proposal penelitian kintamani

Upload: muhammad-hafizi

Post on 18-Jul-2015

702 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

USULAN PENELITIAN

I. JUDUL

: Perbedaan Tingkat Stres Terhadap Kejadian Hipertensi pada Dewasa Madya di Wilayah Kerja Puskesmas Kintamani I Kabupaten Bangli

II. RUANG LINGKUP : Ilmu Kesehatan Masyarakat III. PERSONALIA : A.A Gde Agung Anom Arie Wiradana Muhammad Hafizi Bin Mohd Nasori IV. PENDAHULUAN 4.1 LATAR BELAKANG Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg yang diukur pada dua waktu yang berbeda. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Chobanian AV et al, 2003). Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi esensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Sisanya adalah hipertensi sekunder, yaitu tekanan darah tinggi yang ada penyebabnya, diantaranya adalah kelainan organik seperti penyakit ginjal, kelainan pada korteks adrenal, pemakaian obat-obatan sejenis kortikosteroid, dan lain-lain (Chobanian Avet al, 2003). Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Berdasarkan data WHO tahun 2005, tingkat prevalensi hipertensi di negara-negara maju pun cukup tinggi, yaitu mencapai 37%, sementara di negara-negara berkembang 29,9%, dikemukakan pula bahwa perempuan penderita hipertensi lebih tinggi, yaitu 37%, sedangkan pria 28%. Kejadian hipertensi pada populasi penduduk China pada usia 65-74 tahun sebanyak 47,3% pada laki-laki dan 50,2% pada wanita. Di antara pasien yang menderita hipertensi hanya 44,7% yang waspada terhadap tekanan darah tinggi, hanya 28,2% yang mendapatkan obat antihipertensi, dan hanya 8,1% yang tekanan darahnya terkontrol (Dongfeng et al, 2002). Dengan tren yang terus meningkat, semua orang dapat terkena penyakit mematikan ini. 1

Hipertensi merupakan penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur (6.8%), setelah stroke (15.4%) dan tuberkulosis (7.5%) (Depkes 2008). Surkesnas 2001 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 27% dan wanita 29%. Sedangkan hasil SKRT 2004, hipertensi pada pria 12,2% dan wanita 15,5%. Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20% (Chandra 2007). Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 angka kesakitan penyakit hipertensi di Provinsi Bali pada penduduk berumur >18 tahun berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah sebanyak 29.1/1000. Sementara Kabupaten Bangli angka kesakitannya 32/1000 lebih tinggi dari prevalensi hipertensi Provinsi Bali dan menempati peringkat kedua setelah Kabupaten Buleleng. Hipertensi juga merupakan salah satu dari sepuluh penyakit terbanyak yang ada di Puskesmas Kintamani I. Kejadian hipertensi yang tercatat di Puskesmas Kintamani I pada tahun 2008 didapatkan 1.412 kasus ata 18,9 %dan pada tahun 2009 didapatkan kasus 1455 atau 21,4%. Jumlah kasus hipertensi yang terdapat di laporan tahunan puskesmas 2010 terdapat 799 yang menempati urutan ke-2 dari jumlah kasus terbanyak di Puskesmas Kintamani I. Sementara dari tahun 2011 jumlah kasus yang sudah tercatat yaitu 1266 kasus hipertensi. Jika dibandingkan dengan puskesmas lain yang berada di wilayah Kabupaten Bangli yaitu Puskesmas Susut sendiri kasus hipertensi tidak banyak ditemukan hingga tidak termasuk dalam sepuluh besar penyakit. Hubungan antara stres dan hipertensi telah lama dievaluasi secara luas. Stres secara mendadak menunjukkan peningkatan tekanan darah melalui peningkatan cardiac output dan denyut jantung tanpa pengaruh resistensi perifer total. Pada keadaan stres akut didapatkan peningkatan kadar katekolamine, kortisol, vasopresin, endorphin dan aldosteron, yang mungkin sebagian menjelaskan mekanisme peningkatan tekanan darah. Meskipun faktor utama yang berperan karena aktivasi sistem saraf simpatis telah didukung oleh beberapa penelitian. Stres menjadi tanda-tanda pencetus suatu respon kardiovaskuler tanpa partisipasi kortikal. Selanjutnya, stres akut akan mengurangi ekskresi natrium ginjal, yang kontribusi peningkatan tekanan darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres yang berkepanjangan mungkin mempengaruhi orang-orang atau hewan-hewan untuk memperpanjang periode hmerupakaipertensi dan pada populasi tertentu merupakan faktor resiko perkembangan stres penginduksi hipertensi. Kemungkinan stres yang

