proposal skripsi awal

55
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SDM DARI SUDUT PANDANG KARYAWAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KOMITMEN UNTUK BERUBAH DAN PERSEPSI TENTANG KESUKSESAN IMPLEMENTASI PERUBAHAN: Study pada karyawan PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk, Sragen A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam era globalisasi seperti sekarang ini diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin lama semakin pesat, hal ini mengakibatkan semakin meningkat dan beragam pula tuntutan terhadap pemuas kebutuhan manusia. Kondisi ini melahirkan persaingan yang semakin tinggi dalam dunia bisnis, menyebabkan dunia usaha menjadi sangat kompetitif, iklim bisnis yang selalu berubah dan tidak pasti. Maka mau tidak mau perusahaan harus menghadapi kenyataan ini bahwa persaingan semakin hari akan semakin ketat. Ketika pangsa pasar yang dikuasai terus tergerogoti, timbul pertanyaan apa yang yang harus diperbaharui, diperbaiki, diganti, atau dikembangkan; yang semuanya bermuara kepada satu kata : perubahan. Demikian pula perubahan iklim bisnis dan perubahan teknologi sering memaksa organisasi untuk beradaptasi.

Upload: mikha-padmadi-ardi

Post on 23-Jun-2015

565 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Skripsi Awal

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SDM DARI SUDUT PANDANG KARYAWAN

DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KOMITMEN UNTUK BERUBAH DAN

PERSEPSI TENTANG KESUKSESAN IMPLEMENTASI PERUBAHAN: Study

pada karyawan PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk, Sragen

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini diikuti dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang semakin lama semakin pesat, hal ini

mengakibatkan semakin meningkat dan beragam pula tuntutan terhadap pemuas

kebutuhan manusia. Kondisi ini melahirkan persaingan yang semakin tinggi dalam

dunia bisnis, menyebabkan dunia usaha menjadi sangat kompetitif, iklim bisnis yang

selalu berubah dan tidak pasti. Maka mau tidak mau perusahaan harus menghadapi

kenyataan ini bahwa persaingan semakin hari akan semakin ketat. Ketika pangsa

pasar yang dikuasai terus tergerogoti, timbul pertanyaan apa yang yang harus

diperbaharui, diperbaiki, diganti, atau dikembangkan;  yang semuanya bermuara

kepada satu kata : perubahan. Demikian pula perubahan iklim bisnis dan perubahan

teknologi sering memaksa organisasi untuk beradaptasi.

Perusahaan memang harus menghadapi persaingan itu dengan melakukan

perubahan organisasi. Menghindari perubahan dapat berdampak kepada

membesarnya resiko, merosotnya pemasukan, dan dapat berujung kepada

kebangkrutan. Beberapa manfaat yang seringkali melandasi tindakan perubahan

adalah agar tetap survive dan tumbuh, memperbesar daya saing, serta

meningkatkan citra dan reputasi perusahaan.

Page 2: Proposal Skripsi Awal

Terdapat sederet alasan mengapa perusahaan harus melakukan perubahan

tersebut. Dalam hal ini paling tidak terdapat beberapa alasan utama yang menjadi

pendorong mengapa perusahaan harus melakukan perubahan yaitu berkaitan

dengan adanya driving force faktor eksternal. Faktor tersebut bisa berupa faktor

ekonomi (contohnya adalah mempertahankan pangsa pasar, tekanan persaingan,

dan iklim bisnis yang berubah), politik, sosial budaya. dan perkembangan teknologi.

Driving force tersebut dapat berimplikasi positif ataupun negatif bagi

organisasi. Supporting driving force terjadi manakala perubahan eksternal

memberikan dampak yang menguntungkan organisasi,  dan resisting driving force,

manakala perubahan eksternal berdampak kurang menguntungkan organisasi.

Adapun perubahan organisasi itu sendiri akan ditentukan oleh tingkat

ketidakpuasan, tingkat kematangan dari rencana untuk perubahan, biaya perubahan

dan tingkat keinginan untuk berubah. Apabila biaya untuk perubahan dari

institusi melebihi dari ketiga hal tersebut, maka perubahan organisasi sulit untuk

dilakukan.

Kesiapan berubah (change readiness) mempunyai fokus terhadap dua hal,

yaitu kompetensi yang mendukung perubahan dan komitmen untuk berubah.

Tujuannya adalah mengidentifikasi kesiapan anggota organisasi dalam melakukan

perubahan, serta mengklarifikasi konsekuensi-konsekuensi perubahan. Lantas dari

mana kita akan memulai perubahan dan hal apa saja yang perlu dirubah? Apakah di

level pimpinan, level menengah ataupun level bawah? Aspek manakah yang perlu

dirubah? Apakah strategi, struktur, atau budaya, atau perilakunya yang perlu

dirubah? Mengembangkan kesiapan untuk berubah terkait erat dengan kesiapan

manusianya (people readiness) yang bertumpu pada membangun kompetensi dan

komitmen. Untuk itu perlu dukungan dari sisi budaya perusahaan, dan

Page 3: Proposal Skripsi Awal

kepemimpinan yang dapat mendukung perubahan  ini. Sementara itu para pakar

berpendapat bahwa perubahan perlu dilakukan dimulai dari level pimpinan, karena

merekalah penentu kebijakan. Ibarat kapal, maka nahkoda kapal yang membawa

kemana kapal akan berlabuh. Namun demikian level manajemen menengahlah yang

berdampak pada sukses tidaknya perubahan. Karena merekalah yang menjadi

penghubung antara level atas dan bawah dari suatu organisasi. Ketika suatu

perubahan dilakukan, maka perlu dipastikan bahwa level menengah suatu

organisasi mempunyai pondasi yang cukup kuat untuk mendukungnya. Sehingga

secara umum bisa dikatakan harus ada komitmen perubahan yang kuat dari semua

level organisasi.

Di dalam sebuah organisasi perusahaan, komitmen perubahan di semua level

organisasi sebagai syarat adanya perubahan organisasi dipengaruhi oleh aktivitas-

aktivitas manajemen SDM baik di level pimpinan maupun di level karyawan. Di level

pimpinan, kualitas hubungan dengan atasan sangat mempengaruhi bagaimana

hubungan pimpinan dan karyawan terjalin, yang pada gilirannya juga akan

berpengaruh bagaimana komitmen perubahaan bisa dibangun (Purcell et al dalam

Conway & Monks, 2008). Selama perencanaan untuk melakukan perubahan,

kualitas hubungan karyawan dengan atasan mempunyai peranan penting untuk

mengembangkan penerimaan dan keterlibatan karyawan.

Di level karyawan, kebijakan-kebijakan manajemen SDM berpengaruh pada

tingkat komitmen karyawan untuk berubah. Penelitian yang dilakukan oleh

Herscovitch & Meyer (dalam Conway & Monks, 2008) merekomendasikan beberapa

kebijakan-kebijakan MSDM seperti training, partisipasi dan empowerment yang

mendukung dan diidentifikasikan dengan sikap terhadap perubahan yang kemudian

meningkatkan komitmen afektif untuk berubah. Komitmen normatif untuk berubah

Page 4: Proposal Skripsi Awal

karyawan akan semakin meningkat juga karena persepsi karyawan bahwa

organisasi akan memenuhi kewajibannya kepada mereka, barangkali melalui

persyaratan keikutsertaan dalam kebijakan-kebijakan MSDM seperti keamanan

kerja, pelatihan dan kesempatan pengembangan karir. Sebagai tambahan bahwa

proses komunikasi yang efektif adalah elemen vital untuk suksesnya inisiatif

terhadap perubahan (Armenakis & Haris, dalam Conway dan Monks, 2008). Secara

umum, banyak literatur menunjukkan bahwa tingkat kepuasan karyawan di tentukan

oleh aspek-aspek: pengembangan karir dan ketrampilan, manajemen kinerja,

otonomi, komunikasi, training, staffing, sistem reward, job security dan team work.

