proposal skripsi kualitatif demak

48
Nama : Putri Maharani S Nim : 3312412047 Prodi : Ilmu politik 1. Judul “FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN DUKUNGAN SUARA KEPADA JOKOWI-JK DALAM PILPRES 2014 OLEH MASYARAKAT DESA SUMBEREJO KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK” 2. Pendahuluan 2.1 Latar Belakang Pemilihan Presiden (Pilpres) adalah agenda 5 tahunan untuk memperebutkan posisi sebagai orang nomor satu di Indonesia. Agenda ini disebut juga sebagai pesta demokrasi, karena dalam kesempatan tersebut rakyat dapat menggunakan hak pemberian suara kepada calon yang dianggapnya pantas untuk menduduki kursi jabatan sebagai presiden dan wakil presiden. Peserta pemilu dapat berupa perseorang dan partai politik, tetapi yang paling utama adalah partai politik. Partai politik mengajukan kandidat dalam pemilu untuk kemudian dipilih oleh rakyat. Di Negara Indonesia yang menganut paham demokrasi, pemilu menjadi salah satu sarana penerapan dari asas- asas demokrasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim yang dikemukakan dalam Dinasthi (2013), bahwa “Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang 1

Upload: arik-arifian-rosyadi

Post on 21-Feb-2016

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Proposal skripsi kualitatif mengenai pilpres 2014 di Demak

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Nama : Putri Maharani S

Nim : 3312412047

Prodi : Ilmu politik

1. Judul

“FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN DUKUNGAN SUARA

KEPADA JOKOWI-JK DALAM PILPRES 2014 OLEH MASYARAKAT DESA

SUMBEREJO KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK”

2. Pendahuluan

2.1 Latar Belakang

Pemilihan Presiden (Pilpres) adalah agenda 5 tahunan untuk

memperebutkan posisi sebagai orang nomor satu di Indonesia. Agenda ini disebut

juga sebagai pesta demokrasi, karena dalam kesempatan tersebut rakyat dapat

menggunakan hak pemberian suara kepada calon yang dianggapnya pantas untuk

menduduki kursi jabatan sebagai presiden dan wakil presiden. Peserta pemilu

dapat berupa perseorang dan partai politik, tetapi yang paling utama adalah partai

politik. Partai politik mengajukan kandidat dalam pemilu untuk kemudian dipilih

oleh rakyat.

Di Negara Indonesia yang menganut paham demokrasi, pemilu menjadi

salah satu sarana penerapan dari asas-asas demokrasi tersebut. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim yang dikemukakan dalam

Dinasthi (2013), bahwa “Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih

wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap

dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam

periode tertentu.”

Bagir Manan juga mengatakan dalam Roswati (2014) bahwa, “Pemilihan

umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali adalah saat

ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan

oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk

sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya

pada kehendak atau keinginan rakyatnya.”

1

Page 2: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Di dalam negara demokrasi, pemilihan umum merupakan salah satu unsur

yang sangat vital, karena salah satu parameter mengukur demokratis tidaknya

suatu negara adalah dari bagaimana perjalanan pemilihan umum yang

dilaksanakan oleh negara tersebut. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan

oleh rakyat. Implementasi dari pemerintahan oleh rakyat adalah dengan memilih

wakil rakyat atau pemimpin nasional melalui mekanisme yang dinamakan dengan

pemilihan umum. Jadi pemilihan umum adalah satu cara untuk memilih wakil

rakyat.

Sigit pamungkas di dalam bukunya yang berjudul Perihal Pemilu (2009:3)

mengemukakan bahwa pada zaman modern ini pemilu menempati posisi penting

karena terkait dengan beberapa hal. Pertama, pemilu menjadi mekanisme

terpenting bagi keberlangsungan demokrasi perwakilan. Kedua, Pemilu menjadi

indikator Negara demokrasi. Ketiga, pemilu juga terkait dengan implikasi-

implikasi yang luas, misalnya dalam menghentikan kekuasaan rezim otoriter.

Dalam pelaksanaan Pemilu, rakyat memiliki peranan penting dan sangat

sentral.  Dalam hal ini rakyat bagaikan malaikat yang menentukan nasib seorang

kandidat untuk terpilih maupun gugur, baik itu dalam pemilihan kepala desa,

pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden. Selain

keberadaannya sebagai konstituen yang menentukan terpilihnya seorang kandidat,

tujuan utama pemilihan tersebut pada esensinya bermuara kepada kepentingan

rakyat itu sendiri.

Warga desa Sumberejo terletak di kecamatan Bonang, kabupaten Demak.

Warga Demak, khususnya desa Sumberejo, mayoritas bermata pencaharian

sebagai petani. Warga Demak juga merupakan warga yang sangat agamis dan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama islam. Karakteristik agamis kota Demak

tersebut membuatnya menjadi target pengumpulan suara oleh Partai Islam,

misalnya PKB. Dalam pileg 2014 sendiri, PKB berhasil menjadi pemenang

dengan perolehan suara sebesar 114.742 suara (data KPU Demak).

Page 3: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Sebagai capres yang diusung oleh PDI-P dalam pilpres 2014, Jokowi-JK

menampilkan image sebagai pemimpin “wong cilik”. Sejak karir politiknya di

solo, image tersebut telah melekat kuat pada diri Jokowi. Image ini cocok bagi

penduduk indonesia yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan

yang notabene menganggap diri mereka sebagai “wong cilik”.

Pada Pilpres 2014, Jokowi-JK berhasil menjadi pemenang dan menjadi

orang nomor satu di Indonesia. Di Demak sendiri, menurut data KPU Demak,

Jokowi-JK berhasil meraih kemenangan. Dari data KPU, Jokowi-JK mendapatkan

kemenangan dengan persentase suara 64,8%.

2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi kampanye yang dilakukan PDI-P di masyarakat Desa

Sumberejo?

2. Faktor yang mempengaruhi masyarakat Desa Sumberejo dalam

memberikan dukungan suara terhadap Jokowi-JK?

3. Bagaimana parpol melakukan marketing politik terhadap kandidat yang

diusungnya?

2.3 Tujuan Penelitian

Penulisan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana strategi kampanye yang dilakukan PDI-P di

masyarakat Desa Sumberejo.

2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi masyarakat Desa Sumberejo

dalam memberikan dukungan suara terhadap Jokowi-JK.

Page 4: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

3. Mengetahui bagaimana parpol melakukan marketing politik terhadap

kandidat yang diusungnya.

2.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis.

1. Manfaat Teoristis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Politik yang di

dalamnya memuat pemilu presiden. Disamping itu hasil penelitian ini

dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang tertarik

dengan kajian-kajian pemilu terutama factor yang mempengaruhi

pemberian suara pada pilpres.

2. Manfaat Praktis

Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan yang digunakan dalam upaya peningkatan pemilu yang ada di

Desa Sumberejo kecamatan Bonang Kabupaten Demak.

Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

wawasan serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang

telah diperoleh selama perkuliahan

3. Tinjauan Pustaka

3.1 Pengertian Pemilu

Menurut Pamungkas (2009), Pemilu adalah arena kompetisi untuk mengisi

jabatan-jabatan politik di pemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari

warganegara yang memenuhi syarat. Menurut uu no 8 tahun 2012, pemilu adalah

sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Page 5: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945.

Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk

memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan

presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR,

disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan

ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali

pada Pemilu 2004. Pada 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga

dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu.

3.2 Sistem pemilu di Indonesia

perkembangan sistem pemilihan umum di Indonesia dapat disimpulkan,

keputusan untuk tetap menggunakan sistem proporsional pada tahun 1967 adalah

keputusan yang tepat karena tidak ada distorsi atau kesenjangan antara perolehan

suara nasional dengan jumlah kursi dalam DPR. Yang kedua ketentuan didalam

UUD 1945 bahwa DPR dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan merupakan

keuntungan, karena tidak ada lagi gejala sering terjadinya pergantian kabinet

seperti zaman demokrasi parlementer.

Secara keseluruhan sistem pemilu di Indonesia pada tahun 1955

menggunakan sistem proporsional yakni jumlah anggota DPR ditetapkan

berdasarkan imbangan jumlah penduduk. Setiap 300.000 penduduk diwakilkan

oleh 1 anggota DPR. Calon yang terppilih adalah yang memperoleh suara sesuai

BPPD (bilangan pembagi pemilih daftar). Apabila tidak ada calon yang

memperoleh suara sesuai dengan BPPD, suara yang diberikan kepada partai yang

akan menentukan.

Kemudian sistem pemilu tahun 1955 sampai dengan tahun 1999

menggunakan sistem proprsional dengan stelsel daftar tertutup. Pemilih hanya

memberikan suara hanya kepartai dan partai akan memberikan suaranya kepada

calon dengan nomor urut teratas. Suara akan diberikan kepada urutan berikutnya

Page 6: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

bila calon dengan nomor urut teratas sudah kebagian suara cukup untuk kuota 1

kursi. Pada pemilihan tahun ini setiap anggota DPR mewakili 400.000 penduduk.

Pada pemilu tahun 2004 ada satu lembaga didalam legislatif yaitu DPD

(dewan perwakilan daerah) untuk pemilihannya menggunakan sistem distrik tetapi

dengan wakil 4 kursi untuk setiap provinsi dan pesertanya adalah individu. Untuk

pemilihan anggota DPR dan PDRD digunakan sistem proporsional dengan stelsel

daftar terbuka sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung

kepada calon yang dipilih. Dalam hal ini pemilih yang memberikan suaranya

kepada partai, calon pada urutan pertama mendapatkan peluang yang cukup besar

untuk terpilih. Dari sudut pandang gender pemilu tahun 2004 secara tegas

memberikan peluang lebih besar secara afirmatif bagi peran perempuan. Pasal 65

UU no. 12/2003 menyatakan bahwa setiap partai politik dapat mengajukan calon

anggota DPR dan DPRD dengan memerhatikan keterwakilan perempuan

sekurang-kurangnya 30% untuk setiap daerah pemilihan.

Ada juga upaya untuk kembali menyederhanakan atau mengurangi jumlah

partai melalui cara yang bukan paksaan. Hal ini tampak pada prosedur seleksi

partai yang akan menjadi peserta pemilu. Ada sejumlah syarat baik administratif

maupun substansial yang harus dipenuhi oleh setiap partai untuk dapat menjadi

peserta pemilu. Syarat tersebut antara lain ditentukannya electoral threshold

dengan memperoleh sekurang-kurangnya 3% dari jumlah kursi dari anggota

badan legeslatif pusat, memperoleh minimal 4% jumlah kursi DPRD provinsi

yang tersebar paling tidak setengah jumlah provinsi di Indonesia, atau minimal

memperoleh 4 % dari jumlah kursi DPRD kabupaten/kota yang tersebar

disetengah jumlah kabupaten di Indonesia. Untuk pemilihan presiden dan wakil

presiden memperoleh minimal 3% jumlah kursi dalam badan yang bersangkutan

atau 5% dari perolehan suara sah secara nasional.

3.2 Partai Politik Di Indonesia

Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan

dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar

Page 7: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela

kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian ini

tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik.

Banyak definisi tentang partai politik, baik secara umum maupun

pendapat-pendapat dari para ahli, sebagai misal partai politik adalah organisasi

yang bertujuan untuk membentuk opini publik dikemukakan oleh Seilere dalam

Firmanzah (2012). Lain dengan pengertian politik secara umum, partai politik

adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai

nilai dan cita-cita yang sama tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik serta

merebut kekuasaan politik.

Ramlan Surbakti (1992) mendefinisikan partai politik sebagai kelompok

anggota yang terorganisasikan secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan

dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan

mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna

melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.

Ada berbagai macam tipologi partai, dalam pembahasan kali ini. Akan

digunakan klasifikasi menurut Katz (2006) yang membagi tipe partai politik

menjadi 4 tipe, yaitu:

1) Partai Elit. Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang

menjadi basis kekuatan partai.

2) Partai Massa. Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang

jumlahnya besar, tetapi kerap tesingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini

kerap memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai.

Biasanya, partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang

kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama.

3) Partai Catch-All. Partai jenis ini di permukaan hampir serupa dengan

Partai Massa. Namun, berbeda dengan partai massa yang mendasarkan diri

Page 8: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

pada kelas sosial tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya

mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan.

4) Partai Kartel. Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih

atau anggota partai. Kekurangan ini berakibat pada suara mereka di tingkat

parlemen.

5) Partai Integratif. Partai jenis berasal dari kelompok sosial tertentu yang

mencoba untuk melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai. Mereka

membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok.

3.3 Marketing Politik

Sejak Konsep marketing diutarakan Kotler ditahun 19 mengemukakan

bahwa marketing berlaku baik pada sektor publik dan non-komersial. Cakupan

dari marketing ini sangatlah luas. Diungkapakan oleh Firmanzah (2012) bahwa

pertukaran yang terjadi tidak saja pertukaran ekonomi, pertukaran ini juga dapat

terjadi dalam konteks sosial secara luas, tidak hanya terbatas pada perusahaan

swasta, tetapi juga pada organisasi sosial non frofit, museum, rumah sakit

pemerintah, dalam bentuk pertukaran ide, norma dan symbol. Dalam hal ini,

konteks politik pun dalam mengaplikasikan konsep dan teori marketing.

Firmanzah (20012) meyakini bahwa marketing politik merupakan metode

dan konsep aplikasimarketing dalam konteks politik, marketing dilihat sebagai

seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai

politik) dalam memasarkan insiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideology

partai, karakteristik pemimpin partai dan program kerja partai kepada masyarakat

atau kontestan.

Dalam penggunaan metode marketing dalam bidang politk dikenal sebagai

marketing politik (marketing politik). Levi dan Kotler, (1969) menganggap bahwa

marketing berperan dalam membangun tatanan sosial, dan berargumen bahwa

penggunaan konsep marketing tidak hanya terbatas pada bisins saja. Kenyatan ini

lebih menarik perhatian banyak pihak untuk menerapkan ilmu marketing diluar

konteks organisasi bisnis. Marketing dapat diaplikasikan kedalam bentuk

organisasi, yang tidak hanya berorientasi kepada keuntungan ekonomi semata dan

Page 9: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

lebih menitik beratkan aktifitasnya kepada hubungan jangka panjang dengan

konsumen dan stakeholder.

Adnan Nursal memiliki konsep seperti konsep marketing politiknya

Firmanzah. Adnan Nursal memandang political marketing adalah strategi

kampaye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu didalam

pikiran para pemilih. Maka polits ini inilah yang menjadi output penting

marketing politk yang menentukan, pihak mana yang akan dicoblos oleh pemilih.

Produk politik yang dimaksud oleh Adnan dapat diartikan sebagai figure,

gagasan politik dan visi misi. Yang terangkum dalam identitas khas dan konsisten

berupa nama, logo. Push marketing pada dasarnya adalah usaha agar produk

politik dapat menyentuh para pemilih secara langsung atau dengan cara yang lebih

costumized (personal). Pull marketing adalah penggunaan media dengan dua cara

yaitu dengan membayar atau tidak membayar. Pas marketing ialah pihak-pihak,

baik perorangan maupun kelompok yang bepengaruh besar terhadap pemilih yang

dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu infulencer aktif dan infulencer pasif.

Paid marketing adalah penggunaan media yang lazim digunakan untuk memasang

iklan adalah televisi, radio, media cetak, website dan media luar ruang.

Dalam tujuannya untuk mempengaruhi kosnstituen agar dapat berpihak

kepaa seseorang kontestan diperlukanlah seperangkat instrument fasilitas yang

dapat mendekatkan seseorang kontestan kepada konstituen tersebit dipilih oleh

konstituen, pemahaman marketing politik oleh Firmanzah maupun Adnan Nursal

adalah merupakan dua konsep yang sama, yang berbicara tentang perjuangan

untuk menjadikan seseorang kontestang dapat dipilih melalui pemilihan umum

kepada konstituen. Tapi ini bukanlah sebuah garansi yang menghasilkan sebuah

kemenangan akan tetapi apabila konsep marketing politik yang dibentuk serta

diaplikasikan secara trampil akan dapat menghasilkan hasil yang memuaskan.

3.3.1 Konsep Positioning Dalam Marketing Politik

Dalam disiplin Marketing, “menempatkan” seorang kandidat atau sebuah

partai dalam pikiran para pemilih disebut positioning. Bagi orang-orang

Page 10: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

marketing, positioning sangat menentukan keberhasilan pemasaran. Positioning

adalah sebuah mantra yang penting bagi orang-orang pemasaran di akhir abad 20.

Menurut definisi, positioning adalah tindakan untuk menancapkan citra

tertentu ke dalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu

kontestan memiliki posisi khas, jelas, dan meaningful. Positioning yang efektif

akan menunjukkan perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan

dibandingkan dengan kontestan pesaing. Positioning secara tidak langsung juga

mendefenisikan pesaing: bahwa pesaing tidak dapat mewujudkan tawaran-

tawaran tertentu sebaik pihak yang mencanangkan positioning tersebut.

Posisi yang khas, jelas, dan meaningful dari sebuah kontestan bersumber

dari faktor-faktor pembeda yang dimiliki oleh kontestan tersebut dibandingkan

dengan kontestan lain. Tetapi tidak semua faktor pembeda yang dimiliki oleh

sebuah kontestan itu akan menghasilkan positioning yang egektif. Setidaknya

diperlukan enam syarat agar sebuah perbedaan itu menjadi berharga:

1) Penting (Important)

2) Istimewa

3) Superior

4) Dapat dikomunikasikan

5) Orisinil

Jadi, positioning harus memiliki peran sentral dalam political marketing.

Produk-produk politik seperti partai, kandidat, platform program dan sebagainya

haruslah sebangun dengan positioning. Pengatur strategi harus berusaha melalui

strategi branding bahwa kebijakan, ide-ide, isu-isu, gaya, dan nuansa yang

diluncurkan merupakan hal otentik milik sendiri.

3.4 Kampanye Politik

3.4.1 Definisi Kampanye Politik

Terdapat banyak definisi mengenai kampanye yang dikemukakan oleh

para ilmuwan komunikasi, namun berikut ini adalah beberapa definisi yang

populer. Snyder (2002) dalam Venus (2004), mendefinisikan bahwa kampanye

komunikasi merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung

Page 11: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

ditujukan kepada khalayak tertentu, pada periode waktu yang telah ditetapkan

untuk mencapai tujuan tertentu. Pfau dan Parrot (1993) dalam Venus (2004),

mendefinisikan kampanye sebagai kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk

menunjang dan meningkatkan proses pelaksanaan yang terencana pada periode

tertentu yang bertujuan mempengaruhi khalayak sasaran tertentu. Rogers dan

Storey (1987) dalam Venus (2004), mendefiniskan kampanye sebagai serangkaian

kegiatan komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan untuk menciptakan dampak

tertentu terhadap sebagian besar khalayak sasaran secara berkelanjutan dalam

periode waktu tertentu.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, Venus (2004) mengidentifikasi

bahwa aktivitas kampanye setidaknya harus mengandung empat hal yakni, (1)

ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu (2) ditujukan kepada

jumlah khalayak sasaran yang besar (3) dipusatkan dalam kurun waktu tertentu

dan (4) dilakukan melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi.

Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan

seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu

untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat (Arifin, 2003). Salah satu

jenis kampanye politik adalah kampanye massa, yaitu kampanye politik yang

ditujukan kepada massa (orang banyak), baik melalui hubungan tatap muka

maupun dengan menggunakan berbagai media, seperti surat kabar, radio, televisi,

film, spanduk, baligo, poster, folder dan selebaran serta medium interaktif melalui

komputer (internet). Penyampaian pesan politik melalui media massa merupakan

bentuk kampanye yang handal dalam hal menjangkau khalayak luas.

Kampanye politik saat ini sudah mengadopsi prinsip-prinsip pemasaran

dan pembentukan citra. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena perubahan

sistematika pemilihan kepala daerah dari yang sebelumnya dipilih oleh legislatif

menjadi dipilih langsung oleh masyarakat. Menurut Ruslan (2005), kampanye

politik merupakan jenis kampanye yang pada umumnya dimotivasi oleh hasrat

untuk meraih kekuasaan politik. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk

memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan

partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan

Page 12: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

lewat proses pemilihan umum. Kampanye politik dapat diartikan pula sebagai

bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau

organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari

rakyat (Arifin, 2003).

Kegiatan untuk membangun citra atau image merupakan bagian penting

dalam kampanye politik untuk memperoleh dukungan. Terkait dengan

komunikasi dalam kampanye politik, terdapat beberapa aktivitas komunikasi yang

dapat diidentifikasi. Menurut Nimmo (2005), kegiatan komunikasi politik adalah

kegiatan simbolik dimana kata-kata itu mencakup ungkapan yang dikatakan atau

dituliskan, gambar, lukisan, foto, film, gerak tubuh, ekspresi wajah dan segala

cara bertindak. Orang-orang yang mengamati simbol-simbol itu,

menginterpretasikannya dengan cara-cara yang bermakna sehingga membentuk

citra mental tentang simbol-simbol tersebut.

3.4.2 Teknik-Teknik Kampanye

Selama masa kampanye, tim kampanye berusaha menggalang dukungan

dan simpati pemilih agar pemilih menjatuhkan pilihannya pada calon kepala

daerah yang dikampanyekannya. Tim kampanye poltik menggunakan teknik-

teknik kampanye politik yang kemudian diwujudkan dalam suatu bentuk kegiatan

kampanye politik untuk mempengaruhi pemilih. Imawan (1997) dalam Amir

(2006) merumuskan beberapa teknik kampanye politik, yaitu:

1. Kampanye dari rumah ke rumah (door to door campaign), yaitu calon

kepala daerah mendatangi langsung para pemilih sambil menanyakan

persoalanpersoalan yang dihadapi. Kampanye ini efektif dilakukan pada

pemilihan umum tahun 1955, dengan mendatangi orang-orang yang

pilihannya dianggap masih ragu dan dapat dibujuk atau diancam untuk

mengubah sikap dan pilihan politik mereka.

Page 13: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

2. Diskusi Kelompok (group discussion), dilakukan dengan membentuk

kelompok-kelompok diskusi kecil yang membicarakan masalah yang

dihadapi masyarakat.

3. Kampanye massa langsung (direct mass campaign), dilakukan dalam

bentuk aktivitas yang menarik perhatian massa, seperti pawai,

pertunjukkan kesenian dan sebagainya. Teknik inilah yang dilarang dalam

kampanye Pemilu 1992, karena selain tidak efektif juga berpotensi

menimbulkan bentrokan fisik.

4. Kampanye massa tidak langsung (indirect mass campaign), yang

dilakukan dengan cara berpidato di radio, televisi atau memasang iklan di

media cetak dan elektronik.

3.4.3 Strategi Kampanye Politik

Strategi dalam pengertian sempit maupun luas terdiri dari tiga unsur, yaitu

tujuan (ends), sarana (means), dan cara (ways). Dengan demikian strategi adalah

cara yang digunakan dengan menggunakan sarana yang tersedia untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan (Nasution, 2006). Tujuan akhir dalam kampanye

pemilihan kepala daerah adalah untuk membawa calon kepala daerah yang

didukung oleh tim kampanye politiknya menduduki jabatan kepala daerah yang

diperebutkan melalui mekanisme pemilihan secara langsung oleh masyarakat.

Agar tujuan akhir tersebut dapat dicapai, diperlukan strategi yang disebut

strategi komunikasi dalam konteks kampanye politik. Terdapat tiga jenis strategi

komunikasi dalam konteks kampanye politik (Arifin, 2003), yaitu (1) Ketokohan

dan kelembagaan, dengan cara memantapkan ketokohan dan merawat

kelembagaan, (2) Menciptakan kebersamaan dengan memahami khalayak,

menyusun pesan persuasif, menetapkan metode, serta memilah dan memilih

media, dan (3) Membangun konsensus, melalui kemampuan berkompromi dan

kesediaan untuk membuka diri.

Page 14: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

3.5 Pemberian Suara dan Tindakan Pemberian Suara

3.5.1 Pemberian Suara

Dalam studi pemberian suara kita dapat menurunkan empat cara alternatif

dalam memikirkan bagaimana pemberi suara bertindak. Perspektif ini membantu

kita dalam merumuskan pandangan tentang pemberian suara sebagai tindakan

komunikasi. Keempat cara alternatif  tersebut yaitu:

1) Pemberi Suara Yang Rasional

Pemberi suara yang rasional adalah pemberi suara berdasarkan aksi

atau tindakan dari diri sendiri dalam menentukan pilihan, orang-orang

yang rasional dalam memberikan suara memiliki ciri-ciri: selalu dapat

mengambil keputusan bila dihadapkan pada alternatif, memilih alternatif-

alternatif sehingga masing-masing apakah lebih disukai, sama saja atau

lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif yang lain, menyusun

alternatif-alternatif dengan cara transitif: jika A disukai dari pada B, dan B

lebih disukai dari pada C, maka A lebih disukai dari pada C, selalu

memilih alternatif yang peringkat preferensinya lebih tinggi, dan selalu

mengambil putusan yang sama bila dihadapkan pada alternatif-alternatif

yang sama. Pemberi suara yang rasional selalu dimotivasi untuk bertindak

jika dihadapkan pada pilihan politik, berminat secara aktif terhadap politik

sehingga memperoleh informasi cukup dan berpengetahuan tentang

berbagai alternatif, berdiskusi tentang politik sebagai cara untuk mencapai

suatu peringkat alternative, dan bertindak berdasarkan prinsip. Bukan

secara kebetulan atau serampangan, atau kebiasaan melainkan berkenaan

dengan standar yang tidak hanya untuk kepentingan diri pribadi tetapi

menyangkut kepentingan orang lain atau umum. Dengan demikian

pemberi suara yang rasional yang bermotifasi diri, terinformasi, dan

berprinsip itu bertindak secara konsisten dalam menghadapi tekanan dan

kekuatan politik.

2)      Pemberi Suara Yang Reaktif

Page 15: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Gambaran tentang pemberi suara yang reaktif seperti yang

diterangkan bahwa manusia bereaksi terhadap rangsangan dengan cara

pasif dan terkondisi. Dalam kampanye politik, kandidat dan partai

menyajikan syarat yang menggerakkan para pemilih dengan memicu

faktor-faktor jangka panjang yang menetapkan arah perilaku dalam

memberikan suara. Para peneliti mengumpulkan banyak sekali data yang

mengesahkan tentang atribut sosial dan demografi yang berkolerasi dan

demografi yang berkorelasi dengan keputusan dalam memberikan suara,

ukuran kelas dan demografi yang berkorelasi dengan keputusan dalam

memberikan suara. Ukuran kelas sosial termasuk pekerjaan, pendidikan,

pendapatan, dan atribut usia, jenis kelamin, ras, agama, wilayah tempat

tinggal, dan sebagainya.

Sebagai contoh pandangan bahwa pemberi suara bereaksi terhadap

pemilihan umum berdasarkan faktor-faktor sosial dan demografi jangka

panjang, indeks ini terdiri atas seperangkat kategori sosio-demografi-

agama, status sosio-ekonomi, dan tenpat tinggal diperkotaan-pedalaman-

yang membantu para peneliti dalam menerangkan pemberian suara.

Bergantung pada posisi seseorang pada indeks itu, kita bisa mengatakan

arah mana yang akan diambil oleh orang itu dalam memberikan suara

sebagai contoh di Amerika partai demokrat jika ia katolik, status rendah,

dan penghuni perkotaan, partai republik jika ia protestan, status tinggi, dan

penghuni pedesaan. Jika para pemberi suara memiliki karakteristik yang

membuat mereka cenderung kesatu arah, tapi karakteristik lain yang lain

membuat mereka cenderung kearah yang berlawanan (misalnya protestan,

penghuni kota, pekerja kasar, maka “tekanan silang” ini menyebabkan

mereka terombang ambing dan tidak menentu.

Diantara konstruk-konstruk yang menghubungkan pengaruh sosial

dengan pemberian suara, yang paling penting bagi pemberi suara yang

reaktif ialah ikatan emosional kepada partai politik. Ikatan emosional pada

partai sebagai :identifikasi partai” yakni sumber utama aksi diri pemberi

suara yang reaktif. Sekedar mengasosiasikan lambang partai dengan nama

Page 16: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

kandidat mendorong mereka yang mengidentifikasi diri dengan partai

untuk mengembangkan citra yang lebih menguntungkan tentang catatan

dan pengalamannya, kemampuannya, dan  atribut personalnya. Oleh

karena itu, identifikasi dengan partai meningkatkan tabir perseptual.

Melalui tabir itu individu melihat apa yang  menguntungkan bagi orientasi

kepartaiannya, semakin kuat ikatan parati itu semakin dibesar-besarkan

proses seleksi dan distorsi persepsi.

Focus pada hubungan atribut, sikap sebagai penyebab utama

memberikan suara membangkitkan skeptisisme bahwa kapasitas

komunikasi politik dalam kampanye memilki akibat memicu yang lebih

dari minimal. Kesetian kepada partai, misalnya hanya sedikit sekali

berkaitan dengan perhatian para pemilih terhadap isu atau masalah

kebijakan. Kesetian partai diturunkan dari ikatan emosional terhadap

lambang yang diperoleh pada masa awal proses sosialisasi.

Dimulai pada pertengahan tahun 1960-an, semakin banyak sarjana

yang merasa ragu atas gambaran pemberi suara yang reaktif dari pemilih,

presisi seperti ketika studi tentang pemberi suara yang menimbulkan

model reaktif menghadapi gambaran tentang pemberi suara yang rasional.

Yang jelas, hasil sejumlah besar pemilihan kepresidenan menyimpang dari

apa yang diharapkan oleh para peneliti berdasarkan anggapan bahwa

rakyat memberikan suara terutama berdasarkan atribut sosial atau

kesetiaan terhadap partai yang kekal.

Petunjuk lainnya bahwa atribut yang tetap  tidak selalu

mempengaruhi arah pemberian suara partisan ialah fakta bahwa

sebenarnya seluruh kategori sosial dan demografi mengalihkan

dukungannya diantara partai-partai dalam pemilihan umum yang satu

kepemilihan umum yang lainnya. Survey menunjukkan bahwa perhatian

rakyat meningkat, baik terhadap isu maupun terhadap kebijakan , dan

sering menempatkan diri mereka di belakang barisan kandidat berdasarkan

persepsi mereka tentang posisi isu dan mutu pribadi kandidat tersebut.

Page 17: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

3)      Pemberi Suara Responsif

Ilmuwan politik Gerald pomper membuat gambaran tentang

pemberi suara yang responsif. Apabila karakter pemberi suara yang reaktif

( yang oleh pomper disebut pemberi suara yang “dependen”) itu tetap

stabil, dan kekal maka pemberi suara yang responsif adalah pemberi suara

yang memiliki karakter impermanen, berubah mengikuti waktu, peristiwa

politik, dan pengaruh yang berubah-ubah terhadap pilihan para pemberi

suara. Ada beberapa perbedaan antara pemberi suara yang reaktif dengan

pemberi suara yang responsiv , yaitu:

Meskipun pemberi suara yang responsive dipengaruhi oleh

karakteristik sosial demografis mereka, pengaruh yang pada

hakikatnya merupakan atribut yang permanen ini tidak

deterministik.

Pemberi suara yang responsiv juga memiliki kesetiaan kepada

partai, tetapi ini juga  lagi-lagi tidak menentukan perilaku

pemilihan. Sebenarnya, ikatan kepada partai itu lebih rasional

ketimbang emosional. Sebab dengan mengasosiasikan partai

dengan isu, pemberi suara yang responsiv secara rasional

mengurangi biaya partisipasi pribadinya ( yaitu, pemberi suara itu

menggunakan partai sebagai jalan pintas untuk mengumpulkan

informasi tentang isu) dan secara efektif mengungkapkan

kepentingan personal. Apabila pemberi suara yang reaktif

mengidentifikasikan dirinya dengan partai sebagai pengganti

untuk  melakukan pertimbangan yang independen, maka

identifikasi partai pada pemberi suara yang responsiv

membantunya dalam tugas membuat pilihan

Pemberi suara yang responsif lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor

jangka pendek yang penting dalam pemilihan umum. gambaran

pemberi suara yang responsif bukanlah gambaran tentang pemilih

yang dibelenggu oleh determinan sosial atau digerakkan oleh

dorongan bawah sadar yang dipicu oleh propagandis yang luar

Page 18: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

biasa terampilnya. ia lebih merupakan gambaran tentang pemilih

yeng digerakkan oleh perhatiannya terhadap masalah pokok dan

relevan tentang kebijakan umum, tentang prestasi pemerintah dan

tentang kapribadian eksekutif.

Bagian yang dominan dari gambaran pomper tentang wajah

pemberi suara yang responsif terdiri atas pilihan yang dapat dipilih oleh

pemilih dalam setiap kampanye tertentu. Variasi dalam rangsangan yang

diberikan oleh kepemimpinan politik, partai, dan kandidat sangat penting

dalam pandangan pemberi suara karena tanggapan rakyat akan sangat

dikondisikan oleh rangsangan ini.

Jika potret pemberi suara yang reaktif mengandalkan sifat aksional

diri untuk menerangkan perilaku dalam pemilihan umum ( determinan

sosial, demografi, dan partisipan dalam putusan pemberi suara) potret

pemberi suara yang responsif berfokus pada sifat-sifat interaksional, yaitu

pemberi suara dan pilihan kampanye dipandang sebagai bagian-bagian

yang independen dari mesin yang bekerja di dalam gesekan yang sangat

banyak.

4)      Pemberi Suara Yang Aktif

Kita kembali mengingat bahwa manusia bertindak terhadap objek

berdasarkan makna objek itu bagi mereka. Manusia harus dipandang

sebagai organisme yang harus berurusan dengan apa yang dilhatnya. Ia

menghadapi apa yang dilihatnya dengan melakukan proses indikasi diri

yang di dalamnya ia membuat suatu objek dari yang dilihatnya,

memberinya makna dan menggunakan makna itu untuk sebagai dasar

untuk mengarahkan tindakannya. Perilakunya terhadap apa yang

dilihatnya bukanlah tanggapan yang ditimbul oleh penyajian apa yang

dilihatnya, melainkan merupakan tindakan yang timbul dari interpretasi

yang dibuat melalui proses indikasi diri. Dalam pengertian ini manusia

yang melakukan interaksi diri bukan sekedar organisme yang menanggapi,

melainkan organisme yang bertindak, organisme yang harus membentuk

Page 19: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

arah tindakan berdasarkan apa yang diperhitungkannya, bukan hanya

melepaskan tanggapan terhadap permaianan suatu faktor pada

organisasinya.

Rangsangan kampanye politik membangkitkan tanggapan tidak

dapat dianggap seragam dalam pikiran setiap orang. Ada yang

memperhatikan kampanye dengan cermat, barangkali terlibat secara aktif,

yang lainnya hanya melirik sedikit  dan banyak yang sama sekali tidak

mengindahkannya.

Bila dipandang seperti ini, maka rangsangan atau pilihan yang

diberikan kepada para pemberi suara dalam kampanye politik tidak lagi

tetap atau terbagi merata keseluruh pemilih ketimbang atribut sosial dan

kecenderungan pemilih. Akan tetapi, isi komunikasi kampanye bervariasi

dalam penyajian oleh media.

Keterlibatan aktif mencakup orang yang menginterpretasikan

peristiwa, isu, partai, dan personalitas, dengan demikian menetapkan dan

menyususn maupun menerima serangkaian pilihan yang diberikan. Para

pemberi suara memutuskan citra tentang apa yang diperhitungkan oleh

mereka, citra yang sangat bervariasi, dan secara terus menerus. Dengan

demikian tindakan pemberian suara adalah tindakan komunikasi.

3.4.2 Tindakan Pemberian Suara

Banyak pertimbangan yang diperhitungkan kedalam proses yang

digunakan oleh pemberi suara untuk menetapkan putusan mereka. Tiga

diantaranya sangat signifikan dalam membentuk latar belakang  pemberi suara

mempersepsi komunikasi tentang isu dan kandidat yang diterima selama

kampanye yaitu terdisi atas: atribut, perspektif, dan persepsi pemberi suara.

1)      Atribut Pemberi Suara: karakteristik sosial dan demografi

Banyak diantara penelitian terdahulu tentang pemberi suara, membedakan

atribut sosial dan demografi dari pemberi suara partisan dan independen. Studi

menunjukkan pada pertengahan tahu 1960-an menyingkapakan bahwa golongan

independen kebanyakan terdiri atas orang-orang yang berpusat kearah jenjang

Page 20: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan yang paling rendah, dan paling kecil

kemungkinannya berpartisipasi  dalam politik apapun. Sedangkan penelitian yang

lebih baru menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat pendapat

independen. Yang pertama terdiri atas nonpartisipan dalam kategori status sosio-

ekonomi rendah, dan yang kedua terdiri atas orang-orang yang berpendidikan di

atas sekolah menengah, dalam kelompok pendapatan menengah, dan dengan

pekerjaan administrasi.

Sedangkan De Vries dan Tarrance membedakan dari independen yang

lama dan  baru, ini satu golongan lagi, yaitu “kekuatan yang baru” dalam politik

Amerika. Kekuatan ini adalah pemberi suara yang mengaku bahwa dalam

pemilihan umum mereka memberikan suara kepada kandidat lebih dari satu

partai, bukan langsung kepada satu partai.  

Dalam beberapa pemilihan kepresidenan terakhir terdapat peningkatan

kecendrungan pada pemberi suara untuk melihat perbedaan diantara kedua partai

dan kandidat terhadap isu pemilihan. Oleh karena itu pandangan Axelrod yang

mengatakan bahwa kelompok pemberi suara di dalam masyarakat mengalihkan

dukungan mereka dari satu partai keparatai yang lain atau dari satu kandidat

kekandidat yang lain, kebanyakan sebagai tanggapan terhadap trend nasional

bukan karena alasan yang menyangkut kelompok tertentu. Tetapi yang

berspesialisasi memang melihat perbedaan diantara partai politik utama mengenai

isu yang penting bagi mereka. Jadi, misalnya golongan itu melihat perbedaan

kepartaian terhadap isu jaminan sosial dan perawatan kesehatan, pengusaha

melihat perbedaan dalam ukuran ekonomi, golongan kulit hitam mengamati

perbedaan dalam isu hak sipil dan kesempatan kerja, dan sebagainya. Bila isu itu

menonjol bagi orang dengan atribut sosial tertentu, maka isu yang

bersangkutanlah, bukan karena trend nasional, yang menerangkan tanggapan

anggota kelompok sosial terhadap partai dan kandidat yang bersaingan. Dalam hal

seperti itu, atribut sosial dan demografi seseorang menerangkan perspektif

pemberi suara.

2)      Perspektif Pemberi Suara: mengembangkan citra politik

Page 21: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Orang belajar mengidentifikasikan diri dengan lambang-lambang

signifikan melalui pembicaraan politik, persuasi, sosialisasi, dan pembentukan

opini. Orang yang memasuki kampanye politik, misalnya membawa berbagai titik

pandang yang terikat erat kepada citra diri politik mereka, mereka tidak hanya

melihat segala sesuatu terjadi ( citra diri jangka pendek, persepsi terhadap objek-

objek politik ). Mereka mengamatinya dari titik pandang individual (citra diri

politik jangka panjang, atau perspektif mereka). Diantara pokok-pokok yang

menguntungkan yang dibawa oleh pemberi suara yang berkembang, yaitu diteliti

lima pokok: identifikasi partisan, kelas sosial, kecendrungan ideologis, konsepsi

tentang sifat-sifat yang diharapkan pada pemegang jabatan yang ideal, dan

kekhawatiran pribadi

3)      Persepsi pemberi suara: citra politik yang khas kampanye.

Para pemberi suara  secara selektif mempersepsi partai partai, kandidat,

isu, dan peristiwa,  dalam kampanye, memberi makna kepada mereka, dan

berdasarkan  itu menentukan pemberian suara. Melalui proses interpretativ,

mereka tidak hanya memperhitungkan atribut dan perkembangan mereka, yaitu

citra jangka panjang, tetapi jiuga menyusun citra jangka pendek tentang objek

kampanye.

3.5.3 Komunikasi Politik dan Citra Pemberi Suara

A.    Munculnya Proses Komunikasi Kampanye

Jika diketahui kenyataan bahwa selama pemilihan untuk presiden, anggota

kongres, gubernur, legistlasi Negara bagian, dan banyak jabatan yang lebih

terendah sebagai warga Negara hampir tidak mungkin melindungi diri mereka

sendiri dari imbauan para kandidat atau yang berkampanye merupakan faktor

utama dalam membantu para pemeberi suara dalam mencapai pemilihan umum.

Bila masing-masing diantara banyak produk makanan mempunyai sifat

khusus sendiri untuk membedakannya dengan pesaingnya, begitu juga para

kandidat politik.

Berdasarkan kesetian sosial dan kesetiaan pada partai, orang secara

selektif memantau komunikasi kampanye, membaca, mendengarkan, dan

Page 22: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

menonton apa yang mendukung pendirian mereka dan menghindari pesan-pesan

yang tidak mendukungnya.

Terpaan komuniaksi membawa serta akibat otomatis sehingga bila

pemberi suara dapat diterpa imbauan berkali-kali sampai jumlahnya cukup

banyak, mereka akan bereaksi kearah yang dimaksudkan.

Tiga kemungkinan akibat komunikasi terhadap pemberian suara

memperkuat keputusan partisan yang telah dibuat, mengaktifkan warga Negara

yang acuh tak acuh kalau tidak diaktifkan, dan mengubah orang yang ragu-ragu,

menurut taksiran, kurang dari dua diantara sepuluh pemberi suara mengalami

perubahan kampenye seperti itru

B.     Fungsi Komunikasi Kampanye Sebagai Katalisator

Katalisatior adalah sesuatu yang mempercepat, memodifikasi, dan sering

meningkatkan proses tau peristiwa tanpa ia sendiri menjadi habis terpakai hal ini

tentulah merupakan salah satu cara untuk memikirkan apa yang dilakukan oleh

komunikasi politik dalam kampnye pemilihan umum.

Terhadap katalisator inilah, yakni komunikasi kampanye, para pemberi

suara bertindak dalam merumuskan kepercayaan, nilai, dan pengharapan mereka

terhadap objek kampanye. Maka, jika dirangkumkan, komunikasi kampanye

adalah katalisator dengan konsekuensi kognitif, afektif, dan konatif.

1)      Akibat Kognitif

Sejauh mereka meneliti apa akaibat kampanye pada pemberi suara,

studi pemberian suara generasi pertama dan kaedua. 1. Akibat terpaan

media dan 2. Mengikuti prosedur sederhana untuk mengidentifikasi

pengaruh yang dimaksudkan dari pesan tertentu, orang yang dimaksudkan

dipengaruhi oleh pesan itu, dan akibat pengaruh tersebut pada khlayak

yang dimaksudkan. Prosedur ini analog dengan menembakkan artileri

medan: peluru ( pesan media) mengenai sasaran (khlayak dengan dampak 

(akibat) yang dapat diukur)

2)      Tangggapan Afektif

Page 23: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Perhatikan bahwa swicthers dan yang lambat mengambil putusan

menggunakan televisi untuk mendapatkan informasi selama pemilihan

umum mengesankan bahwa komunikasi politik mempengaruhi penilaian

pemberi suara maupun tingkat pengetahuan mereka tentang isu dan

kandidat. Apakah televise menyajikan bahan mentah kepada pemberi

suara, yang menyebabkan berubahnya citra mereka tentang kandidat, hal

itu sebagian besar bergantung pada jenis ini televise yang ditonton oleh

pemberi suara dan bagaimana mereka memanfaatkannya.

Perubahan dalam orientasi afektif terhadap kandidat pada pemberi

suara yang diterpa bentuk lain komunikasi kampanye sangat bervariasi.

3)      Konsekuensi Konatif

Media politik memainkan peran yang lebih besar dalam membantu

pemberi suara dalam menyusun pilihannya, bahkan barangkali membelot

dari kebiasaan memberikan suara.

3.6 Peran Masyarakat dalam Politik

3.6.1 Pengertian Masyarakat

Di dalam masyarakat, orang melakukan interaksi dengan orang lain,

menjalankan aktivitas, dan berupaya untuk memenuhi kebutuhannya. Ada

beberapa teori yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan mengapa manusia

hidup bersama dalam bentuk masyarakat. Manusia selamanya hidup dalam

kelompok. Hidup bersama atau hidup bermasyarakat adalah sedemikian penting

bagi manusia, sehingga manusia dapat dikatakan utuh dan sempurna bila ia hidup

bersama dengan manusia lainnya. Kata masyarakat itu berasal dari bahasa Arab,

yaitu syaraka yang berarti ikut serta. Pengertian masyarakat mencakup interaksi

sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Masyarakat sering juga disebut

sistem sosial. Selain itu, ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang

pengertian masyarakat.

Menurut Robert M. Mclver dalam Budiardjo (2009:46) masyarakat adalah

suatu sistem hubungan-hubungan yang ditata. Sementara itu Koentjaraningrat

mengatakan “Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi

Page 24: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang terikat oleh suatu rasa identitas

bersama”. Sementara itu Harold J.Laski mengemukakan bahwa “Masyarakat

adalah kelompok manusia yang hidup bersama dan bekerja sama untuk mencapai

terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama”.

3.6.2 Masyarakat Politik

Dasar organisasi pembentukan masyarakat adalah “Keinginan manusia

untuk hidup bersama atau kerjasama, tolong menolong untuk mencapai tujuan

yang sama guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya agar dapat bertahan

hidup”. Tujuan bersama menjadi salah satu hal yang mendasari kepentingan

manusia untuk membentuk organisasi atau kelompok bersama. Negara dibentuk

dan dijalankan oleh sekelompok orang dalam wilayah tertentu dalam rangka

mewujudkan tujuan bersama yang telah disepakati. Untuk dapat melaksanakan

segala aktivitas yang berhubungan dengan tujuan Negara tersebut diperlukan

adanya kekuasaan (authority). Namun, walaupun memiliki tujuan yang sama,

tidak setiap warga Negara memiliki pemikiran yang sama tentang bagaimana cara

mewujudkan tujuan bersama. Untuk itulah politik ada, karena politik menjadi

gelanggang bagi persaingan gagasan dan kepentingan warga negara .

Jadi, masyarakat politik dapat diartikan sebagai masyarakat yang

bertempat tinggal di dalam suatu wilayah tertentu dengan “aktivitas tertentu” yang

berhubungan dengan bagaimana cara-cara memperoleh kekuasaan, usaha-usaha

mempertahankan kekuasaan, menggunakan kekuasaan, wewenang dan bagaimana

menghambat penggunaan kekuasaan, pengendalian kekuasaan, dan sebagainya.

Pada masyarakat politik, interaksi setiap individu maupun kelompok

memiliki cirri-ciri sebagai berikut.

1. Perilaku Politik (Political Behavior)

Perilaku politik dapat dinyatakan sebagai keseluruhan tingkah laku,

politik dan warga negara yang telah saling memiliki hubungan antara

pemerintah dan masyarakat, antara lembaga pemerintah dan antara

kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan

penegakan keputusan politik.

Page 25: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

2. Budaya Politik (Political Culture)

Menurut Almond dan Verba, budaya politik merupakan suatu sikap

orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka

ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di

dalam sistem itu. Warga negara mengidentifikasikan dirinya dengan

simbol-simbol dan lembaga kenegara an berdasarkan orientasi yang

mereka miliki.

3. Kelompok Kepentingan (Interest Group)

Yaitu sebuah kelompok/organisasi yang berusaha mempengaruhi

kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik.

Kelompok kepentingan bisa menghimpun ataupun mengeluarkan dana dan

tenaganya untuk melaksanakan tindakan-tindakan politik, biasanya mereka

berada di luar tugas partai politik.

4. Kelompok Penekan (Pressure Group)

Menurut Stuart Gerry Brown, kelompok penekan adalah kelompok

yang dapat mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan

pemerintah. Adapun cara yang digunakan dapat melalui persuasi,

propaganda atau cara lain yang lebih efektif. Mereka antara lain:

kelompok pengusaha, industriawan dan asosiasi lainnya.

Di dalam masyarakat politik, agar kepentingan seseorang atau suatu

kelompok diketahui oleh pihak lain dan dijadikan sebagai pokok bahasan, maka

diperlukan adanya komunikasi politik. Komunikasi politik adalah semua kegiatan

dalam sistem politik yang dimaksudkan agar inspirasi dan kepentingan politik

warga negara diakomodasi menjadi berbagai kebijakan.

Dengan demikian kita dapat melihat bahwa masyarakat politik bukanlah

masyarakat yang statis. Jika kehidupan politik yang demokratis diterapkan, maka

kehidupan masyarakat politik akan menjadi sangat dinamis. Karena kelompok-

kelompok yang berbeda akan mencoba memperjuangkan berbagai

kepentingannya melalui saluran komunikasi politik yang ada.

3.7 Kerangka Berpikir

Page 26: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Kerangka berpikir dan skema dalam penelitian ini ditampilkan pada

Gambar 3.7 berikut ini

Gambar 3.7 Kerangka Berpikir

4. Metode Penelitian

4.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

Kualitatif. Dengan menggunakan desain Kualitatif, penulis akan dapat

menganalisa hasil penelitian yang berupa data abstrak. Dari analisa tersebut akan

dapat disimpulkan apa saja yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi

Pemberian Suara oleh Masyarakat Desa Sumberejo Kabupaten Demak Dalam

Pilpres 2014.

PEMBERIAN DUKUNGAN SUARA KEPADA JOKOWI -JK

MARKETING POLITIK

TERHADAP KANDIDATSTRATEGI KAMPANYE

PDI-PPENGARUH

TOKOH TERKEMUKA

ANALISIS

DATA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGAR

UHI PEMBERIAN DUKUNGAN

SUARA

Page 27: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

4.2 Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah:

1. Strategi kampanye partai politik di desa Sumberejo saat pilpres 2014

2. Pandangan warga desa Sumberejo terhadapk Jokowi-JK.

3. Pengaruh tokoh terkemuka dalam pemberian suara oleh warga desa

Sumberejo.

4.3 Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan menjadi tempat penelitian adalah desa Sumberejo di

Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak.

4.3 Sumber Data

1. Data Primer, data yang diperoleh dari lapangan wawancara dengan:

a) Kepala Desa Sumberejo

b) Tokoh besar (berpengaruh) di Desa Sumberejo

c) Kepala Dusun Sumberejo

2. Data Sekunder, data yang diperoleh tidak langsung, dari bahan-bahan

kepustakaan dan dokumentasi.

4.4 Teknik Pengambilan Data

Alat pengambilan data yang akan digunakan adalah:

a) Wawancara

Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan langsung kepada seorang informan atau otoritas atau seorang

ahli yang berwenang dalam suatu masalah.

b) Dokumentasi

Page 28: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat

atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau

oleh orang lain tentang subjek.

4.5 Keabsahan Data

Keabsahan (validitas) data ditentukan dengan menggunakan triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding

terhadap data itu. Norman K. Denkin mendefinisikan triangulasi sebagai

gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji

fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda.

4.6 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data:

Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai

dengan hasil wawancara di lapangan dan studi pustaka dan dokumentasi.

2. Reduksi Data

Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus

peneliti. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data

yang direduksi. Memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil

pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari sewaktu-waktu

diperlukan.

3. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrix network chart atau

grafis sehingga peneliti dapat menguasai data

Page 29: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Peneliti berusaha mencari pola model, tema, hubungan, persamaan, hal-

hal yang sering muncul, dan sebagainya. Jadi dari data tersebut peneliti mencoba

mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan

didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas

masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode Analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini digambarkan dalam skema berikut ini:

Gambar 4.6 Metode Analisis Data

Pengumpulan

data Penyajian Data

Kesimpulan,

penafsiran/

verifikasi

Reduksi Data

Page 30: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Daftar Pustaka

Amir, Fauziah. (2006). Strategi Kampanye Politik di Media Massa oleh Pasangan

SBY-JK dalam Kampanye pemilihan Presiden langsung 2004. Skripsi.

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Depok: Universitas Indonesia.

Arifin, Anwar. (2003). Komunikasi Politik: Paradigma-Teori-Aplikasi Strategi

dan Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dinasthi, Juna. 2013. Pemilu di Indonesia: Sistem Pemilihan Umum.

http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com [online]. Tersedia di

http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-

indonesia-sistem.html. (Diakses pada 13 september 2014, pukul 19:22

WIB).

Firmanzah. (2012). Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Katz, Richard S.& William Crotty. (2006). Handbook of Party Politics. Sage

Publication.

Kotler, P. and Levy, S.J. (1969), Broadening the Concept of Marketing, Journal

of Marketing, 33, pp. 10-15.

Nimmo, Dan. (2000). Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Bandung:

PT.Remaja Rosda Karya.

Nursal, Adnan. (2004). Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Pamungkas, Sigit. (2009). Perihal Pemilu. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Ramlan Surbakti. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Page 31: Proposal Skripsi Kualitatif Demak

Roswati, Sri. (2014). Pemilu (One Person, One Vote, One Value) – bag 1.

Tempokini.com [online]. Tersedia di

http://www.tempokini.com/2014/06/pemilu-one-person-one-vote-one-value-

bag-1/. (Diakses pada 15 september 2014, pukul 19.47 WIB).

uu no 8 tahun 2012 tentang pemilihan umum.

Venus, Antar. (2004). Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama

Media.