berkepanjangan menyebabkan hipertensi merupakan akibat dari faktor tropik dari 2

neurohormonal yang menyebabkan hipertropi atau atherosklerosis vaskuler. Karena stres juga dapat mempengaruhi pengukuran tekanan darah yang disebabkan oleh fenomena hipertensi- mantel putih (white-coat hipertension), pada monitoring tekanan darah pasien rawat jalan timbul sebagai gambaran penting dalam mengevaluasi pasien dengan hipertensi. (Journal of Hypertension 1990, 8 ) Stres adalah suatu gangguan yang dialami oleh tubuh yang disebabkan oleh stimulus yang berasal dari dalam maupun dari luar tubuh. Respon terhadap stres dapat berupa agresi dengan terjadinya kenaikan tekanan darah atau dapat berupa gangguan emosional dengan timbulnya depresi ataupun rasa nyeri (Anonim, 1993). Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya di kelurahan Grogol kecamatan Limo kodya Depok, terdapat 37,3% responden ,mengalami stres terkait penelitian stres sebagai salah satu faktor pemicu Hipertensi(Sarastini,2008). Prevalensi Hipertensi pada umur 25-34 tahun sebesar 6,1 %, prevalensi meningkat dengan tajam pada golongan umur 35-44 tahun menjadi 14,7% dan mencapai 42,9 % pada umur 55 tahun atau lebih(Depkes RI, 2001) Berdasarkan salah satu faktor resiko hipertensi diatas yaitu stres, maka peneliti tertarik untuk memgetahui tingkat stres terhadap kejadian hipertensi dan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dimana prevalensi stress menajam pada rentang usia 40 tahun keatas, peneliti berasumsi bahwa pada dewasa madya termasuk golongan umur tersebut rentan terhadap stress dan mempunyai dampak penyakit yang sangat merugikan yaitu Hipertensi. Bertitik tolak hal tersebut, peneliti akan lebih lanjut meneliti Perbedaan Tingkat Stres Terhadap Kejadian Hipertensi pada Dewasa Madya di Wilayah Kerja Puskesmas Kintamani I Kabupaten Bangli. 4.2 RUMUSAN MASALAH apakah ada perbedaan tingkat stres terhadap kejadian hipertensi pada dewasa madya di wilayah kerja puskesmas Kintamani I Kabupaten Bangli? 4.3 TUJUAN PENELITIAN 4.3.1 Tujuan Umum

3

Untuk mengetahui perbedaan tingkat stres terhadap kejadian hipertensi pada dewasa madya di wilayah kerja puskesmas Kintamani I Kabupaten Bangli. 4.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui perbedaan tingkat stres pada dewasa madya di wilayah kerja puskesmas Kintamani I Kabupaten Bangli. 2. Mengetahui tingkat kejadian hipertensi pada dewasa madya di wilayah kerja puskesmas Kintamani I Kabupaten Bangli.

4.4 MANFAAT PENELITIAN 4.4.1 Subyek Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan subyek penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi. 4.4.2 Puskesmas Kintamani I Penelitian ini dapat memberikan informasi atau masukan tentang faktor risiko hipertensi yaitu stres pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kintamani I dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. 4.4.3 Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam membuat perencanaan program kesehatan penduduk masa mendatang, khususnya dalam penatalaksanaan pasien hipertensi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya. 4.4.4 Peneliti 1. Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama proses pendidikan dan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah. 2. Menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan faktor-faktor risiko dengan hipertensi pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas Kintamani I Bangli.

