwanya tertutup,

sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik

hati orang lain tetapi penyesuaian dengan batinnya sendiri baik. Sedangkan

tipe ekstrovert yaitu terutama lebih dipengaruhi oleh dunia objektif yaitu di

luar dirinya.

Page 33: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

15

Costa dan McCrae (seperti dikutip dalam Mastuti, E., 2005), juga

mengungkapkan bahwa tipe introvert cenderung tidak sepenuhnya terbuka

dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan

orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian. Sedangkan tipe

ekstrovert cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan waktunya

untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan.

c. Pola Asuh

1. Pola Asuh Otoriter

Menurut Stewart dan Koch (seperti dikutip dalam Muazar, H.,

2008), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

a) Kaku

b) Tegas

c) Suka menghukum

d) Kurang ada kasih sayang serta simpatik

e) Orang tua memaksa anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka serta

mencoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah laku

orang tua dan cenderung mengekang keinginan anak

f) Orang tua tidak mendorong serta memberikan kesempatan kepada

anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian.

g) Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak

dewasa.

Sementara itu, menurut Barnadib (seperti dikutip dalam Muazar,

Page 34: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

16

H., 2008), orang tua yang otoriter tidak memberikan hak anaknya untuk

mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan-perasaannya.

2. Pola Asuh Demokratis

Stewart dan Koch (seperti dikutip dalam Muazar, H., 2008 ),

menyatakan ciri-cirinya adalah:

a) Orang tua menganggap sama kewajiban dan hak antara orang tua

dan anak

b) Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-

anaknya mengenai segala sesuatu yang diperbuatnya sampai

mereka menjadi dewasa

c) Orang tua selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi

dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluahan dan

pendapat anak-anaknya

d) Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada

anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara

obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh perhatian

Sedangkan menurut Barnadib (seperti dikutip dalam Muazar, H.,

2008), orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan

anak dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran, tetapi

juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan

persoalan-persoalannya.

3. Pola asuh Permisif

Stewart dan Koch (seperti dikutip dalam Muazar, H., 2008),

Page 35: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

17

menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai pola asuh permisif

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa

memberikan kontrol sama sekali

b) Anak sedikit sekali di tuntut untuk tanggung jawab, tetapi memiliki

hak yang sama seperti orang dewasa

c) Anak di beri kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang

tua tidak banyak mengatur anaknya

d. Karakteristik Masyarakat

Masyarakat Poso menggunakan istilah “SINTUWU” sebaga i landasan

kepribadian masyarakatnya (Tahir, L.S., 2007), yang dapat dipahami dalam

beberapa pengertian:

1. Dota pasanggan atau kemauan bersama untuk melakukan pekerjaan.

Kegiatan kerjasama yang di dorong oleh rasa kekeluargaan, rasa

kebersamaan satu komuniti untuk kepentingan seseorang, keluarga,

kerabat, dan masyarakat pada umumnya.

2. Kegiatan yang dilakukan dalam berbagai bidang dan lapangan

kehidupan yang di pandang baik dan terpuji di mana menghendaki

kerjasama dan bantuan orang lain.

Secara keseluruhan arti dari istilah SINTUWU adalah kebersamaan yang

dalam konteks sosial dan agama termanifestasi dalam bentuk:

1. Mesale atau social responsibility, yaitu, rasa tanggung jawab sosial

yang dilakukan oleh para petani dalam satu lingkungan desa di mana

Page 36: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

18

mereka saling membantu mengerjakan sawah atau kebun masing-

masing secara bergiliran dan teratur sampai seluruh anggota kelompok

itu mendapatkan giliran

2. Nosialapale atau transparancy, yaitu, adanya keterbukaan masyarakat

dalam menerima keyakinan agama, bahasa, adat istiadat yang berbeda,

rasa solodaritas dan kekeluargaan diantara sesama warga serta rasa

simpatik dan penghargaan antar sesamanya.

3. Membutulungi atau social awarenes, yaitu, suatu semangat yang

membahu, saling membantu dalam hal pembangunan rumah. Bantu

membantu tersebut di mulai pada saat seseorang mendirikan rumah,

mengatap rumah, dan sebagainya. Bagi masyarakat Poso, dianggap

tabu meninggalkan desanya sebelum sempat membantu, walaupun

hanya sekedar memegang tiang atau sekedar menaikkan selembar

atap, mereka percaya bahwa meninggalkan desa pada saat kegiatan

saling membantu mendirikan rumah pasti mengalami kegagalan.

Selain itu, sistem kekerabatan masyarakat poso terbagi menjadi dua

yaitu inti dan keluarga luas di mana keluarga luas lebih dominan

dibandingkan dengan keluarga inti sehingga membuat kekerabatan di

Kabupaten Poso masih sangat kuat khususnya pada daerah pedesaan (Hasan

dkk, 1994). Hal ini juga sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh

Gangster dkk (seperti dikutip dalam Andarika, 2004), bahwa setiap individu

membutuhkan dukungan yang berasal dari teman maupun keluarga.

Jadi, proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang hamil di luar

Page 37: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

19

nikah di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tipe kepribadian,

pola asuh, dan karakteristik masyarakat.

3. Akibat Penerimaan Orang Tua Pada Anaknya

Tracy (1996), mengungkapkan, bahwa akibat dari penerimaan yaitu

meningkatnya harga diri, citra diri, membuat merasa rileks, dan aman bersama.

Frankl (seperti dikutip dalam Schultz. D, 1991), juga mengungkapkan bahwa

ketika kita sudah dapat menerima situasi-situasi yang tidak dapat diubah, maka

kehidupan manusia meskipun dalam keadaan-keadaan gawat dapat bercirikan

arti dan maksud. Jika orang-orang yang mencintai kita mau menerima keadaan

kita yang sedang dalam suatu proses, maka penerimaan mereka merupakan

hadiah terbesar dari cinta mereka terhadap diri kita (Powell & Brady, 1991).

Jadi, akibat dari penerimaan yaitu dapat meningkatkan harga diri, citra

diri, membuat merasa rileks dan aman, serta dapat memberikan makna di

dalam kehidupan.

4. Proses Penerimaan Orang Tua Terhadap Anaknya Yang Hamil di

Luar Nikah

Ada beberapa teori yang mengungkapkan proses penerimaan orang tua

terhadap anaknya yang mengalami masalah. Atmodiwiryo (seperti dikutip

dalam Nediastri, 1997) mengemukakan 3 tahap yang umum dialami orang tua

sebelum mereka benar-benar menerima anaknya yang mengalami masalah:

a. Tahap Pengingkaran

Tahapan ini merupakan tahapan di mana pertama kali orang tua

mengetahui akan permasalahan anaknya yang ditandai dengan perasaan

Page 38: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

20

tidak percaya dan adanya rasionalisasi.

b. Tahap Penerimaan Secara Intelektual, namun secara emosional terdapat

rasa marah, rasa bersalah serta depresi

Pada tahapan ini orang tua lebih sibuk terhadap perasaannya sendiri

daripada melakukan usaha-usaha yang dapat membantu anak. Tahapan ini

ditunjukkan dengan sikap membatasi kegiatan anak sehingga anak tidak

dapat bersosialisasi dengan lingkungannya.

c. Tahap Penerimaan Secara Intelektual dan Emosional

Pada tahapan ini orang tua bersikap realistis bahkan konstruktif dan

memiliki keinginan untuk mencari solusi dari permasalahan.

Menurut Powell & Brady (1991), dalam bukunya yang berjudul

“Tampilkan Jati Dirimu“, bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan

manusia sangat mirip dengan proses menghadapi ajal yang diungkapkan oleh

Kubler Ross (seperti dikutip dalam Powell. J, & Brady. L, 1991). Kita bergerak

sesuai dengan irama langkah kita sendiri, dan dalam semua proses ini kita perlu

di terima dalam tahap manapun kita berada. Tahap-tahap penerimaan itu adalah

sebagai berikut :

a. Pengingkaran

Tahapan ini merupakan reaksi yang utama ketika orang tua pertama

kali mengetahui kehamilan anaknya. Tahapan ini merupakan tahapan di

mana orang tua menyangkal atau menolak akan permasalahan yang sedang

dihadapinya. Biasanya pada tahap ini orang tua belum mau mengakui

kehamilan anaknya dan disertai dengan alasan yang dapat di terima.

Page 39: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

21

b. Kemarahan

Merupakan tahapan di mana orang tua menyadari bahwa penolakan

tidak dapat lagi dipertahankan, orang tua menyadari adanya penolakan yang

kemudian memunculkan rasa marah. Biasanya, pada tahapan ini orang tua

sudah mengakui kehamilan anaknya, namun, secara psikologis belum dapat

menerimanya.

c. Tawar Menawar

Merupakan tahapan di mana orang tua mengembangkan harapan

bahwa kehamilan itu tidak benar adanya dan tidak mungkin terjadi pada

anaknya. Pada tahapan ini biasanya orang tua selalu berusaha membuat

kesepakatan-kesepakatan yang dapat menyenangkan hatinya.

d. Pasrah Dengan Perasaan Tertekan

Merupakan tahapan di mana orang tua sudah mulai dapat menerima

keadaan anaknya. Pada tahapan ini, orang tua biasanya sudah dapat

menerima, namun belum sepenuhnya.

e. Penerimaan

Merupakan tahapan di mana orang tua mengembangkan rasa damai

dan menerima takdir. Pada tahapan ini orang tua sudah dapat menerima

keadaan anaknya dengan sepenuhnya.

Menurut Sulastrini (2002), bahwa proses penerimaan orang tua terhadap

anaknya yang mengalami masalah adalah merasa terkejut, shock, marah, dan

hal ini merupakan reaksi yang pertama kali muncul. Perasaan ini menjadikan

orang tua menolak kehadiran sang anak, merasa bersalah dan menyalahkan

Page 40: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

22

pasangannya.

Jadi, proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang hamil di luar

nikah melalui beberapa tahapan yaitu pengingkaran, kemarahan, tawar-menawar,

pasrah dengan perasaan tertekan, dan penerimaan.

Penelitian ini akan melihat bagaimana proses penerimaan orang tua

terhadap anaknya yang hamil di luar nikah setelah terjadinya konflik. Dalam

proses penerimaan tersebut subjek melalui tahap-tahap penerimaan yang dimulai

dari tahapan pengingkaran, tahapan kemarahan, tahapan tawar-menawar, tahapan

penerimaan dengan perasaan tertekan, dan tahapan penerimaan, di mana, tahap-

tahap penerimaan yang dilalui oleh subjek sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu :

a. Jenis Kelamin :

Seperti yang diungkapkan oleh Sahran (seperti dikutip dalam Basti, &

Dewi, P. M. E., 1996) tentang karakteristik peran gender maskulin yang salah

satunya adalah rasionalitas dan peran gender feminim yang salah satu

komponennya adalah sifat feminim yang membutuhkan rasa aman. Maka,

perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap bagaimana subjek berada dalam

tahap-tahap penerimaannya.

b. Tipe Kepribadian :

Eysenck mengelompokkan manusia berdasarkan dua tipe kepribadian

yaitu tipe kepribadian introvert dan tipe kepribadian ekstrovert (seperti dikutip

dalam Rusli, R., 2008). Adanya perbedaan tipe kepribadian mempengaruhi

proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang hamil di luar nikah baik itu

Page 41: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

23

lamanya mencapai tahapan penerimaan dan tahapan yang paling intens dialami

oleh subjek..

c. Pola asuh :

Menurut Stewart dan Koch (seperti dikutip dalam Muazar, H., 2008), Pola

asuh orang tua terbagi atas tiga bentuk yaitu pola asuh otoriter, pola asuh

demokratis, dan pola asuh permisif. Orang tua yang menerapkan pola asuh

otoriter cenderung kaku dan tidak memberikan hak anaknya untuk

mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan-perasaannya sedangkan

orang tua yang demokratis selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling

memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluahan dan pendapat

anak-anaknya. Selain itu, orang tua yang permisif lebih memberikan kebebasan

kepada anak untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak

mengatur anaknya. Adanya perbedaan orang tua dalam mengasuh anaknya

sangat menetukan bagaimana orang tua memberikan sikap terhadap kehamilan

yang terjadi pada anak.

d. Karakteristik Masyarakat :

Adanya keterbukaan masyarakat dalam menerima keyakinan agama,

bahasa, adat istiadat yang berbeda, rasa solodaritas dan kekeluargaan diantara

sesama warga serta rasa simpatik dan penghargaan antar sesamanya (Tahir,

L.S., 2007) sangat berpengaruh terhadap proses penerimaan orang tua karena

hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Gangster dkk (seperti dikutip

dalam Andarika, 2004), bahwa setiap individu membutuhkan dukungan yang

berasal dari teman maupun keluarga.

Page 42: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

24

Setelah mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi proses penerimaan

orang tua terhadap anaknya yang hamil di luar nikah di kabupaten Poso, maka

seluruh tahapan proses penerimaan orang tua yang dimulai dari tahapan

kemarahan hingga pada tahapan penerimaan kemudian akan digali dari tiga aspek

yaitu aspek pikiran, perasaan, dan yang terakhir adalah aspek tindakan.

Selanjutnya, untuk menambah data, diperlukan informasi- informasi

tambahan yang terkait dengan proses penelitian yang dimulai dengan melihat

latar belakang subjek, cara subjek mengasuh anaknya serta kesulitan-kesulitan

yang sering dihadapi, kondisi keluarga subjek sebelum terjadi kerusuhan dan

dibandingkan dengan kondisi keluarga subjek setelah terjadi kerusuhan yang

kemudian akan mengungkapkan bagaimana kondisi keluarga subjek selama di

tempat pengungsian. Kemudian, informasi tambahan lainnya yang diperlukan

untuk menambah data yaitu dengan melihat pengalaman subjek ketika mengetahui

kehamilan anak yang dimulai dengan mengungkapkan awal mula mengetahui

kehamilan anak baik berupa sumber informasi yang di dapat maupun tanda-tanda

kehamilan yang ditunjukkan oleh anak. Setelah itu, dilanjutkan dengan menggali

penyebab kehamilan anak serta kapan terjadinya kehamilan.

Penelitian ini juga akan menggunakan observasi dan wawancara sekunder,

di mana, yang menjadi sumber datanya adalah anak yang mengalami kehamilan di

luar nikah serta keluarga subjek yang dianggap paling mengetahui bagaimana

subjek melalui proses penerimaan terhadap anaknya yang hamil di luar nikah.

Page 43: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif Kualitatif dengan

pendekatan studi kasus. Sedangkan yang di maksud dengan Studi kasus yaitu

berfokus pada eksplorasi tempat dan waktu tertentu atau terhadap satu maupun

beberapa kasus dengan mengumpulkan data yang detail dan mendalam yang

meliputi kelengkapan informasi dari sumber yang beragam dalam konteks tertentu

(Creswell, 1997).

B. IDENTIFIKASI VARIABEL UTAMA

Variabel utama dalam penelitian ini yaitu proses penerimaan orang tua

terhadap anaknya yang hamil di luar nikah yang terdiri atas lima tahap

penerimaan yaitu tahapan pengingkaran, kemarahan, tawar-menawar, penerimaan

dengan perasaan tertekan, dan tahapan penerimaan. Data mengenai tahap-tahap

penerimaan tersebut kemudian oleh peneliti diperoleh melalui respon subjek

terhadap wawancara dan observasi.

C. SUBJEK PENELITIAN

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah orang tua dari

remaja putri (usia 12-18 tahun) dengan kriteria yaitu subjek merupakan orang tua

kandung dari remaja putri yang anaknya hamil di luar nikah setelah terjadinya

konflik di kabupaten Poso. Jumlah subjek adalah sebanyak 4 orang di mana

Page 44: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

26

subjek 1 dan subjek 2 merupakan orang tua dari kasus 1 dan subjek 3 serta subjek

4 merupakan orang tua dari kasus 2.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data menggunakan 2 cara yaitu melalui metode

wawancara dan observasi.

1. Wawancara

Penelitian ini menggunakan wawancara primer dan wawancara sekunder

untuk memperoleh informasi mengenai proses penerimaan orang tua terhadap

anaknya yang hamil di luar nikah.

a. Wawancara Primer

Wawancara primer adalah percakapan dan tanya jawab yang

diarahkan untuk mencapai tujuan penelitian (Poerwandari, 2005). Dalam

penelitian ini, wawancara primer digunakan sebagai metode untuk

memperoleh penjelasan mengenai proses penerimaan orang tua terhadap

anaknya yang hamil di luar nikah setelah terjadinya konflik.

Jenis wawancara yang digunakan, yaitu, wawancara dengan pedoman

umum di mana peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum

yang mencantumkan isu- isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan

pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman

wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek

yang harus di bahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah

aspek-aspek relevan tersebut telah di bahas atau ditanyakan (Poerwandari,

Page 45: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

27

2005). Hal-hal yang akan di gali dalam penelitian ini yaitu:

a. Pendahuluan

1) Latar belakang subjek

2) Pola asuh subjek terhadap anak

3) Kondisi keluarga subjek sebelum terjadi konflik

4) Kondisi keluarga subjek setelah konflik

5) Kondisi di tempat pengungsian

b. Pengalaman subjek ketika mengetahui kehamilan anak

1) Awal mula mengetahui kehamilan anak

2) Penyebab kehamilan anak

3) Kapan terjadinya kehamilan

c. Proses Penerimaan Subjek terhadap kehamilan anak

1) Tahapan pengingkaran

a) Tahapan pengingkaran orang tua dilihat dari aspek perasaan

b) Tahapan pengingkaran orang tua dilihat dari aspek pikiran

c) Tahapan pengingkaran orang tua dilihat dari aspek tindakan

2) Tahapan kemarahan

a) Tahapan kemarahan orang tua dilihat dari aspek perasaan

b) Tahapan kemarahan orang tua dilihat dari aspek pikiran

c) Tahapan kemarahan orang tua dilihat dari aspek tindakan

3) Tahapan tawar-menawar

a) Tahapan tawar-menawar orang tua dilihat dari aspek perasaan

b) Tahapan tawar-menawar orang tua dilihat dari aspek pikiran

Page 46: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

28

c) Tahapan tawar-menawar orang tua dilihat dari aspek tindakan

4) Tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan

a) Tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan orang tua dilihat dari

aspek perasaan

b) Tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan orang tua dilihat dari

aspek pikiran

c) Tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan orang tua dilihat dari

aspek tindakan

5) Tahapan penerimaan

a) Tahapan penerimaan orang tua dilihat dari aspek perasaan

b) Tahapan penerimaan orang tua dilihat dari aspek pikiran

c) Tahapan penerimaan orang tua dilihat dari aspek tindakan

b. Wawancara Sekunder

Wawancara sekunder dilakukan untuk memperoleh data mengenai

proses penerimaan subjek terhadap anaknya yang hamil di luar nikah.

Adapun yang menjadi sumber data dalam wawancara sekunder adalah anak

dari subjek yang mengalami kehamilan di luar nikah serta keluarga subjek

yang dianggap paling mengetahui proses yang dilalui subjek ketika

menerima kehamilan anak.

2. Observasi

Observasi merupakan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat

fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan-hubungan antara

aspek-aspek dan fenomena tersebut (Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini,

Page 47: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

29

observasi digunakan untuk lebih memperoleh informasi mengenai karakteristik

para subjek terkait aspek fisik, psikologis, pola asuh dan reaksi non verbal

subjek saat mengungkapkan pengalaman proses penerimaan terhadap anaknya

yang hamil di luar nikah.

Patton (seperti dikutip dalam Poerwandari, 2005), mengatakan, data dari

hasil observasi menjadi penting karena:

a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam

hal mana yang di teliti ada atau terjadi

b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi

pada penemuan dari pada pembuktian, dan mempertahankan pilihan

untuk mendekati masalah secara induktif

c. Membantu peneliti melihat hal-hal yang oleh partisipan atau subjek

penelitian sendiri kurang sadari

d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang

karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara

terbuka dalam wawancara

e. Observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih jauh dari persepsi

selektif yang ditampilkan subjek penelitian atau pihak-pihak lain

f. Observasi memungkinkan peneliti merefleksi dan bersikap introspektif

terhadap yang dilakukannya.

E. LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN PENELITIAN

Penelitian dilakukan setelah menempuh langkah- langkah sebagai berikut:

Page 48: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

30

1. Perkenalan

Hal ini penting untuk membangun kepercayaan, maupun untuk

mencairkan kebekuan

2. Penjelasan

Memberikan penjelasan mengenai tujuan dilakukannya wawancara

3. Membuat Janji Dengan Subyek

Hal ini bertujuan untuk membuat kesepakatan kapan pelaksanaan

wawancara, serta tempat pelaksanaan wawancara

4. Melakukan Penelitian, wawancara dengan subjek

Penelitian dimulai pada tanggal 14 Januari 2008 dan berakhir pada

tanggal 4 April 2008.

F. METODE ANALISIS DATA

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga tahapan:

1. Organisasi data

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data. Hal ini bertujuan

untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang

dilakukan, serta menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam

penyelesaian penelitian.

2. Koding dan Analisis hasil

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistemasi data

secara lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran tentang

topik yang dipelajari sehingga dapat menemukan makna dari data yang

Page 49: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

31

dikumpulkan. Koding dapat dilakukan dengan menyusun transkip verbatim

(kata demi kata) atau catatan lapangan sedemikian rupa. Hal ini bertujuan

untuk memudahkan membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu di

atas transkip tersebut.

Selanjutnya, dilanjutkan dengan melakukan penomoran pada baris-baris

transkip atau catatan lapangan tersebut. Setelah itu, dilanjutkan dengan

memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Kode

yang dipilih haruslah kode yang mudah di ingat dan di anggap paling tepat

mewakili berkas tertentu. Di dalam penelitian kualitatif analisis yang

digunakan adalah analisis tematik. Penggunaan analisis tematik memungkinkan

peneliti menemukan pola yang pihak lain tidak melihatnya secara jelas. Pola

atau Tema tersebut tampil secara acak dalam tumpukan informasi yang

tersedia. Setelah kita menemukan pola, kita akan mengklasifikasikan dengan

memberi label, defenisi atau deskripsi.

3. Kategorisasi hasil/ Interpretasi

Interpretasi bertujuan untuk memahami data secara lebih efektif

sekaligus mendalam. Proses interpretasi memerlukan distansi (upaya

mengambil jarak) dari data yang dicapai melalui langkah- langkah metodis dan

teoritis yang jelas, serta melalui dimasukkannya data kedalam konteks

konseptual yang khusus (Peorwandari, 2005). Selain oganisasi data, koding dan

analisis hasil serta kategorisasi hasil/ interpretasi, analisis data juga dilakukan

pada saat pelaksanaan proses wawancara. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat

melakukan cross-chek secara langsung untuk memperoleh data-data yang

Page 50: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

32

dibutuhkan dalam penelitian ini.

G. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Kredibilitas studi kualitatif terle tak pada keberhasilannya mencapai

maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses,

kelompok sosial, atau pola interaksi yang kompleks. Penelitian ini

menggunakan Validitas komunikatif yang dilakukan melalui di

konfirmasikannya kembali data dan analisisnya pada responden penelitian dan

Validitas argumentatif yang tercapai bila presentasi temuan dan kesimpulan

dapat di ikuti dengan baik rasionalnya serta dapat dibuktikan dengan melihat

kembali data mentah (Poerwandari, 2005).

Page 51: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

33

Gambar 2. PROSES PENERIMAAN ORANG TUA SECARA UMUM

Prs

PNGKRN Pkr

Tnd

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Prs

TM Pkr

Tnd

Prs

PPT Pkr

Tnd

Prs

PM Pkr

Tnd

Page 52: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

34

Keterangan Gambar:

PNGKRN : Pengingkaran

KMRHN : Kemarahan

TM : Tawar-menawar

PPT : Penerimaan dengan perasaan tertekan

PM : Penerimaan

Prs : Perasaan

Pkr : Pikiran

Tnd : Tindakan

Page 53: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Proses Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Tambaro, kabupaten Poso, Sulawesi

Tengah. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu

mengumpulkan data yang terkait dengan pene litian yang akan dilakukan.

Proses pengumpulan data menggunakan metode observasi awal yaitu dengan

melihat faktor- faktor penyebab meningkatnya kehamilan di luar nikah

khususnya pada anak remaja di kabupaten poso. Setelah semua data terkumpul,

maka peneliti kemudian memulai penelitian dengan terlebih dahulu melapor ke

Badan Koordinasi Kesejahteraan Bangsa dan Negara dengan tujuan agar

pemerintah kabupaten setempat mengetahui adanya penelitian yang dilakukan

di daerah tersebut sekaligus memberikan penjelasan mengenai maksud

diadakannya penelitian. Setelah melapor, kemudian peneliti diberikan surat

pengantar penelitian yang dijadikan sebagai pegangan dalam melakukan

penelitian. Selanjutnya, peneliti memulai penelitian dengan terlebih dahulu

mencari subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria penelitian.

Setelah mendapatkan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria

penelitian, maka, peneliti memohon ijin kepada subjek untuk dijadikan sebagai

subjek penelitian, langkah ini merupakan bagian dari tahapan perkenalan

peneliti dengan subjek penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan untuk

menjadi subjek penelitian, maka peneliti kemudian membuat jadwal

Page 54: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

36

pelaksanaan wawancara yang disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan

oleh subjek.

Wawancara pertama dilaksanakan pada pertengahan bulan januari, dan

untuk lebih mengoptimalkan data yang diperoleh, maka peneliti kembali

melakukan wawancara kedua yang pelaksanaanya pada petengahan bulan

maret. Selain wawancara langsung dengan subjek, peneliti juga mengambil

data tambahan dengan mewawancarai anak dan tetangga dari subjek penelitian

serta melakukan observasi untuk melengkapi hasil dari penelitian. Selama

proses penelitian berlangsung, peneliti sedikit menemukan hambatan

khususnya dalam menentukan waktu pelaksanaan wawancara baik itu

wawancara pertama maupun pada saat wawancara yang kedua. Namun, dari

segi teknis pelaksanaan, peneliti tidak memiliki hambatan, sehingga proses

wawawancara dapat berlangsung dengan lancar.

2. Hasil Penelitian Subjek 1

a. Identitas Subjek

Nama Ratna Pusoloka

Umur 42 tahun

Jenis Kelamin Perempuan

Agama Kristen Protestan

Pendidikan SMA

Pekerjaan Petani

Jumlah Anak 2 orang

Alamat Desa Tambaro, Sulteng

Tabel.1

Page 55: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

37

b. Latar Belakang

Subjek merupakan ibu dari dua orang anak dan aktivitas keseharian

dari subjek adalah sebagai Petani. Selain berkebun, subjek juga aktif

mengikuti kegiatan-kegiatan pelayanan di gereja dengan menjadi Guru

sekolah minggu. Meskipun kondisi keluarga subjek sangat sederhana namun

pemenuhan kebetuhan sehari-hari dapat dipenuhi.

Sejak anaknya masih kecil, subjek sering ditinggalkan oleh suami

hingga beberapa bulan karena harus bekerja di tempat yang jaraknya jauh

dari rumah, hal ini membuat subjek terbiasa tinggal sendiri tanpa

didampingi oleh suami. Begitu pula pada saat terjadi kerusuhan, subjek

harus pergi mengungsi ketempat keluarga di desa Tendea tanpa didampingi

oleh suami. Subjek mengakui bahwa kerusuhan mengakibatkan

perekonomian keluarga menjadi sangat sulit, hal ini terlihat dari sulitnya

memenuhi kebutuhan keluarga karena naiknya harga barang dan

berhentinya aktivitas perdagangan. Menurut subjek, kondisi perekonomian

sebelum kerusuhan jauh lebih baik dibandingkan setelah kerusuhan,

beruntung pada waktu sebelum kerusuhan subjek giat dalam menabung

sehingga uang tabungan tersebutlah yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga. Selain itu, subjek juga mendapatkan bantuan dari

pemerintah dan masyarakat yang turut prihatin atas terjadinya kerusuhan di

kabupaten Poso.

Selama kerusuhan, subjek tinggal dengan saudaranya, meskipun

tinggal dengan saudara, namun subjek merasa kesulitan karena kondisi

Page 56: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

38

tempat tinggal yang ditempati, dihuni oleh beberapa keluarga sehingga

menghambat subjek dalam memperhatikan anak. Meskipun demikian,

subjek tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan anak, serta

menyekolahkan anaknya.

c. Observasi

Subjek merupakan seorang ibu yang berumur 42 tahun. Subjek sangat

telaten dalam mendidik anak-anaknya, hal ini dikarenakan sejak anak-

anaknya masih kecil subjek sering ditinggalkan oleh suaminya untuk

bekerja di tempat yang letaknya jauh dari tempat tinggal sehingga subjek

harus berusaha untuk membesarkan anak-anaknya seorang diri. Subjek juga

sangat peduli dengan pendidikan anaknya, hal ini terbukti dari usaha keras

subjek untuk membiayai anaknya sekolah mulai dari berkebun hingga

berjualan di pasar dan di sekolah.

Dalam hal mendidik anak, subjek berusaha untuk memenuhi

kebutuhan anaknya meskipun dalam kondisi keuangan yang kurang baik,

subjek ingin menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa subjek sayang

kepada mereka. Subjek selalu menginginkan anaknya untuk menjadi yang

terbaik dan menonjol diantara anak-anak yang lain, tetapi, subjek terlalu

menekan dan tidak memberi kebebasan anaknya dalam bergaul. Subjek juga

selalu mengikuti kemanapun anaknya pergi, karena subjek takut terjadi hal-

hal yang tidak diiginkan, namun, hal ini justru membuat anak merasa tidak

nyaman karena selalu di ikuti. Subjek juga selalu ingin agar anak-anak

mendengarkan keinginannya dan jika tidak didengarkan maka subjek akan

Page 57: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

39

kecewa. Sikap subjek yang selalu menekan anaknya dan sulit untuk terbuka

mengakibatkan proses penerimaan terhadap anaknya menjadi lama yaitu

sekitar 4 bulan.

Hubungan subjek dengan suami kurang begitu akrab, hal ini

dikarenakan suami kurang terbuka, namun sampai sekarang subjek merasa

nyaman dengan keadaan seperti itu. Jika ada masalah, subjek jarang

membicarakannya dengan suami, namun jika suami sudah mengambil

keputusan maka subjek tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

Dalam hal bergaul, subjek sangat baik dengan tetangga, akan tetapi,

subjek termasuk orang yang tertutup dengan orang-orang disekitarnya, baik

itu dengan keluarga maupun dengan tetangga-tetangganya dan subjek juga

suka menceritakan kekurangan orang lain. Kebanyakan waktunya

dihabiskan di rumah atau di kebun sehingga dengan keluarga dan

tetangganya subjek kurang begitu akrab, hanya dengan orang-orang tertentu

saja subjek mau untuk terbuka.

a. Proses penerimaan Subjek 1

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa

proses penerimaan yang intens dialami oleh subjek adalah tahap kemarahan

berupa perasaan, yaitu, penolakan yang muncul berupa rasa marah, kecewa

maupun sedih yang dapat di lihat dalam cuplikan wawancara berikut:

“mo habis ta pe napas tidak bisa tidak bicara saya tidak bicara cuma air 2 gelas tau saya minum, air dingin… air dingin to yang tidak di masak saya palo dari tong”

(Wwcr 2, brs 208-211)

Page 58: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

40

Terjemahan:

“seperti mau habis napas saya tidak bisa bicara, saya hanya air dua gelas saya minum, airnya dingin karena tidak di masak saya ambil dari tong”.

(Wwcr 2, brs 164-167)

Selanjutnya, proses penerimaan yang juga cukup intens dialami oleh

subjek adalah tahap kemarahan berupa tindakan yaitu adanya penolakan

yang menimbulkan perasaaan marah, kecewa maupun sedih yang

diwujudkan dalam bentuk tindakan.

“waktu itu saya hakimi Tuhan,saya bilang te ada guna saya berdoa untuk Tuhan te ada guna saya…mo saya dihadapkan dengan keadaan begini Tuhan, saya bilang lebih dekat saya...iyo lebih dekat sama Tuhan lebih-lebih pencobaan luar biasa yang saya peroleh, itu...itu memang saya rasakan betul itu”

(Wwcr 1, brs 424-431)

Terjemahan:

“waktu itu memang betul-betul saya menghakimi Tuhan, saya katakan tidak ada gunanya saya berdoa untuk Tuhan jika saya dihadapkan dengan keadaan seperti ini Tuhan, saya katakan lebih dekat saya dengan Tuhan, maka pencobaan luar biasa yang saya peroleh, itu memang saya rasakan betul”

(Wwcr 1, brs 361-366)

Proses selanjutnya, yaitu, tahap penerimaan berupa pikiran. Dalam

tahapan ini subjek sudah dapat menerima keadaan anak dengan sepenuhnya

disertai dengan alasan-alasan yang dapat diterima.

“saya koreksi saya pe diri kesalahannya saya ini kurangnya pengawasan dari orang tua sama anak”

(Wwcr 1, brs 295-297)

Terjemahan:

“saya koreksi diri saya, kesalahan saya yaitu karena kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap anak”

(Wwcr 1, brs 247-249)

Setelah proses penerimaan berupa pikiran, subjek juga mengalami

Page 59: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

41

tahapan kemarahan berupa pikiran, meskipun secara kuantitas tahapan ini

lebih sedikit jumlahnya dibandingkan tahap penerimaan berupa pikiran

namun tahapan ini juga dialami oleh subjek ketika subjek berada dalam

proses penerimaan terhadap anaknya yang hamil di luar nikah. Tahapan

kemarahan berupa pikiran, yaitu, penolakan yang menimbulkan perasaan

marah, kecewa maupun sedih yang disertai dengan alasan-alasan yang

rasional.

“tinggal manangis, itulah kalo so saya sandiri sampe sekarang juga biasa itu macam apa diri sendiri yang dipersalahkan diri sendiri yang mo dipukul”

(Wwcr 1, brs 272-275)

Terjemahan:

“saya hanya menangis, kalau saya sendiri sampai sekarang biasanya seperti diri sendiri yang dipersalahkan, diri sendiri yang ingin dipukuli”

(Wwcr 2, brs 225-227)

Proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah tahapan

penerimaan dengan perasaan tertekan berupa perasaan. Dalam hal ini,

subjek sudah dapat menerima keadaan anak namun belum sepenuhnya yang

ditandai dengan adanya masalah emosional terhadap masalah yang dihadapi

oleh subjek.

“sampe skarang saya bilang itu saya bilang sama itu kamu kira so hilang sa pe kecewa ini kamu bekeng, tidak akan tidak akan hilang”

(Wwcr 1, brs 409-412)

Terjemahan:

“sampai sekarang saya katakan kamu pikir sudah hilang saya punya rasa kecewa akibat perbuatan kalian, tidak akan hilang”

(Wwcr 1, brs 348-350)

Setelah proses penerimaan dengan perasaan tertekan berupa perasaan,

subjek juga mengalami tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan

Page 60: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

42

berupa pikiran, yaitu, subjek sudah mulai dapat menerima keadaan anak

namun penerimaannya belum sepenuhnya dan disertai dengan alasan-alasan

yang dapat di terima

“jujur saya kase tau sampe saat ini kalo itu yang saya pikir yah kecewa lah, saya sebut nama Tuhan baru ada apa iya baru mulai tenang saya punya hati”

(Wwcr 2, brs 26-29)

Terjemahan:

“Jujur saya katakan, sampai saat ini bila hal itu yang saya pikirkan tentunya saya akan kecewa, nanti setelah saya menyebut nama Tuhan baru hati saya mulai tenang”

(Wwcr 2, brs 20-23)

Proses selanjutnya adalah tahapan penerimaan berupa tindakan, dalam

tahapan ini, subjek sudah dapat menerima keadaan anak dengan sepenuhnya

yang diwujudkan dalam bentuk tindakan

“saya berdoa waktu so mo menit-menit mo melahirkan ini saya bilang janganlah ucapan saya walaupun tidak saya tidak…ke dalam hati dalam pikiran oh itu cucu nanti kita…itu cucu kong cacat apa toh, saya bilang Tuhan ampuni”

(Wwcr 1, brs 322-326)

Terjemahan:

“saya berdoa di menit-menit akan melahirkan, saya katakan janganlah ucapan saya masuk ke dalam hati dalam pikiran saya cucu nanti cucu saya tiba-tiba cacat, saya katakan Tuhan ampuni”

(Wwcr 1, brs 271-275)

Subjek juga melalui tahapan pengingkaran berupa pikiran meskipun

jumlahnya tidak seintens tahapan penerimaan berupa tindakan. Dalam

tahapan ini subjek menyangkal atau menolak realita yang ada disertai

dengan alasan-alasan yang rasional

“Saya bilang bagini ada rasa tidak percaya ada rasa percaya tapi saya so tidak perhatikan waktu malam itu so tidak perhatikan depe anu ini “R” barangkali mo betul atau tidak dia masih main volly baju isi dalam

Page 61: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

43

baru celana pendek” (Wwcr 2, brs 226-230)

Terjemahan:

“Saya katakan begini ada rasa tidak percaya ada rasa percaya tapi saya sudah tidak perhatikan waktu malam itu sudah tidak perhatikan perutnya, mungkin betul atau tidak dia masih main volley, baju isi dalam dan celana pendek”

(Wwcr 2, brs 181-185)

Proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah tahapan

tawar menawar berupa pikiran. Pada tahapan ini, subjek sudah mulai dapat

menerima namun penerimaanya bersyarat disertai dengan alasan-alasan

“adoh saya bilang seandainya kalo masih mo dua saya pe anak perempuan barangkali tidak mau kecewa seperti itu...cuma satu”

(Wwcr 2, brs 330-332)

Terjemahan:

“saya katakan seandainya masih dua anak perempuan saya, mungkin tidak akan kecewa seperti itu akan tetapi ini hanya satu”

(Wwcr 2, brs 275-277)

Proses selanjutnya, yaitu, tawar menawar berupa tindakan yaitu subjek

sudah mulai dapat menerima namun penerimaannya bersyarat yang

diwujudkan dalam tindakan yang kurang adaptif

“lalu saya bawa dia sementara hamil, saya bilang kalo memang dia so melahirkan itu saya bilang saya bawa ulang…uruskan jo di sini di Palu”

(Wwcr 1, brs 331-333)

Terjemahan:

“lalu saya membawa dia pada waktu hamil, saya katakan kalau dia sudah melahirkan saya akan membawanya lagi, urus saja dia di Palu”

(Wwcr 1, brs 279-282)

Setelah tawar menawar berupa tindakan, subjek juga melalui tahapan

penerimaan dengan perasaan tertekan berupa tindakan yang merupakan

tahapan di mana subjek sudah dapat menerima keadaan anak namun belum

sepenuhnya dan diwujudkan dalam bentuk tindakan

Page 62: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

44

“E tinggal pasrah noh, kita kuat berdoa ee…biasa itu tengah malam itu maksudnya tinggal itulah kita lakukan, biasa sakit saya baca Firman juga artinya mau memberi kekuatan”

(Wwcr 1, brs 419-422)

Terjemahan:

“E tinggal pasrah, saya kuat berdoa dan biasanya tengah malam. Hanya itu yang saya lakukan, biasa jika sakit saya membaca Firman artinya agar di beri kekuatan”

(Wwcr 1, brs 356-359)

Page 63: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

45

Gambar 3. PROSES PENERIMAAN SUBJEK 1

PNGKRN Pkr

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Pkr

TM

Tnd

Prs

PPT Pkr

Tnd

Pkr

PM

Tnd

Page 64: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

46

3. Hasil Penelitian Subjek 2

a. Identitas subjek

Nama Hendrik Akai

Umur 38 Tahun

Jenis kelamin Laki- laki

Agama Kristen Protestan

Pendidikan SMA

Jumlah Anak 2 orang

Pekerjaan Petani

Alamat Desa Tambaro

Tabel. 3

b. Latar belakang subjek

Subjek merupakan ayah dari dua orang anak, aktivitas sehari-hari

subjek adalah berkebun. Sebelum terjadi kerusuhan, subjek bekerja sebagai

karyawan di perusahaan kelapa sawit, namun, karena adanya kerusuhan

pada tahun 2000, maka perusahaan tersebut di tutup sehingga subjek beralih

pekerjaan menjadi seorang petani. Pada waktu terjadi kerusuhan, subjek

tidak bersama-sama dengan anak dan istrinya karena subjek sedang berada

di tempatnya bekerja. Setelah beberapa hari terjadi kerusuhan, subjek

memutuskan untuk menyusul anak dan istrinya di desa Tendea. Menurut

subjek, kondisi perekonomian keluarga sebelum terjadi kerusuhan sangatlah

baik, hal ini dikarenakan subjek masih bekerja di perusahaan kelapa sawit,

namun, setelah terjadi kerusuhan subjek merasakan bahwa perekonomian

keluarganya sangatlah sulit terutama untuk bekerja dan untuk mendapatkan

barang kebutuhan pokok karena harga melambung tinggi. Selain itu, tempat

Page 65: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

47

subjek bekerja juga telah di tutup sebagai akibat dari terjadinya kerusuhan.

Subjek juga mengakui bahwa kondisi di tempat pengungsian sangatlah

susah, anak-anak menjadi kurang perhatian dikarenakan banyaknya orang-

orang yang mengungsi pada waktu itu. Setelah kerusuhan pun, kondisi

ekonomi keluarga subjek belum berjalan dengan baik karena subjek harus

memulai semuanya dari awal lagi dengan bekerja sebagai petani.

c. Observasi

Secara psikologis, subjek termasuk pribadi yang tertutup sehingga

untuk berbicara dengan istri dan anak-anak biasanya dilakukan ketika ada

masalah yang penting sehingga subjek menjadi kurang akrab dengan istri

dan anak-anaknya. Selain itu, hal lain yang membuat subjek kurang begitu

akrab dengan anak-anaknya, yaitu, karena sejak kecil subjek sering

meninggalkan anaknya, dan untuk menjalin relasi yang lebih akrab dengan

anak sangat jarang dilakukan oleh subjek. Adanya hubungan yang kurang

akrab antara subjek dengan anak-anaknya membuat anak segan dengan

subjek dan anak-anak selalu berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang

dapat membuat subjek marah.

Ketika menghadapi masalah, subjek lebih memilih untuk berdiam diri

tanpa berusaha untuk mendiskusikannya dengan istri. Selain itu, subjek

mengakui bahwa dirinya mudah emosi sehingga untuk mengatasi emosinya

subjek lebih memilih untuk menghindar agar tidak terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. Begitu pula saat subjek mengetahui kehamilan anaknya, subjek

hanya diam saja dan tidak banyak bicara. Namun, sikap subjek ini sangat

Page 66: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

48

berpengaruh terhadap lamanya proses penerimaan subjek terhadap anaknya

yang membutuhkan waktu berbulan-bulan.

Dengan para tetangga, subjek juga kurang begitu akrab, hal ini

dikarenakan subjek kurang mau untuk terbuka dengan para tetangganya

serta tidak mau untuk turut campur urusan orang lain. Begitu pula dengan

keluarganya, subjek kurang begitu akrab sehingga kebanyakan waktunya

dihabiskan di kebun dan di rumah.

d. Proses Penerimaan Subjek 2

Proses penerimaan yang intens dialami oleh subjek adalah tahapan

penerimaan berupa pikiran. Artinya, subjek sudah dapat menerima keadaan

anak dengan sepenuhnya yang disertai dengan alasan-alasan yang dapat di

terima

“Karena yang utama ini yang salah ini yang pasti orang tua to, karena itu tanggung jawabnya orang tua untuk mendidik anak untuk jadi bae”

(Wwcr 1, brs 141-144)

Terjemahan:

“Karena yang terutama yang salah pasti orang tua kan karena itu tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak menjadi lebih baik”

(Wwcr 1, brs 127-130)

Selanjutnya proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah

tahapan kemarahan berupa pikiran, yaitu, penolakan yang menimbulkan

perasaan marah, kecewa maupun sedih yang disertai dengan alasan-alasan

yang rasional

“Kalau saya ini sebagai orang tua to dari “R”, kalau kejadian itu menurut saya sebagai orang tua kan memang ada penyesalan to harapan orang tua ini sebenarnya bukan...bukan mau jadi seperti itu”

(Wwcr 2, brs 7-11)

Page 67: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

49

Terjemahan:

“Kalau saya ini sebagai orang tua dari “R”, kalau kejadian itu menurut saya sebagai orang tua ada penyesalan , karena harapannya orang tua bukan seperti itu”

(Wwcr 2, brs 6-9)

Proses penerimaan selanjutnya adalah tahapan kemarahan berupa

perasaan. Meskipun tahapan ini secara kuantitas tidak seintens tahapan

kemarahan berupa pikiran namun subjek juga mengalami tahapan ini, yaitu,

tahapan di mana penolakan yang muncul berupa rasa marah, kecewa, dan

sedih.

“Terus terang kita menangis, yang kita sesali kenapa sampai begitu to, harapannya orang tua bukan mau jadi lebih baik”

(Wwcr 2, brs 92-95) Terjemahan:

“Terus terang saya menangis, yang saya sesali kenapa sampai bisa begitu, harapannya orang tua bukannya jadi lebih baik”

(Wwcr 2, brs 86-88)

Selanjutnya, setelah kemarahan berupa perasaan adalah tahapan

penerimaan dengan perasaan tertekan berupa pikiran. Tahapan ini

merupakan tahapan di mana subjek sudah mulai dapat menerima keadaan

anak namun belum sepenuhnya disertai dengan alasan-alasan yang dapat di

terima

“Waktu lalu itu saya rasa iyo, kita juga mau bilang tidak trima karena kita sudah trima, artinya kita trima dengan anu to, kita juga mo bilang tidak mo trima karna sudah begitu walaupun dengan terpaksa harus kita trima”

(Wwcr 2, brs 158-163)

Page 68: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

50

Terjemahan:

“Waktu lalu saya rasa iya, saya juga mau katakan tidak terima namun saya sudah terima, artinya saya terimalah dengan itu kan..saya juga mau katakan tidak mau terima karena sudah begitu walaupun dengan keadaan terpaksa harus saya terima”

(Wwcr 2, brs 143-148)

Subjek juga mengalami proses penerimaan dengan perasaan tertekan

berupa perasaan meskipun secara kuantitas tidak sebanyak ketika subjek

mengalami tahapan penerimaan berupa pikiran. Tahap penerimaan dengan

perasaan tertekan berupa perasaan adalah tahap di mana subjek sudah

dapat menerima keadaan anak, namun, belum sepenuhnya yang ditandai

dengan adanya masalah emosional terhadap masalah yang sedang subjek

hadapi

“walaupun torang orang tua kecewa torang harus trima itu yang sudah terjadi”

(Wwcr 2, brs 14-16)

Terjemahan:

“walaupun kami orang tua kecewa kami harus terima yang sudah terjadi”

(Wwcr 2, brs 13-14)

Proses penerimaan dalam tahapan pengingkaran berupa pikiran juga

dialami oleh subjek meskipun tidak seintens tahapan penerimaan dengan

perasaan tertekan berupa perasaan. Tahapan ini merupakan tahapan di

mana subjek menyangkal atau menolak realita yang ada disertai dengan

alasan-alasan yang rasional

“karena saya liat kan anak-anak juga waktu ditegur dia artinya dia menurut tapi te taulah karna namanya iblis ini te ada di liat-liat te mungkin juga torang tiap jam torang...dia pigi torang mo iko”

(Wwcr 1, brs 174-178)

Page 69: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

51

Terjemahan:

“karena saya lihat kan anak-anak juga waktu itu kalau di tegur dia menurut tapi tidak tahulah karna namanya iblis ini tidak di lihat-lihat, tidak mungkin kan tiap jam kami ikuti”

(Wwcr 1, brs 156-160)

Proses selanjutnya yang juga dialami oleh subjek adalah tahapan

kemarahan berupa tindakan. Artinya, adanya penolakan sehingga

menimbulkan perasaan marah, kecewa, dan sedih yang diwujudkan dalam

bentuk tindakan

“kalau lalu kan “R” lama sama nenek di sana, dari sejak kejadian itu kan lama sama neneknya, nanti somo dekat-dekat mau bersalin lalu baru di kase pindah di sini. Kan neneknya jaga jangan kita masih anu to jangan ada apa-apa tasalah sedik it kong torang tidak bisa tahan emosi. Somo berapa malam mo melahirkan baru di antar di sini”

(Wwcr 2, brs 243-250)

Terjemahan:

“kalau lalu “R” lama sama neneknya, dari sejak kejadian itu kan lama sama neneknya nanti sudah mendekati bersalin baru di pindahkan ke sini, neneknya juga menjaga jangan saya masih itu..jangan ada apa-apa misalnya salah sedikit kemudian saya tidak bisa menahan emosi jadi beberapa malam akan melahirkan baru di antar ke sini”

(Wwcr 2, brs 223-231)

Terakhir, proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah

tahapan penerimaan berupa tindakan di mana subjek sudah dapat

menerima keadaan anaknya dengan sepenuhnya yang diwujudkan dalam

tindakan

“Sekarang ini saya rasa te ada karna sudah kawin to, memang kalo waktu pertama dulu memang kalo penyesalan itu ada tapi kalau skarang saya rasa biar kita juga menyesal memang so te ada gunanya to...yah kita skarang tinggal kita arahkan anak -anak supaya bagaimana bagusnya”

(Wwcr 2, brs 62-68)

Page 70: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

52

Terjemahan:

“sekarang ini saya rasa tidak ada karna sudah menikah, memang kalau waktu pertama dulu penyesalan itu ada tetapi kalau sekarang saya rasa biar saya mau menyesal memang sudah tidak ada gunanya, kalau sekarang kita arahkan anak-anak bagaimana bagusnya”

(Wwcr 2, brs 58-63)

Page 71: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

53

Gambar 4. PROSES PENERIMAAN SUBJEK 2

PNGKRN Pkr

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Prs

PPT

Pkr

Pkr

PM

Tnd

Page 72: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

54

4. Hasil Penelitian Subjek 3

a. Identitas Subjek

Nama Riana

Umur 39 tahun

Jenis Kelamin Perempuan

Agama Kristen Protestan

Pendidikan SMP

Pekerjaan Petani

Jumlah Anak 4 orang

Alamat Desa Tambaro

Tabel. 4

b. Latar belakang subjek

Subjek merupakan ibu dari empat orang anak, aktivitas subjek adalah

sebagai petani, namun, setelah memiliki cucu, aktivitas subjek hanya

menjaga cucunya di rumah. Menurut subjek, sebelum terjadi kerusuhan

perekonomian keluarga sangatlah baik, namun setelah terjadi kerusuhan

perkonomian keluarga menjadi sangat sulit. Ketika terjadi kerusuhan, subjek

dan keluarga mengungsi ke panjoka, subjek juga merasakan sulitnya

mencari makan, hal ini dikarenakan tidak adanya bantuan dari pihak lain.

