proposal ta1.doc
TRANSCRIPT
I. JUDUL
Analisis Sifat Fisik Lumpur Bor Pada Kegiatan Pemboran Eksplorasi Minyak
di PT Pertamina EP Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi
Sumatera Selatan.
II. ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Operasi pemboran adalan suatu prosedur dan teknik yang umum dilaksanakan
pada suatu kompleks pemboran putar dan modern untuk sumur minyak, gas dan
panas bumi. Pemboran bukan hanya dilakukan pada industri pertambangan, misalnya
dalam pemboran eksplorasi dan pembuatan lubang ledak. Suatu pemboran
perminyakan sepertinya hal yang mudah yaitu membuat ludang sumur menembus
lapisan formasi dan berakhir dengan ditemukannya suatu lapisan hidrokarbon
(reservoir). Namun, itu tidak semudah yang dibayangkan sebab pemboran suatu
sumur dilakukan melalui operasi yang khusus dan rumit, yang diperoleh setelah
melakukan studi mendalam dibidangnya, melakukan eksperimen-eksperimen dan
menerapkannya dalam praktek lapangan.
Fluida pemboran merupakansuatu campuran (liquid) dari beberapa komponen
yang terdiri dari dari air tawar atau asin, minyak, tanah liat (clay), bahan-bahan kimia
(chemic additive), gas, udara, busa maupun detergen. Dilapangan fluida pemboran
dikenal sebagai “lumpur” (mud).
Lumpu pemboran merupakan faktor yang paling penting dalam suatu tekik
pemboran rotary drilling. Bahkan lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan
dalam mengoptimalisasikan operasi pemboran. Oleh karena itu perlu diperhatikan
(mengontrol) sifat-sifat lumpur pemboran sesuai dengan yang di butuhkan dalam
operasi pemboran.
Lumpur sangat besar peranannya dalam menentukan berhasil atau tidaknya
suatu operasi pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut,
seperti densitas, viscositas, gel strength, atau filtration loss. Lumpur pemboran
merupakan faktor yang penting dalam pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi,
keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada lumpr pemboran.
1
III. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan proses pengambilan data
data primer maupun sekunder, menganalisis dan mengevaluasi secara teknis
bagaimana kondisi daerah penelitian yang bertujuan sebagai berikut :
1. Dapat memahami dan menerapkan di lapangan perihal penggunaan jenis lumpur
pada operasional pemboran sumur ekplorasi minyak.
2. Dapat mengetahui proses pembuatan serta pemeliharaan lumpur pada suatu
pemboran.
3. Mengetahui jumlah material yang digunakan pada saat pembuatan lumpur bor.
4. Mengetahui kegunaan mendasar dari lumpur.
5. Mengetahui proses sirkulasi lumpur pemboran.
IV. PERUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang di bahas penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara pembuatan lumpur pemboran yang sesuai dengan kebutuhan
sumur pemboran eksplorasi minyak.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sifat fisik lumpur bor pada pemboran
eksplorasi minyak di PT. Pertamina EP, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
V. METODE PENELITIAN
Tahapan dalam penyusunan Tugas Akhir ini penyusun akan menggabungkan
antara teori yang telah ada dengan keadaan yang ada dilapangan, sehingga dari
keduanya akan didapatkan pendekatan masalah yang baik.
Adapun aturan penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Studi ini dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang
diperoleh dari :
a. Instansi yang terkait
b. Perpustakaan
c. Laporan-laporan terdahulu
d. informasi-informasi
e. Peta, grafik dan tabel
2
2. Tahap penelitian di Lapangan
Dalam melaksanakan penelitian dilapangan akan dilakukan beberapa tahap
antara lain :
1) Tahap Pengambilan Data
a. Data primer adalah data yang langsung diperoleh berdasarkan pengamatan-
pengamatan yang dilakukan dilapangan. Data primer ini terdiri dari kondisi
tempat kerja, ketrampilan serta kedisiplinan mud engineer dan mud logger
yang berhubungan dengan kegiatan pengeboran minyak, laporan mud
properties yang diperoleh dilapangan.
b. Data sekunder adalah data-data pendukung penyusunan tulisan ini yang
yang diperoleh dari buku literatur, laporan-laporan penelitian yang sudah ada,
data-data dikumpulkan dari perusahaan berupa data spesifikasi data mengenai
sifat-sifat batuan mengenai struktur batuan, peta kesampaian daerah dan
profil perusahaan.
Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisa data-data hasil pengamatan
yang tidak berupa angka dan memberikan analisis hasil dari perhitungan. Analisis
kualitatif ini mencakup kondisi tempat kerja, kebutuhan lumpur bor yang digunakan
untuk formasi batuan yang akan dilakukan pemboran dan kedisiplinan mud engineer
untuk mengetahui proses sirkulasi.
Analisis kuantitatif yaitu analisis dengan menggunakan metode statistik,
analisis ini dilakukan terhadap perhitungan rata-rata dari kebutuhan lumpur bor dari
sumur pemboran dan pembuatan lumpur pemboran di laboratorium.
2) Tahap Pengambilan Data
a. Observasi
pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung terhadap kondisi
tempat kerja, peralatan pendukung sirkulasi pemboran, alat bor, mekanisme kerja
pengeboran dan ketrampilan serta kedisiplinan mud engineer dalam melakukan
pemantaun kebutuhan sirkulasi.
b. Wawancara
Mengadakan wawancara langsung kepada operator mud engineer, company
man, rig men, mud logger serta mekanik setempat terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan objek penelitian.
3
3. Tahap Analisis Pengolahan Data
Analisis hasil pengolahan data dilakukan dengan tujuan memperoleh
kesimpulan sementara. Selanjutnya kesimpulan sementara tersebut akan diolah lebih
lanjut dalam bagian pembahasan.
4. Tahap Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil
pengolahan data yang telah dilakukan dengan permasalahan yang diteliti.
Kesimpulan ini merupakan hasil akhir dari semua aspek yang telah di bahas.
VI. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui sifat fisik lumpur dan jenis
lumpur serta apa saja bahan pembuat lumpur dan bagaimana cara pembuatannya
yang ada di PT.Pertamina EP.
VII. PENYELESAIAN MASALAH
Dasar Teori
7.1. Definisi Lumpur Pemboran
Definisi dari lumpur pemboran (mud) didefinisikan sebagai fluida dalam
operasi pemboran berputar yang memiliki banyak variasi fungsi, dimana merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap optimalnya operasi pemboran
(Rubiandini, 1998). Oleh karena itu sangat menentukan keberhasilan suatu ooperasi
pemboran. Lumpur pemboran sendiri terbagi menjadi :
a. Fresh water mud
b. Salt water mud
c. Oil base mud
d. Gaseous drilling fluid
7.2. Sifat-Sifat Fisik Lumpur Pemboran
Komposisi dan sifat-sifat lumpur sangat berpengaruh pada pemboran.
Perencanaan casing, drilling rate dan completion dipengaruhi oleh lumpur yang
digunakan saat itu. Berikut sifat-sifat fisik lumpur bor yaitu :
a) Densitas
4
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting,
karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai
penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar akan
menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation), apabila densitasnya terlalu
kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke lubang sumur). Maka
densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradien hidrostatis dari lumpur bor dalam
psi/ft. Tetapi dilapangan biasanya dipakai satuan ppg (pound per gallon).
Densitas adalah berat suatu zat ( dalam hal ini adalah lumpur) dalam suatu
volume tertentu. Densitas biasanya ditulis dengan simbol “p” dengan dimensi
kg/dm3, gr/cc dan lb/gal. Tekanan hidrostatik di dasar lubang bor merupakan fungsi
dari densitas lumpur.
Hubungan antara tekanan hidrostatik dengan densitas lumpur di jabaarkan oleh
Rumbiandini :
Ph = 0.0052 × mw × D
Keterangan :
Ph : tekanan hidrostatik lumpur psi
Mw : densitas lumpur pound per gallon
D : kedalaman lubang bor feet
Berdasarkan rumus tersebut maka berlaku ketentuan bahwa densitas lumpur
yang besar akan memberikan tekanan hidrostatik yang besar pula, demikian pula
sebaliknya. Densitas dapat diukur dengan alat yang disebut Mud Balance. Volume
setiap material adalah additeve atau dengan kata lain volume tiap material yang
ditambahkan untuk memperoleh jenis lumpur dan fisik yang di inginkan :
b) Viscositas
Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang disebabkan
oleh adanya gesekan antara partikel pada fluida yang mengalir, yang mana
disebabkan oleh adanya pergeseran antara :
5
Partikel-partikel itu sendiri.
Partikel-partikel padatan itu sendiri.
Partikel padatan dengan molekul zat cair.
Molekul-molekul zat cair.
