proposal skripsi tugas akhir

Upload: deeo-ono

Post on 04-Nov-2015

58 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

proposal skripsi Efek Pemberian Ekstrak Etanol Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap Neuropati Diabetik pada Tikus Hiperglikemi Hasil Induksi Aloksan

TRANSCRIPT

  • PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BUBUK KAYU MANIS

    (Cinnamomum burmannii) TERHADAP NEUROPATI DIABETIK PADA

    TIKUS WISTAR HIPERGLIKEMI YANG DIINDUKSI ALOKSAN

    PROPOSAL PENELITIAN

    Oleh :

    Budiono

    NIM 112010101053

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS JEMBER

    2014

  • 2

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan endokrin yang ditandai

    dengan hiperglikemia dan perubahan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein.

    Hal ini disebabkan oleh kekurangan produksi insulin oleh sel beta pankreas dan

    penurunan sensitivitas insulin (Bisht & Sisodia, 2011). Data WHO menyebutkan

    pasien diabetes melitus pada tahun 2011 dengan usia lebih dari 20 tahun mencapai

    366 juta orang. Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan

    prevalensi diabetes tertinggi di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan

    Meksiko (Unwin et al., 2012).

    Komplikasi dari hiperglikemia dibagi menjadi komplikasi makrovaskuler

    seperti penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah perifer dan

    komplikasi mikrovaskuler seperti nefropati diabetik, neuropati, dan retinopati

    (Fowler, 2008). Neuropati adalah komplikasi yang paling umum dari diabetes

    melitus (DM), hal ini terjadi pada 60% pasien dan mempengaruhi kualitas hidup.

    Gejala klinis yang terkait dengan neuropati diabetik antara lain hiperalgesia,

    parestesia dan nyeri spontan yang dapat menjalar dari jari kaki ke kaki hingga

    tungkai dan dapat juga terjadi pada jari-jari dan tangan (Farmer et al., 2012).

    Penanganan diabetes melitus meliputi pembatasan kalori, olahraga teratur,

    gaya hidup, dan pemberian antidiabetes oral, tetapi penggunaan klinis obat

    antidiabetes biasanya disertai dengan efek samping seperti perut tidak nyaman,

    hipoglikemia berat, asidosis laktat, dan edema perifer (Niu, 2014). Oleh karena

    itu, pencarian antidiabetes baru dengan efektivitas yang lebih baik dan efek

    samping yang lebih rendah terus dikembangkan, diantaranya melalui efek

    antidiabetes dari beberapa tanaman obat yang telah didukung oleh hasil dari

    percobaan hewan ataupun uji klinis (Ghorbani et al., 2013). Pengobatan alternatif

    dengan menggunakan tanaman tradisional telah menunjukkan efek hipoglikemik

    dan penurunan resiko terhadap komplikasi sekunder dari diabetes seperti

    kerusakan ginjal, stress oksidatif, dan fatty liver (Juarez Rojop et al., 2012).

  • 3

    Diabetes melitus dikaitkan dengan komplikasi jangka panjang berupa

    nyeri perifer, dimana keluhan yang muncul berupa nyeri spontan, alodinia, dan

    hiperalgesi. Hasil studi terhadap pasien neuropati diabetik menunjukkan bahwa

    tingkat nyeri yang dirasakan berhubungan dengan kadar glukosa darah yang tidak

    terkontrol dan perubahan biokimia akut dalam jaringan saraf muncul akibat

    hiperglikemi berkepanjangan dan hal ini beresiko terhadap perkembangan dari

    neuropati diabetik. Terdapat empat mekanisme yang terlibat dalam kerusakan

    pembuluh darah akibat hiperglikemi yaitu peningkatan polyol pathway,

    peningkatan advance glycation end-product (AGE) formation, aktivasi protein

    kinase C (PKC), dan peningkatan hexosamine pathway. Penelitian klinis dan

    eksperimental menunjukkan bahwa reactive oxygen species (ROS) memainkan

    peran penting dalam patofisiologi nyeri neuropati diabetik (Morani and

    Bodhankar, 2007). Pada kondisi tersebut, antioksidan seluler gagal

    mempertahankan sistem perlindungan tubuh melalui efek penghambat

    pembentukan radikal bebas sehingga diperlukan antioksidan eksogen untuk

    meredam kerusakan oksidatif (Kaleem, 2006).

    Salah satu tanaman obat yang memiliki efek hipoglikemi dan antioksidan

    antara lain kayu manis (Cinnamomum burmannii). Sebenarnya bubuk kayu manis

    dari kulit spesies Cinnamomum telah lama digunakan dalam obat-obatan di Cina

    sebagai antidiabetes (Cheng et al., 2012). Hasil studi yang dilakukan oleh Iyer et

    al. (2009) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kayu manis yang mengandung

    cinnamaldehyde dengan dosis 5-20 mg/kgBB/hari mampu menurunkan glukosa

    darah dan meningkatkan insulin pada tikus yang diinduksi. Selain itu berdasarkan

    penelitian yang dilakukan oleh Soni and Bhatnagar (2009) menyatakan bahwa

    mengkonsumsi 2 gram bubuk kayu manis (Cinnamomum cassia) pada pria

    dewasa penderita DM tipe 2 selama 40 hari dapat menurunkan kadar glukosa

    darah puasa sebesar 18,87%. Pada kulit kayu manis (Cinnamomum zeylanicum)

    menghasilkan minyak atsiri yang berfungsi sebagai antioksidan (El-Baroty, 2010),

    studi lainnya menunujukkan bahwa ekstrak kulit kayu manis (Cinnamomum

    burmannii) mampu menghambat lipopolisakarida dan memiliki peran sebagai

    antioksidan (Al-Dhubiab, 2012). Sedangkan efek kayu manis (Cinnamomum

  • 4

    burmannii) terhadap komplikasi diabetes melitus belum pernah dilakukan

    penelitian.

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin mengetahui

    pengaruh seduhan bubuk kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap

    neuropati diabetik pada tikus wistar hiperglikemi yang diinduksi aloksan.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan

    penelitian sebagai berikut: bagaimana pengaruh seduhan bubuk kayu manis

    (Cinnamomum burmannii) terhadap neuropati diabetik pada tikus wistar

    hiperglikemi yang diinduksi aloksan.

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Untuk mengetahui pengaruh seduhan bubuk kayu manis (Cinnamomum

    burmannii) terhadap neuropati diabetik pada tikus wistar hiperglikemi yang

    diinduksi aloksan.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    Menganalisis efek pemberian seduhan bubuk kayu manis terhadap reaksi

    tikus wistar hiperglikemi dengan komplikasi neuropati diabetik yang diinduksi

    aloksan.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Ilmiah

    Sebagai informasi ilmiah mengenai potensi seduhan bubuk kayu manis

    terhadap komplikasi diabetes melitus berupa neuropati diabetik.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penanggulangan

    antidiabetik di masa mendatang.

  • 5

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Diabetes Melitus

    2.1.1 Definisi

    Diabetes melitus adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu

    mengendalikan jumlah glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan

    hiperglikemia, suatu keadaan gula darah yang tinggi sudah membahayakan.

    Faktor utama pada diabetes melitus ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan

    oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar

    menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut

    glukagon yang juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh

    menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi

    insulin dengan tepat terjadilah diabetes. Diabetes biasanya dapat dikendalikan

    dengan makanan yang rendah kadar gulanya, obat antidiabetes maupun suntikan

    insulin secara teratur. Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi seperti

    kebutaan dan stroke (Setiabudi, 2008).

    2.1.2 Epidemiologi

    Data WHO menyebutkan pasien diabetes melitus pada tahun 2011 dengan

    usia lebih dari 20 tahun mencapai 366 juta orang. Sedangkan Indonesia

    merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi diabetes tertinggi di bawah

    China, India, USA, Brazil, Rusia dan Meksiko (Unwin et al., 2012). DM lebih

    banyak ditemukan pada wanita dibanding pria serta pada golongan tingkat

    pendidikan dan status sosial yang rendah. Kelompok usia terbanyak DM adalah

    55-64 tahun yaitu 13.5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko

    DM adalah obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi

    sayur dan buah-buahan (Riskesdas, 2007).

    2.1.3 Etiologi

    Penyebab diabetes melitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti,

    kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang

    peranan penting. Berdasarkan penyebabnya, diabetes melitus dibagi dua, yaitu:

    a. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)

  • 6

    Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) sering terjadi pada usia

    sebelum 30 tahun, disebut juga juvenille diabetes yang ditandai dengan adanya

    meningkatnya kadar glukosa darah dalam tubuh atau hiperglikemia (Bare &

    Suzanne, 2002). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus

    IDDM. Oleh karena itu insidensi lebih tinggi akibat adanya infeksi virus (dari

    lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh

    lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM (Bare &

    Suzanne, 2002). Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulaupulau

    langerhans pankreas yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula

    akibat respon autoimun, dimana antibodi sendiri akan menyerang sel beta

    pankreas. Faktor herediter juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit

    ini (Bare & Suzanne, 2002).

    b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)

    Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) terjadi akibat

    penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan

    jumlah produksi insulin. Resistensi insulin adalah berkurangnya kemampuan

    insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

    menghambat produksi glukosa oleh hati. Dalam hal ini, sel tidak mampu

    mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya, sehingga terjadi defisiensi relatif

    insulin. Kondisi ini menyebabkan sel mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

    Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam

    darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita

    toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang

    berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal.

    Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin

    maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2 atau Non Insulin

    Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) (Bare & Suzanne, 2002).

    2.1.4 Manifestasi Klinis

    a. Poliuria

    Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam

    sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau

  • 7

    hiperosmolaritas menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau

    cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari

    hiperosmolaritas dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotik (poliuria) (Bare &

    Suzanne, 2002).

    b. Polidipsia

    Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler

    menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.

    Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi

    menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia) (Bare &

    Suzanne, 2002).

    c. Polifagia

    Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar

    insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa

    lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan. (Bare

    & Suzanne, 2002).

    d. Penurunan berat badan

    Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan

    cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan

    menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan

    secara otomatis (Bare & Suzanne, 2002).

    2.1.5 Komplikasi

    Komplikasi-komplikasi pada diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua,

    yaitu:

    1) Komplikasi yang bersifat akut

    a) Koma hipoglikemi

    Koma hipoglikemi terjadi karena pemakaian obat-obat diabetik yang

    melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.

    Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam sel

    b) Ketoasidosis diabetik

    Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber

    alternatif untuk memperoleh energi sel, jika tidak ada glukosa maka benda-benda

  • 8

    keton yang digunakan oleh sel. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan

    residu pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan yang dapat

    mengakibatkan asidosis.

    c) Hiperosmolar non ketotik

    Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel

    karena banyak dieksresi melalui urin.

    2) Komplikasi Kronis (Menahun)

    a) Makroangiopati

    Mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh

    darah tepi, pembuluh darah otak, perubahan pada pembuluh darah besar dapat

    mengalami aterosklerosis sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi

    makroangiopati adalah penyakit vaskular otak, penyakit ateri coroner, dan

    penyakit vaskuler perifer.

    b) Mikroangiopati

    Mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik dan nefropati diabetik.

    Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan penebalan dan

    kerusakan membrane diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada

    penderita IDDM yang terjadi neuropati, nefropati, dan retinopati.

    c) Neuropati

    Akumulasi sorbitol di dalam jaringan dan pembuluh metabolik

    mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori

    mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.

    d) Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru, gingivitis dan infeksi saluran

    kemih.

    e) Kaki diabetik

    Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati menyebabkan

    perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi gangguan

    sirkulasi, infeksi, gangren, penurunan sensasi, dan hilangnya fungsi saraf sensorik

    dapat menunjang terjadinya trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang

    mengakibatkan gangren (Purnyami et al., 2011).

