proposal (autosaved)

47
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kondisi persaingan yang makin ketat, setiap perusahaan harus mampu untuk bertahan hidup, dan diharapkan mampu untuk dapat terus berkembang. Salah satu yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh setiap perusahaan adalah untuk tetap mempertahankan pelanggan yang telah ada dan terus mencari pelanggan-pelanggan potensial baru, supaya pelanggan jangan sampai meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan bagi perusahaan pesaing. Dengan kata lain perusahaan diharapkan dapat mempertahankan loyalitas pelanggannya. Loyalitas pelanggan terhadap suatu merek produk merupakan konsep yang sangat penting khususnya pada kondisi tingkat persaingan yang sangat ketat di pasar dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. Pada kondisi yang seperti ini, loyalitas pada sebuah merek sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat tetap bertahan di tengah persaingan yang terjadi. Di samping itu, upaya untuk tetap mempertahankan loyalitas merek ini merupakan upaya strategis yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya untuk menarik pelanggan-pelanggan baru. 1

Upload: justpin

Post on 30-Jun-2015

239 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: proposal (Autosaved)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kondisi persaingan yang makin ketat, setiap perusahaan harus

mampu untuk bertahan hidup, dan diharapkan mampu untuk dapat terus

berkembang. Salah satu yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh setiap

perusahaan adalah untuk tetap mempertahankan pelanggan yang telah ada dan

terus mencari pelanggan-pelanggan potensial baru, supaya pelanggan jangan

sampai meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan bagi perusahaan

pesaing. Dengan kata lain perusahaan diharapkan dapat mempertahankan

loyalitas pelanggannya.

Loyalitas pelanggan terhadap suatu merek produk merupakan konsep

yang sangat penting khususnya pada kondisi tingkat persaingan yang sangat

ketat di pasar dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. Pada kondisi yang

seperti ini, loyalitas pada sebuah merek sangat dibutuhkan agar perusahaan

dapat tetap bertahan di tengah persaingan yang terjadi. Di samping itu, upaya

untuk tetap mempertahankan loyalitas merek ini merupakan upaya strategis

yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya untuk menarik pelanggan-

pelanggan baru.

Persoalan merek menjadi salah satu persoalan yang harus dipantau

secara terus menerus oleh setiap perusahaan. Merek-merek yang kuat, teruji,

dan bernilai tinggi, terbukti tidak hanya sukses mengalahkan hitungan-

hitungan rasional, tetapi juga canggih mengolah sisi-sisi emosional

konsumen. Merek bukan hanya sekadar nama, logo, ataupun symbol. Merek

adalah segalanya. Menurut Ketajaya (2004:11), merek adalah indicator value

yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan; merek menjadi “alat ukur”

bagi kualitas value yang ditawarkan oleh perusahaan. Merek bisa memiliki

nilai/value tinggi karena ada brand building activity yang bukan sekedar

berdasarkan komunikasi, tetapi merupakan segala macam usaha lain untuk

memperkuat merek tersebut.

1

Page 2: proposal (Autosaved)

Dari komunikasi, merek bisa menjanjikan sesuatu, bahkan lebih dari

janji, merek juga mensinyalkan sesuatu (brand signaling). Merek akan

mempunyai reputasi jika ia memiliki kualitas dan karisma. Agar memiliki

karisma, merek juga harus mempunyai aura, harus konsisten, dimana kualitas

harus terus dijaga dari waktu ke waktu, dan tentunya memiliki kredibilitas

yang tinggi.

Agar tampil menjadi yang terbaik, merek harus selalu terlihat menarik

di pasar hingga mampu membuat konsumen tertarik untuk membelinya. Agar

terlihar menarik maka merek tersebut harus memiliki customer value yang

jauh di atas merek-merek lainnya. Selain itu, harus mampu meningkatkan

keterlibatan emosi pelanggan sehingga pelanggan mempunyai ikatan dan

keyakinan terhadap merek tersebut.

Dengan adanya hal-hal di atas maka strong brand atau merek yang

kuat akan menciptakan brand trust atau kepercayaan konsumen terhadap suatu

merek, jadi setiap perusahaan harus berusaha membuat merek dari produk atau

jasa yang mereka tawarkan menjeadi merek yang kuat. (David Aaker,

1999:26). Untuk memberntuk brand trust atau kepercayaan merek, sebuah

perusahaan harus memiliki faktor-faktor yang sangat diperlukan seperti brand

predictability, brand liking, brand competence, brand reputatition, dan trust in

the company. (lau, Geok Then and Sook Han Lee. 1999:5).

Sebuah merek sering diasosiasikan dengan produk atau jasa di mana

merek tersebut digunakan. Konsumen cenderung membeli produk atau jasa

yang telah ia kenal atau memiliki pengalaman dalam mengkonsumsinya

daripada mencoba merek baru yang sama sekali belum pernah ia dengar.

Penyebabnya adalah konsumen tersebut merasa nyaman dengan merek yang

sudah lama dikenalnya dan malas untuk mencoba merek baru. Tingkat

kepercayaan konsumen terhadap merek lama tersebut disebabkan oleh karena

merek tersebut telah berhasil memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada

akhirnya, konsumen tersebut memiliki keterikatan terhadap merek tersebut

dan memunculkan pembelian ulang terhadap merek tersebut.

Dalam tren kehidupan masyarakat modern sekarang ini yang makin

mengarah ke “back to nature” membuat permintaan produk berbahan alami

meningkat, dan otomatis permintaan akan jamu sebagai pengobatan tradisional

yang dipercaya berkhasiat pun meningkat. Jamu, obat herbal tradisional dari

2

Page 3: proposal (Autosaved)

Indonesia yang dibuat dari bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan

merupakan warisan kebudayaan masyarakat Indonesia yang ingin selalu

memiliki kesehatan yang baik.

Di Indonesia, Jamu Tolak Angin dari Sidomuncul telah dikenal sebagai

merek jamu modern yang berkualitas selama bertahun-tahun. Merek Tolak

Angin sudah mengakar di benak masyarakat sebagai “jamu penolak masuk

angin”. Kuatnya persepsi merek yang sedemikian itulah yang membuat Tolak

Angin mampu bersaing dan bertahan dengan banyaknya produk jamu yang

mulai bermunculan. Dibuktikan dengan diraihnya penghargaan “The

Indonesian Original Brands 2010” untuk kategori Obat Masuk Angin dari

lemabaga survey Frontier yang bekerja sama dengan majalah SWA dan

penghargaan-penghargaan lainnya diantaranya Cakram Award, Top Brand

Award, dan ICSA.

Tak hanya puas disitu, Tolak Angin terus berupaya untuk terus

membangun merek dengan cara memperkuat persepsi kualitasnya di benak

konsumen. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan loyalitas konsumen di

pasar dengan terus memberikan yang terbaik. Loyalitas memegang peranan

penting dibandingkan dengan kepuasan, sebab rasa puas saja tidak menjamin

seseorang konsumen akan kembali untuk mengkonsumsi produk atau merek

yang pernah ia coba.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka beberapa masalah yang

dapat diidentifikasi antara lain:

1. Faktor-faktor apa yang memperngaruhi kepercayaan konsumen

terhadap merek sebuah obat sakit kepala?

2. Bagaimana reputasi merek (Brand Reputation) jamu Tolak Angin?

3. Bagaimana Brand Competence pada jamu Tolak Angin?

4. Sejauh mana konsumen menyukai merek (Brand Liking) jamu

Tolak Angin?

5. Bagaimana Brand Predictability pada jamu Tolak Angin?

6. Bagaimana kepercayaan konsumen terhadap perusahan milik jamu

Tolak Angin (Trust in The Company)?

3

Page 4: proposal (Autosaved)

7. Adakah pengaruh Brand Predictability, Brand Liking, Brand

Competence, Brand Reputation, dan Trust in The Company

terhadap Brand Loyalty pada konsumen jamu Tolak Angin?

8. Apakah kepercayaan merek (Brand Trust) membentuk loyalitas

merek (Brand Loyalty)?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah bisa terlihat ruang lingkupnya yang

sangat luas, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti, yaitu:

1. Bagaimana reputasi merek (Brand Reputation) jamu Tolak Angin?

2. Bagaimana Brand Competence pada jamu Tolak Angin?

3. Sejauh mana konsumen menyukai merek (Brand Liking) jamu

Tolak Angin?

4. Bagaimana Brand Predictability jamu Tolak Angin?

5. Bagaimana kepercayaan konsumen terhadap perusahaan milik

jamu Tolak Angin (Trust in The Company)?

6. Adakah pengaruh Brand Predictability, Brand Liking, Brand

Competence, Brand Reputation, dan Trust in The Company

terhadap Brand Loyalty jamu Tolak?

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan di atas, penulis

merumuskan masalah yang ada sebagai berikut:

“Pengaruh Brand Trust terhadap Brand Loyalty pada konsumen jamu

Tolak Angin di Jakarta Utara.”

E. Batasan Penelitian

Dengan mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, maka

penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Obyek penelitian adalah Brand Trust dan Brand Loyalty jamu

Tolak Angin.

2. Subyek penelitian ini ditujukan kepada konsumen yang pernah

mengkonsumsi jamu Tolak Angin.

3. Penelitian ini dilakukan pada bulan November – Januari 2010.

4

Page 5: proposal (Autosaved)

4. Wilayah penelitian di Jakarta Utara.

F. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui reputasi merek (Brand Reputation) jamu Tolak

Angin.

2. Untuk mengetahui Brand Predictability jamu Tolak Angin.

3. Untuk mengetahui Brand Competence pada jamu Tolak Angin.

4. Untuk mengetahu sejauh mana konsumen menyukai merek jamu

Tolak Angin (Brand Liking).

5. Bagaimana kepercayaan konsumen terhadap perusahaan milik

jamu Tolak Angin (Trust in The Company).

6. Untuk mengetahui perngaruh Brand Predictability, Brand Liking,

Brand Competence, Brand Reputation, dan Trust in The Company

terhadap Brand Loyalty jamu Tolak Angin.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa

pihak, yaitu:

1. Bagi penulis:

Menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana penerapan

teori pemasaran khususnya strategi merek yang sudah dipelajari

oleh penulis selama mengikuti perkuliahaan di Institut Bisnis dan

Informatika Indonesia dalam bidang pemasaran.

2. Bagi industri:

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh PT. Sidomuncul sebagai

produsen jamu Tolak Angin sebagai masukan maupun

pertimbangan yang bermanfaat bagi Tolak Angin dalam

mengevaluasi pemasaran di masa yang akan datang.

3. Bagi pembaca:

Diharapkan dapat menjadi tambahanan pengetahuan tentang teori-

teori atau konsep pemasaran khususnya tentang loyalitas

konsumen.

5

Page 6: proposal (Autosaved)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Merek

1. Pengertian

Menurut David McNally dan Karl D. Speak (2002:6), merek merupakan

persepsi atau emosi yang dipertahankan dan dipelihara oleh para pembeli atau

calon pembeli yang melukiskan pengalaman yang berhubungan dengan persoalan

menjalankan bisnis-bisnis bersama sebuah organisasi atau memakai produk atau

jasa-jasanya.

Menurut Freddy Rangkuti (2002:2), merek merupakan janji penjual untuk

secara konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli.

Menurut Keller (2005:4) merek adalah sebuat produk, namun memiliki

dimensi lain yang membedakan dengan produk-produk lainnya dalam memuaskan

kebutuhan yang sama.

Dalam Paul Temporal (2002:23) disebutkan bahwa strategi manajemen merek

mengarah pada sisi emosional untuk memenangkan dan mempertahankan

konsumen. Karakteristik dari merek yang kuat sehubungan dengan sisi emosional

ini adalah:

Very personal – orang memilih merek untuk alasan-alasan pribadi, apakah

merek tersebut merupakan perwakilan dirinya, rasa kepemilikan, atau

alasan-alasan lain.

Evoke emotion – merek terkadang melepaskan emosi yang tak dapat

dihentikan, menimbulkan keinginan dan rasa senang yang tidak dapat

dijelaskan.

Live and evolve – merek seperti manusia dalam hidupnya, tumbuh,

berkembang, dan menjadi dewasa. Tetapi untungnya, jika merek dipelihara

dengan baik, merek tidak punya siklus hidup dan dapat hidup selamanya.

6

Page 7: proposal (Autosaved)

Communicate – merek yang kuat mendengarkan, menerima opini,

merubah perilaku seiring merek tersebut belajar, berbicara secara berbeda

kepada orang-orang yang berbeda, tergantung pada situasi, sama seperti

apa yang dilakukan manusia. Merek percaya pada percakapan dua arah,

bukan monolog.

Develop immense trust – orang percaya pada merek yang dipilihnya, dan

biasanya menolak semua merek pengganti.

Engender loyalty and friendship – kepercayaan menata jalan menuju

hubungan jangka panjang, dan merek bisa menjadi teman seumur hidup.

Give great experiences – seperti orang yang baik, akan terasa nyaman

bersama merek yang baik, dan konsisten dalam hubungan dengan

temannya.

Menurut Philip Kotler (2005:82), merek adalah nama, istilah, tanda, symbol,

atau desain yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang

juga untuk membedakan dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Dan

menurut Kotler, merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu:

a. Atribut

Setiap merek memiliki atribut yang perlu dikelola dan diciptakan agar

pelanggan mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang

terkandung dalam sebuah merek.

b. Manfaat

Merek juga memiliki serangkaian manfaat karena konsumen tidak

membeli atribut, tetapi mereka membeli manfaat. Sehingga produsen harus

dapat menterjemahkan atribut tersebut menjadi manfaat fungsional

maupun emosional.

c. Nilai

Merek menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang

memiliki nilai tinggi akan dihargai konsumen sebagai merek yang

berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.

d. Budaya

Merek dapat mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili

budaya Jerman, efisien dan berkualitas tinggi.

7

Page 8: proposal (Autosaved)

e. Kepribadian

Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para

penggunanya dimana pengguna tercermin berseama dengan merek yang

digunakannya.

f. Pemakai

Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Pada intinya merek adalah penggunaan nama, logo, trade mark, serta

slogan untuk membedakan perusahaan-perusahaan, individu-individu, satu

sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan. Penggunaan konsisten suatu

merek, symbol, atau logo membuat merek tersebut segera dapat dikenali oleh

konsumen sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengannya tetap diingat.

Dengan demikian, suatu merek dapat mengandung tiga hal yaitu sebagai

berikut:

a. Menjelaskan apa yang dijual oleh perusahaan.

b. Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan

c. Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.

2. Sifat-Sifat Merek

Menurut Kotler (2005:94) merek yang digunakan dalam sebuah produk harus

mengandung sifat-sifat sebagai berikut:

a. Merek tersebut seharusnya menyatakan sesuatu tentang manfaat produk

itu.

b. Merek tersebut seharusnya menyatakan kategori produk atau jasa itu.

c. Merek tersebut seharusnya menyatakan mutu yang konkret.

d. Merek tersebut seharusnya mudah dieja, dikenali, dan diingat.

e. Merek tersebut seharusnya jelas.

f. Mudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing dan tidak mengandung

konotasi negative dalam bahasa asing.

g. Dapat didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum sebagai hak paten.

8

Page 9: proposal (Autosaved)

3. Manfaat Merek

Merek mempunyai manfaat baik bagi penjual maupun bagi pembeli antara lain:

Bagi penjual, merek dapat:

a. Meningkatkan pembelian ulang yang meningkatkan kinerja keuangan

perusahaan disebabkan merek dikenal konsumen dan lebih dikenal

disbanding alternatifnya.

b. Memperkenalkan produk baru sebab konsumen sudah familiar dengan

merek berdasarkan pengalaman pembelian.

c. Promosi yang efektif.

d. Harga premium dengan menciptakan tingkat dasar dari diferensiasi

dibandingkan dengan pesaingnya. Jika penjual menjual merek terkenal, ia

bisa mematok harga yang lebih mahal.

e. Segmentasi pasar dengan komunikasi pesan koheren kepada target

audience dengan mengatakan kepada merek, merek ini untuk siapa, dan

bukan untuk siapa.

f. Brand loyalty. Merek terkenal akan mendorong konsumen untuk membeli

ulang, konsumen akan loyal. Jika konsumen loyal, perusahaan/penjual

akan mendapatkan keuntungan.

Bagi pembeli, merek dapat:

a. Mengurangi biaya pencarian pembeli. Jika ada suatu merek yang sudah

dikenal, konsumen bisa menghemat biayanya dari waktu, tenaga, dan lain-

lainnya.

b. Mengurangi resiko persepsi konsumen dengan menyediakan kualitas dan

konsistensi.

c. Mengurangi risiko sosial dan psikologis berkaitan dengan memiliki dan

menggunakan “wrong product” dengan menyediakan penghargaan secara

psikologis dalam hal membeli merek sebagai symbol status dan prestige.

4. Peranan Merek

9

Page 10: proposal (Autosaved)

Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti:

a. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi

menjadi konsisten dan stabil.

b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa

merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya.

c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin

kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen.

d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang

kuat akan sanggup mengubah perilaku konsumen.

e. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh

konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah

membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan

dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut yang lain yang

melekat pada merek tersebut.

f. Merek berkembang menjadi sumber asset terbesar bagi perusahaan.

5. Cara Membangun Merek

Membangun merek yang kuat tidak berbeda dari membangun sebuah rumah.

Untuk memperoleh bangunan rumah yang kokoh, kita memerlukan fondasi yang

kuat. Begitu juga dengan membangun dan mengembangkan merek. Ia

memerlukan sebuah fondasi yang kuat. Caranya adalah:

a. Memiliki positioning yang tepat

Merek dapat di-positioning-kan dengan berbagai cara, misalnya

dengan menempatkan posisinya secara spesifik di benak pelanggan.

Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand

value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu

menjadi nomor satu di benak pelanggan.

Menjadi nomor satu di benak pelanggan merupakan tujuan utama dari

positioning. Menjadi nomor satu di benak pelanggan berarti menjadi

nomor satu di semua aspek yang ada. Contohnya adalah Volvo, yang

bukan merupakan mobil nomor satu di semua aspek. Tapi Volvo

merupakan mobil nomor satu untuk kategori mobil aman dan positioning

atas brand value ini terus dipertahankan secara konsisten, sehingga

menancap erat pada benak konsumen; kalau mau mobil yang aman, maka

10

Page 11: proposal (Autosaved)

naiklah Volvo. Merek yang berhasil harus memiliki kategori spesifik agar

menjadi nomor satu di benak pelanggan.

Keberhasilan positioning adalah tidak sekedar menemukan kata kunci

atau ekspresi dari core benefit suatu merek, tetapi lebih jauh lagi:

menjebatani keinginan dan harapan pelanggan sehingga dapat memuaskan

pelanggan. Positioning ini berubah terus setiap saat. Contohnya, minyak

goreng Bimoli dengan keunggulan mengandung Omega 9. Suatu saat nanti

keunggulan Omega 9 sudah menjadi syarat mutlat bagi semua merek

minyak goreng, sehingga Omega 9 tidak lagi menjadi keunggulan dan

minyak goreng Bimoli harus melakukan Repositioning.

Positioning yang tepat memerlukan pemahaman yang mendalam

terhadap produk yang bersangkutan, perusahaan, tingkat persaingan,

kondisi pasar, serta pelanggan.

b. Memiliki Brand Value yang tepat

Semakin tepat sebuah merek di-positioning-kan di benak pelanggan,

merek tersebut akan semakin kompetitif. Untuk mengelola hal tersebut kita

perlu mengetahui brand value. Diibaratkan sebuah pakaian, positioning

adalah kesesuaian ukuran bagi pemakainya. Sedangkan brand value adalah

keindahan warna serta model pakaian tersebut. Brand value membentuk

Brand personality.

Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan dengan brand

positioning, karena brand personality mencerminkan gejolak perubahan

selera konsumen. Contohnya adakah komik cerita wayang Mahabarata saat

ini tidak sesuai lagi dengan selera anak muda di Indonesia, karena saat ini

anak muda di Indonesia lebih suka dengan komik-komik dari Jepang

seperti Crayon Shinchan, Conan, dan sebagainya.

c. Memiliki konsep yang tepat

Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning

yang tepat kepada konsumen harus didukung dengan konsep yang tepat.

Pengembangan konsep merupakan proses kreatif karena berbeda

dengan positioning, konsep dapat terus menerus berubah sesuai dengan

daur hidup produk yang bersangkutan, konsep yang baik adalah konsep

yang dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan

11

Page 12: proposal (Autosaved)

positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus menerus

ditingkatkan.

Contohnya adalah yang dilakukan oleh produsen otomotif. Setiap saat

secara periodic mereka mengeluarkan varian-varian baru dengan kualitas

yang terus menerus menciptakan tambahan brand value terhadap merek

yang sudah ada. Jadi semua tindakan yang dilakukan terhadap merek yang

bersangkutan merupakan upaya untuk membangun merek yang kuat.

6. Membangun Merek yang Kuat

Menurut Kevin L. Keller (2002:75) dalam CBBE model, untuk membangun

merek yang kuat diperlukan empat tahapan, yaitu:

a. Meyakinkan identifikasi merek dengan konsumen dan asosiasi merek di

benak konsumen dengan kelas produk yang spesifik atau kebutuhan

konsumen.

b. Dengan tegas membangun totalitas dari arti merek dalam pikiran

konsumen dengan secara strategic menghubungkan serangkaian merek

nyata dan tidak nyata dengan property yang sesuai.

c. Mendapat atau memperoleh pelanggan yang tepat yang responsive

terhadap identifikasi dan arti merek.

d. Mengkonversi respon merek untuk menciptakan niat, keaktifan, loyalitas,

dan hubungan antara konsumen dengan merek.

B. Brand Trust

Elena Delgado dalam Brand Trust in The Context of Consumer Loyalty

(2001:1242) menyatakan bahwa dalam konteks merek, kepercayaan diartikan sebagai

perasaan aman yang diperoleh konsumen bahwa merek tersebut akan memenuhi

harapan konsumsinya yang didasarkan pada persepsi bahwa merek reliable dan

adanya intense merek terhadap konsumen.

Dan dalam Development and Validation of a Brand Trust Scale, Elena

kembali menegaskan bahwa dalam pengertian kepercayaan terhadap merek tersebut

terkandung makna: yang pertama, kesediaan seseorang untuk menempatkan diri pada

risiko, bergantung pada nilai yang telah dijanjikan oleh sebuah merek. Kedua,

ditentukan oleh perasaan percaya diri dan rasa aman. Ketiga, kepercayaan terhadap

12

Page 13: proposal (Autosaved)

merek melibatkan harapan. Keempat, dihubungkan dengan hasil yang positif. Kelima,

terdapat atribut seperti reliable, dapat bergantung pada merek, dan sebagainya.

Menurut Rotter dalam Reast (2005:5) Brand trust adalah menggabungkan

pengharapan yang berpegangan pada individu dengan kata lain dapat dipercaya.

Menurut McAllister dalam Reast (2005:5) Brand trust adalah suatu tingkatan yang

mana orang yakin dan berkemauan pada perbuatan dengan berbasis kata, tindakan,

dan perkataan, dari orang lain.

Keller (2003:88) menyatakan brand trustworthiness ketika merek dapat

diandalkan dan meningatkan keinginan pelanggan. Ini berarti merek dikatakan dapat

dipercaya ketika ia dapat diandalkan untuk melakukan tugasnya dalam memenuhi

keinginan pelanggan.

Lau dan Lee (1999:344) mendefinisikan Trust in a Brand sebagai: “A

consumer’s willingness to rely on the brand in the face of risk because of expectations

that the brand will cause positive outcomes.”

Faktor-faktor pembentuk Brand Trust adalah:

1. Brand Reputation

Mengacu pada pendapat orang lain tentang bagus tidaknya dan dapat

dipercaya atau tidaknya suatu merek. Brand reputation dapat

dikembangkan melalui iklan dan hubungan dengan masyarakat (public

relation), tetapi kemungkinan juga dapat dipengaruhi oleh kualitas dan

kinerja produk. Reputasi yang baik akan menguatkan kepercayaan

konsumen. Greed dan Miles (Lau dan Lee, 1999) menemukan bahwa

reputasi suatu partai dapat membawa pada pengharapan positif, yang

dihasilkan dalam pengembangan timbale balik antara partai. Jika

konsumen merasakan bahwa orang lain berpendapat bahwa merek tersebut

itu memiliki reputasi bagus, maka konsumen tersebut dapat mempercayai

merek itu untuk kemudian membelinya. Setelah berpengalaman memakai,

jika ternyata merek tersebut dapt memenuhi harapan konsumen, maka

dapat dinyatakan bahwa reputasi yang bagus sudah memberikan umpan

balik dalam membangun kepercayaan konsumen. Jika merek tidak

memiliki reputasi yang bagus, konsumern akan menjadi semakin sangsi.

Jadi persepsi konsumen bahwa suatu merek mempunyao reputasi yang

bagus sangatlah berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek

tersebut. Membangun reputasi berarti membangun persepsi orang lain

13

Page 14: proposal (Autosaved)

tentang diri kita. Persepsi ini bisa positif maupun negative tergantuk dari

pengalaman dan interaksi orang lain dengan kita. Ada tiga faktor penting

yang mempengaruhi reputasi atau personal brand kita, yang biasa dikenal

dengang 3C, yaitu:

a. Competence (Kompetensi)

Untuk membangun reputasi atau personal branding, kita harus

memiliki suatu kemampuan khusus atau kompetensi dalam satu bidang

tertentu yang kita kuasai, entah itu berupa ketrampilan teknik rekayasa,

kedokteran spesialis, akuntasnsi, penulisan buku, olahraga, seni, dan

budaya. Hal ini paling penting dalam mengembangkan kompetensi

adalah pilihan tersebut benar-benar hal yang kita inginkan dalam hidup

kita dan kita harus mengembangkan kompetensi dengan senantiasa

belajar dan memperbaiki kemampuan kita.

b. Character (Karakter)

Ada dua komponen penting dalam pengembangan karakter seseorang

yaitu integritas dan kepribadiannya. Integritas berarti satunya kata

dengan perbuatan. Apa yang kita ucapkan adalah janji, yang berarti

kita selalu menepati dan memenuhi apa yang kita ucapkan atau kita

janjikan kepada orang lain. Dalam membangun reputasi atau personal

brand, kita sesungguhnya sedang membuat deposito dalam rekening

bank emosi orang lain.

c. Communication (Komunikasi)

Kemampuan komunikasi adalah kemampuan kita dalam

mengkomunikasikan atau kompetensi kita kepada pihak lain.

Komunikasi disini termasuk cara kita mempresentasikan diri dan

gagasan kita (performance), dan teknik atau saluran komunikasi yang

kita pilih.

2. Brand Predictability

Brand yang mmebiarkan konsumen mengharapkan dengan kepercayaan

yang wajar bgaimana kinerja sebuah brand pada tiap penggunaan.

Predictability ini dapat disebabkan oleh kualitas produk yang konsisten.

Predictability di dapat dari interaksi berulang, dimana salah satu pihak

membuat janji dan dipenuhi; serta oengekan dimana salah satu pihak

mempelajari lebih dalam tentang pihak lain.

14

Page 15: proposal (Autosaved)

Saphiro dkk (Lau dan Lee, 1999) menggambarkan tiga kepercayaan yang

dapat ditemui dalam hubungan bisnis; kepercayaan yang berdasar pada

penolakan, kepercayaan yang berdasar pada pengetahuan, dan kepercayaan

yang berdasar identifikasi. Kepercayaan yang berdasar pada pengetahuan

tercipta jika suatu kelompok memiliki informasi yang cukup tentang

kelompok lainnya untuk memahami dan memprediksi tingkah lakunya.

Kelly dan Stahelski (Lau dan Lee, 1999) berpendapat bahwa

prediktabilitas meningkatkan kepercayaan, seolah kelompok yang lain

tidak dapat dipercaya, karena cara yang mengesampikan kepercayaan

dapat diprediksi. Prediktabilitas merek meningkatkan kepercayaan diri

merek itu sendiri. Prediksi atau persepsi konsumern adalah bahwa suatu

merek dapat diprediksi erat kaitannya dengan kepercayaan konsumen

terhadap merek tersebut. Brand predictability mempunyai indikator

sebagai berikut:

a. Kinerja merek

b. Konsekuesnsi/akibat

c. Konsisten

3. Brand Competence

Merupakan merek yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan

permasalahan yang dihadapi oleh konsumen dan memenuhi segala

keperluannya. Kemampuan mengacau pada keahlian dan karakteristik

yang memungkinkan suatu kelompok mempunyai pengaruh yang

dominan. Sitkin dan Roth (Lau dan Lee, 1999) menganggap bahwa

kemampuan merupakan elemen penting yang mempengaruhi kepercayaan.

Konsumen mungkin mengetahui brand competence melalui penggunaan

secara langsung atau komunikasi dari mulut ke mulut. Diyakini bahwa

suatu merek mampu memecahkan permasalahnya, maka konsumen akan

percaya terus pada merek tersebut. Dalam pasar industry, Swan dkk (Lau

dan Lee, 1999) mengungkapkan bahwa sales people industry yang

konsumennya merasa puas dan merasakan kompetensi merek yang

ditawarkannya, akan mendapatkan kepercayaan lebih. Brand competence

mempunyai indicator sebagai berikut:

a. Merek terbaik

b. Performa

15

Page 16: proposal (Autosaved)

4. Trust in the Company

Adalah rasa percaya bahwa perusahaan itu bagus, bonafit, dan mempunyai

kemampuan untuk menciptakan produk yang berkualitas. Ketika kesatuan

suatu komponen dipercaya, maka kesatuan-kesatuan yang lebih kecil juga

cenderung dipercaya, karena kesatuan-kesatuab kecil tersebut bernaung

pada kesatuan yang lebih besar. Dilihat dari segi perusahaan dan produk

yang dikeluarkannya, perusahaan yang lebih besar merupakan kesatuan

yang lebih besar, sementara itu merek merupakan kesatuan yang lebih

kecil. Jadi konsumen yang menempatkan atau menaruh kepercayaan pada

sebuah perusahaan, kemungkinan akan mempercayai merek yang yang

dikeluarkannya. Trust in the company mempunyai indicator sebagai

berikut:

a. Pecaya tidak merugikan

b. Percaya tidak mengecewakan

5. Brand Liking

Mengacu pada kesukaan yang pasti dari salah satu pihak pada pihak lain

karena ia menemukan bahwa pihak lain tersebut menyenangkan dan

cocok. Bennet (1996) menyarankan bahwa untuk memulai hubungan salah

satu pihak haruslah disukai oleh pihak lain. Pada konsumen, untuk

membangun hubungan dengan brand, konsumen harus menyukai brand

tersebut terlebih dahulu. Ketika konsumen menyukai merek tersebut lebih

lanjut, membangun tahapan untuk mempercayainya. Dan lagi sifat-sifat

yang meningkatkan kesukaan ditemukan menekankan pada ketulusan,

dapat diandalkan, menyatakan keadaan yang sebenarnya, perhatian, dan

punya pertimbangan (Taylor et al, 1994), semua itu berhubungan dengan

trust. Brand liking mempunyai indicator sebagai berikut:

a. Rasa suka

b. Favorit

Dalam kontekss industrial marketing, Swan et al (1985) menemukan

bahwa salesperson yang dipersepsikan disukai oleh konsumen cenderung

lebih dipercaya. Liking/kesukaan juga membentuk dasar pertimbangan dan

16

Page 17: proposal (Autosaved)

kepuasan yang kuat terhadap hubungan penjualan dan kinerja.

Kebanyakan pembeli industrial merasa bahwa menyukai salesperson

adalah faktor penting yang mempengaruhi penilaian hubungna penjualan

(Dion et al 1995). Dalam consumer marketing, jika konsumen menyukai

branda (yang berarti brand tersebut menyenangkan dan cocok) ia mungkin

akan lebih dipercaya pada brand tersebut (yang berarti menunjukan

kesediaan untuk mengandalkan bran tersebut).

Suatu merek dapat memiliki kesan atau kepribadian. Kepribadian merek

adalah asosiasi yang terkait dengan merek yang diingat oleh konsumen dan

konsumen dapat menerimanya. Konsumen seringkali berinteraksi dengan

merek seolah-olah merek tersebut adalah manusia. Dengan demikian,

kesamaan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek sangat

berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Bagi

konsumen, untuk membuka hubungan dengan suatu merek, maka

konsumen harus menukai dahulu merek tersebut.

C. Brand Loyalty

1. Pengertian

Menurut Darmadi Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak (2001:126) loyalitas

merek merupakan suatu ukuran keterkaitan dengan pelanggan kepada suatu

merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya

seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek

tersebut didapati adanya perubahan baik menyangkut harga ataupun atribut lain.

Mowen (2001:109) mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada

perilaku pembelian actual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembelian. Dan

Aaker (1996:8) mendefinisikan brand loyalty sebagai ikatan antara pelanggan

dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang

dari pelanggan.

Menurut Freddy Rangkuti (2002:60) loyalitas merek adalah ukuran dari

kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas memiliki tingkatan

sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini:

17

Page 18: proposal (Autosaved)

Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa:

1. Switcher (berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat ini dikatakan sebagai pelanggan yang

berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan

untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang

lain mengidentifikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak

loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Ciri yang paling nampak dari

jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk yang harganya

murah.

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan

sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya

atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam

mengkonsumsi merek produk tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pembeli

ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama

ini.

18

Page 19: proposal (Autosaved)

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pada tingkatan ini, pembeli merek dapat dikategorikan puas bila mereka

mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka

memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya

peralihan (switching cost) yang terkait dengan biaya, waktu, atau risiko

kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih ke merek.

4. Likes the brand (menyukai merek)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang

sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai

perasaan emosional terkait pada merek.

5. Commited buyer (pembeli yang komit)

Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka

memiliki suatu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan

merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi

fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka

sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli

ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek

tersebut kepada pihak lain.

Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu konsep yang sangat penting

dalam strategi pemasaran. Karena juga merupakan ukuran keterkaitan pelanggan

kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin

tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek

tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain.

Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat diperlukan agar

perusahaan dapat terus bertahan hidup. Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu

komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang

menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara

membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha

pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan.

Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas

merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk

mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan dengan mendapatkan

19

Page 20: proposal (Autosaved)

pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan dan

dapat menarik minat pelanggan yang baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa

membeli produk bermerek minimal dapat mengurangi risiko.

2. Fungsi Loyalitas Merek

Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang besar, loyalitas merek dapat

menjadi asset strategi bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa potensi yang

dapat diberikan oleh loyalitas merek kepada perusahaan menurut Darmadi

Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak (2001:126):

1. Mengurangi biaya pemasaran, dalam kaitannya dengan biaya pemasaran,

akan lebih mudah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya

untuk mendapatkan pelanggan baru.

2. Meningkatkan perdagangan (trade leverage), loyalitas yang kuat terhadap

suatu merek akan menghasilkan peningkatan pelanggan dan memperkuat

keyakinan perantara pemasaran.

3. Menarik minat pelanggan baru (attracting new customer), dengan

banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek

tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk

mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka

lakukan mengandung risiko yang tinggi.

4. Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing, loyalitas merek akan

memberikan waktu pada suatu perusahaan untuk merespon gerakan

pesaing. Jika salah satu pesaing yang mengembangkan produk yang

unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan

tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan diri

atau menetralisasikannya.

20

Page 21: proposal (Autosaved)

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran di atas menggambarkan bahwa kepercayaan terhadap

merek (trust in a brand) dipengaruhi oleh reputasi merek (brand reputation),

merek yang dapat diprediksi (brand predictability), kompetensi merek (brand

competence), kepercayaan terhadap perusahaan (trust in the company), dan

kesukaan terhadap merek (brand liking).

Brand reputation dapat diukur dari reputasi merek yang baik, opini orang lain

yang menyebutkan bahwa merek bisa diandalkan, dan pengetahuan konsumen

21

Page 22: proposal (Autosaved)

bahwa kinerja merek tersebut baik. Brand predictability bisa dilihat ketika suatu

merek dapat memenuhi harapan konsumen, kinerja merek tersebut dapat selalu

diantisipasi oleh konsumennya, dan terdapat konsistensi dalam hal kualitas. Brand

competence didapatkan ketika suatu merek dibandingkan dengan merek lain yakni

bagaimana merek tersebut merupakan merek yang terbaik pada kategorinya,

kinerja merek lebih baik dibandingkan merek lain, dan pemenuhan kebutuhan

konsumen yang lebih baik.

Aspek perusahaan yang memproduksi merek juga berpengaruh terhadap trust

in the company. Yang menjadi indicator kepercayaan terhadap perusahaan adalah

konsumen percaya penuh pada perusahaan, perusahaan tidak menipu konsumen,

aman membeli produk perusahaan karena konsumen tahu bahwa perusahaan tidak

akan mengecewakan, dan perusahaan mampu menghasilkan produk-produk yang

dapat diandalkan. Variabel yang terakhir adalah brand liking. Indikator dari brand

liking adalah konsumen suka pada merek, konsumen memilih merek tersebut

dibandingkan merek lain, dan merek tersebut merupakan merek favorit.

Kepercayaan terhadap merek (trust in a brand) akan memberikan pengaruh

terhadap loyalitas merek (brand loyalty). Loyalitas merek sendiri diukur dengan

keinginan berperilaku untuk membeli produk dengan merek tersebut, bersedia

membayar dengan harga yang lebih tinggi, tidak melakukan pembelian jika merek

tidak tersedia, bersedia mencari di tempat lain ketika merek tidak tersedia, dan

merekomendasikan merek kepada orang lain.

E. Hipotesis Penelitian

Ha1 : brand reputation berpengaruh positif terhadap brand loyalty

Ha2 : brand predictability berpengaruh positif terhadap brand loyalty

Ha3 : brand competence berpengaruh positif terhadap brand loyalty

Ha4 : trust in company berpengaruh positif terhadap brand loyalty

Ha5 : brand liking berpengaruh positif terhadap brand loyalty

22

Page 23: proposal (Autosaved)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Obyek Penelitian

Pada penelitian ini, obyek yang diteliti oleh penulis adalah pengaruh variabel

brand trust terhadap brand loyalty. Subyek penelitian yang dipilih adalah responden

yang pernah mengkonsumsi jamu Tolak Angin di wilayah Jakarta Utara. Penelitian ini

dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada responden sebanyak 200 responden.

Penelitian ini dilakukan pada periode bulan November 2010 sampai dengan Januari

2011.

B. Metode Penelitian

Berdasarkan maksud penelitian, metode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk

menguraikan, menjelaskan brand trust dan brand loyalty konsumen jamu Tolak

Angin di wilayah Jakarta Utara.

Kemudian peneliti juga menggunakan metode penelitian kausak yaitu metode

penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh brand trust terhadap brand

loyalty pada konsumen jamu Tolak Angin di wilayah Jakarta Utara.

Pendekatan yang digunakan adalah metode survey, yakni dengan

mengumpulkan data dan informasi sebanyak-banyaknya melalui penyebaran

kuisioner yang dilakukan terhadap responden.

C. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang diteliti adalah variabel dari brand trust yang meliputi lima

variabel independen (X), yaitu:

Brand reputation (X1), brand predictability (X2), dan brand competence (X3), trust

in company (X4), dan brand liking (X5). Sebaliknya, variabel dependen (Y) hanya

satu yaitu brand loyalty. Variabel-variabel serta indikator penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 3.1 berikut:

23

Page 24: proposal (Autosaved)

Tabel 3.1

Variabel Penelitian

Variabel

Trust in brand

Indikator

Brand

Reputation

1. Merek jamu Tolak Angin mempunyai reputasi yang bagus.

2. Reputasi jamu Tolak Angin tidak dapat diunggulkan.

3. Pendapat orang lain tentang merek jamu Tolak Angin tidak baik.

4. Pendapat orang lain tentang merek jamu Tolak Angin dapat

diunggulkan.

5. Merek jamu Tolak Angin mempunyai tampilan yang baik.

6. Komentar negative tentang merek jamu Tolak Angin.

Brand

predictability

7. Merek jamu Tolak Angin sesuai dengan harapan.

8. Tampilan merek jamu Tolak Angin selalu dapat diantisipasi

dengan benar.

9. Merek jamu Tolak Angin tidak konsisten dengan kualitasnya.

10. Merek jamu Tolak Angin konsisten dengan tampilan

keseluruhannya.

11. Tampilan merek jamu Tolak Angin selalu sama disetiap

pembelian berikutnya.

12. Tampilan merek jamu Tolak Angin dapat diperhitungkan sesuai

yang diharapkan.

Brand

Competence

13. Merek jamu Tolak Angin adalah salah satu yang terbaik pada

kategori produk jamu masuk angin.

14. Merek jamu masuk angin lain lebih baik daripada merek jamu

Tolak Angin.

15. Tampilan merek jamu Tolak Angin lebih mengesankan

dibandingkan dengan merek jamu masuk angin lainnya.

16. Merek jamu Tolak Angin lebih efektif daripada merek jamu

masuk angin yang lain.

17. Merek jamu Tolak Angin lebih memenuhi kebutuhan konsumsi

daripada merek jamu masuk angin yang lain.

18. Merek jamu Tolak Angin menyempurnakan produknya lebih baik

24

Page 25: proposal (Autosaved)

daripada merek jamu masuk angin lainnya.

Trust in

company

19. Tidak percaya terhadap perusahaan jamu Tolak Angin

(Sidomuncul).

20. Percaya pada perusahaan tidak akan merugikan konsumennya.

21. Percaya sepenuhnya pada perusahaan jamu Tolak Angin

(Sidomuncul).

22. Merasa aman mengkonsumsi jamu Tolak Angun karena percaya

pada perusahaannya (Sidomuncul).

23. Percaya pada perusahaan jamu Tolak Angin (Sidomuncul) karena

menghasilkan jamu yang baik.

Brand liking 24. Menyukai merek jamu Tolak Angin.

25. Lebih memilih merek jamu masuk angin lain daripada merek

jamu Tolak Angin.

26. Merek jamu Tolak Angin dijadikan merek favorit.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua jenis data, yaitu sebagai

berikut:

1. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner.

2. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari sumber-sumber lainy yang telah

tersedia sebelumnya berkaitan dengan penelitian.

Wawancara teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dengan

melakukan pertanyaan langsung kepada para responden dan pihak yang berkompeten

dalam penellitian. Wawancara dilakukan dengan penyebaran kuisioner yang berisi

berbagai pertanyaan tentang variabel penelitian. Data dikumpulkan dengan cara

membagi kuisioner kepada 200 calon responden khususnya konsumen jamu Tolak

Angin.

E. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan non probability sampling dengan pendekatan judgement sampling.

Penulis menetapkan kriteria dari sampel yang akan diambil berdasarkan

pertimbangkan bahwa unsur penelitian tersebut akan membantu menjawab

25

Page 26: proposal (Autosaved)

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kriteria tersebut adalah mereka yang berusia

17 tahun keatas dan berdomisili di Jakarta Utara, serta mereka yang pernah membeli

atau mengkonsumsi jamu Tolak Angin. Untuk penelitian penulis membatasi jumlah

kuisioner sebanyak 200 responden.

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Profil Responden

Seluruh data kuisioner yang berasal dari profil responden ditabulasikan dari

keseluruhan responden dengan menggunakan alat analisis sebagai berikut:

Fr i=∑ fi

nx100 %

Keterangan:

Fri = Frekuensi relatif dari setiap kategori

∑fi = Jumlah responden yang memiliki kategori i

n = Total responden

2. Uji Validitas Kuisioner

Pengertian valliditas menurut Sugiono (2005:109) adalah menunjukkan sejauh

mana suatu alat ukur itu mengukur apa yang diukur. Jika penelitian menggunakan

kuisioner di dalam pengumpulan datanya maka, kuisioner yang disususn harus

mengukur apa yang diukurnya. Menghitung korelasi masing-masing pertanyaan

dengan skor total memakai rumus teknik korelasi product moment yang rumusnya

sebagai berikut:

r xy=n∑ X iY i−(∑ X i )(∑Y i )

√ {n∑ X i2−(∑ X i )

2} {n∑Y i2−( Y i )

2}

Keterangan:

n = Jumlah sampel

x = Nilai pertanyaan nomer ke-i

y = Skor total

26

Page 27: proposal (Autosaved)

Jika koefisien korelasi (r) yang diperoleh lebih besar sama dengan koefisien

korelasi tabel product moment maka butir pertanyaan dikatakan valid.

3. Uji Reliabilitas

Menurut C. William Emory (1991:185), reliabilitas berkaitang dengan

ketepatan dari prosedur pengukuran. Suatu alat pengukur dikatakan reliable

sepanjang pengukur tersebut menghasilkan hasil-hasil yang konsisten. Makin

kecil kesalahan pengukuran maka semakin reliable alat pengukuran, sebaliknya

makin besar kesalahan pengukuran maka semakin tidak reliable alat pengukuran

tersebut.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana kuatnya korelasi butir-

butir dalam kuisioner berkorelasi. Korelasi antar butir-butir pertanyaan tersebut

dapat diukur dengan menggunakan perkiraan Cronbach’s Alpha dengan rumus:

ralpha=[ k(k−1 ) ][1−∑ Sb

2

∑ S t2 ]

Keterangan:

ralpha = Reliabilitas instrument

k = Jumlah butir pertanyaan

∑Sb2 = jumlah varian butir

St2 = varian total

Rumus varian untuk sampel, yaitu:

S2=∑ x2−

(∑ x i )2

nn−1

Keterangan:

S2 = Varian

n = Jumlah responden

xi = Nilai skor yang dipilih

27

Page 28: proposal (Autosaved)

Nilai korelasi dibandingkan dengan tabel r product moment. Jika nilainya

lebih kecil dari tabel r product moment, maka pernyataan tidak reliable tetapi jika

lebih besar berarti pernyataan dalam penelitian reliable. Skala pengukuran yang

reliable menurut Uma Sekaran (2003:205) adalah minimal sebesar 0,6 / 0,7 / 0,8.

4. Skala Likert

Menurut C. William Emory (1991:220) skala likert digunakan untuk bertanya

kepada responden, dengan skala ini responden ditanya untuk merespon setiap

pernyataan dan diminta untuk menjawab berdasarkan skala pengukuran.

Rumus rentang skala sebagai berikut:

R s=Skor tertinggi−Skor terendah

Banyaknya kategori skor

R s=(5−1 )

5=0,8

Untuk pertanyaan positif maka rentang skalanya adalah:

1,00 – 1,80 = Sangat tidak setuju

1,81 – 2,60 = Tidak setuju

2,61 – 3,40 = Cukup setuju

3,41 – 4,20 = Setuju

4,21 – 5,00 = Sangat setuju

Untuk pertanyaan yang negative maka rentang skalanya adalah:

1,00 – 1,80 = Sangat setuju

1,81 – 2,60 = Setuju

2,61 – 3,40 = Cukup setuju

3,41 – 4,20 = Tidak setuju

4,21 – 5,00 = Sangat tidak setuju

5. Regresi Linier Berganda

28

Page 29: proposal (Autosaved)

Model regresi ini digunakan untuk mengasumsikan bahwa terhadap hubungan

linier antara variabel brand loyalty dengan yaitu brand predictability, brand

liking, brand competence, brand reputation, dan trust in company. Adapun model

persamaan regresi yang dapat diperoleh dalam analisis ini adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5

Uji signifikansi korelansi ganda:

F=R2 ( N−m−1 )

m (1−R2 )

Keterangan:

m = Jumlah prediktor

Langkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam analisis regresi linear berganda

adalah:

1. Koefisien determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model untuk menerangkan variabel dependennya.

2. Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara

bersama-sama terhadap variabel terikat.

Uji hipotesis:

Ho: model regresi ini tidak dapat secara bersama-sama digunakan

untuk meramalkan Y.

Ha: model regresi ini dapat secara bersama-sama digunakan untuk

meramalkan Y.

Kriteria jika sig ≤ 0,05 tolak Ho

3. Uji t

Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

bebas secara individual dalam menerangkan variabel terikat.

29

Page 30: proposal (Autosaved)

6. Uji Model

a. Uji Normalitas

Uji normalitas berguna untuk mengetahui apakah variabel dependen,

independen atau keduanya berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak.

Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui

dengan dua cara yaitu analisis grafik dan analisis statistic (Ghozali, 2006:110).

b. Uji Multikolinearitas

Adanya multikolinearitas merupakan pelanggaran asumsi klasik.

Multikolinearitas maksudnya tidak boleh terjadi hubungan antar variabel

bebas (independen). Untuk mendeteksi gejala multikolinearitas dapat

dilakukan dengan menggunakan besaran VIF (Variance Influence Factor) dan

angka toleran. Pedoman suatu model regresi bebas multikolinearitas apabila

mempunyai nilai VIF lebih kecil daripada 10 dan angka toleran mendekati 1

(Ghozali, 2006:92).

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah

model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan

lain tetap, disebut homokedastisitas, sedangkan untuk varians yang berbeda

disebut heterokedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antar

variabel bebas dalam penelitian. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi,

dapat dilihat dari Durbin-Watson Test. Apabila nilai Durbin-Watson Test

mendekati nilai 2, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada

variabel bebas (Ghozali, 2006:95).

30

Page 31: proposal (Autosaved)

Kriteria:

Ada

Autokorelasi

Kemungkinan

ada

Autokorelasi

Bebas

Autokorelasi

Kemungkinan

ada

Autokorelasi

Ada

Autokorelasi

I II III IV V

0 dl du 4-du 4-dl

Dimana:

dl = batas bawah

du = batas atas

31