proses pembelajaran dalam perspektif alquran

19
Proses Pembelajaran Islami 1 PROSES PEMBELAJARAN ISLAMI MENURUT PERSPESKTIF ALQURAN Disusun untuk memenuhi Tugas Ahir Semester mata kuliah Ulumul Quran Dosen Pengampu: Dr. H. M. Sa’ad Ibrahim, M.A Oleh: Moh. Sholeh Afyuddin 14720032 Pendidikan Bahasa Arab (Pascasarjana) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Desember 2014

Upload: sholehafif

Post on 16-Nov-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Proses pembelajaran dari pendekatan tafsir ayat-ayat Alquran

TRANSCRIPT

  • Proses Pembelajaran Islami 1

    PROSES PEMBELAJARAN ISLAMI MENURUT

    PERSPESKTIF ALQURAN

    Disusun untuk memenuhi Tugas Ahir Semester mata kuliah

    Ulumul Quran

    Dosen Pengampu:

    Dr. H. M. Saad Ibrahim, M.A

    Oleh:

    Moh. Sholeh Afyuddin 14720032

    Pendidikan Bahasa Arab (Pascasarjana)

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

    Desember 2014

  • Proses Pembelajaran Islami 2

    A. Pendahuluan

    Dalam kurikulum terdapat empat komponen utama yang harus ada dalam

    merencanakan pendidikan, yaitu tujuan, isi materi, proses pembelajaran (metode dan

    strategi), evaluasi. Dari ketepatan perencanaan keempat komponen itu diharapkan

    bisa membantu siswa menjadi manusia yang seutuhnya. Prof. Dr. Ahmad Tafsir

    dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islami menjelaskan bahwa dalam menyusun

    kurikulum pendidikan yang terbayang kepada kita adalah apakah indikator manusia

    yang baik itu. Dalam bukunya disebutkan setidaknya ada tiga pilar utama yaitu:

    akhlaq, ilmu atau keterampilan, dan seni. Akhlaq menjadi core (inti) dari semuanya.1

    Jika penjelasan ini dipadukan dengan pengertian belajar yang diusung Yunani

    kuno bahwa pendidikan adalah usaha menolong manusia, maka murid sebagai

    orang yang ditolong haruslah patuh (berakhlak) dan menghormati gurunya, karena

    setidaknya itu adalah wujud dari rasa terima atas pertolongan itu. Kemudian jika

    ditarik semakin jauh, akhlaq yang disebut tadi sebagai core pendidikan adalah

    penentu dari keberhasilan seseorang untuk menjadi manusia seutuhnya.

    Ungkapan Niezsche tentang manusia yang tidak berhasil menjadi manusia,

    karena meskipun berpengetahuan, tetapi kelakuannya tidak baik, agaknya banyak

    dijumpai meski di zaman modern ini. Pendidikan moral dan nilai-nilai kehidupan

    hanya bersifat kognitif dan tidak berimbas pada internalisasi moral pada diri setiap

    manusia. Sehingga pendidikan moral hanyalah pendidikan tentang moral.

    Dalam perspektif pendidikan islam, sentuhan terhadap akhlak adalah intinya,

    karena Rasulullah saw secara khusus diutus untuk satu hal ini. Maka perlu sekali

    kiranya untuk merujukkan pendidikan itu kepada Alquran. Keempat komponen

    kurikulum di atas yang paling erat bersentuhan dengan akhlak adalah proses

    pembelajaran, dimana terjadi interaksi yang intens antara guru dan murid. Maka di

    sini perlu sekali ditelaah perspektif pendidikan Islam utamanya dalam proses

    pembelajaran, terlebih tinjauan Alquran terhadap proses pembelajaran itu.

    Dalam beberapa lampiran ini, pembahasan ditujukan guna memantapkan

    keyakinan umat muslim untuk semakin erat menjalankan teori-teori pendidikan dan

    menguatkan asas dari teori itu berdasarkan dalil-dalil quraniy yang ditafsirkan

    dengan metode adabiy wal ijtimaiy. Penulis berusaha menangkap nilai-nilai yang

    1 Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Hal: 101

  • Proses Pembelajaran Islami 3

    terkandung dalam beberapa ayat Alquran, kemudian disesuaikan dengan teori-teori

    pendidikan, khususnya kurikulum, yang sebenarnya beberapa di antaranya telah

    dilakukan oleh Allah kepada Nabi-nabinya dan umat.

    B. Pembahasan

    a. Pengertian Mengajar

    Mengajar adalah aktifitas yang dilakukan oleh Guru. Dalam pedidikan Islam

    seorang Guru tidak hanya sebagai penceramah yang berdiri di depan murid dan

    menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga sebagai teladan atau panutan dalam

    setiap tindak lakunya. Sebagaimana yang disampaikan Alquran dalam mensifati

    keberadaan Rasulullah saw

    Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

    bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

    kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab: 21)

    Rasulullah saw secara langsung disifati dengan kata

    diketahui berasal dari musytaq minhu ,yang berarti mengobati

    mendamaikan, dan merukunkan2. Memang tepat, karena Rasulullah saw datang

    ketika keadaan orang arab sedang mengalami era Jahiliyah, dimana mereka seperti

    bukan manusia dan sangat tepat jika disebut masyarakat yang sakit. Maka Rasulullah

    datang mengobati mereka dengan Islam dan membawa mereka kepada peradaban

    yang lebih berbudi.

