proposal penelitian eksperime tes 2

38
1. Latar belakang masalah Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik. Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu pelaksanaannya berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31: 1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. 2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendid ikan dasar pemerintah wajib membiyayainya. 3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan

Upload: nurjannah-harahap

Post on 11-Aug-2015

10 views

Category:

Internet


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal penelitian eksperime tes 2

1.    Latar belakang masalah

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala

aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni

2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai

pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20

Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari

salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang

dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah

demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi,

kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.

Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu pelaksanaannya

berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya pendidikan nasional

adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan

Kebudayaan, pasal 31:

1)      Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

2)      Setiap warga negara wajib mengikuti pendid ikan dasar pemerintah wajib membiyayainya.

3)      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

4)      Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari

anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah

untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendid ikan nasional.

5)      Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan pendidikan namun

sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga penyelenggaraan pendidikan yang

menyimpang, maka dengan landasan yuridis tersebut dikenakan sanksi. Itulah sebabnya di

samping dasar regulasi sangat penting juga harus pula dilandasi dengan dasar yuridis untuk

sanksi.

Page 2: Proposal penelitian eksperime tes 2

Undang undang dasar 1945 merupakan hukum tertinggi di indonesia. Semua peraturan

harus tunduk kepada undang undang termasuk pendidikan. Pasal-pasal yang bertalian dengan

pendidikan dalam UUD 1945 hanya 2 pasal yaitu pasal 31 dan 32 yang menceritakan tentang

pendidikan dan kebudayaan. Pasal 31 UUD 1945 sebagai berikut :

Ayat 1  :  Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Ayat 2 :    Setiap warga negara wajib mengikuti pendid ikan dasar pemerintah wajib

membiyayainya.

Ayat 3 :    Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,

yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Ayat 4  :   Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen

dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah

untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendid ikan nasional.

Ayat 5 :    Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi

nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat

manusia.

Peningkatan mutu pendidikan dapat diketahui dari hasil akhir pendidikan, yang dapat

dilihat dari output yang termasuk di dalamnya adalah prestasi belajar. Banyak hal yang turut

berpengaruh pada prestasi belajar siswa, diantaranya adalah motivasi belajar siswa dan metode

pembelajaran yang digunakan. Prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika

mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Tu’u (dalam Nurkhayati, 2009) menjelaskan, bahwa

prestasi akademik merupakan hasil belajar siswa yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di

sekolah atau perguruan tinggi yang melihat pada aspek kognitif dan prestasi akademik ini

umumnya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Aspek kognitif inilah yang paling sering

dinilai dan diukur oleh para pengajar di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan dan

kapabilitas siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran yang telah dipelajari sebelumnya.

Banyak hal yang berpengaruh pada prestasi akademik pembelajar, atau dalam hal ini siswa yang

mengikuti pembelajaran formal di institusi pendidikan. Henson dan Eller (1999) menyatakan

bahwa, untuk dapat menaikkan prestasi akademik siswa maka dibutuhkan hal-hal yang berfokus

pada aspek-aspek dalam pembelajaran kognitif pada siswa, yakni:

1)   mengembangkan keterampilan konseptual,

Page 3: Proposal penelitian eksperime tes 2

2)   memaksimalkan skema dan transfer keterampilan dalam pembelajaran,

3)   meningkatkan motivasi siswa,

4)   menanamkan kepercayaan diri pada siswa,

5)   mampu menantang siswa (challenging),

6)   Mengidentifikasi gaya belajar tiap-tiap siswa, dan

7)   mengembangkan keterampilan berpikir yang baik.

Proses belajar mengajar melibatkan berbagai macam kegiatan yang harus dilakukan,

terutama jika menginginkan hasil yang optimal. Salah satu cara yang dapat dipakai agar

mendapatkan hasil optimal seperti yang diinginkan adalah memberi tekanan dalam proses

pembelajaran. Guru harus dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, efektif

dan menyenangkan bagi para siswa. Dalam hal ini, guru harus dapat merancang suatu

pendekatan pembelajaran –baik dari segi metode maupun menyediakan media pembelajaran

yang dapat menarik minat siswa, sehingga siswa dapat termotivasi untuk belajar di sekolah.

Pendekatan pembelajaran yang dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan motivasi dan

prestasi akademik siswa antara lain dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif

(cooperative learning).

Hasil penelitian Vansteenkiste et al (2009) membuktikan, bahwa motivasi yang

berkualitas bagus dapat ditingkatkan dengan menciptakan iklim pengajaran yang memiliki

karakteristik dukungan tinggi terhadap otonomi, struktur, dan keterlibatan siswa yang dapat

menjadi kontribusi dalam proses kepuasan kebutuhan. Penelitian Cheang (2009) pun

memberikan hasil bahwa pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner-centered

approach) efektif dalam meningkatkan beberapa domain motivasi dan strategi pembelajaran.

Berangkat dari kenyataan dan idealita yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mencari tahu apakah

memang ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar yang dimiliki siswa

terhadap prestasi belajar pada siswa SD. Pertanyaan selanjutnya adalah, “Apakah ada pengaruh

metode pembelajaran kooperatif tipe igsaw  dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar

pada siswa SD Tambakaji 01 dalam mata pelajaran IPA. Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel. (korelasional). Variabel-

variabel dalam penelitian ini adalah variabel tergantung (prestasi belajar IPA) dan variabel bebas

(metode pembelajaran kooperatif  tipe jigsaw dan motivasi belajar). Subjek dalam penelitian ini

Page 4: Proposal penelitian eksperime tes 2

adalah siswa SD Tambakaji 01. Dalam hal ini, secara khusus subjek dalam penelitian ini adalah

siswa-siswi kelas VI SD Tambakaji 01. Oleh sebab itu peneliti mengambil judul untuk proposal

ini adalah “Keefektifan model pembelajaran jigsaw dalam pembelajaran IPA pada materi ciri-ciri

khusus makhluk hidup di kelas VI semester 1 SD Tambak Aji 01,tahun ajaran 2012/2013”.

2.  Identifikasi masalah

a.    Optimalisasi bimbingan terhadap siswa yang nakal di SD Tambak Aji 01

b.    Penurunan prestasi belajar dalam mata pelajaran IPA, pada materi ciri-ciri khusus makhluk

hidup  di kelas VI semester 1.

c.    Pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar siswa.

3.  Pembatasan masalah

Masalah yang kami ambil berdasarkan identifikasi masalah di atas adalah masalah  yang menurut

kami paling menjadi prioritas utama yaitu :

Penurunan prestasi belajar dlam mata pelajaran Ipa pada materi ciri-ciri khusus makhluk hidup di

kelas VI Smester 1 SD Tambak Aji 01,tahun ajaran 2012/2013

4.      Perumusan masalah

Berdasarkan identifikasi di atas, maka masalah dalam penelitian eksperimen ini dirumuskan

sebagai berikut :

Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih efektif dibandingkan dengan metode

pembelajaran tradisional pada mata pelajaran IPA ,materi ciri-ciri khusus makhluk hidup di kelas

VI smester 1 SD Tambakaji 01 tahun pelajaran 2012/2013

5.      Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan belajar tipe jigsaw terhadap proses belajar

siswa kelas VI SD Tambakaji 01 pada mata pelajaran IPA materi ciri-ciri khusus makhluk hidup.

6.      Manfaat penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian eksperimen ini adalah :

1)      . Manfaat Teoritis

Page 5: Proposal penelitian eksperime tes 2

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan   untuk kegiatan-

kegiatan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembelajaran IPA.

2). Manfaat praktis

a.       Manfaat bagi  siswa

1)       Siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran

2)      Hasil belajar  siswa dapat mencapai KKM yang diharapkan

b.      Bagi guru

Memberdayakan diri menjadi guru yang lebih professional

c.       Bagi sekolah

1.      Sebagai bahan kajian untuk mengembangkan proses pembelajaran

2.      Sebgai sumbangan yang bermanfaat dalam rangka perbaikan pembelajaran IPA pada khususnya

dan pembelajaran lain pada umumnya.

D.    KAJIAN PUSTAKA

1.    Kajian teori

a.    Hakikat Belajar dan Pembelajaran

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian belajar, diantaranya :

a)        Howard L. Kingsley dalam Dantes (1997) mengemukakan bahwa 'belajar adalah suatu proses

bukan produk. Proses dimana sifat dan tingkah laku ditimbulkan dan diubah melalui praktek dan

latihan‟.

b)        Hilgard dalam Nasution (1997:35) mengatakan bahwa belajar adalah „proses melahirkan atau

mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh

factor-faktor yang tidak termasuk latihan‟.

c)        Jauhari (2000:75) mengatakan bahwa belajar adalah „proses untuk memperoleh perubahan yang

dilakukan secara sadar, aktif, dinamis, sistematis, berkesinambungan, integrativ dan tujuan yang

jelas‟.

d)       Fontana dalam Khoir (1991) memusatkan belajar dalam tiga hal, yaitu belajar adalah mengubah

tingkah laku, perubahan adalah hasil dari pengalaman, dan perubahan terjadi dalam perilaku

individu.

           Jadi, pada hakekatnya belajar adalah segala proses atau usaha yang dilakukan secara

sadar, sengaja, aktif, sistematis dan integrativ untuk menciptakan perubahan-perubahan dalam

Page 6: Proposal penelitian eksperime tes 2

dirinya menuju kearah kesempurnaan hidup. Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di

dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir,

bersikap, dan berbuat (W. Gulö, 2002: 23). Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan

prilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang

melibatkan proses kognitif (syah, 2003), dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses

yang terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar, dan

salah satu tahapannya adalah yang dikemukakan oleh witting yaitu :

  Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi;

  Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi;

  Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah, 2003).

Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh

individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang menetap, baik  yang dapat

diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil

latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62). Dari

berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu:

1)      Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).

2)      Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi

karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.

3)      Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang

berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial

4)      Perubahan tingkah laku merupakan hasillatihan atau pengalaman

5)      Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.

Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan

beberapa prinsip belajar berikut:

1)   Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang lain.

2)   Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya

3)   Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah

yang dilakukan selama proses belajar.

4)   Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses

belajar lebih berarti.

Page 7: Proposal penelitian eksperime tes 2

5)   Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung jawab dan

kepercayaan penuh atas belajarnya.

Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan

perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,

yaitu :

1.      Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang

bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa

dalam dirinya telah terjadi perubahan.

2.      Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan

kelanjutan dari keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.

3.      Perubahan yang fungsional.

Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu

yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.

4.      Perubahan yang bersifat positif.

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.

5.      Perubahan yang bersifat aktif.

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan

perubahan.

6.      Perubahan yang bersifat pemanen.

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian

yang melekat dalam dirinya.

7.      Perubahan yang bertujuan dan terarah.

Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka

pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

8.      Perubahan perilaku secara keseluruhan.

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi

termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. seorang guru

menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan

“Teori-Teori Belajar”.

Page 8: Proposal penelitian eksperime tes 2

Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan

terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat

dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah

laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud

dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau

dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda

dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan

mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).  Berangkat dari pengertian tersebut, maka

dapat dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh

antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran oleh

peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching)

(Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran

yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat

menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh

peserta didik. Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari

segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya

kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya

dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam

dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9). Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses

interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah

yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang

terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Fungsi-fungsi pembelajaran yaitu sebagai

berikut:

  Pembelajaran sebagai sistem

Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan

pembelajaran , materi pembelajaran , strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat

peraga , pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran

(remedial dan pengayaan).

  Pembelajaran sebagai proses

Pembelajaran sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka

membuat siswa belaja, meliputi:

Page 9: Proposal penelitian eksperime tes 2

a)      Persiapan, merencanakan program pengajaran  tahunan, semester, dan penyusunan persiapan

mengajar (lesson plan) dan  penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan

alat evaluasi, buku  atau media cetak lainnya.

b)      elaksanakan kegiatan pembelajaran  dengan mengacu pada persiapan pembelajaran  yang telah

dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran

yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi,

dan sikapnya terhadap siswa;

c)      Menindaklanjuti pembelajaran  yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat

berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi

siswa yang berkesulitan belajar.

Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :

o   Merupakan upaya sadar dan disengaja

o   Pembelajaran harus membuat siswa belajar

o   Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan

o   Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasil

Tujuan Belajar dan Pembelajaran

1)   Tujuan Intruksional, Tujuan Pembelajaran, dan Tujuan Belajar

Guru-guru merumuskan tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan

instruksional khusus juga disebut sebagai sasaran belajar siswa. Tujuan instruksional khusus

mempertimbangkan pengetahuan awal dan kebutuhan belajar siswa. Dari segi guru tujuan

instruksional dan tujuan pembelajaran merupakan pedoman tindak mengajar dengan acuan

berbeda. Tujuan instruksional (umum dan khusus) dijabarkan dari kurikulum yang berlaku secara

legal di sekolah. Dari segi siswa, sasaran belajar tersebut murupakan panduan belajar. Panduan

belajar tersebut harus diikuti, sebab mengisyaratkan kriteria keberhasilan belajar. Keberhasilan

belajar siswa merupakan prasyarat belajar selanjutnya. Keberhasilan belajar siswa berarti

tercapainya tujuan belajar siswa dengan demikian merupakan tercapainya tujuan instruksional

dan sekaligus tujuan belajar bagi siswa.

2)   Siswa dan Tujuan Belajar

Siswa dalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan

tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespon dengan tindak belajar. Pada umumnya

semula siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi guru tentang sasaran

Page 10: Proposal penelitian eksperime tes 2

belajar, maka siswa mengetahui apa dan arti bahan belajar beginya. Siswa mengalami suatu

perses belajar. Dalam proses belajar tersebut siswa menggnakan kemampuan mentalnya untuk

mempelajari bahan belajar. Kemempuan-kemampuan kognitif, afektif, psikomotor yang

dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat. Adanya informasi

tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan, adanya evaluasi dan keberhasikan belajar,

menyebabkan siswa semakin sadarakan kemampuan dirinya.

b.    Hakikat IPA  dan Pengajarannya

Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya  produk  saja,  akan 

tetapi  juga  mencakup  pengetahaun  seperti  keterampilan  keingintahuan,  keteguhan  hati,  dan 

juga  keterampilan dalam  hal  melakukan  penyelidikan ilmiah. Para ilmuwan IPA dalam

mempelajari gejala alam, menggunakan proses dan  sikap  ilmiah.  Proses  ilmiah  yang

dimaksud  misalnya  melalui  pengamatan,  eksperimen,  dan  analisis  yang  bersifat  rasional. 

Sedang  sikap  ilmiah  misalnya  objektif  dan  jujur  dalam mengumpulkan data  yang diperoleh. 

Dengan  menggunakan  proses  dan  sikap  ilmiah  itu  saintis  memperoleh  penemuanpenemuan

atau produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori. Carin (1993)  menyatakan bahwa IPA

sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip,  hukum-hukum,  dan  teori  IPA.  Jadi 

pada  hakikatnya  IPA  terdiri  dari tiga  komponen,  yaitu sikap ilmiah,  proses ilmiah,  dan

produk ilmiah. Hal ini  berarti  bahwa IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau

berbagai macam  fakta yang dihafal, IPA juga merupakan kegiatan atau proses aktif

menggunakan  pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat direnungkan.

IPA  menggunakan  apa  yang  telah diketahui sebagai  batu  loncatan  untuk memahami  apa 

yang  belum  diketahui.  Suatu  masalah  IPA  yang  telah dirumuskan dan kemudian  berhasil 

dipecahkan  akan  memungkinkan  IPA  untuk berkembang  secara  dinamis.  Akibatnya 

kumpulan pengetahuan  sebagai  produk  juga  bertambah.

1)      Teori Konstruktivis dalam Pembelajaran IPA

Konstruktivis  adalah  salah satu  filsafat  pengetahuan  yang  menekankan  bahwa 

pengetahuan kita adalah konstruksi  kita  sendiri  (Von  Glaserfelt  dalam  Suparno, 1997).

Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan, bahwa  anak-anak diberi kesempatan

agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar,  sedangkan guru  yang 

membimbing  siswa  ke  tingkat  pengetahuan  yang lebih tinggi (Slavin, 1994; Abruscato, 1999).

Ide  pokoknya  adalah  siswa  secara  aktif membangun  pengetahuan  mereka  sendiri,  otak

Page 11: Proposal penelitian eksperime tes 2

siswa sebagai mediator,  yaitu memproses masukan  dari  dunia luar  dan menentukan apa yang

mereka pelajari. Pembelajaran merupakan kerja mental  aktif,  bukan  menerima  pengajaran

dari  guru  secara  pasif.  Dalam  kerja  mental  siswa,  guru  memegang peranan  penting 

dengan  cara  memberikan  dukungan,  tantangan  berfikir,  melayani  sebagai  pelatih  atau 

model,  namun  siswa  tetap  merupakan kunci pembelajaran (Von Glaserfelt dalam Suparno,

1997; Abruscato,  1999).

Menurut teori ini, satu prinsip paling  penting  dalam  psikologi  pendidikan  adalah  bahwa  guru

tidak  dapat  hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada  siswa agar secara sadar

menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru  dapat memberikan  kepada siswa 

atau  peserta  didik  anak tangga yang membawa  siswa  akan  pemahaman  yang  lebih  tinggi, 

dengan  catatan  siswa  sendiri  harus memanjat anak tangga tersebut (Slavin, 1994). Pada 

bagian  ini  akan  dikemukakan  dua  teori  yang  melandasi  pendekatan  konstruktivis  dalam 

pembelajaran  IPA  yaitu  Teori  Perkembangan  Kognitif  Piaget, dan Teori Perkembangan

Mental Vygotsky.

2)      Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Piaget  adalah  salah  satu pioner  yang  menggunakan  filsafat  konstruktivis  dalam 

proses  belajar.  Piaget  menyatakan bahwa  anak  membangun  sendiri  skemanya serta

membangun konsep-konsep melalui pengalaman-pengalamannya. Piaget  membedakan 

perkembangan kognitif  seorang  anak  menjadi  empat  taraf, yaitu (1) taraf sensori motor, (2)

taraf pra-operasional, (3) taraf operasional  konkrit,  dan  (4)  taraf  operasional  formal. 

Walaupun  ada  perbedaan  individual  dalam  hal  kemajuan  perkembangan,  tetapi  teori 

Piaget  mengasumsikan  bahwa  seluruh  siswa  tumbuh  dan  melewati  urutan perkembangan 

yang  sama,  namun  pertumbuhan  itu  berlangsung  pada  kecepatan  yang berbeda. 

Perkembangan  kognitif sebagian besar  bergantung seberapa  jauh  anak  memanipulasi dan 

aktif  berinteraksi  dengan  lingkungan.  Antara  teori  Piaget  dan  konstruktivis  terdapat

persamaan  yaitu  terletak pada  peran  guru  sebagai  fasilitator,  bukan  sebagai  pemberi

informasi.  Guru perlu  menciptakan  lingkungan  belajar  yang kondusif  bagi  siswa-siswanya 

(Woolfolk,  1993)  dan  membantu  siswa  menghubungkan  antara apa  yang  sudah  diketahui 

siswa  dengan  apa  yang  sedang  dan  akan  dipelajari (Abruscato, 1999). Prinsip-prinsip Piaget

dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan  pembelajaran melalui 

penemuan dan pengalaman-pengalaman  nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media

Page 12: Proposal penelitian eksperime tes 2

belajar yang lain serta peranan  guru  sebagai  fasilitator  yang  mempersiapkan  lingkungan  dan 

memungkinkan msiswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.

2. Teori Perkembangan Fungsi Mental Vygotsky

Vygotsky  berpendapat  seperti  Piaget,  bahwa  siswa  membentuk pengetahuan, yaitu apa

yang diketahui siswa bukanlah kopi dari apa yang mereka  temukan di dalam lingkungan; tetapi

sebagai hasil dari  pikiran dan kegiatan siswa sendiri,  melalui  bahasa.  Meskipun  kedua ahli 

memperhatikan pertumbuhan  pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia sekitar, Piaget

lebih memberikan  tekanan  pada  proses  mental  anak dan  Vygotsky  lebih  menekankan pada 

peran  pengajaran  dan  interaksi  sosial  pada  perkembangan  IPA  dan  pengetahuan  lain

m(Howe & Jones, 1993). Sumbangan  penting  yang  diberikan  Vygotsky  dalam  pembelajaran 

adalah  konsep  zone  of  proximal  development (ZPD)  dan  scaffolding.  Vygotsky yakin 

bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang  belum

dipelajarai namun tugas-tugas itu berada dalam jangkauan kemampuannya  atau  tugas-tugas  itu

berada  dalam zone  of  proximal  development.  ZPD  adalah  tingkat  perkembangan  sedikit  di 

atas  tingkat  perkembangan  seseorang  saat  ini.  Vygotsky  lebih  yakin  bahwa  fungsi  mental 

yang  lebih  tinggi  pada  umumnya  muncul  dalam  kerjasama atau kerjasama  antar  individu 

sebelum  fungsi  mental  yang lebih tinggi terserap ke dalam individu tersebut (Slavin, 1994).

Sedangkan konsep Scaffolding berarti memberikan kepada siswa sejumlah  besar  bantuan 

selama  tahap-tahap  awal  pembelajaran  kemudian  mengurangi  bantuan  tersebut  dan

memberikan  kesempatan kepada  anak tersebut mengambil alih  tanggung jawab  yang semakin 

besar segera setelah  ia  dapat  melakukannya  (Slavin, 1994). Ada dua implikasi utama teori

Vygotsky dalam pendidikan (Howe & Jones,  1993). Pertama, adalah perlunya tatanan kelas dan

bentuk pembelajaran kooperatif  antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-

tugas yang sulit dan  saling memunculkan strategi-strtategi  pemecahan masalah  yang  efektif 

di  dalam  masing-masing  ZPD  mereka.  Kedua,  pendekatan  Vygotsky  dalam  pengajaran 

menekankan scaffolding, dengan semakin lama siswa semakin bertanggung jawab  terhadap

pembelajaran sendiri. Ringkasnya, menurut teori Vygotsky, siswa perlu  belajar dan bekerja

secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi  dan diperlukan bantuan guru

terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran.

c.    Model pembelajaran tipe jigsaw

Page 13: Proposal penelitian eksperime tes 2

Model pembelajaran Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan para koleganya (1978)

sebagai metode Cooperative Learning. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe

pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang

bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi

tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).atau dengan kata lain dalam

pembelajaran tipe jigsaw ada  kelompok  asal dan kelompok  ahli”.  Kelompok  asal,  yaitu 

kelompok  induk  siswa  yang  beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang

keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli,

yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan

untuk mempelajari  dan mendalami topik tertentu  dan menyelesaikan tugas-tugas  yang

berhubungan  dengan  topiknya  untuk  kemudian  dijelaskan kepada  anggota  kelompok  asal.

Dalam model ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan

membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain

itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai

banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Model ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun

berbicara. Model ini paling cocok digunakan dalam pelajaran-pelajaran semacam kajian-kajian

sosial, sastra, beberapa bagian ilmu pengetahuan (sains), dan berbagai bidang terkait yang tujuan

pembelajarannya adalah pemerolehan konsep bukan ketrampilan. “Bahan mentah” pengajaran

untuk Jigsaw biasanya berupa materi yang berisi cerita, biografi, atau narasi yang serupa atau

materi deskriptif. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi

pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru

maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai. Kunci bagi keberhasilan model Jigsaw adalah

kesalingtergantungan: setiap siswa tergantung pada teman-teman dalam tim untuk memberikan

informasi yang diperlukan untuk mendapatkan penilaian yang baik atas pekerjaan mereka.

Rincian perlakuan pada masing-masing kelompok yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.    Kelompok Kooperatif (Kelompok Eksperimen) atau kelompo ahli

Pada kelompok kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil beranggotakan 4-5 orang dengan

latar belakang heterogen. Di setiap awal sesi, guru menyajikan informasi akademik baru kepada

Page 14: Proposal penelitian eksperime tes 2

siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal dan teks dan guru menyajikan materi

pelajaran. Guru lalu memberi tugas atau permasalahan untuk dikerjakan oleh siswa, dan guru

 memotivasi siswa agar siswa saling berdiskusi dalam kelompok kecil tersebut, dimana anggota

kelompok yang mengetahui jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.

Diskusi kelompok ini harus mencapai hasil yang disepakati bersama (dapat mencapai

konsensus). Setelah selesai dalam pekerjaan kelompok, guru kemudian memberikan pertanyaan

atau kuis dan siswa menjawab pertanyaan atau kuis dengan tidak saling membantu. Kemudian,

guru membahas kuis bersama-sama dengan siswa, dan pada akhirnya memberikan kesimpulan di

akhir sesi (Fatirul, 2001; Handayani, 2007; Setianingsih, 2007; Tarim dan Akdeniz, 2008;

Widyantini, Sasongko, dan Wibawa, 2008; Widyaningsih, Hardini, dan Suprihatin, 2008; Isik

dan Tarim, 2009). Secara khusus, tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam metode

kooperatif dengan teknik jigsaw adalah sebagai berikut (Arends dalam Yusuf, 2003; Lie, 2010;

Silberman, 2009; Sulastri dan Rochintaniawati, 2009; Arends dalam Kholid dkk., 2009) :

1.      Guru  membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4-6 orang;

2.      Setiap kelompok mengirimkan wakil untuk membahsa suatu topik, kelompok yang terdiri dari

para wakil disebut dengan kelompok ahli;

3.      Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk

menguasai topic tersebut;

4.      Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing

(kelompok asal), kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya;

5.      Guru memberikan tes individual (kuis)

Pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan Arends (dalam Yusuf, 2003)

menjelaskan bahwa, pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat dua macam

kelompok kecil yang bekerja didalamnya, yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Hubungan

antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan

Page 15: Proposal penelitian eksperime tes 2

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam

kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masingmasing

anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut.

Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan

mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan

di kelompok ahli.

2.    Kelompok Tradisional (Kelompok Kontrol)

Pada prinsipnya, sesi yang dijalankan baik pada kelompok pembelajaran kooperatif maupun pada

kelompok pembelajaran tradisional (individual) adalah relatif sama. Dalam hal ini, tiap sesi yang

dijalankan meliputi pengantar dari guru, penugasan (baik kooperatif maupun individu), serta

review materi pada keseluruhan kelas (Kramarski dan Mevarech, 2003). Kelompok tradisional

ini didasarkan pada pengajaran keseluruhan kelas yang selama ini umum digunakan di sekolah.

Dalam kondisi pembelajaran ini, guru diminta untuk memberikan metode instruksi pengajaran

yang umum (direct teaching), yang meliputi unit presentasi materi pelajaran, aktivitas-aktivitas

latihan (pelaksanaan tugas) secara individual, dan pemberian kuis. Pada kelompok ini, siswa

bekerja secara individual dan guru menyediakan bantuan bagi siswa yang membutuhkan. Pada

akhir sesi di kelas, guru kemudian me-review konsepkonsep baru yang ada di dalam kelas atau

membahas kuis bersama-sama dan kemudian memberikan kesimpulan (Kramarski dan

Mevarech, 2003; Tarim dan Akdeniz, 2008; Isik dan

Tarim, 2009). Adapun prosedur penelitian ini yang pertama adalah tahap pra pembelajaran yang

meliputi:

1.       pemberian skala motivasi belajar sebanyak dua kali, yakni pada saat pre-test (sebelum kegiatan

eksperimental atau pemberian perlakuan), dan pada saat post-test (sesudah selesai pemberian

perlakuan). Pemberian sebanyak dua kali ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tingkat

Page 16: Proposal penelitian eksperime tes 2

motivasi belajar siswa antara sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Pada tahap

pra pembelajaran ini, yang dilakukan adalah pemberian pre-test dengan menggunakan skala

motivasi belajar.

2.       pemberian Tes Prestasi Belajar, juga sebanyak dua kali, yakni pada saat pre-test (sebelum

kegiatan eksperimental atau pemberian perlakuan), dan pada saat post-test (sesudah selesai

pemberian perlakuan). Pemberian sebanyak dua kali ini dimaksudkan untuk mengetahui

perubahan hasil tes prestasi belajar siswa antara sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi

perlakuan. Pada tahap pra pembelajaran ini, yang dilakukan adalah pemberian pre-test dengan

menggunakan tes prestasi belajar.

3.       guru bersama peneliti membentuk kelompok belajar bagi siswa dengan karakteristik latar

belakang yang beragam (heterogen). Pembentukan kelompok ini tetap mengacu pada kesesuaian

kelas yang sudah disepakati sebelumnya antara peneliti dan guru, yakni terdiri dari dua kelas.

Pada tiap-tiap kelas nantinya akan dilihat mana siswa yang

Teori belajar yang  mendasari model pembelajrana kooperatif tipe jigsaw:

1)        Teori Konstruksivisme

Menurut Bruner( 1999) pembelajaran secara kontruksivisme berlaku dimana siswa membina

pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia

ada,mengaplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang

diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud. Manakalah mengikut Mc Brien dan

Brandt( 1997),konstruksivisme adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berasaskan pada

penelitan tantang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti berpendapat setiap individu

membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan dari pada orang lain. Hal ini

mengartikan bahwa siswa membangun sendiri pemahaman terhadap suatu pelajaran dengan guru

sebagai fasilitator.

Konstruksivisme merupakan teori belajar yang sesuai dalam membangun pemahaman IPA pada

diri siswa yang sebelumnya ,memperoleh IPA secara deduktif.

2)        Teori Jean Piaget

Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata(schemas),yaitu kumpulan

skema-skema. Seorang individu dapat mengikat ,memahami dan memberikan respon terhadap

stimulus disebabkan karena bekerjanya schemata ini. Skemata ini berkembang secara

kronologis ,sebagai hasil interakasi antara individu dengan lingkungannya ( suherman,2001: 38).

Page 17: Proposal penelitian eksperime tes 2

Dengan demikian perkembangan skema manusia sebanding dengan pertambahan usia yakni

semakin dewasa.maka skema menjadi lebih lengkap.

Lebih jauh tiga dalil Piaget ( Ruseffendi,2006:133) adalah :

a.       Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan

yang sama. Maksudnya ialah setiap manusia akan mengalami urutan-urutan itu dan dengan

urutan yang sama.

b.      Tahap-tahap itu didefenisiskan sebagai kluster dari  operasi-operasi mental  

( pengurutan,pengekalan,pengelompoka,pembuatan hipotesis,penarikan kesimpulan) yang

menunjukan adanya tingkah laku intelektual.

c.       Gerak melalui tahap-tahap itu dilengkapkan oleh keseimbangan

( equilibration) proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman

( asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul

( akomodasi ). Asimilasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi

baru  sehingga informasi itu punya tempat.

Hal ini menegaskan bahwa siswa mampu menurunkan informasi baru berdasarkan struktur

pikiran yang telah ada. Perkembangan intelekutal siswa mel;ewati urutan-urutan dan dengan

urutan yang sama melalui aktivitas intelektual

(pengurutan,pengekalan ,pengelompoka,pembuatan hipotesis, penarikan kesimpulan), sehingga

setiap siswa berpotensi untuk berhasil dalam pembelajaran.

3)        Model pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran Kooperatif ( Kooperative learning) mencakupi suatu kelompok kecil yang

bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas

atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan bersama ( suherman, 2001:218).

Kelompok tersebut merupakan tim yang memiliki peran masing-masing dan bertanggung jawab

atas suatu tugas untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga tidak di dapati tugas di kerjakan oleh

salah seorang anggota kelompok sedangkan yang lain tidak turut mengambil peran, kelompok

tersebut tidak pula di katakana cooperative learning apabila masing-masing menyelesaikan

masalah secara sendiri-sendiri.oleh karena itu cooperative learning  memerlukan interaksi antar

anggota guna menyelesaikan suatu masalah berdasarkan pemikiran yang mereka miliki.ada

beberapa hal yang perlu di penuhi dalam cooperative learning agar lebih menjamin para siswa

bekerja secara cooperatif. Hal-hal tersebut meliputi:

Page 18: Proposal penelitian eksperime tes 2

a.  Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harusmerasa bahwa mereka   adalah bagian

dari sebuah tim dan mempunyai tugas bersama yang harus di capai

b.  Para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang

mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidak nya kelompok itu akan

menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.

c.  Untuk mencapai hasil yang maksimum para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus

berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang di hadapinya. Akirnya, para siswa

yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa

mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompok( suherman, 2001:218)

Uraian yang menjelaskan bagaimana menjamin agar siswa bekerja secara kooperatif tersebut

menegaskan bahwa keoptimalan cooperative learning di tentukan oleh partisipasi setiap anggota

dalam menyelesaikan masalah secara bersama. Model cooperative learning melatih siswa untuk

mendengarkan gagasan orang lain dan merangkum pendapat atau temuan-temuan dalam bentuk

tulisan. Tugas-tugas yang di berikan akan memacu siswa untuk bekerja sama, saling membantu

dan mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah di

milikinya. Untuk mencapai hasil yang maksimal , lima unsure model pembelajaran cooperative

learning harus di terapkan:

a.       Saling ketergantungan positif

b.      Tanggung jawab perseorangan

c.       Tatap muka

d.      Komunikasi antara anggota

e.       Evaluasi proses kelompok

Kelima unsure model pembelajaran cooperative learning tersebut adalah poin point yang perlu di

perhatikan oleh pengajar agar pembelajaran melalui cooperative learning berlangsung efektif.

2.    Kajian empiris

Di bawah ini akan disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Hasil

penelitian pendukung yang dimaksud yaitu hasil penelitian penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw pada pembelajaran IPA umumnya, maupun pada pengajaran bidang studi

biologi itu sendiri, serta pengajaran matematika antara lain:

Page 19: Proposal penelitian eksperime tes 2

1. Hasil penelitian yang dilakukan Budiningarti, H. (1998) yang mengembangkan perangkat

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pengajaran fisika di SMU menunjukkan, bahwa hasil

belajar siswa pada kelas guru model dan kelas guru mitra menunjukkan peningkatan

pengetahuan untuk tes hasil belajar produk dan tes hasil belajar psikomotor. Hasil penelitian ini

juga menunjukkan bahwa guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dengan baik dan meningkatkan keterampilan kooperatif siswa selama PBM berlangsung.

2.  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih, S. (1999), bahwa pembelajaran biologi pada

kelas I SLTP yang berorientasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat meningkatkan

keterampilan guru mengelola KBM, meningkatkan kualitas pengelolaan proses belajar mengajar

oleh guru, meningkatkan kualitas interaksi siswa dengan lingkungan belajar, dan meningkatkan

prestasi belajar siswa yang meliputi peningkatan nilai ratarata dan meningkatkan jumlah siswa

yang mencapai ketuntasan belajar.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Widada W., (1999) mengungkapkan bahwa, dengan

pengembangan perangkat pembelajaran yang berorientasi model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw ternyata 82,35% dari keseluruhan TPK yang diajarkan telah tuntas dipelajari oleh siswa

pada mata pelajaran matematika di SMU.

4.  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pendi (2002) dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw dalam pembelajaran mata kuliah Fisika Dasar II pokok bahasan arus listrik dan

rangkaian listrik arus searah menunjukkan, bahwa secara umum kemampuan dosen dalam

mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah baik. Dosen mampu melatihkan

keterampilan kooperatif dan mengoperasikan perangkat pembelajaran yang hampir sesuai

dengan alokasi waktu yang tersedia, serta membuat mahasiswa antusias dalam mengikuti

pembelajaran. Mahasiswa pada umumnya menyatakan senang dan baru terutama tentang

keterampilan kooperatif. Mahasiswa berminat untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya dengan

model yang sama. Kemudian dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

mahasiswa mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit.

3.    Kerangka berpikir

 

 Y X

Page 20: Proposal penelitian eksperime tes 2

                                              

                

4.      Hipotesis

Ho : tidak ada keefekitan menggunakan model pembelajaran koopeatif tipe jigsaw dengan prestasi

belajar siswa kelas VI SD Tambakaji dalam pembelajaran IPA pada materi ciri-ciri khusus

makhluk hidup.

Ha : ada ada keefekitan menggunakan model pembelajaran koopeatif tipe jigsaw dengan prestasi

belajar siswa kelas VI SD Tambakaji dalam pembelajaran IPA pada materi ciri-ciri khusus

makhluk hidup.

E.     METODE PENELITIAN

1.    Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah:

Desain ekperimen (experimental design) merupakan desain studi dimana peneliti dapat

menciptakan lingkungan/ kondisi  tiruan, mengontrol beberapa variabel dan memanipulasi

variabel bebas untuk membuktikan hubungan sebab akibat. Desain eksperimen yang diambil 

adalah control group pre-test-post-test. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih

secara acak/random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kefektifan perlakuan antar kelompok yang

berbeda, dimana dalam penelitian ini akan dibandingkan prestasi akademik (prestasi belajar)

antara kelompok subjek yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan

kelompok subjek yang tidak menggunakan metode pembelajaran non kooperatif (metode

tradisional), serta membandingkan prestasi belajar antara kelompok subjek yang termasuk dalam

kelompok siswa motivasi tinggi dengan kelompok subjek yang termasuk dalam kelompok siswa

motivasi rendah. Dengan demikian, rancangan kelompok yang ada dalam penelitian ini adalah

ada empat kelompok, yakni: kelompok pembelajaran kooperatif dengan siswa motivasi tinggi,

kelompok pembelajaran tradisional dengan siswa motivasi tinggi, kelompok pembelajaran

Page 21: Proposal penelitian eksperime tes 2

kooperatif dengan siswa motivasi rendah, dan terakhir kelompok pembelajaran tradisional

dengan siswa motivasi rendah.

2.    Populasi dan sampel penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek sebagai sumber data yang memiliki ciri-ciri atau

karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas

VI SD Tambak Aji 01 sebanyak 60orang.

no Kelas VI Jumlah siswa

1 A 30

2 B 30

TOTAL 60

Sampel adalah bagian dari populasi, keberadaan sampel mewakili populasi. Sampel yang diambil

dalam penelitian eksperimen ini adalah siswa/i kelas VI B.

3.    Waktu dan tempat penelitian

Waktu         : -

Tempat       : SD Tambak Aji 01

4.    Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang kami gunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah teknik tes.

Test merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang

berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan

pengukuran (measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang

diteliti.Keunggulan metode ini adalah :Lebih akurat karena test berulang-ulang

direvisi.Instrument penelitian yang objektif.Sedangkan kelemahan metode ini adalah hanya

mengukur satu aspek data.Memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan

secara berulang-ulang.Hanya mengukur keadaan siswa pada saat test itu dilakukan  

Jenis- jenis tes :

1.  Tes IntelegensiTes kemampuan

2.  Tes BakatTes kemampuan bakat.

Page 22: Proposal penelitian eksperime tes 2

3.  Tes MinatTes minat

4.  Tes KepribadianTes kepribadianTes Perkembangan VokasionalTes vokasional

5.  Tes Hasil Belajar (Achievement Test) Uji coba instrumen

5.      Uji coba instrumen

a.       Tingkat kesukaran soal

Tingkat kesukaran soal = mudah , karena soalnya lebih mengarah pada tingkat domain kognitif

pengetahuan dan pemahaman.

Rumus tingkat kesukaran soal untuk tes bersifat objektif yaitu

b.      Daya pembeda soal ( DP)

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang

telah menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi

yang ditanyakan. Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini.

1). Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks

daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak.

2). Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/membedakan

kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang

diajarkan guru.

berikut :

daya pembeda soal dapat diperoleh dengan rumus  yaitu :

Keterangan :

DP= daya pembeda soal

Page 23: Proposal penelitian eksperime tes 2

BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

N= jumlah peserta tes

6.       Uji Valdiitas

Soal itu uji validitas isi ,mengukur apa yyang seharusnya di ukur  ada dalam statistika

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat keabsahan dan kevalitas alat ukur suatu 

instrumen penelitian.Menurut Akdon ( 2008), jika instrumen itu dapat digunakan untuk

mendapatkan data, dikatakan valid dan bisa digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur.

Validitas seetiap butir soal yang digunakan dalam penelitian diuji dengan menggunakan Korelai

Product Moment Pearson( Arikunto,2008:72).

Rumusnya :

                    

              Keterangan:

                           Rxy  = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y                           n=  banyaknya sampel

                          ∑x = jumlah nilai tiap butir soal

                          ∑y = jumlah nilai total

Interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi  validitas menurut Arikunto (2008:75) adalah :

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 <  ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 <  ≤ 0,80 tinggi

0,40 <  ≤ 0,60 cukup

0,20 <  ≤ 0,40 rendah

0,00 <  ≤ 0,20 Sangat rendah

7.      Uji reabilitas

Page 24: Proposal penelitian eksperime tes 2

Realibiltas merupakan ketepatan alat evaluasi dalam mengukur atau ketepatan siswa dalam

menjawab alat evaluasi itu. Suatu tes  dapat dikatakan memiliki taraf reabilitas yang baik jika

hasil tes tersebut dapat memiliki hasil tetap walaupun dikerjakan oleh siapapun ( dalam level

yang sama). Untuk menentukan realibilitas angket penelitian menggunakan rumus alpha

chombach (Arikunto ,2006:109).

Rumusnya yaitu :

                                    Rumusnya yaitu :

                Keterangan :

     r11    = realibilitas tes secara keseluruhan

            ∑  = jumlah varians skor tiap-tiap butir soal

             = varians skor total yang diperoleh siswa

            n = banyaknya butir soal

8.      Analisis data

Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah diterima atau ditolak,maka digunakan teknik

analisis data dengan uji t tes yang menggunakan rumus yaitu :

t = 

Keterangan:

x1 = skor rata-rata kelaseksprimen A

x2 = skor rata-rata kelaseksprimen B

n1 = jumlahsampeleksprimen A         

Page 25: Proposal penelitian eksperime tes 2

n2 = jumlahsampeleksprimen B

S = standardeviasigabungandarikeduakelassampe

F. DAFTAR PUSTAKA