  • 9

    2.2 Neuropati Diabetik

    Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf

    penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes melitus (Boulton,

    2005). Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya kadar

    gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya neuropati,

    seperti halnya ulkus kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c 2%

    mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4

    tahun. Polineuropati diabetik menggambarkan keterlibatan banyak saraf tepi dan

    distribusinya umumnya bilateral simetris meliputi gangguan sensorik, motorik

    maupun otonom (Sjahrir, 2006). Pada pasien diabetes melitus tipe 2, 59%

    menunjukkan berbagai neuropati, 45% diantaranya menderita polineuropati

    diabetik (Aswin, 2004). Gejala yang mudah dikenal adalah kelainan yang sifatnya

    simetris (Sjahrir, 2006). Gangguan sensorik selalu lebih nyata dibanding kelainan

    motorik dan sudah terlihat pada awal penyakit. Ditandai dengan hilangnya akson

    dan serabut saraf terpanjang terkena terlebih dulu. Umumnya gejala nyeri,

    parastesi dan hilang rasa muncul pada malam hari. Khas diawali dari jari kaki

    berjalan ke proksimal tungkai. Seiring memberatnya penyakit jari tangan dan

    lengan terkena sehingga memberi gambaran hand gloves stocking. Kelainan ini

    dapat mengenai saraf sensoris, motor dan fungsi otonomik dengan bermacam-

    macam derajat tingkat, dengan predominan terutama disfungsi sensoris (Sadeli,

    2008). Kelemahan otot-otot tungkai dan penurunan reflek lutut dan tumit terjadi

    lebih lambat. Adanya nyeri dan menurunnya rasa terhadap temperatur melibatkan

    serabut sarabut saraf kecil (small fiber neuropathy) dan merupakan predisposisi

    terjadinya ulkus kaki. Gangguan propioseptif, rasa getar dan gaya berjalan

    (sensory ataxia gait) menunjukkan keterlibatan serabut saraf ukuran besar (large

    fiber neuropathy). Disfungsi otonom yang timbul adalah adanya anhidrosis, atonia

    kandung kencing dan pupil reaksi lambat. Awitan gejala perlahan sebagai gejala

    negatif dan atau positif. Serabut saraf berukuran besar dan kecil terkena walaupun

    manifestasi dini yang muncul mungkin dari serabut kecil (Bansal, 2006).

    Banyak teori yang dikemukan oleh para ahli tentang patofisiologi

    terjadinya neuropati diabetika, namun semuanya sampai sekarang belum diketahui

  • 10

    sepenuhnya. Faktor-faktor etiologi neuropati diabetika diduga adalah vaskular,

    berkenaan dengan metabolisme, neurotrofik dan imunologik. Studi terbaru

    menunjukkan adanya kecenderungan suatu multifaktorial patogenesis yang terjadi

    pada neuropati diabetik (Ametov, 2003). Stres oksidatif terjadi dalam sebuah

    sistem seluler saat produksi dari radikal bebas melampaui kapasitas antioksidan

    dari sistem tersebut. Jika antioksidan seluler tidak memindahkan radikal bebas,

    radikal bebas tersebut menyerang dan merusak protein, lipid dan asam nukleat.

    Oksidasi produk radikal bebas menurunkan aktifitas biologi, membuat hilangnya

    energi metabolisme, sinyal sel, transport, dan fungsi-fungsi utama lainnya. Hasil

    produknya juga membuat degradasi proteosome, kemudian dapat menurunkan

    fungsi seluler. Akumulasi dari beberapa kerusakan membuat sel mati melalui

    nekrotisasi atau mekanisme apoptosis. Hiperglikemik kronis menyebabkan stres

    oksidatif pada jaringan cenderung pada komplikasi pasien dengan diabetes.

    Metabolisme glukosa yang berlebihan menghasilkan radikal bebas (Vincent et al.,

    2004). Beberapa jenis radikal bebas di produksi secara normal di dalam tubuh

    untuk menjalankan beberapa fungsi spesifik. Superoxide, hydrogen peroxide

    (H2O2), dan nitric oxide (NO) adalah tiga diantara radikal bebas ROS yang

    penting untuk fisiologi normal, tetapi juga dipercaya mempercepat proses penuaan

    dan memediasi degenerasi selular pada keadaan sakit.

    Ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan akan menyebabkan

    terjadinya stress oksidatif yang berakibat pada kerusakan jaringan atau endotel.

    Stres oksidatif merupakan modulator penting pada perkembangan komplikasi

    DM. Beberapa bukti penelitian ilmiah menunjukkan bahwa didapatkan

    peningkatan kadar basal dari produksi radikal bebas dan penurunan anti-oksidan

    yang memburuk seiring dengan peningkatan glukosa plasma sehingga terjadilah

    suatu keadaan stres oksidatif (Vincent et al., 2004). Peningkatan glukosa intrasel

    juga berperan dalam proses patologis. Glukosa dapat bereaksi dengan Reactive

    Oxygen Species (ROS) dan akan membentuk karbonil. Karbonil bereaksi dengan

    protein atau lemak akan menyebabkan pembentukan glikosidasi atau liposidasi.

    Selain itu glukosa dapat juga membentuk karbonil secara langsung dengan protein

    dan membentuk Advanced glycation end products (AGEs) yang berperan dalam

  • 11

    stress oksidatif dan dapat menyebabkan kerusakan sel. Peningkatan glukosa

    intrasel juga akan meningkatkan glikolisis dan aktivasi Tricarboxylic acid (TCA)

    sehingga menyababkan ketidakseimbangan transport elektron ke mitokondria dan

    mempercepat produksi superoxide. Superoxide adalah radikal bebas yang sangat

    reaktif dan dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Superoxide juga berperan

    dalam aktivasi protein kinase C (PKC) dengan cara merangsang sintesa

    diacylglycerol (Dubby et al., 2004). Peningkatan produksi superoxide pada

    mitokondria selama kondisi hiperglikemia menyebabkan peningkatan stress

    oksidatif. Selama hiperglikemia rasio antara nicotiamide adenine dinucleotide

    phosphal hyrolase (NADPH)/NAD+ menurun karena kelebihan penggunaan

    NADPH untuk mengurangi pembentukan glukosa menjadi sorbitol. Sebagai

    konsekuensinya NADPH tersedia untuk mempertahankan anti oksidan GSH pada

    pengurangan dari katalisator oleh GSH reductase juga meningkatakan stress

    oksidatif. Peningkatan AGEs dan pengikatan AGE pada reseptornya (RAGE) juga

    meningkatkan stress oksidatif. Peningkatan formasi diacylglycerol (DAG) pada

    jalur PKC menimbulkan stress oksidatif lewat aktivasi bebas PKC dari NADPH

    oxidase (Srivastata, 2005).