Selain itu, pada saat terjadi kerusuhan subjek seorang diri dalam memenuhi

kebutuhan keluarga, hal ini dikarenakan pada saat terjadi kerusuhan, kaum

pria sangat sulit untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan keluarga

sehingga pada waktu itu yang paling memiliki peranan dalam memenuhi

kebutuhan keluarga adalah kaum ibu. Subjek juga merasakan kesulitan

karena tinggal dengan saudara dan beberapa saudaranya yang lain. Oleh

Page 73: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

55

karena itu, subjek dan suami memutuskan untuk tinggal di tempat lain agar

dapat lebih memperhatikan anak. Kondisi keluarga subjek sekarang

dirasakan cukup oleh subjek, hal ini dikarenakan kondisi kemanan mulai

berangsur-angsur baik.

c. Observasi

Subjek merupakan seorang ibu berumur 40 tahun dan subjek sangat

dekat dengan anak, hal ini ditunjukkan dari sikap subjek yang mau untuk

mendengarkan keluhan anak-anaknya.

Dalam mendidik anaknya, subjek selalu berusaha untuk menjalin

keakraban dengan anaknya yang ditunjukkan dengan sikap subjek yang

selalu terbuka ketika anak ingin menceritakan masalah kepada subjek.

Meskipun subjek suka memarahi anak dan tidak dapat melihat kesalahan

anak, subjek selalu memberikan dukungan serta kepercayaan kepada

anaknya, hal ini dilakukan subjek agar anak tidak segan kepada subjek,

selain itu, subjek juga ingin menunjukkan kepada anak bahwa subjek

percaya kepada anak-anaknya sehingga anak menjadi lebih percaya diri.

Subjek juga jarang memarahi anak-anaknya, subjek lebih sering membela

anak-anaknya jika anak-anak dianggap salah oleh suaminya. Sikap subjek

ini sangat berpengaruh terhadap lamanya proses penerimaan subjek kepada

anaknya di mana subjek tidak membutuhkan waktu yang lama dalam

menerima keadaan anaknya yaitu hanya sekitar 1-2 minggu dan hal ini juga

diakui oleh tetangga disekitar rumah subjek.

Dalam menjalin hubungan dengan keluarga dan para tetangga subjek

Page 74: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

56

termasuk pribadi yang mudah akrab sehingga subjek cukup akrab dengan

keluarganya dan memiliki hubungan yang baik dengan para tetangganya.

Hal ini terlihat dari sikap subjek yang selalu berkunjung kerumah

tetangganya jika memiliki waktu yang luang.

d. Proses Penerimaan Subjek 3

Dalam proses penerimaan, subjek intens mengalami tahap kemarahan

berupa perasaan. Artinya, adanya penolakan sehingga menimbulkan

perasaan marah, kecewa, dan sedih

“waktu itu malam kita dikase tau sama dorang apa majelis itu yang datang kita rasa kecewa skali kalau bisa kita mau telan ulang ini anak biar tidak juga dia bikin masalah kayak begini, anu ini hati sakit skali dibikin begini, jadi memang kita Cuma bisa menangis malam itu kita gelisah tidak bisa tidur bale -bale anu kiri apa kanan begitu kayak orang yang anu tidak bisa tenang kong abis itu kita juga dapat sakit gara-gara pikir akan ini anak pemasalah, kita saja waktu itu anu tinggal apa makan itu saja bubur tidak bisa makan nasi baru kita rasa mau jatuh kalau bangun dari tampa tidur”

(Wwcr 1, brs 271-283)

Terjemahan:

“waktu diberitahu oleh majelis saya kecewa sekali, rasa-rasanya ingin menelan anak agar tidak membuat masalah seperti ini, hati saya sakit sekali dibuat seperti ini, saya hanya bisa menangis, tidur pun saya gelisah dan tidak tenang. Setelah itu saat sakit karena memikirkan permasalahan anak, makan saja hanya bisa makan bubur karena tidak mampu untuk makan nasi, bangun pun tidak kuat rasanya seperti ingin jatuh”

(Wwcr 1, brs 197-205)

Setelah tahapan kemarahan berupa perasaan, subjek juga mengalami

tahapan penerimaan berupa pikiran meskipun secara kuantitas tidak

sebanyak tahapan kemarahan berupa perasaan. Tahapan ini merupakan

tahapan di mana subjek sudah dapat menerima keadaan anak dengan

sepenuhnya disertai dengan alasan yang dapat di terima

“kita rasa kasian juga, kita rasa kasiang karena anak kandung toh

Page 75: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

57

mm…bagemana mo kase orang tidak mungkin toh, jadi bagemana depe resiko tanggung lah begitu baru kita pikir-pikir juga jangan sampe dan ini anu “S” nanti dia rasa bagemana rasa kecewa skali dia karna mungkin dia sudah tertekan dengan masalah ini jadi kita tako akan itu, jadi biar sakit kita juga biar anu berusaha untuk terima dia kase juga dia apa dan itu nasehat supaya depe hati kuat juga”

(Wwcr 1, brs 298-308)

Terjemahan:

“saya kasihan karena dia anak kandung saya, mau diberikan kepada orang lain juga tidak mungkin, jadi bagaimana pun resikonya harus saya tanggung. Kemudian saya juga memikirkan jangan sampai dia kecewa karena mungkin dia tertekan dengan masalah ini, itu yang saya takutkan. Jadi meskipun saya sakit, saya harus berusaha untuk menerima dia dan memberikan nasehat kepadanya agar dia kuat”

(Wwcr 1, brs 214-221)

Proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah tahapan

kemarahan berupa pikiran yaitu adanya penolakan yang menimbulkan

perasaan marah, kecewa, dan sedih. Meskipun tidak sebanyak tahapan

penerimaan berupa pikiran, namun tahapan ini juga cukup sering dialami

oleh subjek

“kalo mo dibilang kecewa memang kita kecewa skali bayangkan jo ini susi ini kan dia orangnya kan dekat dengan saya baru dia kalo ada masalah slalu cerita dengan saya tapi ini tidak ada juga dia kase tau jadi kita rasa apa dan gagal karna dia sudah begitu kita tidak tau”

(Wwcr 2, brs 68-73)

Terjemahan:

“saya sangat kecewa sekali, yah bayangkan saja, dia yang paling dekat dengan saya, bila ada masalah dia selalu cerita tetapi dia tidak pernah cerita ke saya, jadi saya merasa gagal karena sudah begitu namun saya tidak mengetahuinya”

(Wwcr 2, brs 60-65)

Setelah kemarahan berupa pikiran, subjek juga mengalami tahap

penerimaan berupa tindakan, yaitu, subjek sudah dapat menerima keadaan

anaknya dengan sepenuhnya yang diwujudkan dalam tindakan

Page 76: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

58

“iyo memang torang mo kase kawin ini susi karna waktu dorang itu majelis datang kan so langsung bicara bagemana baenya ini anak to, jadi memang sepakat mau kase kawin ini anak dari pada tambah masalah juga to”

(Wwcr 2, brs 237-241)

Terjemahan:

“iya memang kami akan nikahkan karena majelis datang sudah langsung membicarakan baiknya seperti apa, sehingga sepekat untuk menikahkan daripada menambah masalah”

(Wwcr 2, brs 205-208)

Selanjutnya adalah tahap pengingkaran berupa pikiran di mana subjek

menolak dan menyangkal realita yang ada disertai dengan alasan-alasan

yang rasional

“karna ini “S” ini memang anu apa dia ini kan juga dia banyak temannya jadi kan saya juga tidak akan curiga baru dia punya suami juga itu dulu kan ada anu dia kalau mau ketemu “S” datang kerumah juga dia, jadi ini kan kita pikir tidak mungkin dia ini hamil karna kita juga apa kan… sudah juga kenal dengan dia punya suami ini, jadi, memang kita sudah anu juga dan maksudnya kita juga sudah percaya dorang ini mau begitu karna kan dorang pacaran saja suaminya ada datang ke rumah jadi anu kayak tidak mungkin”

(Wwcr 1, brs 344-355)

Terjemahan:

“karna saya pikir dia banyak temannya sehingga saya tidak curiga kemudian suaminya bila ingin bertemu dia selalu datang kerumah, jadi saya berpikir dia tidak munking hamil karena saya sudah kenal dengan suaminya, saya juga sudah percaya mereka karena mereka kalau pacaran suaminya datang ke rumah, jadi, sepertinya tidak mungkin”

(Wwcr 1, brs 247-253)

Subjek juga mengalami tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan

berupa pikiran, yaitu, subjek sudah dapat menerima keadaan anak

sepenuhnya disertai dengan alasan-alasan yang rasional

“karna ini juga demi kebaikannya anak jadi memang harus apa dan kita ini juga harus bisa trima itu apa keadaannya kita punya anak, meskipun memang kita apa kecewa tapi memang apa kita harus trima kan itu juga

Page 77: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

59

demi kebaikannya” (Wwcr 1, brs 419-424)

Terjemahan:

“karena demi kebaikannya, maka, saya harus menerima keadaannya, meskipun kecewa tetapi kita harus menerima karena untuk kebaikannya”

(Wwcr 1, brs 297-299)

Proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah tahapan

penerimaan berupa perasaan di mana subjek sudah dapat menerima keadaan

anaknya dan tidak lagi memiliki masalah emosional

“kita anu tidak ada perasaan yang di tutup-tutupi, kita harus tenang, pasrah”

(Wwcr 2, brs 7-8)

Terjemahan:

“saya tidak ada menutupi perasaan, harus tenang dan pasrah” (Wwcr 2, brs 7-8)

Selain mengalami tahapan penerimaan berupa perasaan, subjek juga

mengalami tahap kemarahan berupa tindakan di mana adanya penolakan

sehingga menimbulkan perasaan marah, kecewa, dan sedih yang

diwujudkan dalam bentuk tindakan

“kita malas bicarakan dia tapi tau jo anak-anak, kalo kita kaluar menonton napa dia ada ba dekat”

(Wwcr 2, brs 39-41)

Terjemahan:

“saya malas bicara dengan dia tetapi begitulah anak-anak, jika saya nonton dia akan mendekat ”

(Wwcr 2, brs 33-35)

Subjek juga mengalami tahapan tawar menawar berupa perasaan,

yaitu, subjek sudah mulai dapat menerima keadaan anak namun

Page 78: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

60

penerimaannya bersyarat dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan

bagi perasaan subjek

“barangkali kalo lalu dia kase tau langsung sama saya mungkin saya tidak sampe mo bamarah skali memang kecewa pasti ada no, tapi maksudnya saya artinya kita tidak mo sampe anu apa ee marah tidak bicara akan dia ini”

(Wwcr 2, brs 192-197)

Terjemahan:

“mungkin jika dulu dia memberitahukan langsung kepada saya mungkin saya tidak akan marah sekali, kecewa pasti ada, tetapi, tidak sampai tidak membicarakannya ”

(Wwcr 2, brs 166-169)

Proses penerimaan selanjutnya adalah tahapan penerimaan dengan

perasaan tertekan berupa tindakan. Artinya, subjek sudah dapat menerima

keadaan anak namun belum sepenuhnya dan diwujudkan dalam tindakan

“banyak yang anu torang sesali, belum apa-apa so begitu, memang kan ini susi lalu tidak ada kase tau dan bukannya torang yang dia kase tau tapi depe mama tua jadi torang ini sebagai orang tua bagaimana depe cara harus diurus”

(Wwcr 2, brs 14-19)

Terjemahan:

“banyak yang kami sesali, belum apa-apa sudah begitu, dia pun tidak memberitahu kepada kami melainkan kepada tantenya sehingga sebagai orang tua bagaimana pun caranya kami harus mengurusnya”

(Wwcr 2, brs 13-17)

Page 79: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

61

Gambar 5. PROSES PENERIMAAN SUBJEK 3

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Prs

PM Pkr

Tnd

Prs

PPT

Tnd

PNGKRN Pkr TM Prs

Page 80: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

62

5. Latar Belakang Subjek 4

a. Identitas Subjek

Nama Adrianus

Umur 50 Tahun

Jenis Kelamin Laki- laki

Agama Kristen Prostestan

Pendidikan SMA

Pekerjaan Petani

Jumlah Anak 4 orang

Alamat Desa Tambaro

Tabel. 5

b. Latar Belakang Subjek

Subjek merupakan bapak dari empat orang anak, pekerjaan subjek

adalah berwiraswasta, selain itu, subjek merupakan kepala dusun di

desanya. Subjek merupakan seorang wiraswasta yang aktivitasnya mencari

kayu dihutan yang kemudian akan di jual kepada pengumpul. Menurut

subjek, kerusuhan membawa berkah baginya, karena dengan adanya

kerusuhan subjek bisa berusaha untuk mengatur keuangannya. Pada saat

terjadi kerusuhan, subjek merasakan perekonomian sangat sulit, yang

biasanya segala sesuatu tersedia, akan tetapi selama kerusuhan menjadi sulit

untuk mendapatkannya. Kemudian, pada saat terjadi kerusuhan, subjek tidak

dapat untuk mencari nafkah karena takut ditemukan oleh pihak yang sedang

bertikai. Pada waktu kerusuhan, subjek tinggal dirumah keluarganya di desa

panjoka, namun, dengan alasan agar dapat mengatur keluarga dengan baik,

maka setelah tiga bulan tinggal dirumah keluarganya, maka subjek

Page 81: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

63

memutuskan untuk tinggal sendiri di tempat yang dahulunya merupakan

lumbung padi yang kemudian diperbaiki oleh subjek agar dapat tinggal di

tempat itu. Kondisi ekonomi keluarga sekarang dirasakan sangat baik oleh

subjek, hal ini dikarenakan subjek memiliki usaha untuk memenuhi

kebutuhan keluarganya dan membiayai sekolah anak-anaknya.

c. Observasi

Subjek adalah seorang bapak berumur 50 tahun. Dalam hal mendidik

anak-anaknya, subjek termasuk keras, hal ini dimaksudkan agar anak-anak

mematuhi perintah subjek. Terkadang subjek harus memukul anak-anaknya

agar mereka mau mendengarkan subjek, namun, sikap subjek ini

menyebabkan subjek sulit untuk menjalin hubungan yang lebih akrab

dengan anak-anaknya. Subjek termasuk orang tua yang sangat

mementingkan pendidikan anak yang ditunjukkan dari kemauan keras

subjek dalam membiayai sekolah anaknya. Meskipun dalam mendidik anak-

anak subjek termasuk keras, akan tetapi, subjek merupakan pribadi yang

mudah akrab dengan siapa saja, selain itu, subjek juga dipercayakan

menjadi kepala dusun di desanya.

Dalam pergaulannya dengan tetangga, subjek cukup akrab, hal ini

dibuktikan dengan sikap subjek yang selalu menceritakan masalahnya

dengan tetangga ketika subjek memiliki masalah dirumahnya terutama

ketika memiliki masalah dengan anak-anaknya. Namun, subjek juga suka

membanggakan dirinya kepada tetangga-tetangganya, selain itu, subjek juga

selalu menasehati pera remaja di desanya untuk tidak melakukan hal-hal

Page 82: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

64

yang akan mengecewakan orang tua. Semua ini dilakukan subjek karena

subjek merasa terbeban jika tidak dapat memberikan pengarahan kepada

para remaja, terlebih jika mereka melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki

oleh orang tua. Hubungan subjek dengan istrinya juga sanga t baik, hal ini

dapat di lihat ketika subjek memiliki masalah dengan istrinya, maka, subjek

selalu berusaha untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Hal ini pula yang

membuat subjek tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menerima

keadaan anaknya yang hamil di luar nikah yaitu sekitar 1-2 minggu.

d. Proses Penerimaan Subjek 4

Pada proses penerimaan, subjek intens pada tahapan kemarahan

berupa perasaan, yaitu, adanya penolakan sehingga memunculkan rasa

marah, kecewa, dan sedih

“memang saya te kase tunjuk saya punya emosi tapi memang lemas” (Wwcr 1, brs 167-169)

Terjemahan:

“memang saya tidak menunjukkan emosi namun saya lemas” (Wwcr 1, brs 133-134)

Tahapan selanjutnya yang juga cukup intens dialami oleh subjek

adalah tahapan kemarahan berupa tindakan di mana adanya penolakan

subjek sehingga memunculkan rasa marah, dan sedih yang diwujudkan

dalam tindakan

“cuma mamanya yang bicarakan saya tidak saya, cuma nanti pulang malam biar dia beking kopi dia beking kopi beking saja situ saya minum juga tapi untuk lihat depe muka masih ini rasa sedih”

(Wwcr 1, brs 269-273)

Page 83: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

65

Terjemahan:

“hanya mamanya yang bicarakan saya tidak, kalau saya pulang malam dia buatkan kopi yah buatkan saja namun saya tidak mau lihat mukanya, masih ada rasa sedih”

(Wwcr 1, brs 215-218)

Setelah tahapan kemarahan berupa tindakan, tahapan yang juga

dialami olah subjek adalah penerimaan berupa tindakan. Dalam tahapan

penerimaan ini subjek sudah dapat menerima keadaan anak dengan

sepenuhnya dan diwujudkan dalam bentuk tindakan

“Jalan keluarnya yang di pesta lalu” (Wwcr 1, brs 380)

Terjemahan:

“Jalan keluarnya yang di pesta lalu” (Wwcr 1, brs 310)

Selanjutnya adalah tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan

berupa perasaan, meskipun tidak seintents tahapan kemarahan berupa

tindakan, namun, tahapan penerimaan ini juga dialami oleh subjek. tahapan

penerimaan dengan perasaan tertekan berupa perasaan merupakan tahapan

di mana subjek sudah dapat menerima keadaan anak, namun, belum

sepenuhnya yang ditandai dengan adanya masalah emosional terhadap

masalah yang dihadapi oleh subjek

“iyo sering hamper hari-hari kita punya perasaan kecewa itu muncul, meskipun dia bicara yah saya ini apa te tap juga bicara dengan dia, kejadian lalu luar biasa mengecewakan, saya terus terang saja, saya mau buang anak sendiri, terus terang saya itu sampai menangis-menangis saya, saya malam tidak bisa tidur, dengan mamanya biasa bacerita, mau di marah tapi mamanya bilang jangan ditekan-tekan anak-anak”

(Wwcr 2, brs 25-34)

Page 84: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

66

Terjemahan:

“Iya, hampir setiap hari perasaan kecewa itu muncul, meskipun dia bicara yah saya tetap bicara dengan dia, kejadian lalu luar biasa mengecewakan saya terus terang saja, saya mau buang tapi anak sendiri, terus terang saya sampai menangis, malam pun tidak bisa tidur, dengan mamanya biasa bercerita, mau di marah tetapi mamanya bilang jangan ditekan anak”

(Wwcr 2, brs 19-26)

Proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah penerimaan

berupa perasaan yaitu subjek sudah dapat menerima dengan sepenuhnya dan

tidak lagi memiliki masalah emosional

“Saya yang beking kuat anu itulah yang saya pikir harapan saya itu mendorong saya punya semangat ulang untuk menerima kenyataan ini”

(Wwcr 1, brs 354-356)

Terjemahan:

“Saya yang membuat kuat adalah harapan saya sehingga mendorong saya semangat lagi untuk menerima kenyataan ini”

(Wwcr 1, brs 288-290)

Proses Penerimaan selanjutnya yang dialami oleh subjek adalah

tahapan penerimaan berupa pikiran. Hal ini berarti bahwa subjek sudah

dapat menerima dengan sepenuhnya keadaan anak disertai dengan alasan-

alasan yang dapat diterima

“Oh tidak ada, sedangkan kita sudah tau begitu kita wa kita ambe satu tindakan yang rugi siapa kita juga yang rugi, yah itulah”

(Wwcr 1, brs 186-188)

Terjemahan:

“Oh tidak ada, meskipun kita sudah tahu bila mengambil suatu tindakan kita juga yang rugi”

(Wwcr 1, brs 149-150)

Page 85: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

67

Selanjutnya adalah tahapan pengingkaran berupa perasaan meskipun

secara kuantitas tidak sebanyak tahapan penerimaan berupa pikiran, namun,

subjek juga mengalami tahapan ini. Pada tahap ini subjek menolak atau

menyangkal realita yang ada dan ditandai dengan emosi yang negatif

“Sa nda pernah curiga......” (Wwcr 1, brs 161)

Terjemahan:

“Saya tidak pernah curiga....” (Wwcr 1, 128)

Proses Penerimaan berikutnya adalah tahapan kemarahan berupa

pikiran, yaitu, adanya penolakan sehingga menimbulkan perasaan marah,

kecewa, dan sedih yang disertai dengan alasan-alasan yang rasional

“mungkin Tuhan sudah kase apa namanya saya punya… karena saya orang pa marah orang karas, mungkin Tuhan kase lunak saya punya hati itu jangan se sampe ada mengambil satu tindakan, di kase lunaklah saya punya itu buah pemikiran itu berarti buah pemikiran saya di kase berpikir lebe dalam, jadi, nda ada barangkali itulah cuma lemas pemikiran saya, bagaimana saya punya biaya skolah, ini anak ini saya tidak harap, saya punya harap begini dia nanti saya punya tujuan begini karena saya mampu buka biar saya apa namanya ba tate -tate kalau dia mo terus saya mampu apapun mo terjadi saya siap tapi begitulah”

(Wwcr1, brs 193-207)

Terjemahan:

“mungkin Tuhan sudah itu.. karna saya orangnya pemarah dan keras maka Tuhan lunakkan hati saya sehingga jangan sampai mengambil satu tindakan, saya diberikan pemikiran yang lebih dalam. Hanya lemas pikiran saja, karena saya memikirkan bagaimana biaya sekolah anak yang saya tidak harap begini, karena harapan saya meskipun saya harus susah yang penting dia sekolah, apapun yang terjadi saya siap tetapi sudah begitu”

(Wwcr 1, brs 154-164)

Proses penerimaan yang terakhir yang juga dialami oleh subjek, yaitu,

tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan berupa pikiran, tahapan ini

Page 86: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

68

merupakan tahapan di mana subjek sudah dapat menerima keadaan anak,

namun, belum sepenuhnya disertai dengan alasan-alasan yang dapat di

terima

“Saya sama keluarga ini ada sih ada untuk perasaan malu tapi… tapi kita tidak tunjukkan juga te talalu nampak kita…kita tunjukkan bahwa kita ini rasa ini, anggap yah kita mo bilang bagaimana e macam saya katakan tadi tidak mo bajalan karna kita ba nafkah bajalan macam mo ada yang mo bilang begini tapi tidak ada juga saya dengar disini orang mo cerita begini nda ada”

(Wwcr 1, brs 282-290)

Terjemahan:

“Saya sama keluarga ada perasaan malu, tapi, saya tidak tunjukkan seperti yang saya katakan tadi, tidak mau keluar saya harus mencari nafkah saya juga tidak mendengar mereka cerita yang macam-macam”

(Wwcr 1, brs 225-229)

Page 87: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

69

Gambar 6. PROSES PENERIMAAN SUBJEK 4

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Prs

PM Pkr

Tnd

Prs

PPT Tnd

PNGKRN Pkr

PNGKRN, Pkr

Page 88: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

70

Gambar 7. PROSES PENERIMAAN KASUS 1 (subjek 1 dan subjek 2)

Prs KMRHN Pkr

Tnd

Pkr

PM

Tnd

Prs

PPT Pkr

Tnd

PNGKRN Pkr

PNGKRN, Pkr

Pkr TM

Tnd

Page 89: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

71

Gambar 8. PROSES PENERIMAAN KASUS 2 (subjek 3 dan subjek 4)

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Pkr

PM

Prs

Prs

PPT Pkr

Tnd

Prs PNGKRN

Pkr

TM Prs

PNGKRN,

Page 90: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

72

Gambar 9. PROSES PENERIMAAN BAPAK (subjek 2 dan subjek 4)

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Prs

PM Pkr

Tnd

Prs

PPT

Pkr

Prs

PNGKRN

Pkr

Page 91: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

73

Gambar 10. PROSES PENERIMAAN IBU (subjek 1 dan subjek 3)

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Prs

PM

Tnd

Prs

PPT Pkr

Tnd

PNGKRN Pkr

PNGKRN, Pkr

Prs

TM Pkr

Tnd

Page 92: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

74

Gambar 11. PROSES PENERIMAAN UMUM (subjek 1, 2, 3, dan subjek 4)

Prs

KMRHN Pkr

Tnd

Prs

PM Pkr

Tnd

Prs

PPT Pkr

Tnd

Prs

PNGKRN

Pkr

Prs

TM Pkr

Tnd

Page 93: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

75

Tabel 5. Jumlah frekuensi Proses penerimaan berdasarkan hasil koding per subjek

SUBJEK TAHAP PENERIMAAN

1 2 3 4

A.PENERIMAAN 1.Perasaan 2.Pikiran 3.Tindakan

- 1 -

- 1 -

- 3 -

1 1

B. KEMARAHAN 1.Perasaan 2.Pikiran 3.tindakan

8 2 4

3 4 1

7 4 1

6 2 3

C. TAWAR-MENAWAR 1.Perasaan 2.Pikiran 3.Tindakan

- 1 1

- - -

1 - -

- - -

D. PENERIMAAN DENGAN PERASAAN TERTEKAN 1.Perasaan 2.Pikiran 3.Tindakan

2 2 1

2 3 -

- 2 1

2 2 -

E. PENERIMAAN 1.Perasaan 2.Pikiran 3.Tindakan

- 4 2

- 5 1

2 5 3

1 4 2

Page 94: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

76

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analis data yang dilakukan, maka, pembahasan ini akan

dimulai dengan membahas proses penerimaan berdasarkan kasus, kemudian

membahas proses penerimaan berdasarkan jenis kelamin, dan selanjutnya

membahas secara menyeluruh.

Bila di lihat berdasarkan kasus, diperoleh hasil bahwa proses penerimaan

orang tua pada kasus 2 (subjek 3 dan subjek 4) lebih banyak berada pada tahapan

kemarahan berupa perasaan dibandingkan dengan orang tua pada kasus 1 (subjek

1 dan subjek 2). H.J.Eysenck (seperti dikutip dalam Rusli, R., 2007)

mengelompokkan kepribadian dalam dua tipe yaitu tipe ekstrovert dan tipe

introvert. Berdasarkan hasil observasi yang kemudian disesuaikan dengan tipe

kepribadian, maka diketahui bahwa orang tua pada kasus 1 cenderung memiliki

kepribadian yang introvert, sedangkan orang tua pada kasus 2 cenderung memiliki

kepribadian ekstrovert. Tipe kepribadian ekstrovert lebih memiliki kendali

perasaan yang longgar, sehingga subjek lebih mudah dalam mengekspresikan

perasaannya dibandingkan dengan tipe introvert yang mampu mengontrol

perasaannya. Perbedaan ini berpengaruh terhadap proses penerimaan orang tua

terutama pada tahapan kemarahan berupa perasaan, di mana dengan adanya

karakteristik yang longgar dalam mengontrol perasaan, maka, orang tua yang

cendrungan memiliki tipe kepribadian ektrovert akan lebih banyak mengalami

tahapan kemarahan berupa perasaan dibandingkan dengan orang tua yang

cenderung memiliki tipe kepribadian introvert.

Selanjutnya, bila di lihat berdasarkan lamanya proses penerimaan orang tua

Page 95: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

77

terhadap anaknya yang hamil di luar nikah, maka dapat dilihat bahwa orang tua

pada kasus 1 (subjek 1 dan 2) lebih lama mencapai tahapan penerimaan

dibandingkan dengan orang tua pada kasus 2 (subjek 3 dan 4) dimana lamanya

mencapai tahapan penerimaan pada kasus 1 (subjek 1 dan ) sekitar 2 sampai 4

bulan sedangkan pada kasus 2 (subjek 3 dan 4) sekitar 1 sampai 2 minggu. Hal ini

secara tidak langsung dipengaruhi oleh sikap orang tua dalam mengasuh anaknya

yang kemudian dikaitkan dengan tipe kepribadian yang cenderung dimiliki oleh

orang tua.

Menurut Stewart dan Koch (seperti dikutip dalam Mastuti, E., 2005), orang

tua dengan sikap otoriter cenderung memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-

nilai mereka. Sikap otoriter ini, cenderung dimiliki oleh orang tua pada kasus 2 di

mana sikap ini cenderung sesuai dengan tipe kepribadian introvert yang

diungkapkan oleh Jung (seperti dikutip dalam Hall & Lindzey, 1993), mengenai

orientasi pada pikiran dan perasaan, dimana tindakan-tindakannya terutama

ditentukan oleh faktor subjektif, ini juga sesuai dengan apa yang diungkapkan

oleh Eysenck (seperti dikutip dalam Rusli, R., 1997), yang menggambarkan tipe

kepribadian introvert sebagai pribadi yang kaku dan sukar berhubungan dengan

orang lain. Hal ini berbeda dengan sikap demokratis yang cenderung dimiliki oleh

orang tua pada kasus 2 yang menurut Barnadib (seperti dikutip dalam Muazar. H.,

2008), orang tua dengan sikap demokratis tidak hanya sekedar mampu memberi

nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak

berkaitan dengan persoalannya. Eysenck (seperti dikutip dalam Rusli, R., 1997),

juga mengungkapkan bahwa tipe ektrovert cenderung tidak begitu kaku dan selalu

Page 96: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

78

membutuhkan orang lain untuk diajak bicara. Pendapat ini juga di dukung oleh

Costa dan MrCrae (seperti dikutip dalam Mastuti, E., 2005), yang

mengungkapkan bahwa tipe ektrovert cenderung ramah dan terbuka serta

menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah

besar hubungan yang artinya bahwa dengan adanya keterbukaan, maka, untuk

mencapai tahapan penerimaan dapat berlangsung dengan cepat.

Bila di lihat berdasarkan perbedaan jenis kelamin, maka subjek ibu lebih

banyak mengalami tahapan kemarahan berupa perasaan di banding bapak. Hal ini

juga sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Kartono (2005), bahwa wanita

lebih beorientasi pada perasaan dibandingkan bidang intelek. Kemudian, Raven

dan Rubin (seperti dikutip dalam Basti, & Dewi, P. M. E., 1996), juga

mengungkapkan bahwa pria memiliki karakteristik yang rasional serta kurang

responsif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan emosi.

Selain itu, perbedaan yang sangat jelas terlihat diantara proses penerimaan

bapak dan ibu, yaitu, bahwa dalam proses penerimaannya, ibu melalui tahapan

tawar-menawar, sedangkan bapak tidak melalui tahapan tawar-menawar. Menurut

Sahran (seperti dikutip dalam Basti, & Dewi, P. M. E., 1996), salah satu

komponen peran gender feminim adalah karakteristik feminim yang salah satunya

adalah kebutuhan rasa aman, dalam hal ini, tahapan tawar-menawar merupakan

suatu wujud dari karakteristik feminim untuk memperoleh rasa aman. Masih

menurut Sahran (seperti dikutip dalam Basti, & Dewi, P. M. E., 1996), salah satu

komponen yang terdapat dalam peran gender maskulin adalah komponen

rasionalitas, di mana dalam komponen ini pria digambarkan memiliki

Page 97: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

79

karakteristik yang lebih rasionalitas dan tenang saat menghadapi krisis sehingga

hal inilah yang menyebabkan subjek bapak tidak melalui tahapan tawar menawar.

Secara keseluruhan dapat di lihat bahwa proses penerimaan yang paling

banyak dialami adalah tahapan kemarahan berupa perasaan di mana dengan

adanya penolakan sehingga menimbulkan perasaan marah, kecewa, dan sedih.

Konflik yang terjadi di kabupaten Poso menyebabkan terjadinya trauma dan stres

mental seperti rasa takut, ketidakberdayaan, depresi dan insomnia. Keadaan

seperti ini berhubungan dengan tahapan kemarahan berupa perasaan, karena

dengan adanya kehamilan di luar nikah sehingga memicu terjadinya perasaan

emosional berupa perasaan marah, kecewa, dan sedih yang merupakan dampak

dari terjadinya konflik.

Selain itu, tahapan yang juga cukup banyak dialami adalah tahapan

penerimaan berupa pikiran. Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat poso

yang salah satunya adalah keterbukaan yang ditunjukkan dengan perasaan

simpatik dan penghargaan antara sesamanya (Tahir, L.S., 2007) di mana

karakteristik ini berperan penting ketika orang tua berada dalam proses

penerimaan terhadap anaknya yang hamil di luar nikah. Ciri lain dari karakteristik

masyarakat Poso adalah adanya rasa tanggung jawab sosial yang ditunjukkan

dengan sikap saling membantu jika salah satu masyarakatnya mengalami masalah.

Dengan adanya karakteristik ini, maka orang tua dapat menerima keadaan

anaknya dengan cepat dikarenakan dukungan sosial yang baik dari teman dan

keluarga (Gangster dkk, seperti dikutip dalam Andarika, 2004).

Page 98: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

80

BAB V

P E N U T U P

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka diperoleh

kesimpulan bahwa proses penerimaan yang paling banyak dialami oleh orang tua

yang anaknya hamil di luar nikah khususnya pada daerah konflik adalah tahapan

kemarahan berupa perasaan. Tahapan ini terutama paling banyak dialami oleh

orang tua yang cenderung memiliki tipe kepribadian ekstrovert. Selain itu, untuk

mencapai tahapan penerimaan, orang tua yang cenderung memiliki tipe

kepribadian introvert lebih lama dalam mencapai tahapan penerimaan

dibandingkan dengan orang tua yang cenderung memiliki tipe kepribadian

ekstrovert.

Secara keseluruhan, semua subjek mengalami hampir semua tahap-tahap

penerimaan, kecuali pada tahapan tawar menawar, subjek bapak cenderung tidak

mengalami tahapan ini. Proses penerimaan orang tua pada penelitian ini

cenderung dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang cenderung dimiliki dan

perbedaan jenis kelamin serta dipengaruhi oleh keadaan emosional orang tua

sebagai akibat dari terjadinya konflik, di mana, keadaan ini membuat orang tua

paling banyak berada pada tahapan kemarahan berupa perasaan. Namun,

meskipun tahapan kemarahan berupa perasaan banyak dialami oleh orang tua,

akan tetapi, tahapan penerimaan berupa pikiran juga cukup banyak dialami oleh

orang tua, di mana, tahapan ini sangat dipengaruhi oleh adanya karakteristik

Page 99: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

81

masyarakat Poso yang terbuka serta adanya kebersamaan yang merupakan bagian

dari bentuk dukungan sosial masyarakat terhadap orang tua yang anaknya

mengalami kehamilan di luar nikah.

B. SARAN

1. Bagi orang tua

Agar proses penerimaan berlangsung dengan cepat, diharapkan bagi

orang tua yang cenderung memiliki tipe kepribadian introvert agar lebih

terbuka dengan orang lain mengenai masalah yang dihadapinya terutama

dengan keluarganya, karena dengan adanya saran dan masukan dari orang lain

maka permasalahan akan lebih mudah untuk dilalui. Selain itu, bagi orang tua

yang cenderung memiliki tipe kepribadian ekstrovert agar dapat lebih

mengontrol perasaannya sehingga tahapan kemarahan berupa perasaan dapat

dikurangi.

2. Bagi Remaja

Diharapkan bagi remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah untuk

lebih terbuka dengan orang tua agar orang tua lebih mudah untuk menerima

keadaan yang sebenarnya sehingga baik orang tua maupun remaja dapat lebih

cepat mengatasi masalah emosional yang sedang dihadapi.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat diharapkan untuk dapat memberikan dukungan kepada orang

tua yang anaknya mengalami kehamilan di luar nikah sehingga proses

penerimaan dapat berlangsung dengan cepat. Dukungan dapat diberikan dalam

Page 100: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

82

berbagai bentuk seperti memberikan nasehat, turut merasakan apa yang sedang

dirasakan oleh subjek serta menjadi pendengar yang baik bagi mereka yang

sedang mengalami masalah, karena, dengan adanya dukungan dari masyarakat

maka proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang mrngalami

kehamilan di luar nikah dapat berlangsung dengan cepat.

4. Bagi Pemerintah

Diharapkan kepada pemerintah untuk lebih mengorganisir tempat

pengungsian dengan lebih teratur khususnya yang berhubungan dengan desain

dan penataan tempat pengungsian seperti ukuran barak pengungsian yang lebih

diperluas ukurannya, tata letak barak pengungsian yang layak untuk dijadikan

sebagai tempat tinggal, ketersediaan fasilitas kamar dan pencahayaan dalam

barak pengungsian yang sesuai standar atau ketentuan sehingga dapat

mengurangi peningkatan kasus kehamilan di luar nikah di kabupaten Poso.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk menunjang penelitian selanjutnya disarankan kepada peneliti

untuk lebih memperbanyak sumber acuan dari penelitian-penelitian sejenis

khususnya penelitian-penelitian yang memiliki konteks yang sama dengan

judul penelitian sehingga proses penelitian dapat berjalan dengan baik dan

peneliti juga lebih banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang akan di

teliti.

Page 101: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

DAFTAR PUSTAKA

Agustiana & Pakpahan (2004).Perempuan dan Pembangunan Perdamaian. Dipungut 5 November, 2007, dari http: //www.UNDP.or.id

Agustiani (2006). Psikologi Perkembangan: Pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung:PT.Rafika Aditama.

Andarika (2004). Burnout pada perawat puteri RS. St elizabeth semarang di tinjau dari dukungan sosial. Jurnal Psyce,Vol 1 no 1

Astuti, D. Y (2005).Kematian akibat bencana dan pengaruhnya pada kondisi psikologis survivor:Tentang arti penting death education. Humanitas, Indonesia Psychology Journal Vol 2 no 1

Basti & Dewi, P. M. E (2005). Konsep psikologi mengenai gender. Jurnal intelektual, Volume 3 no.2

Creswell, J.,W (1997). Qualitative inquary and research design: Choosing among five traditions. Thousand Oaks, CA: Sage Publications

Ginott (2005). Antara orang tua dan anak. Jakarta: Pustaka Tangga.

Gilarso, T (2004). Moral keluarga. Yogyakarta: Univesitas Sanata Dharma.

Hall & Lindzey (1993). Teori-teori psikodinamik ( A. Supratiknya, Ed.). Yogyakarta: Kanisius.

Hamalik, O. (Ed.). (1995). Psikologi Remaja. Bandung: cv. Mandar Maju

Hasan, dkk (2004). Sejarah Poso. Yogyakarta: Tiara Wacana

Hurlock, E. B (1995). Perkembangan anak (Vol.2). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Indrasari (2004). Ketika anak remaja. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Kartono, K (2005). Teori kepribadian. Bandung: cv. Mandar Maju.

Kehamilan yang tidak dikehendaki. (2001, Agustus 3). Kompas.

La Rose (1996). Pendidikan seks dan cinta remaja. Jakarta: PT. Midas Surya, Graindo.

Mastuti, E. (2005).Analisis faktor alat ukur kepribadian big five (adaptasi dari IPIP) pada mahasiswa suku jawa.INSAN Vol 7 No. 3

McDowell, J., & Stewart, ED. (2002). Kehamilan di luar nikah (Fenny Veronica, Terj.). Yogyakarta : Gloria Gaffa (karya asli terbit 2000)

Page 102: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Midjan, P (2005). Bantuan menko kesra untuk pemberdayaan perempuan di daerah “pasca masa lalu” di poso dan ambon. Dipungut 5 November, 2007, dari http: //www.menkokestra.go.id

Muazar, H (2008). Bimbingan bagi orang tua dalam penerapan pola asuh untuk meningkatkan kematangan sosial anak. Dipungut 28 Mei 2008, dari http: //www.google.com

Nediastri. (1997). Marginalisasi penyandang tuna rungu dan fungsi SLB-B dalam proses sosialisasi mereka. UGM: Tidak diterbitkan

Poerwandari (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia (ed.3). Jakarta: LPSP3 UI.

Powell, J & Brady, L (1991). Tampilkan jati dirimu. Yogyakarta: Kanisius.

Rusli, R. Penggunaan himpunan dan graf dalam field theory dan trait theory pada cabang ilmu psikologi kepribadian. Dipungut 7 juni, 2008, dari http: //www.informatika.org

Santrock (2002). Life span development (Vol.2). Jakarta: Erlangga.

Schultz, D (1991). Psikologi pertumbuhan: Model-model kepribadian sehat. Yogyakarta: Kanisius.

Seputar Seks Oral. (2001, Mei 25). Kompas

Sulastrini (2002). Proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang menyandang cacat fisik bawaan dan cacat fisik perolehan. UMS : Tidak diterbitkan.

Susanto, H (2004). Konflik poso tak kunjung sudah. Dipungut 6 November, 2007, dari http: //www.kompas.com

Supratiknya (1995). Komunikasi antar pribadi. Yogyakarta: Kanisius.

Thahir, L.S (2007, Juli). Refleksi hubungan keagamaan di kabupaten Poso sebelum dan pasca konflik; menuju kehidupan damai. Disampaikan pada kegiatan seminar dan workshop studi agama-agama, Poso.

Tracy, B (1996). Keberhasilan puncak (A. Adiwiyoto, terj.). Indonesia: Binarupa Aksara (Karya asli terbit 1995)

Utama (1985). Peranan keluarga memandu anak. Jakarta: CV. Rajawali

Page 103: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

LAMPIRAN

A. WAWANCARA SUBJEK PRIMER

Page 104: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Wawancara 1 Nama : R Tanggal : 17 januari 2008 Waktu : 17.00-17.45 No Verbatim Terjemahan Analisis awal Koding 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

P: “Mau tanya ibu umurnya berapa?” X: “Saya 42” P: “42 tahun, nama lengkap?” X: “R” P: “R” X: “P” P: “R?” X: “Pusuloka” P: “Pusuloka, umur? eh oh iyo peke e pekerjaan?” X: “Tani” P: “Ibu waktu dari anak-anak kecil itu biasa e cara mendidiknya bagaimana sama dorang?” X: “Kalo ya…terus terang e saya mo bilang yang ini dua sangat besar dengan saya, kalo ta pe paitua itu sering kase tinggal kan di perusahaan kalo kerja, bagaimana kita itu memberi pendekatan sama anak-anak to kalo kita juga galak sama anak-anak sampe skarang juga dorang akan melawan to e makanya skarang juga anak-anak bukan juga di bilang apa penurut juga to, itulah buah-buah dari kita didik dari sejak kecil” P: “Iyo, jadi…oh 2 anaknya ibu?” X: “Iyo” P: ““R” dengan?” X: “Elon” P: “Elon, Elon tuh umur berapa dia?” X: “Dia 12 tahun” P: “12 tahun, oh berarti yang selalu maksudnya yang selalu bajaga-jaga yang selalu dekat paling dekat dengan anak ibu?”

P: “Mau tanya ibu umurnya berapa?” X: “Saya 42” P: “42 tahun, nama lengkap?” X: “R” P: “R” X: “P” P: “R?” X: “Pusuloka” P: “Pusuloka, kemudian pekerjaan ibu sekarang?” X: “Tani” P: “Ibu, sejak anak-anak masih kecil biasanya cara mendid ik anak-anak bagaimana?” X: “terus terang saya katakan, kedua anak ini besar dengan saya, kalau suami saya sering pergi karna kerjanya diperusahaan, bagaimana saya memberikan pendekatan kepada anak-anak yaitu jika saya galak maka sampai sekarang mereka akan melawan, akan tetapi sekarang anak-anak dapat dikatakan penurut, itulah buah-buah dari didikan yang telah saya berikan sejak mereka kecil” P: “iya, jadi anak ibu dua?” X: “Iya” P: “R” dengan?” X: “Elon” P: “Elon, Elon umurnya berapa?” X: “Dia 12 tahun” P: “12 tahun, oh berarti yang selalu menjaga dan dekat dengan anak-anak adalah ibu?” X: “Iya, nanti saya menyerah pada waktu kerusuhan karena suami tidak ada” P: “Oh waktu kerusuhan tidak ada?” X: “Tidak ada, nanti sudah mulai aman-aman baru

Pendekatan yang diberikan, kalau subjek galak maka sampai sekarang anak akan melawan tapi sekarang anak dapat dikatakan penurut

P1-LB,umr P1-LB,pkj P1-PA,cr

Page 105: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71

X: “Iyo, nanti kita suak lalu baru waktu kerusuhan juga paitua tidak ada” P: “Oh waktu kerusuhan tidak ada?” X: “Tidak ada, nanti somo aman-aman baru muncul dia, dia dari Bungku” P: “Oh dari Bungku?” X: “Dia so dia dapa waktu kerusuhan pertama torang so ada di Tendea mengungsi, cuma deng saya itu anak-anak 2” P: “Biasanya yang ibu hadapi dan maksudnya kesulitan-kesulitan yang biasa sering jadi permasalahannya ibu dengan bapak waktu badidik dorang apa?” X: “Karena tidak ada juga yang selalu terbeban bagi saya iyo…a artinya kalo mengenai keinginan mereka juga tidak sering juga bangkali ee…ikut-ikutan dengan keadaan to dengan tetangga barangkali dia liat itu dia mo suka suruh beli tidak, kecuali dari kita sebagai orang tua karna kita rasa kasihan to dia miliki biar bagaimana biar bukan sama dengan dia harus kita menyesuaikan dengan itu teman-teman to” P: “Terus waktu kerusuhan kan te ada bapak, jadi ibu sandiri?” X: “Saya deng itu anak-anak” P: “Deng anak-anak, jadi waktu pas kerusuhan itu ibu dengan anak-anak yang pi mengungsi?” X: “Lari” P: “Lari e?” X: “Iyo, pernah torang bajalan dari sini sampe Watuawu tengah malam ikut teman” P: “Ikut teman?” X: “Iyo bawa itu…ini Elon masih kecil umur…waktu itu sekitar 5 tahun, trus dengan “R” juga” P: “Dari…baru dari Watuawu mengungsi ke?” X: “Watuawu ke Tendea, paitua dapa disitu, sampe disitu lalu karna so …ini anak-anak so

bapaknya muncul dari bungku” P: “Oh dari Bungku?” X: “bapaknya menemukan kami pada waktu kerusuhan pertama kami sudah di Tendea hanya saya dan anak-anak” P: “Biasanya yang ibu hadapi, maksudnya kesulitan-kesulitan yang biasa sering menjadi permasalahannya ibu dengan bapak waktu mendidik mereka apa?” X: “bagi saya tidak ada yang selalu terbeban… artinya kalau mengenai keinginan anak-anak juga tidak sering ikut-ikutan dengan keadaan, ikut-ikutan dengan tetangga. Mungkin saja anak melihat sesuatu kemudian minta untuk dibelikan tapi ternyata tidak. Hanya saja sebagai orang tua saya merasa kasihan, karena saya juga harus menyesuaikan dengan tetangganya ” P: “Terus waktu kerusuhan kan bapak tidak ada, jadi ibu sendiri?” X: “Saya dengan anak-anak” P: “Dengan anak-anak, jadi waktu kerusuhan itu ibu dengan anak-anak yang pergi mengungsi?” X: “Lari” P: “Lari e?” X: “Iya, pernah kita jalan dari sini sampai Watuawu tengah malam mengikuti teman” P: “Ikut teman?” X: “iya, membawa Elon masih kecil berumur 5 tahun dengan”R”” P: “Dari Watuawu mengungsi ke?” X: “Watuawu ke Tendea, suami temukan disitu, kami dulu disitu karena anak-anak sudah kenaikan kelas, kira-kira hampir satu tahun kami di sana, “R” sudah naik kelas. Elon akan masuk TK. Saya menyekolahkan di sana untuk sementara jika aman maka saya pindahkan kembali di sini” P: “Di…sini?” X: “iya, masuk sekolah di sini” P: “ketika ditempat pengungsian di Tendea, bagaimana keadaannya yang ibu rasakan?”

subjek berusaha untuk memenuhi kebutuhan anaknya meskipun secara ekonomi subjek tidak bisa bersaing dengan tetangganya yang lain

P1-PA,cr

Page 106: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110

kenaikan kelas kan naek kelas, hampir 1 tahun stau torang di sana ee…ini “R” sudah naek ee…kelas Elon so mo pi mo maso TK, kita kase skolah di sana untuk dititip kan kalo aman-aman kita kase pindah ulang di sini” P: “Di…sini?” X: “He e maso skolah di sini” P: “Waktu ditempat pengungsian di Tendea itu bagaimana dan ibu rasa dan dia punya keadaan?” X: “ee.. memang disitu sa pe kampung anu itu ee…tempat kelahirannya saya” P: “Oh ibu orang Tendea?” X: “Iyo jadi kita bawa kesana anak-anak no karena te ada paitua kan kita cari…” P: “Keluarga” X: “Keluarga di sana, tapi tentunya biar keluarga juga tidak sama juga dengan rumah sendiri to kalo tidak menyesuaikan disitu…beras kita bawa, bayangkan kita pigi pikul baras balanga yang kacili bawa lari so sampe di sana” P: “Anak kacili?” X: “Iyo deng itu anak-anak… tiga, baru menyusul ini depe nenek deng ngkai ke sana, siksa betul karena tidak ada bapak kan cuma sendiri baru dia masih kacili baru mungkin cuma artinya anak-anak kalo dengan keadaan kalo kita liat waktu kerusuhan itu anak-anak juga tau yang so mengerti kan dengan kerusuhan ada rasa takut bagitu to jadi biar bagaimana apa yang kita bilang dorang so dorang badengar to apalagi kalo sama…sama orang tidak sama orang kalo dibilang jang nakal badiam, karena so trauma dengan situasi di sini kan jadi kalo saya bukan dibilang barangkali memang memang siksa siksa, bayangkan tidur saja diruangan begini so disitu anak-anak so disitu orang tua so disitu pokoknya kitorang berapa keluarga itu so disitu” P: “Tidur satu tampa semua itu e?”

X: “memang itu adalah kampung tempat kelahiran saya” P: “Oh ibu orang Tendea?” X: “iya, jadi saya membawa anak-anak kesana karena suami tidak ada saya cari…” P: “Keluarga” X: “Keluarga di sana, tapi tentunya meskipun keluarga tetapi tidak sama dengan rumah sendiri jadi harus menyesuaikan...beras saya bawa, bayangkan, saya pergi pikul beras, dandang. Anak yang kecil dibawa kesana” P: “Anak kecil?” X: “iya dengan anak-anak, kami bertiga. Setelah itu menyusul nenek dan kakeknya kesana. Siksa betul karena suami tidak ada kemudian anak masih kecil akan tetapi anak-anak pada waktu kerusuhan itu saya lihat mereka mengerti dengan kerusuhan, ada rasa takut jadi apapun yang saya katakan kepada mereka didengarkan apalagi ditempat orang lain. Kalau mereka dikatakan jangan nakal mereka diam karena mereka sudah trauma dengan situasi di sini jadi memang benar-benar siksa. Bayangkan saja tidur diruangan begini dengan anak-anak, orang tua dan beberapa keluarga juga disitu” P: “Tidur satu tempat?” X: “iya, tidur satu tempat dimuka seperti ini, memang terasa siksa waktu kita di sana, kedinginan juga karena mungkin hawanya di sana. Akan tetapi syukur karena Tuhan menolong selama kita di sana karena anak-anak tidak pernah sakit, begitu pula dengan saya” P: “Tidak ada..ee berarti keadaan seperti itu sangat dirasakan sekali?” X: “Oh iya memang dirasakan akan tetapi waktu itu saya rajin menabung,anak- anak juga dulu kalau dicerita lagi sering ditinggalkan suami , saya hanya dengan dua anak, akan tetapi dapat bantuan, ada pendapatan suami dan saya juga berjualan disekolah” P: “Di SD?”

