proposal skripsi 2

25
A. JUDUL Penggunaan Metode Genius Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. B. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Meskipun dalam bentuk perhitungan sederhana, matematika tetap berperan penting dalam banyak hal. Saat ini ada sangat banyak anak yang tidak mampu atau bahkan tidak mau mempelajari matematika karena merasa matematika sulit dan tidak menyenangkan, akibat proses pembelajaran matematika yang salah dan sangat membebani anak. Menurut Fontana (Suherman, 2001: 8) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, bersifat internal dan unik dalam diri siswa. Sedangkan pembelajaran merupakan penataan lingkungan agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara optimal, bersifat eksternal dan sengaja direncanakan.

Upload: putik-rustika

Post on 25-Jul-2015

249 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

A. JUDUL Penggunaan Metode Genius Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. B. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Meskipun dalam bentuk perhitungan sederhana, matematika tetap berperan penting dalam banyak hal. Saat ini ada sangat banyak anak yang tidak mampu atau bahkan tidak mau mempelajari matematika karena merasa matematika sulit dan tidak menyenangkan, akibat proses pembelajaran matematika yang salah dan sangat membebani anak. Menurut Fontana (Suherman, 2001: 8) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, bersifat internal dan unik dalam diri siswa. Sedangkan pembelajaran merupakan penataan lingkungan agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara optimal, bersifat eksternal dan sengaja direncanakan. Menurut Uno (2009: 2) potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa yang hanya dapat digali dan dikembangkan secara efektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan dikelola secara seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Strategi pembelajaran yang dilaksanakan selama ini masih bersifat massal, yang memberikan perlakuan dan layanan pendidikan yang sama kepada semua peserta didik. Pelayanan pendidikan yang seperti ini kurang menunjang usaha

mengoptimalisasikan pengembangan potensi peserta didik secara tepat. Hasil beberapa penelitian Depdikbud tahun 1994 (Uno, 2009: 2) menunjukkan sekitar sepertiga peserta didik dapat digolongkan sebagai peserta didik berbakat mengalami gejala prestasi kurang. Salah satu penyebabnya adalah kondisi lingkungan belajar yang kurang menunjang dan kurang mendukung peserta didik untuk mewujudkan kemampuannya secara optimal. Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Gunawan (2007: 6) menyatakan bahwa yang ditawarkan oleh metode Genius Learning adalah suatu sistem yang terancang dengan satu jalinan yang sangat efisien yang meliputi diri anak didik, guru, proses pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. Dalam Genius Learning, anak ditempatkan sebagai pusat dari proses pendidikan, sebagai subjek pendidikan bukan objek pendidikan. Dengan adanya guru dan anak didik di kelas tidak berarti proses pendidikan dapat berlangsung secara otomatis. Bila ada proses pengajaran, tidak berarti pasti diikuti dengan proses pembelajaran. Kedua proses ini memang diusahakan untuk bisa dicapai secara bersamaan. Namun perlu dipahami bahwa keduanya merupakan dua kegiatan yang berbeda. Untuk itulah Genius Learning dirancang, yakni untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan proses belajar.

Dasar Genius Learning adalah metode accelerated learning atau cara belajar yang dipercepat. Nama Genius Learning diberikan Adi W. Gunawan untuk membedakan metode accelerated learning. Metode Genius Learning telah memasukkan dan mempertimbangkan kondisi masyarakat Indonesia secara umum, kebudayaan bangsa yang beragam, kondisi sosial dan ekonomi, sistem pendidikan nasional dan tujuan pendidikan yang utama, yaitu untuk menyiapkan siswa bisa menjalani hidupnya dengan berhasil setelah meninggalkan sekolah formal. Pada tahun 1993, Bridley Moor High School di Redditch, Inggris, mengujicobakan efektivitas metode accelerated learning dalam mempelajari bahasa asing. Selama 10 minggu sekelompok murid mempelajari bahasa Jerman dengan menggunakan metode accelerated learning dan hasil ujian mereka dibandingkan dengan murid lain yang belajar dengan menggunakan metode konvensional. Hasil yang diperoleh ialah dengan menggunakan metode accelerated learning murid lulus dengan nilai 90% atau lebih, jumlahnya 10 kali lipat dibandingkan pembelajaran konvensional (Gunawan, 2007: 12-13). Menurut Gunawan (2007: 11) secara ringkas proses pembelajaran Genius Learning adalah sebagai berikut : 1. 2. Membangun dan mengembangkan lingkungan pembelajaran yang kondusif Melakukan penghubungan antara apa yang akan dipelajari dan apa yang telah diketahui oleh murid 3. 4. Guru menunjukkan gambaran besar dari keseluruhan materi Menetapkan tujuan pembelajaran