    Mekanisme yang menyebabkan stres oksidatif pada hiperglikemik kronik

    dan perkembangan neuropati telah diperiksa pada model dengan binatang. Stres

    oksidatif ini dihubungkan dengan perkembangan apoptosis pada neuron dan

    menyokong sel glia sehingga dapat disatukan dengan mekanisme lainyang

    berperan dalam kerusakan sistem saraf pada diabetes. Pada binatang percobaan

    dampak terjadinya stres oksidatif pada sel glia akan menyebabkan proses

    demielinisasi dimana hal ini diterangkan dengan adanya penurunan kecepatan

    hantar saraf dan manifestasinya berupa timbulnya gejala nyeri sedangkan pada

    neuron akan mengakibatkan aksonopati, penurunan kapasitas regenerasi dari

    akson sehingga dapat menimbulkan gejala negatif pada neuropati diabetika perifer

    (Dobretsov et al., 2007). Oleh karena itu dibutuhkan antioksidan dari luar tubuh

    terutama antioksidan alami yang terdapat dalam berbagai jenis tanaman untuk

    menghambat reaksi oksidasi sehingga jumlah radikal bebas menjadi berkurang

    (Sriram et al., 2011).

  • 12

    2.3 Aloksan

    Aloksan (ALS) (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone)

    adalah suatu substrat yang secara struktural merupakan derivat pirimidin

    sederhana (Lenzen, 2008). Nama ALS diperoleh dari penggabungan kata allantoin

    dan oksalurea atau asam oksalurik, allantoin adalah produk asam urat yang

    diekskresikan oleh janin dalam alantois dan asam oksalurik diturunkan dari asam

    oksalat dan urea yang ditemukan dalam air seni (Rohilla and Ali, 2012). Aloksan

    merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi binatang percobaan

    untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) secara cepat.

    Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada

    binatang percobaan. Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan

    120-150 mg/kgBB. Aloksan dapat menyebabkan diabetes melitus tergantung

    insulin pada binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik mirip

    dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia (Yuriska, 2009). Mekanisme kerja

    aloksan diawali dengan ambilan aloksan ke dalam sel-sel pankreas dan

    kecepatan ambilan ini akan menentukan sifat diabetogenik aloksan. Ambilan ini

    juga dapat terjadi pada hati atau jaringan lain, tetapi jaringan tersebut relatif lebih

    resisten dibanding pada sel-sel pankreas. Sifat inilah yang melindungi jaringan

    terhadap toksisitas aloksan (Amma, 2009).

    Gambar 2.3 Struktur Molekul ALS

    Pemberian ALS dengan dosis 120 mg/kg bb pada tikus jantan strain Wistar

    secara intra peritoneal selama 5 hari mampu meningkatkan kadar glukosa darah

    puasa (Sharma et al., 2010; Chitra et al., 2010). Pemberian ALS pada mencit

    jantan (Mus musculus) strain Swiss albino dengan dosis 150 mg/kgBB dalam

  • 13

    larutan 0,9% NaCl secara intra peritoneal mampu menyebabkan keadaan

    hiperglikemia pada hewan coba selama 5 hari (Sharma and Garg, 2008) sampai

    satu minggu setelah penyuntikan (Sharma et al., 2010). Studiawan dan Santosa

    (2005) menyatakan, pemberian ALS dengan dosis 100 mg/kg bb mencit jantan

    galur Wistar setiap 4 hari sekali selama 8 hari menunjukkan kenaikan kadar

    glukosa darah hewan coba yang berarti. Pemberian aloksan pada tikus wistar

    jantan dengan dosis tunggal 120 mg/kgBB dalam larutan NaCl 0,9% mampu

    menaikkan kadar glukosa darah setelah 48 jam injeksi aloksan dan menimbulkan

    komplikasi berupa neuropati diabetik yang ditunjukkan dengan perubahan

    signifikan pada tingkah laku hewan coba (Morani and Bodhankar, 2007).

    2.4 Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)

    Kayu manis adalah tanaman yang banyak digunakan sebagai rempah-

    rempah dan obat herbal di seluruh dunia. Komponen aktif berupa polifenol

    terdapat pada kulit kayu manis dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam

    melawan bahaya radikal bebas dalam membran sel. Senyawa polifenol memiliki

    kemampuan sebagai scavenger radikal bebas dengan cara mendonasikan satu

    elektron yang tidak berpasangan atau atom H+ dalam radikal bebas sehingga

    reaksi oksidasi berantai pembentukan radikal bebas akan berhenti karena terjadi

    hambatan produksi lipid peroxide (Mudgal et al., 2010). Menurut Rohmah (2010)

    kayu manis mengandung cynamaldehide, eugenol, dan senyawa lain seperti

    flavanoid, tanin, triter-penoid, dan saponin, cinnamaldehyde merupakan turunan

    dari senyawa polifenol yang bersifat sebagai antioksidan dan ekstrak kulit kayu

    manis mengandung komponen cinnamaldehyde sebesar 90,9 %. Struktur molekul

    dari cynnamaldehyde ditampilkan pada Gambar 2.4.

    Gambar 2.4 Struktur Molekul Cynnamaldehyde

  • 14

    Antioksidan mampu menurunkan stress oksidatif. Hal ini dapat

    menimbulkan efek protektif terhadap sel beta pankreas dan meningkatkan

    sensitivitas insulin. Antioksidan memiliki mekanisme dalam penghambatan

    fosfodiesterase sehingga kadar cAMP dalam sel- pankreas meningkat

    menyebabkan sekresi insulin oleh (Panjuantiningrum, 2009). Anderson et al.

    (2004) menyatakan, pada ekstrak etanol Cinnamon terdapat komponen utama

    yang disebut dengan procyanidins yang memiliki aktivitas biologi mirip insulin.