Pada lumpur bor, viskositas merupakan suatu tahanan terhadap aliran lumpur
yang memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor ke permukaan. Semakin
kental lumpur maka pengangkatan cutting makin baik. Apabila lumpur tidak cukup
kental maka pengangkatan serbuk bor kurang sempurna dan akan mengakibatkan
serbuk bor tertinggal didalam lubang bor sehingga menyebabkan rangkaian pipa
pemboran akan terjepit. Akan tetapi apabila lumpur mempunyai viskositas yang
besar sekali maka akan dapat mengakibatkan problem pada pemisahan cutting
permukaan.
c) Gel Strength
Pada saat sirkulasi berhenti, lumpur akan mengagar atau menjadi gel. Hal ini
disebabkan oleh adanya gaya tarik-menarik antara partikel padatan lumpur dalam
kondisi statis, gaya mengagar inilah yang disebut gel strength. Diwaktu lumpur
berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat
menahan serbuk lumpur bor dan material pemberat lumpur agar tidak turun. Akan
tetapi jika gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan kerja pompa terlalu berat
untuk memulai sirkulasi kembali. Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat,
pompa tidak boleh memompakan lumpur dengan daya yang besar karena dapat
menyebabkan formasi pecah. Gel strength dapat diukur dengan menggunakan
Stromer Viscometer. Kekuatan gel strength secara kualitatif dapat dikualifikasikan
menjadi dua tipe, yaitu gel strength 10 detik dan gel strength 10 menit yang dihitung
dalam satuan lb/100 ft2.
d) Laju Tapisan (Water Loss)
Lumpur pemboran terdiri dari komponen padat dan cair. Karena pada
umumnya lubang sumur mempunyai pori-pori, maka komponen cair dari lumpur
akan masuk kedalam dinding lubang bor yang disebut sebagai laju tapisan. Zat cair
yang masuk ini disebut filtrate, kegunaan laju lapisan adalah membentuk mud cake
pada dinding lubang bor.
6
Didalam proses filtrasi, maka laju tapisan dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
1. Statik filtrasinya, merupakan filtrasi yang terjadi pada saat lumpur dalam keadaan
diam (tidak ada sirkulasi)
2. Dinamik filtrasi, filtrasi yang terjadi dalam keadaan ada sirkulasi dan pipa bor
berputar
Cairan yang masuk kedalam formasi pada dinding lubang bor akan
menyebabkan akibat negatif, yaitu dinding lubang bor akan lepas dan runtuh, water
blocking, differential sticking.
a. Dinding lubang bor akan lepas dan runtuh.
Bila formasi yang dimasuki oleh zat cair yang masuk tersebut adalah air,
maka ikatan antara partikel formasi akan lemah, sehingga dinding lubang bor
cenderung untuk runtuh.
b. Water Blocking
Filtrat yang berupa aliran akan menghambat aliran minyak dari formasi
kedalam lubang sumur jika dari lumpur banyak.
c. Differential Sticking
Seiring dengan banyaknya laju tapisan maka mud cake dari lumpur akan
tebal. Diwaktu sirkulasi berhenti ditambah dengan berat jenis lumpur yang
besar, maka drill collar akan cenderung terjepit, karena mud cake akan
menahan drill collar yang terbenam dalam mud cake serta lumpur akan
menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding lubang bor.
e) Sand Content
Sand Content yaitu tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke
dalam pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-
serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi
karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah densitas
lumpur yang telah mengalami sirkulasi. Bertambahnya densitas lumpur yang
tersirkulasi ke permukaan akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh
karena itu, setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan
terutama untuk menghilangkan partikel-partikel yang, masuk ke dalam lumpur
7
selama sirkulasi. Alat-alat ini, yang biasanya disebut “Conditioning Equipment”,
adalah:
a. Shale Shaker
Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting yang
berukuran besar.
b. Degasser
Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke lumpur
pemboran.
c. Desander
Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang
berukuran kecil yang bisa lolos dari shale shaker.
d. Desilter
Fungsinya sama dengan desander, tetapi desilter dapat membersihkan lumpur
dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil.
7.3. Fungsi Lumpur Pemboran
Tujuan terpenting dalam penggunaan suatu lumpur pemboran yaitu agar
didalam proses pengeboran tidak menemui masalah-masalah yang dapat
menghambat kelancaran pemboran itu sendiri. Untuk itu lumpur bor harus
mempunyai beberapa fungsi penting antara lain:
a. Mengangkat serbuk bor keatas permukaan
Serbuk bor (cutting) dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat didalam
melakukan pemboran, dan serbuk bor tersebut harus dikeluarkan dari dalam lubang
bor karena hal tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya suatu
pemboran. Apabila serbuk bor tidak dikeluarkan maka akan terjadi penumpukan
serbuk bor didasar lubang dan jika ini terjadi maka akan timbul masalah seperti
terjepitnya rangkaian pipa bor.
