proses pembelajaran dalam perspektif alquran
DESCRIPTION
Proses pembelajaran dari pendekatan tafsir ayat-ayat AlquranTRANSCRIPT
-
Proses Pembelajaran Islami 1
PROSES PEMBELAJARAN ISLAMI MENURUT
PERSPESKTIF ALQURAN
Disusun untuk memenuhi Tugas Ahir Semester mata kuliah
Ulumul Quran
Dosen Pengampu:
Dr. H. M. Saad Ibrahim, M.A
Oleh:
Moh. Sholeh Afyuddin 14720032
Pendidikan Bahasa Arab (Pascasarjana)
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Desember 2014
-
Proses Pembelajaran Islami 2
A. Pendahuluan
Dalam kurikulum terdapat empat komponen utama yang harus ada dalam
merencanakan pendidikan, yaitu tujuan, isi materi, proses pembelajaran (metode dan
strategi), evaluasi. Dari ketepatan perencanaan keempat komponen itu diharapkan
bisa membantu siswa menjadi manusia yang seutuhnya. Prof. Dr. Ahmad Tafsir
dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islami menjelaskan bahwa dalam menyusun
kurikulum pendidikan yang terbayang kepada kita adalah apakah indikator manusia
yang baik itu. Dalam bukunya disebutkan setidaknya ada tiga pilar utama yaitu:
akhlaq, ilmu atau keterampilan, dan seni. Akhlaq menjadi core (inti) dari semuanya.1
Jika penjelasan ini dipadukan dengan pengertian belajar yang diusung Yunani
kuno bahwa pendidikan adalah usaha menolong manusia, maka murid sebagai
orang yang ditolong haruslah patuh (berakhlak) dan menghormati gurunya, karena
setidaknya itu adalah wujud dari rasa terima atas pertolongan itu. Kemudian jika
ditarik semakin jauh, akhlaq yang disebut tadi sebagai core pendidikan adalah
penentu dari keberhasilan seseorang untuk menjadi manusia seutuhnya.
Ungkapan Niezsche tentang manusia yang tidak berhasil menjadi manusia,
karena meskipun berpengetahuan, tetapi kelakuannya tidak baik, agaknya banyak
dijumpai meski di zaman modern ini. Pendidikan moral dan nilai-nilai kehidupan
hanya bersifat kognitif dan tidak berimbas pada internalisasi moral pada diri setiap
manusia. Sehingga pendidikan moral hanyalah pendidikan tentang moral.
Dalam perspektif pendidikan islam, sentuhan terhadap akhlak adalah intinya,
karena Rasulullah saw secara khusus diutus untuk satu hal ini. Maka perlu sekali
kiranya untuk merujukkan pendidikan itu kepada Alquran. Keempat komponen
kurikulum di atas yang paling erat bersentuhan dengan akhlak adalah proses
pembelajaran, dimana terjadi interaksi yang intens antara guru dan murid. Maka di
sini perlu sekali ditelaah perspektif pendidikan Islam utamanya dalam proses
pembelajaran, terlebih tinjauan Alquran terhadap proses pembelajaran itu.
Dalam beberapa lampiran ini, pembahasan ditujukan guna memantapkan
keyakinan umat muslim untuk semakin erat menjalankan teori-teori pendidikan dan
menguatkan asas dari teori itu berdasarkan dalil-dalil quraniy yang ditafsirkan
dengan metode adabiy wal ijtimaiy. Penulis berusaha menangkap nilai-nilai yang
1 Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Hal: 101
-
Proses Pembelajaran Islami 3
terkandung dalam beberapa ayat Alquran, kemudian disesuaikan dengan teori-teori
pendidikan, khususnya kurikulum, yang sebenarnya beberapa di antaranya telah
dilakukan oleh Allah kepada Nabi-nabinya dan umat.
B. Pembahasan
a. Pengertian Mengajar
Mengajar adalah aktifitas yang dilakukan oleh Guru. Dalam pedidikan Islam
seorang Guru tidak hanya sebagai penceramah yang berdiri di depan murid dan
menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga sebagai teladan atau panutan dalam
setiap tindak lakunya. Sebagaimana yang disampaikan Alquran dalam mensifati
keberadaan Rasulullah saw
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab: 21)
Rasulullah saw secara langsung disifati dengan kata
diketahui berasal dari musytaq minhu ,yang berarti mengobati
mendamaikan, dan merukunkan2. Memang tepat, karena Rasulullah saw datang
ketika keadaan orang arab sedang mengalami era Jahiliyah, dimana mereka seperti
bukan manusia dan sangat tepat jika disebut masyarakat yang sakit. Maka Rasulullah
datang mengobati mereka dengan Islam dan membawa mereka kepada peradaban
yang lebih berbudi.
Selain itu kata teladan sendiri dalam bahasa Indonesia disebutkan sebagai
seseorang yang patut dan baik untuk ditiru meliputi perbuatan, kelakuan, sikap, dsb.
Sebagaimana segala hal yang muncul dari Rasulullah saw, ucapan, perbuatan, dan
pengikraran, disebut sebagai hadist dan dipelajari. Sehingga disimpulkan tugas Guru
yang sangat berat dan tidak berhenti di kelas saja.
2 Ahmad Warson Munawwir. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif,
1997. Hal: 25
-
Proses Pembelajaran Islami 4
Terkait dengan Mengajar, terdapat empat pengertian yang dianggap paling
menonjol:3
1) Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau
murid di sekolah.
2) Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui
lembaga pendidikan.
3) Mengajar adalah usaha mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-
baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi
proses belajar.4
4) Mengajar atau mendidik adalah memberikan bimbingan belajar kepada
murid
Sedangkan menurut orang Yunani kuno: pendidikan adalah upaya
membantu manusia untuk menjadi manusia5. Nietzsche menyebutkan pada
zamannya banyak sekali manusia yang tidak berhasil menjadi manusia, artinya
mereka tetap bertingkah seperti hewan bahkan lebih kejam. Saling menyerang,
menjatuhkan, merusak lingkungan, mementingkan diri sendiri, dan memaksakan
kehendak.6 Pernyataan Nietzsche ini tampaknya masih terjadi di zaman sekarang,
artinya kita masih bisa menyebut para koruptor dan kawan-kawannya adalah produk
pendidikan yang gagal dalam membantu manusia menjadi manusia. Pada intinya
mengajar adalah memberikan bantuan (menolong) kepada siswa agar ia menjadi
manusia yang bernilai dalam emosional, intelegensi dan spiritual. Entah itu melalui
pengajaran di kelas dengan materi yang ditentukan, atau dengan menyederhanakan
serta mengorganisir sumber-sumber pengetahuan di sekitar siswa yang disesuaikan
dengan kondisi psikologi siswa agar mendukung pembelajaran.
3 Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Hal: 44-50
4 Abuddin Nata. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2009. Hal: 85
5 Ahmad Tafsir. Ibid. Hal: 33
6 Ibid 118
-
Proses Pembelajaran Islami 5
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Al-Maidah: 2)
Kata menolong jika diperluas artinya maka akan meliputi beberapa aspek
yang memang mutlak harus ada dalam kegiatan mengajar atau mendidik, agar
mampu memproduksi manusia yang benar-benar manusia. Pertama, menolong
berarti memberikan manfaat kepada orang lain. Sebagai penolong, guru tidak akan
membiarkan siswanya terjatuh kedalam malapetaka kebodohan, ia akan mengajari
siswa dengan harapan supaya mereka bisa menjadi manusia sempurna. Kedua,
karena pendidikan dikatakan hanyalah menolong, maka guru bukanlah tersangka saat
beberapa siswa tidak berhasil menjadi manusia yang sempurna. Pada dasarnya guru
menyadari bahwa dari sekian puluh siswa di kelas, tidak semuanya akan berhasil,
tetapi ia akan tetap berharap usahanya tidak akan sia-sia. Ketiga, karena disebutkan
dengan menolong maka tidak patut jika guru merasa sombong atas keberhasilan anak
didiknya, bisa jadi siswa tersebut mendapatkan pertolongan dari selainnya dan
karena ada beberapa pertolongan itulah yang mendorongnya mencapai kesuksesan,
bukan karena satu-satunya pertolongan dari guru itu saja. Keempat, menolong pasti
dilandasi adanya rasa kasih sayang dari Guru kepada siswa, karena tidak mungkin
seseorang mau menolong jika ia tidak mengkasihi orang yang ditolongnya, maka
guru pun harus mengkasihi anak didiknya. Kelima, kata menolong secara umum
mengarah kepada kebenaran, dan bukan menolong namanya jika untuk keburukan,
tetapi menjerumuskan. Maka itulah, pendidik tidak mengenal mendidik anak untuk
mencuri atau mendidik anak untuk berbohong. Keenam, menolong seharusnya
berjalan dengan tanpa adanya mengharapkan pamrih, karena jika ada pamrih
maknanya adalah menjual jasa. Ketujuh, menolong akan melibatkan seseorang
kepada kesulitan yang dialami oleh orang yang ditolong. Maka guru seharusnya
mampu dan siap menerima keadaan siswa bagaimanapun mereka, karena menurut
pendidikan Islam, guru tidak boleh pilih-pilih murid tetapi muridlah yang memilih
guru.
-
Proses Pembelajaran Islami 6
b. Sikap seorang Guru Dalam Proses Pembelajaran
Hai orang yang berkemul (berselimut) (1) bangunlah, lalu berilah
peringatan! (2) dan Tuhanmu agungkanlah! (3) dan pakaianmu bersihkanlah (4) dan
perbuatan dosa tinggalkanlah (5) dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (6) dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu, bersabarlah (7) (Al Mudatsir: 1-7)
Dalam Sahih Bukhori dari hadist Yahya bin Abi Katsir dari Abi Salamah dari
Jabir, sesungguhnya Rasulullah berkata: bahwa ayat Alquran yang pertama kali
diturunkan adalah , tetapi pendapat ini berseberangan dengan Jumhur
Ulama yang mengatakan bahwa permulaan surat Al-Alaq yang turun pertama kali.
Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Salamah berkata: Jabir bin Abdillah
bercerita kepadanya, sesungguhnya Rasulullah saw bercerita tentang jedanya wahyu,
lalu beliau bercerita: Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit, lalu
aku melihat ke arah langit, ternyata malaikat mendatangiku dengan membawa hira,
ia duduk di atas kuris di antara langit dan bumi, maka aku ketakutan sehingga aku
terjatuh ke tanah. Lalu aku pulang ke keluargaku dan berkata: Selimuti aku, selimuti
aku, selimuti aku. Kemudian Allah menurunkan - - 7
Dari ketujuh ayat di atas dapat dipelajari beberapa hal yang harus ada pada
seorang Guru, mengingat saat itu Rasulullah saw sedang dipersiapkan untuk menyeru
Umat kepada agama Islam dan mengajarkan tauhid serta syariat.
1) Guru harus bersemangat dalam mengajar.
Pada ayat pertama dan kedua disinggung keadaan Rasulullah yang ketakutan
hingga meminta diselimuti oleh keluarganya. Jika dipahami, orang berselimut
adalah semakna dengan orang yang tidak banyak beraktifitas, mengalami kondisi
7 Ismail bin Umar bin Katsir. Tafsir Alquran al Adhim. Dar al Fikr, 1994. Juz: 4 Hal: 530
-
Proses Pembelajaran Islami 7
yang kurang baik secara fisik atau psikologinya, tidak produktif, tidak bersemangat
dan tidak bergairah melakukan sesuatu.8 Aura negatif tampak dari orang yang
berselimut dan ini bisa menular pada sekelilingnya. Kemudian keadaan ini
diperingati keras dengan ayat kedua agar bangun dan bergerak menyerukan ayat-ayat
Allah.
Begitu juga keadaan guru ketika mengajar atau meyampaikan pelajaran
kepada siswa, hendaknya ia penuh semangat, aktif, produktif dan menebarkan aura
positif kepada siswanya, agar mereka terinspirasi dan bersemangat pula dalam
menerima pelajaran yang disampaikan. Dalam perspektif psikolinguistik, nada
semangat ketika menyampaikan salam pertama oleh Guru dapat mempengaruhi
keadaan kelas. Begitupun sebaliknya.
Kata semangat secara otomatis terkandung dalam kata takbir, yang
diisyarahkanoleh ayat ketiga dari surat Al mudatsir. Sebagaimana akrab kita dengar,
kata takbir digunakan sebagai seruan penyemangat ketika para mujahidin muslim
akan memulai jihad. Maka dengan adanya perintah bertakbir (mengagungkan Allah)
sama dengan perintah untuk memulai pembelajaran dengan penuh semangat guna
memerangi kebodohan.
2) Berpakaian Rapi dan Berprilaku Baik
Dalam ayat keempat, Rasulullah saw diperintahkan untuk mensucikan
bajunya. Ibnu Abbas pernah ditanya prihal maksud dari ayat ini, beliau menjawab:
jangan mengenakkannya untuk bermaksiat atau bercidera.9 Memahami lebih dalam
kata maksiat atau cidera, membawa kita ke kenyataan bahwa guru dalam mengajar
memiliki jadwal yang telah disepakati dengan murid. Maka sesuai kesepakatan,
setiap orang harus datang tepat waktu. Jika ia telat atau tidak masuk, maka ia telah
bermaksiat dan mencederai kesepakatan jadwal tersebut. Jadwal itu ibaratkan janji.
Qotadah menambahkan bahwa orang arab menyebut seorang laki-laki sebagai
orang yang kotor bajunya ketika ia tidak menepati janjinya (kepada Allah swt).
8 Imam Suprayogo. Pendidikan Berparadigma Al-Quran.Malang: UIN Malang Press, 2004. Hal: 36
9 Ibid. Juz: 4 Hal: 531
-
Proses Pembelajaran Islami 8
Ketika ia telah berhasil memenuhi janjinya barulah ia disebut seorang yang suci
bajunya.10
Adapun Muhammad bin Sirin menafisiri perintah ayat tersebut dengan lebih
realistis, yakni agar mencuci baju dengan menggunakan air. Said bin Jubair menafsiri
yang disucikan adalah niat dan hati. Sedangkan Hasan al-Bashri menafsirkan ayat di
atas agar membaguskan penampilan.11
Namun dilihat secara kasat mata, makna ayat tersebut memerintahkan agar
mensucikan (membersihkan) pakaian. Penafsiran Hasan al-Bashri agaknya lebih
mudah untuk menjelaskan keadaan guru yang harus tampil rapi dan enak dipandang.