    Ekstrak kayu manis mengaktivasi sintesis glikogen, peningkatan pengangkutan

    glukosa dan mengaktivasi reseptor kinase insulin. Pemberian ekstrak kulit kayu

    manis (Cinnamomum burmannii) mampu menghambat lipopolisakarida dan

    memiliki peran sebagai antioksidan (El-Dhubiab, 2012). Pemberian ekstrak kayu

    manis yang mengandung cinnamaldehyde dengan dosis 5-20 mg/kg/hari

    menurunkan glukosa darah dan meningkatkan insulin pada tikus yang diinduksi

    streptozotosin (Iyer et al., 2009. Soni and Bhatnagar (2009) menyatakan,

    konsumsi 2 gram bubuk kayu manis (Cinnamomum cassia) pada pria dewasa

    penderita DM tipe 2 selama 40 hari menurunkan kadar glukosa darah puasa

    sebesar 18,87 %. Pemberian bubuk kayu manis pada tikus wistar dengan diabetes

    melitus tipe 2 mampu menurunkan kadar LDL (Soemardini, 2011), pemberian

    minuman serbuk kayu manis selama 7 hari mampu menurunkan kadar kolesterol

    total darah pada tikus (Vanessa et al., 2013). Berdasarkan hasil studi Hardiyani

    (2013) menunjukkan bahwa pemberian seduhan bubuk kayu manis dosis 0,73

    mg/gBB selama 7 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit yang

    diinduksi aloksan.

  • 15

    2.5 Kerangka Konseptual Penelitian

    Aloksan merupakan substrat yang secara struktural merupakan derivat

    pirimidin sederhana bersifat toksik selektif terhadap sel beta pankreas yang

    memproduksi insulin sehingga produksi insulin menurun dan kadar glukosa tikus

    meningkat sehingga terjadi diabetes melitus yang menyebabkan terjadinya stres

    Kayu Manis

    (Cinnamomum burmanii)

    Polifenol

    Cynamaldehide dan cinnamic

    acid

    Antioksidan eksogen

    Radical scavenger

    Aloksan

    Sel Beta Pankreas rusak

    Hiperglikemia

    Stres oksidatif

    Respon nyeri tikus

    Komplikasi

    (neuropati diabetik)

    Menyumbangakan satu

    elektron tidak berpasangan

  • 16

    oksidatif yang mengarah pada komplikasi berupa neuropati diabetik. Seduhan

    bubuk kayu manis (Cinnamomum burmannii) diduga memiliki efek antioksidan

    berupa senyawa polifenol yang terdiri dari cynamaldehide dan cinnamic acid yang

    berperan sebagai radical scavenger dengan menyumbangkan satu elektron tidak

    berpasangan dalam radikal bebas sehingga menghambat pembentukan radikal

    bebas dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa darah tikus akan menurun dan

    sekaligus memberikan efek terhadap komplikasi berupa neuropati diabetik yang

    ditunjukkan melalui respon nyeri tikus meningkat.

    2.6 Hipotesis Penelitian

    Terdapat pengaruh pemberian seduhan bubuk kayu manis (Cinnamomum

    burmannii) terhadap respon rasa nyeri tikus wistar yang diinduksi aloksan.

  • 17

    BAB 3. METODE PENELITIAN

    3.1 Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah true experimental design dengan rancangan

    penelitian Post Test Only Control Group Design.

    3.2 Rancangan Penelitian

    Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Post Test Only

    Control Group Design. Penilaian hanya dilakukan pada saat post test, dengan

    membandingkan hasil penelitian dari kelompok kontrol dengan kelompok

    perlakuan. Secara sistematis rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai

    berikut:

    K(-)

    NaCl

    D1

    P1

    D6, G6

    K(+)

    Aloksan

    D2

    P2

    D7, G7

    P

    R

    K1

    Aloksan

    D3

    P3

    D8, G8

    K2

    Aloksan

    D4

    P4

    D9, G9

    K3

    Aloksan

    D5

    P5

    D10, G10

    Keterangan :

    P : Populasi

    R : Randomisasi

    K(-) : Kelompok kontrol negatif

    K(+) : Kelompok kontrol positif

    K1 : Kelompok perlakuan 1

    K2 : Kelompok perlakuan 2

  • 18

    K3 : Kelompok perlakuan 3

    D1 : Data kadar glukosa darah kelompok kontrol negatif setelah pemberian

    NaCl 0,9%

    D2 : Data kadar glukosa darah kelompok kontrol positif setelah pemberian

    aloksan 120 mg/kgBB

    D3 : Data kadar glukosa darah kelompok perlakuan 1 setelah pemberian

    aloksan 120 mg/kgBB

    D4 : Data kadar glukosa darah kelompok perlakuan 2 setelah pemberian

    aloksan 120 mg/kgBB

    D5 : Data kadar glukosa darah kelompok perlakuan 3 setelah pemberian

    aloksan 120 mg/kgBB

    P1 : Perlakuan terhadap kelompok kontrol negatif (tanpa pemberian seduhan

    bubuk kayu manis)

    P2 : Perlakuan terhadap kelompok kontrol positif (tanpa pemberian seduhan

    bubuk kayu manis)

    P3 : Perlakuan terhadap kelompok perlakuan 1 (pemberian seduhan bubuk

    kayu manis 0,5 mg/gBB)

    P4 : Perlakuan terhadap kelompok perlakuan 2 (pemberian seduhan bubuk

    kayu manis 0,75 mg/gBB)

    P5 : Perlakuan terhadap kelompok perlakuan 3 (pemberian seduhan bubuk

    kayu manis 1 mg/gBB)

    D6 : Data kadar glukosa darah kelompok kontrol negatif setelah perlakuan

    D7 : Data kadar glukosa darah kelompok kontrol positif setelah perlakuan

    D8 : Data kadar glukosa darah kelompok perlakuan 1 setelah perlakuan

    D9 : Data kadar glukosa darah kelompok perlakuan 2 setelah perlakuan

    D10 : Data kadar glukosa darah kelompok perlakuan 3 setelah perlakuan

    G6 : Respon geliatan tikus wistar kelompok kontrol negatif

    G7 : Respon geliatan tikus wistar kelompok kontrol positif

    G8 : Respon geliatan tikus wistar kelompok perlakuan 1

    G9 : Respon geliatan tikus wistar kelompok perlakuan 2

    G10 : Respon geliatan tikus wistar kelompok perlakuan 3

  • 19

    3.3 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

    Sampel yang digunakan pada penelitian ini diambil dengan teknik random

    sederhana (simple random sampling) dari populasi tikus wistar jantan dengan

    berat badan rata-rata 150-200 gram dan berumur 2-3 bulan. Jumlah sampel

    ditentukan berdasarkan rumus Federer, yaitu:

    (t-1) (r-1) 15

    (t-1) (r-1) 15

    (5-1) (r-1) 15

    4 (r-1) 15

    r 4,75 5

    Pada rumus tersebut, t adalah jumlah perlakuan dan r adalah banyaknya

    replikasi setiap kelompok perlakuan. Jadi sampel yang digunakan pada penelitian

    ini adalah 5 ekor tikus untuk 5 kelompok sehingga jumlah sampel yang digunakan

    adalah 25 ekor tikus.

    3.4 Variabel Penelitian

    3.3.1 Variabel Bebas

    Variabel bebas penelitian ini adalah dosis pemberian seduhan bubuk kayu

    manis (Cinnamomum burmannii) pada tikus wistar.

    3.3.2 Variabel Terikat

    Variabel terikat adalah respon rasa nyeri tikus.

    3.3.3 Variabel Terkendali:

    1. Usia tikus

  • 20

    2. Jenis kelamin (jantan)

    3. Berat badan tikus

    4. Dosis aloksan

    5. Waktu dan lama perlakuan

    6. Pemeliharaan tikus

    3.5 Definisi Operasional

    3.4.1 Kayu manis (Cinnamomum burmannii)

    Kayu manis (Cinnamomum burmannii) yang digunakan adalah bubuk

    kayu manis dalam kemasan yang kemudian diencerkan menggunakan 50 mL

    aquades. Seduhan bubuk kayu manis ini diberikan kepada tikus peroral melalui

    sonde lambung pada kelompok perlakuan pertama, kedua, dan ketiga dengan

    dosis masing-masing 0,5 mg/gBB, 0,75 mg/gBB, dan 1 mg/gBB selama 7 hari.

    3.4.2 Respon Nyeri Tikus

    Neuropati diabetik merupakan kerusakan saraf sebagai komplikasi dari

    diabetes melitus. Kerusakan saraf dapat diketahui dengan melakukan pengamatan

    terhadap respon nyeri yang dinilai dengan melihat reaksi geliatan dari tikus yang

    berupa menjilat telapak kaki atau melompat di dalam hot plate.

    3.4.3 Usia Tikus

    Ditentukan berkisar 2-3 bulan karena pada umur tersebut hewan coba telah

    matur.

    3.4.4 Jenis Kelamin Tikus

    Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus wistar

    jantan karena relatif lebih kuat dan tidak terganggu oleh kehamilan.

    3.4.5 Aloksan

  • 21

    Aloksan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 120 mg/kgBB. Tikus

    yang memiliki KGD lebih dari 250 mg/dl diberikan perlakuan selanjutnya

    (Morani and Bodhankar, 2007).

    3.4.5 Waktu dan Lama Perlakuan

    Perlakuan dilakukan pada saat hewan coba tenang atau telah diaklimatisasi

    selama 1 minggu.

    3.4.6 Pemeliharaan dan Perlakuan Hewan Coba

    Pemeliharaan dan perawatan hewan coba di sebuah kandang berukuran 45

    x 30 x 20 cm. Kandang beralaskan sekam kering. Pada kandang kontrol negatif

    berisi 5 ekor hewan coba, kontrol positif berisi 5 ekor hewan coba, dan kandang

    perlakuan 1, 2, dan 3 masing-masing berisi 5 ekor hewan coba dengan pemberian

    makanan pellet dan minum berupa aquades pada semua kandang. Pemberian

    aloksan dilakukan pada hari kedua setelah aklimatisasi dan dipuasakan selama 48

    jam, tikus wistar diinduksi dengan dosis 120 mg/kgBB pada kandang kontrol

    positif, perlakuan 1, 2, dan 3, sedangkan pada kandang kontrol negatif diberikan

    NaCl. Setelah 48 jam pemberian aloksan kadar glukosa darah tikus diukur

    menggunakan blood glucose test strip, kemudian pada kandang perlakuan 1, 2,

    dan 3 diberikan seduhan bubuk kayu manis dengan dosis masing-masing 0,5

    mg/gBB, 0,75 mg/gBB, 1 mg/gBB peroral melalui sonde lambung selama 7 hari.

    Pengukuran respon nyeri tikus dinilai dengan memasukkan tikus ke dalam hot

    plate test pada hari 1, 3, 5, dan 7 saat pemberian seduhan bubuk kayu manis.

    3.6 Alat dan Bahan Penelitian

    3.5.1 Alat Penelitian

    1. Kandang hewan coba

    2. Wadah makanan hewan coba

    3. Botol minuman hewan coba

  • 22

    4. Kawat kasa untuk tutup kandang

    5. Sekam untuk alas kandang

    6. Alat sonde lambung

    7. spuit 6 cc

    8. Blood glucose test strip

    9. Hot-cold plate

    3.5.2 Bahan Penelitian

    1. Tikus wistar

    2. Aloksan

    3. Seduhan bubuk kayu manis

    3.7 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmako Terapi dan Fisiologi

    Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Waktu pelaksanaan adalah bulan

    September 2014.

    3.8 Prosedur Penelitian

    3.8.1 Adaptasi Hewan Coba

    Sebelum penelitian dimulai, tikus wistar diadaptasikan terlebih dahulu

    selama tujuh hari di Laboratorium Farmako Terapi dan Fisiologi Fakultas

    Kedokteran Gigi Universitas Jember. Makanan dalam bentuk pellet dan minuman

    diberikan secara oral.

