proposal penelitian research grant … · web viewyesus menderita dan wafat justru dalam rangka...

37
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAK DENGAN METODE NARATIF EKSPERENSIAL MATERI PERISTIWA-PERISTIWA YESUS KELAS V SDN NGARUS 02 PATI oleh CECILIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi atau interaksi iman yang mengandung unsur pengetahuan, unsur pergaulan dan unsur pengahayatan iman dalam pelbagai bentuk. Dalam komunikasi iman itu memerlukan sarana yaitu bahan. Bahan untuk diketahui dan diinterpretasikan serta diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Agar bahan menjadi partner dalam komunikasi hidup. Untuk meningkatkan keaktifan belajar dan prestasi belajar siswa Kelas V SDN Ngarus 02 Pati pada pembelajaran tema Peristiwa- peristiwa Yesus. Hasil pengalaman peneliti mengajar materi Pendidikan Agama Katolik nampak hasil pembelajarannya kurang maksimal. Hal ini terbukti dari hasil ulangan harian, siswa masih banyak yang berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimalnya

Upload: lytruc

Post on 03-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAK DENGAN METODE NARATIF EKSPERENSIAL MATERI PERISTIWA-PERISTIWA YESUS

KELAS V SDN NGARUS 02 PATI

olehCECILIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi

atau interaksi iman yang mengandung unsur pengetahuan, unsur pergaulan dan unsur

pengahayatan iman dalam pelbagai bentuk. Dalam komunikasi iman itu memerlukan

sarana yaitu bahan. Bahan untuk diketahui dan diinterpretasikan serta diaplikasikan

dalam kehidupan nyata. Agar bahan menjadi partner dalam komunikasi hidup. Untuk

meningkatkan keaktifan belajar dan prestasi belajar siswa Kelas V SDN Ngarus 02 Pati

pada pembelajaran tema Peristiwa-peristiwa Yesus.

Hasil pengalaman peneliti mengajar materi Pendidikan Agama Katolik nampak

hasil pembelajarannya kurang maksimal. Hal ini terbukti dari hasil ulangan harian, siswa

masih banyak yang berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimalnya kurang dari 75.

Kondisi semacam ini terjadi, disebabkan siswa kurang minat membaca dalam belajar.

Metode yang digunakan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kurang

bervariasi. Pengetahuan yang ditransformasikan oleh guru hanya untuk meningkatkan

hasil belajar dalam kemampuan mengingat atau kognitif saja. Sedangkan kemampuan

dalam ranah afektif atau pemahaman dan ranah psikomotorik atau penerapan kurang

diperhatikan oleh guru.

Salah satu metode yang kiranya cocok untuk diterapkan dalam mengajarkan tema

Peristiwa-peristiwa Yesus adalah Metode Naratif Eksperiensial, yang dapat

meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui cerita yang bersifat pengalaman.

Metode Naratif Eksperiensial dapat diartikan sebagai suatu metode yang

mengutamakan cerita. Salah satu kekuatan cerita adalah komunikasi lisannya seturut

dengan awal terjadinya cerita. Kenyataan terjadi karena dahulu kebanyakan orang belum

mengenal budaya baca tulis, maka cerita sangat dominan. Cerita disampaikan secara lisan

dan mudah diingat, asalkan mengetahui tokoh-tokoh, ucapan-ucapan penting dan alur

cerita. Itulah pokok terpenting dalam proses pendidikan guna meningkatkan keaktifan

belajar dan prestasi belajar siswa. Kiranya dengan menerapkan metode ini dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.

Fakta ini juga menyadarkan peneliti untuk membantu siswa Sekolah Dasar dalam

memperkembangkan imannya melalui pengalaman hidupnya. Melihat perkembangan

anak SD, memudahkan peneliti untuk menerapkan Metode Naratif Eksperiensial guna

meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa di kelas. Pengalaman anak SD

bersama teman sekelompoknya membawa pengaruh dalam hidupnya. Mereka juga

mampu mengalami keberadaan Allah karena dalam metode pembelajaran Pendidikan

Agama Katolik, proses belajar mengajar lebih menampilkan pengalaman manusia dan

fakta yang membuka pemikiran. Pengalaman yang mengena keadaan anak, akan

diterapkan dalam hidup sehari-hari.

Penyampaian komunikasi iman dibutuhkan sarana yang dapat membantu anak

dalam memahami pengetahuan yang baru yaitu cerita. Berdasarkan pengertian cerita,

metode yang bersifat naratif – eksperiensial adalah metode cerita pengalaman. Naratif

berarti bahan diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai

pengalaman serta penghayatan iman (eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan

menuju ke pengalaman dan penghayatan sehari-hari siswa (Jacob, 1992 : 10-11). Melalui

cerita anak dapat mengkomunikasikan imannya karena mudah dipahami dan konkrit

terlebih dalam usia ini anak memiliki banyak pengalaman dalam pergaulannya bersama

teman sekelompoknya dan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian di Kelas

V SDN Ngarus 02 Pati :

1. Apakah penerapan metode Naratif Eksperiensial pada pembelajaran PAK materi

peristiwa-peristiwa Yesus dapat meningkatkan keaktifan siswa?