    Selain itu kata teladan sendiri dalam bahasa Indonesia disebutkan sebagai

    seseorang yang patut dan baik untuk ditiru meliputi perbuatan, kelakuan, sikap, dsb.

    Sebagaimana segala hal yang muncul dari Rasulullah saw, ucapan, perbuatan, dan

    pengikraran, disebut sebagai hadist dan dipelajari. Sehingga disimpulkan tugas Guru

    yang sangat berat dan tidak berhenti di kelas saja.

    2 Ahmad Warson Munawwir. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif,

    1997. Hal: 25

  • Proses Pembelajaran Islami 4

    Terkait dengan Mengajar, terdapat empat pengertian yang dianggap paling

    menonjol:3

    1) Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau

    murid di sekolah.

    2) Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui

    lembaga pendidikan.

    3) Mengajar adalah usaha mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-

    baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi

    proses belajar.4

    4) Mengajar atau mendidik adalah memberikan bimbingan belajar kepada

    murid

    Sedangkan menurut orang Yunani kuno: pendidikan adalah upaya

    membantu manusia untuk menjadi manusia5. Nietzsche menyebutkan pada

    zamannya banyak sekali manusia yang tidak berhasil menjadi manusia, artinya

    mereka tetap bertingkah seperti hewan bahkan lebih kejam. Saling menyerang,

    menjatuhkan, merusak lingkungan, mementingkan diri sendiri, dan memaksakan

    kehendak.6 Pernyataan Nietzsche ini tampaknya masih terjadi di zaman sekarang,

    artinya kita masih bisa menyebut para koruptor dan kawan-kawannya adalah produk

    pendidikan yang gagal dalam membantu manusia menjadi manusia. Pada intinya

    mengajar adalah memberikan bantuan (menolong) kepada siswa agar ia menjadi

    manusia yang bernilai dalam emosional, intelegensi dan spiritual. Entah itu melalui

    pengajaran di kelas dengan materi yang ditentukan, atau dengan menyederhanakan

    serta mengorganisir sumber-sumber pengetahuan di sekitar siswa yang disesuaikan

    dengan kondisi psikologi siswa agar mendukung pembelajaran.

    3 Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Hal: 44-50

    4 Abuddin Nata. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2009. Hal: 85

    5 Ahmad Tafsir. Ibid. Hal: 33

    6 Ibid 118

  • Proses Pembelajaran Islami 5

    Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

    dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah

    kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Al-Maidah: 2)

    Kata menolong jika diperluas artinya maka akan meliputi beberapa aspek

    yang memang mutlak harus ada dalam kegiatan mengajar atau mendidik, agar

    mampu memproduksi manusia yang benar-benar manusia. Pertama, menolong

    berarti memberikan manfaat kepada orang lain. Sebagai penolong, guru tidak akan

    membiarkan siswanya terjatuh kedalam malapetaka kebodohan, ia akan mengajari

    siswa dengan harapan supaya mereka bisa menjadi manusia sempurna. Kedua,

    karena pendidikan dikatakan hanyalah menolong, maka guru bukanlah tersangka saat

    beberapa siswa tidak berhasil menjadi manusia yang sempurna. Pada dasarnya guru

    menyadari bahwa dari sekian puluh siswa di kelas, tidak semuanya akan berhasil,

    tetapi ia akan tetap berharap usahanya tidak akan sia-sia. Ketiga, karena disebutkan

    dengan menolong maka tidak patut jika guru merasa sombong atas keberhasilan anak

    didiknya, bisa jadi siswa tersebut mendapatkan pertolongan dari selainnya dan

    karena ada beberapa pertolongan itulah yang mendorongnya mencapai kesuksesan,

    bukan karena satu-satunya pertolongan dari guru itu saja. Keempat, menolong pasti

    dilandasi adanya rasa kasih sayang dari Guru kepada siswa, karena tidak mungkin

    seseorang mau menolong jika ia tidak mengkasihi orang yang ditolongnya, maka

    guru pun harus mengkasihi anak didiknya. Kelima, kata menolong secara umum

    mengarah kepada kebenaran, dan bukan menolong namanya jika untuk keburukan,

    tetapi menjerumuskan. Maka itulah, pendidik tidak mengenal mendidik anak untuk

    mencuri atau mendidik anak untuk berbohong. Keenam, menolong seharusnya

    berjalan dengan tanpa adanya mengharapkan pamrih, karena jika ada pamrih

    maknanya adalah menjual jasa. Ketujuh, menolong akan melibatkan seseorang

    kepada kesulitan yang dialami oleh orang yang ditolong. Maka guru seharusnya

    mampu dan siap menerima keadaan siswa bagaimanapun mereka, karena menurut

    pendidikan Islam, guru tidak boleh pilih-pilih murid tetapi muridlah yang memilih

    guru.