Meskipun subjek mengungsi di tempat keluarga tetapi subjek juga harus menyesuaikan diri dengan membawa beras sendiri . Ditempat pengungsian siksa karena tidur diruangan yang sempit dengan anak-anak, orang tua, dan beberapa keluarga lainnya Tidur disatu tempat, kedinginan subjek rajin menabung, selain itu juga mendapatkan bantuan dari pendapatan suami dan berjualan disekolah

P1-K,pnggsian P1-K,pnggsian P1-K,pnggsian P1-K,sdh

Page 107: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149

X: “Iyo tidur satu tampa dimuka bagini, memang siksa betul waktu itu di sana siksa, kedinginan kan mungkin hawanya di sana karna di cuma yah syukur-syukurlah Tuhan tolong selama kita di sana te pernah juga anak-anak sakit saya juga tidak ini to tidak ada tidak inilah yang sehat-sehat semua dan bagitu sampe aman kita pulang te ada juga dan cuma…sakit gigi di sana kalo anak-anak tidak ada” P: “Tidak ada e, berarti memang dapa rasa skali dan itu?” X: “Oh iyo dapa rasa artinya cuma waktu itu kita kan rajin menabung, anak-anak ini Elon saja ini kalo dulu kita mo cerita juga lalu kalo dikasi tinggal ini paitua ada anak dua sampe ada bantuan ada pendapatan suami saya juga di sini mencari bajualan di skolah” P: “Di SD?” X: “Iyo di SD ini karena tinggal sama mama mantu kan dekat dengan sekolah to ah jadi saya ba warung-warung kecil-kecili disitu, so segala macam saya beking ini ada anak kecili memang masih dalam kandungan itu memang kita so bajual di situ, jadi banyak tabungannya mo dibilang tidak juga barangkali kalo memang tidak ada ee…persiapan simpanan itu memang akan terasa, uang di bawa lari untuk kita…sekitar 2 juta itu uang kita bawa lari itu jadi anak-anak apa yang dia minta juga barangkali eh apa kita liat orang pi ba…kita ikut supaya ada di makan anak-anak apa tidak ada depe paitua kan paitua cuma pigi di sana karna dia dengar torang so ada di Tendea dia pulang dari Bungku kan stenga mati juga kalo dari Bungku lalu kan, dia dapat torang di sana dia so bawa baras untuk torang mo makan baru itu disuruh laki-laki kan disuruh turun bajaga kan dia singgah torang di sana, tapi iyo memang kita macam kita bilang tadi kalo memang to tidak

X: “iya di SD karena saya tinggal dengan mertua dan dekat dengan sekolah sehingga saya buka warung kecil-kecilan disitu, banyak yang saya jual, sejak hamil pun saya sudah berjualan jadi banyak tabungan, sehingga pada waktu kerusuhan bila tidak ada simpanan seperti itu memang akan terasa. Uang yang kami bawa sekitar dua juta sehingga anak-anak apa yang mereka minta kita ikutkan juga supaya anak-anak juga makan karena bapaknya tidak ada, suami saya ke Tendea karena dia mendengar bahwa kami sudah di Tendea itu setelah dia dari bungku, dia pun susah karena dari Bungku. Suami saya temukan kami di sana sudah membawa beras untuk dimakan, setelah itu bagi kaum pria diminta untuk menjaga. Jadi seperti yang saya katakan tadi, jika tanpa persiapan memang akan terasa sulit, sedangkan pakai sabun saja sulit untuk membelinya, bukan hanya sabun, gula saja sangat sulit. Untungnya pada waktu itu saya membawa gula kira-kira delapan kilo, saya membawanya dengan dipikul selain itu, kami hanya dapat membawa pakaian satu keranjang, surat-surat dan map-map juga ditaruh dikeranjang tersebut sementara itu “R” yang memikul gula, pakaian dan saya yang membawa beras sedangkan elon membawa tabungan didalam tas” P: “Itu jalan kaki ya?” X: “jalan kaki, pikir saja dari sini menyeberang kesana, terus tidur...tidur saja kita hanya beralaskan daun kelapa untung saja waktu itu saya membawa kelambu, saya membawanya terus karena kalau saya pikir, itu dapat saya gunakan sebagai alas, daun juga bisa kita gunakan begitupula dengan tikar akan tetapi nyamuk yang saya khawatirkan karena di hutan hanya itu saja yang saya bawa, tapi saat itu kami mengikuti orang banyak,kami berputar tidak berani masuk kampung, menyebrang sungai dengan kondisi perahu yang kecil dan membawa anak-anak. Banyak orang yang kami dapat, yah itulah yang kami katakan kalo dipikir-pikir kerusuhan yang lalu kalau bukan

Page 108: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188

ada persiapan akan sulit, sedangkan mo pake sabun stenga mati mo beli sabun, tidak usah beli sabun gula saja hu…akan susah, cuma untung waktu itu memang tidak ditau-tau kan saya bawa gula kalo te salah 8 kilo sto gula, saya bawa-bawa baru dipikul cuma yang dapat dibawa itu pakaian satu keranjangnya anu keranjangnya Elon itu yang disitu, so ada itu ditaruh disitu di map-map itu surat-surat penting, ini “R” yang pikul-pikul gula yang bisa dia anu to pikul gula dia junjung itu pakean saya baras Elon itu tabungan dalam tas” P: “Itu bajalan itu?” X: “Bajalan, kira dari sini kalo mo dipikir dari sini menyebrang kesana, t idur…ini mo tidur kan tidur ba alas dengan daun kelapa cuma saya waktu kolambu…tidak lepas saya bawa terus karna kalo di saya pikir bawa biar cuma baalas-alas dengan daun bisa kan kalo tidur di tikar apa baalas-alas tapi nyamuk ini yang kita jaga kan di hutan to, itu yang saya bawa-bawa, tapi baku iko dengan orang banyak baputar tidak tidak berani masuk dikampung baputar pokoknya dimana mungkin baputar menyebrang lagi ini perahu pe kacili ini bawa anak-anak ini orang banyak torang dapa, so itu torang bilang kalo dipikir-pikir ini pikir ini lalu waktu kerusuhan kalo bukan yang maha kuasa memang…akan banyak yang yang meninggal orang di sini kalo memang itu, artinya ada kebenaran juga bagi torang kan, kalo kita kalo kita tidak benar saya pikir lalu itu kalo memang to memang kita luar biasa kita punya eh apa kita punya perbuatan dosa seperti bagaimana Tuhan menghukum ini saat ini Sodom dan Go mora, itu so hebat depe kejahatan to so itu yah saya lalu memang biasa disitu waktu dorang itu maso dorang rencanakan itu bakar ini Gereja ini ee…sehingga so ada yang bikin…di kuala itu jalan di sini ini kan masih

karena yang maha kuasa memang akan banyak yang meninggal orang di sini, artinya kami juga menuntut kebenaran bagi kami, kalau kita tidak benar saya pikir akan luar biasa kita punya perbuatan dosa seperti bagaimana Tuhan menghukum Sodom dan Gomo ra, itu sangat hebat kejahatannya, yah dulu memang sangat biasa mereka masuk merencanakan untuk membakar gereja sehingga disungai itu mereka membuat jalan karena di sini dulunya masih hutan, kami saja dulu sebelum ada jalan begini masih jalan setapak itupun sulit?” P: “Jadi, memang setelah kerusuhan perekonomian anjlok sekali ya?” X: “Memang, coklat saja waktu itu dapat tiga setengah satu kilo” P: “350? 3000?” X: “3500 waktu itu, bayangkan saja” P: “segala sesuatu dibeli mahal?” X: “segala sesuatu dibeli mahal…waktu itu tidak ada yang berani ke Poso hanya di Tentena saja belanja, biasanya saya hanya titip jika ada uang akan tetapi saya pikir bila dibandingkan dengan sekarang, lebih parah kondisi ekonomi waktu kerusuhan. Bayangkan saja, untuk pasukan kita diminta kumpul nasi dirumah-rumah satu bungkus apa adanya pakai sayur atau telur dan itu pun keharusan sehingga diusahakan. Itulah yang saya pikir kenapa bisa begitu, tapi tidak ada dikatakan ingin membeli ini itu, semata-mata hanya untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau suka seperti sekarang, anak-anak sekarang apa yang dilihat ingin membeli, akan susah orang tua tetapi pada waktu itu memang difokuskan pikiran hanya untuk bagaimana bisa makan dan keselamatan jiwa” P: “Kan setelah kerusuhan ekonbapaki sudah mulai anjlok sekali kemudian mamanya “R” tahu tidak dengan siapa “R” ini bergaul, masih tahu?” X: “R”?” P: “Iya”

Harga coklat Rp.3500 Keperluan mahal, waktu kerusuhan perekonomian sangat parah

P1-K,sdh P1-K,sdh

Page 109: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227

hutan lalu baru kitorang sebelum ada jalan bagini jalan setapak saja sulit” P: “Jadi memang ee…waktu pas habis kerusuhan itu memang pe perekono mian itu anjlok sekali e?” X: “Memang, coklat saja waktu itu dapat tiga stengah satu kilo” P: “350? 3000?” X: “3500 waktu itu, bayangkan jo” P: “Apa-apa dibeli mahal?” X: “Apa-apa dibeli mahal…kalo ada itu kalo ada, waktu itu tidak ada berani ke Poso hanya di Tentena belanja di Tentena, biasa kita cuma batitip kalo ada uang, tapi saya saya pikir kalo di banding dengan sekarang ini lebih lebih parah anu ekonomi waktu kerusuhan itu, bayangkan e pasukan saja kita dikumpul nasi dirumah-rumah satu-satu bungkus apa adanya sayur apa telur so harus ada itu diusahakan, so itu kita ada pikir-pikir saya bilang kalo dipikir jangkauan mo mo didapat itu-itu barang jauh kenapa bisa itu kenapa bisa itulah kenapa bisa begitu memang tapi tidak ada mo bilang mo suka beli itu mo suka beli tidak, semata-mata untuk sehari-hari kalo kita mo suka macam sekarang mo ini mo itu ini macam anak-anak skarang to apa yang dia liat oh mama kita mo beli ini memang mati konyol orang tua, tapi waktu itu memang difokuskan itu pikiran itu hanya makanan bagaimana bisa makan, ini anak-anak kesalamatan jiwa, jadi itu yang dipikirkan waktu itu” P: “Kan anu kan setelah kerusuhan kan ekonomi so mulai anjlok sekali to, baru ee…waktu itu ee…mamanya “R” tau tidak karna kan begitu banyak masalah kan, masih tau dengan siapa kayak “R” ini to dengan siapa dia bergaul, masih tau?” X: ““R”?”

X: “kalau “R” itu masih remaja yah masih remaja ,belum… kenal siapa-siapa karena masih remaja kan” P: “setelah dia besar tahu dengan siapa dia bergaul? Dengan siapa dia pacaran?” X: “Saya juga tidak tahu nanti saya kaget dia sudah hamil” P: “tahu gejala-gejalanya?” X: “1)Tidak tahu, bayangkan saya satu kamar, saya sebagai ibu memang perhatian kepada anak-anak, berbeda dengan papanya 2)papanya yah kalau jam begini belum pulang paling hanya bertanya dimana itu anak-anak, tapi kalau saya keluar latihan saya ikut nanti pulang dengan saya jalan kaki…tidak ditahu juga karena pergi sekolah seperti biasa” P: “dia tidak menghindar?” X: “Tidak ada menghindar, tidak ada dikatakan muntah, kerja seperti biasa hanya yang membuat saya tahu bahwa dia ini sudah begitu ee…apa1)sikapnya yang murung-murung itu, biasanya menghayal disaat belajar namun tetap saya perhatikan dia menghayal dengan pelajarannya, ah itu tidak seperti itu artinya 2)yah anak-anak mungkin saya pikir baru cinta pertama biasalah anak-anak kan tidak bisa mengendalikan emosinya, dirinya tidak bisa dia kendalikan apalagi laki-laki itu kalau sudah mampu yah boleh saja” P: “waktu pertama tahu dari siapa?” X: “Majelis datang kesini” P: “Jadi bapak dan ibu dipanggil?” X: “Tidak, mereka datang dirumah, ibu Inge, papanya Risal” P: “waktu datang kesini ibu tidak tahu maksud kedatangannya?” X: “Tidak tahu, saya kira suami saya yang ada masalah, saya juga kaget, ah anak-anak ini sayang kalau dipukul, saya hanya menangis ...kalau saya sendiri samp ai sekarang biasanya seperti diri sendiri yang dipersalahkan, diri sendiri yang ingin dipukuli

Anak masih remaja belum begitu kenal siapa-siapa Subjek tidak tahu dengan siapa anak bergaul, nanti kaget setelah sudah hamil Subjek tidak mengetahui tanda-tanda kehamilan yang ditunjukan anak meskipun satu kamar.Kalau anak terlambat pulang suami hanya bertanya tetapi tidak berusaha mencari akan tetapi subjek meskipun anak keluar latihan selalu diikuti oleh subjek Subjek mulai curiga setelah melihat anak murung, saat belajar anak menghayal tetapi tidak mungkin menghayalkan pelajaran.Subjek berpikiran mungkin anak sedang mengalami cinta pertama sehingga tidak dapat mengendalikan emosinya Majelis datang kerumah Merasa kasihan jika dipukul subjek hanya menangis dan menyalahkan diri sendiri, ingin memukul diri

P2-Pnyb,tnd P2-A m 1)P2-Pnyb,tnd 2)P1-PA,cr 1)P2-A m 2)P3-PM,pkr P2-A m P3-KMRHN,pkr

Page 110: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266

P: “Iyo” X: “Kalo “R” itu masih remaja yah masih remaja belum…belum ada barangkali dia mo kenal siapa-siapa masih remaja kan” P: “Sete setelah dia besar tau deng siapa dia bergaul? deng siapa dia pacaran?” X: “Saya juga tidak tau, saya nanti saya kaget so deng badan, nanti saya kaget so deng badan” P: “Itu tidak tau depe gejala-gejala?” X: “Tidak tau, bayangkan kita satu kamar, satu kamar torang karna apa artinya kita sebagai ibu ini sebagai mama ee…memang kita perhatian kita kepada anak-anak to perhatian kita berbeda dengan depe papa to…papanya yah kalo jam begini belum pulang paling dimana itu anak-anak cuma bagitu to, tapi kalo kita kaluar latihan kita pigi iko-iko nanti pulang baru pulang deng kita juga bajalan…tidak ditau juga pigi sekolah macam biasa” P: “Tidak ada juga dia maksudnya mau menghindar-menghindar?” X: “Tidak ada menghindar tidak ada mo bilang mo muntah tidak ada, kerja macam biasa cuma yang saya anu setelahnya saya sudah tau bahwa dia ini sudah begitu ee…apa depe murung-murung itu, depe murung-murung kan biasa meng menghayal di saat belajar biasa tetap saya perhatikan tapi dia dia menghayal dengan depe pelajaran, ah itu tidak sampe d i situ artinya yah anak-anak lah mungkin saya pikir juga baru cinta pertama biasa anak-anak kan tidak bisa mengendalikan depe emosi, depe diri te bisa dia kendalikan apalagi itu laki-laki kalo sudah mampu barangkali” P: “Itu waktu pertama tau dari siapa?” X: “Ada Majelis lalu datang kesini” P: “Jadi dipanggil bapak deng ibu?” X: “Tidak, mereka datang dirumah, itu ibu Inge itu dorang papanya Risal”

artinya sebagai anak yang tertua, ini tentunya merupakan anak apa?” P: “Harapan” X: “iya harapan apalagi anak sulung kan, kalau dikatakan anak sulung berarti benar-benar itu adalah harapan orang tua, bukannya anak yang kedua tidak diperhatikan tetapi memang artinya tump uan harapan orang tua sama dia” P: “Waktu pertama diberi tahu ibu reaksinya bagaimana?” X: “Saya pingsan di sini” P: “Ibu pingsan e?” X: “Iya kaget kan? bagaimana keyakinan saya itu didasari karena saya pikir, memang pada saat saya ada memang akan saya awasi tetapi saya memang banyak keluar. setelah saya menjadi guru sekolah minggu, saya sudah sering, terus kakaknya suami sering sakit sehingga saya membawanya ke Pendolo kemudian saya bawa ke Pane. mungkin disitu kesempatan anak, saya koreksi diri saya, kesalahan saya yaitu karena kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap anak, saya tinggal kan dia bulan april, disitu saya sudah mulai sibuk kerja, bulan dua saya menerima tugas, bulan tiga saya sudah mulai keluar dari guru sekolah minggu, bulan empat sudah mulai keluar mengurus yang sakit bulan Sembilan sudah di Palu, empat bulan hamilnya” P: “empat bulan hamilnya” X: “terus masih SMA, bila tidak dinikahkan dia maunya pulang” P: “Tentu ibu kecewa sekali?” X: “aduh, boleh dikatakan sekarang bila saya pikir-pikir kalau saya tidak dapat mengendalikan hati saya, saya rasanya mau stress, akan tetapi saya katakan kepada cucu saya kasihan bukan kamu yang nenek tidak senang tetapi kelakuan mamamu. sebenarnya yang saya pertahankan lalu sehingga saya berkeras tidak akan menikahkan karena yang saya pikirkan efek-efek kedepan anak-anak itu, dia masih perlu

sendiri Subjek pingsan Subjek mengoreksi kesalahan karena kurang pengawasan orang tua terhadap anak

P3-KMRHN,prs P3-PM,pkr

Page 111: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305

P: “Itu yang datang kesini, tidak tau maksud datang?” X: “Tidak tau saya kira barangkali ini paitua lain, saya kira bangkali paitua kan, saya juga kaget, ah ini anak-anak kasian kalo dipikir mo dipukul tinggal menangis itulah kalo so saya sandiri sampe sekarang juga biasa itu macam apa diri sendiri yang dipersalahkan diri sendiri yang mo dipukul artinya sebagai anak yang tertua ini tentu merupakan anak apa?” P: “Harapan” X: “Iyo harapan apalagi buah sulung kan,kalo dibilang buah sulung ini benar-benar itu harapan orang tua sudah disitu bukan juga yang ade tidak diindahkan tapi memang artinya tumpuan harapan orang tua sama sama dia” P: “Waktu pertama dikase tau itu ibu bagaimana?” X: “Saya pingsan lalu di sini” P: “Ibu pingsan e?” X: “Iyo kaget kan? bagaimana saya punya yakin tapi keyakinan saya saya pikir memang disaat saya anu memang saya awasi tapi saya banyak kaluar setelahnya saya terima dari sebagai guru sekolah minggu sudah sering-sering keluar baru juga kakaknya adenya ini paitua sering-sering sakit saya bawa ke Pendolo saya bawa ke Pane lalu baru mungkin disitu kesempatan dengan anak, saya koreksi sayape diri kesalahannya saya ini kurangnya pengawasan dari orang tua sama anak, saya kase tinggal dia bulan april sudah mulai sibuk-sibuk saya kerja to, bulan 2 saya terima tugas bulan 3 saya sudah mulai keluar dari ini sebagai guru sekolah minggu, bulan 3 bulan 4 sudah mulai keluar urus yang sakit bulan 9 so di Palu, 4 bulan depe puru” P: “4 bulan perutnya” X: “Baru SMA, so te mo kawin dia mo pulang” P: “Tentu kecewa sekali ibu e?”

pengawasan yang cukup karena umurnya belum cukup, waktu itu baru akan mendekati tujuh belas tahun masih satu bulan lagi tujuh belas tahun, bayangkan saja belum waktunya untuk kawin, belum waktunya untuk melahirkan, saya berdoa dimenit-menit akan melahirkan, saya katakan janganlah ucapan saya masuk kedalam hati dalam pikiran saya cucu nanti cucu saya tiba-tiba cacat, saya katakanTuhan ampuni, tidak lama perutnya sakit kemudian melahirkan” P: “Cepat keluar ya?” X: “Cepat keluar ...waktu itu ada ibu di Palu tempat saya tinggal lalu, saya sudah pergi menghubungi, lalu saya membawa dia pada waktu hamil, saya katakan kalau dia sudah melahirkan saya akan membawanya lagi, urus saja dia di Palu, dia sudah diterima, ibu saya juga akan menyekolahkan akan tetapi, Dewan sudah memaksa, Dewan yang memaksa untuk memanggil dia dan mengatakan ini itu. ini yang saya pikir-pikir dulu efeknya karena dia masih muda walaupun suaminya sudah dewasa akan tetapi dia masih muda, sedangkan saya yang sudah puluhan tahun menikah masih susah hidup, rumah tangga masih susah apalagi anak-anak jadi memang saya sekarang ini itu yang saya gumuli bagaimana kebahagiaan anak-anak, bagaimana mereka menata hidupnya, jadi pergumulan saya berat. papanya mengatakan sudah baik akan tetapi saya tidak kuat hati. Biasanya saya memberitahu…mama akan tinggalkan kalian berdua, hanya itu yang bisa saya katakan artinya saya ingin tahu bagaimana tanggapan mereka, apakah mereka merubah sikap, apakah mereka mau mendengarkan atau bagaimana. sebenarnya ingin dipukuli juga anak-anak sampai sakit, sampai patah kakinya artinya begitu saya mengatakan akan meninggalkan mereka menangis terus diam atau biasanya saya katakan itu pisau bunuh saja mama supaya puas, artinya mereka tidak mengetahui bagaimana pergumulan orang tua. yang

Subjek berdoa dimenit-menit anak akan melahirkan agar yang diucapkan selama ini karena takut cucu cacat, subjek minta ampun kepada Tuhan Subjek membawa anak ke palu ke rumah ibu setelah anak melahirkan baru dipulangkan. Anak sudah diterima bahkan akan disekolahkan, akan tetapi dewan adat sudah memaksa

P3-PM,tnd P3-TM,tnd

Page 112: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344

X: “Adoh mo bilang sekarang kalo saya pikir-pikir sekarang kalo kita tidak kendalikan saya punya hati ini kayak mo stress cuma biasa saya bilang bukan ini macam itu cucu kan, kasian saya bilang bukan kamu yang nenek tidak senang tapi kelakuannya mamamu sebenarnya mamamu bukan artinya e kita ee…yang kita pertahankan lalu dia ini sehingga sa saya berkeras saya tidak mo kase artinya efek-efe k ke depan itu anak-anak itu dia sa kase tau dia ini adoh masih perlu pengawasan yang cukup sama dia ini umur-umur belum cukup waktu itu 17, baru mau mendekati 17 masih 1 bulan baru mo 17, bayangkan itu siapa orang tua tidak mau hidup cuma ya artinya belum waktunya untuk kawin belum waktunya untuk melahirkan dan iyo, saya berdoa waktu so mo menit-menit mo melahirkan ini saya bilang janganlah ucapan saya walaupun tidak saya tidak…kedalam hati dalam pikiran oh itu cucu nanti kita…itu cucu kong cacat apa toh, saya bilang Tuhan ampuni, te lama depe sakit puru itu itu anak” P: “Cepat keluar e?” X: “Cepat keluar waktu itu belum…kan ada tanta di Palu saya pe tempat tinggal lalu, saya so pigi koling lalu saya bawa dia sementara hamil, saya bilang kalo memang dia so melahirkan itu saya bilang saya bawa ulang…uruskan jo di sini di Palu, dia so terima itu, ta pe tanta mo kase sekolah tantu di sini, Dewan so paksa, Dewan yang paksa lalu mo panggil dia bilang begini-begini ini yang saya pikir-pikir lalu depe efek ini karena dia masih muda walopun depe laki ini sudah dewasa tapi dia masih muda, sedangkan kita ini yang so puluhan tahun kawin masih tabobale ini hidup ini, masih tabobale ini rumah tangga noh anak-anak jadi bagini-bagini memang kita skarang ini memang itu yang kita gumuli bagaimana keba kebahagiaan anak-anak

saya gumuli begitu dia sudah besar sudah menikah bukan dikatakan saya senang…tidak, orang lain katakan saya sudah senang, sudah lepas tanggung jawab orang tua, akan tetapi dengan menikah lebih berat tanggung jawab saya, lebih berat pergumulan saya menghadapi dua anak saja saya tidak sanggup apalagi ditambah cucu dan menantu” P: “Berapa lama ibu dalam keadaan terguncang waktu itu?” X: “Saya bulan sembilan tidak sanggup melayani anak-anak, bulan sepuluh, bulan sebelas, bulan dua belas mendekati Natal baru saya melayani anak-anak tetapi belum melayani untuk Tahun Baru artinya hanya ikut-ikut saja tetapi untuk melayani Firman belum…dapat dikatakan empat bulan itu” P: “empat bulan ya?” X: “Januari baru saya memaksakan,itu saja berdiri masih susah, hal ini berlanjut sampai bulan kedua ketika dia melahirkan…pokoknya dari bulan sembilan itu saya katakan, 1)jika saya tidak menyebut nama Tuhan rasanya seperti mau mati, bayangkan saja pergumulan itu sudah luar biasa, jika saya tidak menyebut namaTuhan, memang seperti akan habis napas saya, biasanya jika ke kebun saya tidak membawanya akan tetapi dia mengikuti saya.biasanya saya pulangnya mala m dia pun tetap mengikuti saya untuk pulang malam, 2)saya katakan padanya untuk pulang tidak perlu menunggu mama tetapi dia katakan kalu saya belum pulang dari kebun maka dia juga tidak akan pulang, biasa sudah malam jam setengah tujuh saya baru pulang dari kebun dengan dia, memang kalau dengan papanya dia tidak terurus karena sering ditinggalkan, sedangkan masih kecil saja sudah ditinggalkan nanti setelah kerusuhan baru sama-sama dari tahun dua ribu, dibawah tahun dua ribu itu papanya diproyek terus, biasanya sampai setengah tahun baru ketemu, sehingga anak-anak tidak dekat” P: “Berarti memang kecewa itu sangat dirasakan ya?”

Subjek tidak bisa menerima keadaan anak selama empat bulan Bila tidak menyebut nama Tuhan subjek merasa akan mati karena pergumulan yang luar biasa. Bila subjek tidak menyebut nama Tuhan, subjek merasa seperti napasnya akan habis. Subjek mengatakan kepada anak untuk pulang saja akan tetapi anak mengatakan jika subjek belum pulang maka anak juga tidak akan pulang. Kalau dengan suami anak tidak terurus karena sering ditinggalkan,setelah kerusuhan baru berkumpul bersama,sehingga anak memang tidak dekat dengan suami

P3-LM,tnd 1)P3-KMRHN,prs 2)P3-KMRHN,tnd

Page 113: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383

bagaimana dorang mo menata dorang…mo jadi pergumulan saya berat ini papanya ini bilang enak-enak ini enak-enak padahal kalo saya ini tidak kuat hati e tidak kuat apa saya ini biasa saya kase tau…mama mo kase tinggal kamu dua mama mo kase tinggal kamu dua, tinggal itu yang bisa kita artinya bagaimana tanggapan mereka apakah mereka merubah sikap apakah mereka mau turut mo badengar atau bagaimana to dengar padahal kita mo pukul juga anak-anak mo sakit so mo patah depe kaki sampe iyo to artinya begitu saya bilang kalo kita so bilang pokoknya kita mo kase tinggal dorang so dengan air mata, anaknya yang so badiam atau tidak kita bilang e itu pisau bunuh jo ini mama supaya puas, artinya dorang tidak tau bagaimana pergumulannya orang tua artinya kita gumuli pokoknya kita begitu dia so besar so kawin bukan di bilang saya senang…tidak, orang bilang eh so senang so lepas tanggung jawab orang tua…kawin lebih berat saya punya tanggung jawab lebih berat saya punya pergumulan menghadapi anak 2 tidak sanggup apalagi tambah lagi ini kalo cucu tapi ini menantu ini…uh” P: “Berapa lama lalu ibu maksudnya dalam keadaan apa maksudnya terguncang dan waktu itu?” X: “Saya bulan 9 bulan 9 tidak apa tidak sanggup saya melayani anak-anak, bulan 9 bulan 10 bulan 11 bulan 12 tinggal so mo Natal tinggal so mo Natal e melayani anak-anak untuk baNatal belum belum melayani untuk Tahun Baru belum artinya tinggal ikut-ikut tapi untuk melayani mo ba Firman…mo di bilang anu 4 bulan itu” P: “4 bulan e?” X: “Januari baru saya paksakan saya punya sedangkan itu badiri saja mo masih terus bulan 2

X: “iya, memang saya katakan kalau suami saya mungkin tidak akan mengerti karna dia laki-laki kecuali saya karna saya yang dekat dengan anak-anak, sampai sekarang saya katakan kamu pikir sudah hilang saya punya rasa kecewa akibat perbuatan kalian, tidak akan hilang, cuma saya katakan kepada Elon, Elon kalau kamu mau mengiikuti jejak kakak kamu, lebih baik dari sekarang kamu katakan saja supaya mama tahu” P: “Itu waktu empat bulan kecewa terus baru bisa menerima, apa yang membuat ibu bisa terima itu?” X: “1)E tinggal pasrah , saya kuat berdoa dan biasanya tengah malam. Hanya itu yang saya lakukan, biasa jika sakit saya membaca Firman artinya agar diberi kekuatan , seperti yang saya katakan tadi, sepertinya saya sudah menghakimi Tuhan. 2)waktu itu memang betul-betul saya menghakimi Tuhan, saya katakan tidak ada gunanya saya berdoa untuk Tuhan jika saya dihadapkan dengan keadaan seperti ini Tuhan, saya katakan lebih dekat saya dengan Tuhan,maka pencobaan luar biasa yang saya peroleh, itu memang saya rasakan betul” P: “Tapi tapi lalu ibu tidak memukuli anak?” X: “Tidak ada” P: “Cuma menghindar mungkin ya?” X: “1)iya, kalau saya lihat wajahnya biasanya saya menangis biasanya dia juga tidak berani menunjukkan mukanya, saya punya kecewa dari dia…marahnya saya, sedihnya hatiku, eh marah ada sedih pokoknya sudah campur aduk, saya katakan tadi kalau saya tidak sebut nama Tuhan saya akan stress. 2)Kecuali hari sabtu, minggu dan rabu karena saya melayani, pada hari lainnya saya hanya mengurung diri di rumah. Sejak saat itu saya tidak lagi berjualan di sekolah,waktu “R” masih sekolah biasanya tiap hari uang, kemudian saat ini suami tidak lagi mengikuti proyek setelah kerusuhan, Akiong sudah bubar sehingga kembali lagi bertani, jadi memang sangat susah”

Sampai sekarang kecewa subjek belum bisa hilang Subjek pasrah, kuat berdoa, biasanya kalau sakit subjek membaca Firman agar diberi kekuatan. Waktu itu subjek menghakimi Tuhan, subjek mengatakan tidak ada gunanya berdoa akan tetapi dihadapakan dengan masalah, semakin dekat dengan Tuhan, semakin lebih pencobaan yang didapat Subjek hanya menghindar, bila melihat wajah anak subjek menangis. Subjek sangat kecewa dengan anak, subjek sedih, marah semuanya campur aduk. Bila subjek tidak menyebut nama Tuhan subjek akan stress. Subjek hanya keluar jika melayani saja selain itu subjek hanya tinggal dirumah, sudah tidak jualan.

P3-PPT,prs 1)P3-PPT,tnd 2)P3-KMRHN,tnd 2)P3-KMRHN,tnd

Page 114: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422

dia so melahirkan…pokoknya dari bulan 9 itu saya bilang kalo saya tidak sebut nama Tuhan macam mo mati betul saya rasa kalo dapa-dapa , bayangkan jo itu orang memang so luar biasa pergumulan, kalo kalo memang saya tidak bilang Tuhan oh memang macam mo habis betul saya pe pe napas, biasa kayak bawa saya pigi bawa ke kebun saya tidak bawa dia iko biasa so pu so mo malam baru saya pulang itu dia iko, saya bilang pulang saja kamu te usah tunggu-tunggu mama saya bilang , tapi kalo dia bilang kalo belum pulang dari kebun saya juga, biasa so mo malam so stengah tujuh kita baru pulang dari kebun deng dia, memang kalo dengan papanya tidak terurus depe kan dikase-kase tinggal to, sedangkan masih kecil so dikase tinggal nanti kerusuhan ini baru sama habis kerusuhan baru sama-sama dari tahun dua ribu dibawah di dua ribu itu wei dia diproyek terus, biasa sampe stengah tahun baru ketemu, mana anak-anak mo dekat” P: “Berarti memang dapa rasa depe kecewa e?” X: “Iyo, memang saya mo bilang kalau itu paitua barangkali dia tidak mengerti karna laki-laki to kecuali kita karna kita yang dekat dari anak-anak, sampe skarang saya bilang itu saya bilang sama itu kamu kira so hilang sa pe kecewa ini kamu bekeng , tidak akan tidak akan hilang, cuma saya bilang biasa saya kase tau Elon, Elon kalo kamu mo ikut jejaknya kau pe kakak lebih bae dari sekarang bilang memang supaya mama tau” P: “Itu waktu 4 bulan itu kecewa terus baru bisa menerima itu, itu apa yang bikin ibu bisa terima itu?” X: “E tinggal pasrah noh, kita kuat berdoa ee…biasa itu tengah malam itu maksudnya tinggal itulah kita lakukan, biasa sakit saya baca Firman juga artinya mau memberi kekuatan baca

P: “Ada yang selalu mendukung ibu dan memberikan kekuatan?” X: “iya, dia guru sekolah minggu juga dan Koordinator kami. Dia mengatakan kepada saya bahwa saya jika dihadapan mereka tidak nampak saya punya penyesalan dan pergumulan akan tetapi wajah saya tidak dapat untuk menyembunyikannya” P: “Waktu itu keluarga-keluarga diluar juga mengetahui?” X: “iya waktu itu mama yang terlebih dahulu mengetahui, dia dulu yang member itahu pada waktu Padungku. “R” tidak muncul, karena waktu itu saya Padungku bukan di sini, Padungkunya dirumah sana sekalian bantu-bantu mama kan. Jadi kami pergi kesana, sudah jam 7 malam tetapi “R” tidak muncul, karena seharian dia main volly, seharian itu dia tidak datang di sana, kemudian dia ditemukan berada dirumah laki-laki itu, saat itu dia dipukul akan tetapi saya waktu itu mengatakan untuk tidak…kemudian mama mengatakan untuk tidak memukulinya karena sudah dengan badan. akan tetapi saya tidak bertanya tentang hal itu. Pada hari jumat Padungku kemudian keesokan harinya mereka datang kesini, saya kira menyangka suami saya yang di cari…orang di sini kaget semua, ternyata yang membe”R”ahu laki-lakinya sendiri pada saat dia sudah mabuk, dia mengatakan kalau “R” sudah hamil” P: “Ibu sempat mendengar berita ini sebelumnya?” X: “Tidak, nanti setelah diberitahukan kepada kami baru cerita-cerita itu bermunculan. Mereka mengatakan bahwa mereka sudah tahu kalau “R” sudah hamil bahkan ketika usia kandungannya dua bulan karena pacarnya sendiri yang memberahuit kepada mereka, bayangkan saja orang tua mana yang tidak gila” P: “waktu tetangga mulai menceritakan masalah “R” bagaimana perasaan ibu?” X: “1) tentunya saya menghilang, biasanya mau marah juga tetapi saya katakan cerita saja karena

Waktu itu ibu subjek yang mengetahui duluan akan kehamilan anak. Subjek tidak pernah mendengar berita kehamilan anak sebelumnya, setelah diberitahu baru orang mulai bercerita kalau mereka sudah mengetahui kehamilan anak akan tetapi pacar anak melarang untuk menceritakannya dengan berbagai alasan Subjek menghilang, biasanya ingin marah tapi subjek mengatakan cerita

P2-A m P2-A m 1)P3-PPT,pkr

Page 115: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461

Firman lagi macam saya bilang macam kita sudah hakimi Tuhan waktu itu memang betul-betul saya hakimi Tuhan, iyo waktu itu saya hakimi Tuhan saya bilang te ada guna saya berdoa untuk Tuhan te ada guna saya…mo saya dihadapkan dengan keadaan begini Tuhan, saya bilang lebih dekat saya iyo lebih dekat sama Tuhan lebih-lebih pencobaan luar biasa yang saya peroleh, itu-itu memang saya rasakan betul itu” P: “Tapi tapi lalu ibu tidak ada maksudnya ba pukul “R”, te ada?” X: “Tidak ada tidak ada” P: “Cuma menghindar mungkin e?” X: “Kalo iyo, kalo kita lihat mukanya biasa so mulai menangis lain kali tidak tidak nampak di sana dia, saya punya kecewa dari dia…marahnya saya pe hati sedihnya eh marah ada sedih ada rasa ei so te tau rasa apa so tacampur-campur, iyo to so itu saya bilang tadi kalo kita tidak sebut nama Tuhan…mo stress mo…kecuali saya pigi hari sabtu hari minggu hari rabu melayani e deng anak-anak to, baru kalo kalo lalu itu bakurung saya dirumah pagi-pagi pigi bikin…dari situ so tidak bajual di skolah…dari sini juga kita masih bajual e pas dari sini juga kita masih bajual e waktu “R” masih skolah kan hari-hari uang, ini baru paitua so tidak ba diproyek karna so habis kerusuhan to so bubar juga itu Akiong pe so tidak ada kan, ah kembali ke tani. jadi memang stengah mati betul” P: “Ada yang selalu dukung-dukung ibu lalu maksudnya kase-kase kuat?” X: “Iyo itu guru skolah minggu torang punya koordinator itu memberi kekuatan…dia bilang kalo macam saya kalo dimukanya dorang itu memang kayak tidak nampak saya punya e penyesalan punya saya punya apa kesedihan saya punya pergumulan, saya tidak nampakkan

sudah terjadi mau bagaimana lagi, kita terima saja kejadian. akan tetapi yang saya sesali ini karena masih sekolah, 2)pada waktu laki-laki itu datang kesini menjelang pernikahannya saya memakinya agar perasaan ini dapat saya keluarkan. saya mengatakan kepadanya kalau dia itu bukan menghamili karna cinta bukan karena mereka pacaran karna cinta atau karena hubungan ini sudah terjadi, melainkan karena didorong oleh hawa nafsu. Kemudian saya mengatakan kalau mereka belum siap membina rumah tangga, belum sampai disitu pikiran mereka, mereka itu hanya didorong oleh keinginan mereka , saya juga mengatakan kalau anak saya masih sekolah meskipun mereka akan mengikatkan kerbau satu kampung dihalaman saya ini sampai halaman saya ini penuh dengan kerbau atau sapi tetap saya tidak mau terima. Sebenarnya kemauan saya agar anak saya tamat sekolah, pokoknya pada waktu itu banyak hal yang saya katakan, saya juga seperti ingin mencakar itu laki-laki, saya mengatakan apabila dia berani membantah maka meja itu akan saya angkat akan tetapi dia juga tidak berani membantah sampai suami saya juga mengatakan agar tidak marah lagi padahal bila dilihat suami saya itu orangnya lebih kejam dibandingkan saya” P: “Tetapi pada waktu itu suami ibu sabar?” X: “Waktu itu Tuhan sudah gerakkan hatinya supaya jangan dia dikuasai dengan hal-hal yang tidak baik, padahal bila dipikir dia itu keras” P: “Selama ibu dalam masa kekecewaan, bagaimana sikap ibu terhadap “R”?” X: “saya seperti ingin menelannya, pada waktu itu pokoknya saya tidak bisa melihat kesalahannya. Saya pernah mengatakan kepadanya kalau saya ini tidak pernah mau berhenti untuk bekerja karena kasih sayang saya untuk mereka, bagaimana kasih sayang saya ini sehingga membuat saya sakit hati setelah saya tidak bekerja lagi. dirumah yang saya lihat pokoknya sebelum jam dua belas makanan dimeja

saja karena sudah terjadi jadi diterima saja kejadiannya. Akan tetapi yang subjek sesali karena anak masih sekolah. Pada waktu pacar anak datang kerumah, subjek memakinya agar perasaan subjek keluar. Subjek mengatakan bahwa anaknya hamil bukan karena mereka saling cinta akan tetapi karena hawa nafsu. Untuk berumah tangga belum sampai disitu pemikiran hanya karena didorong oleh kemauan. Subjek seperti ingin menelan anak, anak tidak bisa salah meskipun hanya sedikit.

2)P3-KMRHN,tnd P3-KMRHN,prs

Page 116: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500

tapi dalam wajah saya kan kelihatan kan bagaimana orang yang bergumul, jadi disitu mereka lihat” P: “Waktu itu keluarga-keluarga diluar tau?” X: “Iyo waktu itu mama yang tau duluan, sa pe mama juga pihaknya saya, dia dulu yang kase tau karna pas hari Padungku itu “R” tidak muncul, saya Padungku lalu bukan bukan di sini Padungku dirumah sana bantu-bantu mama kan ah pigi di sana torang, ini so mo so malam so jam 7 sto tidak muncul terus satu hari itu habis main volly itu tidak muncul dia, pokoknya satu hari itu memang te ada yang muncul di sana kong dia pulang mo pi didapa rumah laki-laki dipukul luar biasa disitu, ih jang- jang kalo dipukul saya kase tau dorang…mama mama bicara sa bilang sa tanya sa bilang jang dipukul itu anak-anak so dengan badan nanti dipukul tapi saya tidak tanya Nopi soal itu to, sa bilang saya tidak tanya Nopi itu, nanti so hari jumat Padungku hari sabtu depe besok malam minggu dorang datang di sini, saya kira barangkali papanya yang di anu…kaget betul orang di sini kaget semua, yang yang kase tau depe depe laki sandiri, so mabo dia kase tau sama teman-temannya ih itu “R” itu dia so begini-begini” P: “Ibu lalu sempat dengar dan?” X: “Tidak, nanti so habis dikase tau baru sudah mulai berdatangan itu cerita di sini, iyo mama “R” torang sebenarnya duluan tau “R” baru 2 bulan depe puru lalu so torang so tau, soalnya itu anu itu depe anu sandiri no depe pacar sandiri yang kase tau akang kitorang, dia bilang begini-begini dia itu bagini-bagini, bayangkan jo mana tidak mo gila orang tua” P: “Ibu waktu tetangga-tetangga bacerita begitu bagaimana perasaannya ibu?” X: “Eh tentunya menghilang to dari anu to tidak mau, biasa mo marah juga eh saya bilang carita

sudah siap, pakaian juga dikumpulkan olehnya kemudian dia mengikuti saya ke kebun meskipun sudah siang hari sehingga sebagai orang tua ada perasaan. Jadi bila dikatakan kecewa yah memang kecewa nanti sekarang ini saya mengusahakan agar dia bekerja agar supaya hilang perasaan kecewa saya karena kemauan saya dulu setelah sekolah dia dikuliahkan akan tetapi dia sudah terlanjur hamil” P: “Terakhir itu jalan keluar dari keluarga untuk dinikahkan?” X: “Sebenarnya dari pihak keluarga bapaknya mengatakan agar anaknya diurus. Akan tetapi kalau saya tidak, karna saya pikir kalau anak itu mau untuk menerima, kita rawat saja kemudian kita berikan kasih sayang kepada dia. Akan tetapi lebih banyak masukannya tetapi saya katakan lalu bukan mereka yang merasakannya melainkan saya, sekarang sudah terbukti, kalau saya bicara dalam rumah maka suaminya akan pergi dari rumah. Saya katakan terus terang kepada suami saya bahwa ini bukti dari apa yang pernah saya katakan, kita mau menyesal atau pun menceraikan tidak mungkin. Jadi saya katakan bahwa pergumulan ini tidak akan pernah habis, dari awal ketika mereka sudah diteguhkan pernikahannya hati saya dihantui terus dengan pergumulan. Sebagai orang tua bila kita tidak marah ke anak maka di rumah tidak akan beres tetapi bila marah maka ada yang akan tersinggung, mending jika marahnya hanya dirumah saja akan tetapi bila lari ke orang tua maka akan jadi masalah” P: “Jadi baik setelah menikah masih ada beban bukannya malah berkurang?” X: “Sedangkan dua saja terbeban apalagi ini mau tambah dua lagi sudah jadi empat, belum lagi ditambah tugas yang umum menghadapi anak-anak sekolah minggu” P: “Biasanya kalo orang tua bila anak sudah menikah maka akan senang” X: “saya katakan ya, saya itu biasa bercerita dengan

Page 117: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 534 535 536 537 538 539 540

saja so terjadi mo apa lagi terima saja kejadian tapi yang kita sesali ini masih sekolah kang, Riki sampe di sini itu laki-laki waktu bikin akang…kan datang di sini memang kita maki-maki artinya supaya keluar itu iyo perasaan. 3)sa masih bilang eh kamu itu bukan menghamili karna cinta bukan kamu papacaran karna cinta so tajadi hubungan ini bukan itu, hanya itu didorong dengan hawa nafsu. itu saya bilang sama Nopi lalu kamu belum menuju ke rumah tangga belum…belum…belum sampe situ kamu punya pikiran cuma karna didorong itu kamu punya kemauan keinginan itu, kamu te tau dia ini skolah berapa itu sa bilang eh sa kase tau kan biar apa kamu ikat di sini kerbau apa satu kampung ini tali ikat di di kintal ini samua kita penuh deng kerbau apa sapi nda mau saya tidak mo terima sa tidak mo bawa saya tidak mo…saya bilang bagitu, saya pe mau saya pe anak mo tamat sekolah iyo, iyo so segala macam kita bilang ini so itu so segala macam kita mo rado, itu laki-laki tidak barani menyaut saya bilang barani memang saya angka meja sa mo…tapi tidak juga tidak menyaut pokoknya saya ba maki…sudah jo depe papa bilang sudah jo padahal depe papa ini memang ganas” P: “Tapi sabar waktu itu?” X: “Waktu itu Tuhan sudah anu apa gerakkan hatinya supaya jangan dia dikuasai dengan padahal dipikir dia itu ganas ganas” P: “Selama masa-masa ibu dalam anu dan maksudnya dalam masa kekecewaan itu ibu pe sikap sama “R” bagaimana?” X: “Ini macam mo d itelan…te bisa tasalah oh, te bisa tasalah dia so…bikin-bikin bagini e, nah jadi dia dia so so karna so pernah to saya bilang te pernah mama turun tangan ba ma e saya saya pe kasih sayang sama kamu baru kamu saya bilang saya pe kasih sayang ini bagaimana uh

teman-teman, saya bertanya kepada mereka mengapa mereka senyum-senyum kepada saya, kemudian mereka katakan kalau saya sudah senang sekarang karena mereka melihat saya sudah sering senyum sehingga sudah ada perkembangan dari yang sebelumnya. Akan tetapi menurut saya dari sejak dulu sejak anak saya masih sekolah memang saya sudah berjualan mencari uang sehingga tidak ada kesemapatan untuk bercerita dengan teman-teman atau sekedar duduk-duduk saja, hanya hari minggu dan hari sabtu saja saya memiliki kesempatan untuk bertukar pikiran dengan yang lainnya. Mereka mengatakan bahwa saya sudah senang karena sudah memiliki cucu dan anak sudah menikah sehingga sudah ada yang membantu. Mereka menyangka saya berharap dari penghasilan kerja anak namun saya membantah karena saya mencari sendiri dari keringat saya sendiri. Sedangkan saya tidak meminta saja sudah dikatakan meminta pada menantu apalagi jika mereka hanya melihat saya hanya tinggal didalam rumah, maka mereka akan mengatakan bahwa anak mantu saya yang memberi makan dirumah padahal dalam hati ini ada pergumulan” P: “Sikap ibu terhadap “R” sekarang bagaimana?” X: “Iya seperti biasa. Kalau dengan anak mantu tentunya ada batasan walaupun menurut adat poso orang tuanya sudah saling menukar. Kalau suaminya “R” orang tuanya adalah kami dan “R” orang tuanya adalah mamanya di sana. Akan tetapi bagi saya tidak ada batasannya dalam rumah ini. Kalau mau bicara yah bicara akan tetapi bila tidak mau bicara yah tidak. Masih ada goresan sedikit pada saya, memang susah, meskipun ada orang yang selesai maka masa depannya tidak dipikirkan lagi, kalau saya mungkin karena saya pikirkan masa depan anak sehingga beban itu tidak akan pernah habis , dari awal kejadian itu kemauan saya agar jangan dinikahkan, bukannya cucu yang saya tidak kehendaki akan tetapi kelakuan dari anak, saya kaget “R” sudah begini, jadi saya

Page 118: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

541 542 543 544 545 546 547 548 549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579

sakit hati eh setelah turun tangan pokoknya bilang jangan turun so siap makanan di meja belum jam 12 so siap, itu kumpul pakean dia pi iko dikebun biar tengah hari tua dia pi iko sa dikebun jadi biar bagaimana namanya orang tua ada rasa kasiang ulang to, iyo timbul rasa kasihannya kita , memang uh kalo mo bilang kecewa ini memang saya sudah alami lama baru sa skarang ini saya sa usahakan dia mo kerja supaya hilang sadiki saya pe ini to perasaan kecewa iyo, sa pe mau lalu habis sekolah mo dikase kuliah dia ini tapi so bagitu” P: “Terakhir itu jalan keluar dari keluarga? kase kawin?” X: “Sebenarnya dari pihak keluarga dia bilang pihak papanya ini yang depe mau diurus saja begini… begini…begini…begini dorang ini begini begini kalo saya tidak karna saya pikir kalo itu anak-anak itu cocok itu kita rawat iyo to kita rawat baru kita beri kasih sayang sama dia, tapi lebih-lebih banyak masukannya tapi saya bilang lalu, bukan kamu yang merasakan saya, he skarang sudah terbukti tidak bisa kita bicara dalam rumah minggat depe laki, he saya rasakan pa dorang to saya yang rasakan saya skarang…sa bilang terus terang saya bilang sama dia ini buktinya apa yang saya bilang lalu sudah terbukti ini, kita mo menyesal bagaimana sama-sama kita mo kase cerai tidak mungkin, jadi yah sudah itulah saya bilang ini memang pergumulan ini tidak mo tidak mo habis -habis itu dari awal pokoknya ketika mereka sudah diteguhkan pernikahan nah disitu saya punya hati ini saya punya perasaan dihantui terus dengan pergumulan tidak lepas yang kita jaga ini sebagai orang tua tidak mo bamarah kalo anak-anak yang tidak beres dalam rumah iyo to, tidak mo ba marah kalo paitua tidak beres dalam rumah iyo to, eh marah ada yang tersinggung

hanya ingin supaya tidak ditambah kekecewaan saya” P: “Ada tidak ibu merasakan perubahan sikap dari ibu sendiri kepada “R” dari sebelum kejadian itu sampai sekarang ini?” X: “kalau dikatakan perubahan sikap, kalau menurut saya selama ini dia penakut, sekarang mungkin karna sudah menghadapi suami dan menghadapi anak atau mungkin karena sedang marah kepada suaminya atau anaknya maka dia akan mencurahkan kepada orang tua, mungkin dia tidak berani marah kepada anak, tetapi kepada orang tua dia berani, seperti itu yang saya perhatikan. Saya katakan dia itu sekarang kalau menjawab kasar sama saya. Kemudian saya katakan kepada dia kalau dia suka menjawab kasar karena…karena suami kamu begini dan begini, tidak ada lagi sasaranmu. Jadi memang ada perubahan sikap dari yang halus menjadi kasar dalam menghadapi orang tua, tetapi saya pendapat saya sehingga dia begitu mungkin karena sudah menghadapi suaminya yang tidak mampu mengatasi istrinya dan anaknya sehingga orang tua menjadi sasarannya, memang ada perubahan sikap” P: “Kalau ibu sendiri sama “R” ada perubahan sikap?” X: “Iya memang saya seperti ingin marah, dari dulu memang marah terus tidak ada tidak marah kalau anak-anak begitu tapi kalau saya sudah marah dia diam tidak menjawab, bila suara saya keras, maka dia akan diam” P: “Perhatian juga tetap?” X: “Tidak ada, perhatian” P: “Tidak ada perubahan?” X: “Iya tetap diperhatikan walaupun sudah ada suami, sebagai orang tua tidak lepas begitu saja, kalau suaminya tiba-tiba mengatakan pindah rumah, saya akan katakan jangan dulu” P: “Tambah beban lagi?” X: “Itu tambah beban…kalau dikatakan perubahan

Page 119: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594 595 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619

untung kalo tersinggung cuma dalam rumah kalo tidak lari sama orang tua, kalo lari-lari sama orang tua jadi masalah” P: “Jadi baik setelah menikah masih ada beban e? bukan justru berkurang e?” X: “Sedang 2 saja terbeban, ini mo tambah lagi 2 so jadi 4, belum yang umum menghadapi anak-anak sekolah minggu, uh memang” P: “Biasanya kan kalo orang tua kalo sudah kawin depe anak so senang” X: “saya bilang saya itu biasa bacirita deng tamang-tamang saya bilang kenapa se kamu ketawa-ketawa deng saya, yah mama “R” skarang kita liat so so senyum so ada ada peningkatan, apanya ada peningkatan memang saya dari dulu saya pe anak masih sekolah memang saya tukang bapasar tukang bacari doi tidak ada saya pe kesempatan cuma bacirita deng kamu to te ada waktu saya mo ba duduk-duduk deng kamu kecuali yah hari minggu bagini dengan hari sabtu kita bergabung dengan tukar pikiran to…iyo mama “R” kan so ada cucu so kawin so ada yang baku-baku bantu , ih kira saya yang baharap-harap dari kerjanya dorang dua anak-anak berenti jo lebih bae saya mencari sendiri keringat sendiri, saya bilang bagitu saya tidak mau sedangkan saya tidak baminta kamu kamu bilang saya baminta sama menantu iyo apalagi kalo saya mo baminta apalagi kamu lihat saya tinggal bagini dalam rumah, eh co liat itu ee…tinggal depe anak mantu yang kase makan dorang itu dirumah itu iyo to, saya bilang bagitu tapi dalam hati ini pergumulan” P: “Hubungan sekarang deng dorang “R” bagaimana sikapnya ibu?” X: “Iya macam biasa-biasa noh atau hubungan dengan tapi kalo depe anak mantu tentunya ada batas kan walaupun sudah kalo adat Poso itu orang tua sudah ada tukar kan, kalo itu papanya

sikap sesungguhnya dia itu tidak begitu, dari sejak kecil, remaja, hingga masuk pemuda tidak pernah kasar apalagi sama orang tua tapi setelah ada anak bukannya berubah sikap menjadi lebih dewasa tetapi saya pikir karena itu di dorong emosinya sehingga yang menjadi sasaran adalah orang tuanya” P: “Mungkin dari dulunya kurang akrab?” X: “Iya kurang akrab, jadi dia kalau papanya sudah datang dia selalu di dapur” P: “Sikapnya masih kayak begitu?” X: “kalau suaminya meskipun datang sikapnya biasa tetapi kalau papanya masih jauh kesini dia sudah pergi mengatur piring” P: “Soalnya mungkin masih anak-anak” X: “Itulah, masih anak-anak baru mau19 tahun, maret 17 ini 19 tahun” P: “Iya itu saja yang saya mau tanya-tanya, terima kasih”

Page 120: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639 640 641 642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658

Ela depe orang tua kitorang dua di sini kan kalo kalo “R” mama sana tapi kalo bagi saya te ada batasnya dalam rumah sandiri di sini, kalo ada kalo bicara-bicara kalo tidak ya tidak artinya masih ada goresan-goresan itu sedikit-sedikit saya bilang ini susah memang susah kalo memang susah ada juga orang yah habis -habis selesai dia tidak pikir untuk masa kedepan bagaimana kan, kalo kita mungkin karna kita selalu pikirkan masa depannya mereka sehingga itu beban tidak pernah habis, dari awal kejadian itu so ini lagi saya pemau dulu jangan, sa pe mau bukan ini cucu yang kita tidaki mau terima kelakuannya ini anak-anak…bukan main kaget dia bilang lalu-lalu so bagitu ini “R” …depe laga-laga memang bagitu kan depe…jadi tidak heran tapi ini dia bilang iyo-iyo te usah kamu kase tambah lagi ta pe kecewa ini” P: “Ada tidak ibu rasa perubahan sikap maksudnya dari ibu sendiri sama “R” dari sebelum kejadian itu sama sampe sama sekarang ini?” X: “Itu artinya kalo mo bilang perubahan sikap kalo selama ini menurut dia penakut juga…sekarang kalo kita…tapi mungkin karna sudah menghadapi suami menghadapi anak-anak mungkin karena marahnya sama lakinya mungkin karena marahnya sama anak-anak depe anak, dia curahkan sama orang tua to, orang tua yang dia tidak berani sama anak ini sama orang tua dia bamarah, dia bagitu saya perhatikan itu. cuma sa bilang dia itu manyaut-manyaut kasar sama saya, saya bilang begini ngana manyaut-manyaut kasar karena ngana pe laki bagini-bagini mana lagi ngana sasaran yang dia sasaran artinya bukan saya mo bilang bagaimana e artinya ada memang ada perubahan sikap dari yang halus jadi kasar skarang menghadapi orang tua, mungkin tapi saya nilai kalo saya punya

Page 121: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 685 686 687 688 689 690 691 692 693 694 695 696 697

pendapat kalo dulu kan tidak begitu to mungkin karena sudah menghadapi apa suaminya tidak mampu dia atasi istrinya to eh suaminya to dengan anaknya sehingga sama orang tua dia sasaran, memang ada perubahan sikap” P: “Kalo ibu sendiri sama “R” ada perubahan sikap?” X: “Iyo saya memang mo macam biasa mo mo bamarah ini kalo dari dulu memang bamarah terus te ada tidak mo marah kalo anak-anak bagitu tapi kalo dia bamarah kalo saya bamarah badiam dia tidak manyaut lagi, pokoknya kalo so karas ta pe suara so badiam” P: “Perhatian juga tetap?” X: “Tidak ada, perhatian” P: “Tidak ada perubahan?” X: “Iyo tetap diperhatikan itu walaupun sudah anu bagitu to tidak ada suami, sebagai orang tua musti harus tidak lepas begitu…bagaimana dorang punya uh saya bilang tiba-tiba anu depe suaminya bilang mo turun rumah uh jangan dulu…te tau juga mo dia mo beking bagaimana nanti” P: “Tambah beban lagi?” X: “Itu tambah beban…kalo mo bilang perubahan sikap macam yang tadi noh sesungguhnya dia itu tidak bagitu kan dari sejak kecil remaja so masuk pemuda tidak pernah mo kasar-kasar apalagi sama orang tua toh nanti so ada anak, bukan bangkali berubah sikap untuk yang lebih dewasa tapi saya pikir karena itu mungkin didorong emosinya sama anak ini mungkin to marahnya sehingga yang sasaran orang tua, tapi kalo sama papanya tidak barani dia” P: “Mungkin dari dulunya kurang akrab?” X: “Iyo kurang akrab, jadi dia so kamari papa o.. so lari didapur” P: “Sikapnya masih kayak begitu?”