Persepsi kepuasan karyawan tentang kebijakan-kebijakan manajemen SDM dan

kualitas hubungan atasan dan bawahan pada gilirannya akan berpengaruh pada

komitmen mereka terhadap perubahan (Boselie, Kinnie et al, Kiffen-Peterson &

Cordery dalam Conway & Monks, 2008).

Banyak studi empiris yang menghubungkan antara komitmen terhadap

perubahan dengan organizational outcomes. Diantaranya adalah dampak dari

komitmen perubahan pada individual learning (Teare & Rayner dalam Parish et al,

2008) dan perceived implementation success (Patton and Mc. Callman dalam Parish

et al, 2008). Learning didefinisikan sebagai proses creation-knowledge yang mana

interpretasi informasi tersebut berperan penting dalam merubah perilaku. Learning

merupakan bagian dari proses perubahan. Pekerja yang punya komitmen untuk

berubah yang tinggi lebih dimungkinkan berusaha belajar dari proses. Pekerja yang

loyal berusaha untuk berkontribusi dan melihat hasil usaha mereka, dan mereka

melakukan itu melalui pembelajaran (Teare & Rayner dalam Parish et al, 2008).

Noble dan Mokwa (dalam Parish et al, 2008) mengidentifikasikan

implementation succes sebagai outcome utama dari komitmen untuk suatu strategi

Page 5: Proposal Skripsi Awal

dan mendefinisikannya sebagai tingkat dimana pengimplementasian usaha-usaha

dipertimbangkan akan berhasil oleh organisasi. Pekerja dengan tingkat komitmen

perubahan yang tinggi dihubungkan secara positif dengan implementation success

yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya kinerja organisasi secara

keseluruhan.

Salah satu praktek perubahan organisasi yang lazim terjadi di perusahaan-

perusahaan berskala lokal adalah perubahan dari organisasi perusahaan dengan

manajemen tradisional berbasis keluarga menjadi organisasi perusahaan dengan

manajemen profesional. Jarang sekali perusahaan dengan manajemen keluarga

bisa bertransformasi menjadi organisasi yang dikelola secara profesional.

Perubahan yang lebih besar lagi seperti perluasan usaha, konglomerasi, perubahan

kompetensi yang harus dimiliki oleh seluruh anggota organisasi, perubahan budaya,

struktur atau perilaku terkadang mempunyai kendala yang cukup besar. Kendala

terbesar dari kegagalan perubahan itu antara lain resistensi yang kuat dari pekerja

yang sudah terbiasa dengan pola rutinitas yang telah ada sebelumnya. Dari pihak

organisasi perlu untuk mengetahui kebijakan-kebijakan SDM apa yang berdampak

pada komitmen karyawan untuk berubah karena itu akan berpengaruh pada

kesuksesan implementasi perubahan yang berdampak pada peningkatan kinerja

organisasi secara keseluruhan.

Pentingnya mengetahui persepsi kepuasan karyawan terhadap kebijakan-

kebijakan SDM, bisa menjadi masukan berharga bagi organisasi karena hasil

penelitian mutakhir menunjukkan, bahwa pada kenyataannya, hanya beberapa

aspek saja yang dominan dalam menentukan tingkat kepuasan karyawan pada

kebijakan-kebijakan SDM (Conway & Monks, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa

untuk mendapatkan tingkat kepuasan yang tinggi, tidak harus selalu dilakukan

Page 6: Proposal Skripsi Awal

dengan memperhatikan seluruh aspek tersebut di atas, tetapi bisa dilakukan dengan

skala prioritas, sesuai dengan harapan para karyawan di perusahaan tersebut.

Dari uraian tersebut di ataslah penelitian ini diarahkan. Penelitian ini bertujuan

untuk melihat dari dekat perspektif karyawan terhadap kebijakan-kebijakan

manajemen SDM mana yang menjadi prioritas mereka yang berpengaruh kuat

terhadap komitmen perubahan para karyawan yang pada gilirannya akan

berpengaruh pada persepsi mereka tentang kesuksesan implementasi perubahan

tersebut.

Perusahaan yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah PT Tiga Pilar, Tbk di

Sragen. PT Tiga Pilar, Tbk ini merupakan salah satu perusahaan bidang manufaktur,

yang sudah mengalami transformasi dari perusahaan keluarga menjadi perusahaan

profesional, dan sedang memperluas usahanya dalam berbagai bidang bisnis yang

berkaitan maupun tidak dengan core bisnis sebelumnya, yang mana menuntut

karyawan untuk berubah dalam hal kompetensinya dari yang semula sebagai

spesialis menjadi lebih generalis dan dari yang semula hanya singletasking menjadi

multitasking. Kebijakan-kebijakan manajemen SDM didesain dan diarahkan untuk

mendukung perubahan tersebut.

Dari penelitian ini diharapkan bisa didapatkan hasil skala prioritas kebijakan-

kebijakan manajemen SDM yang dipersepsikan karyawan bisa meningkatkan

komitmen perubahan para karyawan di PT Tiga Pilar Sejahtera, Tbk. Dari hasil

tersebut perusahaan diharapkan bisa berkonsentrasi pada prioritas tersebut,

sehingga cost untuk kebijakan manajemen SDM yang harus dikeluarkan bisa lebih

efisien dengan hasil yang optimal. Selain itu dari penelitian ini juga akan didapatkan

bagaimana pengaruh komitmen perubahan tersebut berdampak pada perceived

Page 7: Proposal Skripsi Awal

implementation success dari program-program dan strategi yang dilakukan

perusahaan.

Lebih jauh lagi, hasil penelitian ini bisa pula diadopsi atau diadaptasi oleh

perusahaan-perusahaan berskala lokal lain yang mirip dengan PT Tiga Pilar

Sejahtera, Tbk. Dengan demikian semakin banyak perusahaan dengan menajemen

keluarga yang sukses menjalani transformasi menjadi perusahaan profesional dan

siap untuk survive dan bahkan menjadi perusahaan yang lebih kompetitif di era

persaingan bebas.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana persepsi karyawan terhadap penerapan kebijakan manajemen

SDM pada perusahaan PT TIGA PILAR SEJAHTERA, Tbk.?

2. Bagaimanakah tingkat komitmen karyawan untuk berubah dan perceived

implementation success karyawan di PT TIGA PILAR SEJAHTERA, Tbk.?

3. Apakah kebijakan manajemen SDM di PT TIGA PILAR SEJAHTERA, Tbk.

berpengaruh pada komitmen karyawan untuk berubah?

4. Kebijakan manajemen SDM mana yang mempunyai pengaruh paling besar

terhadap komitmen untuk berubah pada karyawan di PT TIGA PILAR

SEJAHTERA, Tbk.?

5. Apakah komitmen untuk berubah karyawan di PT TIGA PILAR SEJAHTERA,

Tbk. mempengaruhi perceived implementation success mereka?

Page 8: Proposal Skripsi Awal

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui persepsi karyawan tentang penerapan kebijakan

manajemen SDM pada perusahaan PT TIGA PILAR SEJAHTERA,Tbk.

2. Untuk mengetahui gambaran tentang seberapa besar tingkat komitmen

karyawan untuk berubah, pada PT TIGA PILAR SEJAHTERA, Tbk.

3. Untuk mengetahui gambaran tentang seberapa besar perceived

implementation success karyawan PT TIGA PILAR SEJAHTERA, Tbk.

4. Untuk mengetahui kebijakan manajemen SDM mana yang mempunyai

pengaruh paling signifikan terhadap komitmen untuk berubah pada karyawan

PT TIGA PILAR SEJAHTERA, Tbk.