5. 6.

Pemasukan informasi Proses aktivasi yang membawa murid kepada satu tingkat pemahaman yang lebih dalam terhadap materi yang diajarkan

7. 8.

Demonstrasi Melakukan pengulangan sekaligus membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari Dalam proses pembelajaran yang terdapat di genius learning adanya

pemasukan informasi dan demonstrasi terdapat kemampuan matematika yang sangat penting dipelajari yaitu komunikasi matematis siswa.Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000: 67), lima standar yang penting dipelajari dalam matematika yaitu kompetensi pemecahan masalah, penalaran, koneksi, komunikasi, dan representasi. Tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP menurut Depdiknas (Syarifuddin, 2009) adalah sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Kemampuan komunikasi matematika dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis. Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Menurut Hiebert, setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi. Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang mampu mereka gunakan. Tanpa itu, komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak mencapai sasara

Dari latar belakang masalah yang sudah dipaparkan penulis tertarik untuk meneliti skripsi dengan judul Penggunaan Metode Genius Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. C. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan Metode Genius Learning lebih baik daripada peningkatan kecerdasan logis matematis siswa dengan metode ekspositori? D. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ialah untuk mengetahui bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan Metode Genius Learning lebih baik daripada peningkatan kecerdasan logis matematis siswa dengan metode ekspositori.

E. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi berbagai kalangan berikut ini : 1. Bagi siswa, dengan menggunakan metode Genius Learning dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Bagi guru, memperoleh informasi mengenai pembelajaran matematika menggunakan metode Genius Learning untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 3. Bagi peneliti, memberikan gambaran yang jelas tentang metode Genius Learning untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 4. Bagi sekolah dan mutu pendidikan, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menerapkan metode Genius Learning dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. F. STUDI LITERATUR 1. Metode Genius Learning Menurut Gunawan, Genius Learning atau disebut sebagai Holistic Learning adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu rangkaian pendekatan praktis dalam upaya meningkatkan hasil proses pembelajaran. Upaya peningkatan hasil proses pembelajaran dicapai dengan menggunakan pengetahuan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu seperti pengetahuan tentang cara kerja otak, cara kerja memori, neuro-linguistic programming, motivasi, konsep diri, kepribadian, emosi, perasaan, pikiran, metakognisi, gaya belajar, multiple intelligence atau kecerdasan jamak, teknik memori, teknik membaca, teknik mencatat, dan teknik belajar lainnya. Menurut Gunawan (2007: 334) langkah-langkah pembelajaran Genius Learning terdiri dari : 1. Suasana Kondusif

Inti dari metode Genius Learning adalah metode pembelajaran yang membangun dan mengembangkan lingkungan pembelajaran yang kondusif dan positif. Tanpa lingkungan yang mendukung dan membangun metode apapun yang diterapkan dalam kelas akan sia-sia. Menurut Natalia dan Dewi (2008: 54) semakin baik lingkungan tempat belajar dikelola, semakin efektif pula proses pembelajaran. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sebagai persiapan bagi siswa untuk masuk ke dalam proses pembelajaran yang sebenarnya. Suasana yang kondusif merupakan syarat mutlak demi tercapainya hasil yang maksimal. Menciptakan suasana kondusif berkaitan erat dengan konsep diri siswa mengenai dirinya dalam proses pembelajaran. Murid yang memiliki konsep diri yang salah cenderung tidak akan semangat belajar, malas mengerjakan latihan dan tidak mengalami kemajuan yang signifikan dibandingkan murid yang memiliki konsep diri yang benar. Guru senantiasa memberikan umpan balik positif yang mendidk murid. Salah satu cara yang bisa dilakukan ialah guru menyambut murid saat mereka masuk ke dalam kelas sambil tersenyum, menyalami murid dengan antusias dan positif sambil meyebutkan nama mereka satu per satu (Gunawan, 2007: 335). 2. Hubungkan Dalam langkah ini guru perlu menghubungkan antara apa yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui murid. Dalam Gunawan (2007: 337) guru harus bisa menghilangkan 7 2 bit informasi yang tidak ada