V. TINJAUAN PUSTAKA 4

5.1. Definisi Hipertensi Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg diukur pada dua waktu yang berbeda. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat dan ukuran manset yang menutupi minimal 80% lengan pasien. Pasien berposisi duduk punggung tegak danagn lengan pasien diposisi diatas meja sejajar jantung atau terlentang dan paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi (Yunis T et al, 2003). Tekanan darah sistolik adalah kedengaran suara denyut (korotkoff phase I) yang pertama dan tekanan darah diastolik adalah kedengaran suara denyut (Korotkoff phase V) yang terakhir. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Chobanian AV et al, 2003). Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII Kriteria Tekanan Darah TDS (mmHg) Normal Prehipertensi Hipertensi Derajat I Hipertensi Derajat II Sumber : (Chobanian AV et al, 2003). 5.2 Epidemiologi Hipertensi merupakan faktor risiko mayor terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal ginjal yang juga merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju (37%) maupun negara berkembang (29,9%). Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 juta berada di negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan data WHO tahun 2005, dikemukakan bahwa wanita penderita hipertensi lebih tinggi, yaitu 37%, sedangkan pria 28%. < 120 120 - 139 140 - 159 160 TDD (mmHg) < 80 80 - 89 90 - 99 100

5

Hipertensi menduduki peringkat ketiga penyebab kematian utama di Indonesia untuk semua umur (6,8%), setelah stroke (15,4%) dan tuberculosis (7,5%) (Depkes 2008). Berdasarkan data Depkes (2008), prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% dimana cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan hanya mencapai 24,0%, atau dengan kata lain sebanyak 76,0% kejadian hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis. Dengan tren yang terus meningkat, semua orang dapat terkena penyakit mematikan ini (RISKESDAS 2007). Laju morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler dapat diturunkan dengan cara mencegah hipertensi dan mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi.

5.3 Faktor Risiko Hipertensi Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial atau hipertensi primer tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Yugiantoro M, 2006). 5.3.1 Umur Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya (Oktora R, 2007). Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade 6

ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar V dkk, 2005). 5.3.2 Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause (Cortas K dkk, 2008). Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar V dkk, 2005). 5.3.3 Faktor keturunan atau genetik Sebanyak 70-80% kasus hipertensi memiliki riwayat hipertensi pada keluarga. Jika salah satu orang tua ada yang menderita hipertensi, maka peluang untuk menderita hipertensi sebesar 25%. Jika kedua orang tua menderita hipertensi maka peluang untuk menderita hipertensi akan meningkat menjadi sebesar 60% (Ambyfirul, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Beevers pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama menunjukkan sekitar separuh tekanan darah di antara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetik dan separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan/lingkungan sejak masa awal kanak-kanak (Anggraini dkk, 2009). 5.3.4 Pendidikan Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahamam seseorang. Begitu pula dalam hal kesehatan, semakin tinggi tingkat pengetahuan maka pemahaman dan kesadaran seseorang tentang kesehatan akan lebih baik (Ambyfirul, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Rebecca menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sekunder (SLTP/SLTA) dapat mengurangi risiko 7

hipertensi 1/5 kali lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan primer (SD/tidak bersekolah). Perguruan tinggi dapat mengurangi risiko hipertensi 1/10 kali lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan primer (SD/tidak sekolah) (Rebecca BM, 2007). 5.3.5 Konsumsi kopi Kopi mengandung kafein yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah secara akut (langsung) yang mana dapat meningkatkan tekanan darah dan terganggunya ritme jantung. Minum kopi lebih dari 5 cangkir sehari dapat meningkatkan resiko infark sampai 70%, terutama wanita dengan penyakit angina pectoris atau hipertensi. Dalam jangka waktu yang lama, konsumsi kopi yang terlalu banyak dapat mengakibatkan meningkatnya kolesterol LDL. Dalam satu studi dari American Heart Association, menunjukkan bahawa konsumsi kopi mempunyai efek kepada hipertensi. Konsumsi kopi meningkatkan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi. Pengurangan kopi mungkin mempunyai manfaat pada penderita hipertensi (Rakic V dkk, 1999).

