proposal penelitian (autosaved)

67
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pada tahun 2015 ini mengalami perekonomian yang belum stabil. Pertumbuhan ekonomi di negara berkembang termasuk indonesia berdasarkan laporan perekonomian Indonesia 2015 oleh BPS sedang mengalami perlambatan. Perekonomian yang sedang terguncang ini tentunya mempengaruhi pada lapangan pekerjaan dan membuat semakin banyak pengangguran. PHK pun sering dilaksanakan oleh beberapa perusahaan untuk menyelamatkan perusahaannya akan tetapi dampak dari PHK tersebut tentunya menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Meningkatnya pengangguran di Negara Indonesia ini tentunya membuat angka kemiskinan meningkat juga. Sehingga masyarakat di Indonesia yang tergolong negara berkembang ini banyak yang memilih sektor informal sebagai tumpuan hidupnya. Sektor informal ini dipilih sebagai tumpuan hidup

Upload: lia-waliyah-hanifa

Post on 16-Feb-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Penelitian (Autosaved)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia pada tahun 2015 ini mengalami perekonomian yang belum

stabil. Pertumbuhan ekonomi di negara berkembang termasuk indonesia

berdasarkan laporan perekonomian Indonesia 2015 oleh BPS sedang

mengalami perlambatan. Perekonomian yang sedang terguncang ini

tentunya mempengaruhi pada lapangan pekerjaan dan membuat semakin

banyak pengangguran. PHK pun sering dilaksanakan oleh beberapa

perusahaan untuk menyelamatkan perusahaannya akan tetapi dampak

dari PHK tersebut tentunya menambah jumlah pengangguran di

Indonesia.

Meningkatnya pengangguran di Negara Indonesia ini tentunya

membuat angka kemiskinan meningkat juga. Sehingga masyarakat di

Indonesia yang tergolong negara berkembang ini banyak yang memilih

sektor informal sebagai tumpuan hidupnya. Sektor informal ini dipilih

sebagai tumpuan hidup masyarakat di negara berkembang karena sektor

informal ini menyerap cukup banyak tenaga kerja. Sektor informal oleh

Biro Pusat Statistik (BPS) didefinisikan sebagai unit usaha berskala kecil

yang menggasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan

utama menciptakan kesempatan kerja dan penghasilan bagi dirinya

sendiri, meskipun mereka menghadapi kendala baik modal maupun

sumber daya fisik dan manusia.

Page 2: Proposal Penelitian (Autosaved)

2

Selama tahun 2011-2015, jumlah pekerja masih didominasi oleh

para pekerja sektor informal. Tingginya jumlah pekerja di sektor

informal berbanding lurus dengan masih rendahnya tingkat pendidikan

sebagian besar pekerja di Indonesia (Laporan Perekonomian Indonesia

2015- Pekerja sektor Formal dan Informal). Hal tersebut membuktikan

bahwa sektor informal merupakan salah satu wadah bagi pekerja yang

berpendidikan rendah. Selain itu besarnya presentase pekerja di sektor

informal juga dipicu terbatasnya lapangan kerja sektor formal.

Berdasarkan laporan BPS tahun 2015 juga menyatakan bahwa

presentase pekerja sektor formal pada tahun 2014 menurun menjadi

46,76%. Sebaliknya informal meningkat menjadi 53,24% pada tahun

2014. Tentunya bias terlihat bahwa data menunjukkan bahwa masyarakat

Indonesia banya yang berkeja dalam sektor informal di bandingkan

dengan sector formal. Peningkatan pekerja sektor informal haruslah

menjadi perhatian pemerintah, karena peningkatan ini memang memiliki

dampak yang positif dan dampak negatif masing-masing.

Dalam situasi sekarang ini para pencari kerja lari ke sektor informal

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu usaha sektor informal

adalah pedagan kaki lima (PKL). Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal)

adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau

kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-

tempat fasilitas umum, seperti terotoar, pingir-pingir jalan umum, dan

lain sebagainya. Menurut Poerwadarminta (2000) Pedagang kaki lima

Page 3: Proposal Penelitian (Autosaved)

3

atau yang biasa disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja

dagangan yang menggunakan gerobak. Namun saat ini istilah PKL

memiliki arti yang lebih luas, PKL digunakan pula untuk menyebut

pedagang di jalan pada umumnya yang dahulu namanya pedagang

emperan.

Data PKL di kawasan pengkolan Garut saja sekitar Jalan Ahmad

Yani menurut data yang tercatat di DISPERINDAG Kab. Garut

berjumlah 852 PKL. Hal tersebut menunjukkan angka yang tinggi

mengingat bahwa sepanjang Jalan Ahmad Yani ini sangat padat dengan

adanya pedangan kaki lima / PKL. Keberadaan PKL ini juga memiliki

dampak lain selain bisa memenuhi kebutuhan para penjual tentunya

memiliki dampak negatif.

Dalam perkembangan PKL ini menghadapkan pemerintah pada

kondisi yang dilematis, disatu sisi keberadannya dapat menciptakan

lapangan kerja, sedangkan dilain pihak keberadaan PKL yang tidak

diperhitungkan dalam perencanaan tata ruang telah menjadi beban bagi

kota. PKL beraktivitas di ruang-ruang publik seperti jalanan raya Kota.

Di Kabupaten Garut Khususnya di sepanjang Jalan Jendral Ahmad Yani

yang menjadi pusat Kota dan lalu lintas kendaraan justru di tempat inilah

banyak PKL yang berjualan. Sebagian besar PKL menawarkan berbagai

barang dagangan di trotoar sebagai kawasan ruang publik. Berdasarkan

hal tersebut para pejalan kaki telah terganggu atau terenggut haknya

untuk berjalan kaki di atas trotoar, karena telah dipenuhi oleh PKL yang

Page 4: Proposal Penelitian (Autosaved)

4

menjajankan berbagai barang dagangannya. Trotoar sebagai kawasan

ruang public menjadi hilang fungsinya dengan keberadaan PKL yang

berada di sekitarnya.

Semakin banyaknya PKL yang menjajakan jualannya baik melalui

gerobak, jongko, gelaran, dan pikulan di kawasan pengkolan Garut/ Jalan

Ahmad Yani ini tentunya memiliki dampak negatif. Bampak negatif dari

banyaknya PKL ini membuat masalah terhadap tata kota, dan juga

menimbulkan pusat kemacetan. Keberadaan PKL yang tidak terkndali ini

mengakibatkan pejalan kaki berdesak-desakkan, sehingga dapat

menimbulkan tindak kriminal (pencopetan). Mengganggu kegiatan

ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung memotong

jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko. Selain itu, pada

beberapa tempat keberadaan PKL mengganggu para pengendara

kendaraan bermotor dan mengganggu kelancaran lalu lintas.

Dengan adanya berbagai macam permasalahan yang muncul dari

banyaknya jumlah PKL ini pemerintah tentunya segera mengambil

tindakan. Adanya larangan dilarang berjualan di jalur merah ini salah

saatu upaya pemerintah menertibkan jalanan dan membuat tata ruang

kota menjadi lebih baik menghindarkan PKL yang berjualan

sembarangan sehingga menimbulkan beberapa masalah salah satunya

yaitu masalah kemacetan.

Mengingat adanya amanat dari Peraturan Menteri Perdagangan

nomor 41 tahun 2012 , tentang penataan Pedagang Kaki Lima pemerintah

Page 5: Proposal Penelitian (Autosaved)

5

Kabupaten Garut mengambil tindakan lanjut untuk melakukan penataan

kawasan pusat kota Garut tersebut agar terlihat rapi dan bersih dari PKL

yang selama ini memenuhi hampir seluruh trotoar dan sebagian ruas

badan jalan diseluruh ruas jalan dikawasan pusat kota Garut/ kawaasan

pengkolan Jalan Ahmad Yani tersebut. Langkah yang diambil oleh

Bupati Garut ini adalah melakukan pemberdayaan terhadap PKL dengan

cara membangun Gedung PKL untuk di jadikan tempat rujuan relokasi

bagi para PKL kawasan Pengkolah Garut/ Jalan Ahmad Yani.

Proses relokasi ini tentunya bukan persoalan yang mudah. Pendataan

PKL di kawasan pengkolan Garut tersebut tentu di lakukan terlebih

dahulu untuk memastikan yang berhak berjualan di Gedung PKL

nantinya tanpa ada biasa penyewaan. Namun penolakan relokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL), Garut, Jawa Barat, terus bergejolak. PKL

menuding proses relokasi ke lokasi baru terkesan dipaksakan, sarat

kepentingan politis dan berindikasi dugaan tidak korupsi, serta tidak

sesuai kajian Revitalisasi Penataan di tempat PKL tahun 2012. Sehignga

proses relokasi ini merupakan kasus yang panjang sepanjang 2015 ini.

Gedung PKL baru ini setelah relokasi memang ramai dengan adanya

para PKL Kawasan pegkolan yang pindah, akan tetapi semakin hari

semakin sepi saja, bahkan di kawasan pengkolan mulai terlihat kembali

adanya PKL yang kembali berjualan. Bahkan setelah adanya relokasi ini

PKL melakukan aksi penolakan degan adanya demo ke kantor PDRD

Garut menolak relokasi PKL ini. Banyak dari PKL mengalami kondisi

Page 6: Proposal Penelitian (Autosaved)

6

dilematis. Di satu sisi, mereka ingin berjualan di tempat yang strategis

sehingga akan lebih mudah mendapatkan keuntungan, tetapi lokasi

strategis tersebut mengganggu fungsi tata ruang kota yang ada, yang

berkaitan dengan ketersediaan fasilitas ruang public yang teganggu. Oleh

karena itu dari pihak Pemerintah Daerah berupaya untuk menata

keberadaan PKL yang berjualan di sekitar ruang publik.

Banyak kasus yang mendasari keberadaan PKL terhadap fungsi tata

ruang kota. Di satu sisi, para PKL tetap ingin menjalankan usahanya

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, tetapi di sisi lain perlu

adanya perwujudan penataan fungsi tata ruang kota yang memperhatikan

aspek lingkungan secara optimal. Dalam hal ini berarti diharapkan para

PKL tetap berjualan menjalankan usahanya untuk mendapatkan

penghasilan mereka sehari-hari, tetapi tidak mengganggu optimalisasi

fungsi tata ruang yang ada. Sebagai contoh banyak PKL yang berjualan

di trotoar, padahal kaki, sehingga pejalan kaki terenggut haknya tidak

dapat menikmati fasilitas umum yang ada dan keselamatannya terganggu.

Selain itu banyak PKL yang tidak memperhatikan kondisi kebersihan di

sekitar tempat berjualan, sehingga menyebabkan lokasi tersebut terlihat

kotor atau kumuh. Hal-hal demikian termasuk kedalam perilaku

massa /mass behavior dari PKL.

Situasi dan kondisi yang terjadi pada kalangan pekerja nonformal

yakni PKL yang sedang hangat di Garut ini membuat peneliti berharap

tidak ada kekisruhan yang terjadi. Peneliti berharap bahwa relokasi ini

Page 7: Proposal Penelitian (Autosaved)

7

bisa menjadi suatu kegiatan pemberdayaan kepada PKL yang tepat

tujuannya. Perilaku Massa PKL yang ditunjukkan oleh PKL juga bisa

menujukkan kepada perilaku massa PKL yang positif.

Sebagaimana yang telah dikemukankan pada uraian di atas bahwa

permasalahaan pemberdayaan kepada PKL yang dalam hal ini adalah

relokasi yang dilakukan pemerintah akan menunjukkan situasi sosial dan

menghasilkan Perilaku Massa PKL. Sejalan dengan latar beakang

tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Mass Behaviour PKL

Kawasan Pengkolan Garut Pasca Relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur

Garut”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Mass

Behaviour/ Tingkah Laku Massa PKL (Pedagang Kaki Lima) Kawasan

Pengkolan Garut pasca Relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut?”.

Selanjutnya permasalahan tersebut dirinci ke dalam sub-sub

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Karakteristik PKL di Gedung PKL Garut?

2. Bagaimana Kebutuhan PKL kawasan Pengkolan Garut pasca

relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut?

3. Bagaimana kekecewaan PKL kawasan Pengkolan Garut pasca

relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut?

Page 8: Proposal Penelitian (Autosaved)

8

4. Bagaimana sikap PKL kawasan Pengkolan Garut pasca relokasi ke

Gedung PKL Jalan Guntur Garut?

5. Bagaimana nilai yang dimiliki PKL kawasan Pengkolan Garut pasca

relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut?

6. Bagaimana hambatan yang dihadapi oleh PKL kawasan Pengkolan

Garut pasca relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut?

7. Bagaiamana keinginan yang dimiliki PKL kawasan Pengkolan

Garut pasca relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara

empiris tentang:

1. Karakteristik PKL.

2. Kebutuhan PKL kawasan Pengkolan Garut pasca relokasi ke Gedung

PKL Jalan Guntur Garut.

3. Kekecewaan PKL kawasan Pengkolan Garut pasca relokasi ke

Gedung PKL Jalan Guntur Garut.

4. Sikap PKL kawasan Pengkolan Garut pasca relokasi ke Gedung PKL

Jalan Guntur Garut.

5. Nilai yang dimiliki PKL kawasan Pengkolan Garut pasca relokasi

ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut.

6. Hambatan yang dihadapi oleh PKL kawasan Pengkolan Garut pasca

relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut.

Page 9: Proposal Penelitian (Autosaved)

9

7. Keinginan yang dimiliki PKL kawasan Pengkolan Garut pasca

relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan praktek

pekerjaan sosial terutama tentang perilaku massa PKL Kawasan

Pengkolan Garut pasca relokasi ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat

menyumbangkan pemikiran dan pemecahan masalah terhadap

perilaku massa PKL Kawasan Pengkolan Garut pasca relokasi ke

Gedung PKL Jalan Guntur Garut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

1. Solidaritas Sosial Pedagang Kaki Lima dalam Menghadapi Resiko-

resiko Usaha di Pasar Inpres Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera

Barat: Karya Ilmiah Diploma IV STKS Bandung oleh Jemmy

Defriyansyag tahun 2011

Karya Ilmiah memuat hasil penelitian mengenai solidaritas

sosial pedagang kaki lima dalam menghadapi resiko-resiko usaha di

Pasar Inpres Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat. Untuk

mengetahui solidaritas tersebut penulis menjabarkan ke dalam sub-

sub problematik yang meliputi: karakteristik informan, semangat

Page 10: Proposal Penelitian (Autosaved)

10

komunitas diantara PKL, dan harapan-harapan PKL. Responden

pada penelitian ini adalah PKL di emperan Toko Pasar Inpres, Kota

Payakumbuh sebanyak 42 orang.

Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif.

Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer data primer

yang diperoleh langsung dari para PKL melalui kuisioner dan

dibantu dengan wawancara untuk memperjelas jawaban serta sumber

data sekunder yaitu Kepala Dinas dan Kepala Bagian Pengelolaan

Pasar, Dinas Koperasi, UKM dan Perindag Kota Payakumbuh.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa adanya

solidaritas sosial diantara PKL di emperan toko Pasar Inpres Kota

Payakumbuh yang timbul karena adanya rasa kepentingan bersama

diantara sesama PKL, namun demikian masih banyak terdapat

permasalahan yang sangat menonjol pada komunitas ini yaitu

keaktifan PKL memberikan masukan, masih adanya PKL yang

menjual dagangan tidak sesuai kesepakatan, masih terjadi perebutan

lokasi dagang yang strategis.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ditemui, penulis

menawarkan sebuah rencana program yaitu “Program Pembentukan

Organisasi dalam pelaksanaan program ini adalah metode

pengembangan masyarakat menggunakan teknik kolaborasi dan

kampanye.

Page 11: Proposal Penelitian (Autosaved)

11

2. Aktivitas Sosial Pedagang Kaki Lima Pasca Reloksi Pasar

Tradisional Telaga di Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kabupaten

Gorontalo, Provinsi Gorontalo: Karya Ilmiah Diploma IV STKS

Bandung oleh Arnif Idris Cenign tahun 2009

Penelitian ini menggambarkan bagaimana Aktivitas Sosial

Pedagang Kaki Lima Pasca Relokasi Pasar Tradisional Telaga di

Desa Hulawa Kacamatan Telaga mengetahui tentang karakteristik

informan, bentuk kegiatan saling ketergantungan pedagang kaki

lima, bentuk kegiatan kerja sama pedagang kaki lima, bentuk

kegiatan kesetiakawanan pedagang kaki lima, hambatan informan

dan harapan informan dalam aktivitas sosialnya pasca direlokasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan 7 (tujuh) informan

yang terdiri dari tiga informan utama (pedagang kaki lima) dan 4

(empat) informan pendukung (petugas pasar, kepala seksi sarana dan

prasarana pasar, dan dua orang konsumen) dengan teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara secara

mendalam (Indepth Interview) , obervasi partisipasi dan studi

dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang paling

medasar dan juga menjadi kebutuhan yang perlu ditangani yaitu : 1)

Ketiadaan wadah resmi sebagai sarana berkumpul, utnuk

menyampaikan aspirasi pedagang kaki lima 2) Sulitnya mengakses

Page 12: Proposal Penelitian (Autosaved)

12

permodalan yang digulirkan pemerintah sehingga timbul

ketergantungan yang bersifat negatif dimana pedagang kaki lima

sehingga pedagang kaki lima merasa kurang aman dan nyaman

dalam beraktivitas.

Bedasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti mendesain

sebuah program untuk mengatasi permasalahan informan / pedagang

kaki lima dalam aktivitas sosial dengan “Progmran Pembentukan

Organisasi Kelompok Pedagang Kaki Lima di Pasar Tradisional

Telaga Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Metode program

yang digunakan adalah: Community Organization dan Community

Development (CO/CD), dengan strategi kampanye dengan Taktik

Pendidikan dan Persuasi serta Strategi Kolaborasi dengan Taktik

Implementasi dan Membangun Kapasitas. Analisis kelayakan

program menggunakan teknik analisis SWOT (Strengths, Weekness,

Opportunities, Threats).

B. Tinjauan Kepustakaan yang Relevan

1. Tinjauan Tentang Mass Behaviour / Tingkah Laku Massa

Dalam kehidupan sehari-hari individu selalu menghadapi situasi

di mana situasi tersebut dapat berpengaruh terhadap sikap dan

tingkah laku individu yang bersangkutan. Dr. W.A. Gerungan

membagi situasi yang dimaksud menjadi dua bagian, yaitu situasi

kebersamaan dan situasi sosial.

Page 13: Proposal Penelitian (Autosaved)

13

Situasi kebersamaan adalah suatu situasi di mana berkumpul

sejumlah individu seperti orang-orang yang sedang berbelanja. Ciri-

ciri situasi kebersamaan adalah orang-orang itu telah mengenal satu

sama lain, interaksi sosial tidak mendalam, mereka bukan

merupakan keseluruhan yang utuh, dan ada kepentingan bersama

dari orang-orang tersebut. Situasi sosial ini akan menimbulkan apa

yang disebut crowd atau orang banyak.

Sedangkan situasi sosial dimana berkumpul sejumlah orang

yang dapat mempengaruhi satu sama lain seperti anak-anakyang

belajar di kelas, orang-orang berdiskusi sesuatu hal dalam ruangan.

Ciri-ciri situasi sosial adalah orang-orang itu merupakan kesatuan,

interaksi sosial yang terjalin cukup mendalam, ada argumentasi yang

jelas anatara orang-orang tersebut, ada hubungan yang bersifat

struktural dan hierarkis, ada aturan untuk organisasinya, dan ada

pembagian tugas antara orang-orang tersebut. Maka pada akhirnya

situasi sosial ini akan memunculkan yang disebut dengan kelompok

sosial.

a. Definisi Mass Behaviour

Menurut Stanfeld S. Sargent dalam Slamet Santoso

(2012:80) memberi definisi mass behaviour sebagai berikut:

Mass behaviour is a broud term often used to designate similar or common social behaviour on the part of a large number of people, particularly when it is transitory or cyclical in nalure and when it result from sugestion or some other irasional process.(Tingkah laku massa adalah istilah umum yang sering kali digunakan utnuk menunjukkan

Page 14: Proposal Penelitian (Autosaved)

14

tingkah laku sosial yang sama atau umum pada sebagian dari sejumlah besar orang, terutama saat tingkah laku itu pada hakikatnya sementara atau berputar dan saat tingkah laku akibat dari keyakinan atau beberapa proses lain yang tidak masuk akal).

b. Aspek Mass Behaviour

Terdapat beberapa aspek-aspek yang penting mengenai

Mass Behaviour dan perlu mendapat perhatian yaitu:

1) First We shall note the more or less objective situational

factor. Such as the number of person involve, their age, sex,

economic, and ethnic status the leadership. (Pertama kami

akan mencatat faktor-faktor situasional yang lebih atau

kurang nyata seperti sejumlah orang yang terlibat, usia

mereka, jenis kelamin, kesukuan, dan kepemimpinan).

2) Then we shall discuss the personality trendds of

participants-their needs and frustations, their attitude value

and interest. (Kemudian kami akan membahas arah

kepribadian peserta-kebutuhan dan kekecewaan mereka,

sikap, nilai-nilai, dan keinginan-keinginan mereka).

3) We shall begin with mass behaviour as manifested in the

crowd and mob. (Kami akan mulai dengn tingkah laku masa

seperti dinyatakan dalam crowd dan mob).\

Penulis dalam hal ini mengambil aspek-aspek Mass

Behaviour atau tingkah laku /perilaku massa yaitu Karakteristik,

Kebutuhan, Sikap, nilai, tingkah laku

Page 15: Proposal Penelitian (Autosaved)

15

c. Macam-macam Mass Behaviour

Ada berbagai macam mass behaviour, seperti dikemukakan

oleh Stanfeld S. Sargent yaitu:

1) Mass Behavior formed face to face group as in crowd, mob,

lynching, or panic. ( Bentuk tingkah laku ,assa kelompok

tatap muka seperti dalam crowd, mob, lynching, atau

panic).

2) In other cases they do not, as with fashions, fads, crazes

and mass hysteria. (Pada kasus lain, mereka tidak seperti

fashions, fads, crazes and mass hysteria).

Kedua macam bentuk tingkah laku massa tersebut di atas

akan diuraikan pada bagian belakang agar bentuk-bentuk

tingkah laku massa tersebut menjadi jelas.

2. Tinjauan Tentang Pekerja Informal Pedagang Kaki Lima

Kegiatan ekonomi dibagi menjadi 2 yaitu formal dan informal.

Sector formal adalah usaha yang telah mendapatkan berbagai

proteksi dari pemerintah, padat modal, adanya serikat buruh,

hubungan dengan pekerja atas dasar kontrak kerja. Sedangkan sector

informal dicirikan oleh kesulitan dalam permodalan, padat karya,

organisasi keluarga, tidak mendapatkan proteksi dari pemerintah,

dan belum ada akses kepada bantuan pemerintah.

a. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Page 16: Proposal Penelitian (Autosaved)

16

Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang

melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok

yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat

fasilitas umum, seperti terotoar, pingir-pingir jalan umum, dan

lain sebagainya. Pedagang yang menjalankan kegiatan usahanya

dalam jangka tertentu dengan menggunakan sarana atau

perlangkapan yang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan

mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usaha

seperti kegiatan pedagang- pedagang kaki lima yang ada di

Kawasa Pengkolan JL. Ahmad Yani kecamatan Garut Kota.

Kegiatan Perdagangan dapat menciptakan kesempatan kerja

melalui dua cara .Pertama, secara langsung, yaitu dengan

kapasitas penyerapan tenaga kerja yang benar. Kedua, secara

tidak langsung, yaitu dengan perluasan pasar yang di ciptakan

oleh kegiatan perdagangan disatu pihak dan pihak lain dengan

memperlancar penyaluran dan pengadaan bahan baku (Kurniadi

dan Tangkilisan, 2002:21)

Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli

barang dan menjualnya kembali tanpa merubah bentuk atas

inisiatif dan tanggung jawab sendiri dengan konsumen untuk

membeli dan menjualnya dalam partai kecil atau per satuan

(Sugiharsono dkk,2000:45).

Page 17: Proposal Penelitian (Autosaved)

17

Pedagang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dibagi

atas dua yaitu : pedagang besar dan pedagang kecil .Pedagang

kecil adalah pedagang yang menjual barang dagangan dengan

modal yang kecil (KBBI,2002:230).

Menurut UU Nomor 29 Tahun 1948 , Pedagang adalah

orang atau badan membeli , menerima atau menyimpan barang

penting dengan maksud untuk di jual diserahkan , atau dikirim

kepada orang atau badan lain , baik yang masi berwujud barang

penting asli , maupun yang sudah dijadikan barang lain

(Widodo,2008:285-286).

b. Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Tipe pedagang kaki lima (McGee dan Yeung, 1977)

dibedakan menjadi 3 yaitu pedagang menetap (static), pedagang

semi menetap (semi static) dan pedagang keliling (mobile). Tipe

unit pkl ini berkaitan dengan perlakuan terhadap sarana aktifitas

setelah aktifitas berakhir, yaitu tinggal seluruhnya di lokasi

berdagang, dibawa pulang sebagian dan ditinggal sebagian dan

dibawa pulang seluruhnya.

Menurut McGee & Yeung (1977:81), bahwa karakteristik

aktivitas PKL dapat diidentifikasi berdasarkan jenis komoditas

dagangannya, yaitu:

1) Bahan mentah dan setengah jadi (unprocessed and

semiprocessed foods), seperti daging,

Page 18: Proposal Penelitian (Autosaved)

18

2) buah, sayuran, beras, dan sebagainya.

Makanan siap konsumsi (prepared foods), terdiri dari

bahan‐bahan yang dapat langsung

3) dikonsumsi saat itu juga, biasanya berupa makanan dan

minuman.

Non‐makanan (nonfood items), jenis barang dagangan ini

cakupannya lebih luas dan

4) biasanya tidak berupa makanan, misalnya tekstil sampai

dengan obat‐obatan, dan lain‐lain.

Jasa (services), yang termasuk dalam kategori jasa

pelayanan, seperti tukang semir sepatu, potong rambut.

Berdasarkan pengelompokan jenis komoditas dagangan

tersebut, maka jenis komoditas dagangan pedagang kaki lima

akan dipengaruhi dan menyesuaikan aktivitas yang ada di

sekitarnya tersebut. Selain jenis komoditi dagangan, waktu

berdagang PKL dapat terbagi menjadi dua periode waktu dalam

satu hari, yaitu pagi/siang dan sore/malam (McGee & Yeung,

1977: 38). Perbedaan waktu berdagang PKL tergantung pada

aktivitas formal di sekitar area PKL tersebut. Adapun sarana

fisik untuk berdagang PKL menurut Waworoentoe

(Widjajanti,2000: 39), dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1) Kios, jenis sarana ini biasanya dipakai oleh PKL yang

tergolong menetap secara fisik tidak dapat dipindah‐

Page 19: Proposal Penelitian (Autosaved)

19

pindahkan, dengan bangunan berupa papan papan yang

diatur.

2) Warung semi permanen, sarana fisik PKL ini berupa

gerobak yang diatur berderet ditambah meja dan bangku

panjang. Atap menggunakan terpal yang tidak tembus air.

3) Gerobak/kereta dorong, sarana ini ada dua jenis lagi, yaitu

yang beratap (sebagai perlindungan barang dagangan dari

pengaruh debu, panas, hujan) dan tidak beratap

4) Jongko/meja, bentuk sarana ini ada yang beratap dan ada

yang tidak beratap. Biasanya dipakai oleh PKL yang

lokasinya tergolong tetap.

5) Gelaran/alas, bentuk sarana ini adalah dengan menjajakan

barang dagangan di atas tikar atau alas yang digelar.

6) Pikulan/keranjang, biasanya digunakan oleh pedagang

keliling (mobile hawkers) atau PKL yang semi menetap.

Dengan menggunakan satu atau dua buah keranjang dengan

cara dipikul. Bentuk sarana ini bertujuan agar mudah

dibawa dan dipindah-pindahkan.

Karakteristik Lokasi Aktivitas PKL menempati ruang yang

mudah dilihat dan dijangkau pengunjung sehingga memudahkan

interaksi. Menurut Bromley dalam Manning (1985:238), bahwa

secara umum PKL selalu memilih ruang yang paling

menguntungkan dimana terdapat pengunjung yang berlalu

Page 20: Proposal Penelitian (Autosaved)

20

lalang. Penggunaan ruang dengan mobilitas pengunjung yang

cukup tinggi, (seperti trotoar, pinggir jalan) akan semakin

memperbesar peluang lakunya barang dagangan mereka.

Karakteristik lokasi PKL, antara lain (Joedo dalam

Widjajanti, 2000:35):

1) Terdapat akumulasi orang pada waktu yang relatif

bersamaan, dengan pertimbangan kemungkinan konsumen

yang lebih banyak.

2) Merupakan pusat‐pusat kegiatan ekonomi maupun non‐ekonomi yang sering dikunjungi.

3) Interaksi langsung antara penjual dan pembeli dapat

berlangsung dengan mudah meski dengan ruang yang relatif

sempit.

4) Tidak memerlukan sarana prasarana umum untuk

melakukan aktivitasnya.

3. Tinjauan Tentang Relokasi

Relokasi merupakan pemindahan suatu tempat ke tempat yang

baru. Relokasi adalah salah satu wujud dari kebijakan pemerintah

daerah yang termasuk dalam kegiatan revitalisasi. Revitalisasi dalam

Kamus Bahasa Besar Indonesia (KBBI) berarti proses, cara, dan

perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang

terberdaya. Salah satu cara merevitalisasi atau membangun pasar

tradisional yang baru adalah menciptakan pasar tradisional dengan

Page 21: Proposal Penelitian (Autosaved)

21

berbagai fungsi, seperti tempat bersantai dan rekreasi bersama

dengan keluarga.

Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagai Negara hukum. Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP)

dalam menertibkan pedagang kaki lima yang berjualan di sembarang

tempat khususnya di Jalan Jendral Ahmad Yani (sekitar pengkolan)

harus berlandaskan dasar hukum yang jelas, tegas dan menyeluruh

guna menjamin kepastian hukum bagi upaya penegakan Peraturan

Daerah mengenai K3 (Keindahan, Kebersihan, dan Ketertiban

Umum) yang sekaligus berhubungan dengan penataan ruang kota di

Kabupaten Garut.

Dasar Hukum itu dilandasi oleh asas penataan

ruang sebagaimana disebutkan dalam UU No. 26 Tahun 2007

tentang penataan ruang :

a.   Asas Keterpaduan

Asas Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan

yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku

kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain, adalah

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

b.   Asas Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan

Asas Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan adalah

bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan

Page 22: Proposal Penelitian (Autosaved)

22

keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan

antara kehidupan manusia dengan lingungannya, keseimbangan

pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara

kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

c. Asas Keberlanjutan

Asas Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan

daya dukung dan daya tamping lingkungan dengan

memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

d.   Asas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan

Asas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan adalah

bahwa penataan ruang disellenggarakan dengan

mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang

terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang

yang berkualitas..

e.   Asas Keterbukaan

Asas Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya

kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang

berkaitan dengan penataan ruang.

Page 23: Proposal Penelitian (Autosaved)

23

f.   Asas Kebersamaan dan Kemitraan

Asas Kebersamaan dan Kemitraan adalah bahwa penataan

ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku

kepentingan.

g.   Asas Perlindungan Kepentingan Hukum

Asas Perlindungan Kepentingan Hukum adalah bahwa

penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan

kepentingan masyarakat.

h.  Asas Kepastian Hukum dan Keadilan

Asas Kepaastian Hukum dan Keadilan adalah bahwa

penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan

hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa

penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa

keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua

pihak secara adli dengan jaminan kepastian hukum.

i.  Asas Akuntabilitas

Asas Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan

ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya,

pembiayaanya.

4. Relevansi Pekerja Sosial dengan Mass Behaviour

a. Definisi Pekerjaan Sosial

Praktek pekerjaan sosial secara umum didefinisikan dan

Page 24: Proposal Penelitian (Autosaved)

24

mengizinkan intervensi pada tingkat mikro yakni individu,

keluarga, atau unit domestik dan tingkat makro yakni organisasi dan

komunitas. Pekerjaan sosial juga merupakan profesi pertolongan

dalam bidang sosial. Dalam artian sempit pekerjaan sosial

merupakan profesi menolong orang lain secara formal atau tidak

formal sebagai respon bagi orang-orang yang membutuhkan

pertolongan.

Menurut Charles Zastrow (1982) dalam bukunya yang berjudul

“Introduction to sosial problems, servive and current issues” yang

dikutip oleh Dwi Heru Sukoco (1998), mendefinisikan pekerjaan

sosial sebagai :

“Pekerjaan sosial merupakan kegiatan professional untuk membantu individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan”.

Berdasarkan pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang dapat memberikan

pertolongan kepada individu, kelompok dan masyarakat untuk

melaksanakan dan meningkatkan kemampuan fungsi sosialnya

sehingga dapat mencapai tujuan hidupnya. Pekerjaan sosial

merupakan profesi pertolongan yang bertujuan untuk mencegah dan

mengatasi permasalahan sosial sehingga dapat teratasi,

mengembangkan dan meningkatkan keberfungsian sosial seseorang.

b. Tujuan Pekerjaan Sosial

Page 25: Proposal Penelitian (Autosaved)

25

Dwi Heru Sukoco (1998:21-25) mengemukakan tujuan

pekerjaan sosial yaitu:

1) Membantu orang memperluas kompetensinya dan meningkatkan

kemampuan mereka untuk menghadapi serta memecahkan

permasalahannya.

2) Membantu orang memperoleh sistem sumber

3) Membuat organisasi-organisasi yang responsif dalam

memberikan pelayanan terhadap orang.

4) Memberikan fasilitas interaksi antara individu dengan individu

lain didalam lingkungan mereka

5) Mempengaruhi interaksi antara organisasi-organisasi dengan

institusi-institusi.

6) Mempengaruhi kebijakan sosial maupun kebijakan lingkungan

c. Fungsi Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial didalam usaha mencapai tujuannya, yaitu

memecahkan permasalahan sosial dan meningkatkan kemampuan

orang dalam berinteraksi dengan orang lain maupun dengan sistem

sumber perlu melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

1) Membantu orang meningkatkan dan menggunakan

kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas

kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang

mereka alami.

2) Mengkaitkan orang dengan sistem-sistem sumber.

Page 26: Proposal Penelitian (Autosaved)

26

3) Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem-sistem sumber.

4) Memberikan fasilitas interaksi di dalam sistem sumber.

5) Mempengaruhi kebijakan sosial.

6) Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber material.

Leonora Serafica – de Guzman menyatakan ada 3 fungsi

pokok pekerjaan sosial, yaitu :

1) Fungsi Restoratif

2) Fungsi Preventif

3) Fungsi Pengembangan

d. Pekerjaan Sosial dalam Pemasalahan Mass Behaviour PKL

Max Siporin, Charles Zastrow, Rex A. Skidmore dan Milton G.

Thackeray dalam Dwi Heru Sukoco (1998:25) menyatakan bahawa

pekerjaan sosial merupakan suatu profesi pertolongan, yang

ditujukan untuk membantu orang (baik secara individu maupun

kolektif) meningkatkan kemampuan berfungsi sosialnya (social

functioning. Jadi keberfungsian soAial merupakan fokus dari

pekerjaan sosial, dan dalam hal ini yang menjadi fokus dari peneliti

adalah Keberfungsian sosial Pedagan Kaki Lima (PKL).

Dalam social function ada unsur interaksi dan keseimbangan,

yaitu antara orang dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, dalam

melaksanakan social functioning orang dapat memanfaatkan sumber-

sumber yang ada dalam dirinya maupun sumber-sumber yang ada di

lingkungannya.

Page 27: Proposal Penelitian (Autosaved)

27

Social functioning dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu

antara lain:

1) Mampu Melaksanakan Peranan Sosial

Social functioning dapat dipandang sebagai penampilan/

pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu

kolektivitas. Pandangan tersebut mempunyai beberapa aspek

yaitu:

a) Status Sosial

b) Interaksional

c) Tuntutan dan Harapan

d) Tingkah Laku

e) Situasional

2) Kemampuan Memenuhi Kebutuhan

Abraham H. Maslow membagi kebutuhan manusia menjado

5 bagian yaitu:

a) Physioligical needs

b) Safety needs

c) Love and Belonging needs

d) Esteem needs

e) Self Actualization Needs

Usaha memenuhi kebutuhan, berkaitan dengan sumber,

karena sumber merupakan bahan dasar yang dapat dimanfaatkan

untuk memenuhi kebutuhan manusia. Siporin (1975: 22-25)

Page 28: Proposal Penelitian (Autosaved)

28

dalam Dwi Heru Sukoco (1998:37-38) membedakan jenis-jenis

sumber kesejahteraan sosial sebagai berikut :

a) Sumber Internal dan Eksternal :

(1) Sumber internal : sumber yang berada pada diri

kelayan sendiri

Sumber ini dapat berupa kecerdasan, imajinasi,

kreativitas, kepekaan, motivasi, semangat, karakter

moral, kekuatan fisik, stamina,

energi,kemenarikan/attractiveness, pengalaman hidup,

keyakinan/agama, pengetahuan, dan kemampuan

kelayan.

(2) Sumber eksternal : sumber yang berada di luar diri

kelayan.

Sumber ini dapat berupa kekayaan, prestise,

pekerjaan, saudara yang kaya, teman yang berpengaruh

atau hak untuk mendapatkan jaminan pensiun, dan lain-

lain.

b) Sumber Ofisial dan Non-Ofisial :

(1) Sumber ofisial :

Merujuk pada tokoh-tokoh formal yang memiliki

kompetensi khusus. Seperti pekerja sosial, polisi,

kepala kelurahan, pengacara atau lembaga yang

dianggap dapat mewakili masyarakat, seperti badan-

Page 29: Proposal Penelitian (Autosaved)

29

badan pelayanan kesejahteraan sosial, sekolah, dan

rumah sakit.

(2) Sumber Non-Ofisial :

Merujuk pada lembaga-lembaga informal seperti

keluarga, kerabat atau pihak lainnya yang biasanya

memberikan dukungan emosional , material maupun

sosial pada suatu situasi tertentu.

c) Sumber Manusia dan Non Manusia :

(1) Sumber Manusia :

Orang-orang dalam konteks individual maupun

kolektivitas yang memiliki kemampuan dan kekuatan

untuk digali dan dimanfaatkan dalam membantu

memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh

kelayan.

(2) Sumber Non Manusia :

Sumber-sumber material atau benda, sumber daya

alam yang dapat dimanfaatkan dalam memnuhi

kebutuhan kelayan.

d) Sumber Simbolik-Partikularistik, Konkrit-Universal, dan

Pertukaran Nilai :

(1) Sumber Simbolik-Partikularistik :

Informasi dan status sosial seseorang.

(2) Sumber Konkrit-Universal :

Page 30: Proposal Penelitian (Autosaved)

30

Pelayanan-pelayanan maupun benda-benda konkrit.

(3) Sumber Pertukaran Nilai : Kasih sayang maupun uang.

3) Kemampuan Memecahkan Masalah

Masalah sosia dapat dipandang dari dua segi yaitu tingkah

laku menyimpang (Deviant behavior) dan disorganisasi sosial

(Social Disorganization)

e. Peran Pekerja Sosial dalam Pemasalahan Mass Behaviour PKL

Masalah Pedagang Kaki Lina di Kabupaten Grut memang

sedang menjadi perbincangan hangat dan merupakan masalah yang

cukup kompleks. Masalah tersebut tidak hanya berdampak pada

keberfungsial PKL tetapi pada kebijakan-kebijakan pemerintah.

Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi dalam sistem pelayanan

kesejahteraan sosial, memberikan pelayanan pertolongan baik

kepada individu, kelompok maupun masyarakat untuk menemukan,

mengurangi dan memecahkan masalah yang dialaminya.

Sehubungan dengan hal tersebut maka bidang pekerjaan sosial

sangatlah berkaitan dengan permasalahan PKL. Adapun peranan

yang dapat dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah ABH antara

lain :

1) Sebagai Enabler

a) Pekerja sosial membantu PKL di dalam menemukan potensi-

potensi, kekuatan dan sumber-sumber dalam dirinya untuk

menimbulkan perubahan.

Page 31: Proposal Penelitian (Autosaved)

31

b) Pekerja sosial berfungsi dalam membantu PKL untuk

mengartikulasi kebutuhan, mengklasifikasi masalah,

membahas dan menentukan strategi pemecahan masalah yang

dihadapi.

2) Sebagai Fasilitator

a) Pekerja sosial membantu meningkatkan kemampuan PKL

supaya mampu hidup mandiri.

b) Mempertinggi peran kelompok PKL untuk bisa keluar

permasalahannya

c) Membantu PKL untuk merespon kebijakan pemerintah.

3) Sebagai Advokat

Pekerja sosial dalam membantu PKL jika ada PKL yang perlu

memberikan perlindungan hukum kepada PKL. Advokasi kepada

aparat penegak hukum harus dilakukan oleh pekerja sosial,

terutama menekankan kapada perlunya pemenuhan kebutuhan

perlindungan sosial terhadap PKL.

4) Sebagai Perencana

Menyelenggarakan analisis tentang sumber dan potensi PKL

untuk dijadikan bahan dalam membuat program agar supaya

program tersebut dapat dijalankan

5) Sebagai Katalisator

a) Memprakarsai pembahasan-pembahasan yang berkenaan

dengan masalah yang dihadapi

Page 32: Proposal Penelitian (Autosaved)

32

b) Memonitor dan memelihara perkembangan individu dan

kesejahteraan sosial

6) Sebagai Konselor

Membantu PKL menyadari kesalahan yang diperbuat,

menghilangkan perasaan-perasaan yang menekan kehidupannya

serta memberikan keyakinan dan bimbingan bagi penyesuaian diri

PKL dan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien.

7) Sebagai Motivator

Memberikan dukungan dan menunmbuhkan semangat PKL dalam

rangka memecahkan masalah dan hambatan yang dihadapi.

8) Sebagai Therapist

Pekerja sosial mampu memberikan langkah-langkah terapi bagi

perubahan kepribadian dan perilaku PKL jika ada yang

memerlukan.

9) Sebagai Broker

Pekerja sosial berusaha mengkaitkan permasalahan yang dihadapi

PKL dengan sistem sumber yang dibutuhkan dalam hal ini

bertugas menghubungkan klien dengan lembaga atau pihak lain

yang diperlukan klien, guna mengatasi masalah serta mencapai

keberfungsian sosial.

10) Sebagai Mediator

Menjadi perantara (mediasi) dengan berbagai unit di dalam Dinas

terkait misalnya Disnakertrans.

Page 33: Proposal Penelitian (Autosaved)

33

III. Metode Penelitian

A. Desain Penelitian

Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif.

Metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif menurut

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2010:14) adalah:

Proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh. Jadi dalam hal ini perlu untuk memandang individu atau organisasi sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk

membuat gambaran mengenai situasi-situasi atau kejadian. Menurut

Whitney dalam Nazir (2005:54) menyatakan bahwa:

Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah, tata cara yang berlaku serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan strategi penelitian

studi kasus terhadap 3 (lima) orang PKL yaitu dua orang di Gedung PKL

Jalan Guntur, satu orang PKL yang kembali ke Kawasan Pengkolan /

Jalan Ahmad Yani pasca relokasi. Studi kasus bertujuan untuk

memberikan gambaran secara mendetail tentang kebutuhan, kekecewaan,

sikap, nilai, dan harapan/ keinginan PKL.

Maxfield (1930) dalam Nazir (1998:66) menyatakan bahwa:

Studi kasus adalah penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan

Page 34: Proposal Penelitian (Autosaved)

34

personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus anak korban bencana.

Dengan demikian, desain penelitian tersebut diharapkan mampu

menjelaskan secara rinci mengenai perilaku massa/ Mass Behavior PKL

di Garut..

B. Penjelasan Istilah

Guna menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran istilah yang

digunakan dalam penelitian ini maka peneliti membuat penjelasan istilah

sebagai berikut :

1. Mass Behavior adalah perilaku massa / tingkah laku PKL yakni

seluruh aktivitas yang dilakukan oleh PKL baik itu berupa aktivitas

PKL saat berdangang, aktivitas PKL saat bergaul dengan teman-

temannya, dan aktivitas PKL saat bertemu dengan keluarganya.

2. Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah mereka yang melakukan

kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam

menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum,

seperti terotoar, pingir-pingir jalan Ahmad Yani, dan Gedung PKL

pasca relokasi yang akan menjadi informan dalam penelitian ini.

3. Kawasan Pengkolan Garut adalah trotoar dan pinggiran Jalan Ahmad

Yani yang menjadi Pusat Kota Garut dan menjadi tempat para PKL

menjajakan jualannya sebelum relokasi.

Page 35: Proposal Penelitian (Autosaved)

35

4. Gedung PKL Guntur adalah tempat yang dibangun oleh pemerintah

Garut untuk PKL berjualan pasca relokasi PKL dari Jalan Ahmad

Yani/ Kawasan Pengkolan.

C. Latar Penelitian

Berdasarkan pertimbangan peneliti berkaitan dengan kemudahan

akses untuk memperoleh informasi mengenai permasalah penelitian,

peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian dengan latar penelitian

di Kecamatan Garut Kota dengan lokasi di Gedung PKL Guntur Garut

dan Kawasan Pengkolan / Jalan Ahmad Yani Garut. Keputusan peneliti

dalam memilih lokasi penelitian dilatarbelakangi oleh banyaknya jumlah

PKL yng memenuhi kawasan pengkolan Garut sebagai pusat Kota

Kabupaten Garut dan membuat berbagai masalah salah satunya

kemacetan. Setelah relokasi dilakukan pun masih saja ada PKL yang

terlihat kembali berjualan di luar lokasi Gedung PKL yang telah

disediakan pemerintah untuk para PKL.

D. Sumber Data dan Cara Menentukannya

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan,

artinya data diperoleh secara langsung dari informan. Dengan

demikian, pada dasarnya informan adalah orang-orang yang diamati

dan memberikan data berupa kata-kata atau tindakan, serta

mengetahui dan mengerti dalam masalah penelitian. Dalam

Page 36: Proposal Penelitian (Autosaved)

36

penelitian ini, adapun informan yang dimaksud adalah adalah PKL

dan petugas Satpol PP di Jalan Ahmad Yani.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh

melalui studi dokumentasi yaitu dengan mempelajari dokumen

tertulis, hasil laporan dan literatur lainnya yang ada di Badan Pusat

Statistik Kabupaten Garut dan DINPERINDAG Kabupaten Garut.

Selain itu juga yakni dari dokumentasi dan literatur yang

berhubungan dengan PKL Garut yang ada di internet.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Wawancara mendalam (indepth interview)

Wawancara mendalam merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan untuk memperoleh informasi secara lebih rinci dari

informan. Wawancara ini dilakukan dalam bentuk wawancara

individual, sehingga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh

masing-masing informan dapat terjaga dengan baik. Wawancara

mendalam (indepth interview) dilakukan untuk menggali informasi

yang lebih mendalam tentang perilaku massa PKL masca relokasi ke

Gedung PKL Guntur Garut.

Page 37: Proposal Penelitian (Autosaved)

37

2. Observasi (observation)

Dalam melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara,

peneliti juga akan melakukan observasi. Observasi akan dilakukan

dengan pengamatan secara langsung kepada informan. Pengamatan

tentang perilaku sosial ABH dimaksudkan untuk melihat secara

langsung aktivitas-aktivitas ABH selama menjalani proses hukuman

di Lapas Anak Kelas II A Pangkapinang.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah pengumpulan data dengan

mempelajari data-data yang ada seperti profil Lapas, data dan

riwayat hidup anak yang berhadapan dengan hukum, Peraturan

Daerah, buku atau laporan ilmiah, majalah, buletin, foto-foto, dan

lain sebagainya yang berhubungan dengan obyek penelitian.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid

apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan yang

sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Untuk dapat

mempertanggungjawabkankan data yang diperoleh dalam penelitian

secara akurat dan benar maka diperlukan pemeriksaan keabsahan data

yang telah diperoleh baik hasil wawancara, observasi maupun studi

dokumentasi. Ini dilakukan karena tidak tertutup kemungkinan bahwa

data yang diperoleh dari informan tidak benar, hal ini dilakukannya

karena beberapa hal, misalnya; salah mengajukan pertanyaan yang berarti

Page 38: Proposal Penelitian (Autosaved)

38

jawabannya juga salah, dan keinginan untuk menyenangkan peneliti.

Mengacu pada pendapat Sugiyono (2009:270), maka teknik pemeriksaan

keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi :

1. Kredibilitas Data

Kredibilitas data atau kepercayaan terhadap hasil penelitian

kualitatif ini antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,

peningkatan ketekunan dalam penelitian, serta triangulasi.

a) Perpanjangan Keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan peneliti kemungkinan

meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan

karena peneliti dapat menguji kebenaran informasi yang

diperoleh. Teknik ini menuntut peneliti terjun ke lokasi dalam

waktu yang relatif lama. Teknik ini juga dimaksudkan untuk

membangun kepercayaan terhadap peneliti dan juga

kepercayaan diri peneliti.

b) Ketekunan Pengamatan

Teknik ketekunan pengamatan ini dilakukan peneliti dengan

mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara

berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol.

Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menemukan ciri dan

unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau

isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal

tersebut secara rinci dan lengkap.

Page 39: Proposal Penelitian (Autosaved)

39

c) Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu diluar data itu untuk keperluan

pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data tadi.

Atau menurut Sugiyono (2005) triangulasi diartikan sebagai

teknik pengumpulan data bersifat menggabungkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data

dari sumber yang sama, dalam waktu yang sama atau berbeda-

beda. Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari

sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama, dalam

waktu yang sama atau berbeda-beda.

Melalui triangulasi peneliti menghimpun data tidak hanya

dari Pedagang Kaki Lima saja dan petugas satpol PP, namun

juga menjaring informasi dari pihak lain yang terkait misalnya

DISPERINDAG, dan masyarakat sekitar. Dengan teknik ini juga

peneliti dapat membandingkan kebenaran data dan informasi

yang diperoleh dengan berbagai teknik pengumpulan data dari

berbagai sumber dalam waktu tertentu.

2. Confirmability

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang

dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta

Page 40: Proposal Penelitian (Autosaved)

40

interprestasi hasil penelitian yang di dukung oleh materi yang ada

pelacakan audit. Uji confirmability mirip dengan uji dependability,

sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan.

3. Dependability

Teknik ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan

interprestasi data, sehingga data mampu memberikan informasi yang

valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Keterbatasan

pengetahuan serta pengalaman peneliti memungkinkan terjadinya

kesalahan dalam mengolah dan menginterprestasi data yang

diperolehnya. Peran dosen pembimbing, yakni sebagai auditor akan

sangat membantu dalam penggunaan teknik ini.

4. Transferability

Peneliti berusaha dapat memberikan uraian rinci, jelas,

sistematis dan dapat dipercaya sehingga pembaca mengetahui secara

jelas atas hasil penelitian ini dan dapat memutuskan bisa atau

tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat

yang berbeda dengan karakteristik yang sama.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data pada hakekatnya adalah mengatur, mengurutkan,

mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkategorikan data

dengan tujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya

diangkat menjadi teori substantsif (Lexy J. Moleong, 2010). Urutan

langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut :

Page 41: Proposal Penelitian (Autosaved)

41

1. Pemprosesan

Peneliti memproses satuan analisis dari data berdasarkan apa

yang ada dalam latar penelitian, baik dari data primer yang

diperoleh melalui wawancara dengan para informan yang diperkuat

dengan observasi atau pengamatan. Semua data tersebut baik yang

berupa rekaman, catatan, maupun dokumentasi, dicatat kembali

dengan memilih data dan informasi yang pokok atau hal-hal yang

penting untuk dicatat yakni data dan informasi yang sesuai dengan

aspek-aspek penelitian (sub-problematik), sehingga data dan

informasi tersebut akan dapat memberikan gambaran yang lebih

jelas tentang perilaku massa PKL pasca relokasi ke Gedung PKL

Guntur.

2. Kategorisasi

Kategorisasi berarti penyusunan kategori. Kategori tidak lain

adalah salah satu tumpukan dari seperangkat tumpukan yang

disusun atas dasar pikiran, pendapat, atau kriteria tertentu. Dengan

kata lain kategori adalah pengelompokan yang disusun berdasarkan

keterkaitan atau kesamaan data dan informasi, baik yang diperoleh

melalui wawancara, observasi maupun studi dokumentasi.

Dari hasil pemprosesan tersebut, peneliti berupaya

mengelompokkan satuan-satuan analisis ke dalam kelompok-

kelompok yang memiliki karakter yang sama atau memiliki

keterkaitan, dan masing-masing pengelompokan tersebut

Page 42: Proposal Penelitian (Autosaved)

42

disesuaikan dengan permasalahan penelitian dan sub-sub

permasalahannya. Pengakhiran kategori ini peneliti lakukan karena

telah mencapai kejenuhan kategori, yakni peneliti tidak

memerlukan data lainnya karena kategori yang disusun sudah

menunjukkan keteraturan data dan informasi dari para informan,

sehingga pengumpulan data berikutnya tidak menambah informasi

baru.

3. Penafsiran Data

Peneliti menafsirkan data yang telah diproses dan

dikategorisasikan tersebut. Penafsiran disesuaikan dengan apa yang

ada di latar penelitian. Proses penafsiran data dilakukan dengan

cara menelusur berkesinambungan. Menelusur berkesinambungan

berkaitan dengan pertimbangan riwayat proses secara menyeluruh.

Dari tafsiran-tafsiran data tersebut selanjutnya ditarik

kesimpulan yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan

penelitian, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun

program pemecahan masalah berdasarkan temuan hasil penelitian.

H. Jadual dan Langkah Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan Desember-

Februari, adapun tahapan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan

a. Melakukan studi kepustakaan

b. Pengajuan judul penelitian

Page 43: Proposal Penelitian (Autosaved)

43

c. Penyusunan dan pengajuan proposal penelitian

d. Bimbingan proposal penelitian

e. Seminar proposal penelitian

f. Penyusunan instrumen penelitian

g. Penyempurnaan rancangan penelitian

h. Mengurus perizinan penelitian

2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Persiapan diri dan memahami lokasi penelitian

b. Mengumpulkan data di lapangan

3. Tahap analisa data

a. Melakukan analisis data

b. Penyusunan laporan sementara

c. Bimbingan penulisan laporan

d. Sidang hasil laporan penelitian

e. Pengesahan dan publikasi

Tabel 3.1Mass Behaviour Pedagang Kaki Lima Kawasan Pengkolan Garut Pasca

Relokasi Ke Gedung PKL Jalan Guntur Garut

No Kegiatan2015 2016

Des Jan Feb

1 Tahap Pra Lapangan

2 Tahap Lapangan

4 Tahap Analisis Data

Page 44: Proposal Penelitian (Autosaved)

44