5. Untuk mengetahui apakah komitmen untuk berubah pada karyawan PT TIGA

PILAR SEJAHTERA, Tbk. berpengaruh pada perceived implementation

success mereka.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur tambahan bagi

penelitian tentang manajemen SDM khususnya topik pengaruh kebijakan

manajemen SDM pada komitmen terhadap perubahan dan organization

outcomesnya seperti perceived implementation success yang masih belum

banyak diteliti.

Page 9: Proposal Skripsi Awal

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi organisasi khususnya PT Tiga Pilar

Sejahtera, Tbk. untuk melihat dari dekat perspektif karyawan terhadap

kebijakan manajemen SDM mana yang menjadi prioritas mereka yang

berpengaruh kuat terhadap komitmen perubahan para karyawan yang pada

gilirannya akan berpengaruh pada persepsi mereka tentang kesuksesan

implementasi perubahan tersebut.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kebijakan Manajemen SDM

Kebijakan Manajemen SDM mempunyai peran sentral dalam

hubungan pertukaran antara manajemen organisasi dan karyawannya.

Melalui kebijakan-kebijakan manajemen SDM ini karyawan memperoleh

informasi penting tentang organisasi dan secara umum organisasi bisa

melihat mereka. Penelitian mengenai hubungan antara kebijakan SDM dan

kinerja telah banyak dipelajari lebih dari 10 tahun terakhir. Tetapi penelitian

tentang peran kebijakan-kebijakan SDM terhadap komitmen karyawan untuk

berubah masih relatif sedikit ( Conway & Monks, 2008). Dalam penelitian

yang dilakukan oleh Conway & Monks (2008), kebijakan-kebijakan

manajemen SDM yang punya pengaruh terhadap komitmen karyawan untuk

berubah mempunyai beberapa dimensi yaitu kebijakan manajemen karir dan

kinerja, otonomi, komunikasi, pelatihan, staffing, kompensasi, keamanan kerja

dan juga teamwork. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat pengaruh

Page 10: Proposal Skripsi Awal

kualitas hubungan dengan atasan pada komitmen perubahan. Penelitian ini

akan menggunakan seluruh dimensi dari kebijakan-kebijakan manajemen

SDM yang dikemukakan oleh Conway & Monks tersebut.

2. Manajemen kinerja/karir

Manajemen kinerja adalah proses mengkonsolidasikan penetapan

tujuan, penilaian dan pengembangan kinerja kedalam sistem tunggal

bersama yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan

strategis perusahaan (Dessler, 2003). Pengelolaan kinerja merupakan

aktivitas sumberdaya manusia strategis yang mempunyai arti penting bagi

karyawan dan organisasi. Dari sudut pandang organisasi pengelolaan kinerja

digunakan untuk memastikan kesesuaian antara apa yang diharapkan oleh

organisasi dan hasil kerja karyawan sesuai dengan deskripsi dan spesifikasi

jabatan yang ada. Dari sudut pandang karyawan, program ini merupakan hak

yang selayaknya diterima sebagai konsekuensi tanggungjawab yang diterima,

sehingga dapat mengukur kemampuan, kontribusi dan pengembangan yang

harus dilakukan.

Pemanfaatan manajemen kinerja oleh organisasi disebabkan

beberapa hal:

a. Makin populernya konsep Total Quality Management yang beragumen

bahwa kinerja karyawan lebih merupakan fungsi dari pelatihan,

komunikasi, alat dan pengawasan daripada motivasi pribadi.

b. Penilaian kinerja tradisional sering tidak berguna tetapi juga kontra

produktif.

Page 11: Proposal Skripsi Awal

c. Dapat mengenali lingkungan industri yang kompetitif. Dengan pendekatan

manajemen kinerja yang terintegrasi untuk memberikan pedoman,

pengembangan, dan penilaian karyawan membantu usaha peningkatan

secara terus menerus oleh pengusaha.

Inti dari manajemen kinerja adalah pemikiran bahwa upaya karyawan

harus memiliki tujuan yang jelas. Dua hal yang terkait adalah 1) manajer

harus menilai karyawan berdasar bagaimana orang tersebut melakukan

tugas-tugasnya sesuai dengan pencapaian standar tertentu yang diinginkan

oleh karyawan. 2) Tujuan dan standar kinerja harus sesuai dengan tujuan

strategis perusahaan.

Beberapa pedoman agar tujuan manajemen kinerja tercapai adalah:

a. Menugaskan tujuan yang spesifik.

b. Menugaskan tujuan yang terukur.

c. Menugaskan tujuan yang menantang tapi realistis untuk dilakukan.

d. Mendorong partisipasi.

Penilaian kinerja salah satunya digunakan sebagai dasar untuk

pengelolaan karir karyawan. Manajemen karir adalah proses untuk membuat

karyawan dapat memahami dan mengembangkan dengan lebih baik keahlian

dan minat karir mereka dan untuk memanfaatkan keahlian dan minat tersebut

dengan cara yang paling efektif (Dessler, 2003). Menurut Greenhause &

Callanan (dalam Anakwe et al., 2000) manajemen karir fokus pada empat

indikator yaitu pembelajaran diri, pengaturan tujuan, strategi karir dan

pembuatan keputusan berkarir.

Page 12: Proposal Skripsi Awal

a. Pembelajaran diri

Merupakan pembelajaran pada diri seseorang yang meliputi memahami

seseorang, menilai dan fungsi mereka dalam organisasi.

b. Pengaturan tujuan

Memberikan pandangan tentang masa depan, merangsang untuk

bergerak demi mencapai kepuasan.

c. Strategi berkarir

Aktivitas untuk mengimplementasikan perencanaan karir.

d. Pembuatan keputusan berkarir

Menimbulkan pilihan untuk membuat keputusan kompleks yang

berpengaruh pada karakteristik individu dan kondisi luar organisasi.

Kebanyakan seorang karyawan mendapatkan pekerjaannya/karirnya yang

sekarang ini secara kebetulan. Mitchell et al (dalam Conger, 2002)

menyebutkan lima keahlian yang harus dimiliki seorang karyawan agar

mengenali, membuat, dan menggunakan kesempatan sebagai peluang karir

mereka, yaitu:

a. Keingintahuan

Menyelidiki dan menggali kesempatan untuk belajar hal yang baru.

b. Ketekunan

Tetap terus berusaha walaupun mengalami kemunduran.

c. Fleksibilitas

Merubah sikap dan keadaan sekitar.

d. Optimis

Melihat peluang baru sebagai hal yang mungkin dan dapat dicapai.

Page 13: Proposal Skripsi Awal

e. Berani mengambil risiko

Tetap melakukan aksi walaupun dihadapkan dengan suatu keadaan yang

belum tentu dapat diperkirakan hasilnya.

Peningkatan karir menjadi salah satu yang memotivasi pekerja untuk

bisa berkinerja dengan baik dan tetap tinggal di organisasi. Keberhasilan

peningkatan karir sangat tergantung pada sikap atasan, pengalaman,

pendidikan dan tanggung jawab individu. Adanya budaya pengembangan

karir yang positif di suatu organisasi dapat membantu organisasi dalam

menghadapi beberapa permasalahan yang ada, misalnya dalam hal

produktivitas dan daya saing, kesempatan yang sama dan tindakan afirmatif,

rencana suksesi dan peramalan tenaga kerja, seleksi manajemen dan

pengembangan teknologi. Manfaat perencanaan karir adalah sebagai berikut:

a. Semua karyawan mendapat kesempatan yang sama untuk

mengembangkan ketrampilannya.

b. Semua karyawan dapat dikembangkan menurut jalur yang tepat sesuai

minat dan karakteristiknya sehingga dapat ditempatkan pada posisi yang

sesuai.

c. Pengembangan karyawan dapat berjalan secara baik, komprehensif dan

lancar.

3. Otonomi

Otonomi didefinisikan sebagai suatu ukuran dari kebebasan dan

pertimbangan oleh seorang individu dalam menentukan cara menyelesaikan

tugas yang dibebankan (Langfred, 2004). Menurut Metaal (dalam Gelderen &

Jansen, 2006) otonomi berarti bahwa individu membuat pilihan mereka

Page 14: Proposal Skripsi Awal

sendiri yang terpisah/independen dengan orang lain. Manajer yang memberi

otonomi kerja dipersepsikan sebagai sharing pengawasan dan dalam kondisi

pemberian otonomi yang lebih besar, pekerja cenderung untuk mempunyai

komitmen yang lebih tinggi (Dood & Ganster dalam Parish et al, 2008).

4. Komunikasi

Ketidakpastian tentang masa depan menjadi ciri dari adanya

perubahan. Keadaan ini bertambah buruk ketika sumber informasi utama

berasal dari rumor atau media daripada perubahan manajemen organisasi itu

sendiri. Karena itu peran komunikasi dalam organisasi terutama menghadapi

adanya perubahan menjadi sesuatu yang vital. Wanberg & Bannas (dalam

Chawla dan Kelloway, 2006) mengatakan bahwa meningkatnya diseminasi

informasi tentang perubahan yang diusulkan berhubungan dengan

penerimaan perubahan yang lebih besar. Oleh karena itu komunikasi yang

terbuka membantu sikap penerimaan perubahan yang lebih baik, dengan

menghilangkan ketakutan, mendidik pekerja, dan menyampaikan bagian

kompetensi pekerja yang harus disiapkan menghadapi perubahan yang

terjadi (Daly & Meyer dalam Chawla & Kelloway, 2006). Beberapa kesulitan

yang sering berhubungan dengan perubahan yang signifikan dapat dihadapi

dengan lebih mudah jika terdapat strategi tentang apa dan bagaimana

mengkomunikasikan perubahan tersebut. Proses ini seharusnya berdasarkan

pada pemahaman yang baik mengenai beberapa prinsip komunikasi

bersamaan dengan pemahaman dari proses perubahan itu sendiri (Klein,

1996). Menurut Stroh & Jaatinen (2001), manajemen komunikasi dapat

digunakan untuk mengatur hubungan antara organisasi dengan publik,

Page 15: Proposal Skripsi Awal

dimana kesuksesan atau kegagalan organisasi bergantung pada hal

bagaimana mengatur hubungan tersebut, terutama dalam hal negosiasi,

manajemen konflik, dan membangun suasana yang menyenangkan, dan dari

kesemuanya tersebut terdapat hubungan yang bermanfaat satu sama lain.

Menurut Klein (1996), terdapat beberapa penelitian empiris mengenai

prinsip-prinsip komunikasi yang jika digunakan secara bersama-sama dapat

menjadi suatu strategi komunikasi yang efektif, yaitu:

a. Message redundancy berhubungan dengan message retention.

b. Penggunaan beberapa media lebih efektif daripada hanya menggunakan

satu jenis media saja dalam berkomunikasi.

c. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication) adalah jenis

komunikasi yang lebih disukai.

d. Garis hierarkhi organisasi adalah channel komunikasi yang paling efektif

yang dibolehkan secara organisasional.

e. Pengawasan secara langsung adalah yang diharapkan dan sumber

informasi yang paling efektif secara organisasional.

f. Pendapat dari pimpinan adalah alat perubahan yang efektif untuk

mengubah sikap dan pendapat bawahan.

g. Informasi yang sesuai secara pribadi tersimpan lebih baik daripada

informasi yang abstrak, yang tidak familiar, ataupun informasi yang umum.

5. Training

Penekanan dan penerapan program-program pelatihan dan

pengembangan karyawan kini menjadi hal yang kritis dalam rangka

pemenuhan sasaran dan tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Noe

Page 16: Proposal Skripsi Awal

(dalam Al-Emadi & J. Marquardt, 2007) mendefinisikan pelatihan sebagai

serangkaian kegiatan yang terencana sebagai bagian dari sasaran organisasi

terhadap peningkatan pengetahuan pekerjaan dan ketrampilan, atau merubah

sikap dan perilaku karyawan menggunakan cara-cara yang konsisten untuk

mencapai tujuan organisasi. Pelatihan merupakan suatu unsur yang penting

dalam proses perubahan karena pelatihan membantu sebuah organisasi

untuk berpindah dari satu hal ke hal yang lain (Lawes, 1996). Pelatihan

menyediakan kesempatan untuk melakukan empowering terhadap karyawan

dan memberikan motivasi kepada karyawan untuk lebih bekerja keras

(Kappelman & Richards, 1996).

Menurut Lawes (1996), training merupakan hal yang penting karena

beberapa alasan, diantaranya:

a. Karena tidak mempunyai semua keahlian yang dibutuhkan dalam

menjalankan suatu pekerjaan yang sedang dipegang atau karena

pekerjaan itu sendiri yang berubah.

b. Karena adanya perubahan teknologi.

c. Karena adanya perubahan struktural.

d. Untuk mempersiapkan SDM terhadap perubahan yang akan terjadi di

organisasi dengan mentransfer keahlian supaya para karyawan dapat

dipekerjakan di tempat lain.

Masih menurut Lawes (1996), terdapat dua area kunci dimana

training merupakan hal yang vital:

a. Kebutuhan terhadap adanya efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi

untuk menanggulangi beban kerja yang meningkat. Hal ini meliputi

Page 17: Proposal Skripsi Awal

penerapan teknologi, perubahan dalam praktek kerja, personal time

management, dll.

b. Tambahan kemampuan karyawan dengan adanya transferable skill

sehingga membuat karyawan menjadi lebih fleksibel dan marketable.

Noe dan Wilk (dalam Al-Emadi & J. Marquardt, 2007)

mengelompokkan manfaat pelatihan kedalam tiga katagori yaitu:

h. Personal benefit

i. Career benefits

j. Job-related benefit

Menurut Malthis & Jackson (2002), keuntungan yang diperoleh karyawan

setelah melakukan training adalah:

c. Peningkatan produktivitas.

d. Menurunnya kesalahan.

e. Menurunnya tingkat turnover karyawan.

f. Semakin berkurangnya keperluan untuk pengawasan kerja.

g. Kemampuan untuk meningkatkan diri.

h. Kemampuan-kemampuan baru.

i. Perubahan-perubahan sikap.

6. Staffing

Adalah proses yang dilalui organisasi untuk memastikan bahwa

organisasi telah menempatkan sejumlah pekerja dengan ketrampilan yang

tepat, di pekerjaan yang tepat dan di waktu yang tepat untuk mencapai tujuan

organisasi (Mondy & Noe, 2005). Staffing fokus pada mencocokan kapabilitas

dan kesudian calon kandidat terhadap permintaan dan reward yang melekat

Page 18: Proposal Skripsi Awal

dalam suatu pekerjaan (Zhu & Dowling dalam Wickramasinghe, 2006).

Staffing merupakan faktor kunci yang mempengaruhi kesuksesan sebuah

organisasi (Tanova & Williamson dalam Wickramasinghe, 2006). Kegiatan

staffing terdiri dari job analysis, perencanaan sumberdaya manusia,

rekrutmen, dan seleksi. Job analysis memiliki peran utama dalam staffing

untuk menyediakan petunjuk yang jelas mengenai keterangan-keterangan

yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, dimana bahwa suatu pekerjaan

cocok dengan struktur organisasi secara keseluruhan dan sebuah deskripsi

mengenai jenis karyawan yang harus mengisi pekerjaan tersebut

(Wickramasinghe, 2006). Seleksi dapat menggunakan berbagai cara seperti

wawancara, presentasi, rekomendasi dan juga test khusus untuk mendukung

wawancara tersebut (Stewart & Knowles dalam Wickramasinghe, 2006).

