proposal regina
TRANSCRIPT
1
PENERAPAN PENDEKATAN BERBASIS KECERDASAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X SMA N 3 PAYAKUMBUH
Proposal
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Metodologi
Oleh :
REGINA TIRZA FAULANI
2411.005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN
TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2013
2
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hal yang sangat penting diperoleh
anak-anak ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi
salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan
mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Proses
pendidikan sudah dimulai sejak manusia dilahirkan, yaitu
dalam lingkungan keluarga. Dilanjutkan dengan jenjang
pendidikan formal, terstruktur dan sistematis dalam
lingkungan sekolah. Di sekolah terjadi interaksi secara
langsung antara siswa sebagai peserta didik dan guru
sebagai pendidik dalam suatu proses pembelajaran.
Pembelajaran merupakan kegiatan utama dalam
lingkungan sekolah yang dapat menentukan kualitas ouput
sumber daya manusia. Oleh sebab itu, upaya peningkatan
kualitas pembelajaranpun menjadi kebutuhan yang
signifikan.
Upaya perbaikan mutu pendidikan ke arah yang lebih
baik terus dilaksanakan sampai saat ini. Salah satu bentuk
usaha perbaikan tersebut adalah banyaknya penelitian
yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan
pembelajaran yang lebih bervariasi, yang bertujuan agar
3
proses pembelajaran menjadi lebih baik, sehingga terjadi
peningkatan hasil belajar.
Refleksi keseluruhan dari pembelajaran ditunjukkan
oleh prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah banyak dijumpai siswa
yang mempunyai nilai rendah dalam sejumlah mata
pelajaran, khususnya pelajaran matematika. Prestasi yang
dicapai belum memuaskan, karena masih banyak siswa
yang memperoleh nilai di bawah standar yang ditetapkan.
Matematika adalah bagian dari ilmu pengetahuan
alam yang mempunyai peranan penting untuk
meningkatkan sumber daya manusia terutama dalam
menunjang ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu
faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan
pembelajaran matematika adalah penyelenggaraan
pembelajaran yang sesuai dengan standar proses
pembelajaran. Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005
menyebutkan bahwa pembelajaran diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas
dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
1
4
Dalam hal ini proses pembelajaran matematika
masih belum dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
menemukan konsep-konsep matematika itu sendiri.
Hudoyo mengungkapkan bahwa “belajar berarti belajar
tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat
dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-
hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur
tersebut”.1
Mulyasa mengatakan “dari segi proses pembelajaran
dikatakan berhasil atau berkualitas apabila seluruh atau
setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses
pembelajaran”.2 Hal ini berarti bahwa siswalah yang
mendominasi kegiatan-kegiatan selama proses
pembelajaran berlangsung sementara guru bertindak
sebagai fasilitator. Siswa tidak lagi hanya menjadi objek
namun menjadi subjek dalam pembelajaran.
Upaya peningkatan kualitas pelajaran matematika
idealnya dimulai dari pembenahan proses pembelajaran
yang dilakukan oleh guru, yaitu dengan menerapkan suatu
pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan
1 Herman Hudoyo. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika (Malang: UNM, 2003), h.123
2 Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementassi. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h.101
5
prestasi belajar matematika siswa. Suatu pendekatan
pembelajaran yang mampu mengubah pandangan negatif
siswa terhadap matematika menjadi pelajaran yang
menyenangkan, pelajaran yang banyak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memfungsikan unsur-
unsur fisik, melatih tanggung jawab dan kerjasama.
Pendekatan pembelajaran seperti ini tidak saja
memunculkan keasyikkan belajar tetapi juga akan
memberikan dampak positif bagi perkembangan aspek
kognitif dan sosial.
Berdasarkan pengamatan penulis di kelas X di SMA N
3 Payakumbuh, penulis melihat aktivitas belajar siswa pada
mata pelajaran matematika masih rendah. Hal ini ditandai
dengan 1) jumlah siswa yang bertanya dan menjawab
pertanyaan dari guru sangat sedikit; 2) pada saat diberikan
latihan, beberapa siswa mengerjakan dengan kurang
serius; 3) beberapa siswa menghindari mengerjakan soal
yang sulit; 4) siswa cenderung untuk bekerja secara
individual; 5) beberapa orang siswa tidak membuat
pekerjaan rumah; 6) siswa cenderung tidak berani untuk
menampilkan hasil pekerjaannya; 7) hanya beberapa orang
siswa yang mencatat materi pelajaran; 8) minat baca
siswa masih rendah.
6
Studi dokumentasi terhadap hasil ulangan harian
matematika (buku nilai) siswa kelas X, menunjukkan nilai
rata-rata hasil belajar siswa masih rendah. Masih banyak
siswa yang belum memenuhi standar ketuntasan minimum
(KKM) matematika yang berlaku di SMA N 3 Payakumbuh
yaitu 75.
Dapat diketahui bahwa persentase siswa yang tuntas lebih kecil
dibandingkan dengan yang tidak tuntas pada tiap kelasnya dan
persentase siswa yang telah mencapai KKM di sekolah ini
masih dibawah 50%. Demikian pula jika dilihat dari
kemampuan yang dimiliki, siswa di kelas X ini memiliki,
adanya kemampuan yang beragam pada tiap kelasnya.
Ada siswa yang aktif dalam bertanya dan mengemukakan
pendapat dan aja juga yang hanya menerima materi dari
guru. Kebanyakan siswa apabila diberikan latihan soal
mereka hanya menunggu jawaban dari temannya tanpa
mengerjakannya terlebih dahulu sehingga mereka kurang
mengerti tentang materi yang di ajarkan.
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan di sekolah tersebut selama ini menggunakan
metode demonstrasi, ceramah dan tanya jawab secara
klasikal dengan gaya yang monoton. Seperti biasanya
pembelajaran diawali dengan penjelasan materi,
7
pemberian contoh soal dan dilanjutkan dengan pemberian
tugas berupa soal latihan bagi siswa. Guru lebih banyak
mendominasi aktivitas dalam proses pembelajaran. Siswa
hanya mendengar, mencatat dan menuruti apa yang
diperintahkan oleh guru. Akibatnya potensi yang ada pada
diri siswa tidak dapat berkembang secara maksimal. Siswa
menjadi pasif dan tidak dapat mengkonstruk pemahaman
terhadap materi pembelajaran yang diterimanya,
melainkan hanya menirukan apa yang telah dicontohkan
oleh guru.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah
seorang guru matematika SMA N 3 Payakumbuh,
terungkap bahwa upaya lain yang telah dilakukan dalam
proses pembelajaran matematika yaitu metode diskusi
kelompok. Namun dalam kegiatan belajar berkelompok
hanya sedikit siswa yang aktif memberikan tanggapan atas
pertanyaan dari guru. Padahal metode diskusi menuntut
siswa aktif dalam memberikan tanggapan atas jawaban
yang diperoleh teman lain.
