proposal penelitian

54
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan terhadap penyebaran kasus DBD di daearah urban dan semi urban, sehingga hal tersebut menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat internasional. 1 Angka terjadinya kasus DBD mengalami peningkatan secara drastic di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari 2,5 milyar penduduk di dunia, lebih dari 70%-nya berisiko mengalami DBD terutama di wilayah Asia Pasifik. Saat ini, diperkirakan 50-100 juta orang di seluruh dunia terinfeksi demam berdarah dengue setiap tahunnya. 1 Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia dengan kelembaban udara yang cukup tinggi menjadi pemicu berkembang biaknya nyamuk seperti Aedes aegypti yang merupakan salah satu vector DBD, sehingga DBD mudah ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Hal tersebut menyebabkan masalah

Upload: vidia-amrina-rasyada

Post on 13-Feb-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Proposal Penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu

penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak

ditemukan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa

tahun terakhir terjadi peningkatan terhadap penyebaran kasus DBD di

daearah urban dan semi urban, sehingga hal tersebut menjadi perhatian

utama kesehatan masyarakat internasional.1

Angka terjadinya kasus DBD mengalami peningkatan secara drastic

di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari 2,5 milyar

penduduk di dunia, lebih dari 70%-nya berisiko mengalami DBD terutama

di wilayah Asia Pasifik. Saat ini, diperkirakan 50-100 juta orang di seluruh

dunia terinfeksi demam berdarah dengue setiap tahunnya.1

Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia dengan

kelembaban udara yang cukup tinggi menjadi pemicu berkembang biaknya

nyamuk seperti Aedes aegypti yang merupakan salah satu vector DBD,

sehingga DBD mudah ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Hal

tersebut menyebabkan masalah kesehatan karena terdapat banyak daerah

endemic sehingga jumlah penderita semakin meningkat dan penyebaran pun

semakin meluas ke wilayah lain dengan meningkatnya mobilitas dan

kepadatan penduduk. 2

Dampak peningkatan serta meluasnya penyebaran DBD dapat

berpengaruh terhadap perekonomian, dikarenakan kehilangan waktu kerja,

waktu pendidikan maupun biaya selama perawatan penderita DBD selama

sakit, selain itu jika tidak ditangani secara serius maka akan berdampak

terhadap tingginya angka kesakitan dan meningkatkan risiko terjadinya

kematian penderita DBD jika tidak ditangani secara cepat dan tepat.3

Page 2: Proposal Penelitian

2

Departemen Kesehatan RI menyatakan seiring dengan meluasnya

daerah endemic DBD, angka terjadinya kasus demam berdarah di Indonesia

meningkat yaitu terhitung dari Januari – Oktober 2009, Demam Berdarah

Dengue (DBD) telah menealn 1.012 korban jiwa dari total penderita

sebanyak 121.423 orang (CFR: 0,83). Jumlah ini meningkat dibandingkan

periode tahun 2008 yaitu 953 orang meninggal dari 117.830 kasus (CFR:

0,81). Dari kasus yang dilaporkan selama tahun 2009, tercatat 10 provinsi

yang menunjukkan kasus terbanyak, yaitu Jawa Barat (29.334 kasus, 244

meninggal), DKI Jakarta (26.326 kasus, 33 meninggal, Jawa Timur (15.362

kasus, 244 meninggal), Jawa Tengah (15.328 kasus, 202 meninggal)

Kalimantan Barat (5.619 kasus, 114 meninggal), Bali (5.334 kasus, 8

meninggal), Banten (3.527 kasus, 50 meninggal), Kalimantan Timur (2.758

kasus, 34 meninggal), Sumatera Utara (2.299 kasus, 31 meninggal), dan

Sulawesi Selatan (2.296 kasus, 20 meninggal). Dan terdapat beberapa

provinsi yang mengalami peningkatan kasus dibandingkan tahun 2008

adalah Jambi, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa

Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan Papua.3

Dari data RISKESDAS 2013 menyatakan bahwa dari 26

Kota/Kabupaten di Jawa Barat, seluruhnya terjangkit DBD termasuk Kota

Bekasi. Kejadian wabah demam berdarah pada tahun 2013 ini di Kota Bekasi

mengalami kenaikan karena pada tahun sebelumnya jumlah penderita yang

mengalami penyakit demam berdarah ini tidak sebanyak pada tahun 2012.4

Tercatat pada tahun 2012, kasus penyakit DB sebanyak 856 kasus. Jumlah

penderita penyakit demam berdarah di Kota Bekasi tahun 2013 mencapai

1415 orang dengan 17 korban meninggal. Persebaran penderita penyakit

demam berdarah ini tersebar secara merata di 12 Kecamatan di Kota Bekasi,

akan tetapi pada Kecamatan Bekasi Barat ditemukan paling banyak penderita

dengan jumlah 259 kasus.5

Perilaku sangat dipengaruhi oleh karakteristik manusia itu sendiri.

Notoatmodjo (2003) dalam Santhi (2005) mengemukakan beberapa faktor

individu yang terkait dengan kesehatannya antara lain umur, jenis kelamin,

status sosial, status pekerjaan, penghasilan, dan lain-lain. Penelitian oleh

Page 3: Proposal Penelitian

3

Santhi (2005) didapatkan faktor pendidikan berpengaruh terhadap perilaku

PSN, sedangkan faktor individu seperti umur, pekerjaan, dan penghasilan

tidak didapatkan pengaruh terhadap perilaku PSN.6 Penelitian lain yang

dilakukan oleh Marni dan Lerik tahun 2008 tidak didapati adanya hubungan

antara pengetahuan dengan praktik ibu rumah tangga dalam PSN-DBD di

Kelurahan Oebufu Kota Kupang.7

Peran serta masyarakat dalam PSN-DBD lebih diutamakan peran ibu

rumah tangga karena umumnya yang bertanggung jawab mengurus rumah

tangga termasuk masalah kebersihan rumah adalah ibu rumah tangga.7

Kelurahan Kotabaru merupakan wilayah yang padat penduduk yang

sering terjadi banjir. Banyak tempat yang tergenang air apalagi ketika musim

hujan yang akan menyebabkan terjadinya penyakit DBD.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti bermaksud mencari

hubungan antara karakteristik dan pengetahuan ibu rumah tangga terhadap

perilaku pemberantasan sarang nyamuk DBD di Kelurahan Kotabaru Kota

Bekasi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran karakteristik responden berdasarkan umur, tingkat

pendidikan, status pekerjaan, dan jumlah pendapatan keluarga?