1

2. Apakah penerapan metode Naratif Eksperiensial pada pembelajaran PAK materi

peristiwa-peristiwa Yesus dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas prestasi

belajarnya?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan melalui Penelitian

Tindakan Kelas, yang dilakukan pada siswa Kelas V SD Negeri Ngarus 02 Pati memiliki

tujuan sebagai berikut :

1. Meningkatkan keaktifan belajar siswa Kelas V SD Ngeri Ngarus 02 Pati pada

pembelajaran tema Peristiwa-peristiwa Yesus dengan menggunakan Metode Naratif

Eksperiensial.

2. Meningkatkan jumlah siswa yang tuntas prestasi belajarnya pada pembelajaran

PAK materi peristiwa-peristiwa Yesus di Kelas V SD Negeri Ngarus 02 Pati

dengan menggunakan Metode Naratif Eksperiensial.

F. Manfaat Penelitian

a. Bagi Siswa:

dapat memberi pengalaman bagi siswa untuk berani mengungkapkan

pendapat, menggali pengalaman hidup siswa untuk memecahkan suatu masalah

kehidupan sehari-hari.

b. Bagi Guru

Guru memiliki variasi dalam memilih metode-metode pembelajaran, memiliki

cara bagaimana membuat siswa bekerja mandiri dan berani mengekspresikan

pengalamannya.

c. Bagi Sekolah

Sebagai pengembangan perbaikan kurikulum, upaya meningkatkan kualitas

pembelajaran.

2

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250-251) merupakan hal yang

dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil

belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada

saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat

terselesaikannya bahan pelajaran.

Menurut Sudjana (1989:2) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Menurut pendapat Kingsley

dalam (Hamalik, 2006:20) hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau

kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa

sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik

lagi. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian

dalam kehidupan siswa tersebut.

Hasil belajar merupakan kegiatan yang memuat 3 aspek, yakni aspek afektif, aspek

psikomotor, aspek kognitif. Untuk penelitian ini akan difokuskan pada dua aspek yakni

aspek afektif pada keaktifan belajar siswa, dan aspek kognitif prestasi belajar siswa.

Sedangkan aspek psikomotor merupakan variabel dianggap kurang dominan dalam

pembelajaran penelitian ini, dianggap variabel intervening (diabaikan).

1. Aktivitas Belajar

a. Pengertian

Menurut Poerwadarminta (1990:23), aktivitas adalah kegiatan. Jadi

aktivitas adalah kegiatan-kegiatan siswa yang menunjang keberhasilan

belajar. Dalam hal kegiatan belajar, Rousseuau (dalam Sardiman, 2004:96)

memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan

pengamatan sendiri, dengan bekerja sendiri baik secara rohani maupun teknis.

Tanpa ada aktivitas proses belajar tidak mungkin terjadi.

Aktivitas belajar (Dimyati, 2002:140) adalah seluruh aktivitas siswa

dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis.

3

Kegiatan fisik berupa ketrampilan-ketrampilan dasar, sedangkan kegiatan

psikis berupa ketrampilan terintegrasi (integrated skill). Ketrampilan dasar

yaitu mengobservasi, mengklarifikasi, memprediksi, mengukur,

menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan terintegrasi

terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data

dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel,

menyimpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun

hipotesis, mendefinisikan variabel secara opersional, merancang penelitian

dan melakukan eksperimen.

Prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada

aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting

dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2004:93). Dalam aktivitas

belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa,

yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan modern. Aktivitas menurut pandangan

ilmu jiwa lama didominasi oleh guru, sedangkan menurut pandangan ilmu

jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.

b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar

Beberapa aktivitas belajar menurut Djamarah (2002:28) adalah sebagai

berikut :

1. Mendengarkan

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang

belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru

menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa diharuskan

mendengarkan apa yang guru sampaikan. Menjadi pendengar yang baik

dituntut dari mereka.

2. Memandang

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas

memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang

itu matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin

terjadi aktivitas memandang.

3. Meraba, Membau, dan Mencicipi/Mengecap

4

Aktivitas meraba, membau dan mengecap adalah indera manusia yang

dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas

meraba, membau dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi

seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus didasari oleh

suatu tujuan.

4. Menulis atau Mencatat

Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari

aktivitas belajar. Dalam pendidikan tradisional kegiatan mencatat

merupakan aktivitas yang sering dilakukan, walaupun pada waktu

tertentu seseorang harus mendengarkan isi ceramah, namun ia tidak bisa

mengabaikan masalah mencatat hal-hal yang dianggap penting.

5. Membaca

Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan

selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Membaca di sini

tidak mesti membaca buku berkala, tetapi juga membaca majalah, koran,

tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah

dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi.

6. Membaca Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi

Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu dalam hal mengingat atau

mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang.

Untuk keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya

membuat ikhtisar saja belumlah cukup. Sementara membaca, pada hal-

hal yang penting perlu diberi garis bawah (underlining). Hal ini sangat

membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari

bila diperlukan.

7. Mengamati Tabel-tabel, Diagram-diagram dan Bagan-bagan

Dalam buku atau di lingkungan lain sering dijumpai tabel-tabel, diagram

atau pun bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat membantu

bagi seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula

gambar-gambar, peta-peta dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif

yang membantu pemahaman seseorang terhadap sesuatu hal.

8. Menyusun Paper atau Kertas Kerja

5

Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus

metodologis. Metodologis artinya menggunakan metode-metode tertentu

dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan kerangka

berpikir yang logis dan kronologis.