Page 122: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

698 699 700 701 702 703 704 705

X: “Kalo depe laki biar datang tidak ada tapi kalo depe papa masih jauh kamari dia bilang o..so lari dia kore-kore itu dapur piring” P: “Soalnya mungkin masih anak-anak” X: “Itulah, masih anak-anak baru mo 19 tahun, maret 17 ini 19 tahun” P: “Iya itu saja yang saya mau tanya-tanya, terima kasih

Page 123: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Wawancara 2 Nama : R Tanggal : 14 Maret 2008 Waktu : 18.30-19.14 NO Verbatim Terjemahan Analisis Awal Koding 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

P : “Saya mau tanya secara dan mamanya “R” sendiri bagaimana dan perasaannya yang ada dan mengalami masalah seperti itu?” X : “Yang bagaimana ini?” P : “Maksudnya dan kejadiannya “R” itu dan?” X : “Oh, sudah itu noh tidak mungkin tidak ada akan kecewa kan karena harapan orang tua itu yang baik karena hancurnya ini tentunya ada kekecewaan” P : “Untuk kekecewaan itu skali?” X : “Terus terang saya kase tau ini sampai detik ini walaupun “R” sudah ada Pinto oh sudah ada Pinto artinya maunya orang tua ini yang bukan juga barangkali saingi orang to tidak supaya namanya ini yang tua artinya harapan orang tua sudah di situ nah anak yang tua itu harapan orang tua yang diharapkan, jadi seandainya kita juga mengharapkan umpamanya macam torang ini petani to batanam tentunya yang kita mo harapkan hasil yang baik noh tiba-tiba ada banjir apa tidak mungkin tidak akan ada rasa kekecewaan to ah itu musibah alam, ini lebih soe ini tidak mungkin tidak mo kecewa sebagai orang tua” P : “Itu memang dapa rasa sakit skali?” X : “Saya kase tau sama saya jujur saya kase tau sampe saat ini kalo itu yang saya pikir yah kecewa lah saya sebut nama Tuhan baru ada apa iya baru mulai tenang saya punya hati artinya saya pikir-pikir bukannya juga saya tidak terima kalo dia so kawin bagitu padahal so kawin to berarti so diterima tapi masih ada titik-titik” P : “Titik-titik kayak bagaimana?” X : “Iya titik-titik kekecewaan itu noh”

P : “Saya mau tanya, mama “R” bagaimana perasaan mengalami masalah seperti itu?” X : “Yang bagaimana ini?” P : “Maksudnya kejadiannya “R” itu?” X : “Oh, yah tentunya tidak mungkin tidak akan kecewa kan karena harapan orang tua itu yang baik karena hancurnya ini tentunya ada kekecewaan” P : “Kecewa sekali?” X : “Terus terang saya beri tahu, sampai detik ini walaupun “R” sudah ada Pintu, akan tetapi keinginannya orang tua ini bukan juga untuk menyaingi orang lain melainkan karena anak adalah harapan orang tua, misalnya kita sebagai petani tentunya yang kita harapkan adalah hasil yang terbaik, akan tetapi bila ada banjir tentunya akan ada rasa kekecewaan meskipun itu musibah dari alam tetapi hal ini lebih parah lagi sehingga tidak mungkin sebagai orang tua kita tidak merasakan kekecewaan” P : “Hal itu memang dirasakan sekali?” X : “Jujur saya katakan, sampai saat ini bila hal itu yang saya pikirkan tentunya saya akan kecewa nanti setelah saya menyebut nama Tuhan baru hati saya mulai tenang, bukannya saya tidak menerima dia menikah karena kenyataannya dia sudah menikah, akan tetapi masih ada titik-titik” P : “Titik-titik seperti apa?” X : “yah titik-titik kekecewaan itu” P : “yang sering-sering muncul itu seperti apa dan pikiran-pikiran yang bagaimana?” X : “yah kalau saya itu jika melihat ada yang tidak karuan dalam rumah tangga mereka tentunya saya akan marah meskipun dia sudah memiliki suami, jika tidak marah juga tidak akan baik karena tidak akan beres, ditegur pun salah, tidak ditegur pun salah

Sampai detik ini subjek tetap kecewa meskipun anak sudah menikah Sampai saat ini jika memikirkan masalah subjek kecewa nanti setelah menyebut nama Tuhan subjek mulai tenang, subjek berpikiran bukannya tidak bisa menerima karena kenyataannya anak sudah menikah hanya ada sedikit kekecewaan

P3-PPT,prs P3-PPT,pkr

Page 124: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73

P : “Oh yang sering-sering muncul itu kayak bagaimana dan pikiran-pikiran yang bagaimana?” X : “Iya kalo saya itu biasa itu apalagi kalo kita liat ini anak-anak kayak tidak karuan dalam rumah dalam rumah tangga mereka to mo bamarah ada suami tidak mo bamarah tidak bagus juga karna kalo kita tidak mo bamarah tidak mo beres tidak ada yang mo yang mo baik, tidak mo ditegur salah ditegur salah karena so ada suami” P : “Jadi memang anu skali e?” X : “Memang dapa rasa betul kekecewaan orang tua ini memang te tau kalo orang lain tapi bagi saya karena saya pikir lalu saya ini besar sama orang jadi saya kira saya pe anak juga akan begitu dia akan mampu melihat bagaimana penderitaan orang tua selama ini, padahal biasanya kalo didik e “R” supaya kau tau mama ini besar sama orang artinya diberi bayangan kan “R” mama ini besar sama orang, SMP sama orang, SMA sama orang saya bilang bagitu, ini basiksa betul siksa diri sama orang supaya bisa berhasil, jadi dari situ saya rasa saya kira dia sudah apa dia bisa pahami bagaimana ini kesulitan orang tua bagaimana penderitaan orang tua, akhirnya bukan itu yang terbaik jadi sa bilang demi kebaikannya kita mo kase tau ternyata hasilnya yang ini” P : “Memang kalo dari antara kan mama “R” dengan papa “R” yang paling kecewa kan mamanya “R” to?” X : “Artinya barangkali ada juga kekecewaannya dari papa “R” ini te tau orang lain yang dekat ini akrab yang akrab dengan anak-anak sejak eh bukan selamanya mama tapi saya tidak tau keluarga lain, kalo saya ini keluarga saya ini jelas saya sebagai mama yang paling dekat to sama anak-anak apalagi kalo

karena sudah ada suami” P : “Jadi memang dirasakan sekali?” X : “Memang kekecewaan orang tua dirasakan sekali, saya tidak tahu kalau orang lain seperti apa tetapi bagi saya karena saya pikir dulunya saya juga besar dengan orang lain, jadi saya berpikir bahwa anak mampu untuk melihat bagaimana penderitaannya orang tua selama ini, padahal biasanya saya katakan kalau saya ini besar dengan orang lain sehingga dia dapat diberikan bayangan bahwa saya ini besar dengan orang, SMP dengan orang, SMA dengan orang sehingga benar-benar siksa tinggal dengan orang lain agar supaya dapat berhasil, jadi dari situ saya rasa dia sudah bisa pahami bagaimana kesulitan orang tua bagaimana penderitaan orang tua, akhirnya bukan itu yang terbaik ternyata hasilnya yang ini” P : “bila dibandingkan antara tante dan suami yang lebih sulit untuk menerima tante kan?” X : “mungkin sebagai bapak dia juga ada kekecewaan 1)tapi yang dekat sebagai orang tua tentunya malu saya tidak tahu keluarga yang lain apakah dekat dengan mamanya atau tidak, kalau dalam keluarga saya ini jelas sebagai mama saya yang paling dekat dengan anak-anak apalagi saat mereka masih kecil, mereka berdua sudah ditinggalkan oleh papanya 2)saya yang meskipun sakit tetap mengurusi anak sehingga jelas saya kecewa” P : “Tidak disangka-sangka juga akan seperti itu ya?” X : “iya, justru karena tidak disangka-sangka itu, tanya saja orang lain, di mana dia pergi saya akan selalu ikut, biasanya kami berpikir bagaimana sehingga bis a terjadi seperti itu, saya hanya bisa mengendalikan hati saya karena dulu sering saya tinggalkan untuk mengurus orang yang sakit dari pendolo ke palu pulang pergi kemudian ke tentena bermalam hingga satu sampai dua minggu untuk

Subjek benar-benar merasakan kekecewaan subjek biasanya memberikan bayangan bahwa subjek besar bersama orang lain agar anak bisa memahami kesulitan orang tua namun bukan yang terbaik yang terjadi Sebagai orang yang paling dekat dengan anak, subjek malu Meskipun sakit subjek tetap mengurusi anak sehingga jelas kecewa .

P3-KMRHN,prs 1)P3-KMRHN,prs 2)P3-KMRHN,pkr

Page 125: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112

dihari-hari masih kecil-kecil dorang dua ini so di kase-kase tinggal papanya tinggal kita yang kendati sakit cuma sendiri mana kita tidak mo kecewa mana kita iyo kan” P : “Tidak mo disangka-sangka juga waktu lalu itu e?” X : “Iyo justru itu lah karena kita tidak mo disangka-sangka baru tanya saja sama papamu itu di mana dia pigi kita iko, itu biasa saya torang dua itu kira-kira pada saat bagaimana dia bisa lolos ini “R” ini kira-kira tapi biasa saya kendalikan saya pe hati sering-sering lalu saya kase tinggal urus yang sakit mau ke Pendolo mau ke Palu bolak-balik Palu balik Tentena bermalam di sana sampai 1 minggu 2 minggu di sana barawat yang sakit masuk di rumah sakit Poso lagi, barangkali saya bilang di situ tapi tinggal depe papa, depe papa kalo mo tidur kamu tidur jo kalo mo kaluar kaluar saya juga mo kaluar iyo to, biasa saya bilang uh saya pe salah sendiri biasa itu terjadi bagitu to, daripada biasa itu biar kerja kalo kita ingat-ingat eh saya pe salah sandiri juga ini daripada baliat anak-anak ada yang so kuliah kalo dia ini kan so mo kuliah sesungguhnya to, biasa saya bilang adoh kasian sa pe cucu iyo kasiang bukan kamu yang kita tidak senang akan ini mamamu kelakuan mamamu itu, biasa terungkap sampai sekarang itu nah jadi dari situ barangkali so bisa dibayangkan apakah kecewa betul atau tidak, saya bilang apakah kecewa betul saya ini atau tidak karena ini harapan orang tua ini memang betul-betul supaya baik ini anak-anak supaya berhasil, artinya kan tidak disangka-sangka mo terjadi begitu yah tidak tau barangkali bukan juga tidak baik kalo kawin ini tapi terlalu banyak depe efek” P : “Kalo yang mama “R” rasa apa dan dia punya anu itu?”

merawat yang sakit kemudian masuk di rumah sakit poso, mungkin di situ kesempatan mereka karena kalau papanya bila mau tidur yah tidur saja tapi bila ingin keluar yah keluar saja, biasa saya katakan ini adalah salah saya sendiri, bila saya melihat anak yang kuliah saya katakan ini adalah salah saya, karena sebenarnya anak ini akan kuliah. Saya juga katakan, kasihan sekali cucu saya, bukannya cucu yang tidak saya senang tetapi perbuatan mama mu , hal ini selalu muncul sampai sekarang, jadi dapat ditebak apakah saya ini kecewa atau tidak. kecewa betul saya ini karena harapan orang tua agar anak-anak baik dan berhasil, artinya kan tidak disangka-sangka akan terjadi begitu, yah tidak tahu bukan menikah ini tidak baik akan tetapi banyak efeknya” P : “Kalau yang tante rasa apa efeknya?” X : “Efeknya begini, karena dia sudah memiliki suami, jika saya marah anak karena dia masih perlu didikan dan perhatian dari orang tua karena umurnya yang masih belum dewasa, pada saat saya arahkan dan ditegur maka ini yang akan tersinggung” P : “Suaminya?” X : “Suaminya akan tersinggung karena belum kompak, pernah suaminya meninggalkan rumah, orang tua menyesalkan hal ini setelah diperoleh informasi, ternyata dia mengatakan dia tidak bertengkar dengan istri terus dia marahnya dengan siapa, pernah juga saya tidak memanggil namanya yang saya panggil hanya “R” saja untuk memperkecil masalah, belum lagi mengenai masalah anaknya” P : “jadi waktu ada masalah tante sering mengatakan masalah kehamilan “R”?” X : “aduh...terus terang saya katakan sudah itu yang kalian inginkan untuk menikah sudah tergila-gila ingin menikah padahal belum waktunya, papanya juga sempat marah karena yang saya lihat memang dia ada rasa kecewa akan tetapi tidak ditunjukkan karena dia orangnya pendiam kecuali marah baru

Page 126: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151

X : “Depe efek begini depe efek, eh ini “R” ini dia punya suami toh depe efek yang sesungguhnya kita ini marah kita pe anak to karena dia ini masih ba masih perlu didikan yang memang membutuhkan masih memerlukan perhatian dari orang tua kan dia ini to umur-umurnya itu belum dewasa kan dia ah sementara kita arahkan atau kita tegur ini, ini yang akan tersinggung iyo to” P : “Suaminya?” X : “Suaminya akan tersinggung. akhirnya karena belum baku kompak ini belum baku kompak dengan ini macam saya to ini yang ketiga ini pigi kase tinggal rumah, siapa yang sesali orang tua cek per cek ke sana uh saya dengar yang sa pe istri tidak baku marah nah dengan siapa baku marah, pernah saya tidak pernah cumu namanya ini yang di cumu namanya “R” supaya baik itu masalah kecil masalah kecil belum yang macam mengenai anak-anak ada depe anak ini” P : “Jadi waktu kayak masalah-masalah begitu sering dan mama anu ta cumu-cumu ba bilang?” X : “Adoh eh saya bilang terus terang saya bilang sama ngana sudah itu kamu dulu waktu mau kawin so mo kawin so ta gila-gila mo kawin belum waktunya kamu itu mo kawin sempat itu saya bilang, papanya juga ada sempat liat ada ba marah itu saya bilang ada juga rasa kekecewaan ini dia bilang saya ini cuma tidak nampak artinya kalo baru dia kan orangnya pendiam to kecuali dia marah baru dapa dengar depe suara kalo begini ini tidak ada mo baku cerita tidak ada biar torang so baku menghadap begini kalo datang depe badiam badiam betul tapi jangan kalo datang depe marah itu macam-macam dia bilang, itu biasa saya bilang eh belum waktunya dia itu mo melahirkan belum waktunya dia itu mo ada anak saya bilang mana waktu itu masih

kedengaran suaranya keras, kalau seperti keadaan biasa, meskipun sudah berhadapan dia tidak akan bercerita kalau diam maka dia akan betul-betul diam tetapi bila dia marah yah seperti yang dia katakan itu. Biasanya saya mengatakan, belum waktunya anak saya melahirkan dia masih dalam masa sekolah karena sakit hati dan kekecewaan orang tua. biasanya saya juga mengeluh kepada mama saya dan mama saya mengatakan kepada “R” untuk dengar-dengaran kepada orang tua karena mereka sudah salah sehingga bila diarahkan diam saja. Saya mengatakan bukannya saya tidak terima dengan kejadian ini kalau memang diminta yah tidak akan diterima, tetapi mungkin saja dibalik semua ini ada maksud Tuhan, kalau dipikir-pikir sebagai manusia bila terbawa arus maka saya akan stress” P : “Waktu mama “R” tahu tentang itu sempat sakit ya? Waktu masalah “R” itu” X : “Bagaimana?” P : “Mama “R” kan waktu dulu sempat sakit ya?” X : “Bukan saya yang sakit, iparku kakak papanya, waktu itu dia mulai hamil dulu bulan tujuh kalau tidak salah atau bulan enam sudah hamil, saya ke Pendolo bulan empat kemudian balik kesini dan menginap lagi di Tentena, Tentena Poso, Poso Palu, bulan tujuh pergi mengantar yang sakit di Palu dua minggu baru balik kesini, bulan tujuh, delapan, Sembilan, iya bulan Sembilan, sepuluh dia sempat main volley, orang sudah melihatnya dengan sinis , saya katakan ada apa, mengapa orang melihat dia dengan sinis , mungkin mama saya juga begini, karena “R” tidak muncul sama nenek diatas karena di situ padungku kan di rumahnya mama karena mama tidak mampu melayani tamu sehingga kami dipanggil pergi memasak karena hanya saya anaknya yang perempuan dari pagi sampai sore tidak pernah muncul saya pikir ada disini dia karena memang dia tidak pergi sekolah, sudah mau malam mama saya mengatakan kalau anak mau main volley. Badan

Subjek menerima kejadian itu dan mungkin dibalik semua itu ada maksud Tuhan karena jika dipikir-pikir maka akan stress

P3-PM,pkr

Page 127: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190

mo masa-masa kamu mo sekolah, karena apa sakit hati orang tua kan kekecewaan orang tua biasa itu saya mengeluh sama ta pe mama kalo “R” pigi sama depe nenek dia bilang bagini so itu kamu “R” coba badengar sama kamu pe orang tua, kamu so tau-tau so salah badiam itu diarahkan lagi kita pe saya bilang bukan barangkali kita tidak terima dengan kejadian ini kalo toh mo diminta-minta memang tidak mo diterima kejadian yang itu to, sebagai orang tua tidak mau terima tapi tidak tau dibalik semua ini ada maksud Tuhan to kita tinggal kembalikan di situ, kalo kita pikir-p ikir secara manusia terbawa arus akhirnya juga kita mo stress” P : “Waktu mama “R” tau tentang itu sempat sakit to? waktu anu itu masalahnya “R” itu” X : “Bagaimana?” P : “Mama “R” kan waktu lalu sempat sakit to?” X : “Bukan saya yang sakit, iparku kaka knya adenya ini, waktu itu dia mulai hamil dulu bulan 7 kalo te salah atau bulan 6 so mulai hamil, saya ke Pendolo bulan 4 ke Pendolo itu ah baru itu bale ulang kamari menginap lagi di Tentena, Tentena Poso, Poso Palu, Palu bulan 7 pigi antar yang sakit itu di Palu 2 minggu baru bale kamari, bulan 7, 8, 9, iyo 9, 10 baru, masih sempat dia main volly orang so bahaga sinis sama saya, saya bilang ada apa ini orang bahaga samua saya ini baliat ini “R” ini, kong ini kita pe mama kalau bagini juga s tau kong ini “R” tidak muncul kan torang mo sama nenek diatas situ ba padungku kan di rumahnya mama toh karena mama tidak mampu melayani tamu terpaksa torang dipanggil pigi bamasak di sana, cuma saya kan anaknya parampuan to dari pagi sampai sore tidak pernah muncul saya pikir ada disini dia memang dia te pigi sekolah, ah so mo malam bagini ta pe mama bilang eh ma “R” itu

saya loyo ingin berteriak tetapi banyak orang, papanya pergi ikut dia dan ditemukan di rumah lelaki itu, papanya tendang dan menampar karena kita tidak tahu sehingga mencegah terjadinya sesuatu padahal perutnya sudah berisi, hari jumat dia t idak ditanya dan pada hari sabtunya ibu iwan datang memberitahu papanya” P : “memberitahu kalau “R” sudah hamil?” X : “iya, saya duduk disini dan pingsan” P : “waktu mama “R” tahu berita itu kan dari mamanya mama “R”, kemudian waktu itu tidak langsung menemui “R”?” X : “Tidak, tidak bisa, seperti mau habis napas saya tidak bisa bicara saya hanya air dua gelas saya minum, airnya dingin karena tidak dimasak saya ambil dari tong, saya tidak tahu mau berbuat apa hanya duduk saja seperti orang bodoh, jam 12 malam saya jalan dari sini, saya tidak kenal lagi itu gelap sampai disini mau menangis akan tetapi takut papanya tambah memukul atau merontak di sana, pokoknya saya tidak tahu lagi” P : “Oh berarti waktu papa “R” ee…marah itu dia belum tahu?” X : “Belum tahu” P : “Baru mama “R” yang tahu?” X : “Saya sendiri yang tahu, karena mama kan yang memberi tahu” P : “tentunya ada rasa percaya tidak percaya anak begini?” X : “Saya katakan begini ada rasa tidak percaya ada rasa percaya tapi saya sudah tidak perhatikan waktu malam itu sudah tidak perhatikan perutnya, mungkin betul atau tidak dia masih main volley, baju isi dalam dan celana pendek” P : ““R” kan juga ada mengatakan bahwa dia sendiri tidak mengetahui jika dia itu hamil” X : “Oh” P : “Dia waktu saya wawancara dulu kan dia memberi tahu saya kalau dia tidak tahu kalau dia

Subjek duduk dan pingsan Waktu pertama mendengar subjek seperti kehabisan napas, tidak bisa bicara hanya meminum dua gelas air yang tidak dimasak, subjek seperti orang bodoh ditambah lagi suami pergi memukuli anak Subjek yang lebih dulu tahu kehamilan anak dibanding suami karena diberitahu mama Subjek ada rasa tidak percaya tetapi subjek tidak mau memperhatikan apakah anak hamil ataupun tidak

P3-KMRHN, prs P3-KMRHN,prs P2-A m P3-PNGKRN, pkr

Page 128: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229

“R” mo minta main volly kenapakah…hama pe loyo kita pe badan ini mo bataria tidak bayangkan itu kan banyak orang to tinggal badiam badiam tau-tau depe papa iko didapat di rumahnya itu laki-laki muhama dia tendang dia tampeleng apa kan tidak ditau barangkali torang ini mencegah supaya tidak terjadi padahal so ada isi perut, langsung oh te ditanya sama dia hari jumat hari sabtu malam datang deng Iwan disini bakase tau sama depe papa” P : “Kase tau kalo betul-betul itu “R” so hamil bagitu?” X : “Iyo, iyo saya disini baduduk pokoknya pingsan” P : “Waktu pertama ma “R” tau itu kan itu mama kase tau, anu mama “R” anu dan maksudnya tidak langsung datang sama “R”?” X : “Tidak, tidak bisa anu mo habis ta pe napas tidak bisa tidak bicara saya tidak bicara cuma air 2 gelas tau saya minum air dingin air dingin to yang tidak dimasak saya palo dari tong, so te tau mo bikin apa to saya baduduk kayak orang bodoh-bodoh jam 12 malam bayangkan saya bajalan dari saya tidak kenal lagi itu gelap sampai disini mo manangis papa “R” itu kurang kage dia pigi tambah lagi dia pukul di sana merontak aduh pokoknya so te tau apa kita mo” P : “Oh berarti waktu papa “R” ee…bamarah itu dia belum tau?” X : “Belum tau” P : “Baru mama “R” yang tau?” X : “Saya sendiri yang tau, mama kan yang kase tau” P : “Tantu ada kayak rasa percaya te percaya ah ini anak ini bagini?” X : “Saya bilang bagini ada rasa tidak percaya ada rasa percaya tapi saya so tidak perhatikan waktu malam itu so tidak perhatikan depe anu ini “R” barangkali mo betul atau tidak dia masih

sudah hamil, nanti temannya yang memberitahu dia kalau dia masih saja main volley padahal sudah berisi, mungkin waktu itu sama waktunya ketika tante juga mengetahui” X : “Oh mungkin” P : “kemudian dia pergi kerumah laki-laki itu untuk memberitahu hingga kedapatan oleh papanya” X : “Oh…” P : “waktu itu, dia juga tidak tahu nanti setelah dia ingat-ingat dia sudah tidak memakai pembalut baru dia tahu di situ kalau dia sudah hamil” X : “Dia katakan dia tidak tahu?” P : “Dia tidak tahu kalau dia hamil” X : “tidak ditanya apa haid atau bagaimana?” P : “Iya, dia tidak ingat-ingat lagi, dia sudah lupa kalau waktu itu apa dia datang bulan dia sudah tidak hitung-hitung” X : “Iya, memang artinya masih anak-anak kan dari awal saya katakan, bahwa kejadian ini kalau dikatakan dari anak saya tidak akan mungkin, tidak akan terjadi…kalau saya pelajari dia ini dibodohi, saya katakan dulu disini kalau mereka ini bukan karena mereka ingin menikah atau karena berdasarkan cintanya kamu yang murni tetapi hanya karena hawa nafsunya kamu saja, terus saya mengatakan bahwa“R” belum menjurus kerumah tangga saya juga katakan kepada laki-laki itu bahwa anak ini belum dulu menjurus kerumah tangga, dia belum memikirkan rumah tangga, umurnya masih muda” P : “Makanya saya katakan, apakah dia tidak tahu? Dia katakan dia tidak tahu makanya dia masih main- volly, cuma dia mengatakan pada waktu dia main volly sudah ada orang menceritakan dia, dia mengatakan kalau dia tidak tahu kalau dia hamil dia juga mengatakan nanti setelah dia hitung-hitung dia sudah tidak datang bulan selama empat bulan dia juga mengatakan dia baru tahu di situ karena ada teman, itu saja dia mengatakan ada yang

Page 129: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268

main volly baju isi dalam baru celana pendek” P : ““R” kan juga ada bilang dia sendiri tidak tau kalo dia itu hamil” X : “Oh” P : “Dia wa ktu saya wawancara lalu kan dia ada kase tau dia bilang saya tidak tau kalo saya itu so hamil, nanti pas ada depe teman yang kase tau to dia bilang ngana ini masih main volly sudah baisi dan nah itu juga waktu mungkin pas waktu sama -sama deng mama “R” tau itu” X : “Oh iyo barangkali” P : “Kong dia pigi sama itu cowok noh kase tau kong papa “R” dapat” X : “Oh…” P : “Itu waktu itu, dia juga te tau nanti dia ingat-ingat dia so te ba pake-pake pembalut to baru dia tau di situ dia hamil betul, ah lalu dia tidak tau waktu itu, dia ada bilang sama saya” X : “Dia bilang dia te tau?” P : “Dia tidak tau kalo dia hamil” X : “Te ditanya apa haid bagaimana?” P : “Iyo dia anu dia so tidak ingat-ingat dia so lupa waktu itu kalo dia anu apa dia datang bulan dia so tidak hitung-hitung” X : “Iyo memang artinya masih anak-anak kan sudah itu awal lalu saya kase tau ini, ini kejadian ini kalo mo di bilang dari sa pe anak tidak akan mungkin, tidak akan terjadi…kalo kita pelajari ini dibodoki, saya kase tau lalu disini kamu ini kamu dua ini bukan hanya karena kamu ini mo kawin karena berdasarkan cintanya kamu tidak cinta yang murni cuma karena hawa nafsunya kamu itu, terus saya kase tau ini “R” belum dia menjurus kerumah tangga saya kase tau akan itu laki-laki ini kita pe anak ini belum dulu menjurus kerumah tangga, dia belum ada yang dia pe pikiran mo kerumah tangga, depe umur baru kemarin” P : “Makanya saya bilang, saya bilang “R”

memberitahu kepadanya kalau dia masih ma in volley, dia pun kaget karena tidak menyangka seperti itu” X : “Oh sudah betul kalau begitu karena dulu dia sakit tapi sakit cuma influenza jadi dia mengatakan kalau dia tidak mau sekolah, katanya dia sakit padahal ada pertandingan dikantor mana tetapi sekolah mereka yang diutus, dari semua sekolah hanya SMKK yang diutus jadi gurunya datang berpamitan sehingga saya katakan terserah anak kalau dia mau, anak juga influenza dan matahari juga panas , terserah dia kalau mau pergi yah pergi saja, tetapi dia mengatakan besok saja karena masih hari pertama dan saya katakan kepada gurunya kalau mau dipaksa yah tidak masalah cuma anak saya memang tidak tahan di panas, dia katakan nanti besok saja pergi sekolah, besoknya pergi main volley dan sorenya juga dijemput, pada waktu itu perutnya sudah isi namun saya tidak tahu” P : “Karena memang “R” juga tidak tahu kalau dia sudah hamil” X : “Iya mungkin itu” P : “Saya kan saya tanya apakah betul dia tidak tahu waktu itu dan dia katakan bahwa betul dia tidak tahu kalau dia hamil” X : “Anak-anak kok” P : “Iya anak -anak, makanya saya katakan, ya ampun “R” sendiri hamil tidak tahu kalau sudah hamil nanti sudah ada orang bicara baru dia tahu” X : “kalau itu, jiwa “R” di tahu penakut kepada orang tua waktu itu bertengkar dengan papanya paling takut, itu pada saat dia masih sekolah, tetapi akhir-akhir ini saya me lihat sepertinya sudah ada suami sehingga sudah ada sedikit perubahan, kalau masih ada rasa takut kepada orang tua tentu dalam rumah ini bisa diurus. Kalau orang tua akan pulang seperti dulu jam 7 sudah ada semua di meja makan nah ini samp ai jam begini coba pergi lihat dimeja kalau ada siap apa-apa, nah mulai dari di situ sudah

Page 130: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307

tidak tau kah? tidak dia bilang saya tidak tau makanya saya masih main-main volly, cuma dia bilang waktu dia main volly itu sudah ada orang bacirita-cirita akan dia waktu itu, dia bilang saya tidak tau kalo saya sudah hamil dia bilang nanti saya hitung-hitung saya itu sudah tidak apa datang bulan itu sudah 4 bulan dia bilang baru saya tau di situ karena ada teman sedangkan itu dia bilang ada yang kase tau sama saya dia bilang kau ini masih main volly, ah itu dia kaget juga dia tidak sangka dia mo seperti itu” X : “Oh so betul kalo begitu karena lalu dia sakit tapi sakit cuma influenza jadi dia mama saya tidak mo sekolah, kenapa? sakit saya padahal ada pertandingan di mana dikantor mana s tau tapi dorang pe skolah yang diutus, semua skolah cuma SMKK yang diutus jadi datang depe guru bapamit akan jadi sa bilang bagini terserah ini anak noh kalo dia mau, in i influenza dia ini baru panas skali ini matahari, terserah dia kalo dia mo bilang mo pigi pigi saja noh, eh nanti besok jo mama nanti besok jo ini kan baru pertama mo bermain jadi saya bilang sama guru eh terserah kalo mo dipaksa saya ini tidak masalah cuma ini anak-anak memang dia ini tidak tahan di panas, dia bilang oh kalo begitu nanti besok jo pigi sekolah, besok pigi main volly kong depe sore lagi datang dijemput pigi lagi main volly sedang itu so baisi te di tau saya tidak tau” P : “Karena memang “R” juga dia te tau kalo dia so hamil” X : “Iyo mungkin itu s tau” P : “Saya kan saya tanya tapi itu betul-betul tidak tau waktu itu “R” betul-betul tidak tau? tidak dia bilang betul-betul saya tidak tau kalo saya sementara hamil” X : “Anak-anak kok” P : “Iyo anak -anak, makanya sa bilang ampun “R” sendiri hamil tidak tau kalo sudah hamil

bisa dinilai, kadang saya pikir mungkin karena sibuk dengan anaknya atau mungkin sudah ada ajakan dari suaminya untuk mandiri atau bagaimana tetapi tidak diberitahukan kepada saya “ P : “tetapi memang hadapi masalah seperti begitu sangat sulit sekali ya?” X: “aduh, saya katakan seandainya masih dua anak perempuan saya, mungkin tidak akan kecewa seperti itu akan tetapi ini hanya satu, bukannya yang laki-laki tidak diindahkan nanti dia kecewa kan tapi masih jauh, masih lama dia seperti “R”. ini seperti kata orang kalau dia masuk rumah, dia sudah dipintu jadi tinggal mau dibuka itu pintu untuk masuk, sudah kelas dua SMKK ,kalau dikatakan seratus persen itu harapan orang tua. papanya mengatakan kalau tamat SMKK nanti mau masuk kuliah papa akan beli motor, bayangkan saja sudah dijanji seperti itu, dia duduk begini tapi rumah bukan begini, disini kamar. jadi dengarkan orang tua, bukannya orang tua mau larang untuk berpacaran tapi diingat-ingat karna masih sekolah. mau dikatakan bagaimana lagi pesanannya orang tua, nasehatnya orang tua. sebenarnya dulu saya tidak mau mengijinkan dia menikah dengan lelaki itu, memang saya tidak memberikan ijin meskipun sudah berapa orang datang memberitahu, saya katakan bukan saya tidak mengijinkan, namun anak saya masih muda belum menjurus ke rumah tangga, dia berpikiran belum sampai di situ, ini hanya kenakalan sehingga jadi begini. Mereka mengatakan begini begini, tahu kan papanya, orang bilang begini iya, lebih baik iyakan orang lain dibandingkan istri tidak ditahu apa akibatnya dikemudian hari, jadi saya katakan kepada papanya bukan karna saya lalu tapi karna ka mu jadi kamu urus anakmu , saya juga katakan kepada papanya kalau ada “R” di rumah saya seperti mau stress jadi lebih baik saya pergi kebun” P: “kekecewaan muncul-muncul terus” X: “iya muncul, terkadang saya akui itu muncul,

Subjek mengatakan jika memiliki dua orang anak mungkin subjek tidak akan kecewa tetapi karena hanya sendiri maka subjek sangat kecewa

P3-TM,pkr

Page 131: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346

nanti so orang bicara akan baru dia tau betul” X : “Kalo itu kau pe papa itu mungkin dia tau persis jiwanya ini “R”, panako sama orang tua waktu itu bakalae sama depe papa paling panako betul masih sekolah eh tapi akhir-akhir ini sa liat kayaknya karena sudah ada suami to barangkali karena sudah ada…suaminya sehingga macam sudah ada sedikit perubahan, kalo masih ada rasa takut sama orang tua ah tentu dalam rumah ini dalam ru mah tangga dia bisa-bisa tau mo urus ini mo urus itu orang tua so mo pulang kalo macam dulu-dulu itu jam 7 sudah apel semua di meja makan nah ini sampe jam begini co pigi liat dimeja kalo ada siap apa-apa, nah ini mulai di situ sudah bisa menilai to, oh saya pikir biasa juga mungkin karena sibuk dengan depe anak atau bagaimana dia ini barangkali sudah ada ajakan dari suaminya untuk mo mandiri ato bagemana tapi tidak di kase tau juga sama saya sama torang tidak ada P : “tapi memang hadapi masalah kayak begitu stengah mati skali mama “R”?” X: “adoh saya bilang seandainya kalo masih mo dua saya pe anak perempuan barangkali tidak mau kecewa seperti itu Cuma satu bukan juga ini laki-laki tidak di ini jangan nanti dia kecewa to tapi masih jauh masih lama masih lama dia kayak macam “R” ini orang bilang kalo dia masuk rumah ini dia sudah dipintu jadi tinggal mo buka itu pintu mo masuk, so klas dua SMKK kalo bilang seratus persen itu harapan orang tua depe papa bilang begini kalo tamat nanti SMKK mau masuk kuliah nanti papa beli akan motor, bayangkan sudah dijanji akan itu, dia duduk bagini tapi rumah bukan begini disini kamar, jadi badengar bukan orang tua mau larang bapacaran bukan orang tua mo larang jangan bapacaran tapi diingat-ingat kamu masih sekolah, mau di bilang bagemana lagi

biasa saya duduk saya katakan kasihan cucu saya ini biasa saya katakan kalau kita sembunyi sembunyi anak-anak merasakan jadi saya katakan bukan sama vera tapi sama mamamu, dia punya kelakuan dulu yang nenek ingat-ingat ini kalau dia tidak mendengarkan untuk bertahan, saya akan sekolah dipalu karna dia melahirkan belum cukup 17 tahun baru 16 tahun melahirkan kalau dari segi usia perkawinan itu belum cukup, memang saya bertahan namun dewan adat sudah berulang-ulang datang kesini. Pada waktu terakhir kali datang kakaknya, saya tinggalkan saya tidak mau dikatakan tidak setuju, kemudian datang mama rinto memberitahu kalau hari sabtu kami ada pertemuan di kantor desa dengan dewan adat dan kepala desa dengan tokoh-tokoh, papanya sudah mengiyakan saya hanya mendengar tetapi tidak mau bicara, jadi mama rinto sudah pergi dengan dewan adat mengenai pendapat kami, mau kawin atau bagaimana kemudian mereka mengatakan kalau papa dengan mamanya mungkin tidak usah diurus tapi ini anaknya. saya beritahu bukan baru vera yang tidak di jaga oleh papa dan mamanya, saya katakan bahwa saya melihat cucu sehingga terpaksa terserah kamu bagaimana, kamu mau mengatakan apa dikantor desa terserah kamu saya tidak mau bicara” P: “oh mamanya “R” juga ke sana?” X: “pergi tapi saya tidak bicara dan saya dengar akan dinikahkan tapi tidak sekarang, belum ditentukan hari pelaksana pesta nanti selesai mamanya melahirkan baru dibicarakan kembali, setelah lahir baru dibicarakan kembali harinya” P: “tapi di situ apa mama “R” sudah mulai itu?” X: “mana...” P: “masih tetap keras” X: “tetapi pesta lalu bukan kepala desa yang mensahkan melainkan dewan adat karena dulu penyebabnya begini kan waktu itu dikatakan mau ketemu lagi satu kali, waktu dewan adat datang saya

Anak rencananya akan dinikahkan setelah selesai melahirkan

P3-PM,tnd

Page 132: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385

pesanannya orang tua nasehatnya orang tua. sebenarnya lalu saya tidak mau kase dia kawin akan itu laki-laki itu memang saya tidak kase sudah berapa orang datang bakase tau saya bilang bukan saya tidak kase, saya pe anak masih muda bulum menjurus ke rumah tangga dia bapikir belum sampe di situ hanya kenakalan ini akibat kenakalan sehingga jadi begini dia bilang begini begini tau jo papanya “R” orang bilang begini ba iyo lebih bae baiyo orang lain dari pada istri te di tau apa depe akibat dikemudian hari jadi saya bilang ee saya biasa saya bilang sama papanya “R” jadi saya bilang saya bukan karna saya lalu tapi karna kamu jadi kamu urus kamu pe anak, saya bilang saya papa “R” kalo ada “R” di rumah macam mau stress saya di rumah lebih baik saya pigi kebun lebih bagus dikebun saya” P: “anu apa itu kekecewaan muncul-muncul terus” X: “muncul iyo terkadang itu saya akui kadang-kadang itu muncul, biasa saya duduk duduk saya bilang kasian saya punya cucu ini biasa kita bilang kalo kita sembunyi sembunyi anak-anak barasa jadi saya bilang bukan sama vera tapi sama mamamu ini dia punya kelakuan dulu yang nenek inga-inga ini kalau dia tidak badengar batahan, saya somo kase sekolah dipalu itu karna dia melahirkan belum cukup 17 tahun baru 16 tahun somo melahirkan kalo dari segi usia perkawinan itu belum cukup, memang lalu kita batahan dewan adat so ulang-ulang datang kemari baru yang terakhir kakaknya datang kita Cuma kase tinggal saya tidak mau barangkali apa kamu bilang saya tidak setuju, baru datang mama rinto kase tau kalo hari sabtu torang ada pertemuan di kantor desa dengan dewan adat kepala desa dengan tokoh-tokoh, sudah sudah baiyo so baiyo ini papa “R” saya badengar tidak

mengatakan begini supaya kita tidak membuang-buang waktu untuk rapat hingga larut malam begini jadi kalau bisa keluarga perempuan dan keluarga laki-laki membuat pertemuan dulu kalau ada hasil baru ketemu dewan karena dewan adat diperintahkan oleh kepala desa. nah setelah selesai dari situ kembali saya kepada dewan adat jadi sekarang sudah ada kata sepakat, sekarang sudah ada kata sepakat bahwa tanggal sepuluh bulan sebelas pelaksanaan, oh oke yang penting sudah ada persetujuan pihak laki-laki dengan pihak perempuan saya pun mengatakan iya jadi kalo begitu dewan yang sampaikan ke kepala desa karena kepala desa yang suruh dewan datang kerumah. Sudah dekat hari pelaksanaan saya berpikir rupanya tidak diindahkan kepala desa saya punya pesta ini, saya dengar di luar eh rupanya pesta itu hanya dibuat sendiri dan tidak ada pemb eritahuan ke kepala desa, saya mengatakan dalam hati bodoh betul kepala desa. Pada saat pihak laki-laki datang ke rumah ribut di sana karena kepala desa berbicara begini…begini katanya orang tua keras kemudian datang penghubung disini, bicara di situ sementara itu saudara saya sudah banyak dari tentena, tendea, buyumpondoli, sudah datang penghubung itu kemudian mengatakan bahwa kami tidak bertemu kepala desa. Emosi saya pun naik, saya keluar di situ kemudian saya menangis terus datang penghubung itu mengatakan bagaimana bila ketemu kepala desa agar benar-benar diketahui namun saya mengatakan saya tidak mau pergi berlutut di sana, bukan saya yang pergi di sana dan bukan saya juga yang meminta untuk menikahkan anak ini karena memang saya tidak setuju, hanya kalian saja yang memaksa karena memang permintaan kamu dan kalian mengatakan akan diurus karena desa ini begini-begini terlalu banyak ini masalah sehingga lebih baik diselesaikan. Apa baru anak saya yang begini sehingga kalian paksa. Kemudian mere ka mengatakan agar saya menenangkan hati nanti

Page 133: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 385 386 387 388 389

mau bicara jadi sudah pigi ini mama rinto kan dia dengan dewan adat batanya jadi bagemana kamu pe pendapat mau kawin ato bagemana kong dia bilang itu saya kalo depe papa dengan depe mama barangkali tidak usah diurus tapi ini depe anak ini ini cucu ini ini vera ini saya beritahu bukan baru vera yang tidak di jaga depe papa depe mama, saya bilang kalo bukan depe cucu kita mo liat itu cucu kalo depe mama depe papa mau jadi apa tapi cucu terpaksa terserah kamu bagaimana kamu mau menyaut dikantor desa terserah kamu saya tidak mo bicara saya tidak bicara di sana” P: “oh mamanya “R” juga ke sana?” X: “pigi tapi saya tidak bicara dan saya dengar di kase kawin tapi tidak sekarang ee belum mo ditentukan depe hari pelaksana pesta nanti selesai mamanya melahirkan baru dibicarakan kembali, setelah lahir baru dibicarakan kembali itu apa depe hari” P: “tapi di situ apa mama “R” sudah mulai anu?” X: “mana...” P: “masih tetap keras” X: “tapi pesta lalu bukan kepala desa yang basahkan tapi dewan adat bukan kepala desa yang basahkan karna ee bagaimana dulu depe penyebab ini, oh begini dibilang mo ketemu lagi satu kali to, begitu dewan adat datang kita bilang begini jo supaya kita tidak buang-buang waktu mo bagombo-gombo sampe larut malam begini jo kalo bisa keluarga perempuan keluarga laki-laki bikin pertemuan dulu kalo toh ada hasil baru ketemu dewan adat kan dewan adat yang ada datang kesini to, dewan adat yang perintah kepala desa nah setelah selesai dari situ kembali saya kepada dewan adat jadi sekarang sudah ada kata sepakat sekarang sudah ada kata sepakat bahwa tanggal sepuluh bulan sebelas pelaksanaan, oh oke yang penting sudah ada

mereka yang ketemu kepala desa. jadi saya diantar ke pendeta dan yang ke dewan pihaknya laki-laki dan papanya, sampai di sana dia memukul meja untuk saya dia mengatakan saya tidak...saya lebih emosi tapi saya berdoa kalau saya api dengan api saya tahu api dengan api tambah jadi kemudian saya di situ sudah pelayan, sudah guru sekolah minggu saya tidak mendengarnya hanya berdoa saya memang tidak diijinkan untuk berbicara. saya mengetuk bangku kemudian pendeta bicara kepada kepala desa mengatakan bahwa saya mau bicara. saya katakan, terus terang saya mengaku sudah bersalah karena tidak pernah ketemu kepala desa disini, sesungguhnya bukan masyarakat yang datang mencari tetapi kepala yang mencari. Menanyakan apa yang sudah beres ini, apa yang sudah siap, bukannya masyarakat yang datang kesini mencari kepala. Mau dikatakan tidak pernah datang, yang membentuk pesta ini bukan saya tetapi dari mereka-mereka dewan pemerintah yang meminta supaya diurus ini pesta, saya sudah mengiyakan dan saya minta tidak perlu lagi dirapatkan segala macam cukup kami orang tua kedua belah pihak setelah itu akan dikembalikan lagi, saya pun sudah lakukan itu karena kepala yang suruh dewan datang di rumah tidak salah kan jika saya kembali lagi kedewan kan karna kepala yang mengutus bagaimana hingga dikatakan saya salah. saya katakan bukannya saya menolak laki-laki ini, kalau saya katakan pesta ini dibatalkan siapa yang rugi. kalau saya mau rugi sepuluh juta besok saya dapat tapi apakah disetujui pihak laki-laki kalau pesta ini saya batalkan” P: “sudah terlanjur tante kecewa” X: “sampe itu saya katakan begini sudah seperti itu kamu punya kejadian dari awal jelek kemudian pesta seperti tai. Saya katakan cobalah supaya senang itu orang tua dan bagus perasaannya tunjukkan bahwa kamu itu sebagai anak saya bukan sebagai pendatang di rumah ini tunjukkan bagaimana