Guru adalah sosok utama yang harus diperhatikan oleh siswa selama satu atau dua
jam durasi waktu belajar, tidak terbayang apa yang akan terjadi kepada mereka
ketika sang guru sangat tidak menyenangkan untuk dipandang dan diperhatikan.
Lebih dari itu, pakaian yang dikenakan oleh seorang guru berpotensi menentukan
keadaan kelas, misalkan guru mengenakan pakaian seperti ustadz, yakni berkopyah
dan kemeja lengan panjang, bisa jadi kelas akan serasa seperti di pesantren dan guru
dihormati sepenuhnya. Sedangkan ketika guru hanya mengenakkan pakaian olahraga
di lapangan sekolah, maka siswa akan menganggap guru sebagai partner
berolaharaga dan menghormatinya sebatas statusnya sebagai guru.
Seorang guru juga dijadikan sebagai teladan. Segala tindakannya dilihat oleh
murid. Ia tidak hanya didengar, tetapi juga diperhatikan keseluruhannya, sehingga
guru harus menjauhi segala kelakuan buruk selama proses pembelajaran. Dalam ayat
kelima diperintakan untuk meninggalkan dosa. Kata diartikan sebagai dosa dan
kotoran.12
Dari dua ayat keempat dan kelima surat Al Mudassir, dipahami bahwa
seorang guru dituntut sepenuhnya untuk tampil indah dan bagus secara penampilan
maupun tindakan. Bersih dan suci dari kotoran bathin dan kotoran lahir (pada
pakaian).
3) Tidak Mengharapkan Pamrih dan Bersabar
10 Ibid.
11 Ibid
12 Ahmad Warson Munawwir. Ibid: 475
-
Proses Pembelajaran Islami 9
Di atas dijelaskan bahwa pendidikan adalah upaya untuk menolong
manusia menjadi manusia. Pertolongan bukanlah suatu hal yang dberikan dengan
landasan agar diberikan pamrih atasnya. Namun, belakangan banyak yang berpikir,
guru adalah profesi, dan seharusnya berpenghasilan tinggi, mengingat banyak orang-
orang yang menjadi insinyur, pilot, menteri, dan lain-lain adalah karena jasa guru,
namun belakangan pertanyaan ini berdampak pada berkurangnya rasa sayang guru
terhadap anak didiknya.
Pada masa wali songo, para wali mengajarkan ilmu-ilmu agama di surau dan
masjid. Beliau memperhatikan siswanya dan menyayanginya. Yang menarik, tidak
pernah terdengar biaya belajar pada masa itu, entah sebab Indonesia memang belum
merdeka sehingga rakyat tidak mampu secara ekonomi untuk membayar biaya
pendidikan atau karena faktor lainnya. Pendidikan para walli ini dinilai berhasil dan
banyak menelurkan pewaris nabi selanjutnya. Rasa sayangnya kepada murid sama
dengan rasa sayangnya kepada anaknya.
Dilihat dari dua wacana di atas memang sangat kontras. Bisa jadi ayat di atas
penafsirannya perlu disesuaikan dengan konteks zaman sekarang, sebab untuk
menjadi guru pun memerlukan biaya yang tidak sedikit, karena persyaratan menjadi
guru minimal adalah lulusan s1, sehingga tidak masuk akal lagi adanya guru yang
mengajar tanpa mengharap pamrih sama sekali.
Penafsiran Ibnu Zaid dalam Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat keenam di atas
bahwa Rasulullah tidak diperbolehkan menyampaikan risalah kenabian kepada
manusia dengan mendambakan balasan duniawi (harta).13
Agaknya ini perlu digaris
bawahi, karena konteks zaman ini yang tidak mungkin menyesuaikan, mengingat
guru adalah profesi yang semestinya mendapatkan gaji atasnya. Hemat penulis,
guru berhak atas gaji sesuai jam mengajarnya, tetapi ia juga tetap menjadi guru saat
di luar kelas dengan tanpa mengharap pamrih, agar terjalin rasa sayangnya kepada
murid. Berat memang tugas guru jika demikian, maka itulah Alquran tidak berhanti
di situ dan melanjutkan dengan ayat kelima yang memerintahkan agar bersabar
dalam menanggung beratnya tugas sebagai guru. [wallahualam]
13 Ibnu katsir. Ibid. Juz: 4 Hal: 532
-
Proses Pembelajaran Islami 10
4) Memperhatikan Keadaan Pendengar
"Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersama aku. (67) dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? (68)" (Al-Kahfi: 67 - 68)
Ayat tersebut adalah sepenggal kisah Nabi Khidir dengan Nabi Musa. Saat itu
Nabi Khidir berposisi sebagai guru sedangkan Nabi Musa adalah murid. Nabi Musa
datang kepada Nabi Khidir dan memintanya agar diajari ilmu yang dimiliki Nabi
Khidir. Lalu Nabi Khidir berkata:
.