2. Bagaimana pengetahuan responden tentang DBD dan cara mengatasi

pemberantasan sarang nyamuk?

3. Bagaimana perilaku pemberantasan sarang nyamuk oleh responden?

4. Bagaimana hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan responden

dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk DBD?

Page 4: Proposal Penelitian

4

C. Tujuan Penelitian

C.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran karakteristik, tingkat pengetahuan, dan perilaku

pemberantasan sarang nyamuk DBD oleh ibu rumah tangga untuk meningkatkan

keberhasilan pencegahan DBD.

C.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya sebaran karakteristik responden berdasarkan umur, tingkat

pendidikan, status pekerjaan, dan jumlah pendapatan keluarga.

2. Diketahuinya tingkat pengetahuan responden tentang DBD dan cara

pemberantasan sarang nyamuk.

3. Diketahuinya tingkat perilaku pemberantasan sarang nyamuk oleh responden.

4. Diketahuinya hubungan antara karakteristik dan tingkat pengetahuan Ibu

Rumah Tangga dengan Perilaku pemberantasan sarang nyamuk DBD.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian dapat dijadikan sebagai pelatihan bagi peneliti agar memiliki

pengalaman penelitian langsung di bidang kedokteran komunitas.

2. Bagi Perguruan Tinggi

Realisasi tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsinya sebagai

lembaga penyelenggara pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat

3. Bagi Masyarakat

Penelitian dapat digunakan sebagai bagian dari sosialisasi tentang DBD

terutama tentang pencegahan dan PSN DBD.

4. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian dapat menjadi masukan dalam upaya program kesehatan

terutama pencegahan DBD.

Page 5: Proposal Penelitian

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM BERDARAH DENGUE

A.1. Pengertian

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus denguedan ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti,dengan manifestasi klinis demam,nyeri otot dan atau nyeri sendi yang

disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis

hemoragik.9

A.2. Epidemiologi

DBD tersebar di wilayah asia tenggara,pasifik barat dan karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis 6-15/100.000 penduduk (1989-1995),

meningkat tajam hingga 35/100.000 penduduk (1998), menurun hingga

mencapai 2% pada tahun 1999. Kelompok tertinggi 5-14 tahun.Daerah yang

perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali, NTB (DepKes RI 2004)/. David

Bylon (1779) melaporkan bahwa epidemiologi dengue di Batavia disebabkan

oleh 3 faktor utama, yaitu virus, manusia, dan nyamuk.9

A.3. Etiologi dan Penularan

Demam berdarah dengue di sebabkan oleh virus dengue dari

kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-bornevirus atau virus yang

disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus flavivirus, famili

Flaviviridae dan terdiri dari 4 serotype virus yaitu : DEN-1,DEN-2,DEN-3

dan DEN-4. Keempat serotype tditemukan di Indonesia dengan DEN-3

merupakan serotype terbanyak.2,8

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah

perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk DBD

adalah8,9:

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

Page 6: Proposal Penelitian

6

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti

bak mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang

menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat

minum burung, dan lain-lain.

Jarak terbang ±100 m

Nyamuk betina bersifat “multiple biters” (menggigit beberapa orang

karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

Nyamuk yang menjadi vector penyakit DBD adalah nyamuk yang

menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia

(terdapat virus dalam darahnya).Menurut laporan terakhir, virus dapat pula

ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya.8

Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama

dalam kelenjar air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan

berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam

berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusiadan

berada dalam darah selama satu minggu.8

Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya

akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan

sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala

sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu

minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah

yang ada nyamuk penularnya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif

seumur hidupnya.8

Page 7: Proposal Penelitian

7

A.4. Patofisiologi8

Hari 1 – 3 Fase Demam Tinggi

Demam mendadak tinggidisertai sakit kepala hebat, sakit di belakang

mata, badan ngilu dan nyeri, serta mual/muntah, kadang disertai

bercak merah di kulit.

Hari 4 – 5 Fase kritis

Fase demam turun drastic dan sering mengecoh seolah terjadi

kesembuhan.

Namun inilah fase kritis kemungkinan terjadinya “Dengue Shock

Syndrome”

Hari 6 – 7 Fase Masa Penyembuhan

Fase demam kembali tinggi sebagai bagian dari reaksi tahap

penyembuhan.

A.5. Gambaran Klinis

Berdasarkan pedoman WHO 2009, gambaran klinis demam

dengue/demam berdarah dengue dibagi menjadi tiga fase.10

Page 8: Proposal Penelitian

8

A.5.a. Fase Febris

Fase ini terjadi 2-7 hari dengan demam yang mendadak tinggi diikuti

dengan facial flushing, eritem, nyeri seluruh badan, myalgia, atralgia, dan

sakit kepala. Beberapa pasien juga mengalami sakit tenggorokan, injeksi

konjungtiva, anoreksia, nausea, dan vomiting. Timbul manifestasi perdarahan

ringan seperti petekie, perdarahan membran mukosa seperti hidung dan gusi,

hepatomegali setelah beberapa hari demam, dan penurunan progresif sel

darah putih.