  • Proses Pembelajaran Islami 6

    b. Sikap seorang Guru Dalam Proses Pembelajaran

    Hai orang yang berkemul (berselimut) (1) bangunlah, lalu berilah

    peringatan! (2) dan Tuhanmu agungkanlah! (3) dan pakaianmu bersihkanlah (4) dan

    perbuatan dosa tinggalkanlah (5) dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)

    memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (6) dan untuk (memenuhi perintah)

    Tuhanmu, bersabarlah (7) (Al Mudatsir: 1-7)

    Dalam Sahih Bukhori dari hadist Yahya bin Abi Katsir dari Abi Salamah dari

    Jabir, sesungguhnya Rasulullah berkata: bahwa ayat Alquran yang pertama kali

    diturunkan adalah , tetapi pendapat ini berseberangan dengan Jumhur

    Ulama yang mengatakan bahwa permulaan surat Al-Alaq yang turun pertama kali.

    Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Salamah berkata: Jabir bin Abdillah

    bercerita kepadanya, sesungguhnya Rasulullah saw bercerita tentang jedanya wahyu,

    lalu beliau bercerita: Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit, lalu

    aku melihat ke arah langit, ternyata malaikat mendatangiku dengan membawa hira,

    ia duduk di atas kuris di antara langit dan bumi, maka aku ketakutan sehingga aku

    terjatuh ke tanah. Lalu aku pulang ke keluargaku dan berkata: Selimuti aku, selimuti

    aku, selimuti aku. Kemudian Allah menurunkan - - 7

    Dari ketujuh ayat di atas dapat dipelajari beberapa hal yang harus ada pada

    seorang Guru, mengingat saat itu Rasulullah saw sedang dipersiapkan untuk menyeru

    Umat kepada agama Islam dan mengajarkan tauhid serta syariat.

    1) Guru harus bersemangat dalam mengajar.

    Pada ayat pertama dan kedua disinggung keadaan Rasulullah yang ketakutan

    hingga meminta diselimuti oleh keluarganya. Jika dipahami, orang berselimut

    adalah semakna dengan orang yang tidak banyak beraktifitas, mengalami kondisi

    7 Ismail bin Umar bin Katsir. Tafsir Alquran al Adhim. Dar al Fikr, 1994. Juz: 4 Hal: 530

  • Proses Pembelajaran Islami 7

    yang kurang baik secara fisik atau psikologinya, tidak produktif, tidak bersemangat

    dan tidak bergairah melakukan sesuatu.8 Aura negatif tampak dari orang yang

    berselimut dan ini bisa menular pada sekelilingnya. Kemudian keadaan ini

    diperingati keras dengan ayat kedua agar bangun dan bergerak menyerukan ayat-ayat

    Allah.

    Begitu juga keadaan guru ketika mengajar atau meyampaikan pelajaran

    kepada siswa, hendaknya ia penuh semangat, aktif, produktif dan menebarkan aura

    positif kepada siswanya, agar mereka terinspirasi dan bersemangat pula dalam

    menerima pelajaran yang disampaikan. Dalam perspektif psikolinguistik, nada

    semangat ketika menyampaikan salam pertama oleh Guru dapat mempengaruhi

    keadaan kelas. Begitupun sebaliknya.

    Kata semangat secara otomatis terkandung dalam kata takbir, yang

    diisyarahkanoleh ayat ketiga dari surat Al mudatsir. Sebagaimana akrab kita dengar,

    kata takbir digunakan sebagai seruan penyemangat ketika para mujahidin muslim

    akan memulai jihad. Maka dengan adanya perintah bertakbir (mengagungkan Allah)

    sama dengan perintah untuk memulai pembelajaran dengan penuh semangat guna

    memerangi kebodohan.

    2) Berpakaian Rapi dan Berprilaku Baik

    Dalam ayat keempat, Rasulullah saw diperintahkan untuk mensucikan

    bajunya. Ibnu Abbas pernah ditanya prihal maksud dari ayat ini, beliau menjawab:

    jangan mengenakkannya untuk bermaksiat atau bercidera.9 Memahami lebih dalam

    kata maksiat atau cidera, membawa kita ke kenyataan bahwa guru dalam mengajar

    memiliki jadwal yang telah disepakati dengan murid. Maka sesuai kesepakatan,

    setiap orang harus datang tepat waktu. Jika ia telat atau tidak masuk, maka ia telah

    bermaksiat dan mencederai kesepakatan jadwal tersebut. Jadwal itu ibaratkan janji.

    Qotadah menambahkan bahwa orang arab menyebut seorang laki-laki sebagai

    orang yang kotor bajunya ketika ia tidak menepati janjinya (kepada Allah swt).

    8 Imam Suprayogo. Pendidikan Berparadigma Al-Quran.Malang: UIN Malang Press, 2004. Hal: 36

    9 Ibid. Juz: 4 Hal: 531

  • Proses Pembelajaran Islami 8

    Ketika ia telah berhasil memenuhi janjinya barulah ia disebut seorang yang suci

    bajunya.10

    Adapun Muhammad bin Sirin menafisiri perintah ayat tersebut dengan lebih

    realistis, yakni agar mencuci baju dengan menggunakan air. Said bin Jubair menafsiri

    yang disucikan adalah niat dan hati. Sedangkan Hasan al-Bashri menafsirkan ayat di

    atas agar membaguskan penampilan.11

    Namun dilihat secara kasat mata, makna ayat tersebut memerintahkan agar

    mensucikan (membersihkan) pakaian. Penafsiran Hasan al-Bashri agaknya lebih

    mudah untuk menjelaskan keadaan guru yang harus tampil rapi dan enak dipandang.