Page 134: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428

persetujuan pihak laki-laki dengan pihak perempuan iyo sudah begitu jadi kalo begitu dewan yang sampaikan ke kepala desa karena kepala desa yang suruh dewan datang kerumah. Somo dekat dekat dekat dekat ah rupanya tidak diindahkan kepala desa saya punya pesta ini saya dengar di luar eh rupanya itu pesta Cuma di bikin-bikin sendiri tidak ada pemberitahuan sama kepala desa eh pe bodoh-bodoh betul ini kepala desa dalam hati saya to begitu depe molanggo laki-laki disini juga la ki-laki molanggo ribut di sana kepala desa bicara begini begini depe orang tua keras begini begini datang penghubung disini, bicara bicara dulu di situ ini saya punya saudara pe banyak dari tentena, tendea, buyumpondoli, so datang bagaimana kamu ini tidak ada ketemu kepala desa begini begini adoh so tatambah kita punya emosi saya keluar di situ memang saya menangis kong datang ini penghubung begini jo supaya diketahui benar barangkali kita ke kepala desa eh kita mo pigi berlutut di sana bukan kita yang mo pigi di sana bukan kita juga yang minta-minta mo kase kawin ini anak memang kita tidak setuju Cuma kamu yang paksa-paksa karna kamu punya permintaan bilang mo diurus karna desa ini begini begini terlalu banyak ini masalah lebih bae diselesaikan persis Cu ma kita pe anak yang begini kamu paksa-paksa kong di bilang begini kase tenang jo mama “R” pe hati nanti kita yang ketemu kepala desa jadi saya diantar ke pendeta, dewan baru pihaknya laki-laki juga papa “R”, sampe di sana dia paka akan meja saya depe marah to dia bilang saya tidak adoh somo lebih emosi saya tapi saya berdoa kalo saya api dengan api saya tau api dengan api tambah jadi baru saya di situ sudah pelayan sudah guru sekolah minggu saya tidak dengar Cuma berdoa ha begitu sebenarnya saya tidak di

itu kasih kepada anak begitu juga anak kepada mama supaya tidak ada kecewa saya selalu mengatakan itu, saya juga mengatakan untuk diurus kerjanya agar dia tahu kalau dia itu disayang orang tua, coba jika mereka dengar-dengaran dengan orang tua tidak akan begini, bukannya pesta kalian tidak berjalan bagus tapi ada lagi yang cerita-cerita sehingga sakit hati” P: “belum lagi jika tetangga bicara?” X: “aduh, itu sudah tidak dikatakan lagi kalau tetangga, saya dulu saya katakan kalau saya mau lihat itu maut di mana tempatnya, sudah lama saya mau pergi di situ, di mana itu maut kalau saya mau lihat di mana jalan kematian sudah lama saya mau pergi supaya habis penderitaan orang tua” P: “tapi tidak pernah kejadian itu tante mau memukul” X: “tidak pernah, tapi jangan kamu tidak urus itu cucu” P: “siapa yang sering hibur tante kalau rasa kecewa muncul” X: “tidak ada, mau mengadu sama mama kasian sudah tua mau pergi bicara dengan tetangga lain yang saya katakan lain juga yang dicerita. lebih baik pergi kebun saja. pulang dari kebun diam-diam saja, saya katakan sudah makin dekat saya sama Tuhan semakin begitu banyak tantangan, terkadang saya katakan sudah inikah Tuhan jawaban doa saya selama ini seakan-akan saya selalu menghakimi Tuhan. dalam hati saya menghakimi Tuhan karena yang saya harapkan terjadi begini kenapa yang terjadi begini, memang ada dalam firman semakin dekat dengan Tuhan semakin iblis menggelitik ” P: “sebagai akar pahit” X: “iya, tetapi memang penderitaan ini luar biasa” P: “tapi memang masalah yang paling tante itu kasusnya “R” ini?” X: “itu dulu saya katakan orang itu apa, karena ini sudah dibuka, itu buah nangka tidak mungkin

Subjek mengatakan jika ada tempat subjek ingin melihat maut di mana tempatnya, subjek akan kesitu jika ada jalan kematian sudah lama subjek akan pergi untuk menghabisi penderitaan

P3-KMRHN,prs

Page 135: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467

kase bicara dari sini memang di bilang tidak di kase bicara saya toki itu bangku bicara pendeta begini begini terus bicara itu kepala desa dia bilang itu kepala desa itu mama “R” mau bicara sudah saya bilang saya terus terang sudah bersalah saya mengaku sudah bersalah karena tidak pernah ketemu kepala desa disini sesungguhnya pak kepala bukan masyarakat yang datang cari kepala tapi kepala yang cari apa yang so beres ini so beres itu so siap ini so siap itu bukan masyarakat yang datang kesini cari kepala ato apa-apa namanya kepala yang bijaksana mo dikatakan tidak pernah datang yang membentuk pesta ini bukan saya tapi dari komiu-komiu dewan pemerintah yang minta supaya diurus ini pesta saya sudah baiyo saya minta tidak perlu lagi digombo-gombo segala macam cukup kami orang tua kedua belah pihak setelah itu mau kembali lagi saya sudah lakukan itu ini kamu kan kepala yang suruh dewan datang di rumah tidak salah kalo saya kembali lagi kedewan kan karna kamu yang utus bagaimana di bilang saya salah saya bilang begini saya bukan mo tolak ini laki-laki mo datang mo kawin kalo saya bilang ini pesta dibatalkan apa siapa yang rugi kalo saya mau rugi sepuluh juta besok saya dapat tapi apakah disetujui pihak laki-laki kalo ini pesta saya batalkan eh begini-begini baru di s itu mulai habis ” P: “so terlanjur anu mama “R” kecewa” X: “sampe itu saya bilang begini so begitu kamu pe kejadian dari awal jelek kong pesta macam tai kita bilang kong cobalah supaya senang itu orang tua bagus perasaannya coba tunjukkan kamu itu sebagai anak saya sebagai anak ini bukan sebagai pendatang di rumah ini tunjukkan bagaimana itu kasih kepada anak begitu juga anak kepada mama supaya tidak ada kecewa itu

berbuah durian tetapi kalau saya jika anak-anak juga mengerti ya sudah jangan saya tapi mungkin karena pencernaanya belum mengerti karna masih pancaroba iya kan masih umur-umur pancaroba artinya dalam hal ini dia masih belum mampu mengendalikan masa pubertas begitu masuk puber maka dia gunakan hal itu secara diam-diam” P: “padahal sudah di jaga dengan cukup ketat tapi masih juga itu ya” X: “semakin di jaga, semakin ketat pengawasan, makanya saya katakan sama orang, bukan saya katakan jangan di jaga itu anak tapi pantau dari jauh tidak perlu kamu mau... saya ini sudah rasakan, sudah alami, karna terlalu ditekan sehingga jadinya begitu saya katakan tidak mau beri kebebasan biasanya juga nanti jam tidur baru saya pergi ikut karna dulu kan belum ada televisi katanya pergi menonton sama linda. nah kalau ada kegiatan, tidak mungkin saya mau pergi itu kan, nanti pulang sama -sama, tetapi tidak tahu mungkin ada mengetuk dari jendela dan mengatakan di rumah sana kosong nanti subuh baru saya antar. orang tua tidak tahu apalagi jika sudah ngorok, yah namanya anak-anak belum terlalu tahu, memang iblis ini banyak cara untuk masuk, memang kalau tidak waspada akan sering datang ” P: “itu saja tante yang mau saya tanya-tanya terima kasih” X: “iya”

subjek mengatakan bahwa anak masih dalam umur pancaroba sehingga tidak mampu untuk mengendalikan masa pubertasnya

P3-PM,pkr

Page 136: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 503 504 505 506

selalu ada saya bilang begitu, saya biasa bilang tidak mo diurus depe kerja supaya ditau juga kalo disayang orang tua, saya ini coba kalo kamu badengar sama orang tua tidak begini lalu, bukan tidak bajalan bagus kamu pe pesta bagus jalannya tapi ini yang ada lagi bamulut-mulut ini bagaimana tidak mo sakit hati” P: “belum lagi kalo tetangga bicara-bicara?” X: “adoh itu so tidak di bilang itu kalo tetangga-tetangga, saya lalu saya bilang begini kalo saya mau liat itu maut di mana depe tampa so lama saya mo pigi di situ mana itu maut kalo saya mo liat itu di mana itu jalan kematian so lama saya mo pigi supaya habis penderitaan orang tua” P: “tapi tidak pernah kejadian itu mama “R” mo bapukul” X: “tidak pernah, tapi jangan memang kamu tidak urus itu anak kita mo ee” P: “siapa yang sering hibur mamanya “R” kalo itu rasa kecewa muncul” X: “tidak ada, mo mengadu sama mama so tua kasian sudah tua, mo pigi bicara sama tetangga lain kita bilang lain juga yang dicerita lebih baik pigi kebun saja begitu saja caranya pulang kemari badiam-diam saya bilang-bilang sudah makin dekat kita sama Tuhan semakin begitu banyak tantangan terkadang saya bilang sudah inikah Tuhan jawaban doa saya selama ini seakan-akan bukan seakan akan kita ini selalu menghakimi Tuhan dalam hati saya saya menghakimi Tuhan yang kita harapkan terjadi begini kenapa yang terjadi begini iyo to, memang ada dalam firman semakin dekat dengan Tuhan semakin iblis bakile-kile kamari ” P: “sebagai akar pahit” X: “iya, tapi memang penderitaan ini luar biasa” P: “tapi memang masalah yang paling mama “R” anu kasusnya “R” ini?” X: “itu lalu saya bilang orang bilang itu..itu apa,

Page 137: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 534 535 536 537 538 539

karna ini sudah di buka. itu buah nangka tidak mungkin babuah durian tapi kalo saya kalo anak-anak juga mengerti sudah jo jangan saya tapi pencernaanya belum mengerti karna masih pancaroba iya kan masih umur-umur pancaroba artinya dalam hal ini dia masih belum mampu mengendalikan masa pubertas begitu dapa rasa depe puber maka dia gunakan hal itu secara diam-diam” P: “padahal sudah di jaga dengan apa cukup ketat tapi masih juga itu ya” X: “semakin di jaga semakin ketat pengawasan, makanya itu saya bilang sama orang, bukan saya bilang jangan di jaga itu anak tapi pantau dari jauh tidak perlu kamu mo saya ini sudah rasakan sudah alami karna terlalu di tekan-tekan sehingga jadinya begitu sehingga jadi begitu saya bilang saya tidak mo beri kebebasan biasanya juga nanti somo jam tidur baru saya pigi iko karna dulu kan belum ada televisi katanya pigi menonton sama linda nah kalo ada kegiatan di saat ada kegiatan tidak mungkin kita mo pigi anu to baru pulang sama-sama tidak tau barangkali ada batoki-toki dari jendela di rumah sana ada kosong nanti subuh baru saya antar mana orang tua mo tau kalo so menggorok, yah namanya anak-anak belum talalu tau, memang iblis ini banyak cara mo masuk memang kalo tidak waspada akan sering datang ” P: “itu saja mama “R” yang mau saya tanya-tanya trima kasih” X: “iyo”

Page 138: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Wawancara 1 Nama : Ha Tanggal : 17 Januari 2008 Waktu : 19.00-19.15

NO Verbatim Terjemahan Analisis Awal Koding 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

P: “ee…pertama saya mau tanya dulu nama lengkap?” Y: “Ha” P: “H?” Y: “Akai” P: “Akai, umurnya bapak?” Y: “30…jalan 38” P: “Jalan 38 sekarang e?” Y: “Iya” P: “Trus aktifitas?” Y: “Tani” P: “Petani” Y: “Iya” P: “Berapa orang anaknya bapak?” Y: “2” P: “2 orang” Y: “Iya” P: “2 orang. bagaimana ee…bapak biasanya ini mendidik anak-anaknya bapak yang biasa bapak lakukan sebagai papa dan” Y: “Kalau…mendidik anak sesuai ee…orang tua to kalau…kalau apa yang kita ajarkan apa yang benar sama anak-anak to, jadi kalau salah di tegur, kase nasehat-nasehat, saya kira itu yang…diajarkan untuk anak-anak untuk kebaikan toh” P: “mm…biasanya kesulitan-kesulitan yang dihadapi?” Y: “Kalau bicara kesulitan ini banyak ini ee…kesulitan ini ee…dalam mendidik anak banyak rintangan begitu, biasa anak-anak bandel te mau dengar apa yang dikatakan orang

P: Pertama saya mau tanya nama lengkap?” Y: “Ha” P: “H?” Y: “Akai” P: “Akai, umurnya bapak?” Y: “tiga puluh…jalan tiga puluh delapan” P: “Jalan tiga puluh delapan sekarang ya?” Y: “Iya” P: “Terus aktifitas?” Y: “Tani” P: “Petani” Y: “Iya” P: “Berapa orang anaknya bapak?” Y: “dua” P: “dua orang” Y: “Iya” P: “dua orang. bagaimana bapak biasanya mendidik anak-anaknya, yang biasa bapak lakukan?” Y: “Kalau…mendidik anak sesuai ee…orang tua kan kalau…kalau apa yang saya ajarkan apa yang benar sama anak-anak, jadi kalau salah di tegur, berikan nasehat-nasehat, saya rasa itu yang diajarkan untuk anak-anak untuk kebaikan kan” P: “mm…biasanya kesulitan-kesulitan yang dihadapi?” Y: “Kalau berbicara kesulitan ini banyak, dalam mendidik anak banyak rintangan, biasa anak-anak bandel tidak mau dengar apa yang dikatakan orang tua jadi banyak yang dihadapi” P: “Dulu sebelum kerusuhan memang tinggal

Mengajarkan yang benar kepada anak dan jika anak salah maka akan di tegur dan diberikan nasehat Banyak kesulitan yang dihadapi karena biasanya anak bandel dan tidak mendengarkan orang tua

P1-LB,umr P1-LB,pkj P1-PA,cr P1-PA,ksltn

Page 139: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71

tua to jadi…ee…lain kali serius banyak…banyak yang dihadapi iya” P: “Dulu sebelum kerusuhan disini memang e tinggal di Tambaro?” Y: “Iya” P: “Trus ee…dulu sebelum kerusuhan bagaimana ekonomi yang bapak rasa dan ekonomi dalam keluarga sebelum kerusuhan?” Y: “Sebelum kerusuhan saya kira…sebelum kerusuhan saya kira banyak karena dulu kita kerjanya diperusahaan sesudah kerusuhan so karena perusahaannya bubar yah kurang tani” P: “Waktu kerusuhan mengungsi di mana?” Y: “Tendea Dolu” P: “Di Tendea Dolu” Y: “Iya” P: “Bisa bapak ceritakan bagaimana kondisi tempat pengungsiannya waktu itu?” Y: “Kalau di bilang tempat pengungsiannya dia kalau he…e serba susah ee…tinggal kan di rumahnya walopun sudara kan di rumahnya taruh taruhlah di rumahnya oraang lain karena torang satu rumah itu bangkali…ampa keluarga staw ada yang lima anak-anak ada yang tiga sedang torang…torang ampat, kalau dorang mama sana ampir spuluh dorang, iya satu sedangkan rumah juga yang torang tempati di situ yah rumah-rumah ukuran anam tujuh iya anam tujuh jadi satu tidor dimuka bagini, jadi memang kalau namanya mengungsi ini siksa te ada yang te mo siksa” P: “Waktu mengungsi itu bagaimana sudah ada maksudnya perubahan dalam perhatian…perhatian sama anak, sudah maksudnya s udah ini sama permasalahan lain atau masih tetap seperti sebelum kerusuhan sebelum mengungsi” Y: “Iya, saya kira e masih tetap ” P: “Baru waktu mengungsi itu ee…pemenuhan

di Tambaro?” Y: “Iya” P: “Terus ee…dulu sebelum kerusuhan bagaimana ekonomi yang bapak rasakan dalam keluarga sebelum kerusuhan?” Y: “1)Sebelum kerusuhan saya rasa banyak karena dulu saya kerjanya diperusahaan 2)sesudah kerusuhan karena perusahaannya bubar yah hanya tani” P: “Waktu kerusuhan mengungsi di mana?” Y: “Tendea Dolu” P: “Di Tendea Dolu” Y: “Iya” P: “Bisa bapak ceritakan bagaimana kondisi tempat pengungsiannya waktu itu?” Y: “Kalau di bilang tempat pengungsiannya serba susah tinggalnya kan di rumah, walaupun saudara yah bisa dikatakan rumah orang lain karena pada waktu itu kami terdiri atas empat keluarga, ada yang anaknya lima, ada yang tiga dan kami pun sekeluarga jumlahnya empat, kalau mama sekeluarga jumlahnya sepuluh, sedangkan rumah yang kami tempati hanya berukuran enam kali tujuh sehingga satu tidur dimuka, jadi yang namanya mengungsi ini memang susah tidak ada yang namanya mengungsi tidak susah” P: “Waktu mengungsi itu bagaimana perhatian-perhatian terhadap anak karena ditambah satu masalah kerusuhan atau masih tetap seperti biasa?” Y: “Iya, saya pikir masih tetap ” P: “terus waktu mengungsi, bagaimana pemenuhan kebutuhan untuk ekonomi keluarga bapak ditempat pengungsian?” Y: “Kalau berbicara masalah ekonomi , ka mi kurang mengetahui bagaimana datangnya sumbangan-sumbangan dari orang lain tapi yang saya tahu, tiap pagi kami masih sarapan

1)Sebelum kerusuhan penghasilan banyak 2)setelah kerusuhan menjadi berkurang akhirnya bertani Tempat pengungsian serba susah dalam satu tempat pengungsian dihuni oleh empat keluarga. Tinggal ditempat pengungsian memang sangat susah Subjek kurang mengetahui dari mana asalnya sumbangan namun tiap pagi masih dapat sarapan meskipun tidak mencari

1)P1-K,blm 2)P1-K,sdh P1-K,pnggsian P1-K,pnggsian

Page 140: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110

kebutuhannya bagaimana untuk ekonomi keluarga ditempat pengungsian?” Y: “Kalau bicara te tau masalah ekonomi lalu torang juga te tau bagaimana datangnya torang iya orang punya sumbangan-sumbangan to tapi yang torang tau tiap pagi cuma makan biar torang tidak bangkali torang mo cari tidak, torang kan cuma kasana kamari to jadi di bilang susah makanan tetap ada itu yang…itu mungkin satu berkat to dari Tuhan” P: “Waktu selama di…tempat pengungsian itu bagaimana pergaulan…pergaulan-pergaulan anaknya bapak kayak “R” itu lalu?” Y: “Kalau Rit itu lalu kita kurang tau karna mamanya lalu sana toh karna dorang di sana yang laki-lakinya ditinggal dikampung sini” P: “mm…itu waktu “R” hamil itu kelas berapa itu?” Y: “Kalas 1” P: “Kelas 1 e?” Y: “Iya, kalas 1 e “R”, eh klas 2” P: “Kelas 2” Y: “Klas 2 anu SMKK” P: “Waktu itu bapak tau tidak depe gejala-gejala dia hamil?” Y: “Kalau kita ini te tau sedang kita lalu waktu…ee…apa ee…kita dulu kaget waktu Majelis Jemaat datang to di e datang di rumah cerita…tentang masalahnya “R” ini dulu to, kita juga kaget” P: “Oh berarti sebelum… sebelum dari Majelis itu tidak… tidak tau apa-apa?” Y: “Tidak, kita juga te tau apa-apa to, kita liat juga anak ini anak “R” ini pigi skolah tiap pagi pi skolah jadi kita tidak te te tau mo perhatikan bangkali sudah tasalah jalan atau bagaimana” P: “Sikap-sikapnya te lain juga sama bapak?” Y: “Tidak” P: “Biasa-biasa?”

meskipun kami tidak mencari, kami hanya ke sana kemari, jadi dikatakan susah makanan tetap ada itu mungkin satu berkat dari Tuhan” P: “Waktu ditempat pengungsian itu bagaimana pergaulan anaknya bapak?” Y: “Kalau “R” itu lalu kurang mengetahui karna mamanya di sana sedangkan laki-lakinya ditinggal dikampung” P: “waktu “R” hamil kelas berapa itu?” Y: “Kalas satu” P: “Kelas satu ya Y: “Iya, kelas satu “R”, eh kelas dua” P: “Kelas dua” Y: “Kelas dua SMKK” P: “Waktu itu bapak tahu tidak gejala-gejalanya kalau dia hamil?” Y: “Kalau saya tidak tahu, saya saja dulu kaget waktu Majelis Jemaat datang di rumah cerita tentang masalahnya “R” ini , saya juga kaget” P: “Oh berarti sebelum Majelis datang tidak tahu apa-apa?” Y: “Tidak, saya juga tidak tahu apa-apa, saya lihat juga anak ini pergi sekolah tiap pagi, jadi saya tidak perhatikan apakah sudah hamil atau bagaimana” P: “Sikap-sikapnya tidak lain sama bapak?” Y: “Tidak” P: “Biasa-biasa?” Y: “Biasa, iya” P: “mm…terus waktu diberitahu Majelis , itu pertama kali tahu?” Y: “Iya” P: “waktu pertama diberi tahu itu bagaimana ceritanya?” Y: “Maksudnya?” P: “Iya maksudnya bagaimana perasaannya bapak waktu pertama kali diberitahu?” Y: “Oh…1)kalau namanya orang tua ini pasti kecewa karna anak sekolah kan, jadi tidak tahu

Kurang mengetahui pergaulan anak karena lebih banyak dikampung dibanding tempat pengungsian Anak hamil kelas 2 SMKK Kurang mengetahui tanda kehamilan anak karena baru mendengar dari majelis jemaat Tidak mengetahui apa-apa karena anak masih aktif ke sekolah sehingga tidak terlalu memperhatikan apakah sudah hamil atau tidak Sebagai orang tua pasti kecewa karena anak sedang sekolah sehingga tidak mengetahui

P2-Pny,tnd P2-kpn P2-A m P2-Pny,tnd P3-KMRHN,pkr

Page 141: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149

Y: “Biasa iya” P: “mm…baru waktu itu waktu dikase tau Majelis…itu pertama kali tau?” Y: “Iya” P: “Baru waktu pertama di kasi tau itu bagaimana ceritanya itu?” Y: “Maksudnya?” P: “Iya maksudnya waktu ee…apa bagaimana dan perasaannya bapak waktu pertama kali dikase tau dan itu?” Y: “Oh…kalau namanya orang tua ini pasti kecewa karna ini hal kan anak-anak skolah to, jadi te tau dia sudah jadi tasalah jalan…yang jelas pasti kecewa to, kalau…artinya marah juga tapi mo marah mo pukul anak-anak juga so tasalah juga trus karna saya pikir dulu kita…dalam hatinya saya kan saya pikir mo pukul anak-anak juga so salah anak-anak juga salah orang tua juga pasti salah karena letak kesalahannya sama orang tua to te mampu menjaga anak-anak…jadinya apa boleh buat kalau sudah terlanjur bagitu” P: “Jadi waktu itu tidak ada mo sampe mo bapukul “R”?” Y: “Tidak, kalau dalam hati saya tidak cuma saya marah-marah karna “R” lalu waktu itu dibawa neneknya di rumah sana to mungkin neneknya tako bangkali saya mo pukul padahal tidak karena saya juga…itu yah sudah kesalahannya torang juga kesalahannya anak-anak juga karena yang terutama yang salah ini yang pasti orang tua to karena itu tanggung jawabnya orang tua untuk mendidik anak untuk jadi bae, tapi yah so bagitulah” P: “Berarti waktu itu kondisinya orang-orang diluar duluan tau daripada bapak?” Y: “Mungkin, mungkin orang-orang diluar staw” P: “Kalau keluarga-keluarga tau juga, waktu

dia sudah salah jalan…yang jelas pasti kecewa, kalau marah iya, tetapi mau marah hingga memukul sudah terlanjur hamil dan karena saya pikir dulu dalam hatinya saya karena saya pikir mau memukul anak-anak sudah hamil, 2)anak-anak juga salah orang tua juga pasti salah karena letak kesalahannya adalah orang tua karena tidak mampu menjaga anak-anak, jadinya apa boleh buat kalau sudah terlanjur begitu” P: “Jadi waktu itu tidak ada memukul “R”?” Y: “Tidak, kalau dalam hati saya tidak, hanya saya marah-marah karna “R” lalu dibawa neneknya di rumah sana, mungkin neneknya takut saya pukul padahal tidak karena itu sudah kesalahan kami juga, kesalahannya anak-anak juga karena yang terutama yang salah pasti orang tua kan karena itu tanggung jawabnya orang tua untuk mendidik anak untuk menjadi lebih baik tetapi yah sudah begitulah” P: “Berarti waktu itu kondisinya orang-orang diluar duluan mengetahui daripada bapak?” Y: “Mungkin, mungkin orang-orang diluar” P: “Kalau keluarga-keluarga tahu juga, waktu itu?” Y: “Kalau nenek yah tahu, kalau neneknya itu sudah tahu ,hanya saja mereka takut memberitahu sama saya, sehingga Majelis datang kerumah” P: “waktu keluarga-keluarga sudah mengetahui, adakah perasaan dari bapak sendiri misalnya malu kepada keluarga?” Y: “Kalau mau dikatakan perasaan malu yah jelas sama tetangga-tetangga itu” P: “Waktu sama tetangga?” Y: “Iya, kalau saudara-saudara saya tidak itu karena bisa saling itu…tetapi kalau namanya tetangga-tetangga, orang lain itu yah jelas kami pasti malu karena anak kami sudah salah jalan

kalau anak salah jalan Selain salah anak orangtua juga salah karena tidak mampu menjaga anak sehingga pasrah pada keadaan. Terutama yang salah adalah orang tua yang seharusnya memiliki tanggung jawab mendidik anak menjadi lebih baik. Ada perasaan malu dengan tetangga Jika dengan keluarga tidak begitu malu akan tetapi dengan tetangga ada perasaan malu karena anak telah salah jalan dan dianggap tidak dapat mengatur anak sehingga salah jalan

P3-PPT,pkr P3-PM,pkr P3-KMRHN,prs P3-KMRHN,pkr

Page 142: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188

itu?” Y: “Kalau nenek yah tau, kalau neneknya itu so tau karna dorang cuma dorang karna tako… tako bakase tau jadi kase tau sama Majelis, datang kerumah” P: “Itu waktu…keluarga-keluarga so tau ada pera… ada tidak perasaan maksudnya dari bapak sendiri misalnya malu dan sama keluarga?” Y: “Kalau mo b ilang perasaan malu yah jelas ada to sama tetangga-tetangga itu” P: “Waktu sama tetangga e” Y: “Iya kalau itu sudara-sudara saya tidak namanya sudara to karena bisa baku…tapi kalau namanya tetangga-tetangga orang lain itu yang jelas torang ini pasti malu toh karena anaknya torang sudah jadi tasalah jalan jadi jelas dorang bilang ah masa kamu atur kamu punya anak jadi bagini” P: “Itu ada tidak ee…sebelum sebelum lalu bapak batrima dan maksudnya depe keadaan seperti itu ada tidak perasaan oh te mungkin dan anakku seperti itu maksudnya mo hamil kayak begitu te mungkin, ada tidak?” Y: “Ada, ada karena saya lihat kan anak-anak juga waktu itu kalau di tegur dia artinya dia menurut tapi te taulah karna namanya iblis ini te diliat-liat te mungkin juga tiap jam torang dia pigi torang mo iko, jadi ada yang jelas ada itu” P: “Apa yang bisa bikin bapak maksudnya terima keadaan itu?” Y: “Itulah macam saya bilang tadi kan, sudah salah kesalahan itu yang salah juga sudah orang tua juga yang salah jadi harus kita terima bagaimana keadaan anak-anak yah itu tetap torang punya anak sandiri tidak mungkin torang mo kase bi …orang lain” P: “Berarti itu dalam prosesnya bapak tidak ada

jadi jelas mereka katakan masa kamu mengatur anak kami jadi begini” P: “sebelum bapak menerima keadaannya seperti itu, ada tidak perasaan tidak mungkin anakku seperti itu, maksudnya mau hamil kayak begitu tidak mungkin, ada tidak?” Y: “Ada, karena saya lihat kan anak-anak juga waktu itu kalau di tegur dia menurut tapi tidak tahulah karna namanya iblis ini tidak dilihat-lihat, tidak mungkin kan tiap jam kami ikuti, jadi yang jelas ada itu” P: “Apa yang bisa membuat bapak terima keadaan itu?” Y: “Itulah, seperti yang saya katakan tadi, kesalahan itu yang salah juga orang tua jadi harus kita terima bagaimana keadaan anak-anak karena itu tetap anak sandiri tidak mungkin kami mengacuhkan atau kasih ke orang lain” P: “Berarti itu dalam prosesnya bapak tidak sampai mau menjauh dari “R”?” Y: “Tidak” P: “Berarti memang betul-betul sudah menerima keadaannya seperti itu?” Y: “Iya, yang jelas karena orang tua tidak mungkin…walaupun kami kecewa dengan keadaan begitu kan” P: “Terus “R” sendiri sikapnya ke bapak dan tante bagaimana?” Y: “Kalau “R” sendiri takut, karena dia lalu takut, karena itu dia ke neneknya dibawa kerumah sana, karena dia takut mungkin …atau mungkin dia pikir saya mau memukul atau apa” P: “Ada tidak maksudnya dukungan-dukungan dari orang lain yang selalu memberi kekuatan bapak untuk menerima keadaan itu?” Y: “Ada” P: “Siapa itu?”

Ada perasaan tidak percaya akan kehamilan anak karena anak selalu menurut akan tetapi orang tua juga tidak dapat untuk selalu mengontrol tiap jam kemana anak pergi Alasan menerima karena anak sudah salah dan orang tua pun juga sudah salah jadi harus bisa terima bagaimanapun keadaannya karena itu tetap anak sendiri dan tidak mungkin menyerahkannya kepada orang lain Tetap menerima meskipun kecewa dengan keadaan seperti itu

P3-PNGKRN,pkr P3-PM,pkr P3-PPT,prs

Page 143: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227

maksudnya sampe mo menjauh dari “R”?” Y: “Tidak” P: “Berarti memang betul-betul sudah terima dan waktu itu depe keadaan seperti itu?” Y: “Iya yang jelas karena orang tua te mungkin…walopun torang mo kecewa dengan keadaan bagitu to” P: “Terus “R” sendiri sikapnya sama bapak deng ibu bagaimana?” Y: “Kalau “R” sandiri lalu tako, karena dia lalu tako sampe itu dia ke sama neneknya bawa di rumah sana dulu, karena dia tako bangkali…atau mungkin dia pikir saya mo pukul atau apa” P: “Ada tidak maksudnya dukungan-dukungan dari orang lain maksudnya yang selalu bakase-kase kuat bapak dan untuk terima keadaan itu?” Y: “Ada” P: “Siapa itu?” Y: “Ada di…eh…salah satunya juga kita pe ajus mama sandiri to” P: “Apa yang selalu dia bilang?” Y: “Artinya di bilang karena buat juga so bagitu keadaannya jadi torang so harus terima, karena lalu kan torang waktu keadaannya “R” ini torang bertahan ke pas kawin mo kase habis melahirkan kase skolah ulang to tapi pikir-pikir juga…tidak ada itu tidak bagus lebe bae atur kase bae-bae karena dia so suka bagitu yah diatur saja” P: “Itu bapak yang datang maksudnya minta pendapat sama dorang atau dorang yang datang kemari kase sering kase tau dan?” Y: “Dorang, karena kita juga jarang mo kaluar-kaluar toh mo pigi…kita paling kaluar mo sam…to, inilah baru torang ee…pas ketemu di kase pas kita terakhir di kase tau …karena kitorang juga torang punya tanggung jawab to sebagai orang tua”

Y: “Ada, salah satunya juga kita mama saya sendiri” P: “Apa yang selalu dikatakan?” Y: “Artinya dikatakan karena sudah begitu keadaannya jadi kami harus terima, karena lalu kan kami waktu keadaannya “R” ini kami bertahan agar tidak dinikahkan, jadi setelah dia melahirkan akan disekolahkan lagi, tapi pikir-pikir juga tidak bagus, jadi lebih baik diatur bik-baik karena dia maunya begitu jadi diatur saja” P: “Itu bapak yang datang maksudnya minta pendapat sama mereka atau mereka yang datang kemari memberi tahu?” Y: “mereka, karena saya juga jarang keluar, waktu terkhir ketemu diberitahu …karena kami punya tanggung jawab sebagai orang tua” P: “Terus terakhir jalan keluarnya dinikahkan?” Y: “Iya, lalu sebenarnya waktu kami bercerita, mama dan kakeknya memberitahu karena sudah terlanjur sehingga bila anaknya sudah lahir, sekitar umur tiga atau satu tahun jika sudah tidak menete lagi baru akan disekolahkan kemudian baru akan dinikahkan tapi saya pikir-pikir kalau mau ditahan begitu jangan hamil untuk yang kedua kalinya lagi, karna anak-anak ini masa pergaulan sekarang ini lain dengan dulu, jadi saya itu mereka kawin lari maka akan lebih susah lagi, jadi lebih baik diatur saja untuk dinikahkan, supaya tidak lepas tanggung jawab dan sudah agak ringan sedikit” P: “Terus sampai sekarang “R” masih tetap diperhatikan?” Y: “Iya, kan ada disini” P: “Hubungan juga masih terjalin dengan baik?” Y: “Iya, kalau namanya anak dengan orang tua ini tidak bisa anak dibiarkan…”

. adanya ketakutan untuk terjadinya hal yang sama untuk kedua kalinya dan adanya kawin lari sehingga diputuskan untuk segera menikahkan anak

P3-PPT,pkr

Page 144: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251

P: “Terus terakhir jalan keluarnya kase kawin itu?” Y: “Iya, lalu sebenarnya ee…keluarga waktu torang bacirita dengan mamanya ngkainya kase…bae kalau kalau so talanjur kalau so tiga satu tahun depe anak so lepas toto kase skolah dulu bar u kase kawin tapi…kita pikir-pikir kalau mo tahan bagitu jangan tasalah dua kali lagi anak-anak karna anak-anak ini tidak karena masa pergaulan skarang ini lain dengan dulu to, jadi saya mo…dorang so baku bawa lari lagi adoh…susah lagi lebe bae ator saja ator kase kawin baru sudah, supaya jangan lepas tanggung jawab tapi sudah ringan sadiki” P: “Terus sampai sekarang dorang “R” masih tetap diperhatikan dan?” Y: “Iya, kan ada disini cuma artinya ada ke Tentena” P: “Hubungan juga masih terjalin dengan baik?” Y: “Iya, kalau namanya anak dengan orang tua ini tidak bisa dibiarkan” P: “iya, saya rasa itu saja, terima kasih” Y: “Iya”

P: “iya, saya rasa itu saja, terima kasih” Y: “Iya”

Page 145: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Wawancara 2 Nama : Ha Tanggal : 15 Maret 2008 Waktu : 19.00-19.22 NO Verbatim Terjemahan Analisis Awal Koding 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

P: “mo anu tanya-tanya lagi bapak yang anu kemarin itu, anu apa kalau kemarin itu apa saya lebih banyak tanya-tanya soal kejadian, kalau skarang saya lebih mau tanya sebagai bapak bagaimana perasaan bapak sebagai orang tua?” Y: “kalau saya ini sebagai orang tua to dari “R”, kalau kejadian itu menurut saya sebagai orang tua kan memang ada penyesalan to, harapan orang tua ini sebenarnya bukan… bukan mau jadi seperti itu to, harapannya orang tua ini mo bisa jadi lebih tapi karna sudah terlanjur demikian to depe jadi kita trima dengan hati yang walaupun torang orang tua kecewa torang harus trima itu yang sudah terjadi P: “ada tidaknya bapak rasa apa ini, biasanya kan orang tua menyesali atau menyalahkan diri sendiri?” Y: “iyo kalau itu memang karena waktu kejadiannya “R” itu saya terus terang saya sebagai orang tua tidak sepenuhnya saya menyalahkan anak itu juga karna ada kelalaiannya dari kita sebagai orang tua dalam mendidik anak to, yah kita juga mau persalahkan anak mungkin karena ada mungkin kekurangan dari kita sebagai orang tua yang didik dari sejak kecil atau bagaimana kela laian kita yang tidak artinya saya pribadi saya persalahkan juga ee saya…saya persalahkan juga anak tapi saya persalahkan juga saya punya orang sebagai orang tua saya juga punya kelalaian to, namanya kita sebagai manusia to ini sebagai orang tua kita juga

P: “mau tanya lagi kepada bapak mengenai yang kemarin, ka lau kemarin saya lebih banyak bertanya mengenai kejadian itu, namun sekarang saya mau tanya bagaimana perasaanya bapak sebagai orang tua?” Y: “1)kalau saya ini sebagai orang tua dari “R”, kalau kejadian itu saya memang sebagai orang tua ada penyesalan, karena harapan orang tua sebenarnya bukan seperti itu, melainkan harapan orang tua ini agar bisa jadi lebih tetapi karna sudah terlanjur demikian jadi saya terima dengan hati yang… 2)walaupun kami orang tua kecewa kami harus terima yang sudah terjadi” P: “apakah bapak merasa sebagai orang tua biasanya kan menyesali atau menyalahkan diri sendiri?” Y: “iya kalau itu memang, karena waktu kejadiannya “R” saya terus terang, saya sebagai orang tua tidak sepenuhnya menyalahkan anak karena kami juga memiliki kelalaian sebagai orang tua dalam mendidik anak, yah saya juga mau mempersalahkan anak akan tetapi mungkin karena ada kekurangan dari saya sebagai orang tua yang mendidik dari sejak kecil atau kelalaian saya yang tidak…artinya saya sebagai pribadi, saya persalahkan juga diri sendiri namun saya juga mempersalahkan anak. Saya persalahkan saya sebagai orang tua karena saya juga punya kelalaian, namanya kita sebagai manusia kan ” P: “tapi kalau dibandingkan dengan tante, dulu tante yang lebih itu dibandingkan dengan

Sebagai orang tua subjek menyesal karena harapannya orang tua tidak seperti itu karena sudah terlanjur subjek menerima walaupun kecewa Sebagai orang tua subjek tidak sepenuhnya menyalahkan anak karena ada kelalaian subjek sebagai orang tua, jika mempersalahkan anak subjek berpikir mungkin ada kekurangan dari subjek selaku orang tua yang mendidik, secara pribadi subjek mempersalahkan anak tetapi juga mempersalahkan orang tua karena lalai

1)P3-KMRHN,pkr 2)P3-PPT,prs P3-PM,pkr

Page 146: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73

harus” P: “tapi kalau dibandingkan dengan mamanya “R”lalu mamanya “R” yang lebih itu e dibandingkan dengan bapak maksudnya yang lebih memilih lalu untuk bertahan?” Y: “eh iyo, kalau itu kalau mamanya rit lalu memang tapi waktu itu mama mamanya rit yang kita juga tidak tau,kita juga kalau kita ini apa anu jarang jmo komunikasi dengan mamanya rit to kalau kita marah kita Cuma kita cuma badiam nanti anu yang datang wawancara begini baru kita baciritabegini kita karena sifatnya saya ini kalau ada hal-hal yang kita tidak suka kita badiam kita pikir-pikir juga kalau kita keluarkan juga mo bikin rebut lebih baik diam nanti kalau sudah tidak bisa kita simpan di hati baru..sama dengan kejadiannya rit lalu Cuma kita diam saja kita trima apa adanya so terjadi begitu, Cuma mamanya saja yang ba marah apa kalau saya diam saja so begitu lain manusiaini lain depe sifat sifat to kita sifatnya kalau ada yang kita t idak suka diam ” P: “tapi kan tidak ada maksudnya papa rit menyesal kalau kayak mamanya rit kan meskipun sudah dikasih kawin tapi masih ada perasaan maksudnya menyesal?” Y: “ee skarang ini saya rasa te ada karna sudah kawin to, memang kalau waktu pertama dulu memang kalau penyesalan itu ada tapi kalau skarang saya rasa biar kita juga menyesal memang so te ada gunanya to yah kita skarang tinggal kita arahkan anak-anak supaya bagaimana bagusnya to apa sudah berumah tangga cukup diarahkan saja bagaimana caranya supaya bagus karna so mereka itukan masih muda to kita orang tua usahakanlah bagaimana cara kita mengarahkan supaya bae rumah tangga”

bapak maksudnya yang lebih memilih untuk bertahan?” Y: “iya, kalau mamanya rit lalu memang iya tetapi saya juga tidak tahu,saya juga jarang komunikasi dengan mamanya kalau saya marah cuma diam saja nanti bila ada yang datang wawancara seperti ini baru saya bercerita karena sifatnya saya, kalau ada hal-hal yang saya tidak suka saya diam karena saya pikir-pikir kalau saya keluarkan juga hanya akan membuat keributan sehingga lebih baik diam nantinya, bila sudah tidak dapat saya simpan di hati baru..sama seperti kejadian “R” , saya hanya diam saja, saya terima apa adanya sudah terjadi begitu, hanya mamanya saja yang marah kalau saya diam saja, yah itu lain manusia lain pula sifatnya, saya kalau ada yang tidak saya sukai maka akan diam” P: “tapi kan tidak ada maksudnya bapak menyesal, kalau seperti tante, meskipun sudah dinikahkan tetapi masih ada perasaan menyesal?” Y: “sekarang ini saya rasa tidak ada karna sudah menikah, memang kalau waktu pertama dulu penyesalan itu ada tetapi kalau sekarang saya rasa biar saya mau menyesal memang sudah tidak ada gunanya kalau sekarang kita arahkan anak-anak bagaimana bagusnya karena sudah berumah tangga jadi cukup diarahkan saja bagaimana caranya supaya bagus karna mereka itu kan masih muda, kita sebagai orang tua usahakanlah bagaimana cara kita mengarahkan supaya baik rumah tangganya” P: “memang dulu bapak tahunya saat diberitahu itu ya?” Y: “iya” P: “pada waktu majelis datang ke sini?”

Subjek tidak menyesal karena anak sudah menikah, hanya dulu waktu pertama subjek menyesal tetapi sekarang subjek merasa meskipun menyesal tidak ada gunanya, hanya tinggal diarahkan saja anak-anak karena masih muda

P3-PM,tnd

Page 147: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112

P: “memang lalu papanya rit Cuma tau pas waktu dikasih tau itu?” Y: “iyo” P: “pas dorang majelis datang ke sini?” Y: “Iyo, mungkin lalu kalau kita juga kan karna tidak curiga apa-apa karna selama ini kita liat skolah terus to tidak ada barangkali mo bilang mo brenti ato apa tidak ada karna dia kita liat skolah terus to kita kira tidak tidak anu belum tasalah jalan padahal sudah gemuk dua bulan tiga bulan lalu waktu dorang majelis datang ke sini” P: “te tau?” Y: “iyo” P: “tapi memang waktu itu bapak tidak ada reaksi apa-apa maksudnya mau langsung bamarah maksudnya waktu pas badengar itu?” Y: “kita kalau lalu terus terang kita menangis yang kita sesali kenapa sampe bisa begitu to harapannya orang tua bukan mau jadi lebih baik menangis saja kita yang kita kalau mau reaksi mo marah ado tiada so te ada guna to saya lalu waktu mereka datang kase tau di sini itu pelayan-pelayan itu saya cuma menangis mau di bilang apa lagi kalau sudah jadi begitu” P: “lama lalu prosesnya “R” sampe dia di kase kawin?” Y: “lama sekitar brapa bulan lalu, terus terang lalu kan saya dengan mamanya yang bertahan lalu to karna sudah terlanjur tasalah jalan, rencananya saya lalu dengan mamanya lalu habis melahirkan kalau anaknya sudah bisa dilepas toto torang mau kase lanjut ulang sekolah to tapi bagaimana lalu pendapat yang lain didatang dipangge dewan adat, kepala desa ketemu dikantor sana sudah ada juga pelayan ke sini yah akhirnya lalu disetujui

Y: “Iya, mungkin dulu karena saya tidak curiga apa-apa karna selama ini saya lihat dia sekolah terus dan tidak ada mau dikatakan berhenti atau apa, saya juga melihat dia sekolah terus sehingga saya menyangka kalau dia belum hamil padahal sudah hamil dua bulan waktu majelis datang ke sini” P: “tidak tahu?” Y: “iya” P: “tapi memang waktu itu bapak tidak ada reaksi apa-apa maksudnya mau langsung marah waktu dengar itu? ” Y: “1)terus terang saya menangis, yang saya sesali kenapa sampai bisa begitu, harapannya orang tua bukannya jadi lebih baik. Menangis saja saya, kalau reaksi marah tidak ada karena sudah tidak ada gunanya. 2)Saya lalu waktu mereka datang memberi tahu di sini pelayan-pelayan itu, saya cuma menangis karena mau dikatakan apa lagi kalau sudah terjadi begitu ” P: “lama lalu prosesnya “R” sampai dia dinikahkan?” Y: “lama, sekitar berapa bulan , terus terang lalu kan saya dengan mamanya yang bertahan karna sudah terlanjur salah jalan, rencananya saya lalu dengan mamanya setelah melahirkan, kalau anaknya sudah tidak menete lagi, mau dilanjutkan lagi sekolahnya tetapi pendapat yang lain kami dipanggil dewan adat, kepala desa ketemu dikantor sana, pelayan juga sudah ke sini yah akhirnya disetujui untuk dinikahkan” P: “apa yang membuat bapak bisa menerima untuk dinikahkan kerena awalnya lalu bapak berkeras untuk tidak mau menikahkan?” Y: “begini, lalu saya pikir juga selama itu sebagai orang tua saya berpikir jangan saya tidak nikahkan mereka nanti mereka membuat hal-hal yang lebih memalukan orang tua lagi

Subjek tidak curiga apa-apa karena selama ini melihat anak sekolah terus sehingga subjek mengira anak belum salah jalan padahal sudah hamil dua bulan setelah diberitahu majelis Subjek menangis, karena harapannya anak malah tidak menjadi lebih baik, untuk marah menurut subjek tidak ada gunanya Waktu diberitahu pelayan-pelayan subjek hanya menangis karena tidak tau mau mengatakan apa lagi

P2-A m 1)P3-KMRHN,pkr 2)P3-KMRHN,prs

Page 148: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151

untuk di kase kawin” P: “apa yang anu bikin bapak bisa maksudnya untuk mau trima untuk di kase kawin kan awalnya lalu bapaknya bakeras untuk tidak mau?” Y: “begini lalu kan kita pikir juga jangan selama itu kita sebagai orang tua ini bapikir itu jangan kita kase jangan kita tidak kase kawin mereka ini jangan dorang membuat hal-hal yang lebih memalukan lagi orang tua to untuk kedua kalinya kita pikir-pikir juga ah kalau sampe terjadi begitu lebih bae di kase kawin saja kalau so begitu dorang pe mau kase kawin saja karna jangan sampe yang lebih anu lagi yang dorang anu to namanya anak-anak ini tidak sampe disitu dorang punya pemikiran, itu lalu yang buat bikin kita buat pikir…pikir…pikir…pikir yah so terjadi kase kawin daripada mo terjadi yang kedua kali depe rasa malu kalau so talanjur begitu yah” P: “waktu dulu dalam posisi anu itu tidak ada bapak sering-sering bamarah “R” misalnya kata-kata muncul kata-kata karna kejadian itu, ato bapak lebih banyak badiam?” Y: “iyo maksudnya seperti yang kita bilang tadi kalau kita…kita ini kalau bamarah tidak bisa mo langsung sampaikan begitu kita kalau ada kita pe rasa tidak anu hanya diam, kalau anu juga lain kali artinya cuma sekedar kita anu to supaya anak-anak juga bisa mengerti tapi kalau yang untuk mo bamarah begitu tidak pernah tidak ada, karna kita pikir juga itu bukan cuma kesalahannya mereka sendiri tapi ada juga torang dari kita sebagai orang tua, karna yah boleh di bilang orang tua gagal untuk mendidik to mengarahkan anak-anak kalau orang tua begini kan anak-anak tidak mo jadi demikian ”

untuk kedua kalinya, saya pikir-pikir juga kalau samp ai terjadi begitu lebih baik dinikahkan saja kalau seperti itu kemauan mereka untuk dinikahkan namanya anak-anak ini tidak samp ai disitu pemikiran mereka itu yang membuat saya pikir-pikir yah sudah terjadi jadi dinikahkan saja daripada akan terjadi yang kedua kali rasa malunya kalau sudah terlanjur begitu” P: “waktu dulu tidak ada bapak sering-sering marah misalnya muncul kata-kata karna kejadian itu, atau bapak lebih banyak diam?” Y: “iya maksudnya seperti yang saya katakan tadi kalau saya ini marah tidak bisa mau langsung sampaikan begitu, saya kalau ada rasa tidak itu hanya diam, biasanya hanya sekedar itu kan supaya anak-anak juga bisa mengerti, tapi kalau yang untuk marah begitu tidak pernah, karna saya pikir juga itu bukan hanya kesalahan mereka sendiri tapi ada juga kesalahan kami sebagai orang tua, karna yah boleh dikatakan orang tua gagal untuk mendidik dan mengarahkan anak-anak, kalau orang tua begini kan anak-anak tidak akan jadi demikian ” P: “memang bapak waktu itu sudah siap ya waktu kejadian itu, artinya sudah siap dari hati dan mau terima resikonya?” Y: “waktu kejadiannya “R” itu?” P: “iya” Y: “waktu lalu saya rasa iya, saya juga mau katakan tidak terima karena saya sudah terima, artinya saya terimalah dengan itu kan, saya juga mau katakan tidak mau terima karena sudah begitu walaupun dengan keadaan terpaksa harus saya terima ” P: “kan biasanya kalau ada kejadian seperti itu biasanya ibu kan cepat mencair, kalau ayah itu kadang marahnya itu biar tidak dikeluarkan