Serbuk bor dapat terangkat jika lumpur mempunyai kemampuan untuk
mengangkatnya, kemampuan serbuk bor untuk terangkat kepermukaan tergantuk
yield point itu sendiri. Jika lumpur sudah mempunyai yield point yang memadai
maka dengan melakukan sirkulasi, serbuk bor dapat terangkat keluar bersama dengan
lumpur untuk dibuang melalui alat pengontrol padatan (solid contro equipment)
b. Melumasi dan mendinginkan pahat bor.
8
Dalam pemboran, panas dapat timbul akibat dari pergesekan pahat dan
rangkaian pemboran, kemungkinan panas tersebut dikonduksikan terus oleh formasi.
Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sulit untuk menghilangkan panas. Maka
dari itu panas tersebut harus dipindahkan dari titik gesekan ke lumpur dan
diharapkan cukup mendinginkan serta melumasi rangkaian alat bor.
c. Melapisi dinding bor dengan mud cake
Lumpur yang mempunyai kandungan padatan yang berasal dari bentonite
akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis dipermukaan lubang yang
semipermeable. Pembentukan mud cake akan terjadi apabila ada lapisan
semipermeable dan perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik dengan dinding
lubang bor. Mud cake yang terbentuk diharapkan dapat menahan aliran fluida yang
masuk kedalam formasi. Cairan yang masuk kedalam formasi tersebut
disebut filtrate. Sifat well building ini dapat diperbaiki dengan menambah sifat
koloidal lumpur pemboran dengan bentonite yang memberi zat kimia untuk
memperbaiki distribusi zat padat dalam lumpur, misalnya polimer jenis PAC-R ,
yang dianalisa didalam laboratorium ini dapat mengurangi laju tapisan dan mud
cake.
d. Mendapatkan informasi sumur
Dalam suatu pemboran juga dilakukan analisa serebuk bor, yaitu dengan
analisa serbuk bor yang naik kepermukaan untuk mendapatkan serta menentukan
jenis formasi apa yang dibor.
e. Menahan sebagian berat rangkaian pemboran
Dengan bertambahnya kedalaman dalam pemboran maka berat yang ditahan
oleh peralatan dipermukaan menjadi bertambah . Berat peralatan tersebut diapungkan
oleh gaya yang sama dengan berat jenis lumpur yang menyebabkan pengurangan
pada berat total.
f. Mengontrol tekanan formasi
Pada tekanan yang normal, air dan padatan cukup menhan tekanan formasi.
Untuk tekanan yang lebih kecil dari tekanan normal (subnormal pressure), densitas
lumpur harus diperkecil agar lumpur tidak masuk atau hilang keformasi. Sebaliknya
untuk tekanan yang lebih besar dari normal (abnormal pressure), maka penambahan
material pemberat perlu ditambahkan untuk memperberat lumpur. Tekanan yang
9
diakibatkan oleh kolom lumpur pada kedalaman D ft, dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
g. Media logging
Pada operasi pemboran lumpur bor dianalisa untuk mengetahui apakah
mengandung tidaknya hidrokarbon. Selain itu dilakukan untuk membuat contoh log,
yaitu analisa serbuk bor yang naik kepermukaan dan berguna untuk menentukan
formasi yang aktif.
h. Mencegah dan menghambat korosi
Korosi adalah proses elektro kimia yang diakibatkan karena semakin banyak
jumlah ion elektrolit didalam lumpur atau semakin tinggi konduktivitas lumpur
semakin besar laju korosi yang berada pada kondisi asam.
i. Sebagai tenaga penggerak
Lumpur yang keluar melalui lubang dari mata bor (nozzle) pada saat
pemboran dapat berfungsi sebagai tenaga penggerak putaran dari mata bor itu
sendiri. Jadi putaran tidak perlu dilakukan dari permukaan yang menggunakan rotary
table atau top drive. Perputaran yang cepat dapat dilakukan dengan menaikan
kecepatan pompa sehingga akam dihasilkan putaran yang tinggi. Putaran yang tinggi
tentu akan menghasilkan laju penembusan yang tinggi pula
sehingga dapat mengurangi waktu pembora untuk mencapai kedalaman yang
diinginkan.
j. Menahan serbuk bor dan material pemberat selama sirkulasi berhenti
Kemampuan lumpur untuk menahan serbuk bor selama sirkulasi dihentikan
terutama tergantung dari daya agarnya. Dengan lumpur menjadi gel, tahanan
terhadap gerakan serbuk bor kebawah dapat dipertinggi. Serbuk bor perlu ditahan
agar tidak turun kebawah, karena apabila turun kebawah maka dapat menyebabkan
akumulasi serbuk bor dan masalah akan timbul seperti pipa terjepit. Tetapi gel yang
terlalu besar akan berakibat buruk terhadap tekanan pompa, karena pompa akan
memerlukan tekanan yang besar untuk dapat membuat lumpur mengalir.
7.4. Kontaminasi Lumpur Pemboran
Sejak digunakannya teknik rotary drilling dalam operasi pemboran lapangan
minyak, lumpur pemboran menjadi sangat penting. Bahkan lumpur pemboran
menjadi salah satu pertimbangan dalam mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh
10
sebab itu mutlaklah untuk memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur
pemboran agar sesuai dengan yang diinginkan.
Salah satu penyebabnya berubahnya sifat-sifat fisik lumpur adalah adanya
material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk ke dalam lumpur
pada saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah
sebagai berikut :
a.Kontaminasi Sodium Clorida
Kontaminasi ini sering terjadi pada saat pemboran menembus kubah garam
(salt dome), lapisan garam, lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam
cukup tinggi atau akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk ke
dalam sistem lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini, akan mengakibatkan
berubahnya sifat lumpur seperti viscositas, yield point, gel strength dan filtration
loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan dengan
kehadiran garam pada sistem lumpur.
b.Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk ke dalam lumpur pada saat pemboran menembus
formasi gypsum, lapisan gypsum yang terdapat pada formasi shale atau limestone.
Akibat adanya gypsum dalam jumlah yang cukup banyak dalam lumpur
pemboran, maka akan merubah sifat fisik lumpur tersebut seperti viscositas
plastik, yield point, gel strength dan fluid loss.
c. Kontaminasi Semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemenan yang kurang
sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, float collar dan
casing shoe. Kontaminasai semen akan merubah viscositas plastik, yield point, gel
strength, fluid loss dan pH lumpur.
Selain dari ketiga kontaminasi di atas, bentuk kontaminasi yang lain yang
dapat terjadi selama operasi pemboran adalah :
a. Kontaminasi “Hard Water“ atau kontaminasi oleh air yang mengandung
ion calsium dan magnesium yang cukup tinggi.
b. Kontaminasi Carbon Dioxide.
c. Kontaminasi Hydrogen Sulfide.
d. Kontaminasi Oxygen.
11
7.5. Jenis-Jenis Lumpur Pemboran
ZABA dan DOHERTY (1970) mengklasifikasikan lumpur bor terutama
berdasarkan fasa fluidanya : air (water base), minyak (oil base) atau gas, sebagai
berikut :
I. Fresh Water Muds (lumpur air tawar)
a. Spud b. Natural atau Native (alamiah)
c. Bentonite – treated
d. Phospate – treated
e. Organic coloid – treated
f. “Red” atau alkaline – tannate treated
g. Calcium muds
1. Lime – treated
2. Gypsum – treated
3. Calcium – (selain 1 & 2) - treated
II. Salt Water Muds (air asin)
a. Unsaturated salt water
b. Saturated salt water
c. Sodium silicate
III. Oil in Water Emulsion
a. Fresh Water (air tawar)
b. Salt Water (air asin)
IV. Oil Base dan Oil Base Emulsion Muds
V. Gaseous Drilling Fluids
a. Udara atau Natural gas
b. Aerated Muds
I. Fresh Water Muds
Adalah lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan (kalau ada) kadar
garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam). Jenis-jenis lumpur
fresh water muds adalah : Spud Mud, Natural Mud, Bentonite – treated mud,
Phosphate treated mud, Organic colloid treated mud, “Red” mud, Calcium mud,
Lime treated mud, Gypsum treated mud dan Calcium salt.
12
A. Spud Mud, adalah lumpur yang digunakan pada pemboran awal atau bagian atas
bagi conductor casing. Fungsi utamanya adalah untuk mengangkat cutting dan
membuka lubang di permukaan.
B. Natural Mud, yaitu dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam fasa cair, sifat-
sifatnya bervariasi tergantung formasi yang di bor. Lumpur ini digunakan untuk
pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing.
C. Bentonite – treated Mud, yaitu mencakup sebagian besar dari tipe-tipe air tawar.
Bentonite adalah material paling umum yang digunakan untuk koloid inorganic
yang berfungsi mengurangi filtrate loss dan mengurangi tebal mud cake.
Bentonite juga menaikkan viscositas.
D. Phospate treated Mud, yaitu mengandung polyphospate untuk mengontrol
viscositas gel strength dan juga dapat mengurangi filtrate loss serta mud cake
dapat tipis.
E. Organic colloid treated Mud, terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau
carboxymethyl cellulose pada lumpur yang digunakan untuk mengurangi
filtration loss pada fresh water mud.
F. Red Mud, yaitu mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan oleh
treatment dengan cautic soda dan gueobracho (merah tua). Jenis lumpur ini
adalah alkaline tannate treatment dengan penambahan polyphospate untuk
lumpur dengan pH dibawah 10.
G. Calcium Mud, yaitu lumpur yang mengandung larutan calcium (di sengaja).
Calcium bisa ditambah dengan bentuk slake lime (kapur mati), semen, plaster
(CaSO4) atau CaCl2.
II. Salt Water Mud
Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam massive (salt dome)
atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran air
garam yang terbor. Filtrate loss-nya besar dan mud-cake-nya tebal bila tidak
ditambah organic colloid, pH lumpur dibawah 8, karena itu perlu presentative untuk
menahan fermentasi starch. Jika salt mudnya mempunyai pH yang lebih tinggi,
fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi ini bisa diperbaiki dengan penggunaan
attapulgite sebagai pengganti bentonite. Adapun jenis-jenis lumpur salt water mud
13
adalah : Unsaturated salt water mud, Saturated salt-water mud dan Sodium-Silicate
muds.
III. Oil-in-Water Emultion Muds (Emulsion Mud)
Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air sebagai
sebagai fasa kontinu. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dapat
digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi
emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan.
Segera setelah emulsifikasi, filtrate loss berkurang. Keuntungannya adalah bit yang
lebih tahan lama, penetration rate naik, pengurangan korosi pada drillstring,
perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan pompa boleh/dapat
dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling (terlapisnya alat
oleh padatan lumpur) pada drillstring. Viskositas dan gel lebih mudah dikontrol bila
emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner.
Fresh water oil-in-water emulsion muds adalah lumpur yang mengandung
NaCl sampai 60,000 ppm. Lumpur emulsi ini dibuat dengan menambahkan
emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti dengan sejumlah minyak
yang biasanya 5 – 25% volume. Jenis emulsifier bukan sabun lebih disukai karena ia
dapat digunakan dalam lumpur yang mengandung larutan Ca tanpa memperkecil
emulsifiernya dalam hal efisiensi. Emulsifikasi minyak dapat bertambah dengan
agitasi (diaduk).
IV. Oil Base Dan Oil Base Emulsion Mud
Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya
diatur agar kadar airnya rendah (3 – 5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif
terhadap kontaminan. Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek negatif
bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, menaikkan gel strength,
mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate loss, perlu ditambahkan
zat-zat kimia.
Manfaat oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah
minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik
terhadap formasi maupun formasi produktif (jadi ia juga untuk completion mud).
Kegunaan terbesar adalah pada completion dan work-over sumur. Kegunaan lain
14
adalah untuk melepaskan drillpipe yang terjepit, mempermudah pemasangan casing
dan liner.
Oil base emulsion dan lumpur oil base mempunyai minyak sebagai fasa
kontinu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base emulsion mud mempunyai
manfaat yang sama seperti oil base-mud, yaitu filtratnya minyak dan karena itu tidak
menghidratkan shale/clay yang sensitif. Perbedaan utamanya adlah bahwa air
ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminan). Air yang
teremulsi dapat antara 15 – 50% volume, tergantung densitas dan temperatur yang
diinginkan (dihadapi dalam pemboran). Karena air merupakan bagian dari lumpur,
maka lumpur ini dapat mengurangi bahaya api, dan pengontrolan flow propertinya
dapat seperti water base mud.
V. Gaseous Drilling Fluid
Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering. Dengan
gas atau udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor.
Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya formasi
air dapat menyebabkan bit balling (bit dilapisi cutting/padatan) yang merugikan. Juga
tekanan formasi yang besar tidak membenarkan digunakannya cara ini. Penggunaan
natural gas membutuhkan pengawasan yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga
baik untuk completion pada zone-zone dengan tekanan rendah.
Suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah aerated mud
drilling dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan pada sirkulasi lumpur
untuk memperendah tekanan hidrostatik (untuk lost circulation zone), mempercepat
pemboran dan mengurangi biaya pemboran.
7.6. Additive Lumpur Pemboran
Additive lumpur pemboran adalah material-material yang ditambahkan untuk
merawat lumpur agar sesuai sifat-sifatnya dengan yang dibutuhkan.
a. Material Pemberat Lumpur
Material yang ditambahkan untuk menaikkan berat jenis lumpur atau disebut
juga dengan weight material. Seperti : Barite atau Barium Sulfate, Calcium
Carbonate untuk oil base mud dan Galena.
b. Material Pengental Lumpur
15
Zat kimia pengental lumpur merupakan bahan untuk menaikkan viskositas
dari lumpur bor. Material ini termasuk viscosifier. Seperti : Wyoming bentonite, High
Yielding Clay, Attapulgite clay untuk salt water mud dan Extra high yield bentonite.
c. Material Pengencer Lumpur
Zat kimia pengencer lumpur ini makdusnya adalah zat kimia yang digunakan
untuk menurunkan viskositas lumpur bor atau disebut juga Thinner. Seperti : Chrome
lignosulfonate, Alkaline lignite, Sodium Acid Pyrophospate, dll.
d. Filtration Loss Control Agent
Filtration Loss Control Agent maksudnya adalah bahan-bahan untuk
mengurangi filtration loss dan menipiskan mud cake. Seperti : Pregelatinized Starch,
Sodium Carboxymethylcellulose, dll.
e. Lost Circulation Material
Bahan ini untuk menyumbat bagian yang menimbulkan lost circulation. Jadi
bahan untuk menghentikan lost circulation. Seperti : Blended Fiber, Graded Mica,
Ground walnut hulls, dll.
7.7. Sistem Sirkulasi Lumpur Pemboran
Fungsi utama dari sistem sirkulasi adalah untuk mengangkat serbuk bor dari
dasar lubang menuju permukaan pada waktu operasi pemboran. Skema sistim
sirkulasi lumpur pemboran berawal dari lumpur pemboran yang mengalir dari tangki
penghisap dimana lumpur menuju pompa lumpur, kemudian dari pompa lumpur
mengalir melalui sambungan pipa menuju stand pipe masuk kedalam rangkaian pipa
bor sampai ke pahat bor. Melalui corong pahat bor, lumpur naik keruang annulus
diantara rangkaian bor dengan lubang menuju permukaan dan melalui peralatan
pengontrol padatan dan tangki, lumpur kembali ke tangki penghisap.
Komponen utama dari sistem sirkulasi adalah :
a) Pompa Lumpur
b) Rangkaian Pipa Permukaan
c) Rangkaian Pipa di dalam lubang
d) Tangki Lumpur dan peralatan pengontrol padatan
Berikut adalah alur sirkulasi lumpur pemboran :
Mud Tank → Mud Pump → Mud Line → Stand Pipe → Goose Neck → Swivel→
Kelly Pipe → Drill Pipe → Drill Colar → Bit → Anulus → Mud Line
16
Untuk mengalirkan fluida pemboran ini dibutuhkan pompa sebagai tenaga
penggerak. Pompa lumpur umunya adalah tipe pompa piston (Reciprocating Positive
Displacement), dapat berupa sistim duplex dengan dua silinder piston. Umunya dua
pompa sirkulasi dipakai dalam proses pemboran. Untuk lubang ukuran besar pada
tahap pemboran, kedua pompa dapat dipakai sekaligus untuk mengalirkan laju alir
yang besar. Berikut ini adalah Gambar dari Sistem Sirkulasi Lumpur Pemboran.
Gambar Sistem Sirkulasi Lumpur Pemboran
Keterangan Gambar :
A = Mud Mixing Equipment
1 = Steel Tanks
2 = Mud Pump
3 = Drill String
4 = Contaminant Removal
5 = Pit pembuangan Cutting
7.8. Komposisi Lumpur Pemboran
Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serbuk
pemboran (cutting). Lalu dengan perkembangan teknologi, maka lumpur mulai
17
digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat, zat kimia ditambahkan dan akhirnya
digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap bertahan.