Wahai Musa, aku dianugerahi ilmu yang diajarkan oleh Allah kepadaku
dan kamu tidak mengetahuinya. Sedangkan kamu dianugerahi ilmu Allah yang
diajarkanNya kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.
Nabi Khidir selaku guru memahami betul keadaan Nabi Musa yang sama
sekali berbeda dan tidak akan siap menerima ilmu yang akan disampaikannya. Ini
sama halnya dengan seorang guru ketika ia mengajar di kelas, hendaknya
memperhatikan kondisi siswanya. Artinya, para siswa boleh jadi sedang mengalami
kondisi psikologis yang tidak bagus, sehingga jika dipaksakan materi yang
disampaikan akan terasa menyiksa dan sama sekali tidak mempengaruhi
perkembangan keperibadiannya. Guru harus bisa membaca kondisi ini kemudian
mengkondisikan kelas supaya dapat menunjang pembelajaran.
5) Menghadapi Siswa dengan Cara yang Baik
14 Ibnu Katsir. Ibid. Juz: 3 Hal: 114
-
Proses Pembelajaran Islami 11
serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An
Nahl: 125)
"dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik..." (QS. Al Ankabut: 46)
Pada surat An Nahl dijelaskan agar dakwah itu disampaikan dengan: Pertama
hikmah, yaitu perkataan yang terang dan menunjukkan kepada kebenaran dan
menyingkirkan kebatilan. Kedua, mauidhotul hasanah, yaitu pembicaraan yang
mudah dicerna dan kalimat-kalimat yang bermanfaat. Ketiga, apabila di antara
mereka ada mengangkat hujjah untuk membantah maka harus dilayani dengan
argumentasi yang baik; lemah lembut, halus15
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaha: 44)
Ayat dalam surat Thaha ini mengandung perintah kepada Nabi Musa untuk
mendakwahi Firaun. Di dalamnya terdapat pelajaran yang agung, sebab telah
diketahui bahwa Firaun adalah orang yang paling sombong dan berada pada puncak
keangkuhan. Tetapi Nabi Musa as, pada waktu itu, tetap diperintahkan berdakwah
kepadanya dengan halus dan lembut.16
Dari beberapa penggal ayat di atas, dipahami bahwa sebagai Guru seharusnya
menyampaikan ilmu itu dengan cara yang baik dan penyampaiannya lembut. Karena
perkataan yang lembut itu akan lebih mudah untuk diterima dari pada perkataan yang
kasar dan berkesan menggurui.
15 Al Baydlowi, Tafsir Al Baydlowi. Al Maktabah Shameela. Juz: 3 Hal: 426 16 Ibnu Katsir. Ibid. Juz: 3 Hal: 188
-
Proses Pembelajaran Islami 12
c. Proses Pembelajaran Dalam Kelas
1. Memulai Kelas dengan Berdoa.
bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan
Lafadz qaraa secara harfiyah diartikan sebagai kegiatan merangkai huruf-
huruf dan menghimpun satu kalimat dengan kalimat lainnya hingga membentuk
suatu bacaan.17
Dari membaca pada ahirnya akan terbentuk suatu proses
pembelajaran. Menurut Al Maraghi ayat tersebut secara harfiyah dapat diartikan:
jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kuasa dan kehendak Allah yang
telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau tidak dapat melakukannya.18
Ayat diatas disepakati oleh Jumhur Ulama sebagai ayat yang pertama kali turun.
Dalam epistemologi Islam Alquran termasuk salah satu sumber ilmu
pengetahuan, di dalamnya tercakup ilmu-ilmu orang-orang terdahulu dan ilmu orang-
orang modern19
. Maka diturunkannya Alquran yang mengandung ilmu itu secara
otomatis mengandung sebuah perintah tersirat dari Dzat yang menurunkannya untuk
belajar ilmu, baik dalam model apapun itu, yakni belajar dalam kelas, bertafakkur
dan bertadabbur, melakukan discovery, dan lain-lain. Turunnya Aquran ini diawali
dengan perintah membaca yang merupakan salah satu proses belajar dimana manusia
akan dapat menemukan wawasan baru. Perintah membaca ini diikuti dengan
perintah menyebut nama Allah swt selaku dzat yang menciptakan segalanya. Dari
sini dipahami, hendaknya belajar (membaca) dimulai dengan menyebut nama Allah.
Menurut konsep integrasi agama dan sains yang diusung Mulyadhi
Kartanegara, Alquran dan alam semesta adalah dua kitab yang dibaca dan
direnungkan, guna mangafirmasi status ontologis Tuhan.20
Dalam hal ini Tuhanlah
yang menciptakan Alquran dan alam semesta sedemikian rupa sehingga dapat
menjadi sumber pengetahuan melalui proses observasi terhadapnya. Sebagai
17 Abuddin Nata. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy. Jakarta: Rajawali Pers,
2009. Hal: 43
18 Ibid.
19 Husain Adz Dzahabiy. At Tafsir wal Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahabah. Juz: 2 Hal: 349
20 Mulyadhi Kartanegara. Integrasi Ilmu. Bandung: Mizan, 2005. Hal: 36
-
Proses Pembelajaran Islami 13
pencipta, Allah jelas lebih mengetahui akan ciptaannya dibanding siapapun,
sehingga segala ilmu, baik agama ataupun sains, adalah dari Allah.
Dengan berpegang pada ayat di atas, dipahami bahwa pembelajaran apapun,
baik agama maupun sains, hendaknya dimulai dengan menyebut nama Tuhan. Dalam
menyebut nama Tuhan ketika memulai belajar terkandung sebuah pengakuan bahwa
ilmu itu berasal dariNya, sehingga seorang pelajar ketika membaca basmalah
hendaknya dilanjut dengan berdoa agar diberikan sedikit dari ilmuNya.
2. Absensi kehadiran.
tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. (At Taubah: 122)
Adl-Dlohak menafsiri ayat tersebut: Rasulullah saw ketika turut serta
berangkat berperang, maka tidak diperkenankan bagi siapapun untuk tinggal kecuali
bagi yang berudzur. Tetapi, ketika Nabi saw tinggal dan hanya memberangkatkan
sekelompok pasukan sariyah (Nabi tidak turut berperang), maka umat muslim tidak
diperbolehkan turut serta berperang kecuali yang telah diizini oleh Nabi. Sehingga
ketika pasukan sariyah telah berangkat dan turun ayat Alquran yang dibacakan Nabi
kepada para sahabat yang tidak ikut berperang, mereka akan mampu berbagi
keterangan ayat itu kepada para pasukan sariyah saat pulang dari peperangan.21
Penafsiran Dlohak di atas erat sekali kaitannya dengan kegiatan pembelajaran
yang berjalan di sekolah, dimana Guru akan mengawali proses pembelajaran di kelas
dengan mengabsen kehadiran siswa. Guru harus mengetahui kehadiran semua anak
21 Ibn Katsir. Ibid. Juz: 2. Hal: 487
-
Proses Pembelajaran Islami 14
didiknya, sehingga terdapat jaminan ilmu itu disampaikan secara merata kepada
semua siswa.
Dijelaskan pula adanya harapan agar sahabat yang tinggal akan bisa berbagi
ilmu yang diperolehnya kepada pasukan sariyah yang kehilangan beberapa ayat
sebab berperang. Maka dengan mengetahui data kehadiran siswa, guru diharapkan
juga bisa memberikan pengajaran tambahan kepada siswa yang mendapat izin tidak
hadir karena udzur, sehingga ia bisa mengejar ketertinggalannya, atau guru
membimbing siswa lainnya agar membantu siswa yang tidak hadir itu dengan
menerangkan kepadanya materi yang dilewatkannya ketika tidak hadir.
Adapun udzur bukanlah sesuatu yang sederhana. Dari ayat itu dimengerti
bahwa perang adalah wajib, begitupun belajar dan menerima ayat yang diturunkan
kepada Nabi. Sehingga ketika dalam perang Ghozwah (Nabi turut serta berperang),
para sahabat boleh tinggal jika benar-benar berudzur, begitupun dalam perang
sariyah para sahabat boleh tidak mengikuti talim Nabi jika berudzur mengikuti
perang. Agama Islam mengenal istilah udzur syari, yakni udzur yang
memperbolehkan seseorang untuk meninggalkan atau melakukan syariat islam
dengan tidak sempurna. Jika seorang murid tidak bisa hadir di dalam kelas, maka ia
harus memiliki udzur yang kuat, bukan udzur yang hanya dibuat-buat. Lebih
konkretnya, dipahami dari ayat itu bahwa udzur tersebut setidaknya memiliki hukum
yang sama dengan hukum belajar. Sebagaimana perang dan belajar yang hukumnya
sama-sama fardhu.
3. Mudzakaroh Pelajaran Sebelumnya.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190) (yaitu)
-
Proses Pembelajaran Islami 15
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka(191) (QS. Ali Imran: 190-
191)
Berangkat dari ayat di atas, terlihat bahwa yang disebut orang berakal (ulul
albab) adalah orang yang senantiasa berdzikir (mengingat) dan bertafakkur (berpikir)
tentang ilmu dan ciptaan Allah. Abi al-Fida Ismail mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan ulul albab yaitu orang yang akalnya sempurna dan bersih, yang
dengannya dapat ditemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai
sesuatu, tidak seperti orang yang buta dan gagu yang tidak dapat berpikir.22
Sehingga
seorang ulul albab haruslah mampu menggunakan akalnya, yang tak lain fungsi
dasaranya adalah untuk mengingat dan berpikir.