Subjek tidak pernah marah soal kehamilan anak karena subjek berpikiran bahwa itu bukan kesalahan mereka sendiri tetapi juga subjek sebagai orang tua karena orang tua gagal mendidik dan mengarahkan anak Waktu kejadian itu, dikatakan subjek tidak menerima tetapi sudah menerima karena sudah seperti itu keadaannya walaupun dengan terpaksa

P3-PM,pkr P3-PPT,pkr

Page 149: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190

P: “memang bapak memang waktu itu memang sudah siap dan waktu kejadian itu memang sudah siap dari hati dan mau terima apa semua depe resiko?” Y: “waktu kejadiannya “R” itu?” P: “iya” Y: “waktu lalu itu saya rasa iyo, kita juga mau bilang tidak trima karna kita sudah trima, artinya kita trimalah dengan anu to, kita juga mo bilang tidak mo trima karna sudah begitu walaupun dengan keadaan terpaksa harus kita trima” P: “kan biasanya kalau dari…kalau ada kejadian kayak begitu biasanya ibu kan cepat mencair to kalau ayah itu kadang depe marah itu biar dia tidak kase keluar depe marah tapi masih terus tersimpan dalam hati ee kemarahannya itu?” Y: “kalau kita kembali tidak kita tidak bisa mau simpan kemarahan itu mo lama-lama biasanya kita kalau marah marah ini malam depe besok artinya habis , tidak ada mo rasa dendam ato kita mo simpan lama-lama sama bedanya kita dengan mamanya ini, lain kali mamanya sampe berapa hari dia tidak mau bicara itu, tapi kita tidak padahal kita sudah… kita kalau marah ini hari ini malam depe besok tidak ada lagi sama dengan kejadiannya “R” lalu ini memang marah butul sampe kita tinggal menangis karna memang sudah tidak bisa tahan anu to tahan emosi kita menangis tapi depe besoknya ulang kita pikir-pikir kalau kita tidak stuju saya dengan mamanya harus kase biar saja sudah demikian tapi untuk di mo d i kase kawin lalu ternyata masih bertahan to, “R” juga masih muda masih bisa untuk sekolah tapi akhirnya juga makin hari makin dipikir mungkin bagi mereka jangan sampe buat hal-hal yang lain lagi kase kawin

marahnya tetapi masih terus tersimpan dalam hati kemarahannya itu?” Y: “kalau saya tidak, saya tidak bisa untuk menyimpan kemarahan itu lama-lama, biasanya saya kalau marah malam ini, besoknya habis, tidak ada dendam atau saya mau simpan lama -lama. itulah bedanya saya dengan mamanya, biasanya mamanya samp ai berapa hari dia tidak mau bicara tetapi saya tidak karena saya kalau marah hari ini besok malamnya tidak ada lagi, sama dengan kejadian “R” dulu, saya memang sangat marah samp ai saya hanya menangis karna sudah tidak bisa tahan emosi tetapi besoknya saya pikir-pikir ka lau saya tidak setuju dengan mamanya harus dibiarkan saja karena sudah demikian tapi untuk dinikahkan ternyata masih bertahan karena “R” juga masih muda, masih bisa untuk sekolah tetapi akhirnya juga makin hari makin dipikir mungkin bagi mereka jangan sampai membuat hal-hal yang lain lagi yah dinikahkan saja” P: “berarti lalu bapak yang membujuk tante agar supaya dinikahkan?” Y: “iya, kalau mamanya lalu tidak pernah juga saya bujuk, mamanya hanya dengar dari saya, kalau saya sudah iyakan, mamanya juga iya. Waktu lalu dibicarakan dikantor, karna dia sudah mendengar saya mengiyakan untuk diatur yah mamanya terpaksa juga ikut dengan kakeknya” P: “tapi memang bapak termaksud cepat menerima?” Y: “tidak juga, lalu lama berapa bulan dewan adat sudah bolak balik di sini tetapi kami bertahan tapi lama-kelamaan karena dewan adat sudah ke sana kemari begitu juga pelayan, kalau malu lagi untuk yang kedua kali, memang dulu ada isu-isu mau kawin lari

waktu kejadian anak subjek memang marah akan tetapi hanya menangis karena subjek tidak dapat menahan emosi Subjek lama baru dapat menerima meskipun dewan adat sudah bolak-balik ke rumah akan tetapi subjek tetap bertahan, subjek tidak ingin malu untuk kedua kalinya karena subjek mendengar isu bahwa anak akan kawin lari sehingga

P3-KMRHN,prs P3-LM

Page 150: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229

saja” P: “brarti lalu bapak yang bujuk-bujuk mamanya “R” supaya kase kawin karna kan mamanya rit..?” Y: “iyo kalau mamanya “R” lalu tidak pernah juga mau apa…mau kita bujuk-bujuk, mamanya “R” kan kurang dengar dari saya to kalau kita sudah ba iyo mamanya “R” juga iyo, waktu lalu dibicarakan dikantor karna dia dengar saya sudah ba iyo untuk diatur yah mamanya terpaksa juga ba iko ba iyo dengan depe ngkai” P: “tapi memang bapak termasuk cepat dan batrima itu anu itu?” Y: “tidak juga, lalu lama brapa bulan lalu so bola bale itu di sini dewan adat tapi torang bertahan, tapi lama -lama anu akan dewan adat so ke sana kemari begitu juga pelayan kalau malu lagi dua kali, memang lalu ada isu-isu lalu mau bilang mau baku bawa lari pikir-pikir jangan sampe mo anu dua kali atur saja supaya bagus bagaimana baiknya to ” P: “kalau misalnya ada masalah apa, masih ada pikir-pikr karna masalah lalu itu?” Y: “te ada kita… kalau lalu yah sudah lama kita pikir untuk yang kedepan bagaimana depe kelanjutan kedepan bagaimana kalau bisa depe hidup yang bagus, rumah tangga yang bagus jangan masih muda sedikit cekcok namanya kawin muda ini kalau orang tua tidak bisa arahkan dengan baik mau jadi apa ini kawin masih muda skali” P: “termasuk anu juga bapak ini artinya bisa batahan emosi dan biasanya kan kalau anu itu dari pihaknya bapak cepat skali anu to ?” Y: “Kalau “R” itu lalu kita kurang tau karna mamanya lalu sana to karna dorang di sana yang laki-lakinya ditinggal dikampung iyo macam kalau sifatnya saya ini tidak mau baku

sehingga saya pikir-pikir jangan samp ai terjadi untuk yang kedua kalinya sehingga diatur saja bagaimana baiknya ” P: “kalau misalnya ada masalah, apa masih ada pemikiran karna masalah itu?” Y: “tidak ada, saya kalau lalu sudah lama memikirkan untuk yang kedepan bagaimana kelanjutan kedepan kalau bisa hidup yang bagus, rumah tangga yang bagus jangan masih muda sedikit cekcok, namanya menikah muda kalau orang tua tidak bisa arahkan dengan baik jadinya seperti apa karena nikahnya masih muda sekali” P: “bapak termasuk mampu menahan emosi, biasanya kan kalau dari pihaknya bapak cepat sekali itu kan ?” Y: “Kalau “R”itu lalu saya kurang tahu karna mamanya lalu sana, karna mereka di sana dan yang laki-lakinya ditinggal dikampung. kalau sifatnya saya ini tidak mau salah paham dengan orang lain, kalau ada emosi yang tidak bisa saya keluarkan kepada yang bersangkutan biasanya saya hanya menangis , kalau saya sudah menangis, sudah lega, saya pikir juga jika saya emosi, saya tidak bisa kendalikan kan bisa-bisa merugikan diri sendiri, bagaiman caranya kalau bisa saya tekan emosi, jika sudah menangis, sudah keluar air mata, emosi itu sudah keluar” P: “tapi waktu dalam proses bapak belum menerima untuk menikahkan “R, bapak sering juga berbicara dengan “R”?” Y: “iya, kalau lalu kan “R” lama sama neneknya, dari sejak kejadian itu kan lama sama neneknya nanti sudah mendekati bersalin lalu baru dipindahkan ke sini, neneknya juga menjaga jangan saya masih itu, jangan ada apa-apa misalnya salah sedikit kemudian saya tidak bisa tahan emosi jadi

lebih baik diatur Anak berada ditempat nenek saat kejadian karena takut jika terjadi sesuatu karena tidak dapat menahan emosi

P3-KMRHN,tnd

Page 151: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268

tasalah kalau ada emosi yang tidak bisa kita kase keluar langsung sama yang bersangkutan biasanya kita cuma menangis kalau kita sudah menangis sudah itu…sudah lega, pikir-pikir juga kita emosi juga kita tidak bisa kendalikan kan bisa-bisa juga merugikan diri sendiri bagaiman caranya kalau bisa kita tekan torang punya emosi to torang sudah menangis sudah keluar air mata sudah emosi itukan bisa sudah” P: “tapi wa ktu dalam proses itu bapak belum mau batrima apa belum mau kase kawin “R” itu anu sering juga bicara dengan “R”?” Y: “iyo, kalau lalu kan “R” lama sama nenek di sana dari sejak kejadian itu kan lama sama neneknya, nanti somo dekat-dekat mau bersalin lalu baru dikasih pindah di sini kan neneknya jaga jangan kita masih anu to jangan ada apa-apa tasala sedikit kong torang tidak bisa tahan emosi somo berapa malam mo melahirkan baru diantar di sini” P: “bapak tidak pigi?” Y: “kita kalau sama neneknya pigi tapi mungkin juga tako kan dia” P: “bapak juga tidak bategur “R”?” Y: “kita kan sifatnya kita kalau tidak talalu penting tidak mau bicara sama dengan mamanya kalau tidak penting tidak jarang torang mo..” P: “brarti bukan karna maksudnya masih marah?” Y: “tidak kalau itu tidak, kita itu kan karena so bagitu depe to sifat bagitu nanti kalau ada yang penting-penting baru bicara” P: “tapi bicara disitu kan tidak emosi sampe tabawa-bawa itu masalah?” Y: “tidak, sama dengan yang kita bilang tadi kan kita kalau emosi itu tidak pernah kita bawa-bawa kalau biasa kita sudah marah

nanti beberapa malam akan melahirkan baru diantar di sini” P: “bapak tidak pergi?” Y: “saya kalau sama neneknya pergi tetapi mungkin juga dia takut” P: “bapak juga tidak menegur “R”?” Y: “saya kan sifatnya kalau tidak terlalu penting tidak mau bicara, sama saja dengan mamanya kalau tidak penting jarang kita mau..” P: “berarti bukan karna masih marah?” Y: “tidak, kalau itu tidak, saya kan karena sudah begitu sifatku yah kalau ada yang penting-penting baru bicara” P: “tapi bicara disitu tidak emosi samp ai terbawa-bawa masalah itu?” Y: “tidak, sama dengan yang saya katakan tadi kalau emosi, itu tidak pernah saya bawa-bawa. kalau biasa saya sudah marah, sudah habis disitu” P: “waktu lalu mau menikahkan “R” itu, tidak ditanya “R” maksudnya kau ini pilih mana mau nikah atau diberi pilihan lain?” Y: “kalau saya tidak menanyakan lalu mungkin mamanya yang tanya, kalau saya lalu saya pikir samp ai mereka berdua begitu, karna jelas meskipun kami tidak menanyakan jelas mengatakan akan menikah, jadi lebih baik diatur saja supaya tidak rusak lagi” P: “waktu sudah dinikahkan sudah lega?” Y: “iya, sudah lega, saya merasakan tidak ada lagi mau memikirkan ke sana kemari lagi karena sudah ada di sini” P: “bapak lalu pernah mendengar mereka bercerita mengenai masalahnya?” Y: “tidak ada, karna saya jarang itu, saya kalau di sini saya juga malas, kalau hanya kaluar bercerita saya biasanya hanya ke papa susi, tua rinto, biasanya kalau itu sudah pulang

Page 152: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300

sudah habis disitu” P: “waktu lalu mau kase kawin “R” tidak ditanya “R” maksudnya kau ini pilih mana mau kawin ato di kase pilihan?” Y: “kalau kita tidak tanya lalu cuma mamanya barangkali tanya kasana, kalau kita lalu kita pikir sampe dorang dua bagitu karna jelas biar torang tidak tanya jelas dorang bilang mo kawin jadi lebih bae diatur saja supaya tidak bikin rusak lagi” P: “pas so d i kase kawin so lega?” Y: “iyo, itu juga karna artinya sudah lega dapa rasa tidak ada lagi mau pikirkan ee kasana kamari lagi sudah ada di sini” P: “bapak lalu sempat dengar orang-orang bacirita tentang ini masalah?” Y: “tidak ada juga, karna kita jarang mo, kita kalau di sini kita juga malas kalau cuma kaluar bacirita-carita yah saya biasanya paling cuma sama papa susi, tua rinto sana biasa kalau anu sudah pulang tiada kita mo kan kita kalau siang dikebun jarang kita dengar-dengar ceritanya orang barangkali bagin- bagini kita juga kita pikir biar orang cerita tapi dikatakan untuk apa torang mo anu to kalau memang sudah begitu to depe anu yang penting kita tidak pernah ganggu orang lain kita pikir untuk torang punya anu sendiri” P: “hanya itu saja anu yang saya mo tanya sama bapak, trima kasih atas bapak punya apa bantuan” Y: “iyo”

tidak ada lagi mau itu, saya kalau siang dikebun jarang saya dengar ceritanya orang saya juga pikir meskipun orang bercerita tetapi dikatakan untuk apa kami mau begitu kalau memang sudah begitu yang penting kita tidak pernah mengganggu orang lain ” P: “hanya itu saja yang saya mau tanya sama bapak, terima kasih atas bantuannya” Y: “iya”

Jika orang bercerita untuk apa ditanggapi jika sudah seperti itu kenyataannya yang utama subjek tidak pernah mengganggu orang lain.

P3-PM,pkr

Page 153: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Wawancara 1 Nama : Ra Tanggal : 18 Januari 2008 Waktu : 18.30-18.53 No Verbatim Terjemahan Analisis Awal Koding

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

P: “Mau tanya dulu nama lengkapnya tante?” X: “Ra” P: “Ra, umurnya tante skarang?” X: “40” P: “40 tahun, aa…kalau skarang aktifitasnya tante ? X: “Cuma…di kobong, jadi petani ato lain kali ba jaga ini cucu yang kecil ini” P: “Kalau dulu ee…waktu sebelum terjadi kerusuhan itu biasa ibu ee…mendidik cara mendidik anak itu bagaimana?” X: “Mendidik anak ini kalau misal macam yah bagi orang tualah jangan selalu keluar boleh keluar tapi jaga diri bae-bae…jangan dapa musibah-musibah yang tidak disetuju orang tua…tapi yah so begitulah boleh dikata so kuat juga penjagaannya orang tua ini sebenarnya orang tua tidak …tidak setuju mo begitu to” P: “Baru biasa…kalau wak.. ee…waktu mendidik anak itu biasa kesulitan-kesulitan yang ibu hadapi apa biasanya” X: “yang paling sulit itu kalau dorang di kase tau tapi tidak badengar, kadang bikin kita sakit hati, dorang pe babantah-babantah itu ” P: “trus kalau temannya “S” tante tau juga dengan siapa dia bergaul?” X: “iya, kita tau tapi ee kalau anu dorang punya nama-nama kita tidak terlalu hapal karena ini ee “S” kan banyak skali depe teman jadi kita tidak talalu tau ee siapa siapa depe nama..cuma datang ee datang begitu saja, waktu “S” pe…pesta dorang anu ada itu datang”

P: “Mau tanya dulu nama lengkapnya ibu?” X: “Ra” P: “Ra, umurnya ibu sekarang?” X: “empat puluh” P: “empat puluh tahun, kalau sekarang aktifitasnya ibu? X: “hanya dikebun, jadi petani atau biasanya menjaga cucu” P: “Kalau dulu waktu sebelum terjadi kerusuhan cara ibu mendidik anak itu bagaimana?” X: “Mendidik anak ini kalau bagi orang tua jangan selalu keluar, boleh keluar tetapi menjaga diri baik-baik jangan mendapatkan musibah yang tidak disetujui oleh orang tua…tapi yah begitulah bisa dikatakan sudah kuat penjagaannya orang tua ini sebenarnya orang tua tidak setuju mau begitu” P: “kemudian waktu mendidik anak kesulitan-kesulitan yang ibu hadapi apa?” X: “yang paling sulit itu kalau mereka diberitahu tetapi tidak mendengar, kadang buat saya sakit hati, sikapnya yang melawan ” P: “terus ibu juga tahu dengan siapa dia bergaul?” X: “iya, saya tahu tetapi kalau nama-nama mereka saya tidak terlalu hapal karena dia banyak sekali temannya jadi saya tidak terlalu tahu siapa-siapa namanya, hanya datang begitu saja, pada waktu pestanya “S” mereka datang” P: “oh..begitu, terus sebelum kerusuhan di mana tempat tinggalnya ibu?” X: “Di tambaro sini memang dari dulu kami tinggal di sini d i tambaro” P: “waktu sebelum kerusuhan bagaimana ekonomi keluarga yang ibu rasakan waktu sebelum

subjek mendidik anak jangan selalu sering keluar, boleh keluar tapi menjaga diri baik-baik agar tidak mendapatkan musibah yang tidak disetujui oleh orang tua Yang paling sulit jika anak diberitahu tapi tidak mendengarkan, kadang buat sakit hati caranya membantah orang tua Subjek mengetahui dengan siapa anak bergaul akan tetapi tidak mengetahui namanya

P1-LB,umr P1-LB,pkj P1-PA,cr P1-PA,ksltn P2-Pnyb,tnd

Page 154: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72

P: “oh..begitu, Lalu sebelum kerusuhan di mana tempat tinggalnya ibu?” X: “Di tambaro sini memang dari dulu kan torang ee ini anu tinggal di sini di tambaro” P: “waktu sebelum kerusuhan ee bagaimana ekonomi keluarga yang ee tante “S” rasakan ee waktu sebelum kerusuhan?” X: “ee..waktu sebelum kerusuhan itu ee ekonomi kita rasa masih ada bagus…anu tidak tidak rupa waktu kerusuhan sedangkan itu apa mau cari makan saja susah sedangkan ee doi tidak ada..bagaimana orang mau cari doi ee kalau tidak bisa ke sana kemari” P: “jadi ee waktu kerusuhan itu bagaimana tante ee penuhi kebutuhan itu ee kebutuhan sehari-hari kayak makan?” X: “kita anu ee bajual…bajual apa ee sayur iya..jadi kita turun bajalan dari panjoka ke poso..ee itu hampir setiap hari karna ee kalau tidak begitu susah cari makan…belum ini anu dorang papa “S” tidak bisa apa ke sana kemari karena anu itu tako didapat orang, jadi mau tidak mau torang yang perempuan itu yang mencari doi baapa ba jual jual sayur” P: “Waktu kerusuhan itu langsung mengungsi di panjoka?” X: “Iya langsung mengungsi karena di panjoka itu kan anu apa kebetulan ada torang punya saudara” P: “waktu ke panjoka itu jalan kaki?” X: “iya..iya saya ingat itu anu torang dari sini di tambaro ini jalan kaki sampe panjoka ee baru ini depe jalan pe kecil ee anu cuma ada jalan setapak kendaraan juga sulit masuk ee anu itu memang ee perjuangan skali waktu kerusuhan itu” P: “Waktu kerusuhan itu ee…apa ada perbedaan caranya tante “S” ba…apa ba perhatikan anak?”

kerusuhan?” X: “1)waktu sebelum kerusuhan, ekonomi saya rasa masih bagus…2)tidak seperti waktu kerusuhan itu saja cari makan susah sedangkan uang tidak ada, bagaimana orang mau mencari kalau tidak bisa ke sana kemari” P: “jadi waktu kerusuhan itu bagaimana ibu penuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan?” X: “saya jual sayur, jadi saya jalan dari panjoka ke poso itu hampir setiap hari karna kalau tidak begitu akan susah cari makan…belum lagi papanya tidak bisa ke sana kemari karena takut ditemukan orang, jadi mau tidak mau kami yang perempuan itu yang mencari uang dengan berjualan sayur” P: “Waktu kerusuhan itu langsung mengungsi di panjoka?” X: “Iya langsung mengungsi karena di panjoka kebetulan ada saudara kami” P: “waktu ke panjoka itu jalan kaki?” X: “iya..iya saya ingat waktu itu kami dari tambaro ini jalan kaki sampai kemudian jalannya kecil, yang ada hanya jalan setapak, kendaraan juga sulit masuk. Waktu itu memang perjuangan sekali waktu kerusuhan” P: “Waktu kerusuhan itu apa ada perbedaan caranya ibu memperhatikan anak?” X: “Boleh dikatakan juga tidak…anak-anak juga diperhatikan, karena orang sudah campur di sini ini kan, di panjoka ini…yah sudah diperhatikan juga tetapi…karena situasi keadaan boleh dikatan mengungsi…jadi anak-anak salalu jalan, dilarang juga tetapi seperti yang saya katakan itu” P: “Waktu ditempat pengungsian kan dari rumah sandiri terus tinggal di tempat pengungsian kan, bagaimana perasaannya ibu?” X: “Yah perasaan itu kalau meninggalkan tempat yang sebenarnya pikirnya macam-macam…dapat dikatan akan sulit hidup ini…tapi yah berkat Tuhan sehingga tetap”

Sebelum kerusuhan ekonomi masih bagus waktu kerusuhan, cari makan susah, uang tidak ada, susah bepergian

1)P1-K,blm 2)P1-K,sdh

Page 155: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111

X: “Boleh di bilang juga tidak…boleh diperhatikan anak-anak karena orang sudah baku campur di sini ini to, so takumpul di panjoka ini…so diperhatikan juga tapi…karena ya situasi keadaan boleh dikata mengungsi…so anak-anak salalu jalan, dilarang juga tapi bagitu macam kita bilang itu” P: “Waktu di…tempat pengungsian kan dari rumah sandiri trus tinggal di tempat pengungsian to, bagaimana perasaannya tante?” X: “Yah perasaan itu…perasaan itu kalau meninggalkan tempat yang sebenarnya to depe pikirnya macam-macam…boleh dikata bukan mo sulit hidup ini…tapi yah berkat Tuhan bukan bilang bagimana tetap” P: “Baru waktu itu pas sudah ditempat tante mengungsi tante tau dengan siapa anak-anaknya tante bergaul?” X: “Pokoknya pergaulan itu biasa…pergaulan-pergaulan biasa saja yang dijalaninya… P: “Waktu itu kondisi apa model tempat pengungsiannya itu, bagemana tante saat itu?” X: “Satu rumah itu berapa orang…berapa rumah tangga, tapi anu kan ee waktu itu karna...karna disitu mana di panjoka itu anu ee kebetulan torang apa punya keluarga jadi lumayan...cuma biar itu itu keluarga tapi tidak baku apa enak juga jadi torang juga iya noh harus juga ba itu usaha” P: “Baru anak-anak juga tidur disitu?” X: “Iya disitu, tapi tidak apa juga talalu lama juga itu torang tinggal deng apa kluarga karena anu saya bilang juga sama papanya ini anak-anak itu supaya barangkali ini apa torang ee bacari tinggal sendiri karena tidak enak juga dengan keluarga to jadi ada itu lumbung yang sudah tidak dipake sudah anu disitu jadinya apa ini torang tinggal. Itu papanya ada baapa

P: “kemudian waktu itu setelah sudah ditempat ibu mengungsi ibu tahu dengan siapa anak-anaknya ibu bergaul?” X: “Pokoknya pergaulan itu biasa…pergaulan-pergaulan biasa saja yang dijalaninya… P: “Waktu itu kondisi pengungsiannya itu, bagaimana ibu?” X: “Satu rumah itu terdiri atas berapa rumah tangga, tetapi karena di panjoka itu kebetulan keluarga kami, jadi lumayan...hanya saja meskipun itu keluarga tapi tidak enakan juga jadi kami juga harus berusaha” P: “terus anak-anak juga tidur disitu?” X: “Iya disitu, tapi kami juga tidak terlalu lama tinggal dengan keluarga karena saya katakan juga kepada papanya agar supaya kita mencari tempat tinggal sendiri, karena tidak enak juga dengan keluarga. jadi ada lumbung yang sudah tidak dipakai, disitu kami tinggal. Papanya juga mengusahakan pondok-pondok kami, dindingnya tinggal ditutupi. Tidak masalah kami tinggal disitu yang penting tidak gabung dengan keluarga karena susah juga” P: “kemudian anaknya ibu kapan kejadian itu terjadi?” X: “waktu dia SMA, waktu itu dia sedikit lagi mau ujian karena dia sudah kelas tiga, jadi saya katakan kepada papanya agar anak itu diatur supaya bisa ikut ujian” P: “waktu ada tidak ibu curiga dengan kehamilan? kan biasanya kalau orang tua mengetahui awalnya” X: “Pada waktu itu saya juga kurang tahu, hanya kalau yang saya lihat anak ini lebih banyak diamnya padahal dia kan orangnya cerewet, biasa juga didapur dia sering melamun, tapi tidak ada keinginan saya untuk tanya-tanya juga ke dia kenapa, hanya saya pikir mungkin ada masalah dengan temannya tetapi tidak ada saya mau berpikir bahwa anak ini mungkin hamil. Terus anak ini kan memang dekat dengan saya, kalau ada masalah atau saat disekolah ada temannya yang buat sakit hatinya dia suka cerita

Waktu di panjoka dalan satu rumah tinggal beberapa rumah tangga tetapi untungnya mengungsi ditempat keluarga, meskipun demikian tetapi harus tetap berusaha Anak hamil saat SMA, sedikit lagi mau ujian karena kelas tiga, subjek meminta kepada suami untuk mengatur anak agar bisa ikut ujian Subjek kurang mengetahui kehamilan anak, akan tetapi anak yang tadinya cerewet lebih banyak diam, anak sering terlihat melamun didapur tetapi subjek tidak berniat untuk menanyakan, subjek hanya berpikir bahwa anak sedang dalam masalah dan tidak ada pemikiran anak sedang hamil.

P1-K,pnggsian P2-Kpn P2-A m

Page 156: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150

usaha akan torang punya itu pondok-pondok dang eh apa tinggal dipele-pele itu dinding apa anu biar jo apa torang itu tinggal susah yang penting itu so tidak gabung dengan itu keluarga karena susah juga” P: “Baru itu…anaknya tante pas itu kejadian kapan itu terjadi?” X: “ee…waktu dia SMA napa ini “S” ini apa dia itu kan sudah anu artinya dia ini kurang sedikit lagi mau ujian karna dia apa so klas 3 itu anak jadi kita bilang sama papanya itu anak coba anu dia apa dia diatur akan dulu itu anak supaya dia juga bisa ikut ujian itu anak” P: “waktu itu pertama ada tidak tante curiga itu dengan kehamilan, kan biasanya kalau orang tua to tau awal-awalnya dia punya anak itu” X: “Pada waktu itu kita juga kurang apa tau, cuma kalau yang apa kita liat dang ini anak ini kanapa dia slalu orang bilang cerewet jadi dia itu kayak lebih banyak diamnya, biasa juga kita anu dia di apa itu didapur anu kita liat dia sudah sering apa dan…sering me lamun, tapi tidak ada juga ini apa kita punya hati lalu itu mau tanya-tanya juga sama dia kenapa cuma ini kita pikir staw dia anu mungkin apa ada masalah dengan temannya tapi tidak ada juga kita mau pikir-pikir barangkali apa dang ini anak so kenapa mungkin hamil tidak ada juga baru ini anak kan memang dia dekat dengan saya kalau apa itu dia ada masalah atau pas dia ada pi skolah ada temannya yang barangkali ada apa bikin anu apa sakit hati sama dia mungkin anu dia itu suka cerita akan apa cerita dan bacirita sama saya kalau dia ada masalah tapi kita tunggu-tunggu ini anak juga apa tidak ada juga cerita sama saya” P: “Trus bagaimana apa dan tante tau” X: “jadi begini...kan waktu itu malam ada ini siapa dorang itu majelis ada datang kerumah

ke saya kalau dia ada masalah tetapi saya tunggu-tunggu dia juga tidak cerita ke saya” P: “Trus bagaimana ibu mengetahuinya” X: “jadi begini, waktu itu ada majelis datang kerumah dengan ibunya yang ada disebelah rumah, saya pikir ada apa sehingga malam hari ke rumah, waktu itu saya sedang memasak karena baru tiba dari kebun jadi memasak untuk malam, kemudian bapaknya memanggil saya dan mengatakan kalau dia diberitahu oleh majelis bahwa anak telah hamil, ternyata anak takut kepada bapaknya karena dia tahu bahwa bapaknya keras sehingga takut di pukul oleh karena itu dia memberitahu tantenya kalau sudah hamil, pantas saja pada waktu saya ketemu tantenya, dia mengatakan mau datang kerumah malam itu” P: “kemudian waktu ibu tahu, bagaimana perasaannya ibu? ” X: “saya ini seperti ingin pergi untuk memukulnya, saya hanya menguatkan hati saja, saya waktu itu hanya diam saja karena saya tidak tahu mau buat apa lagi, kemudian saya memikirkan juga kalau dia akan mengikuti ujian tapi sudah terlanjur hamil, siapa yang tidak akan sakit hati, sejak itu saya diam saja dan tidak bicara lagi” P: “waktu itu jalan keluarnya bagaimana?” X: “waktu itu karna dia mau ikut ujian jadi kami belum mengaturnya untuk dinikahkan karena takutnya dia tidak bisa mengikuti ujian, papanya juga sudah meminta untuk tidak diatur dulu, nanti setelah lulus baru diatur” P: “berarti pada malam itu sudah ada rencana untuk diatur?” X: “iya, memang sudah direncanakan tetapi menunggu dia lulus sekolah dulu baru kami mengaturnya” P: “tapi pada waktu itu ibu tidak memukulnya?” X: “Kalau hanya mauku itu saya mau lepas tangan tapi setiap mau begitu kakak sepupunya selalu mengawasi saya, jangan sampai saya memukul atau

Majelis datang kerumah subjek dengan saudara subjek. Subjek mengira-ngira maksud kedatangan majelis kerumah, saat itu subjek sedang memasak sehabis dari kebun untuk persiapan makan malam. Suami memanggil dan memberitahukan bahwa majelis memberitahukan anak telah hamil. Ternyata anak karena takut kepada suami yang keras, takut dipukul, anak melapor kepada saudara subjek bahwa telah hamil. Subjek seperti ingin memukul anak, akan tetapi subjek tinggal menguatkan hati. Subjek hanya diam saja, subjek tidak mau melakukan apa-apa lagi, subjek berpikir anak akan ikut ujian, subjek diam dan tidak bicara lagi Anak diatur menunggu lulus sekolah dulu Bila mengikuti kemauan, subjek akan menampar anak, akan tetapi keponakan selalu mengawasi agar

P2-A m P3-KMRHN,pkr P3-PM,tnd P3-KMRHN,prs

Page 157: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189

dengan apa ini depe mama tua yang itu ada dibawah, kan kita kira barangkali ada apa ini malam-malam ada datang, waktu itu kita sementara bamasak kan karna anu juga kita kan itu baru apa dari anu dari kebun jadi mau bamasak untuk malam, kong depe papa ada panggil kita , kita baru di kase tau itu sama dorang majelis ini apa kalau ini anak ada hamil sudah dia, rupanya ini anak karena mungkin apa dia ada tako staw sama dia punya papa kan karna ini anak tau kan depe papa itu apa dan keras orangnya barangkali dia tako staw mau dipukul depe papa jadi dia ada lapor sama depe mama tua kalau dia so ada depe isi ini anak, pantas juga waktu saya ada ketemu mama tuanya itu dia ada bilang katanya dia anu apa itu malam dia mau datang di rumah” P: “baru waktu ee apa waktu tante tau bagaimana apa perasaan” X: “adoh kita ini apa kayak kita mau pigi apa pukul itu anak tapi kurang kita ada kase kuat itu hati, pokoknya kita apa dan waktu itu cuma badiam akan saja karna kita apa juga tidak tau mau bikin apa lagi baru ini yang kita pikir dia sudah mau iko itu ujian kong begitu ee sapa yang tidak mau sakit hati, kita dari situ sudah badiam-diam trus tidak bicara lagi ” P: “waktu itu malam jadi bagaimana apa jalan kluarnya?” X: “ee waktu itu karna ini anak mau iko ujian jadi torang belum atur dulu itu apa dan mau di kase kawin karna takutnya nanti dia apa tidak bisa ikut ujian, depe papa juga minta supaya apa ini tidak usah dulu diatur ini anak jadi nanti kalau dia sudah lulus baru diatur ulang” P: “brarti itu malam memang sudah apa dan dibicarakan mau diatur?” X: “iya, memang sudah direncanakan tapi ini kan anu tunggu apa dia lulus dulu sekolah baru

lepas tangan, karena jika saya sudah memukul, nanti saya puas baru akan berhenti memukul, memang saya marah seperti ingin saya meninggalkan” P: “terus keluarga tahu?” X: “kan yang pertama tahu tantenya, jadi waktu itu tantenya memanggil majelis agar mereka yang memberitahu saya dan papanya karena mereka takut sama papanya, mungkin kalau saya hanya menangis tapi papanya kan keras, takutnya akan memukul atau mengusir anaknya, tetapi untungnya ketika diberitahu, papanya tidak marah, papanya hanya diam saja” P: “ibu juga yang memberitahukan keluarga?” X: “tidak, papanya yang memberitahu neneknya karena waktu itu saya sakit karena memikirkan “S”, sedangkan jalan saja saya tidak kuat” P: “kemudian reaksi keluarga bagaimana?” X: “kalau mereka terserah kami maunya bagaimana, hanya saja neneknya memberitahu kami untuk tidak memarahi karena semuanya sudah terjadi, yah mau bagaimana lagi, yang penting anak diatur dengan baik agar mereka menyadari kalau mereka disayang oleh orang tua” P: “kemudian bagaimana perasaanya ibu dengan keluarga, apakah ada rasa malu?” X: “malu, akan tetapi untuk apa malu terus dengan keluarga, nanti tidak ada yang mengaturnya, belum lagi saya pikir jangan sampai dia lari dari rumah karena yang saya takutkan dengan papanya adalah anak ini nekat, kalau dia lari, belum selesai satu masalah nanti akan tambah masalah baru lagi. Mungkin saja dia berpikiran karena sudah salah lebih baik lari dari rumah saja. Jadi saya dengan papanya, menunjukkan sikap yang baik agar dia tidak tertekan” P: “kalau apa dengan tetangga,bagaimana perasaannya ibu” X: “yah malu juga, tidak tahu mau ditaruh di mana muka ini, tapi mau menyesal juga semuanya sudah

tidak memukul karena jika subjek menampar sampai puas, subjek emosi seperti ingin meninggalkan anak Yang pertama mengetahui adalah saudara subjek, saudara subjek memanggil majelis untuk memberitahukan kepada subjek berhubungan saudara subjek juga takut kepada suami subjek yang keras, takutnya anak akan dipukul atau diusir. Akan tetapi, pada saat diberitahu suami tidak marah hanya diam saja Subjek malu dengan keluarga tetapi jika malu anak tidak ada yang atur, selain itu subjek berpikir agar anak tidak lari dari rumah karena hal itu yang ditakuti oleh subjek dengan suami karena anak suka nekat, jika anak lari maka akan menambah masalah sehingga subjek dan suami menunjukkan sikap yang baik agar anak tidak tertekan Ada perasaan malu dengan tetangga, tetapi bila dipikir sudah terjadi, ingin

P2-A m P3-PM,pkr P3-PPT,pkr

Page 158: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228

torang atur” P: “Tapi waktu itu tante tidak sampe bapukul dan tidak?” X: “Kalau cuma mauku itu kita mo lepas tangan tapi kalau so mo anu bagitu salalu depe kakak spupu itu awasi kita, jangan dia bilang sampe bapukul jangan-jangan lepas tangan sama dia, karena kalau kita so eh kalau kita so mo lepas tangan boleh dikata nanti puas baru berenti, emosiku itu memang memang kita marah memang ukur tobat macam kita mo kase tinggal langsung” P: “Baru waktu itu keluarga tau?” X: “kan apa itu yang pertama tau itu kan depe mama tua, jadi dia punya ini mama tua ada pangge dorang majelis jadi dia kase tau dorang ini majelis biar nanti dorang majelis yang kase tau langsung sama saya dengan papanya karna dorang juga ada depe tako tako karna ini yang apa dorang tako akan itu depe papa sudah jo saya ini paling kita cuma mau menangis tapi depe papa yang begitu apa keras takutnya dia mau pukul atau usir ini apa depe apa anak tapi juga untung waktu di kase tau itu papanya tidak juga mau apa dan mau mau marah dia cuma badiam saja waktu di kase tau ” P: “kalau selain tante itu ma tuanya tante yang kase tau sama keluarga?” X: “tidak, papanya yang kase tau sama depe nenek di sana karna kita ini dan waktu itu dapa sakit karna bapikir –pikir akan ini “S” jadi sedangkan bajalan saja kita ini tidak kuat” P: “Baru reaksinya keluarga waktu itu bagaimana?” X: “yah kalau dorang itu dan terserah kita di sini mau apa atau kayak bagaimana, cuma anu kalau dari neneknya kan itu dia bakase anu aja kase tau dan kalau ini anak jangan torang mau tambah marah karna smua sudah itu juga sudah

terjadi, kalau malu memang ada, saya juga sempat tidak keluar rumah karena tidak enak nantinya akan ditanya-tanya namun rasa malu ini saya tahan, mereka pun juga tidak ada saya lihat membicarakan hal-hal yang kurang baik tentang masalahnya “S”” P: “ibu lama baru bisa menerima keadaan “S”?” X: “1)saya lalu satu minggu baru bisa menerima keadaannya, 2)waktu diberitahu oleh majelis saya kecewa sekali, rasa-rasanya ingin menelan anak agar tidak membuat masalah seperti ini, hati saya sakit sekali dibuat seperti ini, saya hanya bisa menangis, tidur pun saya gelisah dan tidak tenang. Setelah itu saa sakit karena memikirkan permasalahan anak, makan saja hanya bisa makan bubur karena tidak mampu untuk makan nasi, bangun pun tidak kuat rasanya seperti ingin jatuh. Akan tetapi, dia tidak lari, dia malah urut saya dan mengatakan agar saya cepat sembuh. Pokoknya selama seminggu saya berpikir terus sampai saya kurus karena tiap malam susah tidur, tengah malam saya menangis, melihat dia pun saya menangis, jadi yang saya lakukan hanya menangis saja sedangkan ke kebun pun tidak ” P: “apa yang membuat ibu dapat menerima kehamilan anak?” X: “1)saya kasihan karena dia anak kandung saya, mau diberikan kepada orang lain juga tidak mungkin, jadi bagaimana pun resikonya harus saya tanggung. Kemudian saya juga memikirkan jangan sampai dia kecewa karena mungkin dia tertekan dengan masalah ini, itu yang saya takutkan. Jadi meskipun saya sakit, saya harus berusaha untuk menerima dia dan memberikan nasehat kepadanya agar dia kuat. Pernah dia berencana untuk menggugurkan kandungan karena mungkin dia tertekan. Dia membeli obat untuk menggugurkan kandungannya, untungnya saya menemukan obat itu kemudian saya memarahinya. Saya katakan padanya untuk apa meminum obat seperti itu, pada waktu itu saya juga masih sakit, saya ke dapur dan menemukan obat itu,

disesali namun sudah terjadi, perasaan malu ada karena sempat tidak keluar rumah nanti akan ditanya tetapi ditahan saja perasaan malu, tetangga juga tidak membicarakan masalah anak Subjek setelah satu minggu baru dapat menerima keadaan anak, saat malam diberitahu majelis subjek kecewa seperti ingin menelan anak agar tidak membuat masalah, hati terasa sakit, subjek hanya bisa menangis, malam itu subjek gelisah tidak bisa tidur, subjek juga sakit karena memikirkan anak Subjek menerima karena ada rasa kasihan sehingga res iko yang ada ditanggung sendiri, subjek juga berpikir jangan sampai anak merasa kecewa karena tertekan dengan masalah sehingga meskipun subjek sakit subjek tetap berusaha untuk menerima dan memberikan anak nasehat supaya hatinya kuat

1)P3-LM 2)P3-KMRHN,prs P3-PM,pkr

Page 159: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267

terjadi jadi memang mau di bikin apa kan juga depe ini dan anak ini yang penting di atur bae-bae saja atur bae-bae biar juga dorang tau kalau ini juga dorang ini disayang itu orang tua” P: “Baru ee…bagemana tante punya perasaan dengan keluarga ada perasaan malu tidak?” X: “malu ee kita juga ini dapa rasa malu dengan keluarga tapi tidak tidak apa mau malu-malu ini trus ini anak nanti sapa yang mau atur, belum lagi kita ini juga ada pikir-pikir jangan sampe ini anak apa juga dia artinya dia lari dari rumah, karna itu juga yang apa saya dengan ini dia punya ini papa tako akan karna ini anak kan orangnya nekat juga, kalau dia lari juga nanti kita tako bisa tambah ini torang punya masalah belum selesai yang satu tambah lagi ini satu masalah. Kan mungkin dia pikir karna so salah kan ini anak jadi mungkin saya apa lari ini dari rumah jadi saya juga dengan anu papanya kase tunjuk sikap yang bae juga kayak apa mau bantu dia dan supaya dia ini juga tidak tertekan” P: “kalau apa dengan tetangga bagaimana perasaannya tante” X: “Artinya yah perasaan malu juga pikir torang sudah begitu yah bagemana torang mo taruh ini muka mo ditaruh di mana, tapi juga kalau apa ini kita pikir-pikir juga sudah terjadi mau disesali bagaimana lagi ini sudah terjadi juga, kalau malu memang ada kita juga lalu sempat juga tidak kluar-kluar rumah itu karna tidak enak kan juga ini nanti ditanya-tanya kenapa tapi ditahan-tahan saja rasa malu, tapi yang saya liat juga dorang ini apa tetangga juga tidak ada mau bicara-bicara sampe apa bicara yang tidak bae tentang masalahnya “S” ini” P: “tante lalu apa lama baru bisa trima

saya menanyakan padanya dan dia menjawab untuk menggugurkan kandungan. Mendengar hal itu, saya tidak bisa menahan emosi sehingga saya menamparnya, saya katakan padanya jangan seperti orang gila mau membuat masalah baru lagi, sudah cukup masalah yang dibuat nantinya akan menambah dosa lagi. Saya waktu itu kaget karena dia mau menggugurkan kandungannya, jadi saya pun bicara baik-baik padanya agar tidak seperti itu. Sejak saat itu saya mulai bisa menerimanya karena saat takut kalau dia sampai kenapa-kenapa, saya berpikiran untuk menenangkan hatinya agar dia merasa didukung, saya juga belajar untuk menerima keadaannya. Jika saya bersedih terus anak saya akan tertekan sehingga perlu diberi semangat agar dia tahu kalau kami tidak membiarkannya” P: “ada tidak ibu muncul perasaan bahwa anak ibu tidak mungkin hamil” X: “iya ada, karena saya pikir dia banyak temannya sehingga saya tidak curiga kemudian suaminya bila ingin bertemu dia selalu datang kerumah, jadi saya berpikir dia tidak mungkin hamil karena saya sudah kenal dengan suaminya, saya juga sudah percaya mereka karena mereka kalau pacaran suaminya datang kerumah jadi sepertinya tidak mungkin. Tetapi saya juga tidak tahu mungkin dia dan suaminya ketemu di mana karena saya tidak selalu mengawasi, saya memang tidak percaya, oleh karena itu saya sakit karena saya kurang begitu percaya sehingga saya memikirkan bagaimana mereka sampai seperti itu” P: “ketika mau untuk menerima keadaan anak ibu mendapatkan dukungan dari keluarga?” X: “Iya ada” P: “yang selalu memberikan ibu kekuatan?” X: “Iya” P: “siapa yang sering memberikan kekuatan untuk ibu?” X: “waktu itu papanya yang memberitahu saya untuk

Subjek pernah tidak percaya akan kehamilan anak karena anak memiliki banyak teman sehingga subjek tidak curiga, suami anak juga dulunya jika ingin bertemu datang ke rumah subjek dan subjek pun sudah kenal dengan suami anak sehingga subjek tidak percaya mereka akan seperti itu, akan tetapi subjek juga kurang mengetahui bahwa mungkin anak dengan suaminya bertemu ditempat lain karena tidak selalu diawasi

P3-PNGKRN,pkr

Page 160: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306

keadaannya “S”?” X: “kita itu lalu mungkin satu minggu baru ini apa bisa trima ini anak punya keadaan lalu, waktu itu malam kita di kase tau sama dorang apa majelis itu yang datang kita rasa kecewa skali kalau bisa kita mau telan ulang ini anak biar tidak juga dia bikin masalah kayak begini anu ini hati sakit skali di bikin begini, jadi memang kita cuma bisa menangis malam itu kita gelisah tidak bisa tidur bale-bale anu kiri apa kanan begitu kayak orang yang anu tidak bisa tenang kong abis itu kita juga dapat sakit gara-gara pikir akan ini anak pemasalah, kita saja waktu itu anu tinggal apa makan itu saja bubur tidak bisa makan nasi baru kita rasa mau jatuh kalau bangun dari tampa tidur, cuma bagusnya ini “S” dia tidak apa dan maksudnya lari dari kita malah dia ini juga yang apa dan urut-urut saya bilang supaya anu juga saya cepat sembuh, pokoknya itu memang selama seminggu kita bapikir trus sampe kita kurus lalu itu karna tiap malam kita ini jadi susah tidurnya, biasanya kalau so tengah malam kita menangis sedangkan untuk apa liat itu “S” kita mau menangis liat dia jadi kayak apa kita pe kerja cuma menangis saja sedangkan pigi kebun juga itu selama itu kita tidak pigi kebun” P: “Jadi waktu itu ee…apa alasannya tante maksudnya mau terima ini anak ini? maksudnya dia punya kehamilan dan?” X: “Ya itu yang kita bilang kita rasa kasian juga, kita rasa kasiang karena anak kandung to mm…bagemana mo kase orang tidak mungkin to, jadi bagemana depe resiko tanggung lah begitu baru kita pikir-pikir juga jangan sampe dan ini anu “S” nanti dia rasa bagemana rasa kecewa skali dia karna mungkin dia sudah tertekan dengan masalah ini jadi kita tako akan itu, jadi biar sakit kita juga biar anu berusaha

menerima keadaan anak,ketika saya sakit, papanya yang setiap malam memberikan kekuatan kepada saya, papanya mengatakan untuk banyak berdoa supaya dapat kekuatan dari Tuhan, kemudian saya juga sering cerita kepada bapaknya sehingga dia memberikan saya kekuatan agar anak tidak tertekan karena dia sudah hamil. Saya pun jika tidak kuat maka saya akan berdoa agar hati ini sabar dan tidak emosi serta tenang sehingga ada kekuatan” P: “kemudian bagaimana hubungan ibu dengan anak saat kejadian itu?” X: “ketika saya sakit, saya sepertinya ingin marah jika melihat dia, saya sangat membenci dia , namun setelah kejadian itu saya belajar untuk mengerti kesusahannya dan ingin tahu hatinya bagaimana” P: “apakah anak menghindar” X: “tidak, dia malah meskipun saya sudah bicara yang macam-macam dia tetap bicara dengan saya, dia menanyakan bagian mana yang sakit agar bisa diurut akan tetapi karena saya masih marah sehingga saya mendiamkan saja dan cuek, akan tetapi lama -kelamaan saya juga berbicara dengannya” P: “kemarin jalan keluarnya bagaimana” X: “malam itu majelis memang sudah membicarakan untuk mengatur nya akan tetapi karena kami masih perlu waktu untuk mencari uang untuk pernikahannya dan juga karena anak masih menunggu kelulusannya dulu” P: “ketika dinikahkan bagaimana perasaan ibu?” X: “karena demi kebaikannya maka saya harus menerima keadaannya, meskipun kecewa tetapi kita harus menerima karena untuk kebaikannya. Dia juga dekat dengan saya bahkan sebelum dia menikah, dia sudah dekat dengan saya. Dia termasuk anak yang dengar-dengaran jika saya tegur, kalau dengan papanya dia tidak dekat karena papanya keras sehingga dia jika ada masalah dengan papanya dia selalu cerita ke saya dan saya pun akan memberikan nasehat agar dia tidak marah kepada papanya karena

Waktu kejadian itu subjek ingin marah jika melihat anak datang melihat subjek, subjek membenci anak tetapi karena ada kejadian itu sehingga subjek mau untuk mengetahui kesusahan anak Demi kebaikan anak subjek harus bisa menerima keadaan anak, meskipun kecewa tetapi harus diterima demi kebaikan anak

P3-PM,pkr P3-PPT,pkr

Page 161: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345

untuk terima dia kase juga dia apa dan itu nasehat supaya depe hati kuat juga. Pernah itu dia mau rencana kase gugur itu anak karna dia mungkin juga apa rasa tertekan jadi dia juga sudah itu apa beli itu kayak obat buat kase turun itu dia punya kandungan biar anu juga tidak jadi itu anak, apa staw itu obat namanya kita anu lupa…lupa depe nama tapi ada itu obat itu, untung kita ada dapat itu obat kong kita anu marah sama dia itu anak, kita bilang kenapa juga ini ngana mau itu minum itu obat anu itu kita itu juga masih sementara sakit itu pas kita anu mau pigi juga itu dan didapur kita ada dapat itu obat, kita tanya sama dia kong dia apa bilang mau kase jatuh dia itu anak, disitu memang apa kita sudah tidak bisa juga ini mau tahan itu emosi kita sampe tampeleng dia kita bilang ngana ini jangan gila mau bikin masalah baru sudah cukup itu masalah yang ngana bikin ini juga apa ngana nanti tambah ngana punya dosa, adoh memang kita kaget skali liat dia mau kase turun itu apa depe anak, jadi kita anu dia bicarakan bae-bae supaya jangan begitu dari situ kita mulai bisa trima karna kita juga takut kalau dia ini dan sampe kenapa-kenapa, kita anu juga ada bapikir-pikir mau kase tenang ini depe hati biar dia juga merasa ada yang dukung dia jadi dari situ juga kita mulai belajar trima keadaannya, kita ini apa mau sedih-sedih terus napa kita punya anak juga ada tertekan perlu di kase anu juga dia ada di kase semangat biar apa ini dia tau juga kalau torang ini tidak juga mau kase biar dia” P: “Ada pernah tidak anu muncul di anu dan pikirannya tante, ah ini anakku ini tidak mungkin kayak begini tidak mungkin hamil begini” X: “iya, ada iya itu pikiran karna ini “S” ini memang anu apa dia ini kan juga dia banyak

itu demi kebaikannya. Mungkin itulah alasan dia ingin menggugurkan kandungan karena dia merasa sudah sangat mengecewakan saya” P: “setelah dinikahkan, apakah sikap ibu berubah terhadapnya?” X: “sikap saya seperti biasa, tidak lagi marah-marah, ketika dia akan dinikahkan pun dia sering bertanya bagaimana jika sudah menikah, saya pun memberikan nasehat kepadanya bahwa menikah itu tidaklah mudah karena akan punya anak sehingga harus tahu mengurus rumah tangga, saya terus memberikan dia nasehat dan untungnya dia mau mendengar. Sebelum dia menikah pun dia sempat mengatakan jika saya mengatakan padanya untuk tidak menikah maka dia akan mengikuti keinginan saya akan tetapi saya mengatakan kalau dia menikah itu juga demi kebaikan dia, saya pun sudah ikhlas sehingga dia pun tumbuh semangat ” P: “tapi ibu sekarang hubungannya baik-baik saja dengan anak?” X: “Iya baik-baik saja, bahkan saya juga sayang kepada suaminya karena saya menganggapnya anak sendiri, bahkan dia sekarang malah cemburu kepada suaminya karena kami lebih sayang suaminya, dipikirnya kami tidak menyayanginya karena dia sering di marah, yah kalau salah pasti akan di marahi kan tidak mungkin kami marah kepada orang yang tidak salah” P: “kalau perhatiannya ibu bagaimana?” X: “kalau perhatian yang saya lihat dengan adanya cucu, kami lebih perhatian. Dia juga sudah seperti biasa, yah kalau ada salah akan di marahi tapi kita tetap sayang dia, suaminya dan anaknya” P: “Iya, itu saja yang saya mau tanyakan terima kasih ibu” X: “Iya”

Subjek tidak lagi marah-marah

P3-PM,prs

Page 162: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384

temannya jadi kan saya juga tidak akan curiga baru dia punya suami juga itu dulu kan ada anu dia kalau mau ketemu “S” datang kerumah juga dia jadi ini kan kita pikir tidak mungkin dia ini hamil karna kita juga apa kan sudah juga kenal dengan dia punya suami ini jadi memang kita sudah anu juga dan maksudnya kita juga sudah percaya dorang ini mau begitu karna kan dorang pacaran saja suaminya ada datang kerumah jadi anu kayak tidak mungkin dan tapi kita ini juga kurang apa juga dan kurang tau barangkali kita dia ini dengan itu depe suami ketemu di mana kan kita tidak slalu awasi juga ini “S” tapi memang kita tidak percaya makanya juga waktu kita sakit itu juga karna apa kita ini juga itu kayak apa dan kurang begitu percaya jadi kita pikir-pikir bagemana sampe ini dorang begitu dan” P: “Waktu tante mau apa ee…batrima itu keadaannya anak itu ada dukungan-dukungan dari keluarga?” X: “Iya ada” P: “Yang selalu kase kuat-kuat tante?” X: “Iya” P: “Siapa itu yang anu maksudnya yang paling sering maksudnya kase-kase kuat hatinya tante?” X: “kita lalu waktu sakit itu anu yang biasa kase tau itu papanya “S” dia yang ada kase tau sama saya dan supaya kita ini mau dan trima juga itu keadaannya itu anak, waktu kita anu itu sakit papanya “S” tiap malam ada kase kuat kita bilang banyak berdoa supaya juga apa dan dapat kekuatan dari Tuhan baru kan kita juga slalu cerita dengan papanya “S” jadi apa dia kase nasehat sama saya supaya mau juga anu dan trima itu keadaannya “S” biar dia juga merasa tidak anu tertekan dan karna dia sudah ada isi itu purut baru kan kita juga kalau sudah

Page 163: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423

rasa tidak kuat kita anu apa berdoa juga supaya ini hati benar-benar harus sabar jangan sampe anu dan apa emosi juga baru biar hati tenang yah anu dan biar ada kekuatan juga” P: “Baru waktu pas kejadian itu tante punya hubungan dengan “S” bagaimana?” X: “anu waktu pertama tama itu kanapa saya sakit dan disitu juga kita kayak mau marah skali kalau liat dia ada datang liat saya kayak kita benci skali sama dia tapi karana ada kejadian yang kita dapat itu kita jadi mau tau dan depe kesusahan artinya mau tau juga depe hati dan bagaimana” P: “kalau ini apa “S” tidak menghindar atau sikapnya bagaimana” X: “kalau “S” ini tidak dia malah kalau dia biar apa kita tidak bicara akan dia anu dia ini tetap dia mau bicarakan saya dia ada tanya-tanya juga apa sama saya yang mana yang sakit tante biar saya urut begitu dan dia batanya sama saya tapi saya anu karna waktu itu masih marah kita juga cuek akan tidak mau bicara kita tapi lama -lama kita bicara akan juga” P: “Jadi kemarin itu depe jalan keluar bagaimana tante “S”? waktu itu” X: “itu memang pas malam waktu apa itu dorang majelis datang itu memang sudah langsung dibicarakan untuk ini anak diatur dan dorang dua Cuma kan torang ini juga masih mau cari uang untuk ini depe pesta baru kan ini “S” juga mau apa tunggu depe lulus sekolah dulu to” P: “baru waktu sudah dinikahkan bagaimana perasaannya tante “S”?” X: “artinya kita ini karna ini juga demi kebaikannya anak jadi memang harus apa dan kita ini juga harus bisa trima itu apa keadaannya kita punya anak, meskipun memang kita apa kecewa tapi memang apa kita

Page 164: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462

harus trima kan itu juga demi kebaikannya “S”, kan ini “S” juga dekat dengan saya artinya dia dari dulu sebelum kawin kan dia yang paling dekat dengan saya, dia itu anaknya kalau saya tegur dia dia juga anu badengar sama saya, kalau sama papanya kan dia tidak talalu dekat karna depe papa ini keras sama dorang jadi dia kalau ada masalah dengan papanya slalu dia cerita sama saya baru nanti saya kase anu sama dia itu nasehat dan supaya dia tidak sampe mau bamarah betul sama depe papa kan ini juga demi kebaikannya, makanya kan waktu itu dia sempat mau kase apa itu dan gugur itu dia punya kandungan itu karna mungkin dia rasa sudah talalu kase kecewa saya dan makanya dia juga begitu” P: “waktu sudah di kase kawin tante sikapnya bagaimana sama “S” apa ada perubahan atau sama?” X: “kita punya sikap biasa saja maksudnya so tidak marah-marah noh sama dia, itu saja waktu anu itu apa “S” dan mau sebelum di kase kawin dia sering tanya-tanya bagaimana kalau sudah kawin mama…baru itu kita kase nasehat sama dia supaya dia tau noh kalau kawin ini tidak gampang apalagi itu dia kan juga mau ada anak jadi tau dan baurus rumah tangga jadi memang dia kita kase nasehat trus untungnya dia ini juga sama saya anu dan badengar skali sama saya sampe lalu sebelum dia kawin dia tanya ulang sama saya…mama kalau misalnya mama bilang itu saya apa tidak usah kawin saya ikut karna anu dia tidak mau saya kecewa juga tapi kan anu saya bilang sama dia juga te apa-apa kan juga kalau dia kawin itu juga yah demi kebaikannya, kalau mama ini juga sudah ikhlas dan itu depe istilah supaya dia juga kenapa ada semangat juga” P: “Tapi tante deng…deng anak skarang tidak

Page 165: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483

anu maksudnya bae-bae tetap bae-bae?” X: “Iya bae-bae malah sama depe suami kita juga sayang karna kita juga pikir anu ini dan rupa anak sendiri jadi juga harus disayang, malah skarang “S” yang cemburu sama suaminya karna torang sayang depe suami, dia kira torang sudah tidak sayang “S” karna ini “S” kan torang sering marah, iya noh kalau misalnya salah mau di marah kan masa orang tidak salah mau di marah” P: “kalau perhatiannya tante bagaimana?” X: “kalau perhatian yang kita liat ini skarang malah lebih apalagi sudah ada depe anak ini tambah lebih kita punya perhatian, “S” juga artinya sudah seperti biasa-biasa dan yah kalau ada salah akan di marah noh tapi kita tetap apa ini dan sayang juga sama “S” dengan dia punya anak, suaminya” P: “Iya itu saja yang saya mau tanya sama tante, terima kasih tante e” X: “Iya”

Page 166: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Wawancara 2 Nama : Ra Tanggal : 14 Maret 2008 Waktu : 20.30-20.47 No Verbatim Terjemahan Analisis Awal Koding 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

P: “ke marin saya datang tapi tante ada sakit?” X: “oh, te apa-apa” P: “ini cuma mau tanya ulang bagimana tante menghadapi kayak “S” itu dan depe masalah?” X: “yang lalu itu?” P: “iyo” X: “kita anu tidak ada perasaan yang ditutup tutupi, kita harus tenang, pas rah” P: “lalu waktu awal-awalnya tau itu ada perasaan kecewa?” X: “hu..kecewa butul macam anu somo gila orang” P: “tante rasa begitu?” X: “iyo, banyak yang anu torang sesali, belum apa-apa so begitu, memang kan ini “S” lalu tidak ada kase tau dan bukannya torang yang dia kase tau tapi depe mama tua jadi torang ini sebagai orang tua bagaimana depe cara harus diurus ” P: “lalu bacerita dengan om bagaimana dan itu anak harus di kase selesai?” X: “papanya lalu kan yang kase tau sama depe guru, kalo kita mau ikut kita punya mau ini anu kita ini tidak apa mau urus itu anak” P: “tapi lalu waktu anu itu masih bisa dibicarakan?” X: “iyo dibicarakan bagaimana depe kelanjutan ini anak to” P: “kalo anu kan biasanya kan papa keras kalo anu...” X: “iyo kalo depe papa itu memang keras” P: “kalo ibu kan masih dengan cara halus...” X: “kalo depe papa memang keras, tapi kalo

P: “kemarin saya datang tapi ibu sedang sakit?” X: “ah, tidak apa-apa” P: “saya ingin menanyakan lagi bagaimana ibu menghadapi masalah yang dialami oleh “S”?” X: “yang waktu itu?” P: “iya” X: “saya tidak ada menutupi perasaan, harus tenang dan pas rah” P: “ketika baru mengetahui hal itu ada perasaan kecewa?” X: “yah kecewa betul seperti ingin gila” P: “tante merasakan seperti itu?” X: “iya, banyak yang kami sesali, belum apa-apa sudah begitu, dia pun tidak memberitahu kepada kami melainkan kepada tantenya sehingga sebagai orang tua bagaimana pun caranya kami harus mengurusnya” P: “ketika bercerita dengan papanya, bagaimana penyelesaiannya?” X: “papanya yang memberitahukan gurunya, kalau mengikuti keinginan saya maka saya tidak akan mengurusnya” P: “tetapi kan masih bisa dibicarakan?” X: “iya dibicarakan bagaimana kelanjutannya” P: “biasanya kan bapak yang lebih keras.” X: “iya, kalau papanya itu memang keras” P: “kalo ibu kan masih lebih halus.” X: “kalau papanya memang keras, namun ketika masalah itu tidak begitu keras, saya yang paling kecewa, saya hanya menangis dan tidak bisa mendengar masalahnya” P: “ibu juga tidak berbicara dengan dia?” X: “iya, tidak ada, saya malas bicara dengan dia

Tidak ada perasaan yang ditutupi, harus tenang dan pas rah Subjek kecewa seperti mau gila Banyak yang subjek sesali, belum apa-apa sudah begitu, anak tidak memberitahu subjek tetapi memberitahu saudara subjek, sebagai orang tua subjek tetap mengurus anak Bila mengikuti maunya, subjek tidak mau mengurus anak Subjek kecewa dan menangis jika mendengar masalah anak Subjek malas bicara dengan anak akan

P3-PM,prs P3-KMRHN,prs P3-PPT,tnd P3-KMRHN,prs P3-KMRHN,prs P3-KMRHN,tnd

Page 167: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72

waktu itu depe papa tidak anu talalu bagaimana begitu, saya yang paling kecewa waktu itu, saya turus menangis apa saya tidak bisa dengar apa depe masalah” P: “tidak ada tante ceritakan “S”?” X: “iyo te ada, pokoknya kita malas bicarakan dia tapi tau jo anak-anak, kalo kita kaluar menonton napa dia ada badekat” P: “waktu lalu om yang tau duluan?” X: “iyo, kita tidak tau cuma papanya “S” yang tau, waktu itu kita tau pas ada itu dorang majelis datang kase tau sama torang di sini, baru dorang tidak langsung kase tau karna dorang tako akan jangan nanti papanya bamarah dia pukul ini anak sampe dia benjol-benjol bukan jadi masalah tau jo depe papa itu keras, saya so bilang jangan tapi tidak ada juga papanya bapukul, saya pikir somo bapukul tapi tidak juga, kita tau itu pas depe hamil dua bulan” P: “memang lalu tidak kentara dia punya perut itu” X: “tidak, anu kan dia itu tinggi baru kan baru dua bulan jadi memang torang tidak tau kalo dia hamil apalagi ini saya juga memang kurang tau P: “trus perasaannya tante dan bagaimana?” X: “waktu baru di kase tau itu?” P:”iyo” X: “kita ini seperti yang tadi dan kita bilang kayak mo gila kita rasa waktu badengar itu tapi papanya “S” ini dia itu apa dan tidak ada mau bamarah sama anaknya mungkin karna dia sudah tau jadi tidak ada lagi diam bamarah cuma kita saja P: “jadi memang betul-betul kecewa e?” X: “kalo mo di bilang kecewa memang kita kecewa skali bayangkan jo ini “S” ini kan dia orangnya kan dekat dengan saya baru dia kalo ada masalah slalu cerita dengan saya tapi ini tidak ada juga dia kase tau jadi kita rasa apa dan

tetapi begitulah anak-anak, jika saya menonon dia akan mendekat ” P: “waktu itu papanya yang terlebih dahulu tahu?” X: “iya, saya tidak tahu, hanya papanya yang tahu, saya tahu ketika majelis datang memberitahukan kami, mereka pun juga tidak memberitahu secara langsung karena mereka takut papanya marah dan akan memukulnya karena papanya memang keras, saya juga mengatakan jangan dipukul dan papanya pun tidak sampai memukul, waktu itu saya tahu saat kehamilannya jalan dua bulan” P: “waktu itu perutnya tidak kelihatan sementara hamil?” X: “tidak, karenadia tinggi dan baru dua bulan jadi kami tidak tahu kalau dia hamil, terlebih saya memang kurang mengetahuinya “ P: “terus perasaan tante bagaimana?” X: “ketika diberitahu itu?” P:”iya” X: “seperti yang saya katakan tadi, saya ini seperti mau gila ketika mendengarnya, papanya pun tidak marah, mungkin karena dia sudah tahu jadi diam saja, hanya saya yang marah “ P: “jadi memang betul-betul kecewa?” X: “kalau dikatakan kecewa, saya sangat kecewa sekali, yah bayangkan saja, dia yang paling dekat dengan saya, bila ada masalah dia selalu cerita tetapi dia tidak pernah cerita ke saya, jadi saya merasa gagal karena sudah begitu namun saya tidak mengetahuinya” P: “dia paling dekat dengan ibu?” X: “iya, dia yang paling dekat dengan saya, biasanya kan saya sering memberi nasehat kepadanya jika dia sedang ada masalah dengan papanya, karena biasanya dia kalau diberitahu papanya suka membantah jadi saya mengatakan untuk tidak membantah papanya cukup

tetapi anak tetap mendekat Subjek tidak mengetahui kehamilan anak, baru suami yang tahu, subjek tahu ketika majelis datang memberitahu, subjek melarang suami untuk memukul anak dan suami juga tidak memukuli anak Anak hamil baru dua bulan sehingga subjek tidak tahu jika anak hamil Subjek seperti ingin gila ketika mendengar hal itu Subjek kecewa karena anak dekat dengan subjek, jika ada masalah anak selalu cerita tetapi anak tidak memberitahu, subjek merasa gagal

P2-A m P3-PNGKRN,pkr P3-KMRHN,prs P3-KMRHN,pkr

Page 168: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111

gagal karna dia sudah begitu kita tidak tau” P: ““S” ini dia paling dekat dengan tante?” X: “iyo, dia ini yang paling dekat dengan saya biasanya kan saya sering anu kase nasehat dan sama dia kalo dia bakalae dengan papanya karna ini anak juga kan biasa kalo di kase tau papanya tukang babantah jadi kita bilang sama dia tidak usah jo papamu dibantah ngana dengar saja apa yang dia bilang supaya tidak ribut ” P: “bagaimana sebagai apa orang tua tante dihadapkan sama masalah begini?” X: “kita kayak anu saja mau lari dari itu masalah, tapi kita pikir…pikir…pikir…pikir jangan nanti ini anak tidak ada yang urus kasian jang nanti dia tertekan karna dia so rasa bersalah kan kita pe firasat ini macam apa dan akhirnya juga kita tau dia sempat mau kase gugur itu depe anak” P: “sering juga lalu tante bicara-bicara dengan om?” X: “sering juga kita bicara, anu dan bagaimana depe kedepan ini anak, kan memang papanya bilang sama saya biar dia apa so kawin te apa-apa dia di kase sekolah saja artinya depe sekolah ini dan di kase terus supaya apa tidak sia-sia dia punya sekolah SMA” P:” iyo kan untuk masa depannya juga” X: “iyo, kita kan memang yang bikin kita menyesal lalu karna ini anak kan yah lumayan pintar baru ini anak juga dia kalo bergaul yah depe teman itu banyak sedangkan waktu dia kawin saja banyak temannya datang, itu saja waktu dia anu masih hamil depe teman ada datang liat kamari tapi itu juga yang anu dan kita liat ini anak depe pergaulan tidak ada barangkali dia malu” P: “te ada juga dia malu atau apa kan biasanya kalo so begitu so malu ketemu teman? ” X: “ee tidak ada, dia orangnya kayak apa dan

didengarkan apa yang dikatakannya agar tidak terjadi keributan” P: “bagaimana sebagai orang tua ibu diperhadapkan dengan masalah seperti ini?” X: “saya seperti ingin lari dari masalah, tetapi saya pikir nantinya dia tidak ada yang urus, kasian juga jangan dia tertekan karena sudah merasa bersalah. Firasat saya seperti itu, akhirnya saya tahu kalau dia mau menggugurkan kandungannya” P: “ibu sering berbicara dengan papanya?” X: “sering, bagaimana kedepannya, papanya juga mengatakan meskipun sudah dinikahkan dia tetap disekolahkan agar sekolahnya tidak sia -sia” P:” iya, kan untuk masa depannya juga” X: “iya, saya yang membuat saya menyesal karena dia lumayan pintar kemudian dia suka bergaul sehingga temannya banyak. Waktu dia nikah, temannya datang, dia hamil pun temannya datang melihatnya dan dia pun tidak malu” P: “biasanya kan kalau ketemu teman malu? ” X: “tidak ada, dia orangnya seperti tidak ada masalah, sampai temannya mengatakan meskipun dia akan menikah tetapi dia tidak malu, ketika temannya datang dan kebetulan ada suaminya dia pun mengenalkan, biasanya orang lain ada perasaan malu untuk mengenalkan suaminya tetapi dia tidak malu” P: “artinya kalo dia sendiri mungkin menganggap itu bukannya suatu beban yang harus disesali?” X: “iya, karena saya lihat ketika kami belum mengetahui masalah itu dia diam namun setelah kami mengetahui dia terlihat semangat lagi” P: “waktu itu kan ibu sempat sakit ketika tahu keadaannya “S”” X: “iya, waktu itu saya merasa lemah sekali.

Subjek seperti ingin lari dari masalah, tapi subjek berpikir anak nantinya tidak ada yang mengurusi, subjek kasian dengan anak jangan sampai tertekan karena merasa bersalah Yang membuat subjek menyesal karena anak lumayan pintar, kemudian anak memiliki teman yang banyak Subjek merasa lemah sekali, sebagai

P3-PM,pkr P3-KMRHN,pkr P3-KMRHN,pkr

Page 169: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150

seperti tidak ada masalah, sampe depe teman-teman gara-gara ini “S” bilang kata somo kawin tapi tidak ada juga dia malu, waktu depe teman datang itu pas ada depe suami di sini dia kase kenal depe suami sama depe teman-teman, biasanya kan kalo orang lain apa biasanya so ada perasaan malu kase kenal depe suami tapi ini tidak” P: “artinya kalo “S” sendiri mungkin menganggap itu bukan menjadi apa suatu beban yang apa harus disesali?” X: “iyo, karna kita liat ini “S” cuma pada saat torang belum tau itu masalah dia dan badiam-diam tapi setelah itu so tidak dia anu lagi artinya dia so semangat ulang dan” P: “lalu kan tante sempat sakit waktu tau ini keadaannya “S”” X: “iyo, huu disitu memang kita rasa payah skali dan artinya kita ini sebagai orang tua khususnya kita sebagai ibu merasa gagal untuk badidik torang punya anak apalagi ini dia kan anak pertama perempuan lagi jadi kita so serba salah mau bapukul kasian juga ini anak, memang saat itu kita rasa sebagai orang tua so apa dang so gagal badidik ini anak, tapi biar kita so bagitu kita liat juga ini anak apa depe semangat itu mungkin karna sudah salah dia biar kita tidak bicara akan dia anu tetap mau bategur kita dan tanya mama mau makan apa barangkali suka kalo mo di bikin akan bubur tapi kita ini karna kecewa jadi kase biar saja apa depe mau mo bikin apa disitu” P: “lumayan lama juga tante sakit itu ee?” X: “iyo, memang waktu itu kita Cuma menangis, baru seperti yang kita bilang tadi kayak anu kita tidak mau badengar kalo ada orang bacerita begitu tentang masalahnya dia kayak kita mau tutup ini telinga, hamper tiap malam kita manangis tinggal papa “S” kase kase kuat

Sebagai orang tua khususnya sebagai ibu merasa gagal untuk mendidik anak apa lagi dia anak petama dan perempuan, jadi serba salah, ingin memukul kasihan, memang sebagai orang tua saya merasa gagal mendidik anak tetapi meskipun begitu yang saya lihat semangatnya, mungkin karena dia sudah salah meskipun saya tidak mau bicara, dia tetap menegur saya menanyakan mau makan apa, mungkin mau dibuatkan bubur akan tetapi karena saya kecewa sehingga saya biarkan saja maunya berbuat apa” P: “ibu sakitnya lama ya?” X: “iya, memang waktu itu saya hanya bisa menangis, seperti yang saya katakan tadi, saya seperti tidak mau mendengar jika ada orang yang bercerita tentang masalahnya, telinga ingin ditutup, hampir tiap ma lam saya menangis, hanya papanya yang memberi kekuatan, papanya juga tidak marah karena saya sikapnya seperti itu, papanya hanya mengatakan kita sabar saja dalam menghadapi masalah, jika kita sabar, Tuhan pas ti memberikan kita kekuatan untuk menghadapi masalah, hanya itu saja yag saya ingat agar saya punya pengharapan kepada Tuhan, jika tidak begitu yah mau bagaimana lagi” P: “ibu lama tidak keluar dari rumah? “ X: “lumayan lama juga, saya hanya keluar sama tetangga-tetangga di sini, itu pun mereka tidak menceritakan “S” yang macam-macam, malahan mereka mengatakan kepada saya untuk menguatkan hati, ketika saya sakit tantenya datang bercerita dengan saya dan mengatakan tidak usah disesali karena sudah terjadi dan itu yang membuat saya kuat” P: “lama ya hubungannya ibu baik dengan anak?” X: “setelah saya tahu dia akan menggugurkan kandungan, baru hati saya mulai mencair, saya

orang tua subjek merasa gagal mendidik anak, subjek serba salah, ingin memukul tetapi kasian, tetapi subjek tetap melihat semangat anak untuk tetap berbicara dengan subjek meskipun subjek tetap kecewa sehingga subjek membiarkan saja Subjek hanya menangis, kemudian subjek tidak mau mendengar jika ada yang bercerita mengenai masalah anak, subjek ingin menutup telinga, hampir tiap malam subjek menangis namun suami tetap menguatkan. Subjek dan suami saling menguatkan, jika sabar Tuhan pas ti menguatkan untuk menghadapi masalah Subjek lumayan lama tidak keluar dari rumah, subjek hanya keluar ke tetangga-tetangga akan tetapi tidak mendengar tetangga bercerita macam-macam, tetangga subjek hanya mengatakan tidak perlu untuk disesali sehingga menguatkan hati Setelah subjek mendapati anak akan menggugurkan kandungan hati subjek

P3-KMRHN,prs P3-PM,tnd P3-PM,pkr

Page 170: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189

artinya dan torang dua ini saling baku kase kuat dan tapi te ada juga papanya mau marah gara-gara saya sampe itu “S” begitu paling dia bilang torang sabar saja hadapi ini masalah kalo torang sabar pasti Tuhan kase kuat torang hadapi ini masalah, cuma itu saja yang kita ingat –ingat kita punya pengharapan ini sama Tuhan kalo tidak begitu kita tidak tau mau bagaimana lagi” P: “lama juga lalu tante tidak keluar dari rumah?“ X: “lumayan lama juga paling kita cuma keluar sama tetangga-tetangga di sini, itu pun te ada juga kita dengar dorang ini apa mau baceritakan “S” macam-macam te ada juga malah dorang bilang sama saya mama “S” harus kuat itu hati, kan waktu saya sakit lalu itu mamanya rinto yang datang-datang kemari baceritakan saya, artinya dia apa dan bilang sama saya karna ini sudah terjadi jadi tidak usah disesali, itu noh juga yang bikin kita kuat” P: “hubungannya tante dengan “S” lama baru bae?” X: “ee nanti pas kita dapat dia mau kase gugur itu depe anak baru kita pe hati mulai mencair, artinya kita sadar juga ini anak kayaknya tertekan juga jadi kita kase nasehat sama dia supaya jangan dan dia begitu karna cuma bikin tambah depe dosa saja kalo dia kayak begitu kita mau tambah marah tapi memang tidak ada gunanya juga karna biar bagemanapun dia ini torang punya anak jadi memang torang punya kewajiban untuk didik deng arahkan dia supaya dia ini jadi lebih baik lagi” P: “sejak tante tau dia mau kase gugur itu tante jadi lebih dekat dengan “S”? ” X: “iyo, karna memang kan sebelum ada masalah ini juga kan “S” juga sering kase tau apa depe masalah cuma waktu itu saja dia tidak kase tau mungkin karna dia pikir karna apa dia

menyadari kalau dia tertekan sehingga saya memberikan nasehat kepadanya agar tidak seperti itu karena hanya akan menambah dosa. Jika keadaannya seperti itu saya marah pun tidak ada gunanya karena dia pun anak kami jadi bagaimana pun keadaannya kewajiban kami untuk mendidik dan mengarahkan dia untuk menjadi lebih baik” P: “sejak ibu tahu dia akan menggugurkan kandungannya ibu jadi lebih dekat? ” X: “iya, karna memang sebelum ada masalah ini dia juga sering memberitahukan masalahnya hanya saat itu saja dia tidak memberitahukan karena mungkin dia pikir sudah mengecewakan saya sehingga dia tidak berani jujur dengan saya, mungkin jika dulu d ia memberitahukan langsung kepada saya mungkin saya tidak akan marah sekali, kecewa pasti ada tetapi tidak sampai tidak membicarakannya ” P: “nasehat apa yang biasanya ibu berikan?” X: “kalau saya yang ditakutkan adalah jika anak ini tidak menyukai sesuatu, pas ti dia akan mengatakannya kepada orang itu, kemudian dia berani berkelahi pokoknya jika ada yang dipikirnya benar dia akan maju terus dan tidak takut orang lain. Jadi yang bisa saya nasehatkan agar supaya dia jangan cepat emosi, jika ada yang memberitahu didengar karena itu demi kebaikannya apalagi jika papanya yang menasehati, dia tidak mau dengar malah membantah, biasanya juga kalau papanya marah maka akan mencambuknya meskipun dia sudah SMA, hanya saya yang menahannya karena dia ingin melawan papanya, saya katakan itu demi kebaikanmu juga, dia mengatakan papanya keras padahal dia sendiri juga keras” P: “ibu sempat tidak percaya akan kehamilan “S” kan?” X: “iya memang, karena saya lihat dia baik-baik

mulai mencair, subjek menyadari bahwa anak tertekan sehingga subjek memberikan nasehat untuk tidak seperti itu karena hanya akan menambah dosa, mau marah tetapi tidak ada gunanya karena anak sendiri sehingga subjek berkewajiban untuk mendidik anak Jika anak memberitahu langsung kepada subjek mungkin subjek tidak akan marah sekali, memang akan kecewa tapi tidak sampai marah atau mendiamkan anak Subjek sempat tidak percaya karena

P3-TM,prs P3-PNGKRN,pkr

Page 171: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228

sudah sudah mengecewakan saya to jadi mungkin itu depe alasan sampe dia tidak brani jujur sama saya, barangkali kalo lalu dia kase tau langsung sama saya mungkin saya tidak sampe mo bamarah skali memang kecewa pasti ada noh tapi maksudnya saya artinya kita tidak mo sampe anu apa ee marah tidak bicara akan dia ini” P: “biasanya apa yang sering tante kase kase nasehat sama dia” X: “kalo kita biasanya yang kita takut akan ini kan “S” ini orangnya anu kalo ada yang tidak dia suka pasti akan dia bilang sama itu orang, baru dia ini brani bakalae, pokoknya kalo dia rasa benar dia maju trus te ada dia mo tako akan orang ini “S” ini, jadi yang bisa kita kase nasehat akan sama dia supaya dia ini jangan cepet emosi kalo ada di kase tau didengar kan itu juga demi depe kebaikan juga apalagi kalo depe papa yang nasehati,oo biasa dia tidak mau dengar malah dia bantah depe papa, dia ini kan kalo di marah depe papa biasa kan dicambok depe papa biar dia sudah SMA biasa tinggal kita yang tahan-tahan karna dia mo lawan kita bilang sama dia jangan itu demi kebaikanmu juga, makanya dia itu bilang depe papa ini keras padahal dia tidak tau juga kalo dia itu keras” P: “lalu sempat juga ada tidak percaya dengan hamilnya “S” kan?” X: “iyo memang, karna itu noh kita liat kan ini anak bae-bae juga depe apa orang suka bergaul, sedangkan pacaran saja kan dia bawa pacarnya lalu kesini sampe papanya itu pernah pukul dorang dua karna dorang tidak hargai orang tua, dari situ kan kita pikir ini anak te mungkin mo macam-macam dan istilahnya karna so di kase tau papanya eh tapi dengar kamari malah so hamil jadi kita kayak kurang yakin dan nanti dorang itu majelis datang baru saya percaya

kemudian dia suka bergaul, sedangkan pacaran saja pacarnya dibawa kesini dan papanya juga pernah memukul mereka berdua karena tidak menghargai orang tua. Sejak saat itu saya pikir mereka tidak akan mungkin macam-macam karena sudah diberitahu papanya tetapi malah yang saya dengar sudah hamil sehingga saya kurang yakin. setelah majelis datang saya baru percaya dia hamil, kan kalau papanya memang sudah curiga tapi kalau saya karena baru tahu setelah diberitahu majelis sehingga saya benar-benar kecewa, hati saya hancur karena tahu anak seperti itu ” P: “memang dulu sudah sepakat untuk dinikahkan?” X: “iya memang kami akan nikahkan karena majelis datang sudah langsung membicarakan baiknya seperti apa, sehingga sepekat untuk menikahkan daripada menambah masalah” P: “masih ada tidak beban dihatinya ibu samp ai sekarang” X: “kalau saya sedikit lega, mungkin dia tidak dengar-dengaran selama ini tapi jika ada suami mungkin dia lebih dengar. Hanya kalau yang saya kuatirkan papanya, karena meskipun dia sudah menikah papanya ingin dia lanjut sekolah karena itu harapan ka mi agar dia bisa meneruskan sekolahnya. Jadi jika dia diberitahu dan membantah maka saya akan marah karena sudah cukup kami mengalah untuk menikahkan kemudian mereka tidak mau mendengar. Saya juga mengatakan ke diauntuk tetap meneruskan sekolahnya agar papanya juga senang dan dia pun setuju, yah mudah-mudahan ada perubahan sehingga bisa lebih bak setelah dia menikah ” P: “tante sekaang aktivitasnya menjaga cucu?” X: “Iya, saya kejanya sekarang menjaga cucu karena mamanya kuliah dan papanya bekerja sehingga saya yang dirumah menjaga cucu”

anak suka bergaul, sedangkan pacaran pacarnya dibawa kerumah, anak pernah dipukuli oleh subjek karena anak tidak menghargai bapaknya, subjek berpikiran anak tidak mungkin macam-macam karena sudah diiberi tahu bapaknya. Akan tetapi subjek mendengar bahwa anak sudah hamil sehingga subjek kurang yakin Subjek berencana menikahkan anak karena pada saat majelis datang sudah langsung berbicara mengenai jalan keluar terbaik untuk dinikahkan daripada menambah masalah

P3-PM,tnd

Page 172: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267

butul kalo ini anak so hamil, kan kalo depe papa memang sudah curiga dia kan dia sudah tau kalo macam kita ini benar-benar nanti di kase tau majelis itu baru tau jadi memang so butul-butul kecewa, so hancur ini hati tau anak kayak begitu” P: “kalo lalu memang sudah sepakat mo kase kawin dorang?” X: “iyo memang torang mo kase kawin ini “S” karna waktu dorang itu majelis datang kan so langsung bicara bagemana baenya ini anak to, jadi memang sepakat mau kase kawin ini anak dari pada tambah masalah juga to” P: “masih ada tidak beban dihatinya mama “S” sampe sekarang” X: “kalo saya ini yah sedikit lega sedikit, mungkin dia tidak badengar selama ini sama torang kalo so ada suami mungkin dia lebe lebe badengar dan dia, cuma kalo kita liat yang sedikit anu masih kuatir depe papa ini karna kan depe papa mau meskipun dia sudah kawin harus tetap lanjut depe sekolah karna itu yang torang harap-harap lalu dari “S” ini kan supaya dia bisa kase trus depe sekolah, jadi kalo ini “S” papanya ada kase tau kong dia babanta- babantah begitu kita marah dia karna so cukup dan torang mengalah kase kawin dorang baru dorang te badengar to, jadi saya slalu bilang sama ini “S” kalo ngana tetap kase trus dan itu kuliah supaya papamu juga senang tapi dia ba iyo akan juga yah mudah-mudahan ada perubahan noh bisa jadi lebih bae setelah dia kawin” P: “trus mama “S” sekarang aktivitasnya bajaga cucu?” X: “Iyo kita pe kerja sekarang kurang bajaga ini cucu karna kan depe mama pigi kuliah trus papanya ada bakerja jadi kurang kita yang dirumah bajaga ini cucu” P: “untung ini cucu so tidak menete lagi”

P: “untung cucu juga tidak menete” X: “Iya sehingga saya tidak terlalu sulit menjaga cucu” P: “semoga rumah tangga mereka jad lebih baik?” X: “iya” P: “hanya itu saja ibu, makasih karena sudah membantu” X: “iya t idak apa-apa”

Page 173: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

268 269 270 271 272 273 274 275

X: “Iyo itu juga makanya kita tidak talalu sulit dan untuk anu bajaga” P: “semoga dorang “S” bisa bae-bae dan depe rumah tangga?” X: “iyo” P: “hanya itu saja tante, makasih karna so babantu ini ” X: “iyo te apa-apa”

Page 174: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Wawancara 1 Nama : A Tanggal : 19 Januari 2008 Waktu : 18.30-18.52 No Verbatim Terjemahan Analisis awal Koding 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

P: “Pertama yang saya mau tanya umurnya Papa “S” sekarang berapa?” Y: “ee…50” P: “50 tahun” Y: “Jalan 50 tahun” P: “Jalan 50 tahun, nama lengkap?” Y: “A, A” P: “A” Y: “Iya” P: “Aktifitas pekerjaan sehari-hari?” Y: “Yah tani” P: “Kalau Papa “S” mendidik anak-anak dari kecil itu cara mendidik anaknya itu apa yang biasa Papa “S” ajarkan sama anak-anak, yang menurut Papa “S” paling utama itu untuk diajarkan sama anak-anak dari kecil” Y: “Ya dari kecil itu jelas dididik supaya ia sekolah di kase sekolah supaya dia anu to supaya dia mengerti apa yang anu tapi disisi lain itu memang terus terang saya itu mendidik anak itu memang agak yah dikatakan kasar tidak juga tapi jelas termasuk orang karas, jadi saya mendidik anak itu memang pada pada prinsipnya keras” P: “Apa yang maksudnya mendasari Papa “S”?” Y: “ee…mendasari karna biasa anak-anak ini kalau tidak begitu dia sedangkan ini dia apa namanya keras dibina di…di…dibimbing dari kecil itu asih juga saya lihat dewasa juga adoh

P: “Pertama yang saya mau tanya umurnya bapak sekarang berapa?” Y: “lima puluh” P: “lima puluh tahun” Y: “Jalan lima puluh tahun” P: “Jalan lima puluh tahun, nama lengkap?” Y: “A, A” P: “A” Y: “Iya” P: “pekerjaan bapak sehari-hari?” Y: “Yah tani” P: “bagaimana cara bapak mendididk anak dari kecil, Apa yan biasa bapak ajarkan kepada anak-anak yang paling utama sejak mereka kecil?” Y: “Yah dari kecil itu jelas dididik supaya sekolah, disekolahkan supaya dia mengerti apa yang itu, tapi disisi lain terus terang saya mendidik anak memang agak keras namun tidak juga terlalu keras yang jelas termasuk orang karas, jadi saya mendidik anak itu memang pada pada prinsipnya keras” P: “Apa yang mendasari bapak?” Y: “yang mendasari karna biasanya anak-anak kalau tidak seperti itu, sedangkan keras dibina, didibimbing dari kecil tapi masih juga saya lihat dewasanya juga lebih parah, jadi bagaimana caranya saya juga sendiri mengakui bahwa saya mendidik anak itu memang sudah salah, terlalu keras karena mungkin bapak saya mendidik

Mendidik anak untuk sekolah agar anak dapat mengerti selain itu cara mendidik anak pada prinsipnya keras

Mendidik anak dengan keras dengan alasan bahwa meskipun didikan sudah keras anak tetap lebih parah tindakannya setelah dewasa

P1-LB,umr P1-LB,pkj P1-PA,cr P1-PA,cr

Page 175: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65

lebih parah, jadi bagaimana caranya saya juga sendiri memang saya akui bahwa saya mendidik anak itu memang sudah salah juga talalu kasar talalu keras jadi memang dari mungkin dari bapak saya juga mendidik kami orang sebagai de punya anak dulu, mungkin bangkali itu staw yang satu yang yang mengikuti jejak saya punya bapak mungkin kalau saya buat saya mendidik” P: “Baru waktu selama apa mendidik anak biasanya kesulitan yang sering sekali Papa “S” hadapi dalam mendidik anak?” Y: “Yah masalah ekonomi, masalah ekonomi pertama” P: “Selain ekonomi?” Y: “Selain ekonomi yah itulah anu apa namanya ee…selain ekonomi kalau kita mo pikir yah masalah biaya skolah biasa, biasa biaya skolah kadang itulah yang menjadi kendala juga biasa, waktu masih kecil-kecil mereka yah karna diwaktu saya mendidik mereka itu pekerjaan saya dikatakan tani suam-suam dikatakan buruh kasar suam-suam juga bararti tidak menentu kita mencari nda menentu apa tujuannya saya punya saya mencari ini…untuk saya punya…cuma saya cukup dimakan dan bisa membayar sedikit anak, kalau so apa namanya kalau sudah ditumpuk itu bararti masalah biaya skolah disitulah kendala juga mendidik itu anu apa namanya ee…apa namanya masalah keuangan menyangkut sudah ke ekonomi” P: “Lalu sebelum apa menurut Papa “S” ada tidak perbedaan yang antara kerusuhan sebelum terjadi kerusuhan dengan setelah terjadi kerusuhan kondisi ekonomi itu?” Y: “Ah kalau menurut saya ada perbedaannya” P: “Perbedaannya?”

kami sebagai anaknya dulu, mungkin yang mengikuti jejaknya saya punya bapak mungkin kalau saya buat saya mendidik” P: “kemudian kesulitan yang dihadapi selama mendidik anak?” Y: “Yah masalah ekonomi” P: “Selain ekonomi?” Y: “Selain ekonomi, masalah biaya sekolah anak yang biasanya menjadi kendala, waktu mereka masih kecil pekerjaan saya dapat dikatakan petani setengah, buruh juga setengah sehingga tidak menentu pencarian saya, hanya cukup untuk dimakan saja dan memebayar sedikit keperluan anak, kalau sudah ditumpuk itulah yang menjadi kendala keuangan dan menyangkut ke masalah ekonomi” P: “menurut bapak ada tidak perbedaan ekonomi antara sebelum dan sesudah kerusuhan?” Y: “Ah kalau menurut saya ada perbedaannya” P: “Perbedaannya?” Y: “1)waktu sebelum kerusuhan terjadi masalah ekonomi, mungkin karena saya belum membuka pikiran bagaimana caranya mengatur ekonomi dengan biaya sekolah anak-anak,2) tapi sesudah kerusuhan dapat dikatakan saya lebih dewasa dalam berpikir bagaimana agar sekolah anak saya maju dan bagaimana ekonomi dalam rumah, jangan sampai berbenturan masalah biaya anak sekolah dengan masalah biaya ekonomi, tetapi saya rasa ada perbedaan dan sesudah kerusuhan ini malah masalah ekonomi ini bagi saya sudah tidak terlalu saya pikirkan dan biaya sekolah juga seperti dulu sebelum kerusuhan” P: “waktu kerusuhan pergi mengungsi?” Y: “Mengungsi”

Kesulitan dalam mendidik anak yaitu masalah ekonomi Selain ekonomi, masalah lainnya adalah masalah biaya sekolah anak karena pekerjaan yang tidak menetap kadang menjadi petani, kadang buruh sehingga untuk pemenuhan kebutuhan hanya cukup untuk makan saja Sebelum kerusuhan ada masalah ekonomi karena belum terbuka pikiran untuk mengatur ekonomi dan biaya sekolah anak akan tetapi. kerusuhan pikiran menjadi lebih dewasa untuk mengatur bagaimana memajukan sekolah anak dan ekonomi keluarga. Setelah kerusuhan masalah ekonomi dan biaya sekolah anak tidak terlalu dipikirkan

P1-PA,ksltn P1-PA,ksltn 1)P1-K,blm 2)P1-K,sdh

Page 176: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101

Y: “Ada-ada, diwaktu sebelum kerusuhan itulah yang terjadi macam saya katakan tadi masalah ekonomi mungkin belum terbuka pikiran bagaimana caranya mengatur ekonomi dengan biaya sekolah anak-anak, tapi sesudah kerusuhan ini boleh dikata lebeh dewasa saya punya berpikir bagaimana saya punya anak itu bisa saya kase maju skolah dan bagaimana ekonomi dalam ru mah itu, jangan sampe ini apa namanya baku tabraklah masalah biaya anak skolah dengan masalah biaya ekonomi, tetapi saya rasa ada ada anu ada sudah bagus ada perbedaan dan sesudah kerusuhan ini malah apa namanya masalah ekonomi ini bagi saya so tidak terlalu apa namanya kita pikirkan juga dan biaya skolah juga saya pikirkan so tidak terlalu macam dulu sebelum kerusuhan” P: “Itu waktu kerusuhan itu pergi mengungsi?” Y: “Mengungsi” P: “Di mana lalu mengungsi?” Y: “Panjoka” P: “Panjoka itu di mana?” Y: “Wei sebelah Kuku maso 12 kilo belok kiri bajalan kaki” P: “Dari mana bajalan kaki?” Y: “Dari Kuku” P: “Dari kalau dari Tambaro sini?” Y: “Nae oto kasana, ada oto pasukan kasana” P: “Disitu tempat pengungsiannya bagaimana modelnya itu?” Y: “ee…disana yah ekonomi yang paling merosot disana, saya merasakan pada waktu itu ekonomi saya disitu memang sedangkan boleh dikata kamari ini ee…saya lihat juga di mana-mana pada waktu belum kerusuhan to tidak ada orang apa namanya daun ubi itu ditum…

P: “Di mana mengungsinya?” Y: “Panjoka” P: “Panjoka itu di mana?” Y: “sebelah Kuku masuk 12 kilo belok kiri jalan kaki” P: “Dari mana jalan kaki?” Y: “Dari Kuku” P: “kalau dari Tambaro sini?” Y: “Naik mobil ke sana, ada mobil pasukan ke sana” P: “Disitu tempat pengungsiannya bagaimana?” Y: “disana ekonomi yang paling merosot, saya merasakan pada waktu itu ekonomi memang... boleh dikatakan saya lihat di mana-mana pada waktu sebelum kerusuhan tidak ada daun ketela yang ditumis atau rebung yang dtumis tapi disana terjadi, masalah beras tidak begitu itu tapi sabun memang susah karena harus bekerja sehingga bila tidak merotan tidak ada apa-apa” P: “Berarti kebutuhan sehari-hari harus berusaha begitu?” Y: “Oh iya kebutuhan sehari-hari pada waktu itu” P: “Bantuan-bantuan waktu itu?” Y: “Saya tidak pernah dapat” P: “Tidak pernah dapat bantuan?” Y: “tidak pernah, bantuan yang untuk kebutuhan penting tidak ada” P: “kemudian keadaan tempat pengungsiannya bagaimana?” Y: “lumayanlah, ada saudara juga disana” P: “Oh ada saudara juga disana” Y: “dengan saudara disitu kita tinggal tiga bulan saja kemudian kita mandiri di lumbung desa, satu lumbung des a yang tidak pernah dipakai, rusak dindingnya saya perbaiki dengan mencari

Pada waktu mengungsi ekonomi paling merosot yang dulunya sayur daun ubi tidak ditumis dan rebung ditumis tapi saat kerusuhan semuanya terjadi selain itu untuk membeli sabun juga sangat sulit karena susah merotan Selama kerusuhan tidak pernah mendapatkan bantuan

P1-K,pnggsian P1-K,pnggsian

Page 177: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137

ditumis-tumis atau di anu to apa namanya ee…rebung ditumis-tumis tapi disana terjadi, jadi masalah…masalah ee…berasnya itu tidak terlalu anu tapi masalah apa namanya disisi lain sabunnya apanya memang susah karena mencari kalau tidak pi barotan tiada apa-apa” P: “Berarti kebutuhan sehari-hari harus berusaha begitu?” Y: “Oh iya kebutuhan sehari-hari pada waktu itu” P: “Bantuan-bantuan waktu itu?” Y: “Saya tidak pernah dapat” P: “Tidak pernah dapat bantuan?” Y: “Nda pernah, sampe yang penting merupakan bantuan dari apa namanya dari bantuan…nda ada, nda ada” P: “Baru depe keadaan tempat pengungsiannya bagaimana?” Y: “ee…lumayanlah, e ada sodara ada juga disana” P: “Oh ada saudara juga disana” Y: “Tapi sedangkan sama sudara disitu kita dia kita tinggal disitu 3 bulan saja baru kita mandiri di lumbung desa, satu lumbung desa yang tidak pernah dipake, rusak dindingnya sa kase bae saya cari bambu beking dapur, lebih bae kita mandiri daripada pigi sama keluarga belum anu apa namanya anak deng anak nanti aa…ada ini jadi lebe bae apapun yang terjadi rumah sendiri kita mo anu perhatikan sendiri” P: “Kalau masalah pergaulan anak, Papa “S” apa tau tidak dengan siapa dan “S” bergaul, siapa teman-temannya?” Y: “Sekarang?” P: “Iyo waktu iyo” Y: “Waktu sebelum?”

bambu untuk membuat dapur, lebih baik kita mandiri daripada dengan keluarga, belum lagi nantinya anak dengan anak akan begini jadi lebih baik rumah sendiri agar diperhatikan” P: “Ka lau masalah pergaulan anak, bapak tahu dengan siapa dia bergaul, siapa teman-temannya?” Y: “Sekarang?” P: “Iya waktu itu” Y: “Waktu sebelum?” P: “Baik sebelum maupun sesudah” Y: “Kalau dulu sewaku dia kecil teman bergaulnya anak kembar yang merupakan teman sekolahnya, bahkan pada saat dia telah menikah teman sekolahnya datang kesini setiap malam minggu” P: “bapak tahu “S” anaknya seperti apa?” Y: “Iya” P: “maksudnya cara bergaulnya?” Y: “Memang saya lihat cara-cara bergaul pada waktu saya bingung dengan cara bergaulnya yah bagus tetapi itulah karena dilingkungan yang saya tidak itu... karena sekarang ini pergaulan lingkungan itu yang berbahaya, dikalangan wanita maupun pria” P: “waktu dia hamil bapak curiga?” Y: “Saya tidak pernah curiga” P: “tidak pernah curiga?” Y: “1)tidak pernah nanti nenek Iwan, karena tantenya yang cerita sama nenek Iwan, nenek Iwan yang datang di sini dengan papa Iwan ngomong, dari situ saya pikir, 2)memang saya tidak menunjukkan emosi namun saya lemas” P: “Sikap-sikapnya dia waktu sebelum bapak mengetahui?” Y: “Yah seperti biasa saja”

Subjek melihat cara bergaul anak bagus akan tetapi pergaulan lingkungan yang berbahaya dikalangan wanita maupun pria Subjek tidak curiga akan kehamilan anak Subjek mengetahui dari orang lain yang datang ke rumahnya untuk memberitahukan kehamilan anak. Subjek tidak menunjukkan emosinya akan tetapi badan terasa lemas

P2-Pnyb,pkr P3-PNGKRN,prs 1)P2-A m 2)P3-KMRHN,prs

Page 178: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173

P: “Baik sebelum maupun sesudah” Y: “Kalau dulu tuh depe teman bergaul masih ade-ade itu pi skolah itu yang kambar itu ada depe teman yang di skolah itu, bahkan dia sudah pernah sesudah kawing ini depe teman pergaulan sekolah itu datang-datang di sini hampir tiap malam minggu datang” P: “Papa “S” tau maksudnya model-modelnya “S” ini, hafal sekali dan tau oh “S” ini anaknya kayak begini?” Y: “Iya” P: “Dia punya maksudnya depe cara-cara bergaul?” Y: “Memang saya lihat itu cara-cara bergaul pada waktu itu yah itulah yang saya apa namanya bingung to cara bergaulnya ini yah bagus tetapi itulah namanya dilingkungan… dilingkungan yang kita tidak ini itu karna istilahnya skarang itu pergaulan lingkungan itu yang berbahaya, dikalangan wanita maupun pria” P: “Waktu apa waktu “S” hamil itu Papa “S” curiganya bagaimana itu?” Y: “Sa nda pernah curiga” P: “Nda pernah curiga?” Y: “Nda pernah nanti nanti anu ee…nenek Iwan, nenek Iwan kan mama Rinto yang cerita sama nenek Iwan, nenek Iwan yang datang di sini baru saya didatangi nenek Iwan dengan papa Iwan ngomong, dari situ saya pikir memang saya te kase tunjuk saya punya emosi tapi memang lemas” P: “Sikap-sikapnya “S” waktu sebelum Papa”S” tau itu?” Y: “Yah kayak biasa saja” P: “Oh berarti pertama tau itu “S” hamil dari

P: “Oh berarti pertama tahu dia hamil dari mamanya Iwan itu?” Y: “Iya mamanya Iwan” P: “Waktu diberitahu bagaimana perasaannya bapak?” Y: “perasaan saya jadi kecil hati, kecewa tidak mau keluar saya harus mencari nafkah, saya malu sendiri” P: “Ada tidak tindakan -tindakan yang dilakukan kepada “S”, kemarahan sebagai akibat dari kekecewaan bapak” Y: “Oh tidak ada, meskipun kita sudah tahu bila mengambil suatu tindakan kita juga yang rugi” P: “Biasanya kan kalau orang tua karena mungkin sudah kecewa biasanya mengusir atau memukul anaknya” Y: “Kalau saya tidak, mungkin Tuhan sudah itu.. karna saya orangnya pemarah dan keras maka Tuhan lunakkan hati saya sehingga jangan sampai mengambil satui tindakan, saya diberikan pemikiran yang lebih dalam. Hanya lemas pikiran saja, karena saya memikirkan bagaimana biaya sekolah anak yang saya tidak harap begini, karena harapan saya meskipun saya harus susah yang penting dia sekolah, apapun yang terjadi saya siap tetapi sudah begitu” P: “Sebelum mamanya Iwan datang memberitahu, apa bapak pernah mendengar berita mengenai dia?” Y: “tidak ada” P: “Nanti waktu itu?” Y: “Iya, nanti sesudah nenek Iwan memberitahu mendekati dia ujian, saya langsung ke ibu Tamboto agar diberitahu wali kelasnya agar dia ujian”

Mengetahui kehamilan anak subjek kecil hati kemudian kecewa. Selain itu bingung karena bila tidak keluar rumah akan sulit mencari nafkah tetapi bila keluar ada perasaan malu Subjek tidak mengambil tindakan terhadap anaknya karena merugikan diri subjek sendiri Subjek tidak melakukan tindakan keras terhadap anak. Subjek menyadari bahwa dirinya keras akan tetapi subjek merasa dilunakkan hatinya oleh Tuhan sehingga subjek tidak melakukan tindakan. Selain itu subjek juga diberikan pemikiran yang dalam, akan tetapi subjek lemas karena berpikir biaya sekolah yang telah dikeluarkan untuk anak karena subjek memiliki harapan dan tujuan terhadap anak meskipun untuk mencapainya subjek harus berusaha keras

P3-KMRHN,prs P3-PM,pkr P3-KMRHN,pkr

Page 179: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209

mamanya Iwan itu?” Y: “Iya mamanya Iwan” P: “Waktu itu waktu di kase tau, Papa “S” bagaimana perasaannya?” Y: “Itulah perasaan saya dari kecil hati apa namanya kecewa memang tidak ini apa namanya memang saya katakan tadi tidak mo berjalan yah kita cari nafkah, berjalan malu sendiri” P: “Ada tidak maksudnya tindakan -tindakan yang dilakukan sama “S”, kemarahan yang... akibat karena... maksudnya karena kecewanya Papa “S” itu sampe…” Y: “Oh tidak ada, sedangkan kita sudah tau begitu kita...kita ambe satu tindakan yang rugi siapa kita juga yang rugi, yah itulah” P: “Biasanya kan kalau orang tua kan ada sampe saking maksudnya karena dia anu sekali sama depe anak to, akhirnya dia ada yang biasanya usir anaknya atau ada yang bapukul anaknya” Y: “Kalau saya tidak, kalau tidak mungkin Tuhan sudah kase apa namanya saya punya… karena saya orang pa marah orang karas, mungkin Tuhan kase lunak saya punya hati itu jangan sampe ada mengambil satu tindakan, di kase lunaklah saya punya itu buah pemikiran itu berarti buah pemikiran saya di kase berpikir lebe dalam, jadi nda ada barangkali itulah cuma lemas pemikiran saya bagaimana saya punya biaya skolah ini anak ini saya tidak harap, saya punya harap begini dia nanti saya punya tujuan begini karena saya mampu buka biar saya apa namanya batate-tate kalau dia mo terus saya mampu apapun mo terjadi saya siap tapi begitulah” P: “Sebelum ee…dorang mamanya Iwan datang bakase tau di sini, ada tidak papa maksudnya

P: “Dalam keadaan hamil itu?” Y: “Iya, dalam keadaan begitu, jadi saya pergi ke kepala sekolahnya di Ranononcu dan mereka katakan tidak apa-apa mereka tidak permasalahkan yang penting ada kemauan” P: “Ada tidak timbul perasaan ketidakpercayaan kalau dia sudah begini?” Y: “Tidak ada” P: “Tidak ada ya?” Y: “Tidak ada kecurigaan saya sedikit pun bahwa dia akan menyimpang tapi tiba-tiba seperti itu” P: “maksudanya pada waktu “S” hamil itu kan biasanya orang tua tidak percaya anaknya akan seperti itu, seperti menolak” Y: “Mungkin kalau saya lebih dulu dengar diluar mungkin ada kecurigaan begitu tetapi karna tidak ada isu-isu diluar dan saya dengar langsung nenek iwan memberitahu berarti saya terima kecewaan yang ada dan untuk satu tindakan yang saya ambil tidak namun saya memang lemas” P: “lama tidak perasaan kecewa bapak?” Y: “kira -kira yah 1 minggu lah” P: “1 minggu perasaan kecewa?” Y: “1 minggu, saya yang biasanya cerewet, bercanda dengan orang juga namun terbatas ” P: “keluarga-keluarga tahu juga kalau “S” hamil?” Y: “Belum, saya didatangi agar tidak membuat sesuatu yang anarkis kepada anak-anak, harus tenang karena anak untuk jangka panjang sesudah itu dia masih bisa disekolahkan atau kuliah atau bagaimana, masih ada jalan keluar, tidak boleh mengambil satu kesimpulan” P: “selama satu minggu itu sikap bapak terhadap

Subjek tidak curiga bahwa anaknya akan menyimpang, tiba-tiba sudah seperti itu Apabila mendengar kehamilan anak dari luar mungkin subjek tidak akan percaya akan tetapi karena mendengar langsung dari orang yang dapat dipercaya sehingga perasaan tidak percaya menjadi tidak ada akan tetapi hanya kecewa dan lemas Selama satu minggu subjek kecewa Yang bisanya subjek aktif berbicara kan tetapi menjadi terbatas

P3-PNGKRN,prs P3-KMRHN,prs P3-LM P3-KMRHN,tnd

Page 180: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245

Papa “S” badengar-dengar tentang berita-beritanya “S” ini?” Y: “Nda ada” P: “Nanti pas waktu itu?” Y: “Iya, nanti sudah nenek Iwan sudah kase tau kira-kira so mo hampir ujian dia, hampir ujian saya langsung sama ibu Tamboto saya langsung kase tau sama ibu Tamboto supaya tolong diberitau ee…wali kelasnya supaya dikasi ujian” P: “Dalam keadaan hamil itu?” Y: “Iya, dalam keadaan begitu, jadi di bilang iyo saya pigi sama kapala skolah yang di Ranononcu orang anu itu dia bilang iya tidak apa-apa sekarang bukan itu yang dorang tuntut yang penting kemauannya belajar ada” P: “Ada tidak maksudnya Papa “S” sempat timbul dan perasaan te percaya dengan anak apa “S” so mo sampe kayak begitu?” Y: “Tidak ada” P: “Tidak ada e?” Y: “Tidak ada kecurigaan tidak ada, kecurigaan saya mo sedikit pun itu karna saya itu mo menyimpang tidak ada, yah tiba-tiba begitu” P: “Pas maksudnya “S” sudah dalam keadaan hamil dan biasanya kan ada orang tua ah te mungkin anakku hamil maksudnya ada rasa-rasa kayak menolak ah te mungkin ah te mungkin dia kayak begitu” Y: “Mungkin kalau kita dengar diluar duluan mungkin barangkali ada kecurigaan begitu tapi karna tidak ada diluar isu-isu saya dengar langsung nenek Iwan kas tau kan, tidak ada berarti kita terima lah kecewaan yang ada tapi untuk satu tindakan saya ambil untuk anu anak saya tidak cuma memang lemas” P: “Waktu kecewa itu Papa “S” lama tidak

“S” bagaimana?” Y: “saya tidak pernah bicara” P: “Tidak pernah ya?” Y: “Tidak” P: “menegur?” Y: “Tidak, tidak ada, hanya mamanya yang bicarakan saya tidak, kalau saya pulang malam dia buatkan kopi yah buatkan saja namun saya tidak mau lihat mukanya, masih ada rasa sedih” P: “Kalau dia sendiri menghindar tidak?” Y: “Tidak juga, biasa saja mungkin karna dia berpikir bapaknya kecewa tapi dia anggap biasa saja” P: “waktu keluarga tahu “S” begitu ada perasaan malu?” Y: “Saya sama keluarga ada perasaan malu tapi saya tidak tunjukkan seperti yang saya katakan tadi, tidak mau keluar saya harus mencari nafkah saya juga tidak mendengar mereka cerita yang macam-macam” P: “Tetangga-tetangga tahu setelah bapak tahu?” Y: “Ini duluan tahu” P: “tantenya?” Y: “tantenya, yang…” P: “”S” yang mengaku pada tantenya?” Y: “Iya “S”” P: “Oh berarti dia tidak berani memberitahukan kepada…” Y: “Tidak, begitu” P: “kemudian setelah tetangga tahu bapak ada perasaan malu dengan tetangga?” Y: “Ada sedikit tetapi bukan hanya sedikit, adalah...” P: “bapak menghindar dan sering dirumah?” Y: “Tidak biasa saja, karena yang membuat saya merasa malu kepada tetangga atau sesama

Subjek tidak berbicara dengan anak Subjek tidak bicara dengan anak, hanya istri yang bicara dengan anak. Meskipun anak membuatkan subjek kopi selepas kerja, subjek tetap tidak mau melihat wajah anak karena ada perasaan sedih Ada perasaan malu subjek kepada keluarga tetapi tidak ditunjukkan dan subjek pun t idak pernah mendengar orang bercerita tentang masalah keluarga subjek Ada sedikit perasaan malu dengan tetangga

P3-KMRHN,tnd P3-KMRHN,tnd P3-PPT,pkr P3-KMRHN,prs

Page 181: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281

maksudnya perasaan kecewanya?” Y: “ee…kira-kira yah 1 minggu lah” P: “1 minggu perasaan kecewa?” Y: “1 minggu, saya yang biasa tukang ngomong sedangkan orang ngomong yah saya ngomong juga main sedu orang tapi terbatas, begitu” P: “Itu e keluarga-keluarga tau juga waktu itu kalau “S” hamil?” Y: “Belum, , didatangi saya begini jangan membuat satu anarkis kepada anak-anak harus kita tenang kan ini anak ini kan jangka panjang masih ada sesudah itu nanti umur panjang dia masih bisa di kase skolah atau kuliah atau bagaimana masih ada jalan keluar, tidak boleh kita ambe satu anu kesimpulan” P: “Waktu dalam tahapan 1 minggu itu Papa “S” kecewa 1 minggu itu sikapnya sama “S” bagaimana?” Y: “Anu apa namanya tidak pernah saya ngomong” P: “Tidak pernah e?” Y: “Tidak” P: “Bategur?” Y: “Tidak, tidak ada cuma mamanya yang bicarakan saya tidak saya, cuma nanti pulang malam biar dia beking kopi…dia beking kopi beking saja situ saya minum juga tapi untuk lihat depe muka masih ini rasa sedih” P: “Kalau “S” sendiri menghindar tidak?” Y: “Tidak juga, biasa saja mungkin karna apa namanya dia mungkin dia punya pemikiran bapak saya ini dia mungkin kecewa tapi dia tidak ambe pusing dia anggap biasa saja” P: “Baru waktu pas keluarga-keluarga tau dan itu “S” itu Papa “S” ada perasaan malu tidak ee…sama keluarga?”

didalam kampung ini karena saya biasa menasehati orang, saya biasa nasehati anak-anak dijalan anak muda baik yah muda-mudilah saya ketemu dijalan jangan di sini bukan di sini tempatnya ada rumah, kok tiba-tiba anak saya begini yah itulah” P: “Kekecewaannya disitu ya?” Y: “Disitu, kedua saya juga pikir-pikir 4 kepala desa, saya kepala dusun biasa mengarahkan orang itulah yang satu-satunya yang membuat saya lemah berpikir” P: “dalam seminggu yang sering memberikan dorongan kepada bapak untuk bisa menerima siapa?” Y: “Ini omnya, kakek Iwan” P: “Mereka ya?” Y: “Mereka” P: “Apa yang biasa mereka…” Y: “Mereka hanya katakan…kita terima kenyataan, yang mereka katakan jangka panjang anak-anak kita, ada saatnya kita berikan semangat anak-anak untuk belajar atau kuliah, anak saya yang laki-laki saya dorong juga sekolah jadi mudah-mudahan dia itu sesudah besar anaknya bisa kuliah lagi dan nyatanya bisa sekarang” P: “Itu yang…” Y: “sudah ikut kuliah mungkin sudah habis semester” P: “Ujian semester e?” Y: “Iya” P: “Kuliah di mana?” Y: “Tagolu” P: “oh di Tagolu” Y: “Iya” P: “Ambil jurusan apa?”

Subjek adalah kepala dusun yang biasanya mengarahkan orang sehingga membuat subjek lemah dalam berpikir

P3-KMRHN,prs

Page 182: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317

Y: “Saya sama keluarga ini ada sih ada untuk perasaan malu tapi…tapi kita tidak tunjukkan juga te talalu nampak kita…kita tunjukkan bahwa kita ini rasa ini, anggap yah kita mo bilang bagaimana e macam saya katakan tadi tidak mo bajalan karna kita banafkah bajalan macam mo ada yang mo bilang begini tapi tidak ada juga saya dengar di sini orang mo cerita begini nda ada” P: “Tetangga-tetangga tau setelah Papa “S” tau?” Y: “Ini duluan tau” P: “Mamanya Rinto?” Y: “Mama Rinto, mama Rinto yang…” P: ““S” yang mengaku sama mama Rinto?” Y: “Iya “S”” P: “Oh berarti dia tidak berani kase tau sama…” Y: “Tidak, begitu” P: “Baru ee…Papa “S” kan setelah tetangga-tetangga tau itu malu ada perasaan malu juga sama tetangga?” Y: “Ada sedikit ada bukan cuma sedikit, cuma iya itulah ada…ada” P: “Tapi tidak maksudnya menghindar jadi maksudnya lebih sering dirumah?” Y: “Tidak biasa saja, karena yang merasa saya anu apa namanya ee…malu kepada tetangga atau sesama didalam kampung ini karena saya biasa nasehati orang, saya biasa nasehati anak-anak dijalan anak muda baik yah muda-mudilah kita dapat dijalan jangan di sini bukan di sini tempatnya ada rumah, kok tiba-tiba anak saya begini yah itulah” P: “Kekecewaannya disitu e?” Y: “Disitu, kedua saya juga biar cuma pikir-pikir 5 kapala desa saya pikir-pikir saya eh 4 kepala

Y: “ee…akuntansi Komputer mungkin” P: “Oh ada universitas disitu?” Y: “Iya, diploma” P: “Oh diploma e, setelah satu minggu baru dapat menerima, alasan apa yang membuat bapak bisa menerima” Y: “1)Saya yang membuat kuat adalah harapan saya sehingga mendorong saya semangat lagi untuk menerima kenyataan ini. 2)saya kunjungi orang tuanya, si “P” saya kunjungi bahwa anak ini harus bertanggung jawab kalau dia tidak bertanggung jawab maka saya akan akan jadi marah tapi karna dia terima kenyataan ini maka saya terima kenyataan ini, yang penting bapaknya “P” dengan saya menerima kenyataan ini, yah kita aturlah anak-anak bagaimana caranya, sampai suaminya ini saya katakan kalau kamu mau saya jadikan tenaga honor di LAJR tapi dia t idak mau terima karena maksud saya supaya dia SMA atau ikut kuliah dulu istrimu demi masa depanmu tapi dia belum menjawab, karena yang saya pikir kalau masa depan kebaikan kamu dan saya sebagai orang tua walaupun didikan saya keras tetapi saya perhatian kepada anak, anak saya saja kerja disisi saya satu saya cari di mana, walaupun saya keras tetapi saya paling sayang anak” P:”kemudian jalan keluar untuk masalah “S”?” Y: “Jalan keluarnya yang di pesta lalu” P: “biasanya orang tua kan tidak menginginkan untuk dibuat pesta” Y: “Oh tidak ada” P: “Tidak ada ya?” Y: “Tidak ada, karena bapaknya menerima kami sebagai orang tua berarti sepakat untuk terima hanya saja pesan saya walaupun sudah

Harapan membuat subjek kuat untuk menerima kenyataan. Subjek mengunjungi orang tua dari “P” untuk meminta pertanggungjawaban meskipun keras tetapi tetap berusaha untuk memperhatikan anak Jalan keluar permasalahan yaitu menikahkan

1)P3-PM,prs 2)P3-PM,pkr P3-PM,tnd P3-PM,tnd

Page 183: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353

desa saya pikir-pikir, saya kepala dusun biasa mengarahkan orang itulah yang satu-satunya yang beking loyo saya bapikir” P: “Itu waktu dalam 1 minggu kekecewaan itu yang paling banyak maksudnya yang berikan selalu berikan dorongan Papa “S” untuk bisa menerima itu siapa?” Y: “Ini papa Rinto, ngkai Iwan” P: “Mereka ya?” Y: “Mereka” P: “Apa yang biasa mereka…” Y: “Mereka cuma katakan ee…kita terima kenyataan itulah yang dia bilang ini jangka panjang ini anak-anak kita ada waktunya kita kase yah kita kase timbul ulang semangat anak-anak untuk belajar atau kuliah, saya punya anak ini laki-laki saya dorong juga skolah jadi mudah-mudahan dia itu dia sudah besar anaknya bisa kuliah ulang nyatanya bisa sekarang” P: “Itu yang…” Y: “So ikut kuliah ini ah so abis ujian anu staw dorang ini, semester” P: “Ujian semester e?” Y: “Iya” P: “Kuliah di mana?” Y: “Tagolu” P: “Di oh di Tagolu” Y: “Iya” P: “Ambil jurusan apa?” Y: “ee…akuntansi komputer staw” P: “Oh ada universitas situ?” Y: “Iya, diploma” P: “Oh diploma e, itu setelah 1 minggu kan Papa “S” kecewa, terus apa yang maksudnya yang bisa bikin Papa “S” baterima, alasan kuatnya untuk keadaannya “S””

dinikahkan, jelas anak saya akan saya kuliahkan karena itu harapan saya” P: “setelah dinikahkan bagaimana perasaan bapak?” Y: “perasaan saya itu walaupun sudah di nikahkan tetap saya punya pendirian itu saya pegang, tidak ada perasaan apa-apa seperti saya katakan tadi dua-dua saya ajak bicara, setelah pesta itu hari petama minggu setelah pesta sesudah orang pulang saya beritahu dua-duanya langsung, saya tanyakan apakah bersedia jika istrinya saya sekolahkan, kalau kamu, saya pikir-pikir harus siap berkebun, itu saja saya katakan siap berkebun tapi kalau istrimu masa depan bukan hanya dia tetapi kalian suami istri yang akan menikmati dengan anak-anak, untuk orang tua hanya itu harapan orang tua untuk kamu” P: “jadi kekecewaannya bapak hilang?” Y: “Hilang” P: “Hilang ya?” Y: “Hilang-hilang sedikit-sedikit sampai…” P: “Sekarang ya?” Y: “Sekarang” P: “Sampai sekarang” Y: “Iya” P: “sikapnya bapak baik sebelum maupun sesudah kejadian itu tidak ada perubahan?” Y: “tidak ada” P: “Hubungan juga tetap baik?” Y: “Iya, kalau hanya untuk didalam rumah atau tangga ini memang seringkali meskipun saya manja namun dia justru melawan saya, ini saya sekolahkan saya bayar dua juta setengah tetap masih memilih makanya saya menghindar, berarti dia belum dewasa, itu saja saya hanya

Page 184: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389

Y: “Saya yang beking kuat anu itulah yang saya pikir harapan saya itu mendorong saya punya semangat ulang untuk menerima kenyataan ini saya kunjungi orang tuanya, si Per saya kunjungi bahwa ini anak ini dia harus bertanggung jawab jangan dia…kalau dia tidak bertanggung maka saya akan naik saya akan jadi marah tapi karna kalau di trima dia terima kenyataan ini maka saya terima kenyataan ini, yang penting bapak bapaknya Per dengan saya menerima kenyataan ini yah kita aturlah anak-anak bagaimana caranya, sampe suaminya ini saya katakan kalau kamu mau saya kase saya kase bahonor di anu LAJR tapi dia nda mau terima karna maksud saya supaya apa kamu SMA ah sa kase sa kase tau atau iko kuliah dulu istrimu supaya masa depanmu tapi dia belum menjawab, karena saya itu apa saya pikir kalau kamu itu punya masa depan kebaikan ka mu dan saya orang tua sebagai orang tua walaupun didikan saya keras tetapi saya perhatian kepada anak, saya punya anak saja kerja disisi saya satu saya cari saya di mana, walaupun saya keras tetapi saya paling sayang dulu anak” P:”Baru e terakhir itu jalan keluarnya untuk masalahnya “S” itu apa jalan keluarnya?” Y: “Jalan keluarnya yang di pesta lalu” P: “Tidak ada maksudnya kan biasanya orang tua ah tidak usah di pesta” Y: “Oh tidak ada” P: “Tidak ada e?” Y: “Tidak ada, karena bapaknya menerima kami orang tua berarti sepakat kita terima cuma akhir bahasa saya walaupun ini anak sudah di kase kawin jelas sa punya anak sa kase kuliah nanti, itu itu harapan saya itu”

kembalikan kesitu walaupun sudah ada anak saya katakan mungkin pemikirannya yah. Akan tetapi dia memang berani…baik menghadapi orang ada keberanian” P: “Penyesalan ada?” Y: “Saya, yah hanya pada waktu itu ada penyesalan namun sekarang sudah tidak ada karna saya sudah kuliahkan sehingga tidak ada penyesalan” P: “Yang penting anak kuliah?” Y: “Iya, saya punya anak itu terus” P: “Itu saja, terima kasih Papa “S”” Y: “Iya, makasih”

Penyesalan sudah tidak ada karena anak telah dikuliahkan kembali

P3-PM,pkr

Page 185: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 320 321 322 323 324 325

P: “Kan sudah habis di pesta toh, pas ee…kan sudah di pesta itu Papa “S” perasaannya bagaimana?” Y: “…” P: “Setelah maksudnya kan pesta itu berarti menyelesaikan masalah to, itu yang Papa “S” rasakan itu perasaannya bagaimana?” Y: “ee…perasaan saya itu walaupun sudah di pesta tetap sa punya pendirian itu sa pegang itu, tidak ada perasaan apa-apa ee…untuk selain macam so itulah saya katakan tadi dua-dua saya kase duduk, habis pesta itu hari petama minggu abis pesta sudah abis kase pulang orang punya barang jadi saya kase dua-duanya langsung saya pertanyakan kamu mo bersedia kamu punya istri nanti kalau di kasi skolah? sisa dia, kalau kamu? saya pikir-pikir sa mo pikir-pikir siap kobong , itu saja sa bilang siap kobong tapi kalau istrimu saya depe masa depan kamu punya masa depan bukan cuma dia tetapi kamu suami istri yang akan menikmati deng anak-anak, untuk orang tua tidak itu dia inga-inga cuma itu harapan orang tua itu saja di kamu” P: “Jadi beban-beban kekecewaannya Papa “S” itu so …” Y: “Hilang” P: “Hilang e?” Y: “Hilang-hilang sadiki-sadiki sampe…” P: “Sekarang e?” Y: “Sekarang” P: “Sampe sekarang” Y: “Iya” P: “Sikapnya Papa “S” dari sebelum kejadian itu deng setelah kejadian ada tidak perubahan terhadap “S”?” Y: “Nda ada”

Page 186: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349

P: “Hubungan juga tetap baik?” Y: “Iya, kalau cuma untuk didalam rumah tangga ini memang seringkali adoh kalau so depe lawan orang tua itu so saya yang paling manja sama dia so saya yang paling dia lawan, ini saya kase skolah kase iko kuliah ini saya bayar 2 juta stengah tetap masih uh saya pikir so masih memilih ini padahal makanya saya lari-lari akan, berarti dia punya pendirian untuk kedewasaan belum, itu…itu saja saya cuma kembalikan kesitu walaupun sudah ada anak saya bilang mungkin dia punya pemikiran yah cuma itu anak itu memang kebraniannya…baik menghadapi orang…bagaimana menghadapi orang itu ada kebranian” P: “Penyesalan-penyesalan te ada juga e Papa “S”?” Y: “Saya…yah cuma itu pada waktu ada penyesalan skarang te ada lagi karna kita so dapa kase kuliah itu so tidak ada penyesalan” P: “Yang penting anak kuliah?” Y: “Iya, saya punya anak itu terus” P: “Itu saja, terima kasih Papa “S”” Y: “Iya, kasih”

Page 187: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

Wawancara 2 Nama : A Tanggal : 4 April 2008 Waktu : 18.00-18.45 No Verbatim Terjemahan Analisis awal Koding 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

P: “kalau mungkin saya lalu wawancara Papa “S” kan depe kejadian sampe mana kalau ini mungkin saya cuma baingin lebih tahu prasaannya Papa “S” bagaimana hal ini terjadi sama Papa “S” perasaanya Papa “S”?” Y: “kalau mau bilang sama saya ini, kalau perasaan sebagai bapak itu tidak ada sebagai orang tua yang tidak mo ada perasaannya yang tidak mengecewakan, bagi saya sampai hari ini meskipun dia sudah kawin saya goso bicara untuk…supaya apa masa depan jadi. sampe sekarang yah masih ada perasaan kecewa, saya tidak kase kuliah juga tapi kasian ketika menaggalkan dari SMA tidak ada untuk depe masa depan kebaikannya tapi juga kurang ditanggapi jadi memang sampai sekarang saya masih kecewa, sekarang dengan suaminya saya bilang saya sudah ikhlas, saya sudah atur kenapa sampe terjadi begitu, kan bikin konflik orang-orang tua to sampe saya bilang saya sudah bayar tapi kenapa tidak bisa diarahkan, diarahkan ini supaya bisa jadi manusia” P: “tapi Papa “S” punya perasaan kecewa itu sering muncul” Y: “iyo sering hamper hari-hari kita punya perasaan kecewa itu muncul, meskipun dia bicara yah saya ini apa tetap juga bicara dengan dia, kejadian lalu luar biasa mengecewakan, saya terus terang saja, saya mau buang anak sendiri, terus terang saya itu sampai menangis -menangis saya, saya malam tidak bisa tidur, dengan mamanya biasa bacerita , mau di marah

P: “waktu itu saya lebih banyak bertanya mengenai kejadiannya, sekarang saya ingin tanya bapak mengenai perasaan bapak?” Y: “kalau perasaan sebagai bapak...yah tidak ada sebagai orang tua yang tidak kecewa, bagi saya sampai hari ini meskipun dia sudah kawin saya tetap menasehati demi masa depannya, jadi sampai sekarang masih ada perasaan kecewa. Saya tidak kuliahkan tapi kasihan juga karena ketika meninggalkan SMA tidak ada bekal masa depannya namun kurang ditanggapi. Jadi sampai sekarang saya kecewa, saya katakan kepada suaminya bahwa saya ikhlas saya sudah atur kenapa sampai terjadi begitu sehingga orang tua konflik, saya juga mengatakan saya sudah bayar tetapi kenapa tidak bisa diarahkan agar jadi manusia” P: “kekecewaan itu sering muncul” Y: “Iya, hampir setiap hari perasaan kecewa itu muncul, meskipun dia bicara yah saya tetap bicara dengan dia, kejadian lalu luar biasa mengecewakan saya terus terang saja, saya mau buang tapi anak sendiri, terus terang saya sampai menangis, malam pun tidak bisa tidur, dengan mamanya biasa bercerita, mau di marah tetapi mamanya bilang jangan ditekan anak” P: “waktu tahu dia hamil kan sikap bapak tidak ini...?” Y: “iya, terus terang karena yang saya jaga karena dia sekolah, dia juga harapan keluarga karena dia anak pertama yang jadi contoh buat keluarganya, yang saya sesali karena harapan

Sebagai bapak tidak ada yang tidak kecewa sampai sekarang pun meskipun sudah menikah subjek tetap menasehati anak untuk masa depannya, sampai sekarang subjek tetap kecewa Perasaan kecewa sering muncul setiap hari, kejadian lalu luar biasa mengecewakan subjek ingin membuang tetapi anak sendiri, walaupun tidak bisa tidur, ingin memarahi anak tetapi istri melarang Subjek tidak memukul karena anak masih sekolah dan harapan keluarga yang merupakan contoh bagi saudaranya, sehingga subjek hanya

P3-PPT,prs P3-PPT,prs P3-PPT,pkr

Page 188: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71

tapi mamanya bilang jangan ditekan-tekan anak-anak” P: “kan lalu waktu Papa “S” tau dia hamil kan sikapnya Papa “S” kan tidak ini?” Y: “iyo tidak, terus terang karena seumur-umur yang kita jaga itu ka rna dia masih sekolah, dia juga harapan keluarga karna apa dia kan anak pertama yang jadi contoh bagi saudaranya, yang kita sesali kita harap-harap mungkin ini yang bisa bangun keluarga…mungkin karna dia masih anak-anak jadi belum begitu mengerti jadi di trima saja, yang penting dia mengaku, kalau mungkin penyesalan kenapa sampe terjadi begitu” P: “padahal kan kalau di liat sifatnya Papa “S” kan keras dalam mendidik anak” Y: “Iyo. Orang-orang bilang lalu kita ini katanya keras, artinya kalau saya punya anak mantu itu misalnya apa dia itu tidak ada rokok kita bilang ini anak ada rokok, kita tidak ada sebenarnya apa mau bedakan meskipun dia sudah begitu atau ada perbedaan dia dengan saudaranya, saya memang kecewa karna cuma ini yang saya inginkan supaya dia kuliah, sampe dia juga pernah bilang dia tidak pernah dibela, liat itu, kita bilang bukan tidak dibela ngana kita arahkan kalau ada hal-hal yang tidak kita sukai jadi kalau ada yang ngana bilang begini-begini saya begini-begini ee kita tidak bisa terima karena saya punya cara beda dengan kamu, saya punya jiwa tidak seperti itu, tapi ini tidak di kase tau…di kase tau, tidak tau biasa sudah ada permusuhan ato tidak mau bicara bagaimana saya di bilang bela-bela suaminya, bukan dia di marah memang kalau ada slalu dia yang di marah, dia yang di kase tau“ P: “waktu lalu sebelum dinikahkan Papa “S” ada kase duduk dorang dua?” Y: “iyo, pernah lalu, sedangkan masih pacaran

saya dia yang bisa bangun keluarga mungkin karena dia masih anak-anak jadi belum begitu mengerti ditrima saja yang penting dia mengaku, kalau mungkin ada penyesalan mengapa sampai terjadi” P: “kalau dilihat bapak termasuk keras dalam mendidik anak” Y: “Iya. Orang-orang katakan saya ini katanya keras, artinya kalau anak mantu saya itu misalnya dia tidak ada rokok saya katakan anak ada rokok, saya sebenarnya tidak mau bedakan meskipun dia sudah begitu atau ada perbedaan dia dengan saudaranya, saya memang kecewa karna hanya ini yang saya inginkan supaya dia kuliah, samp ai dia juga pernah katakan bahwa dia tidak pernah dibela, saya katakan bukannya tidak dibela dia saya arahkan kalau ada hal-hal yang tidak saya sukai jadi kalau dia katakan saya begini-begini yah saya tidak bisa terima karena cara saya beda dengan kamu, saya punya jiwa tidak seperti itu, tapi bila diberitahu biasa sudah ada permusuhan atau tidak mau bicara saya dikatakan membela suaminya dan tidak di marah, yah memang kalau ada itu dia selalu yang di marah, dia yang diberitahu“ P: “sebelum dinikahkan apa bapak pernah mengajak mereka bicara” Y: “iya, pernah, sedangkan masih pacaran saya sudah arahkan mereka berdua karna sifat saya ingin mengarahkan agar mereka tidak melakukan hal-hal yang tidak baik, pernah saya tampar, ”S” saya camb uk, saya tidak suka mereka meremehkan saya, disitu saya lihat oh kalau dikasarin anak atau dikerasin demi kebaikan mereka, jadi harus sama-sama jaga diri sebab saya tidak bisa, jadi saya katakan oke , kalau begitu diurus, samp ai neneknya iwan dengan kakeknya iwan datang kesini mengatakan ini itu, saya katakan meskipun

bisa menerima yang penting anak mengaku meskipun ada penyesalan dari subjek subjek hanya kecewa karena yang diinginkan anak bisa kuliah

P3-KMRHN,pkr

Page 189: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110

saya sudah arahkan dorang dua ee begini karna saya punya sifat ingin mengarahkan supaya dorang tidak melakukan hal-hal yang tidak bae, saya tampeleng pernah saya tampeleng , “S” saya cambok , saya tidak suka dorang bapandang enteng, disitulah yang saya liat oh kalau dikasarin ini anak ato di kase keras kan juga demi dorang punya kebaikan kan, jadi bagaimana harus sama-sama jaga diri sebab saya tidak bisa, jadi saya bilang okelah kalau begitu diurus, sampe kan neneknya iwan deng ngkainya iwan datang kesini bilang begini-begini, kita bilang meskipun dorang tidak badengar bagaimana caranya kita kase kawin, kita di kase tau jangan di marah” P: “lalu itu Papa “S” tau sendiri dia ini hamil?” Y: “iyo, kita so lama baru satu bulan depe perut kita sudah tau, sudah cuma kita yah anu juga, mamanya saja kita tidak pernah kase tau” P: “tidak pernah juga Papa “S” mau tegur ato bilang sama “S”?” Y: “tidak, nanti saya menghadap sama gurunya kan somo ujian dorang, somo ujian, saya bilang brapa babayar biar saya punya anak di kase ujian, barangkali ada kepala sekolah punya anu, di bilang itu dikembalikan ke pribadi masing-masing gurunya bilang kalau pribadinya mau jadi torang terima, biar sudah begitu kalau dia mau ikut ujian tidak apa-apa jadi dari situ dia tiap pagi pigi ikut ujian setelah apa aktivitasnya tidak ada dia iko pulang, dia bilang lalu dia tidak bisa ikut jadi dari situ dia tidak sekolah lagi sampe dia punya anak” P: “jadi bagaimana sikapnya “S”?” Y: “Yah dia biasa-biasa saja iko akan apa yang ada torang mohon sama dia supaya dia iko ini ujian mo bilang tidak diperhatikan juga soalnya dia ini pencemburu, di bilang kalau kita tidak perhatikan nanti dia bilang kita lebe perhatikan

mereka tidak dengar bagaimana caranya saya akan nikahkan, saya diberitahu jangan di marah” P: “bapak tahu sendiri dia hamil?” Y: “iya, saya sudah lama tahu, perutnya baru sebulan saya sudah tahu, saya hanya itu juga, mamanya saja saya tidak pernah beritahu” P: “bapak juga tidak menegur atau memberitahu dia?” Y: “tidak, nanti saya menghadap sama gurunya karna mau ujian, akan ujian, saya katakan berapa harus dibayar agar anak saya bisa ikut ujian, mungkin kepala sekolah punya itu, dikatakan itu dikemb alikan ke pribadi masing-masing, gurunya mengatakan kalau pribadinya mau mereka terima, meskipun sudah begitu kalau dia mau ikut ujian tidak apa-apa jadi sejak itu tiap pagi dia pergi ujian setelah aktivitasnya tidak ada dia pulang, dia katakan lalu dia tidak bisa ikut jadi sejak itu dia tidak sekolah lagi samp ai dia punya anak” P: “jadi bagaimana sikapnya “S”?” Y: “Yah dia biasa-biasa saja mengikuti kemauan kami supaya dia ikut ujian mau dikatakan tidak diperhatikan juga dia ini pencemburu, dikatakan saya tidak perhatikan nanti dia katakan saya lebih perhatikan saudaranya dibanding dengan dia, makanya kami beri pengarahan ke dia, ini saja kami usahakan untuk bangun rumahnya biar dia bisa mandiri tidak sama orang tua terus karna kalau begini nanti dia adik-adiknya tidak d iperhatikan karena dia ini kalau ikut kemauannya, dia saja yang kami perhatikan padahal kan masih ada juga adiknya” P: “lokasi rumahnya itu jauh?” Y: “tidak jauh, hanya dekat bisa dilihat dari sini rumahnya, sudah siap semuanya, sudah ada ramuan rumah, pokoknya sudah siap”

Subjek sudah lama mengetahui kehamilan anak

P2-A m

Page 190: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149

dia ini punya saudara depe ade-ade dibanding dengan dia, makanya torang kase pengarahan sama dia, sedangkan ini torang usahakan untuk bangun rumahnya biar dia juga bisa mandiri kan tidak sama orang tua terus karna kalau begini nanti dia punya ade-ade kana pa torang tidak perhatikan karena dia ini kalau cuma iko depe mau dia ini saja yang anu torang perhatikan padahal kan masih ada juga depe ade-ade” P: “lokasi rumahnya itu jauh?” Y: “tidak jauh, ini ee cuma dekat, bisa torang liat dari sini itu depe rumah, sudah siap semuanya, sudah ada dorang punya apa ramuan rumah, pokoknya itu so siap” P: “tinggal di kase badiri?” Y: “sebenarnya kalau bukan dia masih kuliah ini, so lama badiri karna saya saya pikir masih mencari dia pigi kuliah saya bergerak, sebab kalau cuma mau harap juga neneknya depe cucu sapa yang mau jaga, jadi saya pigi sendiri, saya ada kase tau sama neneknya tidak usah torang bakobong biar nanti saya yang mencari nanti ngana yang urus itu cucu, malah ada sedikit usaha tapi tidak talalu besar-besar, kalau begitu mau harap mamanya itu adoh, tidak bisa diharap” P: “tapi memang jadi orang tua ini harus kase kuat-kuat hati?” Y: “iyo memang” P: “barangkali kalau tidak kase kuat hati mau hadapi masalah kayak begini mo rasa bagaimana?” Y: “saya, itu sudah saya kalau ada saya punya otak ini torang ini saya mau kaluar jauh kasana, biasa kita pigi bacirita kasana karna stress kita punya otak ini” P: “tapi jarang juga Papa “S” bacerita dengan mama “S” maksudnya soal permasalahan itu?” Y: “sering juga”

P: “tinggal dibangun?” Y: “sebenarnya kalau bukan karena dia masih kuliah ini sudah lama dibangun karna saya pikir masih mencari, jadi dia kuliah saya bergerak, sebab kalau hanya ber harap neneknya, cucu siapa yang jaga, jadi saya pergi sendiri, saya katakan sama neneknya tidak usah berkebun nanti saya yang mencari dia yang urus cucu, malah ada sedikit usaha tapi tidak terlalu besar, kalau mau harap mamanya, tidak bisa diharap” P: “tapi memang menjadi orang tua harus menguatkan hati?” Y: “iya memang” P: “kalau tidak, mungkin menghadapi masalah begini rasanya bagaimana?” Y: “saya, kalau otak saya ini itu..., saya mau keluar jauh ke sana, biasa saya pergi bercerita ke sana karna stress otak ini” P: “bapak jarang bercerita dengan mamanya mengenai masalah ini?” Y: “sering juga” P: “sering juga ya?” Y: “kalau masalahnya “S” kami berdua bicarakan bagaimana jalan keluarnya, diatur baik-baik supaya itu, mungkin begitu yang mereka lakukan namun bagaimanapun itu anak kita, sampai saya katakan kalau saya ini mungkin keras dulu, lebih besar saya keinginan saya untuk marah ke anak tapi sekarang tidak lagi ketika ada masalah itu saya pasrah saja tidak mungkin tiap hari emosi, jadi saya kalau yang namanya bercerai bagi saya tidak ada, jadi bagaimana kita arahkan anak-anak supaya mereka tidak salah jalan artinya dalam mereka membina ini rumah tangga bisa selalu kami arahkan, memang ini pergumulan saya, lebih besar pergumulan saya, kalau “S” ini harapan saya bisa masuk kuliah kemudian dia bisa dapat pekerjaan makanya waktu mau kuliah itu saya

meskipun anak sudah berbuat seperti itu tetapi mereka tetap adalah anak, subjek hanya pasrah

P3-PM,pkr

Page 191: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188

P: “sering juga e?” Y: “kalau masalahnya “S” lalu torang dua apa dibicara kan saja bagaimana depe jalan kaluar, diator bae-bae supaya anu, barangkali begitu sudah dorang bikin biar bagaimana itu torang punya anak ee sampe saya bilang itu kalau saya ini mungkin keras kalau dulu iyo lebe basar saya punya keinginan mau marah sama anak tapi skarang tidak apa lagi pas ada itu masalah kita pasrah saja tidak mungkin torang hari-hari mau panas, jadi saya ini kalau yang namanya bacere tidak ada jadi bagaimana kita arahkan itu anak-anak supaya dorang tidak tasala jalan artinya dalam dorang ini babina dorang punya rumah tangga bisa slalu torang arahkan, memang ini saya punya pergumulan lebih besar saya punya pergumulan, kalau “S” ini sayape harapan bisa maso kuliah kong apa dia bisa dapa kerja makanya waktu mau kuliah itu kita usahakan bayar tidak ada kita mo cicil-cicil” P: “semoga juga anak bisa mengerti?” Y: “kalau saya ini dia maso kuliah saja kita dang apa so senang, kalau dia mau kerja kita juga kan mau usahakan cari akan depe kerja tapi itu yang kita liat kayak dia punya apa dan semangat hilang kita juga heran biasanya kan kita suka bamarah tapi ini kita lebe apa dang jauh lebe tenang pikir saja kalau kita pigi di pasar kalau kita cuma iko kita pe mau kita ada singgah makan tidak usah ingat-ingat ini anak tapi kan kita usahakan juga kalau apa misalnya anu kita belikan, ini “S” juga kita belikan jangan ada nanti dia bamarah ato mungkin nanti dia cemburu karna pikir dia tidak diingat” P: “kan kalau mau dipikir anak-anak harusnya bisa lebe anu dan sama orang tua, liat orang tua punya keseriusan untuk baurus depe anak meskipun depe anak sudah buat salah dan ada kan malah orang tua yang karna sudah betul

usahakan bayar tidak ada dicicil-cicil” P: “semoga anak bis a mengerti?” Y: “kalau saya ini, dia masuk kuliah saja saya sudah senang, kalau dia mau kerja saya juga kan mau usahakan carikan kerja tapi itu yang saya lihat kayaknya semangatnya hilang, saya juga heran biasanya kan saya suka marah tapi ini saya lebih tenang, pikir saja kalau saya pergi di pasar kalau saya hanya ikuti kemauan saya, saya singgah makan tidak perlu ingat-ingat anak tapi kan saya usahakan juga kalau misalnya itu saya belikan, “S” juga saya belikan jangan ada nanti dia marah atau mungkin nanti dia cemburu karna berpikir dia tidak diingat” P: “kan kalau dipikir anak-anak harusnya bisa lebih itu ke orang tua, lihat keseriusan orang tua untuk urus anaknya meskipun anaknya sudah buat salah, ada kan orang tua yang karna sudah betul-betul stress memikirkan anaknya akhirnya dia tidak mau atur anaknya?” Y: “kalau saya tidak, banyak juga di desa ini katakan saya orang keras, itukan jiwa saya memang keras, makanya saya di sini saya lihat masih banyak juga yang sama dengan “S”, jangan salah jalan, saya bilang kalau kamu kerja maka banyak laki-laki yang itu, yah kamu sayang orang tuamu sebab kami ini yang kamu lihat, kalau kamu bikin begini berarti kamu memaksakan kehendak, kalau dia masih sayang orang tuanya, jadi kamu pikir-pikir” P: “atau mungkin seperti ini karena kurang pengawasan?” Y: “kalau namanya pengawasan, saya jaga di sini mereka jalan disana, terus terang saja “S” ini sering pergi belajar, pulang dari belajar pergi situ dulu saya, pergi mana lagi kamu, pergi sama nenek saya, oh iya padahal saya pergi saya kira dia ikut tapi malah sembunyi, yah sudah begitu manusia sebenarnya itu semua yang bikin

Menurut subjek pengawasan sudah cukup ketat akan tetapi masih saja ada celah

P2-Pnyb,tnd

Page 192: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227

betul stress pikir akan depe anak akhirnya dia tidak mau atur depe anak” Y: “kalau saya tidak, banyak juga di kampung ini banyak orang yang bilang orang keras, itukan saya punya jiwa itu kan memang memang keras saya orangnya dan saya memang karna kalau ada memang dasarnya, bahkan orang lain saya, makanya saya di sini kita liat masih banyak yang juga yah sama dengan “S” ini, jangan salah jalan, saya bilang kalau kamu kerja maka itu akan banyak laki-laki yang anu, yah kamu sayang orang tuamu sebab kami ini yang kamu liat, kalau kamu bikin begini brarti kamu paksa kamu punya kehendak, kalau dia masih sayang orang tuanya, jadi kamu pikir-pikir” P: “ato mungkin sampe terjadi ini karena kurangnya pengawasan?” Y: “adoh kalau yang ini apa namanya pengawasan ini kita jaga di sini napa dorang ada jalan disana, terus terang saja “S” ini sering pigi belajar, pulang dari belajar pigi situ dulu saya, pigi mana lagi kamu, pigi sama nenek saya, oh iyo padahal kita pe pigi kita kira dia ada baiko padahal so te tau pigi basembunyi di mana, yah sudah begitu manusia sebenarnya itu semua yang bikin anu itu” P: “skarang tinggal bagaimana mau baperbaiki” Y: “iyo, inilah kita baperbaiki depe kunci kase kuliah saja dia ini supaya bagaimana biar ada suami deng anak dia masih anu rasa kalau torang perhatikan, saya juga sudah ada beli belanganya , piringnya” P: “tinggal bagaimana dia baator” Y: “saya itu kalau saya ingat-ingat itu macam tidak mo ta tidur saya, tapi mudah-mudahan yang satu sana dia badengar” P: “oh yang anu tinggal di palu itu?” Y: “iyo, dia ada sekolah disana di SMA

itu” P: “sekarang tinggal bagaimana memperbaiki” Y: “iya, saya perbaiki, jalan dikuliahkan saja dia supaya meskipun ada suami dengan anak dia masih rasa kalau kami perhatikan, saya juga sudah beli belanganya, piringnya” P: “tinggal bagaimana dia atur” Y: “saya kalau saya ingat-ingat itu seperti tidak bisa tidur, tapi mudah-mudahan yang satu sana dia dengar-dengaran” P: “oh yang tinggal di palu itu?” Y: “iya, dia ada sekolah disana di SMA Imanuel, yah mudah-mudahan dia tidak buat kesalahan cukup kakaknya yang buat salah dan mengecewa kan orang tua, saya katakan sama “S” kamu katakan orang tua ini tidak gaul, kamu katakan kamu gaul tapi setelah kamu sekolahkan justru kamu buat seperti itu, itu yang benar-benar kita sesali, kamu tidak tahu kamu bicarakan orang tua kamu pikir kamu sudah pintar padahal sudah dibuat begitu orang tua, masih juga mau menuntut, kalau memang saya jengkel sekolah kamu putus, “S”selalu katakan dia sering dikatai, sebenarnya bukan dikatai tapi karna sikapnya itu yang buat orang tua samp ai begitu” P: “kan kalau orang tua marah karna dia sayang” Y: “saya beritahu, tinggalkan sikapmu yang tidak bagus kalau dulu pemarah tinggalkan itu, saya sekolahkan kamu supaya kamu punya wawasan bisa bertambah, itu maksudnya orang tua bicara begitu” P: “mudah-mudahan bisa berubah” Y: “iya, mudah-mudahan, kan masih dibawah umurnya jadi belum mengerti” P: “kalau sudah dua puluhan mungkin dia sudah mengerti, apalagi kan kalau sudah hidup sendiri terpisah dari orang tua”

Jika mengingat kejadian itu subjek rasanya tidak bisa tidur

P3-KMRHN,prs

Page 193: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266

Imanuel, yah mudah-mudahan apa dia itu tidak apa dan buat kesalahan cukup ini saja kakaknya yang buat salah bikin apa dan kecewa sama orang tua, itu saya bilang sama “S” kamu bilang orang tua ini apa dan tidak gaul, kamu bilang kamu gaul tapi setelah kamu di kase sekolah itu justru kamu bikin kayak begitu, itu yang benar-benar kita sesali, kamu tidak tau kamu bicara-bicara akan orang tua kamu pikir kamu sudah pintar padahal sudah di kase bagitu orang tua, masih juga mau menuntut, kalau memang saya jengkel lalu kamu punya sekolah itu saya kase putus betul, ini “S” ini dia bilang sering dicumu-cumu, sebenarnya bukan dicumu-cumu tapi karma depe sikap itu yang bikin orang tua sampe begitu” P: “kan kalau orang tua bamarah karna dia sayang” Y: “saya kase tau, tinggalkan sikapmu yang tidak bagus kalau dulu pamarah tinggalkan itu, saya kase sekolah kamu supaya kamu punya wawasan bisa bertambah, itu makanya orang tua bicara begitu” P: “mudah-mudahan bisa berubah” Y: “iya, mudah-mudahan, kan masih dibawah umurnya jadi belum mengerti” P: “kalau sudah dua puluhan itu mungkin dia sudah mengerti, apalagi kan kalau sudah hidup sendiri terpisah dari orang tua” Y: “iyo, mungkin saya juga sekarang kalau anu dia marah saya kase tinggal supaya kalau dia marah sedikit kita bisa kase reda, yah kalau ada anu kita paling pigi bacerita, kita cuci-cuci pemikiran dapat orang baminum yah kita ikut duduk bacerita” P: “Iyo kan orang kalau ada masalah itu butuh waktu untuk menenangkan diri” Y: “iyo, kita paling bacerita ato jalan kemana untuk menghilangkan pemikiran yang tidak bae

Y: “iya, mungkin saya juga sekarang kalau dia marah saya tinggalkan supaya kalau dia marah sedikit sayabisa redakan, yah kalau ada itu saya paling pergi bercerita, membersihkan pemikiran dapat orang minum yah saya ikut duduk bercerita” P: “Iya kan orang kalau ada masalah butuh waktu untuk menenangkan diri” Y: “iya, saya hanya cerita atau jalan kemana untuk menghilangkan pemikiran yang tidak baik jangan samp ai apa, mudah-mudahan mendekati lima puluh tahun sudah tenang hidup” P: “hanya itu saja dan yang saya mau tanya-tanya kepada bapak, terima kasih atas bantuannya” Y: “iya, saya juga terima kasih ini karna bisa bercerita biar bisa hilang beban saya sedikit” P: “iya”

Page 194: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

267 268 269 270 271 272 273 274 275

jangan sampe apa to, mudah-mudahan somo sampe lima puluh tahun sudah tenang hidup” P: “hanya itu saja dan yang saya mau tanya-tanya ulang sama Papa “S” trima kasih atas bantuannya” Y: “iyo, kita juga trima kasih ini karna bisa bacerita biar bisa ilang ini kita punya beban sedikit” P: “iya”

Page 195: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

B. WAWANCARA SUBJEK SEKUNDER

Page 196: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …

E. SURAT PERNYATAAN SUBJEK PRIMER

Page 197: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …
Page 198: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …
Page 199: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …
Page 200: PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA …