proposal penelitian kualitatif

14
GAMBARAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WAINGAPU KABUPATEN SUMBA TIMUR APRIANUS UMBU ZOGARA 0106516006

Upload: apryzogara

Post on 16-Apr-2017

129 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

GAMBARAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WAINGAPU

KABUPATEN SUMBA TIMUR

APRIANUS UMBU ZOGARA0106516006

Latar BelakangProfil Dinas Kesehatan Se-Kabupaten/Kota Provinsi NTT

Pada tahun 2011 kematian balita sebesar 1.400 atau 14,8 per 1.000 KH. Pada tahun 2012 kasus kematian balita meningkat menjadi 1.717 atau 17,9 per 1.000 KH. Selanjutnya pada tahun 2013 kematian balita menurun menjadi sebesar 1.367 atau 14,4 per 1.000 KH dan pada tahun 2014 angka kematian bayi meningkat lagi menjadi 1.1408 atau 15 per 1000 KH.

Period Prevalence ISPA menurut Provinsi tahun 2007 dan 2013

Studi pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa propinsi dengan prevalensi tertinggi untuk kejadian ISPA yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%).

•Penyakit ISPA pada balita terbanyak terdapat di Puskesmas Waingapu dengan persentase sebanyak 15,37%, setelah itu diikuti oleh Puskesmas-puskesmas lainnya secara berturut-turut sebagai berikut: Kambaniru, Lewa, Kawangu, Rambangaru, Baing, Mangili, Kananggar, Melolo, Kombapari, Malahar, Nggongi, Nggoa, Kataka, Lailunggi, Tanaraing, dan Tanarara

Dinkes Sumba Timur (2011)

•Penelitian Belawan dan Harsanti (2013) diperoleh bahwa Balita di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mengalami kejadian ISPA. Faktor yang yang signifikan memengaruhi kejadian ISPA yaitu pada umur balita, status orang tua perokok, penggunaan bahan bakar memasak, dan klasifikasi daerah tempat tinggal.

Belawan dan Harsanti (2013)

•Penelitian Pascawati (2011) di wilayah kerja Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang ISPA, kebiasaan merokok pada saat bercengkrama bersama balita, penggunaan kayu bakar, penggunaan obat nyamuk bakar, dan keadaan fisik rumah (atap, dinding, dan lantai rumah) yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian ISPA.

Pascawati (2011)

Identifikasi Masalah

•Faktor intrinsik (status imunisasi, status gizi, pemberian vitamin A, dan pemberian ASI)

•Faktor ekstrinsik (sosial ekonomi, tingkat pengetahuan ibu, tingkat pendidikan orangtua, kepadatan hunian rumah, keadaan fisik rumah kebiasaan merokok orangtua, penggunaan bahan bakar memasak, pengunaan obat nyamuk bakar

Cakupan Masalah

•Faktor intrinsik yang meliputi status imunisasi, status gizi, pemberian ASI ekslusif. •Faktor ekstrinsik meliputi kondisi lingkungan rumah (kepadatan hunian, jenis

lantai, luas ventilasi), kebiasaan merokok, penggunaan bahan bakar memasak.

Rumusan Masalah

•Bagaimanakah cakupan dan status imunisasi?•Bagaimanakah cakupan pelaksanaan program gizi dan status gizi Balita? •Bagaimanakah cakupan pemberian ASI ekslusif?•Bagaimanakah keadaan/kondisi fisik rumah?•Bahan bakar apakah yang digunakan untuk memasak?•Bagaiamana kebiasaan merokok orangtua Balita?•Bagaimana kebiasaan untuk penggunaan bahan bakar memasak?

Tujuan Penelitian

•Mendeskripsikan cakupan dan status imunisasi Balita •Mendeskripsikan cakupan pelaksanaan program gizi dan status gizi

Balita •Mendeskripsikan cakupan pemberian ASI ekslusif•Mendeskripsikan keadaan/kondisi fisik rumah yang ditempati Balita •Mendeskripsikan bahan bakar apakah yang digunakan untuk

memasak•Mendeskripsikan kebiasaan penggunaan bahan bakar memasak•Mendeskripsikan kebiasaan merokok orangtua Balita

Manfaat Penelitian •Manfaat Teoritis

•Manfaat Praktis

ISPAPenyakit ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Kemenkes, 2013).

Faktor-Faktor Risiko ISPA1. Usia2. Jenis Kelamin 3. Status gizi4. Status imunisasi5. Pemberian suplemen vitamin A6. Pemberian ASI 7. Rumah 8. Kepadatan Hunian9. Status sosioekonomi10. Kebiasaan merokok11. Penggunaan obat nyamuk bakar/bahan bakar memasak

Kajian Pustaka

Hayati (2012) “gambaran faktor penyebab infeksi saluran pernapasan akut pada balita”

Penelitian Relevan

Isa (2012) “gambaran faktor risiko penderita ispa pada balita di kelurahan heledulaa utara kecamatan timur kota gorontalo.

Kerangka Teori

Kerangka Berpikir

Metode Penelitian

Pendekatan Penelitian •Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

Desain Penelitian •Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional

deskriptif

Fokus Penelitian

•Pengkajian faktor risiko kejadian ISPA. Faktor risiko yang coba dikaji meliputi faktor status imunisasi, status gizi, lingkungan fisik rumah (jenis lantai, ventilasi), kepadatan hunian, kebiasaan merokok orangtua balita, dan penggunaaan bahan bakar memasak.

Data dan Sumber Data

Penelitian •Data Primer•Data Sekunder

Subjek Penelitian •Orang tua balita di wilayah kerja Puskesmas

Waingapu Kabupaten Sumba Timur

Teknik Keabsahan

Data •Triangulasi sumber

Teknik Pengumpulan Data •Observasi

•Wawancara •Dokumentasi

Teknik Analisis Data •Reduksi data•Display data•Verifikasi Data

TERIMA KASIH