    3.8.2 Pembagian Kelompok Hewan Coba

    Hewan coba yang sudah diaklimatisasi akan dikelompokan menjadi 5

    kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, diantaranya 2

    kelompok kontrol yaitu kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif

    serta 3 kelompok perlakuan, yaitu kelompok perlakuan 1, 2, dan 3.

  • 23

    3.8.3 Perlakuan Hewan Coba

    a. Pemaparan Aloksan

    Setelah aklimatisasi dan dipuasakan selama 48 jam, K(+), K1, K2, dan K3

    diinduksi aloksan dengan dosis 120 mg/kgBB dengan pelarut 0,9% NaCl secara

    intraperitoneal. Perhitungan dosis ALS dapat dilihat pada lampiran. Kelompok

    kontrol negatif diberi NaCl secara intraperitoneal dengan volume pemberian 1 ml.

    48 jam setelah induksi aloksan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah hewan

    coba. Hewan coba dengan kadar glukosa darah puasa lebih besar dari 250 mg/dl

    digunakan untuk perlakuan selanjutnya.

    b. Pemberian Seduhan

    Kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 diberi seduhan bubuk kayu manis secara

    peroral melalui sonde selama 7 hari dengan volume pemberian 1 ml, sedangkan

    kelompok kontrol diberi aquades. Pembuatan seduhan dilakukan dengan

    mendidihkan 200 ml air, kemudian diamkan sampai suhu air mencapai 70oC.

    Gambar bubuk kayu manis dan perhitungan dosis seduhan bubuk kayu manis

    dapat dilihat pada lampiran.

    3.8.2 Pemeriksaan Respon Rasa Nyeri Hewan Coba

    Respon rasa nyeri pada tikus wistar dilakukan dengan cara pengukuran

    hiperalgesia dengan rangsangan panas (thermal stimulus) dengan metode Hot

    Plate Test yaitu dengan mengamati gerakan tikus terhadap panas yang diberikan

    pada telapak kaki dengan suhu diatur konstan 51 1 oC dan waktu 10 detik

    digunakan sebagai cut off time. Pengukuran dilakukan pada hari ke 1, 3, 5, dan 7

    bersamaan dengan pemberian seduhan bubuk kayu manis.

    3.9 Analisis Data

    Data yang diperoleh diolah dan dilihat distribusi datanya normal atau tidak

    dengan uji Shapiro-Wilk. Bila distribusi datanya normal dan varians datanya

  • 24

    sama, kemudian diuji beda dengan menggunakan statistik parametrik One Way

    Anova, jika P < 0,05 dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Bila distribusi datanya tidak

    normal atau varians data tidak sama, maka ditansformasi. Jika setelah

    ditransformasi tetap didapatkan distribusi data yang tidak normal atau tidak sama,

    maka dilakukan uji beda menggunakan statistik non parametrik Kruskal-Wallis,

    jika didapat P < 0,05 dilanjutkan dengan uji Post Hoc (Mann Whitney test).

    a. Jika P < 0,05; maka ada perbedaan yang bermakna

    b. Jika P > 0,05; maka tidak ada perbedaan yang bermakna

    3.10 Etika Penelitian

    Telah didapatkan Ethical Clearence dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan

    Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

  • 25

    3.11 Alur Penelitian

    H 1-7

    H 10, 12,

    P2

    25 ekor tikus wistar

    Aklimatisasi selama 7 hari

    Randomisasi

    H 8

    Tikus wistar dimasukkan ke dalam hot plate

    Diamati geliatan respon nyeri mencit

    Analisis Data

    Hasil

    P3

    Pemberian NaCl

    0,1 ml

    Pemberian Aloksan

    120 mg/kgBB

    Pemberian Aloksan

    120 mg/kgBB

    P1K(+)K(-)

    glukosa darah

    Pemberian seduhan

    bubuk kayu manis

    0,75 mg/gBB

    Pemberian Aloksan

    120 mg/kgBB

    Cek kadar

    Pemberian Aloksan

    120 mg/kgBB

    Cek kadar

    glukosa darah

    Cek kadar

    glukosa darah

    Cek kadar

    glukosa darah

    Cek kadar

    glukosa darah

    Tanpa pemberian

    seduhan bubuk

    kayu manis

    Pemberian seduhan

    bubuk kayu manis

    0,5 mg/gBB

    Pemberian seduhan

    bubuk kayu manis

    1 mg/gBB

    H 10

    H 10-16

    14, 16

  • 26

    DAFTAR PUSTAKA

    Al-Dhubiab, B.E. 2012. Pharmaceutical applications and phytochemical profile of

    Cinnamomum burmannii. Pharmacogn Rev. Vol 6(12): 125131.

    Ametov, A.S., Barinov, A., Dyck, P.J., et al. 2003. The sensory symptoms of

    diabetic polyneuropathy are improved with alpha lipoic acid. Diabetes Care.

    Vol 26: 770-776.

    Anderson, R.A., Broadhurst, L., Polansky,M.M., Schmidt, W.F., Khan, A.,

    Flanagan, V.P., Schoene, N. W. and Graves, D.J. 2004. Isolation and

    Characterization of Polyphenol Type-A Polymers from Cinnamon with

    Insulin-Like Biological Activity. J Agric Food Chem. Vol. 52 (1): 65-70.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

    (RISKESDAS) 2007. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2007.

    Bansal, V., Kalita, J., Misra, U.K. 2006. Diabetic Neuropathy. Postgrad Med J.

    Vol 82: 95-100.

    Bisht, S., Sisodia, S.S. 2011. Assessment of antidiabetic potential of

    Cinnamomum tamala leaves extract in streptozotocin induced diabetic rats.

    Indian Journal of Pharmacology. Vol.43(5): 582-585.

    Boulton, A.J., Vinik, A.I., Arezo, J.C., et al. 2005. Diabetic neuropathies, a

    statement by American diabetes association. Diabetes Care. Vol 28(4): 956-

    962.

    Bril, V., Perkins, B., Toth, C. 2013. Neuropathy. Can J Diabetes. Vol 37: S142-

    S144

    Cheng, D.M., Kuhn, P., Raskin, I. 2012. In vivo and in vitro antidiabetic effects of

    aqueous cinnamon extract and cinnamon polyphenol-enhanced food matrix.