5.3.6 Merokok Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah (Ambyfirul, 2009). Salah satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak baik adalah merokok. Penelitian menunjukkan bahwa 80% dari penderita hipertensi mempunyai riwayat merokok. Selain itu, didapatkan hasil bahwa responden yang merokok mempunyai risiko 1,53 kali menderita hipertensi. Merokok sebatang setiap hari akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik 10-25 mgHg dan menambah detak jantung 5-20 kali persatu menit (Yuliana S, 2007). Hipertensi adalah suatu penyakit yang letak dasar penyakitnya pada gangguan

pembuluh darah sehingga suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena asap rokok mengandung bahan- bahan yang berbahaya bagi tubuh, yaitu (Yuliana S, 2007): 5.3.7 Pola asupan garam dalam diet Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram 8

garam) perhari (Shapno L dkk, 2003). Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi (Widayanto D, 2008). Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG (Sianturi G, 2003). 5.3.8 Faktor resiko Stres Stres dan hipertensi telah lama dianggap saling berhubungan, meskipun bukti-bukti yang mendukung hubungan ini masih tetap diperdebatkan. Penelitian yang sekarang ini merupakan tinjauan respon jantung, ginjal, endokrin, dan neurology terhadap stres akut pada hewan dan manusia serta mekanisme yang mendasari stress akut yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Tinjauan ini meliputi penelitian-penelitian pertanyaan apakah stres jangka panjang dapat menyebabkan hipertensi yang ireversibel dan dengan perubahan patologik yang mungkin menyebabkan hipertensi ireversibel. Pada pnelitian kali ini, peneliti mengkhususkan stres sebgai variabel yag dihubiungkan pada penyakit hipertensi yang pada dewasa akhir. 5.4 Stres Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004). Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003; 158).

9

Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres. Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya. Empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres (Papero, 1997): 1) Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang mengurangi intensitas respons stres. 2) Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi. 3) Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres. 4) Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stres.

5.4.1 Tipe Kepribadian Yang Rentan Terkena Stres 1) Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan). 2) Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional). 3) Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over confidence) 4) Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam. 5) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic). 6) Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter). 7) Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan. 8) Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesagesa. 10

9) Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan. 10) Tidak mudah dipengaruh, kaku (tidak fleksibel). 11) Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai. 12) Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.

5.4.2 Tahapan Stres Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. an Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut : Stres tahap I Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting); 2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis. Stres tahap II Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhankeluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar; 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang; 3) Lekas merasa capai menjelang sore hari; 4) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort); 5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar); 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang; 7) Tidak bisa santai.

11

Stres Tahap III Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa; 3)Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat; 4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

Stres Tahap IV Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit; 3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate); 4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan; Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairahan; 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya. Stres Tahap V Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

12

1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion); 2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana; 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder); 4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik. Stres Tahap VI Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut: 1) Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap); 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran; 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; 5) Pingsan atau kolaps (collapse). Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya

13

VI. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 6.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Faktor Interna 1) Genetik, 2) Umur, 3) Jenis kelamin, 4) Pendidikan

Stress Petunjuk: = Variable yang diteliti = Variable yang tidak diteliti

Hipertensi

Faktor Eksterna 1) Stress, 2) Konsumsi kopi, 3) Merokok, 4) Pola asupan garam dalam diet

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka ini memaparkan bahwa variabel dependen penelitian adalah hipertensi. Variabel independen yang diteliti pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, pendidikan, pekerjaan, minum kopi, merokok, asupan garam. 6.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah Ha: Ada perbedaan tingkat stres terhadap dengan kejadian hipertensi pada penduduk dewasa madya di wilayah kerja Puskesmas Kintamani 1 Ho: Tidak Ada perbedaan tingkat stres terhadap dengan kejadian hipertensi pada penduduk dewasa madya di wilayah kerja Puskesmas Kintamani 1

VII. BAHAN DAN CARA PENELITIAN 7.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kintamani 1 di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 29 maret sampai dengan 31 Maret 2012.

14

7.2 RANCANGAN PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian berupa data deskriptif kuantitatif yang akan dianalisa secara analitik. 7.3 POPULASI DAN SAMPEL Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penduduk dewasa madya wilayah kerja Puskesmas Kintamani 1 di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli yang terdiagnosis hipertensi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah 1. Responden adalah penduduk kintamani 2. Responden mempunyai rentan usia 40-60 tahun 3. Responden bersedia diteliti Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah 1. Responden yang tidak bisa berkomunikasi karena masalah fisik tertentu seperti tuli, bisu serta gangguan mental dan lain-lainnya, dan 2. Responden yang menolak berpartisipasi dalam penelitian. 7.4 BESAR DAN CARA PENGAMBILAN SAMPEL Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus, nilai r yang digunakan adalah 0,559 (Berdasarkan nilai r untuk variabel minum kopi [Aryanti dkk,2009])2

n=

z+ z 0.5ln[(1+r)/(1-r)]

+3

=

1.96+1.96 0.5ln[(1+0.559)/(1-0.559)]

2

+3

= 41,547 Keterangan : n = besar sampel r = koefisien korelasi Z= nilai Z untuk = 0.05 yaitu 1.96 15

Z = nilai Z untuk = 0.05 yaitu 1.96 setelah memasukkan angka-angka tersebut didapatkan jumlah sampel sebesar 41,547~42. 7.5 IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN 1. Hipertensi 2. Stress 7.6 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL Definisi operasional variabel, berisi definisi variabel, cara mengukur dan atau kriteria dari variabel tersebut. 1. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90mmHg atau keduanya baik yang menunjukkan gejala maupun tidak, diukur saat istirahat (sebelumberaktivitas), dalam posisi duduk dengan kaki menginjak tanah, menggunakan spyghmomanometer air raksa dan stetoskop. Pengukuran dilakukan dua kali pada lengan kanan atas, dimana manset dipasang setinggi jantung dan selang waktu antara pengukuran pertama dan kedua adalah 5 menit. Tiap tiap hasil pengukuran dicatat tekanan sistolik dan diastoliknya kemudian dirata rata dan diklasifikasikan sesuai klasifikasi JNC VII.

2. Stress adalah Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu. Tingkat stress pada subyek penelitian nantinya akan diukur menurut skala ukur DASS(Depression,Anxiety and Stress Scale) 7.6 CARA DAN ALAT PENGUMPULAN DATASetelah didapatkan subjek penelitian, sampel dikunjungi ke rumah masing-masing untuk dilakukan pengukuran tekanan darah dan wawancara pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner. Data sekunder didapatkan dari database Puskesmas Kintamani 1. Data

tersier, diperoleh dari buku-buku, jurnal dan internet (situs) yang diakui keabsahannya. 7.7 PENGOLAHAN/ANALISIS DATA Variabel-variabel penelitian ini dikelompokkan sebagai berikut : 1. Dewasa Madya Berdasarkan ........., pengolongan usia dewasa madya adalah usia 40-60 tahun 16

2. Hipertensi Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII Kriteria Tekanan Darah TDS (mmHg) Normal Prehipertensi Hipertensi Derajat I Hipertensi Derajat II < 120 120 - 139 140 - 159 160 TDD (mmHg) < 80 80 - 89 90 - 99 100

Sumber : (Chobanian AV et al, 2003). 3. Stres Berdasarkan skala ukur DASS(.....................) makan penggolongan tingkat stress yaitu : Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat : 0-14 : 15-18 : 19-25 : 26-33 : 34+

Analisis data dilakukan secara komputerisasi dengan program SPSS Version 16.0 dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat untuk menghitung distribusi frekuensi, analisis bivariat untuk menilai hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan t-test group. VIII. BIAYA PENELITIAN No 1 2 3 4 5 Kuesioner Transportasi peneliti Kertas HVS 1 rim Tinta printer Biaya lain-lain Jumlah IX. JADWAL PENELITIAN JADWAL PENELITIAN (29 Maret 2012 April 2012 ) 17 Kegiatan Biaya 160.000,500.000,35.000,55.000,100.000,850.000,-

APRIL KEGIATAN II Identifikasi masalah Pembuatan usulan penelitian Presentasi usulan penelitian Perbaikan usulan penelitian Pembuatan penelitian Pengumpulan data Analisa data Penyusunan laporan penelitian Presentasi laporan penelitian Perbaikan laporan penelitian Penyerahan laporan penelitian instrumen III IV V VI