    Guru adalah sosok utama yang harus diperhatikan oleh siswa selama satu atau dua

    jam durasi waktu belajar, tidak terbayang apa yang akan terjadi kepada mereka

    ketika sang guru sangat tidak menyenangkan untuk dipandang dan diperhatikan.

    Lebih dari itu, pakaian yang dikenakan oleh seorang guru berpotensi menentukan

    keadaan kelas, misalkan guru mengenakan pakaian seperti ustadz, yakni berkopyah

    dan kemeja lengan panjang, bisa jadi kelas akan serasa seperti di pesantren dan guru

    dihormati sepenuhnya. Sedangkan ketika guru hanya mengenakkan pakaian olahraga

    di lapangan sekolah, maka siswa akan menganggap guru sebagai partner

    berolaharaga dan menghormatinya sebatas statusnya sebagai guru.

    Seorang guru juga dijadikan sebagai teladan. Segala tindakannya dilihat oleh

    murid. Ia tidak hanya didengar, tetapi juga diperhatikan keseluruhannya, sehingga

    guru harus menjauhi segala kelakuan buruk selama proses pembelajaran. Dalam ayat

    kelima diperintakan untuk meninggalkan dosa. Kata diartikan sebagai dosa dan

    kotoran.12

    Dari dua ayat keempat dan kelima surat Al Mudassir, dipahami bahwa

    seorang guru dituntut sepenuhnya untuk tampil indah dan bagus secara penampilan

    maupun tindakan. Bersih dan suci dari kotoran bathin dan kotoran lahir (pada

    pakaian).

    3) Tidak Mengharapkan Pamrih dan Bersabar

    10 Ibid.

    11 Ibid

    12 Ahmad Warson Munawwir. Ibid: 475

  • Proses Pembelajaran Islami 9

    Di atas dijelaskan bahwa pendidikan adalah upaya untuk menolong

    manusia menjadi manusia. Pertolongan bukanlah suatu hal yang dberikan dengan

    landasan agar diberikan pamrih atasnya. Namun, belakangan banyak yang berpikir,

    guru adalah profesi, dan seharusnya berpenghasilan tinggi, mengingat banyak orang-

    orang yang menjadi insinyur, pilot, menteri, dan lain-lain adalah karena jasa guru,

    namun belakangan pertanyaan ini berdampak pada berkurangnya rasa sayang guru

    terhadap anak didiknya.

    Pada masa wali songo, para wali mengajarkan ilmu-ilmu agama di surau dan

    masjid. Beliau memperhatikan siswanya dan menyayanginya. Yang menarik, tidak

    pernah terdengar biaya belajar pada masa itu, entah sebab Indonesia memang belum

    merdeka sehingga rakyat tidak mampu secara ekonomi untuk membayar biaya

    pendidikan atau karena faktor lainnya. Pendidikan para walli ini dinilai berhasil dan

    banyak menelurkan pewaris nabi selanjutnya. Rasa sayangnya kepada murid sama

    dengan rasa sayangnya kepada anaknya.

    Dilihat dari dua wacana di atas memang sangat kontras. Bisa jadi ayat di atas

    penafsirannya perlu disesuaikan dengan konteks zaman sekarang, sebab untuk

    menjadi guru pun memerlukan biaya yang tidak sedikit, karena persyaratan menjadi

    guru minimal adalah lulusan s1, sehingga tidak masuk akal lagi adanya guru yang

    mengajar tanpa mengharap pamrih sama sekali.

    Penafsiran Ibnu Zaid dalam Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat keenam di atas

    bahwa Rasulullah tidak diperbolehkan menyampaikan risalah kenabian kepada

    manusia dengan mendambakan balasan duniawi (harta).13

    Agaknya ini perlu digaris

    bawahi, karena konteks zaman ini yang tidak mungkin menyesuaikan, mengingat

    guru adalah profesi yang semestinya mendapatkan gaji atasnya. Hemat penulis,

    guru berhak atas gaji sesuai jam mengajarnya, tetapi ia juga tetap menjadi guru saat

    di luar kelas dengan tanpa mengharap pamrih, agar terjalin rasa sayangnya kepada

    murid. Berat memang tugas guru jika demikian, maka itulah Alquran tidak berhanti

    di situ dan melanjutkan dengan ayat kelima yang memerintahkan agar bersabar

    dalam menanggung beratnya tugas sebagai guru. [wallahualam]

    13 Ibnu katsir. Ibid. Juz: 4 Hal: 532

  • Proses Pembelajaran Islami 10

    4) Memperhatikan Keadaan Pendengar

    "Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar

    bersama aku. (67) dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum

    mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? (68)" (Al-Kahfi: 67 - 68)

    Ayat tersebut adalah sepenggal kisah Nabi Khidir dengan Nabi Musa. Saat itu

    Nabi Khidir berposisi sebagai guru sedangkan Nabi Musa adalah murid. Nabi Musa

    datang kepada Nabi Khidir dan memintanya agar diajari ilmu yang dimiliki Nabi

    Khidir. Lalu Nabi Khidir berkata:

    .