Hubungannya dengan proses pembelajaran dengan cara menarik perhatian

murid dan memasukkan informasi yang berhubungan dengan materi pelajaran ke dalam memori jangka pendek murid. Saat guru sudah berhasil menghubungkan antara apa yang diketahui murid dengan apa yang akan dipelajari maka akan terjadi kesiapan dalam diri murid. Hal itu bisa dimulai dengan memastikan bahwa apa yang akan diajarkan pada murid selalu dapat dihubungkan dengan apa yang diketahui murid, baik melalui pengalaman murid maupun melalui proses pembelajaran yang berlangsung sebelumnya. Cara yang paling praktis adalah dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan sehingga akan menggeser informasi yang tak ada hubungannya dengan materi yang akan dipelajari. Selain itu murid harus diarahkan untuk mengerti aplikasi dari apa yang dipelajari ke dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Gunawan (2007: 339) proses menghubungkan ini akan sangat efektif dan kuat pengaruhnya apabila berhasil melibatkan emosi. Jadi perlu diusahakan untuk bisa melakukan aktivitas yang melibatkan murid baik secara fisik maupun secara mental dan emosional. Dalam Gunawan (2007: 339) hal-hal yang perlu diingat dan dicek dalam menyiapkan langkah kedua dari pembelajaran Genius Learning ialah sebagai berikut : Bagaimana murid tahu hubungan antara materi yang guru ajarkan dengan materi yang telah mereka pelajari sebelumnya? Bagaimana murid bisa menghubungkan dengan materi yang akan datang?

Apakah murid memilki goal jangka panjang yang bisa membantu mereka mengerti manfaat dari pelajaran yang diajarkan?

Apakah murid tahu (secara garis besar) isi dari kurikulum? Apakah guru telah menggunakan bahasa murid dengan benar? Apakah murid tahu dan mengenal gaya belajar mereka masing-masing? Apa pengetahuan yang telah dimiliki murid mengenai topik yang dipelajari?

3.

Gambaran Besar Guru memberikan gambaran besar (big picture) dari keseluruhan materi pada siswa bertujuan untuk lebih membantu menyiapkan pikiran siswa dalam menyerap materi yang diajarkan sebelum proses pembelajaran dimulai. Hal ini dapat dianalogikan seperti puzzle yang terdiri dari 1000 keping gambar. Kita tidak akan bisa menyusun puzzle itu tanpa diberi gambar besarnya. Menurut Gunawan (2007: 344) memberikan gambaran besar berfungsi sebagai perintah kepada pikiran untuk menciptakan folder yang nantinya akan diisi dengan berbagai informasi yang sejalan pada proses pemasukan informasi. Pada tahap pemasukan informasi, materi pelajaran disampaikan secara linear dan bertahap. Guru bisa menggunakan gambar atau poster, flowchart atau mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka yang merangsang pemikiran yang mendalam.

4.

Tetapkan Tujuan Pada tahap ini proses pembelajaran baru dimulai. Hasil akhir yang akan dicapai pada akhir sesi harus dijelaskan kepada murid.

5.

Pemasukan Informasi Pada tahap ini memori jangka panjang akan dapat diakses apabila proses pemasukan informasi bersifat unik dan menarik. Dalam proses pemasukan informasi, guru harus memperhatikan pemilihan kata dan penggunaan kalimat yang tepat. Selain memperhatikan cara penyampaian yang multi sensori, guru juga harus memutuskan pada level mana dari perkembangan kognitif dalam taksonomi Bloom murid akan diajak berpikir (Gunawan, 2007: 349).