Secara umum lumpur pemboran mempunyai empat komponen atau fasa :
a. Fasa cair (komponen cair)
b. Padatan yang reaktif (komponen paling dalam)
c. Padatan insert
d. additive
Keempat komponen ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan
lumpur pemboran yang sesuai dengan formasi yang ditembus.
a. Fasa cair
Zat cair dari lumpur pemboran merupakan fasa dasar dari lumpur yang mana
berupa air atau minyak ataupun keduanya yang disebut dengan emulsi. Emulsi ini
dapat terdiri dari dua jenis, yaitu emulsi minyak dalam air dan air didalam minyak.
Lebih dari 75% lumpur pemboran menggunakan air. Disini air dapat dibagi menjadi
dua, yaitu air tawar dan air asin. Sedangkan air asin sendiri dibagi menjadi dua, yaitu
air asin jenuh dan air asin yang tidak jenuh. Untuk pemilihan air, hal ini dapat
disesuaikan dengan lokasi setempat, lokasi mana yang mudah didapat, dan juga
disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.
b. Reactive Solid
Padatan yang bereaksi dengan zat cair lumpur disebut dengan reactive solid.
Padatan ini membuat lumpur menjadi kental atau berbentuk koloid. Dalam lumpur
bor yang bertindak sebagai reactive solid adalah barite, yang mana bila barite
tercampur dengan air maka akan terbentuk koloid. Air yang tercampur dengan barite
ini adalah air laut.
c. Inert Solid
Inert Solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi
dengan zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan sehari-hari pasir yang diaduk dengan
air apabila kita diamkan beberapa saat akan turun kedasar tempat kita mengaduknya.
Disini pasir disebut inert solid. Didalam lumpur bor inert solid berguna untuk
menambah berat jenis dari lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari
tekanan formasi. Inert Solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan
terbawa oleh lumpur seperti chert, pasir, atau clay non swelling. Padatan seperti ini
18
bukan sengaja untuk menaikan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin
(dapat menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa).
d. Adittive
Didalam lumpur pemboran selain terdiri dari atas komponen pokok lumpur,
maka ada material tambahan yang berfungsi mengontrol dan memperbaiki sifat-sifat
lumpur agar sesuai dengan formasi yang dihadapi selamaoperasi pemboran. Berikut
ini disebutkan beberapa bahan kimia yaitu untuk tujuan menaikan berat jenis lumpur,
menaikan viskositas, menurunkan viskositas, menurunkan laju tapisan dan lain-lain.
7.9 Analisa Kimia Lumpur Bor
Seperti yamg diketahui lumupr bor sangat menentukan keberhasilan suatu
operasi pemboran. Oleh sebab itu penanganan sifat-sifat fisik maupun kimia lumpor
harus dilakukan sebaik-baiknya, dengan cara menganalisis perubahan pada sifat-
sifatnya.
Dalam percobaan akan dilakuka analisis lumpur bor dan filtratnya yaitu:
analisis sifat kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis kandungan ion klor
(Cl), ion kalsium (Ca), ion besi (Fe), serta pH lumpur bor ( dalam hal ini filtratnya).
Alkalinitas atau keasaman lumpur, ditunjukkan dengan harga pH-nya, tetapi
karakeristik lumpu dapat berfluktuasi meskipun harga pH-nya tetap. Hal ini
berhubungan dengan bervariasinya jenis dan jumlah ion-ion yang terdapat didalam
lumpur bor (filtrat lumpur), dalam percobaan ini yang akan dianalisa adalah
alkalinitas filtratnya.
Kesadahan total dari lumpur (filtrat lumpur) pemboran dilakukandengan
menyelidiki kandungan ion Mg+2 dan Ca+2 di dalam lumpur bor (filtrat lumpur).
Analisis ion klor merupakan hal yang penting untuk dilakukan, terutama jika
pemboran dilakukan di daerah yang kemungkinan terkontaminasinya ion oleh garam
NaCl sangat besar. Caranya adalah dengan mentitrasi suatu filtrat lumpur dengan
larutan standar perak nitrat.
Adanya ion kalsium dalam jumlah yang banyak dalam lumpur bor juga perlu
untuk dianalisis, hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kontaminasi
lumpur oleh gypsum, yang akan merubah sifat-sifat fisik lumpur, seperti besar water
loss dan gel strength-nya. Begitu pula dengan analisis kandungan ion besi di dalam
19
lumpur bor, karena ion besi yang terdapat dalam lumpur dapat mengindikasikan
terjadinya korosi pada peralatan.
VIII. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
2015No Kegiatan Februari Maret April 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Studi Literatur X X X X X X X X X2 Orientasi Lapangan X X X 3 Pengambilan Data X X X 4 Pengolahan Data X X X X 5 Penyusunan Draft X X X X X
20