Ayat di atas mengatakan bahwa yang bisa mencerna semua gejala-gejala
alam dan menjadikannya sebagai ilmu adalah orang-orang ulul albab. Mereka
menggunakan fungsi otaknya untuk mengingat dan berpikir guna menemukan suatu
rumusan atau teori pengetahuan. Jika gelar ulul albab adalah terkait pada penggunaan
fungsi akal, maka setiap menusia berpotensi untuk memperoleh gelar itu. Kuncinya
adalah bagaimana dua fungsi dasar akal tersebut bisa sempurna dan maksimal
penggunaannya dalam mempelajari alam.
Demi memaksimalkan fungsi ini, maka akal harus dilatih. Kegiatan
mudzakaroh (mengingat) yang dilakukan dengan memberikan pertanyaar seputar
pelajaran kemarin di awal pelajaran adalah latihan kecil agar mereka mampu
mengeksplorasi kemampuan akalnya dalam mengingat. Kemampuan mengingat
adalah hal yang bisa dilatih dan bukanlah semata-mata takdir atau anugerah yang
hanya dimiliki orang-orang yang beruntung. Buktinya, orang arab diketahui memiliki
daya ingat lebih baik daripada orang indonesia, mereka mampu menghafalkan nama-
nama orang beserta dengan nama bapak-kakeknya dengan mudah, padahal
menghafal nama adalah salah satu hal yang sulit setelah menghafal angka. Ingatan ini
22 Abuddin Nata. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. 132
-
Proses Pembelajaran Islami 16
menjadi malakah bagi mereka, karena mereka terlatih dari budaya lokal yang
memperkenalkan diri sekaligus dengan menyebut nama-nama bapak-kakeknya.
Jika menurut sebagian orang, menjadi ulul albab adalah tujuan utama dari
pembelajaran dan manfaat yang bisa diberikan oleh para ulul albab kepada umat
sangatlah besar, maka kegiatan melatih fungsi akal, yakni mengingat (mudzkaroh),
menjadi penting. Karena dalam ayat di atas tampak sekali yang dimaksud ulul albab
adalah orang yang senantiasa berdzikir (mengingat) dan bertafakkur (berpikir).
Kalimat berdzikir, dalam islam, identik dengan mengingat Allah swt, tetapi
maknanya bukan sempit di situ, karena Allah adalah Dzat pemilik segala ilmu,
sehingga dapat dipahami mengingat ilmu akan berorientasi sama dengan mengingat
Allah swt.
4. Evaluasi.
Fungsi utama evaluasi dalam kelas adalah menentukan hasil-hasil urutan
pengajaran. Hasil-hasil yang dicapai bertalian langsung dengan penguasaan tujuan-
tujuan yang menjadi target belajar. Sekolah yang secara independent memiliki terget
dan tujuan dibentuk seperti apakah murid itu nantinya, harus melakukan evaluasi
terhadap keberhasilan murid itu dengan menggelar ujian yang berupa tes tertulis, tes
lisan, sampel hasil karya, kuisoner. Sehingga pada ahirnya guru akan dapat membuat
pelaporan tentang proses pembelajaran yang telah berjalan.
Berkaitan dengan evaluasi ini, disinggung oleh Alquran, bahwa Allah juga
melakukan evaluasi ini kepada umat muslim, sehingga Allah dapat menentukan
beberapa orang di antara mereka yang bersungguh-sungguh dalam memegang syariat
Islam.
dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami
mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar
Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu. (QS. Muhammad: 31)
-
Proses Pembelajaran Islami 17
Kata menguji diungkapkan dengan nun taukid sehingga memberikan kesan
bahwa ujian adalah tahap yang penting dan harus dilakukan, agar Allah dapat menilai
siapa-siapa yang termasuk orang yang bersungguh-sungguh dan bersabar. Bila ayat
tentang ujian ini ditarik ke arah evaluasi pendidikan maka akan muncul pengertian
bahwa dua kriteria mujahidin (bersungguh-sungguh) dan shabirin (bersabar) adalah
kriteria yang wajib dimiliki oleh seorang siswa agar mereka mampu memperoleh
keberhasilan dalam belajar. Dalam nadhom alala terdapat enam syarat seorang
thalibul ilmi (penuntut ilmu), salah satunya adalah harus bersabar, yakni bersabar
dalam menempuh waktu belajar yang lama, serta bersabar dalam melakukan
kesungguhan belajar. Apabila seorang murid memiliki dua kriteria ini, maka ia akan
dapat diharapkan keberhasilannya. Begitupun dua kriteria ini adalah penentu
keberhasilannya agar lulus dalam evaluasi (ujian).
Selain itu, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam
menggelar ujian, pertama, spesifikasi tugas; yang menggambarkan cakupan materi
evaluasi.23
Segala pertanyaan yang akan dimunculkan dalam ujian harus disesuaikan
dengan apa yang telah dipelajari siswa, sehingga siswa hanya akan mendapatkan
pertanyaan sesuai apa yang telah dipelajarinya. Ini senada dengan firman Allah QS.
Al Baqoroh: 286. Meskipun Allah menguji umat Islam tetapi ujian itu tidak akan
melampaui batas kemampuannya. Sehingga tidak ada kedholiman dalam ujian
tersebut. Kedua, kesimpulan, untuk mempersiapkan kesimpulan yang didasarkan
pada hasil dan persiapan laporan dan menghadirkan kesimpulan dan rekomendasi
pada audiens.24
Guru akan melaporkan hasil evaluasi itu dalam bentuk nilai yang
telah diakumulasi dari seluruh tes, sehingga akan dapat diperoleh data yang valid dan
objektif tentang kemampuan siswa diukur dengan tujuan serta target pembelajaran
pada sekolah itu. Ini semakna dengan ayat di surat Muhammad di atas, bahwa perlu
untuk menyatakan baik atau buruknya ihwal para murid saat purna pembelajaran.
23 Oemar Hamalik. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.
Hal: 181
24 Ibid
-
Proses Pembelajaran Islami 18
C. Penutup
Segala puji bagi Allah swt yang telah menurunkan Alquran sebagai petunjuk
dalam kehidupan manusia. Alquran disebut sebagai kitab yang mencakup keilmuan
orang-orang terdahulu dan keilmuan orang-orang modern. Di dalamnya terdapat
berbagai petunjuk dan isyarah yang kemudian dapat dieksplorasi dan diobservasi
sehingga akan memunculkan berbagai teori yang berkaitan dengan kehidupan umat.
Salah satunya adalah ayat-ayat Alquran yang berkaitan erat dengan
pendidikan. Pada beberapa aspek pendidikan yang tercakup dalam perencanaan
kurikulum telah disinggung terlebih dahulu oleh Alquran. Bahkan terdapat beberapa
aspek kurikulum yang seharusnya disempurnakan dengan nilai-nilai islami
sebagaimana dijelaskan dalam Alquran. Misalkan, guru tidak seharusnya dijadikan
sebagai profesi, karena Alquran dalam surat Al Mudatsir: 6, Allah swt melarang
Rasulullah untuk mengharapkan imbalan atas pengajaran yang dilakukannya kepada
umat. Bahkan belakangan, fakta bahwa guru adalah profesi membuat beberapa guru
kehilangan keikhlasannya dalam menyampaikan materi, semua yang diajarkannya
menyesuaikan dengan standar dari kurikulum, bahkan ia menjadi pelit ketika
beberapa siswa yang memiliki inetelegensi lebih tinggi memintanya menjelaskan
lebih dalam secara pribadi, karena ia hanya menyetel dirinya sesuai dengan berapa
jam ia dibayar. Rasa sayang dari beberapa guru seperti ini kepada muridnya pun
berkurang, sehingga pendidikan yang diartikan sebagai menolong kehilangan satu
aspek terpentingnya, yakni: kasih sayang.
Sinkronisasi atau islamisasi kurikulum pendidikan di Indonesia agaknya
memang perlu digalakkan dan dirujuk kembali kepada Alquran guna melakukan
pembenahan pada beberapa aspek yang dirasa tidak mendukung tercapainya target
pendidikan. Bagaiamanapun Alquran adalah kitab Allah yang diturunkan berisi ilmu-
ilmu, sebagaimana pada QS. Al Araf: 52, karena kandungan ilmu itulah, sepatutnya
Alquran memperhatikan tenang bagaimana ilmu itu seharusnya diajarkan. Karena
Dzat yang menurunkan kitab yang berisi ilmu secara otomatis memerintahkan
hambanya untuk mempelajari ilmu itu, dan mempelajari suatu ilmu apapun, tidak
akan maksimal dan mencapai target pembelajaran jika tidak memperhatikan
bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung.
-
Proses Pembelajaran Islami 19
mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS. Al Baqoroh: 32)
Hakikatnya segala ilmu adalah miliknya, manusia adalah makhluk yang
meminta dan memohon ilmu kepadaNya. Maka sebagai pemberi dan peminta, boleh
memberikan dan boleh juga menolak. Sehingga perlu sekali bagi manusia untuk
memperhatikan kemauan Sang Pemberi agar ia memperoleh apa yang dimintanya.
Wallahualam.[]
D. Daftar Pustaka
Al Baydlowi, Tafsir Al Baydlowi. Al Maktabah Shameela
Adz Dzahabiy, Muhammad Husain. At Tafsir wal Mufassirun. Kairo:
Maktabah Wahbah.
Ismail bin Umar bin Katsir. Tafsir Alquran al Adhim. Dar al Fikr, 1994.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997.
Suprayogo, Imam. Pendidikan Berparadigma Al-Quran.Malang: UIN
Malang Press, 2004.
Nata, Abuddin. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana, 2009.
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy.
Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Hamalik, Oemar. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
Kartanegara, Mulyadhi. Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik.
Bandung: Mizan, 2005.