7. Reward

Tujuan pemberian imbalan oleh organisasi adalah memotivasi

anggota organisasi, membuat kerasan pekerja yang sudah ada serta untuk

menarik orang-orang yang berkualitas (Gitosudarmo & Sudita, 1997). Reward

merupakan konsep dari strategi kompensasi yang didefinisikan sebagai

penggunaan sistem pembayaran yang disengaja sebagai suatu mekanisme

terintegrasi melalui usaha berbagai macam sub unit dan juga individu-individu

yang secara langsung berhubungan dengan pencapaian tujuan strategi

perusahaan (Gomez-Mejia & Balkin dalam Milne, 2007). Reward adalah alat

manajemen yang diharapkan akan memberikan kontribusi kepada terciptanya

efektivitas perusahaan dengan cara mempengaruhi perilaku individu atau tim

(Lawler & Cohen dalam Milne, 2007). Menurut Cacioppe (1999) reward

Page 19: Proposal Skripsi Awal

merupakan salah satu cara yang paling menyolok dan paling jelas yang

dilakukan oleh seorang pemimpin organisasi yang dapat digunakan untuk

mengirim sebuah pesan tentang seberapa pentingnya karyawan tersebut bagi

organisasi. Jika manajer mengingini bawahannya bekerja secara tim, manajer

harus membuat performance goal dan reward diperlakukan untuk suatu

kelompok.

Pemberian insentif, reward, dan penghargaan diberlakukan sebagai

suatu kesatuan untuk kelompok. Reward juga dapat diberikan secara

individual berdasarkan kinerja dan perilaku bawahan atau reward tersebut

tetap diberikan untuk suatu tim, tetapi kemudian dibagi kepada anggota tim

tersebut. Menurut Malthis & Jackson (2002) imbalan dapat berbentuk intrinsik

atau ekstrinsik. Imbalan intrinsik antara lain termasuk pujian yang didapatkan

atau efek psikologis dan sosial lain dari kompensasi. Sedangkan imbalan

ekstrinsik bersifat terukur, memiliki imbalan moneter maupun non moneter.

Huseman, Hatfield dan Miles (dalam Kustanti & Harsono, 2002) membagi

imbalan dalam empat kelompok yaitu:

a. System rewards

Adalah imbalan-imbalan yang muncul dari keanggotaan karyawan dalam

sebuah organisasi. Imbalan-imbalan ini berupa gaji/upah, tunjangan sosial,

promosi, kenaikan pangkat, keamanan kerja dan kondisi-kondisi kerja

umum.

b. Job rewards

Adalah imbalan-imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri

yang muncul dari kinerja yang nyata. Imbalan ini meliputi kepemilikan

tanggungjawab, pembuatan keputusan yang penting, penggunaan

Page 20: Proposal Skripsi Awal

kemampuan seseorang, pelaksanaan pekerjaan yang bermanfaat dan

pelaksanaan pekerjaan yang menantang.

c. Performance rewards

Adalah imbalan-imbalan yang merupakan hasil dari kesuksesan pekerjaan.

Imbalan-imbalan tersebut meliputi persepsi manajer tentang kecakapan,

kemampuan, prestasi, kepercayaan dan penilaian perseorangan karyawan.

d. Interpersonal rewards

Adalah imbalan-imbalan yang berupa pengakuan kerja yang baik,

hubungan kerja, status, penghargaan dan perasaan memiliki.

Menurut Cameron and Pierce (dalam Milne, 2007) reward

meningkatkan kinerja dan minat bawahan ketika reward tersebut:

a. Membuat ketergantungan pada kualitas atau kinerja atau memberikan

standar kinerja yang jelas.

b. Membuat ketergantungan terhadap kegiatan yang menantang.

c. Menjadikan bawahan memiliki penguasaan terhadap setiap komponen

dengan keahlian yang komplek.

d. Mengantarkan bawahan kepada usaha yang keras dan aktivitas yang

tinggi.

Menurut Barnard (dalam Milne, 2007) terdapat beberapa hal yang

penting untuk memastikan bahwa mekanisme reward dapat berjalan dengan

sukses, yaitu:

a. Reward dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan minat dan

kinerja karyawan.

b. Reward tidak mengurangi minat dan kinerja karyawan.

Page 21: Proposal Skripsi Awal

c. Verbal reward mendorong ke arah minat dan kinerja terhadap tugas yang

lebih besar.

d. Tangible reward meningkatkan motivasi ketika memberikan tawaran

kepada karyawan untuk menyempurnakan pekerjaan atau untuk mencapai

atau melampaui spesifikasi standar kinerja.

e. Reward mendorong terwujudnya kreativitas dari satu pekerjaan ke

pekerjaan lainnya.

f. Sistem reward harus mendukung dinamika baru yaitu team-based

organisations dan reward merupakan jenis kompensasi yang tepat untuk

perilaku dan kinerja tim.

g. Sistem reward harus mengakui perbedaan antara kepentingan co-operation

dengan perbedaan pada kinerja individual.

h. Masalah dapat terjadi ketika sistem reward menekankan hasil secara

individual sekalipun mereka bekerja secara tim.

i. Ketika mendesain sistem reward organisasi seharusnya:

Memasukkan gain karyawan ke dalam desain reward.

Mengukur kepuasan karyawan terhadap sistem reward.

Menjamin bahwa hal ini merupakan metode untuk mencatat atau

mendokumentasikan kinerja individual maupun kinerja sebuah tim.

8. Job security

Job security didefinisikan sebagai ketidakberdayaan untuk memelihara

keinginan secara terus menerus dari ancaman terhadap situasi kerja

(Ashford et al dalam Chawla & Kelloway, 2004). Menurut Meltz (dalam

Yousef, 1997) job security adalah individu tetap bekerja di organisasi yang

Page 22: Proposal Skripsi Awal

sama tanpa penyusutan senioritas, mendapat gaji dan uang pensiun, dll. Job

security adalah sebuah determinan yang penting terhadap kesehatan

karyawan, terhadap kesejahteraan dan kesehatan secara fisik dan psikologis

karyawan, terhadap turnover karyawan, terhadap retention karyawan,

terhadap kepuasan kerja, dan terhadap komitmen terhadap organisasi

(Yousef, 1997). Isu mengenai keamanan kerja relevan dengan apakah tujuan

itu mengancam atau tidak pada pekerjaan yang ada sekarang. Bahkan ketika

layyoff bukan menjadi salah satu faktor, perubahan struktur didalam

perusahaan mengancam prestise, kekuasaan, otonomi dan karir seseorang.

Ketidakamanan kerja akan berakibat pada peran kerja, struktur organisasi,

hubungan kekuasaan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada

withdrawal behavior seperti absenteism, komitmen yang rendah dan turnover

intention dan mengancam kestabilan organisasi dan menimbulkan

ketidakpercayaan serta menjadi faktor penghambat komunikasi (Fiorelli &

Margolis dalam Chawla & Kelloway, 2004). Menurut Iverson (dalam Yousef,

1997) peningkatan job security akan menghasilkan tingkat komitmen

terhadap organisasi yang lebih besar. Dan sebaliknya adanya job insecurity

akan menurunkan tingkat komitmen organisasi dan kinerja karyawan

(Rosenblatt and Ruvio, 1996).

9. Teamwork

Teamwork didefinisikan sebagai sebuah kelompok yang anggota-

anggotanya memiliki ketrampilan yang saling melengkapi dan berkomitmen

untuk sebuah tujuan tertentu atau kumpulan tujuan-tujuan kinerja yang mana

mereka memegang diri mereka sendiri secara bertanggungjawab dan saling

Page 23: Proposal Skripsi Awal

menguntungkan untuk mencapai tujuan dan berbagi leadership didalam

mencapainya (Greenberg & Baron, 2000). Katzenbach & Smith (dalam Chen

Kuo, 2004) mendefinisikan team sebagai kumpulan sekelompok orang yang

mempunyai cita rasa yang sama yang bertujuan untuk mencapai tujuan dan

tanggungjawab yang sama. Teamwork merupakan point kunci terhadap high

performance works (HPW) system (Jirjahn & Kraft, 2008).

10. Kualitas hubungan dengan atasan

Tujuan organisasi mempekerjakan seorang karyawan adalah agar

tujuan-tujuan organisasi itu dapat dicapai melalui hasil kerja karyawan-

karyawan yang ada di dalam organisasi itu. Untuk memastikan bahwa

pekerjaan dilakukan sesuai dengan standar, aturan, atau pedoman yang telah

ditetapkan, organisasi mempekerjakan atasan karyawan yang akan

mengarahkan, membimbing dan mengawasi agar pekerjaan berjalan sesuai

dengan tujuan-tujuan organisasi. Karena sifat pekerjaan atasan seperti itu,

maka interaksi antara atasan dan bawahan menjadi sangat intens. Jika terjadi

ketidakharmonisan dalam hubungan itu, maka hubungan itu akan dapat

mengganggu aktivitas kerja sehari-hari.

Hubungan pekerja dalam organisasi menentukan persepsi mereka

terhadap kegiatan-kegiatan yang ada dalam organisasi. Selama perencanaan

perubahan, kualitas hubungan karyawan dengan atasan mempunyai peranan

penting untuk mengembangkan penerimaan dan keterlibatan karyawan.

Thurou (dalam Parish et al, 2008) mengemukakan ada tiga komponen

kualitas hubungan dengan atasan yaitu kepuasan dengan atasan,

kepercayaan dengan atasan dan komitmen hubungan dengan atasan.

Page 24: Proposal Skripsi Awal

Kepuasan adalah penilaian bawahan bahwa hubungan organisasional

adalah menguntungkan dan saling mengisi. Kepercayaan digambarkan

sebagai kepercayaan tentang integritas dan reliabilitas seseorang.

Sedangkan komitmen didefinisikan sebagai keyakinan bahwa hubungan

tersebut menjamin hal tersebut tetap terpelihara (Morgan & Hunt, Churchil

dalam Parish et al, 2008).

11. Komitmen terhadap perubahan

Untuk dapat memahami tentang konsep komitmen pada perubahan

perlu didefinisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan komitmen

organisasi. Komitmen organisasi adalah suatu identifikasi yang kuat dengan

keterlibatannya dalam organisasi (Janice & Barbara, 2005). Komitmen

menurut Meyer dan Allen (dalam Parish et al, 2008) komponennya dapat

dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Komitmen afektif

Menunjukkan wujud kasih sayang terhadap organisasi yang menunjukkan

keinginan kuat untuk diidentifikasikan dengan organisasi dan keterlibatan

karyawan dalam organisasi

b. Komitmen berkelanjutan

Merupakan kesadaran akan biaya yang ditanggung bila karyawan keluar

dari perusahaan (pekerja tetap tinggal dalam organisasi karena mereka

memerlukan beberapa personal investment seperti keuntungan pensiun,

senioritas, dsb)

Page 25: Proposal Skripsi Awal

c. Komitmen Normatif

Merefleksikan nilai kesetiaan individu secara umum pada organisasi

dimana pada komitmen ini karyawan merasa berkewajiban untuk tetap

tinggal dalam organisasi meskipun kesempatan untuk memperoleh

pekerjaan yang lebih baik tersedia dimana-mana.

Hersovict dan Meyer (dalam Parish et al 2008) mengembangkan tiga

komponen komitmen tadi kedalam model komitmen organisasi untuk

perubahan. Komitmen afektif untuk perubahan merupakan keinginan untuk

mendukung perubahan. Komitmen berkelanjutan untuk perubahan didasarkan

pada pengakuan bahwa akan banyak biaya yang keluar jika seseorang

resistance terhadap perubahan. Sedangkan komitmen normatif untuk

berubah merefleksikan perasaan kewajiban untuk mendukung adanya

perubahan.

12. Perceived implementation success

Sukses merupakan suatu hal yang multidimensional dan beberapa

aspeknya tidak dapat digeneralisasi terhadap inovasi secara keseluruhan

(Linton dalam Ungan, 2006). Pada kenyataannya, tidak terdapat konsensus

ataupun pengukuran dari implementation success. Sebagai contoh, dapat

digunakannya persepsi mengenai sukses dari seorang manajer (Taylor &

Wright dalam Ungan, 2006). Szulanski (dalam Ungan, 2006)

mengimplikasikan bahwa proses pengadopsian yang bebas masalah adalah

sebuah kesuksesan. Goodman and Griffith (1991) mengembangkan perilaku

sebagai alat ukut kesuksesan. Sebagai contohnya, jika pengguna yang

menggunakan teknologi yang baru menunjukkan sikap yang positif, maka

Page 26: Proposal Skripsi Awal

implementasi terhadap teknologi tersebut adalah sukses. Noble dan Mokwa

(dalam Parish et al, 2008) mengidentifikasikan implementation succes

sebagai outcome utama dari komitmen untuk suatu strategi dan

mendefinisikannya sebagai tingkat dimana pengimplementasian usaha-

usaha dipertimbangkan akan berhasil oleh organisasi. Pekerja dengan

tingkat komitmen perubahan yang tinggi dihubungkan secara positif dengan

implementation success yang pada akhirnya akan berdampak pada

meningkatnya kinerja organisasi secara keseluruhan.

KERANGKA PEMIKIRAN:

Sumber: Conway & Monks ( 2008) dan Parish et al (2008)

Commitment to Change

Perceived implementation

success

Otonomi

Komunikasi

Training

Staffing

Reward

Job Security

Team Work

Manajemen Karir & Kinerja

Kualitas Hubungan dengan Atasan

Page 27: Proposal Skripsi Awal

F. HIPOTESIS

1. Pengaruh kebijakan-kebijakan MSDM pada komitmen untuk perubahan

Penelitian yang dilakukan oleh Kinny (dalam Conway dan Monks, 2008)

menyebutkan bahwa kebijakan-kebijakan Manajemen SDM berpengaruh pada

komitmen untuk perubahan pada tiga level karyawan yaitu manajer, profesional

maupun karyawan.

H1: Kebijakan MSDM yang terdiri dari manajemen kinerja, training, otonomi,

komunikasi, staffing, reward, teamwork, job security dan kualitas hubungan

dengan atasan berpengaruh secara signifikan pada komitmen untuk

perubahan

2. Kebijakan-kebijakan MSDM yang paling berpengaruh terhadap komitmen

untuk berubah

Penelitian yang dilakukan oleh Conway dan Monks (2008) menghasilkan temuan

bahwa hanya tiga kebijakan MSDM yang berpengaruh pada komitmen untuk

perubahan yaitu komunikasi, staffing dan reward.

H2: Komunikasi, staffing dan reward adalah dimensi-dimensi dari aktivitas-

aktivitas Manajemen SDM yang punya pengaruh paling signifikan pada

komitmen untuk berubah.

3. Pengaruh komitmen untuk berubah pada perceived implementation

success

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Noble dan mobkwa (dalam Parish et al,

2008) menyebutkan bahwa pekerja dengan tingkat komitmen perubahan yang

tinggi dihubungkan secara positif dengan perceived implementation succes .

Page 28: Proposal Skripsi Awal

H4: Komitmen untuk perubahan berpengaruh positif pada perceived

implementation success

G. METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain survei yaitu penelitian yang

mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai

alat pengumpulan data pokok.

2. Populasi, Sampel dan teknik pengambilan sampel

Populasi adalah keseluruhan kelompok orang, kejadian, minat yang

ingin diinvestgasi oleh peneliti (Sekaran, 2000). Populasi dalam penelitian ini

adalah karyawan perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera, Tbk .

Sampel adalah sebagian populasi yang terdiri dari anggota yang dipilih

dari populasi (Sekaran, 2000). Tujuan penggunaan sampel adalah agar

mampu menarik kesimpulan dari penggeneralisasian populasi yang dijadikan

obyek penelitian. Ukuran sampel minimal dalam penelitian ini adalah 100

responden.

Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsional random

sampling. Yaitu teknik pengambilan sampel dengan membagi populasi

kedalam beberapa sub populasi secara proporsional dan dilakukan secara

acak

Page 29: Proposal Skripsi Awal

3. Definisi operasional

a. Variabel Independen

1) Kepuasan terhadap penerapan kebijakan-kebijakan MSDM

dikembangkan dari kuesioner penelitian Irish (dalam Conwaw & Monks).

Respon didasarkan pada lima skala Likert dengan rentang sangat tidak

setuju (1) sampai dengan sangat setuju (5). Terdiri dari 7 item

pertanyaan tentang manajemen karir dan kinerja, 4 item pertanyaan

tentang otonomi, 5 pertanyaan tentang komunikasi, 5 item pertanyaan

tentang pelatihan, 4 item pertanyaan tentang staffing, 2 item pertanyaan

tentang kompensasi dan 1 item pertanyaan tentang keamanan kerja.

Definisi operasional masing-masing dimensi adalah sebagai berikut:

a) Manajemen karir dan kinerja

Mengukur kepuasan pekerja terhadap manajemen karir dan kinerja

diperusahaan seperti bagaimana kinerja mereka dikelola, informasi

tentang karir dan kesempatan-kesempatan karir yang ada,

kesempatan untuk menggunakan skill dan kemampuan yang dimiliki.

b) Otonomi

Adalah suatu ukuran dari kebebasan dan pertimbangan seorang

individu dalam menentukan cara menyelesaikan tugas yang

dibebankan.

c) Komunikasi

Mengukur tentang kepuasan terhadap sistem dan proses

komunikasi dalam perusahaan seperti ketersediaan informasi,

Page 30: Proposal Skripsi Awal

sistem penanganan komplain, penanganan peristiwa-peristiwa

seperti bullying/harassment.

d) Training

Mengukur kepuasan pekerja terhadap program-program pelatihan

yang diselenggarakan oleh organisasi seperti training yang diterima,

kesempatan untuk memperoleh pelatihan dan pendidikan yang

dibutuhkan untuk pekerjaan mereka, dukungan finansial,

kesempatan untuk bisa mengambil keputusan tentang pelatihan

yang diperlukan dan tingkat pelatihan yang disediakan untuk staff

baru.

e) Staffing

Mengukur persepsi karyawan terhadap pekerjaannya sekarang

seperti beban kerja, perlengkapan dan material yang dibutuhkan

untuk melakukan kerja, usaha yang diberikan oleh organisasi, serta

kesempatan untuk bisa bekerja lebih fleksibel.

f) Employee reward

Mengukur persepsi karyawan tentang keluasan kompensasi yang

diterima yang merefleksikan apa yang telah mereka kontribusikan

dan paket-paket tunjangan yang diterima

g) Job security

Perasaan ada tidaknya ancaman kepada salah satu fitur pekerjaan

dan persepsi ketidakmampuan atau tidak adanya kontrol terhadap

seluruh kejadian yang mengancam salah satu total pekerjaan, fitur

pekerjaan atau situasi kerja

h) Teamwork

Page 31: Proposal Skripsi Awal

Mengukur tentang kesempatan pekerja untuk bekerja dan merupakan

bagian dari suatu tim.

i) Kualitas hubungan dengan atasan

Diukur dengan tiga komponen kualitas hubungan dengan atasan

yaitu kepuasan dengan atasan, kepercayaan dengan atasan dan

komitmen hubungan dengan atasan. Kepuasan adalah penilaian

bawahan bahwa hubungan organisasional adalah menguntungkan

dan saling mengisi. Kepercayaan digambarkan sebagai kepercayaan

tentang integritas dan reliabilitas seseorang. Sedangkan Komitmen

didefinisikan sebagai keyakinan bahwa hubungan tersebut menjamin

hal tersebut tetap terpelihara. Item-item pertanyaan dikembangkan

dari kuesioner Morgant & Hunt (dalam Parish et al, 2008) untuk

dimensi komitmen dan kepercayaan pada atasan, dan untuk dimensi

kepuasan pada atasan menggunakan kuesioner dari Anadelb, dan Li

& dan (dalam Parish, et al 2008).

b. Variabel Dependen

1) Komitmen untuk Perubahan

Ada tiga komponen komitmen tadi kedalam model komitmen organisasi

untuk berubah. Komitmen afektif untuk berubah merupakan keinginan

untuk mendukung perubahan. Komitmen berkelanjutan untuk berubah

didasarkan pada pengakuan bahwa akan banyak biaya yang keluar jika

seseorang resistance terhadap perubahan. Sedangkan komitmen

normatif untuk berubah merefleksikan perasaan kewajiban untuk

mendukung adanya perubahan. Komitmen untuk berubah menggunakan

Page 32: Proposal Skripsi Awal

kuesioner dari herscovitch dan Meyer (2002) yang terdiri dari 11 item

pertanyaan.

2) Perceived implementation success

Diukur dengan menggunakan kuesioner dari Noble & Mokwa (dalam

Parish et al, 2008). Yang terdiri dari tiga item pertanyaan yang mengukur

persepsi mereka tentang kesuksesan implementasi dari perubahan yang

diterapkan dalam organisasi.

4. Sumber data dan teknik pengambilan data

a. Data primer

Adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung ditempat penelitian

yang menjadi obyek. Data primer diperoleh dari jawaban kuesioner yang

diberikan langsung pada responden

b. Data Sekunder

Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber-sumber

lain yang digunakan untuk melengkapi data primer.

5. Metode Analisis data

a. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis data dengan cara mengubah data

mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diintrepretasikan.

Analisis ini menggambarkan profil dan tanggapan responden terhadap

kuesioner yang diberikan.

b. Uji Validitas

Page 33: Proposal Skripsi Awal

Validitas menunjukkan seberapa jauh suatu tes atau satu set dari operasi-

operasi mengukur apa yang seharusnya diukur (Jogiyanto, 2007).

Penelitian ini menggunakan Confirmatory Factor analysis (CFA).

c. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana

suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua

kali atau lebih. Reliabilitas suatu pengukuran mencerminkan apakah suatu

pengukuran dapat terbebas dari kesalahan (error), sehingga memberikan

hasil pengukuran yang konsisten pada kondisi yang berbeda dan pada

masing-masing butir dalam instrumen (Sekaran, 2000). Untuk mengukur

reliabilitas dari instrumen penelitian ini dilakukan dengan item-to-total

correlation dan Cronbach’s Alpha dengan bantuan program komputer

SPSS 13.0. Nilai Cronbach Alpha antara 0,80 – 1,0 dikategorikan

reliabilitas baik., nilai 0,60 – 0,79 dikategorikan reliabilitasnya dapat

diterima., nilai ≤ 0,60 dikategorikan reliabilitasnya buruk (Sekaran, 2000).

Menurut Hair et al. (1998) suatu instrumen dinyatakan reliabel jika hasil

koefisien Cronbach’s Alpha menunjukkan nilai ≥ 0,70.

d. Uji kesesuaian model

1) Normalitas data

Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariate

adalah normalitas, yang merupakan bentuk suatu distribusi data pada

suatu variabel metrik tunggal dalam menghasilkan distribusi normal

(Hair et al. dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Apabila asumsi normalitas

tidak dipenuhi dan penyimpangan normalitas tersebut besar, maka

akan mengakibatkan hasil uji statistik yang bias.

Page 34: Proposal Skripsi Awal

Untuk menguji asumsi normalitas, maka dapat digunakan

nilai statistik z untuk skewness dan kurtosisnya. Jika nilai z, baik z

kurtosis dan/atau z skewness adalah signifikan (kurang dari 0,05 pada

tingkat signifikansi 5%), maka dapat dikatakan bahwa distribusi data

tidak normal. Sebaliknya, jika nilai z, baik z kurtosis dan/atau z

skewness tidak signifikan (lebih dari 0,05 pada tingkat signifikansi 5%),

maka dapat dikatakan bahwa distribusi data normal. Dalam penelitian

ini uji normalitas dihitung dengan bantuan program komputer AMOS

4.01.