    Wahai Musa, aku dianugerahi ilmu yang diajarkan oleh Allah kepadaku

    dan kamu tidak mengetahuinya. Sedangkan kamu dianugerahi ilmu Allah yang

    diajarkanNya kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.

    Nabi Khidir selaku guru memahami betul keadaan Nabi Musa yang sama

    sekali berbeda dan tidak akan siap menerima ilmu yang akan disampaikannya. Ini

    sama halnya dengan seorang guru ketika ia mengajar di kelas, hendaknya

    memperhatikan kondisi siswanya. Artinya, para siswa boleh jadi sedang mengalami

    kondisi psikologis yang tidak bagus, sehingga jika dipaksakan materi yang

    disampaikan akan terasa menyiksa dan sama sekali tidak mempengaruhi

    perkembangan keperibadiannya. Guru harus bisa membaca kondisi ini kemudian

    mengkondisikan kelas supaya dapat menunjang pembelajaran.

    5) Menghadapi Siswa dengan Cara yang Baik

    14 Ibnu Katsir. Ibid. Juz: 3 Hal: 114

  • Proses Pembelajaran Islami 11

    serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan

    pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

    Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya

    dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An

    Nahl: 125)

    "dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara

    yang paling baik..." (QS. Al Ankabut: 46)

    Pada surat An Nahl dijelaskan agar dakwah itu disampaikan dengan: Pertama

    hikmah, yaitu perkataan yang terang dan menunjukkan kepada kebenaran dan

    menyingkirkan kebatilan. Kedua, mauidhotul hasanah, yaitu pembicaraan yang

    mudah dicerna dan kalimat-kalimat yang bermanfaat. Ketiga, apabila di antara

    mereka ada mengangkat hujjah untuk membantah maka harus dilayani dengan

    argumentasi yang baik; lemah lembut, halus15

    Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah

    lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaha: 44)

    Ayat dalam surat Thaha ini mengandung perintah kepada Nabi Musa untuk

    mendakwahi Firaun. Di dalamnya terdapat pelajaran yang agung, sebab telah

    diketahui bahwa Firaun adalah orang yang paling sombong dan berada pada puncak

    keangkuhan. Tetapi Nabi Musa as, pada waktu itu, tetap diperintahkan berdakwah

    kepadanya dengan halus dan lembut.16

    Dari beberapa penggal ayat di atas, dipahami bahwa sebagai Guru seharusnya

    menyampaikan ilmu itu dengan cara yang baik dan penyampaiannya lembut. Karena

    perkataan yang lembut itu akan lebih mudah untuk diterima dari pada perkataan yang

    kasar dan berkesan menggurui.

    15 Al Baydlowi, Tafsir Al Baydlowi. Al Maktabah Shameela. Juz: 3 Hal: 426 16 Ibnu Katsir. Ibid. Juz: 3 Hal: 188

  • Proses Pembelajaran Islami 12

    c. Proses Pembelajaran Dalam Kelas

    1. Memulai Kelas dengan Berdoa.

    bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan

    Lafadz qaraa secara harfiyah diartikan sebagai kegiatan merangkai huruf-

    huruf dan menghimpun satu kalimat dengan kalimat lainnya hingga membentuk

    suatu bacaan.17

    Dari membaca pada ahirnya akan terbentuk suatu proses

    pembelajaran. Menurut Al Maraghi ayat tersebut secara harfiyah dapat diartikan:

    jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kuasa dan kehendak Allah yang

    telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau tidak dapat melakukannya.18

    Ayat diatas disepakati oleh Jumhur Ulama sebagai ayat yang pertama kali turun.

    Dalam epistemologi Islam Alquran termasuk salah satu sumber ilmu

    pengetahuan, di dalamnya tercakup ilmu-ilmu orang-orang terdahulu dan ilmu orang-

    orang modern19

    . Maka diturunkannya Alquran yang mengandung ilmu itu secara

    otomatis mengandung sebuah perintah tersirat dari Dzat yang menurunkannya untuk

    belajar ilmu, baik dalam model apapun itu, yakni belajar dalam kelas, bertafakkur

    dan bertadabbur, melakukan discovery, dan lain-lain. Turunnya Aquran ini diawali

    dengan perintah membaca yang merupakan salah satu proses belajar dimana manusia

    akan dapat menemukan wawasan baru. Perintah membaca ini diikuti dengan

    perintah menyebut nama Allah swt selaku dzat yang menciptakan segalanya. Dari

    sini dipahami, hendaknya belajar (membaca) dimulai dengan menyebut nama Allah.