MAY

X. DAFTAR PUSTAKA Ambyfirul. (2009, November-last update), Hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia terhadap penyakit hipertensi, Availabel: http://www.astaqauliyah.com/.../ hipertensi+dan+faktor+resikonya+dalam+kajian+epidemologi=new (Diakses pada tanggal: 2012, 29 Maret). Anggraini, AD, & Situmorang, E. (2009, Juni last update), Faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di poliklinik dewasa Puskesmas Bangkiang periode januari sampai juni 2008, Availabel : http://www.yayanakhar.wordpress.com.filetype:pdf (Diakses pada tanggal: 2012, 29 Maret). Armilawaty, dkk. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS 2007, Availabel: http://www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com_content&tas k=view&id=38&Itemid=12 (Diakses pada tanggal: 2012, 29 Maret). 18

Cheung BMY, dkk. (2000), Diastolic Blood Pressure is Related to Urinary Sodium Excretion in Hypertensive Chinese Patients, Oxford Journals, no.93, hal. 163-168. Chobanian, AV, dkk. (2003), Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, The Seventh Report of the National Joint Committee. Dreischbach, AW. dkk, (2010, 19 Februari-last update), Hypertension, (eMedicine Nephrology), Availabel: http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview (Diakses pada tanggal: 2012, 30 Maret).

Kumar, V. , Abbas, AK. , Fausto, N. (2005), Hypertensive Vascular Disease, dalam: Robin and Cotran. (eds) Pathologic Basis of Disease, 7th ed, Elsevier Saunders, Philadephia, hal. 528-529. Oktora, R. (2007), Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai Desember 2005, Skripsi FK UNRI, hal 41-42. Rakic V, dkk. (1999), Effect of Coffee on Ambulatory Blood Pressure in Older Men and Women: A Randomized Controlled Trial, American Heart Association, no. 33, hal. 869-873. Rebecca B.M. (2005), Hubungan antara tingkat pendidikan dan hipertensi pada wanita di kabupaten Sukoharjo, Availabel : http://www.eprint.ums.ac.id/797/I/jurnal-dayasaing-2-1-pdf (Diakses pada tanggal: 2012, 30 Maret). Saifullah. (2007). Pengaruh Minum Kopi Terhadap Terjadinya Hipertensi di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Gajah Mada. Shapo, L, dkk. (2003). Epidemiology of Hypertension and Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition, Albania: Journal Epidemiology Community Health, no. 57, hal. 734739. Sianturi G. (2003, Februari-last update), Cegah Hipertensi dengan Pola Makan, Availabel: www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1046314663,16713, - 24k (Diakses pada tanggal: 2012, 30 Maret). Sigarlaki, & Herke, J.O. (2006), Karakteristik dan Faktor berhubungan dengan hipertensi di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah tahun 2006 Journal Makara kesehatan, vol.10, no. 2, hal.78 88. Suhardjono. (2006), Hipertensi pada usia lanjut, dalam: Sudoyo, A. Setiyohadi,B.(eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 4th ed, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, hal. 1451 1454 Widayanto D. (2008, Desember 1 lastupdate), Apa Manfaat Garam Sebagai Bahan Pengawat,Availabel:http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aj3eh2PdCnd0 po.ZrHRTkNLVRgx.;_ylv=3?qid=20080814042051AAWyOOk (Diakses pada tanggal: 2012, 30 Maret). 19

Yogiantoro, M. (2006), Hipertensi Esensial, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 4th ed, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Jakarta, hal. 610-14. Yogiantoro, M. (2006), Hipertensi Esensial, dalam: Sudoyo, A dan Setiyohadi, B.(eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 4th ed, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, hal. 599 603. Yuliana, S. (2007, Februari 26 last update), Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Badan daerah Cepu, Availabel : http://www.unnes.ikm.hipertensi.filetype:pdf (Diakses pada tanggal: 2012, 29 Maret). Yunis, T, dkk. (2003). Blood Presure Survey Indonesia Norvask Epidemiology Study, Medika Volume XXXIX, no. 4, hal. 234-238.

20