A.5.b. Fase Kritis

Fase ini biasa terjadi pada hari ke 3-7 dimana suhu tubuh turun sampai

37,5 – 38 0C. Peningkatan permeabilitas kapiler sejalan dengan terjadinya

peningkatan hematokrit. Progres leukopenia diikuti dengan penurunan cepat

dari hitung trombosit, biasanya mendahului plasma leakage. Efusi pelura dan

ascites kadang terjadi. Syok terjadi ketika hilangnya volume plasma akibat

leakage yang diikuti hipoperfusi organ lalu terjadi kerusakan organ yang

progresif, asidosis metabolik, dan DIC.

A.5.c. Fase Recovery

Jika pasien bertahan pada fase kritis selama 24-48 jam, reabsorpsi

bertahap cairan kompartemen ekstravaskuler kembali dalam 48-72 jam.

Keadaan pasien akan membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal

mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis kembali. Hematokrit stabil

atau mungkin lebih rendah dikarenakan efek dilusi dari reabsorpsi cairan.

Hitung sel darah putih biasanya mulai meningkat segera setelah suhu kembali

normal tetapi perbaikan jumlah platelet lebih lambat dari pada jumlah sel darah

putih. Selama fase kritis dan recovery, terapi cairan berlebihan berhubungan

dengan oedem pulmo atau gagal jantung kongestif.

A.5.d. Dengue Berat

Page 9: Proposal Penelitian

9

Dengue berat perlu dipertimbangkan bila pasien berasal dari daerah yang

berisiko dengue dengan demam 2-7 hari ditambah satu dari gejala berikut:

1. Terdapat bukti adanya kebocoran plasma, seperti:

a. peningkatan hematokrit yang tinggi

b. efusi pleura atau asites

c. kompensasi sirkulasi atau syok (takikardi, ekstremitas dingin,

capilary refill lebih dari tiga detik, nadi lemah atau tidak teraba,

tekanan nadi sempit, atau pada syok akhir, tekanan darah tidak

dapat dinilai).

2. Terdapat perdarahan yang signifikan.

3. Terdapat perubahan tingkat kesadaran (letargi atau gelisah, koma,

kejang).

4. Terdapat gangguan gastrointestinal yang berat (muntah persisten,

nyeri abdomen yang menetap atau meningkat, jaundice).

Terdapat kerusakan berat organ (gagal hepar akut, gagal ginjal akut,

ensefalopati atau ensefalitis, kardiomyopati, atau manifestasi lain yang tidak

biasa terjadi..8

A.6. Diagnosis

Klasifikasi kasus dengue berdasarkan pedoman WHO 2009 adalah10,11

:

1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),

2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan

3. Dengue berat (severe dengue)

Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :

Dengue probable :

1. Bertempat tinggal di/bepergian ke daerah endemik dengue

2. Demam disertai 2 dari hal berikut :

a. Mual, muntah

b. Ruam

c. Sakit dan nyeri

d. Uji torniket positif

e. Lekopenia

f. Adanya tanda bahaya

Page 10: Proposal Penelitian

10

Tanda bahaya adalah :

1) Nyeri perut

2) Muntah berkepanjangan

3) Terdapat akumulasi cairan

4) Perdarahan mukosa

5) Letargi, lemah

6) Pembesaran hati > 2 cm

7) Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah

trombosit yang cepat

3. Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti

kebocoran plasma tidak jelas)

Kriteria dengue berat :

1. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),

akumulasi cairan dengan distress pernafasan.

2. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi

3. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan

kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)

Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan

uji tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi

sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan

spesifisitasnya mencapai 82%.11

A.7. Penatalaksanaan

Berdasarkan pedoman WHO 2009, prinsip penanganan pasien dengan

DBD dibagi menjadi tiga grup yang tergantung dari manifestasi klinis dan

kondisi lain pasien yaitu10 :

A.7.a. Grup A

Pasien dapat dirawat di rumah, mampu mentoleransi keadekuatan

volume cairan oral dan keluaran urine minimal tiap 6 jam, dan tidak memiliki

warning signs terutama saat demam turun. Pasien dengan hematokrit stabil

dapat diperbolehkan pulang setelah bersedia memenuhi rencana tindakan

sebagai berikut:

Page 11: Proposal Penelitian

11

1. Mematuhi masukan rehidrasi oral yang mengandung elektrolit dan

gula untuk mengembalikan kehilangan cairan akibat demam dan

muntah.

2. Beri paracetamol untuk demam yang tinggi jika pasien tidak

merasa nyaman. Jangan memberikan obat anti inflasami non

steroid (NSAIDS).

3. Pesankan kepada orang yang merawat pasien agar pasien dibawa

ke rumah sakit segera jika ada tanda-tanda: tidak ada perbaikan

klinis, mundurnya waktu penurunan suhu tubuh, nyeri abdomen

yang berat, muntah persisten, ekstremitas dingin dan lembab,

letargi atau gelisah, atau perdarahan (misalnya: berak hitam atau

muntahan seperti kopi), tidak kencing lebih dari 4-6 jam.

A.7.b. Grup B

Pasien perlu dirawat untuk observasi lebih dekat terutama saat

mendekati fase kritis, termasuk pasien dengan warning signs, pasien dengan

kondisi yang dapat membuat DBD atau penanganannya menjadi lebih

komplek, dan keadaan sosial tertentu.

Rencana tindakan yang harus dilakukan adalah:

1. Cek hematokrit sebelum dilakukan terapi cairan. Beri isotonik

mulai dengan 5-7 cc/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi

hingga 2-3 mL/kgBB/jam atau kurang, sesuai dengan respon klinis

pasien.

2. Nilai kembali status klinis pasien dan cek ulang hematokrit. Jika

hematokrit tetap sama atau hanya mengalami sedikit kenaikan

lanjutkan dengan terapi yang sama (2-3ml/kg/jam) sampai 2-4

jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat

dengan cepat naikkan cairan kira-kira 5-10 ml/kg/jam selama 1-2

jam. Nilai ulang status klinis pasien.

3. Beri volume cairan intravena untuk mempertahankan perfusi dan

keluaran urine sekitar 0.5 ml/kg/jam. Cairan intravena bisanya

dibutuhkan hanya 24-48 jam. Kurangi cairan intravena secara

bertahap jika perdarahan plasma menurun menjelang akhir fase

kritis.

Page 12: Proposal Penelitian

12

4. Pasien dengan warning signs diobservasi sampai periode berisiko

berakhir. Keseimbangan cairan harus dijaga. Parameter yang harus

dimonitor meliputi tanda-tanda vital dan perfusi jaringan (1-4 jam

sampai pasien keluar dari fase kritis), keluaran urine (4-6 jam),

hematokrit (sebelum dan sesudah penggantian cairan sekitar 6-12

jam), glukosa darah, dan fungsi organ lain (misalnya: kondisi

ginjal, hati, koagulasi darah)

Jika pasien DBD tanpa warning signs, rencana tindakan yang harus

dilakukan sebagai berikut :

1. Dorong masukan oral. Jika pasien tidak mampu, awali dengan

terapi cairan intravena dengan NaCl 0,9% Saline atau RL dengan

atau tanpa dextrose di tingkat maintenance. Untuk pasien obesitas

dan kelebihan berat badan gunakan berat badan ideal untuk

mengatur cairan infus.

2. Pasien harus dimonitor oleh penyedia pelayanan kesehatan untuk

mengobservasi suhu, volume intake dan output cairan, keluaran

urine (volume dan frekuensi), tanda peringatan, trombosit, sel

darah putih dan hematokrit, dan tes laboratorium lain (misalnya:

tes fungsi hati dan ginjal) dapat dilakukan tergantung klinis

pasien.

A.7.c. Grup C

Pasien yang harus memerlukan penanganan gawat darurat dan harus

segera dirujuk saat mereka berada pada fase kritis atau dengue berat.

Plasma yang rendah harus segera diganti dan segera dengan larutan

kristaloid atau jika dalam kasus syok hipotensi, penanganannya dengan

koloid. Jika mungkin, pantau hematokrit sebelum dan setelah resusuitasi

cairan.

Page 13: Proposal Penelitian

13

Cross match harus dilakukan untuk semua pasien dengan syok.

Transfusi darah harus diberikan hanya untuk kasus dengan suspek perdarahan

berat.

Tujuan dari resusitasi cairan termasuk meningkatkan sirkulasi pusat

dan perifer, meningkatkan berakhirnya kerusakan organ dengan adanya

kesadaran yang stabil (lebih dari waspada atau tidak gelisah), urine output ≥

0,5 ml/kg/jam, dan menurunkan kemungkinan terjadinya asidosis metabolik.

Rencana terapi pasien dengan syok terkompensasi adalah sebagai

berikut:

1. Mulai dengan resusitasi cairan intravena dengan kristaloid isotonik

5-10 ml/kg/jam selama lebih dari satu jam. Kemudian observasi

kondisi pasien (tanda-tanda vital, waktu pengisian kapiler,

hematokrit, dan keluaran urin).

2. Jika kondisi pasien membaik, cairan intravena harus diturunkan

bertahap 5-7 cc/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam

selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam dan kemudian tergantung

pada status hemodinamik dimana dapat dipertahankan selama 24-

48 jam

3. Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (syok persisten), setelah

bolus pertama dilakukan pengecekan hematokrit. Jika hematorit

naik atau masih tinggi (>50%) ulang bolus kedua dari larutan

kristaloid 10-20 ml/ kg/jam selama 1-2 jam. Setelah bolus kedua,

jika ada perbaikan turunkan bolus cairan menjadi 7-10 ml/kg/jam

selama 1-2 jam dan kemudian diturunkan secara bertahap.

Indikator adanya perdarahan, cross match dan transfusi darah

segera mungkin jika hematokrit menurun dibanding dengan

hematokrit awal (<40% untuk anak dan wanita dewasa, <45%

untuk laki-laki dewasa)

Bolus cairan lebih lanjut mungkin diberikan selama 24-48 jam

berikutnya.

Page 14: Proposal Penelitian

14

B. PENGENDALIAN VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE

Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk

penyakit DB/DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian, sehingga

pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan,

yaitu dengan pengendalian vektornya.12

B.1. Pemberantasan Sarang Nyamuk

Pemberantasan Sarang Nyamuk demam berdarah dengue (PSN-DBD)

adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular

DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuannya

adalah mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan DBD dapat

dicegah dan dikurangi. Keberhasilan PSN DBD diukur dengan Angka Bebas

Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan

penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.13

B.1.a. Tiga M Plus

Cara PSN DBD dilakukan dengan ”3M plus”, yaitu (1) menguras dan

menyikat tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali atau

menaburinya dengan bubuk abate untuk membunuh jentik nyamuk Aedes

aegypti, (2) menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk Aedes

aegypti tidak bisa bertelur di tempat itu, dan (3) mengubur/membuang pada

tempatnya barang-barang bekas seperti ban bekas, kaleng bekas yang dapat

menampung air hujan.13

Pemberian abate untuk membunuh jentik nyamuk yang terdapat di

dalam air bak kamar mandi atau tandon air bersih lainnya cukup efektif

mencegah nyamuk Aedes aegypti berkembang biak. Menutup rapat tempat

penyimpanan air bersih dan mengurasnya sesering mungkin akan bermanfaat

mengurangi kesempatan nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak. Dari

jentik nyamuk yang hidup di dalam air (tandon air), termasuk kaleng-kaleng

berisi air atau bak mandi, dalam waktu beberapa hari akan tumbuh nyamuk

dewasa. Karena itu, sebelum larva berubah jadi nyamuk dewasa, sarang

nyamuk harus segera dimusnahkan (Bappenas, 2006).

Page 15: Proposal Penelitian

15

B.1.b. Penggunaan Predator Larva

Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami

dan bisa digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan

pemakan jentik yang terbukti efektif dan telah digunakan di kota Palembang

untuk pengendalian larva DBD adalah ikan cupang. Meskipun terbukti efektif

untuk pengendalian larva Aedes aegypti, namun sampai sekarang belum

digunakan oleh masyarakat secara luas dan berkesinambungan.12

B.1.c. Fogging

Dengan melakukan fogging di sekitar tempat tinggal penderita,

nyamuk dewasa yang beterbangan atau yang hinggap di tempat

persembunyiannya di lingkungan rumah penderita akan mati. Dengan

demikian, penularan virus oleh nyamuk dapat dihentikan segera. Karena itu,

pada waktu ada laporan kasus DBD di satu rumah, segera dilakukan

fogging.13

B.2. Peran Masyarakat dalam Penanggulangan DBD

Masyarakat berperan dalam upaya pemberantasan penyakit DBD.

Sebagai contoh: peran masyarakat dalam kegiatan surveilans penyakit, yaitu

masyarakat dapat mengenali secara dini tanda-tanda penyakit DBD yang

menimpa salah satu anggota keluarga maupun tetangga mereka dan segera

merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.

Masyarakat juga berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang

merupakan upaya paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalam

rangka mencegah dan memberantas penyakit DBD muncul di masa yang

akan datang. Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain

masyarakat berperan secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan

melakukan gerakan serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan

3M Plus.13

Masyarakat juga melakukan upaya mencegah gigitan nyamuk dengan

menggunakan obat gosok antinyamuk, tidur dengan kelambu, dan

Page 16: Proposal Penelitian

16

menyemprot rumah dengan obat nyamuk yang tersedia luas di pasaran. Hal

sederhana lainnya yang dilakukan oleh masyarakat adalah menata gantungan

baju dengan baik agar tidak menjadi tempat hinggap dan istirahat nyamuk

Aedes aegypti. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam upaya

pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD oleh masyarakat sangat besar,

boleh dikatakan lebih dari 90% dari keseluruhan upaya pemberantasan

penyakit DBD. Dan upaya tersebut sangat berkaitan dengan faktor perilaku

dan faktor lingkungan.13

C. PERAN IBU RUMAH TANGGA

Menurut kamus besar bahasa indonesia, ibu rumah tangga didefinisikan

sebagai wanita yg mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan

rumah tangga. Ibu memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga

anggota keluarga agar tetap sehat. Salah satu peran tersebut adalah dalam

menjaga kesehatan lingkungan sekitar dan kebutuhan-kebutuhan keluarga.

Ibu memiliki peran utama dalam meninjau keperluan rumah tangga dalam

bidang kesehatan termasuk makanan dan gizi, olahraga, waktu tidur,

kebersihan lingkungan, kesehatan gigi, kebersihan pribadi, dan kebersihan

rumah tangga. Pemantauan anggota keluarga dipandang sebagai pekerjaan

sehari-hari dan terus-menerus melekat dalam praktik ibu. Pemantauan ini

bertujuan agar gaya hidup sehat tetap dipertahankan, barang-barang

kesehatan dibeli dan diganti sesuai kebutuhan, dan penyakit yang berpotensi

dapat dicegah.14

D. KARAKTERISTIK INDIVIDU

Manusia adalah individu dengan jati diri yang khas yang memiliki

karakteristik tersendiri. Karakteristik adalah sifat individu yang relatif tidak

berubah, atau yang dipengaruhi oleh lingkungan seperti umur, jenis kelamin,

suku bangsa, kebangsaan, pendidikan, dan lain-lain.6

Page 17: Proposal Penelitian

17

Menurut Notoatmodjo (2003)6, beberapa faktor individu yang terkait

kesehatan antara lain:

1. Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-

penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di

dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.

2. Jenis kelamin

Penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi di

kalangan wanita, sedangkan angka kematian lebih tinggi di kalanga pria.

3. Kelas sosial

Kelas sosial adalah variabel yang sering dilihat hubungannya dengan angka

kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan

seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan,

pekerjaan, penghasilan, tempat tinggal. Hal-hal ini dapat mempengaruhi

berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan.

4. Jenis pekerjaan

Status pekerjaan merupakan variabel yang kompleks dan pengukurannya

bergantung terhadap perspektif berbagai aspek dari pekerjaan.15 Jenis

pekerjaan berperan dalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan:

a. Adanya faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan kesakitan,

kecelakaan, dan sebagainya seperti bahan kimia, gas beracun, radiasi,

dan lain-lain.

b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress

c. Ada tidaknya aktivitas fisik di dalam pekerjaan

d. Karena berkumpul dalam satu tempat yang sempit, dapat memudahkan

penularan penyakit.

5. Penghasilan

Merupakan variabel yang dinilai hubungannya dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan maupun pencegahan penyakit. Penghasilan yang tinggi

dapat menjangkau nutrisi, perumahan, sekolah, dan rekreasi yang lebih

baik.15

Page 18: Proposal Penelitian

18

6. Golongan etnik

Berbagai golongan etnik dapat berbeda di dalam kebiasaan makan, susunan

genetika, gaya hidup, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-

perbedaan di dalam angka kesakitan atau kematian.

7. Status perkawinan

Penelitian-penelitian menunjukkan kecenderungan kematian lebih tinggi

pada status tidak kawin dibandingkan dengan yang kawin. Kecenderungan

ini disebabkan adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang

dihubungkan dengan penyakit tertentu.

8. Pendidikan

Notoatmodjo yang dikutip Nasution (2005)16 menyatakan bahwa orang

dengan pendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang

lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih

rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya

kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pendidikan merupakan

faktor penting dalam kesehatan karena dapat menyediakan pengetahuan dan

keterampilan sehari-sehari yang membuat orang dengan pendidikan baik

mendapatkan akses informasi dan sumber promosi kesehatan yang baik

pula.15

E. PENGETAHUAN

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan terjadi setelah orang mengadakan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.17

Page 19: Proposal Penelitian

19

Pengetahuan mempunyai 6 tingkat yaitu:

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami

Comprehension atau memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi

Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi dapat

diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih berkaitan satu sama lainnya, misalnya

penggunaan kata kerja.

5. Sintesis

Sintesis yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat

menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dsb, terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi yaitu kemampuan untuk justifikasi atau penilaian terhadap

materi atau objek. penialaian-penilaian ini berdasarkan suatu criteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

Page 20: Proposal Penelitian

20

F. PERILAKU

F.1. Pengertian Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku

manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri

yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari

uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun

yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.18

Notoatmodjo (2010a)18 yang mengutip pendapat Skiner seorang ahli

psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme

tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-

Organisme-Respons.

F.2. Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku Skiner, maka perilaku kesehatan (health

behavior) adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

seperti sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan.

Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi dua

kelompok:

1. Perilaku orang sehat agar tetap sehat dan meningkat.

Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior), yang mencakup

perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau menghindari

penyakit dan penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif) dan perilaku

dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif).

Contohnya adalah makan dengan gizi seimbang, olahraga teratur, tidak

merokok dan minum minuman keras, menghindari gigitan nyamuk,

menggosok gigi setelah makan, dan sebagainya.18

Page 21: Proposal Penelitian

21

2. Perilaku orang sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh

penyembuhan dan pemecahan masalah kesehatannya.

Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking

behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang

bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan

atau terlepasnya dari masalah kesehatan tersebut. Tempat pencarian

kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan, baik

fasilitas tradisional (dukun, sinshe, paranormal) maupun modern atau

profesional (rumah sakit, puskesmas, poliklinik).18

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang) namun dalam memberikan respons

sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi

beberapa orang namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebabkan determinan

perilaku.19 Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik dari orang yang

bersangkutan yang bersifat bawaan (given), seperti: ras, sifat fisik,

sifat kepribadian, (pemalu, pemarah, dan penakut), bakat bawaan,

tingkat kecerdasan, dan jenis kelamin.

2. Determinan atau faktor eksternal meliputi lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, dan politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.19

Page 22: Proposal Penelitian

22

G. KERANGKA TEORI

Faktor Eksternal

Sosial, Budaya, Ekonomi,

Politik

Usia, Jenis kelamin, Tingkat

kecerdasan (Pengetahuan)

Faktor Internal

Perilaku

Peran Masyarakat

FoggingLarva Predator3M Plus

Pemberantasan Sarang Nyamuk

Tata Laksana

Gambaran Klinis dan Diagnosis

Patogenesis

Pengendalian Demam Berdarah

DengueLingkungan

Vektor

Pejamu

Etiologi

Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue

Page 23: Proposal Penelitian

23

H. KERANGKA KONSEP

Variabel bebas Variabel tergantung

Karakteristik Ibu

- Umur- Pendidikan- Pekerjaan- Penghasilan

Pengetahuan Tentang DBD

Perilaku PSN-DBD

Page 24: Proposal Penelitian

24

I. HIPOTESIS PENELITIAN

H1 : Terdapat hubungan antara karakteristik dan pengetahuan ibu dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Kelurahan Kotabaru Kota Bekasi.

H0 : Tidak ada hubungan antara karakteristik dan pengetahuan ibu dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk DBD di Kelurahan Kotabaru Kota Bekasi.

Page 25: Proposal Penelitian

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus-Oktober 2014 di Kelurahan

Kotabaru Kota Bekasi.

B. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dan

rancangan penelitian yang digunakan yakni cross sectional. Peneliti mencari

hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung

(efek) dengan melakukan pengukuran sesaat.20

C. VARIABEL PENELITIAN

C.1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik dan tingkat

pengetahuan ibu di Kelurahan Kotabaru Kota Bekasi Tahun 2014.

C.2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku

pemberantasan sarang nyamuk DBD oleh ibu di Kelurahan Kotabaru Kota

Bekasi.

Page 26: Proposal Penelitian

26

D. DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Definisi operasional penelitian

No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Kategori Skala

Ukur

1 Umur Lama waktu hidup

atau ada sejak

dilahirkan

Kuesioner 1. 18 – 30 tahun

(dewasa muda)

2. 31 - 55 tahun

(dewasa tengah)

3. > 55 tahun

(dewasa akhir)

Nominal

2 Tingkat

Pendidikan

Ijazah pendidikan

formal tertinggi

yang dicapai

Kuesioner 1. Pendidikan ren-

dah (tidak seko-

lah, SD)

2. Pendidikan me-

nengah (SMP,

SMA)

Ordinal

No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Kategori Skala

Ukur

3. Pendidikan Tinggi

(Perguruan

Tinggi)

3 Status

Pekerjaan

Keterangan

pekerjaan yang

dilakukan

responden

Kuesioner 1. Tidak bekerja

2. Bekerja

Nominal

4 Pendapatan

Keluarga

Jumlah keseluruhan

penghasilan dari

pekerjaan

Kuesioner 1. Di bawah UMP (<

Rp 1.060.000)

2. Di atas UMP (≥

Rp 1.060.000)

Ordinal

5 Pengetahuan Tingkat pemaham-

an responden ten-

tang DBD.

Kuesioner 1. Kurang (jika skor

total nilai kuesio-

ner pengetahuan

Ordinal

Page 27: Proposal Penelitian

27

<56%)

2. Cukup (jika skor

total nilai kuesio-

ner pengetahuan

56% - 75%)

3. Baik (jika skor

total nilai kuesio-

ner pengetahuan

≥76%)

Page 28: Proposal Penelitian

28

No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Kategori Skala

Ukur

6 Perilaku

Pemberanta-

san Sarang

Nyamuk

Kegiatan membe-

rantas telur, jentik,

dan kepompong

nyamuk penular

DBD di tempat-

tempat perkem-

bangbiakannya

Kuesioner 1. Kurang (jika skor

total nilai kuesio-

ner perilaku

<75%)

2. Baik (jika skor

total nilai kuesio-

ner perilaku

≥75%)

Ordinal

7 Keberadaan

Jentik

Ada tidaknya jentik

di rumah dan

sekitarnya

Observasi 1. Tidak terdapat

jentik

2. Terdapat jentik

Nominal

E. SUBJEK PENELITIAN

E.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang merupakan warga di

Kelurahan Kotabaru Kota Bekasi. Populasi target pada penelitian ini yakni

ibu di Kecamatan Bekasi Utara. Populasi terjangkau pada penelitian ini yakni

ibu di Kelurahan Kotabaru Kota Bekasi yang memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria ekslusi serta cara pengambilan sampel.

E.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu di Kelurahan Kotabaru Kota

Bekasi yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi dan juga sesuai

dengan cara pengambilan sampel serta mengisi kuesioner secara lengkap.

E.2.a. Besar Sampel

Menurut Hidayat tahun 2010, rumus ukuran sampel untuk menaksir

proporsi sebuah populasi sebagai berikut :

n=N . Z1−∝/2

2 . p . q(N−1)d2+Z1−∝/2

2 . p . q

Page 29: Proposal Penelitian

29

Keterangan :

n = Besar sampel minimum

Z1-α/2 = Nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu

(misalnya Z = 1,96 untuk α = 0,05)

P = Harga proporsi di populasi, jika tidak diketahui maka p=0,5,

d = Kesalahan (absolute) yang dapat ditolerir, pada penelitian ini dipakai d =

0,1

N = Jumlah populasi

Jumlah populasi dihitung berdasarkan jumlah kepala keluarga yang ada di

Kelurahan Harapan Jaya Kecamatan Bekasi Utara

Perhitungan sampel :

n=10.664 . (1,96 )2 .0,5 .0,5

(10.664−1 ) . (0,1 )2+ (1,96 )2 .0,5 .0,5

n= 10241,70106.63+0,9604❑

n=10241,701 07,6

n=95,183 ≈ 96 orang

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan jumlah ibu rumah

tangga di Kelurahan Harapan Jaya Kecamatan Bekasi Utara yang menjadi

sampel sebanyak 96 orang.

E.2.b. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode

probability sampling dengan menggunakan teknik pengambilan sampel

secara kelompok atau gugus (cluster sampling). Cluster sampling adalah

proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi

yang heterogen, sangat luas, dan terjadi secara alamiah, misalnya berdasarkan

wilayah (kodya, kecamatan, kelurahan, RT, RW, dst).

Page 30: Proposal Penelitian

30

F. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

F.1. Kriteria Inklusi

1) Ibu yang bertempat tinggal di Kelurahan Kotabaru Kot Bekasi.

2) Ibu yang berada di rumah saat kuesioner diberikan.

F.2. Kriteria Eksklusi

1) Responden yang tidak bersedia mengisi kuesioner maupun yang

mengisi kuesioner secara tidak lengkap.

2) ` Responden yang tidak mampu berkomunikasi

G. ALUR PENELITIAN

1. Peneliti melakukan studi pendahuluan ke Dinas Kesehatan Kota Bekasi

untuk mencari tahu jumlah kejadian DBD setahun terakhir di Kota

Bekasi.

2. Peneliti datang ke Kantor Kelurahan Kotabaru mencari data jumlah

penduduk dan kepala keluarga per RT/RW. Peneliti meminta izin ke

kelurahan untuk melakukan penelitian yaitu pengumpulan data berupa

kuesioner dan wawancara kepada masyarakat tiap RT/RW yang ada di

kelurahan Kotabaru tersebut.

3. Setelah selesai dilakukan penelitian, peneliti merekap hasil kuesioner,

wawancara, dan observasi untuk selanjutnya dilakukan analisis data,

pembuatan laporan dan selanjutnya pelaporan penelitian.

H. PENGOLAHAN DATA

1. Pengolahan Data

Setelah data yang didapatkan melalui kuesioner terkumpul, selanjutnnya

dengan bantuan fasilitas komputer data tersebut diolah melalui tahapan-tahapan

sebagai berikut :

Page 31: Proposal Penelitian

31

a. Editing

Mengecek kembali kuesioner yang telah dikumpulkan dengan meneliti

jawaban kuesioner yang diisi oleh responden, apakah data yang terkumpul

lengkap, jelas, konsisten dan keseragaman satuan data dapat dibaca. Jika

kuesioner yang terkumpul tidak memenuhi syarat seperti kelengkapan

pengisian atau kewajaran pengisian, maka kuesioner tersebut disisihkan dan

kemudian diklasifikasikan kembali ke lapangan.

b. Coding

Coding adalah kegiatan mengklasifikasikan data dan memberi kode untuk

masing-masing kelas secara mutually exclusive (pengukuran tidak tumpang

tindih) dan exhausive (pengukuran harus meliputi seluruh kemungkinan

ukuran) sesuai dengan tujuan dikumpulkan data.

c. Scoring

Scoring dilakukan dengan menetapkan skor (nilai) pada

setiap pertanyaan atas pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner dan pada saat

pengkategorian setiap variabel.

d. Entry Data

Pada tahap ini setelah dilakukan pengkodean dan skoring maka data

yang telah dimasukkan ke dalam komputer dengan menggunakan program

komputer.

e. Cleaning data

Dilakukan untuk memastikan bahwa semua data sudah entry dan tidak

Page 32: Proposal Penelitian

32

ada kesalahan dalam memasukkan data tersebut siap untuk dianalisis.

I. ANALISIS DATA

Setelah data didapat dari hasil pengisian kuesioner oleh responden diolah

dengan menggunakan fasilitas komputer selanjutnya dianalisis

menggunakan uji chi-square yang bertujuan untuk mempelajari hubungan

antara 2 variabel yaitu : variabel independen dengan variabel dependen. Uji

statistik yang digunakan adalah uji chi-square. Uji ini digunakan untuk

melihat adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen.

Apabila p-value ≤ 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna (Ho

ditolak). Sedangkan apabila p-value ≥ 0,05 berarti tidak terdapat hubungan

(Ho diterima) (Hastono, 2001).

J. ETIKA PENELITIAN

Sebelum pengambilan data dimulai, dilakukan informed consent

kepada subjek penelitian. Seluruh data pribadi subjek penelitian yang didapat

akan dijamin kerahasiaannya.

Page 33: Proposal Penelitian

33

DAFTAR PUSTAKA

1. World Helath Organization (WHO), 2010, Dengue Strategic Plan, Tersedia

di: http://www.wpro.who.int/mvp/Dengue_Strategic_Plan.pdf?ua=1, (25

Agustus 2014).

2. Widoyono, 2008, Penyakit tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan

Pemberantasannya, Safitri, A., Astikawati, R., (ed), Erlangga, Jakarta.

3. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, 2010, Demam Berdarah Dengue,

Buletin Jendela Epidemiologi, 2:2, Tersedia di: http://www.depkes.go.id/

downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf, (24 Agustus 2014).

4. Departemen Kesehatan (Depkes) RI, 2014, Data dan Informasi Profil

Kesehatan Indonesia Tahun 2013, Diunduh dari:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-

indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf, (21 Agustus 2014)

5. Dinas Kesehatan Kota Bekasi, 2014, Profil Kesehatan Kota Bekasi.

6. Santhi, H., 2005, Pengaruh Karakterisktik Individu terhadap Perilaku Ibu

dalam Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2005,

Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Medan,

(Skripsi), Tersedia di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31999

7. Marni, dan Lerik, MD., 2008, Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap

dengan Praktik Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk

Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) di Kelurahan Oebufu Kecamatan

Oebobo Kota Kupang tahun 2008, Media Kesehatan Masyarakat, 03(01):35-

Page 34: Proposal Penelitian

34

44, Tersedia di: http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?

act=tampil&id= 65652&idc=45

8. Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., Pohan, HT., 2010, Demam Berdarah

Dengue. Di dalam: Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.,

Setiati, S., (ed), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed ke-5, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta

9. Departemen Kesehatan (Depkes) RI, 2004, Buletin Harian (Newsletter) Tim

Penanggulangan DBD Departemen Kesehatan RI, Diunduh dari:

http://www.depkes.go.id/downloads/Bulletin%20Harian%2010032004.pdf

10. World Health Organization (WHO), 2009, Dengue: Guidelines for Diagnosis,

Treatment, Prevention, and Control, Tersedia di: http://www.who.int/rpc/

guidelines/9789241547871/en/

11. Sudjana, P., 2010, Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah Dengue

Dewasa, Buletin Jendela Epidemiologi, 2:21-25. Tersedia di:

http://www.depkes.go.id/ downloads/publikasi/buletin/BULETIN

%20DBD.pdf

12. Sukowati, S., 2010, Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue dan

Pengendaliannya di Indonesia, Buletin Jendela Epidemiologi, 2:26-30.

Tersedia di: http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/

BULETIN%20DBD.pdf

13. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2006, Kajian

Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular (Studi Kasus DBD),

Tersedia di: http://kgm.bappenas.go.id/document/makalah/18_makalah.pdf

Page 35: Proposal Penelitian

35

14. McGuigan, K., 2012, The Role of Mothers in Family Health, Massey

University, Albany New Zealand, (Thesis), Tersedia di:

http://muir.massey.ac.nz/ handle/10179/3690

15. Adler, NE., dan Newman, K., 2002, Socioeconomic Disparities In Health:

Pathways And Policies, Health Affairs, vol. 21, no. 2, pp. 61-62, Tersedia di:

http://content.healthaffairs.org/content/21/2/60.full.pdf+html

16. Nasution, A., 2005, Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Perilaku Ibu

dalam Kaitannya dengan Penyakit Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Sentosa Baru Kota Medan Tahun 2005, Universitas Sumatera

Utara, Medan, (Skripsi), Tersedia di: http://repository.usu.ac.id/handle/

123456789/31999

17. Wawan, A. dan Dewi, M., 2010, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia,

Nuha Medika, Yogyakarta.

18. Notoatmodjo, S., 2010a, Ilmu Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

19. Maulana, H., 2009, Promosi Kesehatan, EGC, Jakarta.

20. Ghazali, MV., et al, 2010, Studi cross-sectional. Di dalam: Sastroasmoro, S.,

Ismael, S., Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Ed ke-3, Sagung Seto,

Jakarta.

Page 36: Proposal Penelitian

36

Lampiran I

LEMBAR PERSETUJUAN

Disetujui untuk diajukan sebagai proposal skripsi pada Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Jakarta.

Hari : Selasa

Tanggal : 02 Oktober 2014

Menyetujui,

Pembimbing Utama

dr. Pitut Aprilia Savitri, MKK