6.

Aktivasi Pada tahap pemasukan informasi, murid masih menerima informasi yang bersifat pasif, murid masih belum merasa memiliki informasi atau pengetahuan yang ia terima karena proses penyampaian yang berlangsung satu arah, yaitu dari guru ke murid. Proses aktivasi diperlukan untuk bisa lebih meyakinkan bahwa murid benar-benar telah mengerti dan menimbulkan perasaan di hati murid bahwa materi yang mereka terima adalah benar-benar milik mereka. Menurut Gunawan (2007: 350) proses aktivasi merupakan proses yang membawa siswa kepada satu tingkat pemahaman yang lebih dalam terhadap materi yang diajarkan. Aktivasi bisa dilakukan dengan aktivitas perorangan, secara berpasangan ataupun secara berkelompok yang berfungsi untuk membangun kemampuan komunikasi dan kerja sama/ kelompok.

7.

Demonstrasi Tahap ini bertujuan untuk benar-benar mengetahui sampai di mana pemahaman murid dan sekaligus merupakan saat yang tepat untuk

memberikan umpan balik/ feed back. Dalam metode Genius Learning, guru memberikan kesempatan pada murid untuk menunjukkan bahwa mereka mengerti materi yang diajarkan dengan berbagai cara, misalnya praktek langsung, membuat tes dan mengerti jawabannya, mengajar, mengerti aplikasi pengetahuan ini dalam kehidupan sehari-hari (Gunawan 2007: 356). Proses percobaan atau demonstrasi sering menghasilkan pengamatan yang mengarah pada kesimpulan logis lebih lanjut (Lwin, 2008: 48). 8. Tinjau Ulang dan Jangkarkan Tahap ini bermanfaat untuk meningkatkan daya ingat dan meningkatkan efektivitas dari proses pembeajaran. 2. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis. Sedangkan kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang

materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis. Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Menurut Hiebert, setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi. Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang mampu mereka gunakan. Tanpa itu, komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak mencapai sasaran. Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran matematika menurut NCTM (1989: 214) dapat dilihat dari: 1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;

2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; 3) Kemampuan dalam matematika dan menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi untuk menyajikan ide,

struktur-strukturnya

menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. Within (1992) menyatakan kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka. Menurut Sumarmo (2003), indikator kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan berikut: 1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika;

2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar; 3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; 4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; 5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; 6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi; dan 7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari. G. HIPOTESIS Berdasarkan kajian pustaka dan rumusan masalah sebelumnya, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP melalui Metode Genius Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan kecerdasan logis matematis siswa SMP melalui metode ekspositori. H. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain kuasieksperimen Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Kelompok yang akan terlibat dalam penelitian ini yaitu kelompok eksperimen. Kelompok ini mendapatkan pembelajaran dengan metode Genius Learning sedangkan kelompok yang lainnya dengan pembelajaran yang menyebabkan kemampuan komunikasi matematis

tidak meningkat. Dengan demikian desain kuasi eksperimen dari penelitian ini (Ruseffendi, 2001: 47) adalah sebagai berikut: OXO O Keterangan: X O : Perlakuan dengan metode Genius Learning : Pemberian pretes (sebelum perlakuan) Pemberian postes (setelah perlakuan) I. DAFTAR PUSTAKA Adi, W Gunawan. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia. Herman, Tatang. (2002). Pengembangan Desain Pembelajaran Matematika untuk Menumbuhkembangakan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SLTP. Proposal penelitian Jurusan Pendidikan Matematika di UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Herdian. (2007). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/ Agisti, Noor Sari. (2009). Implementasi Strategi Means-Ends Analysis untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa SMP dalam Komunikasi Matematis. Skripsi pada program Sarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Ruseffendi. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Komeptensinya dalam Pengajaran Metematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Uno, Hamzah (2007). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara Depdiknas. (2006). Sosialisasi KTSP. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. O