Pada kenyataannya hanya sekitar 16.7% siswa yang
menjawab atau memberikan tanggapan. Setelah diberikan
respon terhadap jawaban siswa, ada beberapa siswa yang
memberikan komentar bahwa jawaban mereka juga benar,
8
hanya saja tidak berani untuk mengungkapkannya. Dalam
diskusi kelompok juga ketua kelompok lebih banyak
mengerjakan soal dari pada anggota lain. Anggota yang
lain menganggap ketua kelompok lebih pintar dan lebih
tepat untuk menjawabnya, sehingga anggota kelompok
lebih banyak diam, bermain atau keluar kelas.
Dari hasil observasi di SMA N 3 Payakumbuh, penulis
melihat salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
hasil belajar siswa adalah siswa lebih cenderung
melakukan aktivitas yang tidak mendukung proses
pembelajaran. Kebanyakan siswa tidak mencatat pelajaran
tetapi menggambar di buku catatan dan juga di atas meja,
karena mereka menganggap pelajaran matematika itu
tidak menarik, sulit dan monoton. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap beberapa siswa kelas X terungkap
bahwa pada saat belajar matematika mereka merasa jenuh
dan bosan karena hanya rumus-rumus saja tanpa tampilan
yang menarik agar siswa lebih tertarik dan memperhatikan
materi yang diberikan oleh guru.
Semua upaya yang telah dilakukan ternyata belum
dapat mencapai hasil yang memuaskan. Aktivitas siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran masih tetap rendah,
demikian pula dengan hasil belajar dalam ranah kognitif,
9
sebagian besar masih dibawah standar ketuntasan
minimum yang berlaku di SMA N 3 Payakumbuh. Peneliti
menduga penyebab rendahnya aktivitas dan hasil belajar
siswa kelas X karena kecerdasan interpersonal dan
intrapersonal siswa belum berkembang dengan baik dalam
pembelajaran matematika, sehingga kemauan dan
kemampuan siswa untuk bertanya atau memberikan
tanggapan masih perlu ditingkatkan. Hal ini tidak bisa
lepas dari pendekatan yang diterapkan guru selama ini
belum pada pengembangan kecerdasan interpersonal dan
intrapersonal siswa.
Berdasarkan fenomena di atas dapat disimpulkan
bahwa ada tiga masalah pokok dalam proses pembelajaran
di kelas X SMA N 3 Payakumbuh, yaitu (1) penerapan
pendekatan pembelajaran yang belum bervariatif, (2)
aktivitas belajar siswa masih rendah dan (3) hasil belajar
matematika siswa belum memuaskan. Untuk mengatasi
masalah yang ada di kelas X tersebut, penulis mencoba
menerapkan pendekatan berbasis kecerdasan.
Aktivitas yang dilakukan oleh siswa yang tidak
mendukung proses pembelajaran, seperti yang dipaparkan
di atas. Merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa
namun belum terarah, sehingga aktivitas tersebut belum
10
mendukung proses pembelajaran. Penerapan pendekatan
berbasis kecerdasan dapat mengaktifkan kecerdasan yang
dimiliki siswa, sehingga siswa melakukan aktivitas yang
mendukung proses pembelajaran.
Pendekatan berbasis kecerdasan adalah salah satu
pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk
mengaktifkan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa dengan
cara belajar yang bervariasi. Menurut Garnerd ada delapan
kecerdasan yaitu:
1. Kecerdasan linguistic adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis.
2. Kecerdasan matematis logis adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik dan penalaran yang benar.
3. Kecerdasan spasial adalah kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar unsur tersebut.
4. Kecerdasan kinestetik adalah keahlian menggunakan anggota tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.
5. Kecerdasan musikal adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsi, membedakan megubah dan mengekspresikan.
6. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mempersepsi danmembedakan suasana hati, maksud motivasi, serta perasaan orang lain.
7. Kecerdasan intrapersonal adalah kemapuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut
11
8. Kecerdasan naturalis adalah keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam dan dapat membedakan makhluk hidup dan benda hidup.3
Dalam proses pembelajaran matematika kedelapan
kecerdasan tersebut dapat diaktifkan. Kedelapan
kecerdasan ini dikembangkan dalam proses pembelajaran
dengan menerapkan cara belajar yang berbeda-beda.
Proses pembelajaran dengan pendekatan berbasis
kecerdasan dengan cara belajar yang berbeda dapat
menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Suasana
kelas yang menyenangkan akan menciptakan hati yang
senang dalam proses pembelajaran, yang akan memotivasi
siswa aktif dalam belajar dan berdampak pada
peningkatan hasil belajar.
Penulis memilih penerapan pendekatan berbasis
kecerdasan, karena pendekatan ini dapat memfasilitasi
guru untuk membimbing siswa melakukan proses
pembelajaran yang lebih variatif dan kreatif yang
melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan
mengembangkan pengembangan divergen, orisinil dan
rasa ingin tahu pada siswa sehingga dapat meningkatkan
3 Amstrong, Thomas. Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelegensi di Dunia Pendidikan. Terjemah oleh Yudhi Murtanto. (Bandung: Kaifa PT. Mizan Pustaka, 2004), h. 2
12
hasil belajar siswa. Pembelajaran pendekatan berbasis
kecerdasan juga dapat membangkitkan interaksi yang
efektif di antara anggota kelompok kerja melalui disksusi.
Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran
berpusat pada siswa (student centered), sehingga
kecerdasan interpersonal siswa dapat berkembang.
Aktivitas siswa dalam mempelajari materi ajar, berdiskusi
untuk memecahkan masalah (tugas) yang ada pada
lembar kerja. Dengan interaksi yang efektif antar sesama
siswa tersebut diharapkan dapat menumbuhkan aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran.
Penerapan pendekatan berbasis kecerdasan
dimungkinkan dapat membantu siswa untuk saling terbuka
mengemukakan permasalahan dalam pembelajaran dan
dapat melatih siswa untuk lebih peduli terhadap kesulitan
belajar yang dialami teman-temannya. Siswa yang
bermasalah dalam belajar matematika, dimungkinkan akan
termotivasi dengan baik. Penerapan pendekatan berbasis
kecerdasan juga dapat mengaktifkan kecerdasan-
kecerdasan lain yang dimilikinya yang berkaitan dengan
matematika.
Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
13
Pendekatan Berbasis Kecerdasan Dalam
Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA N 3
Payakumbuh ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
1. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kurang
optimal.
2. Guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran.
3. Siswa kurang bisa bekerja sama dalam mengerjakan
soal matematika.
4. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
C. Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dikemukakan serta
keterbatasan tenaga, waktu dan ilmu pengetahuan
peneliti, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada
hasil belajar matematika siswa masih rendah.
D. Rumusan Masalah
14
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah hasil belajar matematika siswa pada pendekatan
berbasis kecerdasan lebih tinggi dari pada hasil belajar
matematika siswa pada pembelajaran konvensional”.
E. Asumsi
Landasan pemikiran yang dijadikan asumsi dasar
dalam pemikiran ini adalah:
1. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda
2. Guru mampu menerapkan pendekatan berbasis
kecerdasan
F. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah hasil belajar
matematika siswa pada pendekatan berbasis kecerdasan
lebih tinggi dari hasil belajar matematika siswa pada
pembelajaran konvensional.
G. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami judul
skripsi ini, maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah
di bawah ini.
15
Penerapan adalah pengenaan atau perihal mempraktekkan.4
Penerapan yang peneliti maksud disini adalah guru menggunakan
pendekatan berbasis kecerdasan.
Pembelajaran matematika adalah upaya
membantu siswa untuk mengkonstruksikan konsep-konsep
atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya
sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau
prinsip itu terbangun kembali.5 Pembelajaran
matematika yang di maksud disini adalah mempelajari
suatu konsep yang lain dengan tujuan untuk memecahkan
berbagai masalah.
Pendekatan berbasis kecerdasan yang di maksud
adalah pembelajaran yang dapat mengaktifkan kecerdasan
yang dimiliki oleh siswa dengan cara belajar yang
bervariasi dan dapat menciptakan suasana kelas yang
menyenangkan. Sesuai dengan langkah-langkah dalam
pendekatan berbasis kecerdasan.
Hasil belajar siswa adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.6 Hasil belajar yang di
4 Depertemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai pustaka,1994), h.144
5 Slameto. Belajar Dan Faktor Yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta. 2003) h.3
6 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Bandung: PT Roesda Karya, 2005), h.22
16
maksud adalah nilai tes akhir aspek kognitif yang diperoleh siswa dalam
pembelajaran matematika.
H. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
hasil belajar matematika siswa pada pendekatan berbasis
kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar
matematika siswa pada pembelajaran konvensional.
I. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai:
1. Bagi penulis: sebagai bekal pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis dalam mengembangkan diri
dan persiapan menjadi seorang guru matematika
2. Bagi guru: sebagai masukan bagi guru-guru dalam
pembelajaran matematika kelas X SMA sederajat
3. Bagi siswa: agar siswa lebih aktif dalam
pembelajaran matematika dan lebih dapat
mengaktifkan kemampuan-kemampuan yang
dimilikinya sehingga terjadi proses pembelajaran
yang lebih variatif.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
17
A. Belajar dan Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan suatu proses yang dihadapi
manusia sepanjang hidupnya. Hampir semua keterampilan,
pengetahuan, dan sikap terbentuk dan berkembang karena
belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget dalam
Dimyati yaitu: “Belajar sebagai perilaku berinteraksi antara
individu dengan lingkungan, sehingga terjadi
perkembangan intelek individu”7. Pendapat lain
dikemukakan oleh Sardiman “Belajar merupakan
perubahan tingkah laku dalam berpenampilan dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya”8.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu kegiatan komplek yang menghasilkan
perubahan tingkah laku secara keseluruhan akibat
interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan yang
terjadi pada seseorang yang belajar mencakup tiga unsur
yaitu ranah kognitif (pengetahuan), afektif (emosional),
dan psikomotor (keterampilan).
Disaat terjadi proses belajar maka terjadi pula proses
mengajar. Hamalik menyatakan bahwa “mengajar adalah
7 Dimayanti dan Mudijiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 38
8 Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 20
18
usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan
kondisi belajar bagi siswa”.9 Sardiman menambahkan
“Mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang
kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para
siswa”.10 Untuk menciptakan kondisi yang kondusif maka
diperlukan peran serta guru. Guru tidak hanya bertugas
menyampaikan informasi, tetapi guru berperan dalam
membimbing siswa, sehingga yang berperan aktif dan
banyak melakukan kegiatan adalah siswanya.
Menurut Hamalik “Pembelajaran adalah suatu
kombinasi tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”.11 Yang
menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan
pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata pelajaran dan
guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat
ditetapkan apa yang hendak dicapai, dikembangkan dan
diapersepsikan berdasarkan mata pelajaran yang ada
dalam bentuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil
pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah sumber
utama tujuan bagi para siswa dan harus mampu menulis
dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna 9 Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 4810 Ibid h .4811 Ibid h.57
19
yang dapat terukur. Dalam hal ini pembelajaran yang
dilakukan berpusat pada siswa yaitu pembelajaran yang
menuntut keaktifan siswa. Dalam menciptakan kondisi
tersebut perlu diperhatikan pemilihan metoda dan media
yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa.
Sedangkan menurut Sagala “Pembelajaran
mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau
nilai baru”.12 Dimyati menambahkan pembelajaran adalah
kegiatan guru secara terprogram dalam disain instruksional
untuk membuat siswa belajar secara aktif yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar”.13 Dalam
pembelajaran siswa dipandang sebagi pusat pembelajaran
dan dituntut untuk lebih aktif dan kreatif. Sedangkan guru
hanya membimbing dan menyediakan situasi dan kondisi
yang memungkinkan siswa untuk melaksanakan proses
belajar.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah,
rancangan pembelajaran ini sangat penting karena dalam
matematika kita mempelajari sesuatu yang abstrak,
sebagaimana yang dikatakan Russefendi yaitu belajar
matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan 12 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2003),
h. 61 13 Dimiyanti dan Mudijiono, op.cit h. 297
20
struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta
mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan
struktur-struktur tersebut.
Dalam belajar matematika siswa mempelajari suatu
konsep dan menghubungkannya dengan konsep yang lain
dengan tujuan untuk memecahkan barbagai masalah.
Pemahaman dan keterkaitan antar konsep dapat
ditingkatkan dengan melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran lebih bermakna.
Nikson dalam Slameto mengemukakan bahwa
“pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa
untuk mengkonstruksikan konsep-konsep atau prinsip-
prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui
proses internalisasi, sehingga konsep atau prinsip itu
terbangun kembali”.14 Maksudnya adalah pembelajaran
matematika bertujuan untuk membangkitkan inisiatif dan
aktif siswa dalam belajar.
Selain itu, Jerome Bruner dalam Erman mengatakan bahwa
”Belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan
kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok
bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-
konsep dan struktur-struktur”.15 Jadi, dapat dipahami bahwa siswa akan
14Slameto. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakatra: Rineka Cipta, 2003) h. 3
15Erman Suherman, op. cit, h. 43
21
lebih mudah memahami dan menguasai materi yang dipelajari dengan cara
mengenal konsep dan struktur yang dipelajari.
Di samping itu, perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar
matematika mempunyai empat aspek yaitu16:
1. Fakta, siswa dikatakan telah mengenal suatu fakta apabila ia telah dapat
menuliskan dan menggunakannya dalam berbagai situasi.
2. Konsep, siswa dikatakan telah memahami suatu konsep apabila ia telah
dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari konsep itu, misalnya
mana yang persamaan dan mana yang bukan persamaan dan
menggunakannya dalam berbagai situasi.
3. Prinsip, siswa dikatakan telah memahami prinsip jika ia telah dapat
mengemukakan alasan kebenaran prinsip itu dan dapat
menggunakannya.
4. Operasi / prosedur (skill), siswa dikatakan telah menguasai skill jika ia
telah lancar menggunakan skill itu.