9. Mengingat

Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai

tujuan belajar lebih lanjut termasuk aktivitas belajar. Apalagi jika

mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar yang

lainnya.

10. Berpikir

Berpikir termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh

penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan

antara sesuatu.

11. Latihan atau Praktek

Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya

penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara yang baik untuk

memperkuat ingatan.

Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2004:101) membuat suatu

daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat

digolongkan sebagai berikut:

1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca,

memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan.

2. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,

memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara,

diskusi, interupsi.

3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian,

mendengarkan percakapan, mendengarkan musik, mendengarkan

pidato.

4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan,

laporan, angket menyalin.

5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta,

diagram.

6

6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya anatara lain

melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi,

bermain, berkebun, beternak.

7. Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat,

memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil

keputusan.

8. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa

bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Kata prestasi menurut Poerwadarminta (1999:768) adalah “hasil yang telah

dicapai atau dilakukan, dikerjakan dan sebagainya”. Menurut Winkel (1991:162)”

prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai”.

Belajar menurut Kingsley (dalam Djamarah, 2002:13) adalah proses dimana

tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik dan latihan.

Sedangkan menurut Slameto (2003:2), belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya. Hamalik (2003:52) mengatakan belajar adalah modifikasi

untuk memperkuat tingkah laku melalui pengalaman dan latihan serta suatu proses

perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses

yang dilakukan individu untuk memperoleh beberapa perubahan tingkah laku

melalui pengalaman dan latihan serta suatu proses perubahan tingkah laku yang

relatif tetap sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dengan lingkungannya.

Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa setelah mengikuti

pelajaran di sekolah sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dengan melihat hasil

penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh guru setelah

mengikuti assessment atau penilaian dan evaluasi. Penilaian dan evaluasi ini

digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa yang merupakan tujuan dari

pembelajaran.

7

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar.

1. Faktor Intern

a) Jasmani

Prestasi belajar ditentukan adanya struktur tubuh, panca indera (indera

penglihatan, indera penciuman, indera pendengaran, indera peraba dan

indera perasa) dan lain sebagainya.

b) Psikologis

Kecerdasan, bakat, minat, kecakapan, sikap dan motivasi juga

menentukan prestasi belajar.

c) Kematangan Fisik dan Psikis

Prestasi belajar dan kemampuan belajar seseorang juga ditentukan oleh

kematangan fisik dan psikis orang tersebut.

2. Faktor Ekstern

a) Lingkungan Keluarga

Prestasi belajar dipengaruhi oleh cara orang tua mendidik di rumah, latar

belakang pendidikan orang tua, tingkat ekonomi keluarga dan

sebagainya.

b) Lingkungan Sekolah

Di sekolah, prestasi belajar dipengaruhioleh cara belajar, metode

mengajar yang diterapkan oleh guru, kurikulum yang berlaku, sikap

guru, evaluasi dan penilaian yang diterapkan, administrasi sekolah dan

lain-lain.

c) Lingkungan Masyarakat

Prestasi belajar dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, budaya yang

berlaku, pergaulan dalam masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi

dan sebagainya.

B. Metode Naratif Eksperiensial

1. Pengertian

“Naratif” adalah cerita sedangkan “Eksperiensial” adalah pengalaman. Jadi

Naratif Eksperiensial adalah cerita pengalaman.

8

Naratif Eksperiensial dalam penelitian ini adalah cerita pengalaman yang berupa

kehidupan pribadi seseorang, kehidupan orang lain atau kehidupan tokoh-tokoh

baik dalam Kitab Suci maupun tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk

komunikasi atau interaksi iman. Komunikasi iman itu mengandung unsur

pengetahuan, unsur pergumulan dan unsur penghayatan iman dalam pelbagai

bentuk. Dalam komunikasi iman itu memerlukan sarana. Salah satu sarana ialah

bahan. Bahan penting, tetapi bukan tujuannya sendiri. Bahan untuk diketahui dan

diinterpretasikan serta diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Agar bahan menjadi

partner dalam komunikasi hidup, maka bahan perlu diolah dalam bentuk cerita

(narasi). Cerita ternyata merupakan wahana paling efektif untuk menyampaikan

suatu pesan. Semua lapisan umur menyukai cerita. Sifat cerita itu sendiri ialah :

tidak memaksa, menghibur, mengandung banyak pesan, mudah diingat dan

dihafalkan, tidak indoktrinatif. Cerita itu berfungsi sebagai partner yang bersaksi

mengenai pengalaman peserta didik (eksperiensi). Naratif Eksperiensial juga

mengandung segi obyektif dan subyektif yang dapat dievaluasi. (Hardjana, 2007)

Bentuk narasi seperti : Kitab suci dan Tradisi Gereja, Pengalaman hidup aktual,

cerita rakyat.

Pola Naratif Eksperiensial dapat dilihat pada Gambar 1 :

Gambar 1. Pola Naratif Eksperiensial (Hardjana, 2007)

9

BAHAN CERITA( Narasi )

SITUASI HIDUP(Pengalaman Hidup)

KOMUNIKASINaratif - Eksperiensial

Guru

Peserta Didik Peserta Didik

2. Macam-macam Cerita

Yesus sebagai pencerita zaman dulu maka ciri khas dari cerita adalah

komunikasi. Cerita yang dipakai Yesus adalah cerita Kanonis (Perjanjian Lama),

cerita rakyat (Galilea) dan cerita kehidupan. Melalui sudut pandang fungsional,

banyak cerita disampaikan dalam bentuk perumpamaan. Oleh sebab itu, cerita dapat

dipakai sampai sekarang dengan menyesuaikan perkembangan hidup manusia. Di

bawah ini beberapa cerita yang diwariskan Yesus kepada kita.

a. Cerita Kanonis

Cerita Kanonis adalah cerita yang temasuk daftar cerita Kitab Suci.