    Food Chemistry. Vol 135(4): 2994-3002.

    Dobretsov, M., Romanosky D., Stimer, J.R. 2007. Early Diabetic Neuropathy:

    Trigger and Mechanisms. World J Gastroenterol. Vol 13:175-191.

    Dubby, J.J., Campbell, R.K., Setter, S.M., White, J.R., Rasmussen, K.A. 2004.

    Diabetic Neuropathy an Intensive Review. Am J Health-Sys Pharm. Vol

    61:160-176.

  • 27

    El Baroty, G.S., El Baky, H.A., Saleh, M.A. 2010. Characterization of antioxidant

    and antimicrobial compounds of cinnamon and ginger essential oils. African

    Journal of Biochemistry Research. Vol4(6): 167-174.

    Farmer, K.L., Li, C., Dobrowsky, R.T. 2012. Diabetic Peripheral Neuropathy:

    Should a Chaperone Accompany Our Therapeutic Approach. Pharmacol Rev.

    Vol 64: 880900.

    Fowler, M.J. 2008. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes.

    Clinical Diabetes Journal. Vol 26(2): 77-82.

    Ghorbani, A., Shafiee-Nick, R., Rakhshandeh, H., Borji, A. 2013.

    Antihyperlipidemic Effect of a Polyherbal Mixture in Streptozotocin-Induced

    Diabetic Rats. Journal of Lipids. Volume 2013 Article ID 675759: 6 pages.

    Hardiyani, S. 2013. Pengaruh Seduhan Bubuk Kayu Manis (Cinnamomum

    burmanii) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit (Mus musculus L.) Strain

    Balb-C Diabetik Setelah Pemaparan Aloksan. Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam. Universitas Jember.

    Iyer, A., Panchal, S., Poudyal, H., Brown, L. 2009. Potential Health Benefit of

    Indian Spices in the Symptoms of the Metabolic Syndromes. Indian Journal

    of Biochemistry & Biophysics. Vol. 46: 467-481.

    Juarez-Rojop, I.E., Diaz-Zagoya, J.C., Ble-Castillo, J.L. 2012. Hypoglycemic

    effect of Carica papaya leaves in streptozotocin-induced diabetic rats. BMC

    Complement Altern Med 2012; 12:236.

    Kaleem, M., Asif, M., Ahmed, Q.U., Bano, B. 2006. Antidiabetic and antioxidant

    activity of Annona squamosal extract in streptozotocin-induced diabetic rats.

    Singapore Medical Journal. Vol 47: 670-675.

    Lenzen, S. 2008. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Induced

    Diabetes. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18087688 [ 8 Agustus 2014].

    Morani, A.S. and Bodhankar, S.L. 2007. Neuroprotective effect of early treatment

    with pioglitazone and pyridoxine hydrochloride in alloxan induced diabetes in

    rats. Pharmacologyonline, 2: 418-428.

    Niu, C.S., Chen, L.J., Niu, H.S. 2014. Antihyperglycemic action of rhodiola-

    aqeous extract in type1-like diabetic rats. BMC Complement Altern Med

    2014; 14:20.

    Purnyami, Utomo, M.,Astuti, R. 2011. Hubungan Antara Faktor Karakteristik,

    Profil Lipid dan Hipertensi dengan Penyakit Jantung Koroner pada Penderita

    Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Tentara Semarang. Fakultas Kesehatan

    Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

  • 28

    Rohilla, A., Ali, S. 2012. Alloxan Induced Diabetes: Mechanisms and Effects.

    International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical

    Sciences. Vol 3 (2): 819-823.

    Rohmah, M. 2010. Aktifitas Antioksidan Pada Campuran Kopi Robusta (Coffea

    cannephora) dengan Kayu Manis (Cinnamomun burmanii). Jurnal Teknologi

    Pertanian. Vol. 6 (2): 50-54.

    Sadeli, H.A. 2008. Nyeri Neuroapti Diabetika. Yogyakarta: Medigama Press

    2008: 77-90.

    Sharma, N. and Garg, V. 2008. Antidiabetic and Antioxidant Potential of

    Ethanolic Extract of Butea monosperma Leaves in Alloxan-induced Diabetic

    Mice. Indian Journal of Biochemistry and Biophysics. Vol. 46: 99-105.

    Sharma, N., Garg, V. and Paul, A. 2010. Antihyperglycemic, Antihyperlipidemic

    and Antioxidative Potential of Prosopis Cinerraria Bark. Indian Journal of

    Clinical Biochemistry. Vol. 25 (2): 193-200

    Sjahrir, H. 2006. Diabetic Neuropathy: The Pathoneubiology & Treatment

    Update. Medan: USU Press.

    Smeltzer, C. Suzanne, Bare G. Brenda., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: dr. H. Y. Kuncara. Jakarta: EGC.

    Soni, R. and Bhatnagar, V. 2009. Effect of Cinnamon (Cinnamomum cassia)

    Intervention on Blood Glucose of Middle Aged Adult Male with Non Insulin

    Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Ethno-Med. Vol. 3 (2): 141-144.

    Sriram, S.M., Kim, B.Y., Kwon, Y.T. 2011. The N-end rule pathway: emerging

    functions and molecular principles of substrate recognition. Nat Rev Mol Cell

    Biol. Vol 12(11): 735-47.

    Srivastata, S.K., Raman, K.V., Bhatnagar, A. 2005. Role of Aldose Reductase and

    Oxidative Damage in Diabetes and Consequent Potential for Therapeutic

    Options. Endocer Rev. Vol 25: 612-628.

    Studiawan, H. dan Santosa, M. H. 2005. Uji Aktivitas Penurun Kadar Glukosa

    Darah Ekstrak Daun Eugenia polyantha pada Mencit yang Diinduksi

    Aloksan. Media Kedokteran Hewan. Vol. 21 (2): 62-65.

    Vincent, A.M., Russell, J.W., Low, P., Feldman, E.L. Oxidative Stress in the

    Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocr Rev. Vol 25(4): 612-628.

  • 29

    Yuriska, A. 2009. Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar.

    http://eprints.undip.ac.id/7527/1/adhita_yuriska_f.pdf [12 Agustus 2014].