Jadi, mempelajari matematika mencakup dua bagian, yang pertama
yaitu bagian teori yang mempelajari fakta, konsep, dan prinsip. Sedangkan
yang kedua yaitu bagian latihan, pada bagian ini siswa berlatih
keterampilan menggunakan konsep dan prinsip untuk menyelesaikan soal-
soal matematika.
B. Pendekatan Berbasis Kecerdasan
16 Lihat, Alkrismanto, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika, 2003) h. 10-11
22
Budiningsih mengungkapkan bahwa “kecerdasan adalah suatu
kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang
dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu”.17 John mengatakan“intelegensi
merupakan keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk
beradaptasi dan belajar dari pengalaman sehari hari”.18Dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan tidak hanya hasil tes yang bagus yang diperoleh siswa
namun kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dan membuat
sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.
Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan
sebagai:
1. Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah.
2. Kemampuan untuk menciptakan masalah baru
untuk dipecahkan.
Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan
suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan
masyarakat.19
Pendekatan pembelajaran merupakan suatu upaya
untuk mempermudah guru dalam memberikan pelayanan
terhadap siswa selama proses belajar dan mempermudah
siswa dalam memahami materi ajar yang disampaikan oleh
guru. Seperti yang dikemukakan oleh Sagala “Pendekatan
17 Asri Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Kencana, 2005) h. 11318Santrok. W Jhon. 2008. Psikologi Pendidikan. (Jakarta : Kencana, 2008)
h.13419 Adi W Gunawan, Born To Be A Genius (Jakarta: PT. Gramedia, 2007) h. 106
23
pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih
kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan
suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah
tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan
menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya
yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin
ilmu”.20
Dengan pendekatan pembelajaran ini, guru akan
lebih mudah untuk menjelaskan materi pelajaran dari
bagian satu dengan bagian lainnya berorientasi pada siswa
untuk memepelajari konsep, teori dan hukum tentang
suatu bidang ilmu. Salah satu pendekatan pembelajaran
yang bisa digunakan oleh guru adalah pendekatan berbasis
kecerdasan. Pendekatan berbasis kecerdasan adalah suatu
kemampuan dengan proses kelengkapannya, yang
sanggup menangani masalah yang spesifik di dunia
(seperti bunyi musik dan pola spasial).21 Dengan
menggunakan pendekatan berbasis kecerdasan
diharapkan siswa akan dapat memahami materi pelajaran
karena bervariasinya cara mengajar guru sehingga pada
akhirnya diharapkan hasil belajar siswa akan lebih baik.
20 Syaiful Sagala opcit h. 6821Ibid h.20
24
Teori kecerdasan majemuk adalah model kognitif
yang berupaya menjelaskan bagaimana seseorang
menggunakan kecerdasan-kecerdasan mereka untuk
memecahkan masalah dan menciptakan produk.22 Teori ini
adalah teori yang menyatakan bahwa setiap orang
memiliki kapasitas dalam kedelapan kecerdasan tersebut
dan tentu saja berfungsi berbarengan dengan cara yang
berbeda-beda.
Terdapat 40 (empat puluh) pendekatan pengajaran
dari 5 (lima) pendekatan untuk setiap kecerdasan seperti
yang dikemukakan oleh Amstrong.
1. Kecerdasan linguistic adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis.a. Berceritab. Curah gagasanc. Merekam dengan tape recorderd. Menulis jurnale. Publikasi
2. Kecerdasan matematis logis adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik dan penalaran yang benar.a. Kalkulasi dan kuantifikasib. Klasifikasi dan kategorisasic. Pertanyaan sokratisd. Heuristike. Penalaran ilmiah
3. Kecerdasan spasial adalah kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar unsur tersebut.a. Visualisasib. Penggunaan warnac. Metafora gambar
22 Ibid h.20
25
d. Sketsa gagasane. Simbol grafis
4. Kecerdasan kinestetik adalah keahlian menggunakan anggota tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.a. Respon tubuhb. Teater kelasc. Konsep kinestetisd. Hands on thinkinge. Peta tubuh
5. Kecerdasan musikal adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsi, membedakan megubah dan mengekspresikan.a. Irama, lagu, rap dan senandungb. Diskografic. Musik supermemorid. Konsep musikale. Musik suasana
6. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, serta perasaan orangan lain.a. Kerja kelompokb. Board gamesc. Simulasid. Berbagi rasa dengan teman sekelase. Formasi patung dari orang
7. Kecerdasan intrapersonal adalah kemapuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut dan maksud motivasia. Sesi refleksi b. Hubungan materi pembelajaran
denganpengalaman pribadic. Waktu memilihd. Momentum mengekspresikan perasaane. Sesi perumusan tujuan
8. Kecerdasan naturalis adalah keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam dan dapat membedakan makhluk hidup dan benda hidup.
26
a. Jalan-jalan di alam terbukab. Melihat keluar jendelac. Tanaman sebagai dekorasid. Membawa hewan peliharaan di kelase. Ekostudi23
Dari pendekatan pembelajaran yang telah tersedia
peneliti menerapkan pendekatan berbasis kecerdasan
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yaitu:
kerja kelompok, kalkulasi dan kuantifikasi, curah gagasan,
visualisasi, hands of thinking, sesi refleksi dan motivasi.
Pendekatan pembelajaran ini dipilih berdasarkan
karakteristik pokok bahasan Bangun Dimensi Tiga
mengenai menentukan jarak dan menentukan sudut pada
bangun dimensi tiga dan sesuai dengan karakteristik
proses pembelajaran matematika.
1. Kalkulasi dan kuantifikasi (kecerdasan matematis
logis)
Pada kalkulasi yang dilakukan adalah meminta
siswa untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan
sesuai dengan materi yag diajarkan sehingga
melatih siswa dalam pemahaman materi tersebut.
2. Kerja kelompok (kecerdasan interpersonal)
23Ibid, h. 100
27
Pada kerja kelompok siswa dibagi yang terdiri dari
4 orang anggota, siswa mendiskusikan materi dan
soal-soal yang diberiakan.
3. Curah gagasan (kecerdasan linguistik)
Pada curah gagasan siswa diminta untuk
menjelasakan hasil diskusi bersama anggota
kelompoknya.
4. Visualisasi (kecerdasan spasial)
Pada visualisasi yang dilakukan adalah siswa
diberikan media-media pembelajaran agar siswa
lebih mudah memahami materi yang disampaikan
dan siswa mencatat di buku catatan dengan
menggunakan pulpen kesukaan mereka.
5. Sesi refleksi (kecerdasan intrapersonal)
Sesi refleksi memberikan waktu bagi para siswa
untuk membayangkan dan mencerna mengenai
materi dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-
hari.
6. Motivasi (kecerdasan intrapersonal)
Motivasi yang diberikan oleh guru sebagai umpan
balik dari aktifitas yang dilakukan siswa.
7. Hands on thinking (kecerdasan kinestis)
28
Metode berfikir yang distimulasi gerakan tubuh,
misalnya menunjukkan dan memperagakan unsur-
unsur dari bangun dimensi tiga.
Langkah-langkah pendekatan berbasis kecerdasan
berdasarkan karakteristik materi dimensi tiga adalah:
1. Guru memberikan motivasi dengan memberikan pertanyaan diawal pembelajaran (kecerdasan intrapersonal)
2. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang anggotanya terdiri dari 4 orang (kecerdasan interpersonal) dan guru menyuruh tiap kelompok untuk mendiskusikan materi dan soal-soal yang diberikan (kecerdasan interpersonal)
3. Guru bersama siswa mendiskusikan kembali apa yag telah didiskusikan oleh siswa sebelumnya. (kecerdsan interpersonal)
4. Siswa diminta untuk menjelaskan hasil dari diskusi dan memperagakan menggunakan media kubus (kecerdasan linguistik dan kecerdasan kinestis)
5. Siswa mengerjakan latihan (kecerdasan matematik logis)
6. Guru menjelaskan materi dengan menggunakan power point (kecerdasan spasial)
7. Siswa mencatat materi menggunakan warna pulpen kesukaannya dan menggambar di buku catatan (kecerdasan spasial)
8. Guru memberikan umpan balik kepada siswa berupa penguatan (kecerdasan intrapersoanal)24
C. Pembelajaran Konvensional
Berdasarkan kamus besar Indonesia, konvensional berarti
tradisional, jadi pembelajaran konvensional juga dapat disebut dengan
pembelajaran yang dilaksanakan secara tradisional. Dave Meier (1999)
mengatakan bahwa:
24 Amstrong, Thomas. opcit h. 100
29
Pembelajaran tradisional diera industri cenderung menekankan fungsi reftil: belajar menghafal, meniru, guru sebagai pusat kekuasaan, pembelajar sebagai pelajar yang patuh dan pasif, mengikuti rutin dan contoh yang tetapkan oleh hierarki, sistem yang digerakkan oleh semangat mempertahankan diri (takut akan kegagalan), tanpa perhatian pada perasaan dan ikatan sosial dilingkungan pendidikan, tanpa usaha untuk mengajar murid cara berkreasi, memecahkan masalah dan berfikir sendiri.25
Dari kutipan di atas dapat simpulkan bahwa pembelajaran konvensional
adalah pembelajaran yang berorientasi pada guru dimana siswa hanya
menerima saja apa yang dikatakan guru tanpa berusaha sendiri atau
mandiri.
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran
yang dikenal sebagai pembelajaran yang berpusat pada
guru dan kurang memperhatikan pemahaman awal dan
motivasi siswa. Pembelajaran konvensional ini masih
berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan dapat
dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa
(transefer of knowlage).
Menurut Nasution, pembelajaran konvensional
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat diamati dan diukur.
2. Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok, kepada kelasa sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan murid-murid secara individual.
3. Bahan pelajaran kebanyakan berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru.
25 Dave Meier, The Accelerated Learning (Hand Book). (Bandung, Kaifa, 1999), h. 84
30
4. Berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan proses mengajar.
5. Murid-murid nkebanyakan bersikap pasif,karena terutama harus mendengarkan uraian dari guru.
6. Murid semuanya harus belajar menurut kecepatan yang kebanyakan ditentukan dengan kecepatan guru mengajar.
7. Penguatan biasanya baru diberikan setelah diadakannya ulangan atau ujian.
8. Keberhasilan belajar kebanyakan dinilai guru secara subjektif.
9. Diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja dan ada lagi yang akan gagal.
10. Pengajar terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan.
11. Siswa biasanya menempuh beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang telah dipelajari dan berdasarkan beberapa angka itu ditentukan angka rapornya untuk semester itu.26
Berdasarkan ciri-ciri tersebut terlihat bahwa
pembelajaran konvensional menjadikan guru sebagai satu-
satunya sumber belajar. Siswa hanya menerima materi
yang disajikan oleh guru dan mengakibatkan dalam
pembelajaran siswa sangat bergantung pada guru.
Menurut Suherman, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sangat didominasi oleh guru, guru yang menentukan semua kegiatan pembelajaran. Banyaknya materi yang akan diajarkan, urutan materi ;pelajaran, kecepatan guru mengajar, dan lain-lain sepenuhnya ada di tangan guru.27
Jadi, pembelajaran konvensional yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah pembelajaran diberikan dengan
menggunakan metode ceramah, guru menerangkan di
26 Nasutioan. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta:Bumi Aksara, 2005)h. 209-212
27Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2003) h. 255
31
depan kelas, dilanjutkan dengan tanya jawab mengenai
materi yang dipelajari, membahas soal serta diakhiri
dengan memberikan Pekerjaan Rumah (PR), sedangkan
siswa hanya menerima saja (pasif) tanpa melibatkan
aktivitas dan pengalaman siswa dalam proses
pembelajaran.
D. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan tolak ukur untuk
menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam memahami
pelajaran yang dapat berupa pengetahuan, nilai, dan
keterampilan setelah siswa mengalami proses belajar.
Hasil belajar terlihat setelah menempuh pengalaman
belajarnya (proses belajar mengajar). Sudijono
mengemukakan bahwa “hasil belajar adalah kegiatan atau
proses untuk menilai sesuatu untuk menentukan nilai dari
sesuatu tersebut, dilakukan pengukuran dan wujud dari
pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah
yang dalam dunia kependidikan dikenal dengan istilah
tes”.28
Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat
kemampuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan
28Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h, 5
32
materi pelajaran yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan ini, Sudijono
mengemukakan bahwa:
“Setidak-tidaknya ada dua kemungkinan hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan evaluasi, yaitu (1) hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan sehingga dapat memberikan rasa lega bagi evaluator, sebab tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai yang direncanakan, (2) hasil evaluasi itu ternyata tidak menggembirakan atau bahkan mengkuatirkan, dengan alasan bahwa berdasar hasil evaluasi ternyata dijumpai adanya penyimpangan, hambatan atau kendala, sehingga mengharuskan evaluator untuk bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun atau mengubah dan memperbaiki pelaksanaannya.”29
Pendapat di atas menunjukkan bahwa dengan hasil atau
nilai yang diperoleh dari hasil evaluasi hasil belajar baik
guru maupun siswa dapat menentukan tindakannya sendiri
untuk meningkatkan hasil belajar selanjutnya.
Sudjana menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar
mencakup pada:
1. Ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar untuk hal yang terdiri dari enam aspek yakni aspek pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2. Ranah afektif yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
29 Ibid h. 9
33
3. Ranah psikomotor yang berkenaan dengan hasil belajarketerampilan dean kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor yakni: gerak refleks, keterampilan atau ketepatan, gerak keterampilan, kompleks, gerak ekspresif dan interpretatif.30
Maka hasil belajar yang di maksud dalam penelitian ini adalah
tergolong pada hasil belajar ranah kognitif (pikiran). Hasil belajar ranah
kognitif dilihat setelah siswa memperoleh pengalamannya melalui belajar,
terdiri dari kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki oleh siswa berupa kalkulasi
dan kuantifikasi, kerja kelompok, curah gagasan, visualisasi, sesi refleksi,
motivasi dan hands on thinking.
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu 31:
1. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia, faktor ini
dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor biologis dan
faktor psikologis. Faktor biologis antara lain: usia, kematangan,
kesehatan dan lain-lain. Sedangkan faktor psikologis antara lain:
kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, kebiasaan belajar dan
lain-lain.
Dalam pendekatan berbasis kecerdasan faktor yang sangat
mempengaruhi yaitu faktor psikologis yaitu motivasi siswa.
Siswa akan melaksanakan pembelajaran dengan baik apabila
adanya motivasi yang diberikan berupa umpan balik sebagai
30Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 22
31 Ibid h.3
34
penguatan dari guru sehingga siswa menjadi aktif dalam proses
pembelajaran seperti bertanya dan mengemukakan pendapat yang
dimilikinya.
2. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia, faktor ini
diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non
manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
Jadi, hasil belajar dapat digunakan untuk mengetahui
sejauh mana siswa memahami pelajaran yang diterimanya.
Tipe hasil belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah tipe hasil belajat kognitif yang berupa tes hasil
belajar.
E. Kerangka Konseptual
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari
prestasi atau hasil belajar siswa. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan siswa diantaranya adalah
aktivitas belajar siswa yang terlihat dari cara belajar yang
digunakan. Dalam pembelajaran matematika, siswa masih
sering melakukan kegiatan lain yang tidak berhubungan
dengan proses pembelajaran. Hal ini di sebabkan oleh
ketidakmampuan siswa mengembangkan cara belajar
mereka, sehingga tidak terciptanya proses pembelajaran
yang aktif dan menyenangkan. Penyebab rendahnya
35
aktivitas dan hasil belajar siswa karena kecerdasan
interpersonal dan intrapersonal siswa belum berkembang
dengan baik dalam pembelajaran matematika, sehingga
kemauan dan kemampuan siswa untuk bertanya atau
memberikan tanggapan masih perlu ditingkatkan. Hal ini
tidak bisa lepas dari pendekatan yang diterapkan guru
selama ini belum pada pengembangan kecerdasan
interpersonal dan intrapersonal siswa.
Untuk mengatasi masalah di atas, dibutuhkan suatu
pendekatan dalam pembelajaran agar siswa mampu
mengaktifkan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa.
Penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kecerdasan
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
dapat diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Keunggulan dari pendekatan kecerdasan ini adalah dalam
pembelajaran guru membuat variasi-variasi belajar di kelas
untuk mengembangkan kecerdasan dalam diri siswa.
Variasi-variasi belajar yang diberikan akan mengatasi
kebosanan siswa dalam proses pembelajaran sehingga
membuat suasana kelas menjadi menyenangkan.
Berdasarkan hal di atas, maka dapat digambarkan
kerangka konseptual sebagai berikut :
36
KTSP
SISWAPBMGURU
kelas kontrolkelas eksperimen
Pembelajaran konvensionalPembelajaran dengan pendekatan berbasis kecerdasan
Siswa aktif
Pembelajaran terjadi satu arah
Siswa lebih aktif Terjadi interaksi antar
siswa dalam diskusi Pembelajaran terjadi
dua arah
37
Gambar 1. Kerangka konseptual
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan dan tujuan
penelitian maka jenis penelitian ini adalah penelitian quasi
eksperimen. “Penelitian quasi eksperimen adalah
ekperimental yang penyamaan kelompok eksperimen
hanya dalam satu karakter saja dan minimal dilakukan
dengan cara menjodohkan atau matching anggota
kelompok”.32 Dalam penelitian ini, sampel diambil dua
kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kedua
32Nana syaodih sukmadinata, metode logi penelitian pendidkan, (bandung:PT remaja rosda karya, 2009), h 316
Hasil belajarHasil belajar
dibandingkan
38
kelas ini tidak diberikan perlakuan yang sama yakni untuk
kelas eksperimen dilakukan pembelajaran dengan
pendekatan berbasis kecerdasan sedangkan pembelajaran
kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.
B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian Randomized Control Group
Only Design. Secara bagan rancangan penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Rancangan penelitianKelompok Perlakuan TestKelompok eksperimen X T2
Kelompok control O T2
Sumber: (Suryabrata, 2004:106)33
Keterangan :
X = Perlakuan yang diberikan pada kelas
eksperimen, yaitu penerapan pembelajaran
berbasis kecerdasan
0 = pembelajaran konvensional
T2 = Tes akhir diberikan pada kelas eksperimen dan
kelas control
C. Populasi dan Sampel
33Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004) h.106
39
1. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN
3 Payakumbuh.
2. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti.
Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan,
maka dibutuhkan dua kelas sampel yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Agar sampel
representatif maka untuk menentukan kelas sampel
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data nilai ujian tengah semester I
matematika siswa kelas X SMAN 3 Payakumbuh.
b. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah
populasi berdistribusi normal atau tidak .
c. Melakukan uji homogenitas variansi untuk
mengetahui apakah variansi populasi homogen atau
tidak.
d. Populasi yang didapat tidak homogen maka
dilakukan pemilihan kelas eksperimen dan kelas
kontrol dengan teknik purposif sampling.
D. Variabel dan Data
1. Variabel
Variable dalam penelitian ini terdiri dari dua
macam yaitu:
40
a. Variabel bebas adalah pembelajaran dengan
menerapkan pendekatan berbasis kecerdasan
dan pembelajaran konvensional.
b. Variabel terikat adalah hasil belajar matematika
siswa dikedua kelas sampel yang diperoleh
setelah melakukan tes akhir
2. Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah :
a. Data primer, yaitu data yang langsung diambil
dari hasil belajar matematika kelas X semester 1
SMAN 3 Payakumbuh.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
orang lain. Dalam hal ini data sekundernya adalah
nilai ujian tengah semester I matematika seluruh
siswa kelas X SMAN 3 Payakumbuh.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan dalam
mengumpulkan data. Instrumen dalam penelitian ini terdiri
soal-soal tes. Soal-soal tes dibuat berdasarkan indikator.
Tes ini digunakan untuk mengukur penguasan siswa
sebagai hasil belajar. Tipe tes yang digunakan tes objektif.
Tes ini dipilih untuk menghindari masuknya unsur
41
subjektifitas dari penilai. Selain itu dengan tes objektif ini,
materi yang akan dievaluasi dapat lebih menyeluruh dan
proses penilaiannya juga cepat.
Untuk mengetahui apakah suatu tes baik atau buruk
maka tes dianalisa dari soal-soal tes tersebut meliputi :
a. Validitas tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat kevalidan atau kesahihan instrumen. Instrumen
yang sahih mempunyai validitas yang tinggi dan
instrumen yang kurang valid mempunyai validitas
rendah. Untuk menentukan valid atau tidaknya suatu
tes dianalisa dengan validitas isi. Menurut Arikunto “tes
dikatakan memiliki validitas isi apabila dapat mengukur
tujuan khusus yang sejajar dengan materi atau isi
pelajaran yang diberikan”.34 Oleh karena itu, untuk
membuat tes yang valid maka bahan tes harus sesuai
dengan indikator dan kurikulum pelajaran.
b. Daya Pembeda
Kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang mempunyai kemampuan rendah
dengan siswa yang berkemampuan tinggi dapat diukur
34Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian,(Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h 64
42
dengan daya pembeda (D). Rumus yang digunakan
untuk daya pembeda tes adalah :
D = PA – PB
dengan PA = BA
J A dan PB =
BB
J B
keterangan :
BA = Banyaknya testee kelompok atas yang dapat
menjawab dengan betul butir item yang
bersangkutan.
BB = Banyaknya testee kelompok bawah yang dapat
menjawab dengan betul butir item yang
bersangkutan
J = Jumlah testee yang termasuk kelompok atas
JB = Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok
bawah35
Klasifikasi daya pembeda :
D = 0,00–0,20 : jelek
D = 0,21–0,40 : cukup
D = 0,41–0,70 : baik
D = 0,71–1,00 : baik sekali
D < 0 : semuanya tidak baik.
35 Anas sudijono .Pengantar Evaluasi Pendidikan.( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 389
43
c. Indeks Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit
atau tidak terlalu sukar. Indeks kesukaran menunjukkan
tingkat kesukaran soal. Indeks kesukaran soal berkisar
antara 0,00 sampai 1,00. Indeks kesukaran soal dapat
dihitung dengan menggunakan rumus yaitu :
PB = BB
J B
Keterangan :P = Indeks kesukaran itemB = Banyaknya testee yang dapat menjawab soal benarJs = Jumlah testee yang mengikuti tesKlasifikasi indeks kesukaran soal :P = 0,00–0,30 = sukarP = 0,31–0,70 = cukupP = 0,71–1,00 = mudah36
d. Klasifikasi Soal
Setelah dilakukan perhitungan terhadap masing-masing
analisis butir soal seperti indeks kesukaran dan daya pembeda soal,
langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan soal yang bertujuan
untuk menentukan soal yang tetap dipakai, diperbaiki, dan diganti.
Adapun klasifikasi soal atau item menurut Pratiknyo
Prawironegoro adalah 37:
(1) Item yang baik, akan tetap dipakai, jika item tersebut:
Ip signifikan dan 0 < Ik ≤ 1
(2) Item diperbaiki jika :
36 Suharsimi Arikunto, Opchit, h. 20837Ibid, h. 16
44
Ip signifikan dan Ik > 1
Ip tidak signifikan dan Ik < 1(3) Item diganti jika:
Ip tidak signifikan dan Ik > 1
Ip tidak signifikan dan Ik < 0,16
e. Reliabilitas tes
Reliabilitas berhubungan dengan masalah
kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai
taraf kepercayaan yang tinggi apabila dapat
memberikan hasil yang tepat. Reliabilitas tes dapat
dihitung dengan menggunakan rumus Kuder
Richardson 20 (KR-20) karena rumus ini lebih objektif
dan digunakan dalam soal pilihan ganda.
r11 = ( nn−1 )( s2−∑ pq
s2 )keterangan : r11 = koefisien reliabilitas n = jumlah butir soalp = proporsi subyek yang menjawab item dengan benarq = proporsi subyek yang menjawab item dengan salah
(q = 1 – p)∑ pq = jumlah perkalian antara p dan qs2 = varians totaldengan kriteria :0,8-1,0 : reliabilitas sangat tinggi0,6-0,8 : reliabilitas tinggi0,4-0,6 : reliabilitas cukup0,2–0,4 : reliabilitas rendah0,0-0,2 : reliabilitas sangat rendah38
38Ibid, h. 79
45
F. Teknik Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk melihat perbedaan
hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
dengan menggunakan uji-t. sebelum melakukan uji-t perlu
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap
varians dua sampel.
1. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah
kedua sampel berdistribusi normal atau tidak,
digunakan uji liliefors dengan langkah- langkah
sebagai berikut :
a. Data x1,x2,….., xn dijadikan bilangan baku z1, z2,
….,zn dengan menggunakan rumus:
zi = x−xs
keterangan :
zi = Bilangan baku
x = data baku
x = rata-rata
s = Simpangan baku sampel
b. Untuk tiap bilangan baku ini dapat dilihat daftar
distribusi normal baku, kemudian dihitung
peluang f(zi) = p (z ≤ zi)
46
c. Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, ….,zn yang
lebih kecil atau sama dengan zi. jika proporsi ini
dinyatakan oleh S(zi)
d. Hitung selisih f(zi) - S(zi) kemudian tentukan
harga mutlaknya.
e. Ambil harga yang paling besar diantara harga-
harga mutlak selisih tersebut. Sebutlah harga
tersebut ini Lo39
Pada uji Lielifors, kriteria pengujian ini adalah :
Jika Ltabel > L0, maka data berdistribusi normal
Jika Ltabel < L0, maka data tidak berdistribusi
normal
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat
apakah sampel mempunyai variasi yang homogen
atau tidak. Akan di uji dua pihak untuk pasangan H0
dan tandingannya
H0 : σ22 = σ3
2
H1 : σ22 ≠ σ3
2
Untuk itu dilakukan uji F dengan rumus:
F = s2
2
s32
39Sudjana. Metode Statistik. (Bandung: Tarsito, 2001), h. 466
47
Keterangan:
F = variansi kelompok data
H0 =sampel berdistribusi normal
H1 = sampel tidak berdistribusi normal
σ22 = variansi hasil belajar terbesar
σ32= variansi hasil belajar terkecil40
Kriteria pengujian adalah : tolak H0 jika F ≥ F1/2α (v1,
v2) dengan
F1/2α (v1, v2) didapat dari daftar peluang distribusi F
dengan peluang ½ α (α= 0,05) dengan derajat
kebebasan (v1, v2).
3. Uji Hipotesis
Pasangan hipotesis nol dan tandingannya yang
akan diuji adalah:
H0 : µ2= µ3
H1 : µ2> µ3
Keterangan:
H0 = Rata-rata hasil belajar siswa dengan
menggunakan pendekatan berbasis kecerdasan
dalam pembelajaran matematika tidak lebih
baik dengan hasil belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
40 Anas sudijono, Opchit, h.49
48
H1 = Hasil belajar siswa yang menggunakan
pendekatan berbasis kecerdasan dalam
pembelajaran matematika lebih baik
dibandingkan hasil belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
Jika nilai hasil belajar siswa terdistribusi normal
dan variansi populasi ternyata homogen, maka untuk
menguji apakah nilai hasil belajar kelas eksperimen
lebih tinggi atau lebih rendah dari kelas kontrol dan
ini merupakan pengaruh yang bermakna, maka
digunakan uji-t dengan rumus, yaitu:
t = x1−x2
s √ 1n1
+ 1n2
Dimana untuk menghitung simpangan baku
gabungan kelas eksperimen dan kelas kontrol
digunakan dengan rumus:
s2 = (n1−1 ) s12+(n2−1 ) s2
2
n1+n2−2
Keterangan:
x1= skor rata-rata kelas eksperimen
x2 = skor rata-rata kelas kontrol
s = simpangan baku gabungan dari kedua kelas
n1 = jumlah siswa dalam kelas eksperimen
49
n2 = jumlah siswa dalam kelas kontrol
s12= variansi untuk kelas eksperimen
s22 = variansi untuk kelas control
s2= variansi total
Kriteria pengujian yang digunakan
sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudjana
adalah terima H0 jika t ≤ t1-α, dimana t1-α didapat dari
daftar distribusi t dengan derajat kebebasan (dk) =
n1+n2−2 dan peluang (1- α) pada taraf kepercayaan
95% (α= 0,05)41
4. Prosedur Penelitian
Secara umum prosedur penelitian dapat dibagi
ata tiga tahap, yaitu:tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, tahap penyelesaian.
a. Tahap persiapan
1) Meninjau sekolah tempat penelitian diadakan
2) Mengajukan surat permohonan penelitian.