Suatu peristiwa disampaikan secara lisan dahulu dan diberi penafsiran oleh

tokoh-tokoh yang ada hubungannya dengan Allah. Misalnya: Perjanjian Baru,

pendamping dapat menggunakan cerita mengenai Yesus memaklumkan

Kerajaan Allah lewat perumpamaan-perumpamaan. Kerajaan Allah adalah

misteri. Allah hadir dan bertindak menyelamatkkan kita namun kita tidak

dapat menangkap sepenuhnya dan Allah tetap merupakan rahasia bagi kita.

Kita sebagai pendamping hendaknya dapat menceritakan sesuai dengan

bahasa anak-anak dan usia perkembangannya. Dengan demikian cerita

kanonis adalah cerita yang paling berharga bagi Gereja yaitu semua cerita

yang terdapat dalam Kitab Suci (Hofmann, 1994:37). Zaman sekarang kita

dapat menggunakan cerita kanonis yang ada dalam Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru yang memiliki makna untuk mengembangkan iman.

b. Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah cerita yang merupakan warisan dari kebudayaan

yang diturunkan dari nenek moyang. Biasanya yang masih memiliki cerita

adalah orang tua yang buta huruf di daerah terpencil. Pada zaman Yesus,

cerita rakyat dari Galilea dan cara Yesus berkomunikasi adalah melalui cerita

yang mudah dimengerti oleh rakyat dan seirama dengan agama dan filasafat

yang diperoleh dari nenek moyang (Komkat KWI, 1994:17). Namun saat ini

cerita rakyat dapat berasala dari asal-usul atau tempat kejadian di suatu

daerah. Dalam menyampaikan cerita rakyat kepada anak-anak hendaknya

mencerminkan kebijaksanaan hidup bersama, yang paling penting adalah

pendamping memanfaatkan cerita rakyat sebagai cerita yang dapat

10

memperkembangkan hidup beriman anak. Selain itu menyiapkan pendamping

untuk menjadi pencerita yang baik dan mampu menyampaikan pesan lewat

cerita. Dalam buku pelajaran Agama Katolik kurikulum KTSP, cerita rakyat

dapat bersifat dongeng, mite dan legenda.

c. Cerita Pengalaman

Cerita pengalaman adalah cerita nyata mengenai kehidupan seseorang

atau pengalaman hidup sendiri atau pengalaman orang lain, sesuatu yang

sungguh-sungguh dialami kemudian di dalamnya para pendengar dapat

menemukan maknanya. Tujuan cerita kehidupan adalah supaya anak dalam

mengikuti pelajaran agama semakin mampu menceritakan cerita mareka

sendiri, cerita individual mereka, cerita keluarga mereka, dengan

membandingkan cerita rakyat dan cerita kanonis (Hofmann, 1994:39-40).

Cerita hendaknya disampaikan dengan penuh penghayatan sehingga tidak

membosankan anak-anak. Ide cerita harus disesuaikan dengan materi dan

bahasa yang sesuai dengan tingkatan umur anak.

C. Proses Metode Naratif – Eksperiensial

Secara garis besar proses dapat dimulai dengan menampilkan sebuah cerita dari

siswa (cerita sudah dibuat siswa sebelumnya sebagai tugas terstruktur). Kemudian cerita

tersebut dihayati oleh peserta didik.

Peneliti memberi pertanyaan sekitar cerita tersebut, misalnya: bagaimana perasaan

saat mendengar cerita?, mengapa berperasaan seperti itu?, siapa tokoh-tokoh dalam cerita

tersebut?, bagaimana tingkah laku tokoh-tokoh tersebut?, pesan atau nasihat apa yang

diperoleh dari cerita tersebut?. (Hardjana, 2007:3)

Peneliti memberikan lembar kerja siswa berupa teks cerita kanonis. Untuk

mendalami cerita tersebut siswa dibantu dengan pertanyaan, contohnya: bagaimana

perasaan setelah mendengarkan cerita tersebut?, mengapa berperasaan seperti itu?, siapa

tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita?, pesan atau ajaran apa yang dapat diperoleh dari

cerita tersebut, dan sebagainya.

Peserta didik diberi kesempatan untuk bisa menanggapi dalam pelbagai bentuk

seperti: membandingkan dengan pengalaman sendiri atau kelompok, menjelaskan sikap

11

apa yang perlu dilakukan, menunjukkan penguasaannya menceritakan kembali cerita

yang baru didengarkan dengan kegiatan fisik maupun non fisik.

Peneliti memberi kesempatan untuk berpendapat dan menemukan contoh

pengalaman hidup yang sesuai dengan materi pembelajaran. Peneliti bersama siswa

membuat rangkuman pembelajaran. Peneliti melakukan penilaian, memberi evaluasi

terhadap proses dan hasil belajar, memberi tugas terstruktur sebagai PR (pekerjaan

rumah), menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.

D. Tinjauan Materi

Yesus menderita dan wafat justru dalam rangka menjalankan kehendak Bapa untuk

membangun Kerajaan Allah, sekaligus puncak pernyataan cinta-Nya kepada Allah dan

manusia. Di puncak Kalvari, Yesus menyatakan kesetiaan pengabdian dan cinta-Nya

sampai sehabis-habisnya. Yesus sendiri pernah berkata, “Tak ada cinta yang lebih besar

daripada cinta seorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya” (Yoh

15:13)

Kisah sengsara Yesus, yang dimulai dari Taman Getsemani sampai di puncak Kalvari,

merupakan kisah seorang Pecinta Agung yang ditulis dengan darah-Nya sendiri. Cinta

yang penuh pengorbanan seperti ini pasti tidaklah sia-sia dan akan menghasilkan banyak

buah. Yesus sendiri pernah berkata menjelang wafat-Nya, “Biji gandum harus jatuh dan

mati untuk menghasilkan banyak buah” (lih. Yoh 12:24). Yesus telah menjadi biji

gandum itu. Ketika lambung-Nya ditusuk dengan tombak oleh serdadu, biji gandum itu

telah mulai merekah, supaya dapat menumbuhkan kehidupan yang baru. Wafat-Nya demi

cinta telah membawa kehidupan baru bagi kita. Namun perlu disadari bahwa kita tidak

hanya diselamatkan oleh kematian Yesus, tetapi kita juga diselamatkan oleh kebangkitan-

Nya. Sering dikatakan bahwa wafat Yesus itu menyelamatkan, seolah-olah kita dipanggil

untuk menderita bersama Yesus, terlebih yang tidak berdaya. Wafat Yesus bukan tujuan.

Tujuan kita bukanlah penderitaan, melainkan melenyapkan segala penderitaan untuk

menciptakan dunia yang lebih baik dan adil. Yesus telah wafat untuk menegakkan

keadilan. Sejak Yesus menyerahkan nyawa-Nya, kita dijiwai oleh Roh-Nya untuk

membangun sebuah dunia baru yang lebih sesuai dengan kehendak Tuhan. Wafat Yesus

telah mempersiapkan kita untuk karya pembebasan dan kebangkitan yang berlangsung

terus. Wafat Yesus sebagai pernyataan cinta dan ketaatan-Nya kepada Bapa, juga

12

pernyataan cinta-Nya kepada kita. Wafat Yesus karena cinta-Nya kepada kita harus dapat

menyadarkan kita akan arti kematian kita sendiri sebagai suatu prasyarat untuk

kebangkitan kita.

Allah membangkitkan Yesus dari alam maut. Yesus bangkit pada hari pertama

Minggu itu. Dalam Kitab Kejadian diceritakan bahwa pada hari pertama Allah

menjadikan terang. Terang segala terang itu sekarang telah bangkit dari kubur, yakni

Yesus Kristus.

Sebenarnya, tidak seorang pun yang menyaksikan Yesus bangkit. Para wanita yang ke

kubur Yesus itu hanya menyaksikan “kubur yang kosong”. Mereka ditegur oleh malaikat

karena mencari Yesus yang telah bangkit di tempat yang salah, yaitu kubur yang kosong.

Yesus telah bangkit, telah hidup. Orang hidup jangan dicari di antara orang mati,

melainkan di antara orang hidup.

Yesus memang telah hidup dan menampakkan diri-Nya kepada orang-orang yang

percaya dan mencintai-Nya. Yesus yang telah bangkit tidak menampakkan diri-Nya

kepada segala orang, tetapi hanya kepada mereka yang percaya.

Penampakkan Yesus kepada murid-murid-Nya pada awalnya bukannya membawa

kegembiraan, tetapi kebingungan. Namun, pelan-pelan tetapi pasti mereka semakin

menyadari dan percaya kepada ucapan-ucapan Yesus tentang kebangkitan-Nya selama ia

masih hidup secara jasmani di tengah-tengah mereka.

Warta Paskah sungguh menjadi dasar dan kunci seluruh pewartaan dan penghayatan iman

Kristiani. Seandainya Yesus yang telah mati disalib itu tidak bangkit, ajaran-Nya pasti

tidak diikuti dan tidak punya kekuatan. “Seandainya Dia tidak bangkit, sia-sialah iman

kita” (1Kor 15:1-4). Dengan membangkitkan Yesus dari alam maut, Allah merestui

pribadi Yesus dan mensahkan warta-Nya. Dengan demikian, jelaslah bahwa Paskah

menjadi pedoman, kunci, serta inti pewartaan dan kepercayaan kita. Untuk itu para rasul

dan juga kita, semakin didorong untuk mewartakan Yesus dan ajaran-Nya dengan

gembira dan berani.

Sebelum Yesus naik ke surga, Ia menjanjikan seorang penolong yang lain, yaitu

Roh-Nya: Roh Kebenaran, Roh Kudus. Roh Kudusyang dijanjikan itu turun pada hari

raya Pentakosta Yahudi, pada saat mereka merayakan peristiwa di gunung Sinai, di mana

Allah memberikan kesepuluh perintah-Nya. Pentakosta berarti hari kelima puluh, sebab

pesta ini dirayakan lima puluh hari sesudah Hari Raya Paskah.

13

Roh Kudus yang turun dalam rupa lidah-lidah api telah mengobarkan semangat para

murid Yesus. Hari itu telah menjadi hari tercapainya suatu titik balik, hari terjadinya

perubahan secara radikal. Petrus dan murid-murid Yesus lainnya yang sebelumnya sangat

kecut dan takut, sesudah hari itu tampil dengan semangat dan keberanian yang luar biasa.

Mereka tampil untuk mewartakan Kristus tanpa takut.

Mukjizat terbesar yang terjadi pada hari Pentakosta bukanlah bunyi seperti tiupan angin

keras yang memenuhi seluruh rumah atau lidah-lidah seperti nyala api, melainkan

perubahan-perubahan yang terjadi pada diri murid-murid Yesus. Perubahan itu tidak

hanya nyata pada keberanian para Rasul murid Yesus. Perubahan itu tidak hanya nyata

pada keberanian para Rasul dalam mewartakan tentang Kristus, tetapi juga dalam

kesaksian para murid Yesus. Misalnya, mereka menjual harta miliknya, kemudian

membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (lih.

Kis 2:45). Ini sungguh suatu mukjizat! Kekacauan dan perpecahan yang meluas sesudah

runtuhnya Babel berubah menjadi kedamaian dan persatuan karena adanya saling

pengertian dan persaudaraan yang ditiup oleh Roh Kudus pada hari Pentakosta.

Siswa diajak untuk menyadari bahwa turunnya Roh Kudus membawa perubahan dalam

diri rasul-rasul dan pengikut-pengikut Yesus lainnya.

E. Kerangka Berpikir

Penelitian ini terdiri dari tiga siklus. Dalam tiap siklus siswa diberi kesempatan

untuk bercerita dan sharing. Maka siswa akan semakin diperkaya dengan mendengarkan

cerita pengalaman hidup orang lain dan cerita Kanonis.

Langkah awal, peneliti memberi tugas terstruktur sebagai PR kepada siswa untuk

menuliskan sebuah cerita pengalaman hidup. Keaktifan siswa dapat ditumbuhkan dengan

menerapkan metode Naratif Eksperiensial. Maka siswa diberi kesempatan untuk

mengungkapkan cerita pengalaman hidup. Siswa diajak berperan aktif untuk

mengerjakan LKS yang menampilkan cerita kanonis. Peneliti memberi kesempatan

kepada siswa untuk menanggapi dalam bentuk menjawab pertanyaan dalam LKS,

meringkas cerita, menceritakan kembali, mengemukakan pendapat dan menemukan

contoh-contoh pengalaman hidup sesuai dengan materi pembelajaran. Siswa bersama

guru membuat rangkuman dari materi pembelajaran.

Keaktifan belajar siswa dapat ditumbuhkan secara mandiri melalui tugas

terstruktur, menangkap konsep, selanjutnya dengan Metode Naratif Eksperiensial

14

keaktifan semakin meningkat karena siswa dapat mengungkapkan cerita pengalaman

pribadi, mendengarkan cerita pengalaman orang lain dan cerita kanonis. Siswa dapat

meringkas dan menceritakan kembali mengemukakan pendapat serta menemukan contoh-

contoh pengalaman hidup sesuai dengan materi cerita kanonis. Keaktifan belajar siswa

dapat ditingkatkan melalui Siklus I, II dan III serta refleksi. Dengan demikian keaktifan

belajar dan prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir seperti tersebut di atas maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian adalah :

1. Dengan Metode Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa

dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik siswa Kelas V di SDN

Ngarus 02 Pati tema Peristiwa-peristiwa Yesus.

2. Melalui Metode Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan jumlah siswa yang

prestasi belajar dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik siswa Kelas V di

SDN Ngarus 02 Pati tema Peristiwa-peristiwa Yesus.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Ngarus 02 Jalan Kolonel Sugiyono No. 11

Pati, pada siswa kelas V dengan jumlah siswa 3 anak, terdiri dari siswa putra 3 anak.

Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan tema

Peristiwa-peristiwa Yesus.

B. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2002:96) variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi

titik perhatian suatu penelitian. Variabel utama yang diamati dalam penelitian ini adalah

variabel hasil belajar siswa berupa :

1. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.

15

2. Prestasi belajar siswa yaitu hasil pelaksanaan tugas mengerjakan soal yang diukur

dari jawaban soal tes.

C. Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini akan dilaksanakan

dalam tiga siklus, masing-masing siklus satu kali pertemuan.

Siklus I

1. Perencanaan

1. Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah.

2. Merencanakan pembelajaran Kompetensi Dasar “Mengenal dan Memahami

Karya Keselamatan Allah melalui Peristiwa-peristiwa Yesus yang

Menyelamatkan”.

3. Memilih materi pembelajaran dari kutipan Kitab Suci “Yesus Wafat.”

4. Membuat pertanyaan-pertanyaan untuk pendalaman materi di atas.

5. Membuat lembar observasi untuk melihat keaktifan siswa dalam penerapan

Metode Naratif Eksperiensial.

6. Menyususn butir soal untuk siklus I.

2. Tindakan

1. Guru membahas tugas terstruktur (PR) sebagai apersepsi.

2. Guru membagi teks Kitab Suci yang mengisahkan “Yesus Wafat”.

3. Guru membagi lembar kerja siswa.

4. Guru mengajak siswa untuk berperan aktif mengerjakan lembar kerja.

5. Guru bersama siswa membahas lembar kerja.

6. Guru memberi saran atau peneguhan kepada siswa, mengambil pesan-pesan

dari materi “Yesus Wafat”.

7. Guru bersama siswa membuat rangkuman

8. Guru mengadakan evaluasi pada akhir siklus I.

9. Guru memberi tugas terstruktur (PR).

10. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

3. Pengamatan / Observasi

Pengamat (dalam hal ini adalah guru mata pelajaran Pendidikan Agama

Katolik) mengamati kegiatan siswa selama mengikuti pelajaran Pendidikan Agama

16

Katolik dalam materi “Yesus Wafat”, serta menuliskan hasil pengamatannya dalam

lembar observasi untuk siswa.

4. Refleksi

1. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasi mutu,

jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.

2. Melakukan pertemuan dengan observer untuk membahas hasil evaluasi tentang

materi pembelajaran dan lembar kerja siswa.

3. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada

siklus II.

Siklus II

1. Perencanaan

1. Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah yang terjadi

dalam siklus I.

2. Merencanakan pembelajaran Kompetensi Dasar “ Mengenal dan Memahami

Karya Keselamatan Allah melalui Peristiwa-peristiwa Yesus yang

Menyelamatkan.”

3. Memilih materi pembelajaran dari kutipan Kitab Suci “Yesus Bangkit dan

Mulia.”

4. Membuat pertanyaan-pertanyaan untuk pendalaman materi di atas.

5. Membuat lembar observasi untuk melihat keaktifan siswa dalam penerapan

Metode Naratif Eksperiensial.

6. Menyususn butir soal untuk siklus II.

2. Tindakan

1. Guru membahas tugas terstruktur (PR) sebagai apersepsi.

2. Guru membagi teks Kitab Suci yang mengisahkan “Yesus Bangkit dan Mulia”.

3. Guru membagi lembar kerja siswa.

4. Mengajak siswa untuk berperan aktif mengerjakan lembar kerja.

5. Guru bersama siswa membahas lembar kerja.

6. Guru memberi saran atau peneguhan kepada siswa, mengambil pesan-pesan

dari materi “Yesus Bangkit dan Mulia”.

7. Guru memberi pujian yang dapat menjawab benar.

8. Guru bersama siswa membuat rangkuman

17

9. Guru mengadakan evaluasi pada akhir siklus III.

10. Guru memberi tugas terstruktur (PR).

11. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

3. Pengamatan / Observasi

Pengamat (dalam hal ini adalah guru mata pelajaran Pendidikan Agama

Katolik) mengamati kegiatan siswa selama mengikuti pelajaran Pendidikan Agama

Katolik dalam materi “Yesus Bangkit dan Mulia”, serta menuliskan hasil

pengamatannya dalam lembar observasi untuk siswa.

4. Refleksi

1. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasi mutu,

jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.

2. Melakukan pertemuan dengan observer untuk membahas hasil evaluasi tentang

materi pembelajaran dan lembar kerja siswa.

3. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada

siklus III.

Siklus III

1. Perencanaan

1. Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah yang terjadi

dalam siklus II.

2. Menentukan indikator pencapaian masalah.

3. Merencanakan tindakan III.

2. Tindakan

Pelaksanaan program tindakan III yang mengacu pada identifikasi masalah yang

muncul pada siklus II, sehingga peneliti melakukan langkah selanjutnya sesuai

dengan alternatif pemecahan masalah yang sudah ditentukan.

3. Pengamatan / Observasi

1. Melakukan observasi selama proses dan mencatat semua hal-hal yang terjadi

selama pelaksanaan tindakan berlangsung.

18

2. Menuliskan hasil pengamatan dalam lembar observasi untuk siswa.

4. Refleksi

1. Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus III berdasarkan data yang

terkumpul.

2. Membahas hasil evaluasi tentang materi pembelajaran pada siklus III.

Peneliti mengadakan refleksi apakah melalui metode Naratif Eksperiensial

hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.

D. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan

tes.

1. Observasi

Metode observasi yaitu mengamati dan mencatat secara sistematik terhadap

gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi ini dilakukan langsung di

kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Observasi dilakukan oleh guru

mitra.

2. Tes

Tes merupakan metode pengumpulan data yang sifatnya mengevaluasi hasil

belajar siswa setelah proses pembelajaran. Instrumennya dapat berupa soal-soal

ujian atau soal-soal tes (Pratiwi, 2009:63). Pada penelitian ini sebelum tes diberikan

kepada siswa kelas uji coba, untuk mengetahui validitasnya dan realibilitas tiap-tiap

butir tes. Jika terdapat butir-butir tes yang tidak valid maka dilakukan perbaikan-

perbaikan pada soal tersebut. Tes yang sudah melewati tahap perbaikan dan valid,

akan diberikan pada kelas uji coba untuk evaluasi.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar observasi berupa lembar pengamatan siswa.

Proses belajar merupakan peran aktif seseorang untuk menemukan suatu

informasi. Untuk mengetahui seorang siswa aktif dalam pembelajaran atau tidak,

maka peneliti menggunakan indikator keaktifan yang diamati.

Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa

NO INDIKATOR PEDOMAN PENSKORAN

19

1 Keaktifan membuat tugas

terstruktur / PR menuliskan

cerita tentang pengalaman

hidup pribadi

4. Siswa membuat tugas terstruktur

lengkap

3. Siswa membuat tugas terstruktur

kurang lengkap

2. Siswa membuat tugas terstruktur tidak

lengkap

1. Siswa tidak membuat tugas terstruktur

2 Keaktifan mengungkapkan

cerita pengalaman hidup

4. Berani mengungkapkan cerita dengan

runtut dan lancar

3. Berani mengungkapkan cerita dengan

runtut dan kurang lancar

2. Berani mengungkapkan cerita dengan

kurang runtut dan kurang lancar

1. Tidak berani mengungkapkan cerita

3 Keaktifan mendengarkan cerita

pengalaman hidup teman

4. Mendengarkan cerita dengan penuh

perhatian

3. Mendengarkan cerita sambil berbicara

dengan teman

2. Mendengarkan cerita sambil

mengganggu teman

1. Tidak mendengarkan cerita dengan

bermain sendiri

NO INDIKATOR PEDOMAN PENSKORAN

4 Keaktifan menyimak

penjelasan guru tentang cerita

pengalaman, cerita kanonis

4. Menyimak penjelasan guru dengan

penuh perhatian

3. Menyimak penjelasan guru sambil

berbicara dengan teman

2. Menyimak penjelasan guru sambil

mengganggu teman

20

1. Tidak menyimak penjelasan guru

dengan bermain sendiri

5 Keaktifan bertanya tentang

cerita kanonis

4. Siswa bertanya > 2 pertanyaan

3. Siswa bertanya 2 pertanyaan

2. Siswa bertanya 1 pertanyaan

1. Siswa tidak bertanya

6 Keaktifan menjawab

pertanyaan tentang cerita

kanonis

4. Menjawab pertanyaan dengan tepat

dan sempurna

3. Menjawab pertanyaan dengan tepat

2. Menjawab pertanyaan kurang tepat

1. Menjawab pertanyaan tidak tepat

7 Keaktifan membuat ringkasan

cerita kanonis

4. Terbaca, runtut dan lengkap

3. Terbaca, runtut dan tidak lengkap

2. Terbaca, kurang runtut dan tidak

lengkap

1. Terbaca, tidak runtut dan tidak lengkap

8 Keaktifan menceritakan

kembali cerita kanonis

4. Lancar, runtut dan lengkap

3. Lancar, runtut dan tidak lengkap

2. Lancar, tidak runtut dan tidak lengkap

1. Tidak lancar, tidak runtut dan tidak

Lengkap

NO INDIKATOR PEDOMAN PENSKORAN

9 Keaktifan berpendapat

tentang cerita kanonis

4. Menyampaikan pendapat dengan baik,

lengkap sesuai cerita

3. Menyampaikan pendapat sesuai cerita

2. Menyampaikan pendapat kurang sesuai

cerita

1. Tidak menyampaikan pendapat tentang

Cerita

10 Keaktifan menemukan 4. Dalam sharing, siswa dapat

21

contoh-contoh pengalaman

hidup yang sesuai dengan

cerita kanonis

memberikan contoh pengalaman > 2

3. Dalam sharing, siswa dapat

memberikan 2 contoh pengalaman

2. Dalam sharing, siswa dapat

memberikan 1 contoh pengalaman

1. Dalam sharing, siswa tidak dapat

memberitakan contoh pengalaman

11 Keaktifan menyelesaikan

soal-soal

4. Siswa menjawab 5 pertanyaan

3. Siswa menjawab 4 pertanyaan

2. Siswa menjawab 3 pertanyaan

1. Siswa menjawab 2 pertanyaan

12 Keaktifan membuat

rangkuman

4. Siswa membuat rangkuman runtut dan

benar

3. Siswa membuat rangkuman kurang

runtut dan benar

2. Siswa membuat rangkuman kurang

runtut dan kurang benar

1. Siswa membuat rangkuman tidak

runtut dan kurang benar

2. Soal Tes Siklus I, II dan III

Tes yang peneliti gunakan adalah berupa tes pilihan ganda, yaitu sejenis tes

untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar siswa dengan jawaban yang pasti.

Sebelum tes diberikan pada saat evaluasi terlebih dahulu diujicobakan untuk

mengetahui validitas dan realibilitas dari tiap-tiap butir tes.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. dan Supriyono, W. 2004. Psikologi Belajar ( Edisi Revisi ). Jakarta: Rieneke Cipta.

Dalyono, M. , 1997. Psikologi Pendidikan Cetakan I. Jakarta:Rieneke Cipta

22

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud dan PT Rieneke Cipta

Djamarah, S.B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta:Rieneke Cipta

Hamalik, O. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung:Bumi Aksara.

Hardjana, A. G, 2007. Model-model Pembelajaran Dalam Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah Dasar. Semarang:LPMP

Hofmann, Ruedi. (1988. Sebuah Gagasan:Kitab Suci dan Sekolah Minggu. Rohani, Januari halaman 10 – 13

Jacobs, Tom,1992. Silabus Pendidikan Iman Katolik. Yogyakarta : Kanisius.

Komkat, 2004.Menjadi Murid Yesus 5. Yogyakarta:Kanisius

Poerwadarminta, W.J.S. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Purwanto, N. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:PT. Raja Grapindo Persada.

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rieneke Cipta.

Sudjana, N. 1989. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:Remaja Rosda Karya.

Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.

23