    Menurut konsep integrasi agama dan sains yang diusung Mulyadhi

    Kartanegara, Alquran dan alam semesta adalah dua kitab yang dibaca dan

    direnungkan, guna mangafirmasi status ontologis Tuhan.20

    Dalam hal ini Tuhanlah

    yang menciptakan Alquran dan alam semesta sedemikian rupa sehingga dapat

    menjadi sumber pengetahuan melalui proses observasi terhadapnya. Sebagai

    17 Abuddin Nata. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy. Jakarta: Rajawali Pers,

    2009. Hal: 43

    18 Ibid.

    19 Husain Adz Dzahabiy. At Tafsir wal Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahabah. Juz: 2 Hal: 349

    20 Mulyadhi Kartanegara. Integrasi Ilmu. Bandung: Mizan, 2005. Hal: 36

  • Proses Pembelajaran Islami 13

    pencipta, Allah jelas lebih mengetahui akan ciptaannya dibanding siapapun,

    sehingga segala ilmu, baik agama ataupun sains, adalah dari Allah.

    Dengan berpegang pada ayat di atas, dipahami bahwa pembelajaran apapun,

    baik agama maupun sains, hendaknya dimulai dengan menyebut nama Tuhan. Dalam

    menyebut nama Tuhan ketika memulai belajar terkandung sebuah pengakuan bahwa

    ilmu itu berasal dariNya, sehingga seorang pelajar ketika membaca basmalah

    hendaknya dilanjut dengan berdoa agar diberikan sedikit dari ilmuNya.

    2. Absensi kehadiran.

    tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi

    dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam

    pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya

    apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga

    dirinya. (At Taubah: 122)

    Adl-Dlohak menafsiri ayat tersebut: Rasulullah saw ketika turut serta

    berangkat berperang, maka tidak diperkenankan bagi siapapun untuk tinggal kecuali

    bagi yang berudzur. Tetapi, ketika Nabi saw tinggal dan hanya memberangkatkan

    sekelompok pasukan sariyah (Nabi tidak turut berperang), maka umat muslim tidak

    diperbolehkan turut serta berperang kecuali yang telah diizini oleh Nabi. Sehingga

    ketika pasukan sariyah telah berangkat dan turun ayat Alquran yang dibacakan Nabi

    kepada para sahabat yang tidak ikut berperang, mereka akan mampu berbagi

    keterangan ayat itu kepada para pasukan sariyah saat pulang dari peperangan.21

    Penafsiran Dlohak di atas erat sekali kaitannya dengan kegiatan pembelajaran

    yang berjalan di sekolah, dimana Guru akan mengawali proses pembelajaran di kelas

    dengan mengabsen kehadiran siswa. Guru harus mengetahui kehadiran semua anak

    21 Ibn Katsir. Ibid. Juz: 2. Hal: 487

  • Proses Pembelajaran Islami 14

    didiknya, sehingga terdapat jaminan ilmu itu disampaikan secara merata kepada

    semua siswa.

    Dijelaskan pula adanya harapan agar sahabat yang tinggal akan bisa berbagi

    ilmu yang diperolehnya kepada pasukan sariyah yang kehilangan beberapa ayat

    sebab berperang. Maka dengan mengetahui data kehadiran siswa, guru diharapkan

    juga bisa memberikan pengajaran tambahan kepada siswa yang mendapat izin tidak

    hadir karena udzur, sehingga ia bisa mengejar ketertinggalannya, atau guru

    membimbing siswa lainnya agar membantu siswa yang tidak hadir itu dengan

    menerangkan kepadanya materi yang dilewatkannya ketika tidak hadir.

    Adapun udzur bukanlah sesuatu yang sederhana. Dari ayat itu dimengerti

    bahwa perang adalah wajib, begitupun belajar dan menerima ayat yang diturunkan

    kepada Nabi. Sehingga ketika dalam perang Ghozwah (Nabi turut serta berperang),

    para sahabat boleh tinggal jika benar-benar berudzur, begitupun dalam perang

    sariyah para sahabat boleh tidak mengikuti talim Nabi jika berudzur mengikuti

    perang. Agama Islam mengenal istilah udzur syari, yakni udzur yang

    memperbolehkan seseorang untuk meninggalkan atau melakukan syariat islam

    dengan tidak sempurna. Jika seorang murid tidak bisa hadir di dalam kelas, maka ia

    harus memiliki udzur yang kuat, bukan udzur yang hanya dibuat-buat. Lebih

    konkretnya, dipahami dari ayat itu bahwa udzur tersebut setidaknya memiliki hukum

    yang sama dengan hukum belajar. Sebagaimana perang dan belajar yang hukumnya

    sama-sama fardhu.

    3. Mudzakaroh Pelajaran Sebelumnya.

    Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya

    malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190) (yaitu)

  • Proses Pembelajaran Islami 15

    orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan

    berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

    berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha

    suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka(191) (QS. Ali Imran: 190-

    191)

    Berangkat dari ayat di atas, terlihat bahwa yang disebut orang berakal (ulul

    albab) adalah orang yang senantiasa berdzikir (mengingat) dan bertafakkur (berpikir)

    tentang ilmu dan ciptaan Allah. Abi al-Fida Ismail mengatakan bahwa yang

    dimaksud dengan ulul albab yaitu orang yang akalnya sempurna dan bersih, yang

    dengannya dapat ditemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai

    sesuatu, tidak seperti orang yang buta dan gagu yang tidak dapat berpikir.22

    Sehingga

    seorang ulul albab haruslah mampu menggunakan akalnya, yang tak lain fungsi

    dasaranya adalah untuk mengingat dan berpikir.

