proposal penelitian jule awas ilang!!!!!! (2)
TRANSCRIPT
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selain negara Jepang yang sering dilanda oleh bencana gempa ternyata
Indonesia juga merupakan negara rawan gempa karena di dasar samudera
Negara Indonesia ini terdapat tiga lempeng, yakni Eurasia, Indo-Australia, dan
Pasifik, yang bila bertumbukan akan menghasilkan gempa tektonik. Secara
alamiah, fenomena alam tersebut tidak bisa dihindari, namun dampaknya bisa
diminimalisir dengan membangun rumah tahan gempa (Rusmawan 2005).
Untuk membangun rumah tahan gempa diperlukanlah suatu bahan yang
ringan namun kuat. Kayu merupakan bahan alternatif, karena selain ringan
juga mudah dikerjakan dan jumlahnya cukup banyak.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan masyarakat
akan kayu semakin meningkat. Sayangnya peningkatan permintaan ini tidak
dapat lagi sepenuhnya dipenuhi oleh produksi kayu dari hutan yang semakin
menurun kuantitas dan kualitasnya. Hal ini menyebabkan kelangkaan kayu di
pasaran yang pada akhirnya menyebabkan melambungnya harga kayu. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu upaya untuk menghasilkan bahan baku alternatif
yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
Salah satu bahan yang dapat dijadikan alternatif adalah bambu. Bambu
dapat dijadikan sebagai alternatif karena termasuk tumbuhan yang sangat
terkenal di Indonesia khususnya di pedesaan. Selain itu bambu juga mudah
diperoleh, pertumbuhannya cepat, harganya relatif murah, dan memiliki
kekuatan yang cukup baik.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi konstruksi dan bahan
bangunan, bambu sulit bersaing sehingga mulai ditinggalkan masyarakat.
Dengan mengubah penampilan bambu menjadi panel, diharapkan nilainya
akan meningkat dan pemanfaatan bahan ini semakin berkembang sebagai
bahan alternatif dalam rangka mengantisispasi kelangkaan kayu (Purwito 2005
dalam Febriyani 2008).
2
Panel sandwich dibuat dari potongan bambu sebagai inti (core) dan kayu
lapis sebagai face dan back. Panel sandwich diharapkan dapat dijadikan
komponen dalam rumah pra-pabrikasi terutama untuk dinding maupun lantai
karena sesuai dengan prinsip dasar bangunan tahan gempa, yaitu harus
diusahakan seringan mungkin.
Dalam upaya menggali potensi bambu serta memenuhi kebutuhan
masyarakat akan bahan kayu, maka diperlukan langkah nyata untuk
menghasilkan produk bambu yang nantinya dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan
dinding rumah tahan gempa menggunakan panel bambu sandwich.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui besarnya racking strength dinding panel bambu sandwich
dengan berbagai tipe bracing.
b. Mengetahui besarnya racking stiffness dinding panel bambu sandwich
dengan berbagai tipe bracing
c. Mengetahui zona gempa yang tepat untuk pengaplikasian panel bambu
sandwich sebagai dinding rumah tahan gempa.
1.3 Manfaat Penelitian
a. Memberi alternatif pilihan dalam membangun rumah tahan gempa dengan
dinding dari panel bambu sandwich.
b. Pemanfaatan bambu sebagai alternatif pengganti kayu
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Tahan Gempa
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang rawan
gempa, karena di dasar samudera negara Indonesia terdapat tiga lempeng,
yakni Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik, yang bila bertumbukan akan
menghasilkan gempa tektonik. Secara alamiah, fenomena alam tersebut tidak
bisa dihindari. Sebab lempeng-lempeng yang ada di Indonesia merupakan
bagian dari kerak bumi yang bergerak aktif.
Lempeng-lempeng bumi tersebut adalah bagian dari kerak bumi yang
terdiri atas berbagai jenis bebatuan. Efek dari pergeseran itu adalah berupa
getaran yang disebut gempa. Gempa terjadi karena ada perpindahan massa
dalam lapisan batuan bumi (Rusmawan 2005). Menurut Agus (2002), gempa
bumi merupakan peristiwa alam yang dikaitkan dengan adanya hentakan pada
kerak bumi. Aktifitas tektonik menjadi penyebab utama gempa bumi, gaya
tektonik ini disebabkan oleh adanya proses pembentukan gunung-gunung,
gerakan-gerakan patahan lempeng bumi, dan tarikan atau tekanan bagian-
bagian benua yang besar.
Menurut SNI 03-1726 (2003) Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6
wilayah gempa, dimana wilayah gempa 1 dan 2 adalah wilayah dengan
kegempaan ringan, wilayah gempa 3 dan 4 adalah wilayah gempa sedang,
serta wilayah gempa 5 dan 6 adalah wilayah dengan kegempaan berat.
Pembagian wilayah gempa ini didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar
akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun.
Peristiwa gempa merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan
dalam merencanakan struktur bangunan. Struktur yang direncanakan harus
mempunyai katahanan terhadap gempa dengan tingkat keamanan yang dapat
diterima. Aspek penting gerakan tanah akibat gempa bumi adalah pengaruhnya
terhadap struktur bangunan, yaitu tegangan (stress) dan deformasi atau
banyaknya kerusakan yang akan terjadi.
4
Selama terjadinya gempa, struktur bangunan mengalami gerakan
vertikal dan gerakan horizontal. Dari kedua gaya tersebut, gaya dalam arah
vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitasi yang bekerja pada struktur,
sedangkan struktur biasannya dirancang terhadap gaya vertikal dengan faktor
keamanan yang mencukupi. Oleh karena itu, struktur umumnya jarang sekali
runtuh karena gaya gempa vertikal.
Sebaliknya, gaya gempa horizontal bekerja pada titik-titik lemah
dalam struktur yang kekuatannya tidak mencukupi dan tidak akan
menyebabkan keruntuhan. Oleh karena itu, prinsip utama dalam perancangan
tahan gempa adalah meningkatkan kekuatan struktur terhadap gaya horizontal
yang umumnya tidak mencukupi (Agus 2002).
Pada dasarnya, yang dimaksud dengan bangunan tahan gempa bukan
berarti bangunan itu tidak akan rubuh bila ada gempa. Bangunan tahan gempa
memiliki tiga kaidah sebagai berikut (Puslitbangkim Permukiman 2004 diacu
dalam Karlinasari 2006):
1. Bila terjadi gempa ringan bangunan tidak akan mengalami kerusakan baik
pada elemen struktur (kolom, balok, atap, dinding, dan pondasi) maupun
pada elemen non-struktur (genteng dan kaca).
2. Bila terjadi gempa berkekuatan sedang, bangunan bisa mengalami
kerusakan hanya pada elemen non-struktur. Sedangkan elemen strukturnya
tidak boleh rusak.
3. Bila terjadi gempa berkekuatan besar, bangunan bisa mengalami
kerusakan, baik pada elemen struktur maupun elemen non-strukturnya.
Namun, kedua elemen tersebut tidak boleh membahayakan penghuni yang
ada di dalam bangunan. Penghuni harus mempunyai waktu untuk
menyelamatkan diri sebelum bangunannya runtuh.
Menurut Rusmawan (2005), konsep bangunan tahan gempa pada
dasarnya adalah upaya untuk membuat seluruh elemen rumah menjadi satu
kesatuan yang utuh, yang tidak lepas/runtuh akibat gempa. Penerapan konsep
tahan gempa antara lain dengan cara membuat sambungan yag cukup kuat
5
diantara berbagai elemen tersebut serta pemilihan material dan pelaksanaan
yang tepat.
2.2 Bambu
Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas-
ruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang berimpang, dan memiliki
daun buluh yang menonjol. Bambu termasuk famili gramineae, sub-famili
Bambusoideae, dan suku Bambuceae. Bambu terbagai atas beberapa bagian,
yaitu rimpang, pucuk, buluh, percabangan, daun, dan perbungaan (Heyne
1987 dalam Haris 2008).
Bambu memiliki diameter yang semakin mengecil dari pangkal ke
bagian ujung batang. Permukaan batang bagian luar dan dalam terbentuk dari
lapisan kulit yang mengandung zat lilin yang berguna untuk mengatur kadar
air. Bambu mudah terserang jamur dan daya tahannya tergantung pada kondisi
cuaca dan lingkungan sehingga daya tahannya lebih rendah dibandingkan
dengan kayu.
Sifat-sifat fisis dan mekanis bambu sangat berhubungan erat dengan
kegunaannya. Bambu yang digunakan sebagai bahan bangunan sangat perlu
mengetahui kekuatannya karena menyangkut keamanan. Adapun sifat-sifat
fisis tersebut adalah kadar air yang merupakan banyaknya air yang terdapat
dalam bambu yang dinyatakan dengan persentase terhadap berat kering
tanurnya. Kadar air bambu pada daerah tanpa buku lebih sedikit dibandingkan
dengan kadar air pada daerah buku. Batang bambu memiliki kadar air yang
berbeda-beda pada tiap bagiannya. Sifat fisis lainnya adalah berat jenis yang
merupakan perbandingan antara kerapatan suatu benda dengan kerapatan
benda standar pada suhu tertentu.
Sifat mekanis adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan
dan merupakan ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan gaya luar
yang bekerja padanya. Gaya luar adalah gaya yang datang dari luar benda
tersebut (membebani benda tersebut) dan cenderung merubah ukuran dan
bentuk benda tersebut. Sifat-sifat mekanis tersebut meliputi keteguhan lentur
(MOE) yang merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk menahan
6
lentur tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap, keteguhan patah (MOR)
yang merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban
maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan, keteguhan geser, dan
lain-lain (Surjokusumo dan Nugroho 1993).
Menurut Liese 1980 yang diacu dalam Fadli 2006, berat jenis (BJ)
bambu bervariasi antara 0,5-0,6 dengan bagian luar batang memiliki BJ yang
lebih besar daripada bagian dalamnya. Kadar air bambu juga bervariasi, yaitu
bambu dewasa segar memiliki kadar air antara 50% - 99%, pada bambu muda
berkisar antara 80% - 150%, sedangkan kadar air bambu kering antara 12% -
18%. Kadar air batang bambu meningkat dari bawah ke atas dan dari umur 1-3
tahun, selanjutnya menurun pada bambu yang berumur lebih dari 3 tahun
(Dransfield dan Widjaja 1995 dalam Fadli 2006).
b.3 Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A. &J.H. Schultes) Kurz)
Bambu tali termasuk dalam family Graminae yang tersebar luas di
seluruh kepulauan Indonesia dan diperkirakan berasal dari Burma dan
Thailand bagian selatan. Bambu tali tumbuh di daerah tropis yang lembab dan
daerah kering, berumpun rapat dan tegak. Bambu tali dikenal dengan nama
awi tali (Sunda), pring tali atau pring apus (Jawa) (Widjaja 2001).
Bambu tali memiliki cirri-ciri berumpun rapat, pertumbuhan simodial,
buluhnya tegak mencapai tinggi 8-30 cm dengan diameter 4-13 cm dan tebal
1-1,5 cm, berwarna hijau terang sampai kuning. Panjang ruas 20-60 cm
dengan buku sedikit membengkok pada bagian luar. Bambu tali mempunyai
buluh yang berwarna hijau kekuningan dengan lapisan lilin pada bagian
bawah buku-bukunya ketika masih muda. Pelepah buluhnya sangat kecil
sehingga hampir tidak Nampak dan selalu melekat pada buluhnya Bambu ini
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, perkakas rumah tangga, atap, dinding
rumah, anyaman dan alat musik tradisional (Dransfield dan Widjaja 2005).
Kadar air rata-rata batang bambu tali segar adalah 54,3% dan batang
bambu kering 15,1% (Dransfield dan Widjaja 2005). Nilai MOR bambu tali
menurut Idris et. Al. (1980) adalah sebesar 502-1.240 kg/cm2, nilai MOE
sebesar 57.515-121.334 kg/cm2, keteguhan tekan sebesar 502-1.240 kg/cm2.
7
Sifat mekanis batang bambu tali tanpa buku lebih besar dibandingkan batang
dengan bukunya.
b.4 Panel Sandwich
Konstruksi sandwich adalah konstruksi berlapis yang didapatkan
dengan merekatkan dua lapissan tipis (face-back) pada suatu teras (core) tebal.
Lapisan tipis biasanya terbuat dari bahan kuat dan padat sebagai pemikul
utama dalam konstruksi, sedangkan corenya dibuat dari bahan ringan dengan
tujuan untuk menyeimbangkan kedua lapisan tipis serta memikul gaya geser.
Susunan tersebut memberikan elemen yang konstruksi yang kuat dan kaku
dibandingkan dengan beratnya (Yap 1997 dalam Dewi 2009).
Keuntungan panel sandwich adalah bahan lapisan yang digunakan
relatif murah dan kemungkinan luas dalam pemilihan bahan sebagai lapisan
face-back maupun core. Aplikasi penggunaan panel sandwich diantaranya
untuk dinding, lantai kayu, pintu, plafon, serta meja (Yap 1997 dalam Dewi
2009). Selain itu panel sandwich juga memiliki kekuatan yang tinggi,
deformasi yang lebih sedikit, dan dapat meningkatkan kualitas bahan baku
yang bermutu rendah. Teknologi sandwich dengan bahan baku bambu
memiliki beberapa manfaat deperti ramah lingkungan, menghemat kayu
berkualitas tinggi, dan menjaga kelestarian hutan (Febriyani 2008).
b.5 Kayu Lapis (Plywood)
Kayu lapis atau plywood merupakan panel kayu yang terdiri dari
sejumlah lembaran tipis (veneer) hasil kupasan atau sayatan log yang disusun
dan direkat dengan pengempaan panas secara bersilangan atau saling tegak
lurus (Surjokusumo 1984). Penyusunan veneer dengan arah serat saling tegak
lurus menyebabkan kekuatan dan kelemahan kayunya akan didistribusikan ke
dalam dua arah sehingga kayu lebih homogen dibanding kayu biasa.
Jumlah lapisan kayu lapis adalah ganjil dari 3 lapis sampai dengan 11
lapis. Tiap lapis terdiri dari satu atau lebih lembaran veneer. Ukuran kayu
lapis umumnya 122 cm x 244 cm dengan tebal kayu lapis struktural berkisar
antara 4,5 mm – 32,0 mm.
8
Kayu lapis sangat praktis untuk komponen bangunan karena
merupakan lempengan yang lebar dan luas sehingga cocok digunakan sebagai
penutup lantai, dinding, atau atap. Karena susunan lapisan veneernya, kayu
lapis memiliki bentuk yang stabil, kekuatan yang lebih homogen dibandingkan
kayu solid, mudah dipotong dan dikerjakan, kuat dan kaku, dapat langsung
digunakan, mudah disambung dengan paku atau perekat, dan permukaannya
halus sehingga dapat langsung dicat (Surjokusumo 1984).
b.6 Kayu Meranti
Shorea adalah nama marga beranggotakan sekitar 194 spesies, terutama
berupa pohon penghuni hutan tropika, dari suku Dipterocarpaceae.
Shorea menyebar terutama di Asia Tenggara, ke barat hingga Srilanka dan
India utara, dan ke timur hingga Filipina dan Maluku. Kebanyakan Shorea
merupakan spesies dengan musim perbungaan raya. Musim perbungaan raya
adalah musim berbunga aneka (hampir semua) spesies dipterocarpa, bersama
pohon-pohon suku tetumbuhan lainnya, yang berlangsung kurang lebih
serentak secara berkala, dalam jangka waktu yang tidak teratur antara 3–10
tahun.
Shorea adalah salah satu marga penghasil kayu-kayu dipterocarpa yang
terpenting. Aneka jenis kayu meranti (meranti kuning, merah, dan putih),
balau, bangkirai, balangeran dan lain-lain, tergabung di sini. Di samping itu,
marga ini juga menghasilkan resin yang disebut damar dari berbagai kualitas;
salah satu yang terbaik kualitasnya adalah damar mata kucing.
Beberapa spesies Shorea menghasilkan tengkawang, yakni buah meranti-
merantian yang besar dan berlemak.
2.8 Perekat Isocyanate
Perekat adalah substansi yang memiliki kemampuan untuk
mempersatukan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaannya.
Merekatnya dua buah benda terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara
perekat dengan bahan yang direkat (gaya adhesi) dan gaya tarik menarik (gaya
9
kohesi) antara perekat dengan bahan yang direkat (Vick 1999 dalam Sitorus
2009).
Salah satu jenis perekat adalah perekat isocyanate, yaitu perekat yang
berbasis pada reaktifitas yang tinggi dari radikal isocyanate. Ikatan dengan
polaritas yang kuat dari senyawa yang juga membawa radikal ini tidak hanya
mempunyai potensi daya rekat yang baik tetapi juga potensial untuk
membentuk ikatan kovalen dengan substrat yang mempunyai gugus hidrogen
reaktif (Marra 1992 dalam Sitorus 2009).
Isocyanate berbentuk liquid yang mengandung isomer dan oligomer dari
methylene diphenyl diisocyanate. Perekat ini berwarna coklat terang dan garis
perekatannya tidak terlihat. Diperlukan temperatur dan tekanan yang tinggi
untuk menghasilkan perkembangan ikatan yang terbaik. Sifat kekuatan perekat
ini adalah memiliki kekuatan kering dan basah yang tinggi, sangat tahan
terhadap air dan udara lembab, serta dapat direkatkan pada besi dan plastik
(Vick 1999 dalam Sitorus 2009).
Keuntungan perekat isocyanate dibandingkan perekat berbahan dasar resin
menurut Marra 1992 yang diacu dalam Sitorus 2009 adalah membutuhkan
jumlah yang lebih sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang
sama, dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah, memungkinkan
penggunaan kempa yang lebih cepat, lebih toleran pada partikel/bahan
berkadar air tinggi, membutuhkan energi yang lebih sedikit dalam
pengeringan, dimensi yang dihasilkan lebih stabil, dan tidak adanya emisi
formaldehyde.
10
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dengan judul Pengujian Dinding Rumah Tahan Gempa
Menggunakan Panel Bambu Sandwich Dengan Beberapa Frame dilakukan selama
3 (tiga) bulan dari bulan September sampai dengan bulan Desember 2010, dimana
pembuatan contoh uji, pengujian sifat fisis, dan sifat mekanis komponen contoh
uji dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan pengujian
kekuatan dinding dilakukan pada bulan Februari 2011 di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian
Pekerjaan Umum, Cileunyi Wetan, Bandung.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah potongan bambu tali
(Gigantochloa apus) yang berasal dari daerah Leuwikopo, Dramaga – Bogor,
kayu meranti, kayu lapis dengan ukuran 240 cm x 120 cm x 0,8 cm, dan perekat
Isocyanate.
Peralatan yang digunakan adalah mesin panther, timbangan elektronik,
moisture meter, oven, kaliper, meteran, jigsaw, gerinda, mesin planner, dan
circular saw.
Untuk pengujian ketahanan terhadap gempa dinding panel bambu
sandwich yang berupa uji geser digunakan UTM Jack berkapasitas 10 ton yang
berfungsi mendorong dan menarik benda uji ke arah lateral. Dilengkapi dengan
kompa hidrolik sebagai penggerak UTM Jack dan Data Logger sebagai alat
pencatat beban, lendutan, dan tegangan-tegangan lain yang diperlukan serta
tranducer yang berfungsi sebagai alat ukur simpangan (defleksi).
11
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Persiapan Bahan
Bambu tali dan balok rangka dikeringkan secara alami. Kayu meranti
diserut untuk menyamakan tebalnya, kemudian dikelompokkan berdasarkan
kekuatannya (TS) melalui uji panther. Potong kayu sesuai ukuran yang
diinginkan untuk dibuat rangka/frame. Kayu yang memiliki TS ≥ TS7
digunakan untuk rangka kayu, sedangkan kayu dengan TS < TS7 digunakan
untuk penguat atau bracing.
3.3.2 Pembuatan Dinding Panel Sandwich
Tahapan-tahapan pembuatan panel sandwich adalah sebagai berikut :
a. Bambu yang telah dikeringkan secara alami dipotong dengan panjang
5 cm tanpa memperhatikan keberadaan buku dan besar diameter
bambu. Pemotongan bambu dilakukan dengan cara bulat utuh
menggunakan mesin potong berupa table circular saw dan mitter
circular saw agar didapatkan ukuran bambu yang seragam.
b. Sebagai face dan back digunakan kayu lapis komersial dengan
ketebalan sebesar 0,8 cm.
c. Bikin frame dan penguatan kayu seperti desain yang diinginkan sesuai
ukuran yang digunakan, yaitu 2,4 m x 1,2 m. Kemudian satukan
dengan kayu lapis menggunakan paku besi pada satu sisinya.
5 cm
Gambar 1. Potongan bambu yang digunakan
12
Ket:
= Kayu lapis
= Rangka
= Penguat
Gambar 3. Desain frame contoh uji
d. Siapkan perekat isocyanate dengan perbandingan antara hardener dan
based sebesar 15:100.
e. Susun dan rekatkan potongan-potongan bambu diatas kayu lapis yang
telah dipasangkan rangka tersebut menggunakan perekat yang telah
disiapkan.
f. Tutup dengan kayu lapis yang telah diberi perekat pada sisi yang
lainnya. Potongan bambu digunakan sebagai inti (core) dan kayu lapis
sebagai lapisan atas dan bawah (face and back) seperti terlihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Pembuatan panel sandwich
g. Selanjutnya kayu lapis dengan potongan bambu dikempa selama
minimal 24 jam menggunakan plat besi. Kemudian alat kempa dilepas
dan produk dikondisikan sebelum dilakukan pengujian.
13
3.3.3 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
3.3.3.1 Kadar Air
Untuk pengujian kadar air bambu diambil contoh potongan bambu,
kayu lapis berukuran 5cm x 5cm x 0,8cm, dan balok berukuran 2,5cm x
2,5cm x 2,5cm yang kemudian ditimbang berat awalnya (Ba)
menggunakan timbangan digital, selanjutnya dioven pada suhu 103±2ºC
selama selama 24 jam atau sampai konstan. Setelah pengovenan, masukan
sampel ke dalam desikator selama 10 menit dan timbang kembali sebagai
berat kering tanur (BKT). Nilai kadar air (KA) didapatkan melalui
perhitungan :
Keterangan:
BB = Berat awal (gram)
BKT = Berat kering tanur (gram)
KA = Kadar air (%)
3.3.3.2 Kerapatan
Kerapatan merupakan masa (berat) sampel dibanding dengan volume
sampel. Sampel ditimbang dalam keadaan kering udara (BKU) dan ukur
dimensi panjang, lebar dan tebalnya. Nilai kerapatan dihitung :
Keterangan :
BKU = Berat kering udara (gram)
p = Dimensi panjang (cm)
l = Dimensi lebar (cm)
t = Dimensi tebal (cm)
Kr = Kerapatan (gram/cm³)
14
3.3.3 Pengujian Kekuatan Mekanis Dinding
Pengujian kekuatan mekanis dinding panel bambu sandwich
dilakukan dengan uji racking. Pengujian dilakukan berdasarkan Standar
Internasional ISO/DIS 22452 tentang “Timber structures – Structural
insulated panel wall – test methods”. Uji racking menunjukan strength
dan stiffness dari dinding panel bambu sandwich. Ukuran contoh uji
dinding bambu sandwich adalah 240 cm x 120 cm x 6,6 cm.
Beban yang diberikan beban horizontal (F) yang diberikan sekitar
(2 ± 0,5) mm/min dan secara vertikal (Fv) sebesar 0,4 Fmax,est sekitar (4 ± 1)
mm/min. Pada umumnya beban vertikal (Fv) memiliki nilai lebih dari 25
kN pada contoh uji yang memiliki panjang 2,4 meter. Dimana besarnya Fv
harus proporsional terhadap total panjang dari contoh uji.
A
BC
Jarum deflektometer
Beban vertikal (Fv)
Beban lateral (F)
Baut yang ditanam ke mesin
240 cm (H)
120 cm (B)
Gambar 4. Skema uji racking
15
Tahapan pengujian ketahanan gempa berupa uji geser pada dinding
panel bambu sandwich:
1. Benda uji komponen diletakkan pada posisi
horisontal dan terikat pada ujung UTM Jack
2. Beban berupa tarikan dan dorongan diberikan berkali-kali sampai
diperoleh data ulangan dan sampai benda rusak.
3. Pada bagian ujung benda uji dengan UTM Jack dipasang Data
logger sebagai alat pencatat beban dengan lendutannya.
4. Pada bagian-bagian komponen yang ingin diukur tegangan dan
regangannya dipasang Tranducer yang berfungsi untuk mengetahui
besarnya defleksi yang terjadi pada saat diberi beban.
5. Benda uji diberi beban sampai jarum Data logger dan Tranducer
bergerak dan menunjukkan suatu nilai tertentu.
6. Setiap kenaikan beban, data logger dan tranducer terekam dan
terbaca oleh komputer yang langsung memberikan data beserta
grafik hasil pengukurannya.
7. Pembacaan Hasil Pengujian
Semua data terekam dalam komputer mulai saat komponen masih
elastis, batas proporsi sampai beban maksimum (benda uji rusak)
atau data beban tidak bertambah lagi. Data tersebut dilengkapi
dengan grafik hasil uji geser berupa tegangan dan regangan yang
ditimbulkan dan data beban dengan lendutan yang dihasilkan
akibat uji geser secara lateral.
16
DAFTAR PUSTAKA
Agus. 2002. Rekayasa Gempa Utuk Teknik Sipil [Laporan Penelitian]. Padang: Institut Teknologi Padang.
Dewi, Shinta O.K. 2009. Pengaruh Susunan Karton Gelombang Dan Anyaman Bambu Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Panel Sandwich [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Fadli, T. M. 2006. Sifat Fisis Dan Mekanis Bambu Lapis Dari Bambu Andong (Gigntochloa verticillata (Wild) Munro) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Febriyani. 2008. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich Dari Tiga Jenis Bambu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Haris, A. 2008. Pengujian Sifat Fisis Dan Mekanis Buluh Bambu Sebagai Bahan Konstruksi Menggunakan ISO 22157-1: 2004 [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
[ISO] Draft International Standard. 2009. International Standard Organization 22452. 2009. Timber Structures – Structural Insulated Panel Walls – Test Methods.
Karlinasari, Lina. 2006. Pembanguan Rumah Contoh Tahan Gempa Untuk Daerah Bencana Dengan Sistem Pre-pabrikasi [Laporan Akhir Kegiatan Pembrdayaan Masyarakat]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Roby. 2009. Dinding. www.architecturoby.blogspot.com/2009/02/dinding.html [13 Januari 2011]
Rusmawan, D. 2005. Konsep Rumah Tahan Gempa. www.unhabitat-indonesia.orgfilescli-91.pdf . [07 Februari 2010]
Sitorus, R. 2009. Determinasi Komposisi Perekat Isocyanate dan Melamine Formaldehyde Serta Kadar Parafin Optimum Papan Komposit Dari Limbah Kayu Dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f) Backer ex Heyne) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2003. 03-1726: Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (Beta version).
Sonisa, I. 1995. Produksi Dan Pemanfaatan Bambu di Indonesia. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
17
Surjokusumo, S dan N. Nugroho. 1993. Studi Penggunaan Bambu Sebagai Bahan Tulang Beton [Laporan Penelitian]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Surjokusumo, S. 1984. Penggunaan Panel Kayu Khususnya Kayu Lapis Ditinjau Dari Segi Keteknikan. Fokus Kayu Lapis ’84 [Proceedings Seminar]. PT. Hasta Jaya Pratama.
18