2) Evaluasi outlier

Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik

unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya

dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel

tunggal atau variabel kombinasi (Hair et al. dalam Ferdinand, 2002). Uji

terhadap multivariate outliers dilakukan dengan menggunakan kriteria

Jarak Mahalanobis pada tingkat p<0,001. Jarak Mahalanobis itu

dievaluasi dengan menggunakan 2 pada derajat bebas sebesar

jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian (Ferdinand, 2002).

Evaluasi outliers ini dilakukan dengan bantuan program komputer

AMOS 4.01.

3) Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan

adanya korelasi antar variabel independen dalam model. Ada tidaknya

multikolinearitas dapat dilihat melalui matrik korelasi antar variabel

independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup

Page 35: Proposal Skripsi Awal

tinggi (di atas 0,9), maka hal ini merupakan indikasi adanya

multikolinearitas (Ghozali, 2005). Pengujian multikolinearitas dilakukan

dengan bantuan program komputer AMOS 4.01.

e. Uji Hipotesis

Pembuktian hipotesis yang dikemukakan menggunakan Structural

Equation Modelling (SEM). Analisis Structural Equation Modelling (SEM)

merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu

analisis faktor (factor analysis) yang dikembangkan dalam Ilmu Psikologi

dan Psikometri dan model persamaan simultan (Simultaneous Equation

Modelling) yang dikembangkan di Ekonometrika. Pengujian yang

dilakukan meliputi:

1. Analisis kesesuaian model (Goodness-of-fit)

Model struktural dikategorikan sebagai “good fit”, bila memenuhi

beberapa persyaratan berikut ini:

a) Memiliki degree of freedom (df) positif

b) Nilai level probabilitas minimum yang disyaratkan adalah 0,1 atau

0,2, tetapi untuk level probabilitas sebesar 0,05 masih

diperbolehkan (Hair et al, 1998)

c) Mengukur chi-square ( ) statistic untuk memastikan bahwa tidak

ada perbedaan antara matriks kovarian data sampel dan matriks

kovarian populasi yang diestimasi. Nilai chi-square ( ) sangat

sensitif terhadap besarnya sampel dan hanya sesuai untuk ukuran

sampel antara 100 – 200. Jika lebih dari 200, maka chi-square ( )

statistic ini harus didampingi alat uji lainnya (Hair et al; Tabachnick

Page 36: Proposal Skripsi Awal

dan Fidell dalam Ferdinand, 2002). Model yang diuji akan

dipandang baik bila nilai -nya rendah dan diterima berdasarkan

probabilitas dengan cut-off value sebesar p > 0,05 atau p > 0,01,

sehingga perbedaan matriks aktual dan yang diperkirakan adalah

tidak signifikan (Hair et al; Hulland et al dalam Ferdinand, 2002).

d) CMIN/DF, adalah statistik chi-square dibagi DF-nya, yang umumnya

dilaporkan oleh para peneliti sebagai salah satu indikator untuk

mengukur tingkat fitnya sebuah model. Nilai yang diterima adalah

kurang dari 2 atau bahkan kurang dari 3 (Arbuckle dalam

Ferdinand, 2002).

e) Menguji kesesuaian model dengan beberapa indeks tambahan,

seperti: Goodness of Fit Index (GFI), Adjusted Goodness of Fit

Index (AGFI), Tucker-Lewis Index (TLI), Comparative Fit Index

(CFI), dan Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA).

Page 37: Proposal Skripsi Awal

Indeks-indeks yang digunakan untuk menguji kelayakan sebuah

model dapat diringkas dalam tabel berikut ini:

Goodness-of-fit Indices

Goodness-of-fit Indices Cut-off Value

Chi-square ( ) Diharapkan kecil

Significance Probability (p)

CMIN/DF

GFI

AGFI

TLI

CFI

RMSEA

Sumber: Ferdinand (2002), Ghozali (2004)

2. Analisis koefisien jalur

Analisis ini dilihat dari signifikansi besaran regression weight model.

Kriteria bahwa jalur yang dianalisis signifikan adalah apabila memiliki

nilai C.R nilai t tabel. Pedoman umum nilai t tabel untuk sampel lebih

besar dari 100 dengan level signifikasi 5% adalah + 1,96 (Ghozali dan

Fuad, 2005).

Page 38: Proposal Skripsi Awal

DAFTAR PUSTAKA

Al-Emadi Mohammed Asad Shareef & J. Marquardt Michael, (2007) Relationship between employees beliefs regarding training benefits and employee’s organizational commitment in a Petroleum company in State of Qatar, International Journal of Training and Development, 11-1: 49-70

Anakwe Uzoamaka. P, Hall James. C & Schor Susan M. (2000). Knowledge-Related Skills and Effective Career Management, International Journal of Manpower, (21)7: 566-579

Chawla Anuradha & Kellowey, E. Kevin (2004). Predicting Openness and Commitment To Change, The Leadership Organization Development journal, 25 -6: 485-498

Chen Kuo, Chia (2004). Research on Impact of Leadership on team effectiveness. Journal of Academy American Business Cambridge

Conway Edel & Monks Kathy (2008). HR Practices and Commitment To Change: an Employee-Level analysis, Human Resources Management Journal (18)1:72-89

Dessler, Gary, (2005), Human Resources Management, Pearson Prentice Hall

Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen: Aplikasi Model-Model Rumit dalam Penelitian untuk Tesis Magister & Disertasi Doktor. Semarang: BP Undip.

Gitosudarmo, Indriyo & I Nyoman Sudita, (1997). Perilaku Organisasi. Yogjakarta: BPFE-UGM

Ghozali, Imam., 2004, Model Persamaan Struktural, Konsep dan Aplikasi dengan

Program AMOS Ver. 4.0, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, I dan Fuad. 2005. Structural Equation Modelling: Teori, Konsep dan Aplikasi dengan Program Lisrel 8.5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Greenberg J., & Baron R.A.,2000 Behavior in Organization: Understanding and Managing The Human Side of Work, 7th Edition. New Jersey: Prentice hall, Inc

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham. R.L & Black. W.C. 1998. Multivariate Data Analysis. Upper Saddle River: Prentice Hall International Inc.

Janice, Anna Knights & Barbara. 2005. Psychological Contract Violation: Impacts on Job Satisfaction and Organizational Commitment Among Australian Senior Publict Servants. Aplied H.R.M Research, (10) 2: 57-72

Page 39: Proposal Skripsi Awal

Jogiyanto H.M, 2007, Metodologi Penelitian Bisnis : Salah kaprah dan pengalaman-pengalaman, BPFE Yogjakarta

Kustanti Ratri Veronika & Harsono Mugi. 2002. Hubungan antara Strategi-Strategi Manajemen Konflik yang Digunakan Oleh Atasan Dan Imbalan-Imbalan (Rewards) Yang Diterima Oleh Bawahan (Studi Replikasi Dan Ekstensi), Journal Bisnis dan Manajemen, (2) 2:96-106

Langfred, W. Claus. 2004. Too Much of A Good Thing? Negative Effects of High Trust and Individual Autonomy in Self-Managing Teams. Academy of Management Journal, 47, 385-399

Malthis Robert. L & Jackson John H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia., Penerbit Salemba

Mondy, R Wayne & Noe Robert M. 2005. Human Resource Management , Pearson Prentice hall

Parish, Janet Turner., Cadwallader Susan., & Busch Paul .2008. Want to, Need to, Ought to Employee Commitment to Organizational Change. Journal of Organizational Change Management 21 (1): 32-52

Sekaran, Uma. 2000. Research Methods For Business: A Skill Building Approach (3rd Ed). USA: John Willey and Sons.