    Ayat di atas mengatakan bahwa yang bisa mencerna semua gejala-gejala

    alam dan menjadikannya sebagai ilmu adalah orang-orang ulul albab. Mereka

    menggunakan fungsi otaknya untuk mengingat dan berpikir guna menemukan suatu

    rumusan atau teori pengetahuan. Jika gelar ulul albab adalah terkait pada penggunaan

    fungsi akal, maka setiap menusia berpotensi untuk memperoleh gelar itu. Kuncinya

    adalah bagaimana dua fungsi dasar akal tersebut bisa sempurna dan maksimal

    penggunaannya dalam mempelajari alam.

    Demi memaksimalkan fungsi ini, maka akal harus dilatih. Kegiatan

    mudzakaroh (mengingat) yang dilakukan dengan memberikan pertanyaar seputar

    pelajaran kemarin di awal pelajaran adalah latihan kecil agar mereka mampu

    mengeksplorasi kemampuan akalnya dalam mengingat. Kemampuan mengingat

    adalah hal yang bisa dilatih dan bukanlah semata-mata takdir atau anugerah yang

    hanya dimiliki orang-orang yang beruntung. Buktinya, orang arab diketahui memiliki

    daya ingat lebih baik daripada orang indonesia, mereka mampu menghafalkan nama-

    nama orang beserta dengan nama bapak-kakeknya dengan mudah, padahal

    menghafal nama adalah salah satu hal yang sulit setelah menghafal angka. Ingatan ini

    22 Abuddin Nata. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. 132

  • Proses Pembelajaran Islami 16

    menjadi malakah bagi mereka, karena mereka terlatih dari budaya lokal yang

    memperkenalkan diri sekaligus dengan menyebut nama-nama bapak-kakeknya.

    Jika menurut sebagian orang, menjadi ulul albab adalah tujuan utama dari

    pembelajaran dan manfaat yang bisa diberikan oleh para ulul albab kepada umat

    sangatlah besar, maka kegiatan melatih fungsi akal, yakni mengingat (mudzkaroh),

    menjadi penting. Karena dalam ayat di atas tampak sekali yang dimaksud ulul albab

    adalah orang yang senantiasa berdzikir (mengingat) dan bertafakkur (berpikir).

    Kalimat berdzikir, dalam islam, identik dengan mengingat Allah swt, tetapi

    maknanya bukan sempit di situ, karena Allah adalah Dzat pemilik segala ilmu,

    sehingga dapat dipahami mengingat ilmu akan berorientasi sama dengan mengingat

    Allah swt.

    4. Evaluasi.

    Fungsi utama evaluasi dalam kelas adalah menentukan hasil-hasil urutan

    pengajaran. Hasil-hasil yang dicapai bertalian langsung dengan penguasaan tujuan-

    tujuan yang menjadi target belajar. Sekolah yang secara independent memiliki terget

    dan tujuan dibentuk seperti apakah murid itu nantinya, harus melakukan evaluasi

    terhadap keberhasilan murid itu dengan menggelar ujian yang berupa tes tertulis, tes

    lisan, sampel hasil karya, kuisoner. Sehingga pada ahirnya guru akan dapat membuat

    pelaporan tentang proses pembelajaran yang telah berjalan.

    Berkaitan dengan evaluasi ini, disinggung oleh Alquran, bahwa Allah juga

    melakukan evaluasi ini kepada umat muslim, sehingga Allah dapat menentukan

    beberapa orang di antara mereka yang bersungguh-sungguh dalam memegang syariat

    Islam.

    dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami

    mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar

    Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu. (QS. Muhammad: 31)

  • Proses Pembelajaran Islami 17

    Kata menguji diungkapkan dengan nun taukid sehingga memberikan kesan

    bahwa ujian adalah tahap yang penting dan harus dilakukan, agar Allah dapat menilai

    siapa-siapa yang termasuk orang yang bersungguh-sungguh dan bersabar. Bila ayat

    tentang ujian ini ditarik ke arah evaluasi pendidikan maka akan muncul pengertian

    bahwa dua kriteria mujahidin (bersungguh-sungguh) dan shabirin (bersabar) adalah

    kriteria yang wajib dimiliki oleh seorang siswa agar mereka mampu memperoleh

    keberhasilan dalam belajar. Dalam nadhom alala terdapat enam syarat seorang

    thalibul ilmi (penuntut ilmu), salah satunya adalah harus bersabar, yakni bersabar

    dalam menempuh waktu belajar yang lama, serta bersabar dalam melakukan

    kesungguhan belajar. Apabila seorang murid memiliki dua kriteria ini, maka ia akan

    dapat diharapkan keberhasilannya. Begitupun dua kriteria ini adalah penentu

    keberhasilannya agar lulus dalam evaluasi (ujian).

    Selain itu, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam

    menggelar ujian, pertama, spesifikasi tugas; yang menggambarkan cakupan materi

    evaluasi.23

    Segala pertanyaan yang akan dimunculkan dalam ujian harus disesuaikan

    dengan apa yang telah dipelajari siswa, sehingga siswa hanya akan mendapatkan

    pertanyaan sesuai apa yang telah dipelajarinya. Ini senada dengan firman Allah QS.

    Al Baqoroh: 286. Meskipun Allah menguji umat Islam tetapi ujian itu tidak akan

    melampaui batas kemampuannya. Sehingga tidak ada kedholiman dalam ujian

    tersebut. Kedua, kesimpulan, untuk mempersiapkan kesimpulan yang didasarkan

    pada hasil dan persiapan laporan dan menghadirkan kesimpulan dan rekomendasi

    pada audiens.24

    Guru akan melaporkan hasil evaluasi itu dalam bentuk nilai yang

    telah diakumulasi dari seluruh tes, sehingga akan dapat diperoleh data yang valid dan

    objektif tentang kemampuan siswa diukur dengan tujuan serta target pembelajaran

    pada sekolah itu. Ini semakna dengan ayat di surat Muhammad di atas, bahwa perlu

    untuk menyatakan baik atau buruknya ihwal para murid saat purna pembelajaran.

    23 Oemar Hamalik. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

    Hal: 181

    24 Ibid

  • Proses Pembelajaran Islami 18

    C. Penutup

    Segala puji bagi Allah swt yang telah menurunkan Alquran sebagai petunjuk

    dalam kehidupan manusia. Alquran disebut sebagai kitab yang mencakup keilmuan

    orang-orang terdahulu dan keilmuan orang-orang modern. Di dalamnya terdapat

    berbagai petunjuk dan isyarah yang kemudian dapat dieksplorasi dan diobservasi

    sehingga akan memunculkan berbagai teori yang berkaitan dengan kehidupan umat.

    Salah satunya adalah ayat-ayat Alquran yang berkaitan erat dengan

    pendidikan. Pada beberapa aspek pendidikan yang tercakup dalam perencanaan

    kurikulum telah disinggung terlebih dahulu oleh Alquran. Bahkan terdapat beberapa

    aspek kurikulum yang seharusnya disempurnakan dengan nilai-nilai islami

    sebagaimana dijelaskan dalam Alquran. Misalkan, guru tidak seharusnya dijadikan

    sebagai profesi, karena Alquran dalam surat Al Mudatsir: 6, Allah swt melarang

    Rasulullah untuk mengharapkan imbalan atas pengajaran yang dilakukannya kepada

    umat. Bahkan belakangan, fakta bahwa guru adalah profesi membuat beberapa guru

    kehilangan keikhlasannya dalam menyampaikan materi, semua yang diajarkannya

    menyesuaikan dengan standar dari kurikulum, bahkan ia menjadi pelit ketika

    beberapa siswa yang memiliki inetelegensi lebih tinggi memintanya menjelaskan

    lebih dalam secara pribadi, karena ia hanya menyetel dirinya sesuai dengan berapa

    jam ia dibayar. Rasa sayang dari beberapa guru seperti ini kepada muridnya pun

    berkurang, sehingga pendidikan yang diartikan sebagai menolong kehilangan satu

    aspek terpentingnya, yakni: kasih sayang.

    Sinkronisasi atau islamisasi kurikulum pendidikan di Indonesia agaknya

    memang perlu digalakkan dan dirujuk kembali kepada Alquran guna melakukan

    pembenahan pada beberapa aspek yang dirasa tidak mendukung tercapainya target

    pendidikan. Bagaiamanapun Alquran adalah kitab Allah yang diturunkan berisi ilmu-

    ilmu, sebagaimana pada QS. Al Araf: 52, karena kandungan ilmu itulah, sepatutnya

    Alquran memperhatikan tenang bagaimana ilmu itu seharusnya diajarkan. Karena

    Dzat yang menurunkan kitab yang berisi ilmu secara otomatis memerintahkan

    hambanya untuk mempelajari ilmu itu, dan mempelajari suatu ilmu apapun, tidak

    akan maksimal dan mencapai target pembelajaran jika tidak memperhatikan

    bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung.

  • Proses Pembelajaran Islami 19

    mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain

    dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang

    Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS. Al Baqoroh: 32)

    Hakikatnya segala ilmu adalah miliknya, manusia adalah makhluk yang

    meminta dan memohon ilmu kepadaNya. Maka sebagai pemberi dan peminta, boleh

    memberikan dan boleh juga menolak. Sehingga perlu sekali bagi manusia untuk

    memperhatikan kemauan Sang Pemberi agar ia memperoleh apa yang dimintanya.

    Wallahualam.[]

    D. Daftar Pustaka

    Al Baydlowi, Tafsir Al Baydlowi. Al Maktabah Shameela

    Adz Dzahabiy, Muhammad Husain. At Tafsir wal Mufassirun. Kairo:

    Maktabah Wahbah.

    Ismail bin Umar bin Katsir. Tafsir Alquran al Adhim. Dar al Fikr, 1994.

    Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya:

    Pustaka Progressif, 1997.

    Suprayogo, Imam. Pendidikan Berparadigma Al-Quran.Malang: UIN

    Malang Press, 2004.

    Nata, Abuddin. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:

    Kencana, 2009.

    Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy.

    Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

    Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya,

    2010.

    Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

    Hamalik, Oemar. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja

    Rosdakarya, 2013.

    Kartanegara, Mulyadhi. Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik.

    Bandung: Mizan, 2005.