3) Konsultasi dengan guru bidang studi yang bersangkutan
4) Menetapkan jadwal pelaksanaan penelitian.
5) Mempelajari materi matematika kelas SMAN 3
Payakumbuh.
41 Op.chit, h. 239
50
6) Melakukan uji normalitas dan homogenitas
populasi untuk menentukan kelas sampel.
7) Menyiapkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
8) Menguji coba soal-soal tes kepada kelas X SMA
N 3 Payakumbuh.
9) Menganalisa soal-soal yang diujicobakan
dengan mencari taraf kesukaran, validitas,
reliabilitas, dan daya beda soal.
b. Tahap pelaksanaan
1) Kelas eksperimen
NO Kegiatan guru Kegiatan siswa Waktu
Pendahuluan
Guru menyapa siswa,
berdoa dan mengabsen
siswa serta
mengkondisikan kelas
untuk menunjang proses
pembelajaran.
Motivasi
Guru melibatkan siswa
dalam proses
pembelajaran dengan
cara meminta siswa
menyebutkan bangun
dimensi tiga.
Guru menjelaskan kepada
10
menit
51
2
siswa cara belajar dengan
menggunakan
pendekatan berbasis
kecerdasan. Diawali
dengan pertanyaan siapa
yang merasa cerdas?
Terlepas dari berapa
siswa yang
mengancungkan tangan,
guru mengatakan kalian
semua cerdas tidak hanya
cerdas dalam satu
bidang, kemudian guru
menggambar pizza
kecerdasan majemuk.
Guru bertanya siapa yang
dapat berbicara? Setelah
semua mengancungkan
tangan guru berkata
kalian semua cerdas
berbicara.
Guru memberikan
pertanyaan awal pada
siswa tentang materi
yang akan dipelajari
yaitu: 1) anak-anak coba
sebutkan ada berapa
buah titik pada kubus? 2)
berapa buah rusuk dan
sisi yang dimiliki oleh
a. Siswa duduk
berkelompok.
b. Siswa
membaca
materi yang
kan dipelajari.
c. Siswa dan guru
beriskusi
bersama.
70
menit
52
3
kubus?
Kegiatan inti
a. Guru membagi siswa
menjadi beberapa
kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 4
orang secara acak.
(kecerdasan
interpersonal)
b. Guru menyuruh tiap
kelompok mendiskusikan
pembahasan yang akan
dipelajari selanjutnya.
(kecerdasan
interpersonal)
c. Guru bersama siswa
mendiskusikan kembali
apa yang telah
didiskusikan oleh siswa
sebelumnya. (kecerdasan
interpersonal)
d. Dalam diskusi yang
dilakukan, guru
memberikan kesempatan
kepada kelompok yang
ingin menjelaskan aplikasi
materi yang didiskusikan
dalam dimensi tiga.
(kecerdasan linguistik)
e. Guru menjelaskan
tentang unsur-unsur yang
d. Siswa
mengemukaka
n pendapat
e. Siswa
mencatat yang
dijelaskan guru
dan
menggambarn
ya di buku
catatan
f. Siswa
memperhatika
n gambar dan
unsur-unsur
dari bangun
dimensi tiga
g. Siswa diberikan
motivasi gar
aktif dalam
pembelajaran
10
menit
53
ada pada ruang
diantaranya titik, garis
dan bidang. Dan meminta
siswa untuk mencatat
dengan pulpen
kesukaaannya dan
menggambarnya dalam
buku catatan.
(kecerdasan spasial)
f. Guru mengulas kembali
tentang pengertian titik,
garis dan bidang dengan
menggunakan tampilan
power point. (kecerdasan
spasial)
g. Guru memberikan umpan
balik kepada siswa
dengan memberikan
penguatan dalam bentuk
lisan pada siswa yang
telah ikut berpartisipasi
aktif dalam proses
pembelajaran.
(kecerdasan
intrapersonal)
h. Guru meminta siswa
untuk merefleksikan diri
dengan merenung dan
memikirkan apa saja
h. Siswa
memejamkan
mata dan
merenung
a. Siswa
merangkum
materi
54
dalam kehidupan sehari-
hari yang kita temui yang
berbentuk bangun
dimensi tiga. (kecerdasan
intrapersonal)
Penutup
a. Guru bersama-sama
siswa merangkum materi
pelajaran hari ini.
b. Guru memberikan tugas
(PR)
2) Kelas kontrol
NO KEGIATAN WAKTU
1.
2
Pendahuluan
Guru menyapa siswa, berdo’a,
mengabsen siswa
Motivasi
Guru memberikan pertanyaan awal
kepada siswa tentang materi yang
akan dipelajari yaitu:
Anak-anak, coba sebutkan berapa
buah titik yang ada pada kubus?
Berapa buah rusuk yang dimiliki oleh
kubus dan berapa buah sisi yang ada
pada kubus?
Kegiatan inti
Guru meminta siswa menyebutkan
pengertian tentang unsur-unsur yang
10 menit
70 menit
55
3
ada pada ruang diantaranya titik, garis
dan bidang.
Guru menyampaikan materi dengan
metode ceramah tentang pengertian
titik, garis dan bidang.
Kegiatan penutup
Guru bersama siswa menyimpulkan
tentang materi yang telah dipelajari
Guru memberikan tugas mengenai
materi yang telah dipelajari
10 menit
c. Tahap penyelesaian
Evaluasi, yaitu dengan memberikan tes
akhir pada kedua kelas sampel dan mengukur
perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel.
Pada penelitian hasil belajar matematika diolah dan dianalisis
untuk menjawab rumusan masalah.
56
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anas Sudijono .2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Amstrong, Thomas. 2004. Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelegences di Dunia Pendidikan. Terjemahan oleh Yudhi Murtanto. 2004 Bandung: Kaifa PT. Mizan Pustaka
Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Dimyati dan Mudijiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung; Remaja Rosdakarya
Nana Sudjana. 1990. Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rodaskarya
Nana syaodih sukmadinata, Metodelogi Penelitian Pendidikan, (bandung:PT remaja Rosda Karya, 2009), h 316
Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara
Santrok. W Jhon. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Kencana
57
Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sudjana. 2001. Metode Statistik. Bandung: Tarsito
Suharsimi Arikunto. 2005. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Sumardi Suryabrata. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo.
Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta