proposal penelitian

36
1 I. Judul Penelitian : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Turikale Kabupaten Maros II. Ruang Lingkup Penelitian : A. Ruang lingkup materi Materi pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat. B. Ruang lingkup responden Responden pada penelitian ini adalah penderita TB Paru Baru di wilayah Puskesmas Turikale Tahun 2014 C. Ruang Lingkup Tempat Tempat penelitian ini dilakukan di rumah penderita TB Paru Baru di Puskesmas Turikale D. Ruang Lingkup Data Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data Puskesmas Turikale dari bulan Januari Desember 2014. III. Pendahuluan A. Latar Belakang Tuberculosis (TB) paru masih menjadi masalah utama dari beberapa masalah kesehatan di dunia. World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian tertinggi kedua dari jenis penyakit menular di seluruh dunia, setelah

Upload: farah

Post on 05-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TB PARU

TRANSCRIPT

1

I. Judul Penelitian :

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Upaya Pencegahan Penularan

Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Turikale

Kabupaten Maros

II. Ruang Lingkup Penelitian :

A. Ruang lingkup materi

Materi pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat.

B. Ruang lingkup responden

Responden pada penelitian ini adalah penderita TB Paru Baru di wilayah

Puskesmas Turikale Tahun 2014

C. Ruang Lingkup Tempat

Tempat penelitian ini dilakukan di rumah penderita TB Paru Baru di

Puskesmas Turikale

D. Ruang Lingkup Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data Puskesmas Turikale

dari bulan Januari – Desember 2014.

III. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Tuberculosis (TB) paru masih menjadi masalah utama dari

beberapa masalah kesehatan di dunia. World Health Organization (WHO)

mengemukakan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian

tertinggi kedua dari jenis penyakit menular di seluruh dunia, setelah

2

penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Secara global

pada tahun 2011, ditemukan hampir 9 juta kasus TB baru dengan 1,4 juta

yang mengalami kematian. Insiden kasus TB 8,7 juta atau setara dengan

125 kasus per 100.000 penduduk di dunia dan 59% diantaranya terjadi di

Asia (Depkes RI, 2007) .

Indonesia menempati posisi keempat negara dengan kasus TB

terbanyak. Total seluruh kasus TB di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak

331.424 kasus, yang terdiri dari 202.319 adalah kasus TB baru Basil Tahan

Asam (BTA) positif, 104.866 kasus TB BTA negatif, 15.697 kasus TB

Extra Paru, 5.942 kasus TB Kambuh, dan 2.600 kasus pengobatan ulang

diluar kasus kambuh (World Health Organization, 2013). Keseluruhan

kasus TB yang terjadi di Indonesia ternyata 1,5 kali lebih banyak dialami

oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Depkes RI, 2010).

Total estimasi insidens (kasus Baru) TB di Indonesia yang dilapor

kan oleh WHO dalam Global report 2011 adalah 450.000 pertahun

sedangkan prevalensinya sekitar 690.000 pertahun. Sejak tahun 2010

WHO tidak lagi menyebutkan ranking negara, tetapi Indonesia memang

masih termasuk 10 besar negara TB dengan beban permasalahan TB

terbesar. Sebetulnya insidens sudah menunjukkan kecenderungan

penurunan walaupun masih sangat lambat. Sepertiga dari populasi dunia

sudah tertular dengan tuberkulosis paru dimana sebagian besar penderita

3

tuberkulosis paru adalah usia produktif yakni usia 15 - 55 tahun.

(Widiarini, 2013)

Di Sulawesi Selatan sendiri kasus tuberkulosis paru masih tinggi.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi-Selatan pada tahun

2011 penderita penyakit menular ini mencapai 8.939 kasus. Angka ini

meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya 7.783 kasus.

( Dinkes Sulsel.2012).

Jumlah penderita TB Paru Klinis di Kabupaten Maros pada tahun

2011 yang berobat ke puskesmas adalah 40 orang. Jumlah TB Paru BTA

(+) sebanyak 240 orang.Kasus TB Paru di Kabupaten Maros terbanyak

adalah di wilayah kerja Puskesmas Turikale sebanyak 67 penderita. Data

hasil kegiatan program P2 TB Kabupaten Maros dari tahun 2007 s/d 2011

menunjukkan peningkatan jumlah BTA (+) setiap tahun yakni 176 kasus

pada tahun 2007, 209 kasus pada tahun 2008, 213 kasus pada tahun 2009,

217 kasus pada tahun 2010, dan 240 kasus pada tahun 2011. Sementara itu

jumlah pasien yang berobat sampai dinyatakan sembuh fluktuatif setiap

tahun. Dari tahun 2007 s/d tahun 2010 terjadi penurunan jumlah pasien

sembuh. Pada tahun 2007, 83 % dari penderita dinyatakan sembuh,

menurun menjadi 33 % pada tahun 2008, 28 % pada tahun 2009, 23 %

pada tahun 2010 kemudian meningkat menjadi 82 % pada tahun 2011

(Dinkes Maros, 2012).

4

Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut tuberculosis paru (TB

Paru) merupakan penyakit menular yang menyebar melalui batuk dan

dahak. Penyakit TB paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis.

Sumber penularan berasal dari pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan

basil tahan asam (BTA) positif pada saat batuk dan bersin. Penyebarkan

kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei), sekali batuk

menghasilkan 3000 percikan dahak. Kuman yang menyebar diudara

kemudian terhirup ke dalam paru orang sehat sehingga dapat terkena

infeksi (Media,2011)

Penularan biasa terjadi dalam ruangan dimana bakteri

mycobacterium tuberculosis dapat bertahan beberapa jam di suhu ruangan

dan bertahan selama 3 – 6 bulan ditempat yang gelap dan lembab. Ventilasi

dapat mengurangi jumlah kuman, sedangkan sinar matahari langsung dapat

membunuh kuman.2 Risiko tertular berhubungan erat dengan lama dan

kualitas tingkat pajanan kuman TB paru. Pasien TB paru BTA positif

memiliki risiko menularkan daripada pasien TB paru BTA negatif kepada

orang terdekat.2 Setiap satu BTA positif dapat menularkan 10 – 15 orang

lainnya. Risiko penularan TB paru di Indonesia antara 1 – 3% per 1000

penduduk setiap tahunnya. Sehingga dari 100 penduduk terdapat 1- 3 orang

terinfeksi TB paru BTA positif (Astuti dan Arianto,2010)

Faktor yang paling mempengaruhi TB paru adalah daya tahan tubuh

yang rendah dan gizi yang buruk. Faktor risiko adalah semua variabel yang

5

berperan munculnya suatu kejadian penyakit. Selain daya tahan tubuh,

faktor lingkungan dan kependudukan juga dapat mempengaruhi terjadinya

TB Paru (Fahreza,dkk,2012).

Dalam strategi Directly Observed Treatment Shortcourse

Chemotherapy (DOTS) fokus utama strategi ini adalah penemuan dan

penyembuhan pasien TB tipe yang menular seperti TB paru. Dengan

strategi ini diharapkan dapat menurunkan insidens TB di masyarakat.

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam

upaya pencegahan penularan TB. Namun selain dengan strategi DOTS

untuk mencegah penularan TB paru juga harus memperhatikan faktor –

faktor lain yang mempengaruhi terjadinya faktor risiko TB paru seperti :

faktor lingkungan (kepadatan, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan,

kelembapan, ketinggian) dan kependudukanseperti jenis kelamin, umur,

status gizi, dan kondisi sosial ekonomi (Widiarini, 2013)

Faktor perilaku juga dapat mempengaruhi terjadinya penularan

dilihat dari proses penularan TB paru yang melalui udara pada saat batuk,

bersin, atau bicara. Beberapa perilaku yang sering diabaikan oleh pasien

adalah pentingnya menggunakan masker mulut, membiasakan menutup

mulut saat batuk dan tidak meludah disembarangan tempat.1 Hal itu perlu

diterapkan oleh pasien TB paru agar tidak terjadi penularan kontak. Selain

itu penangangan di lingkungan keluarga yang tidak tepat menyebabkan

6

masih tingginya penularan penyakit TB paru dilingkungan keluarga

(Manalu,2010)

Masih tingginya kasus TB paru menyebabkan semakin

meningkatnya risiko penularan TB paru secara luas. Oleh karena itu

didalam menangani pasien TB paru jika ditemukan pasien dengan hasil

BTA positif maka dalam satu keluarga atau semua kontak pasien dan yang

serumah dengan pasien TB paru harus melakukan pemeriksaan dahak

mikroskopis untuk melihat adakah terjadinya penularan TB paru didalam

lingkungan rumah. Terjadinya penularan pada keluarga pasien tergantung

pada beberapa faktor. Maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian

tentang faktor yang berhubungan dengan pencegahan penularan TB paru

dalam keluarga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: faktor apa saja yang

berhubungan dengan upaya pencegahan penularan tuberkulosis paru pada

keluarga di wilayah kerja Puskesmas Turikale Kabupten Maros.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan upaya

pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Wilayah Kerja

Puskesmas Turikale Kabupten Maros.

7

Tujuan Khusus

1. Menganalisis hubungan antara pengetahuan pasien tentang TB paru

dengan penularan TB paru dalam keluarga.

2. Menganalisis hubungan antara pengetahuan kontak pasien tentang TB

paru dengan penularan TB paru dalam keluarga.

3. Menganalisis hubungan antara sikap pasien tentang TB paru dengan

penularan TB paru dalam keluarga.

4. Menganalisis hubungan antara sikap kontak pasien tentang TB paru

dengan penularan TB paru dalam keluarga.

5. Menganalisis hubungan antara perilaku pasien tentang cara mencegah

penularan TB paru dalam keluarga dengan penularan TB paru dalam

keluarga.

6. Menganalisis hubungan antara perilaku kontak pasien tentang cara

mencegah tertular TB paru dalam keluarga dengan penularan TB paru

dalam keluarga.

7. Menganalisis hubungan antara kejadian penularan TB paru dalam

keluarga dari pasien kepada kontak pasien di Puskesmas Turikale

Kabupaten Maros

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Maros untuk

memberi penyuluhan tentang penularan dan penanggulangan

Tuberkulosis paru, khususnya bagian P2M.

8

2. Penelitian ini memberikan informasi kepada seluruh Petugas

Kesehatan tentang pencegahan penularan Tuberkulosis paru.

3. Penelitian ini bermanfaat bagi Penderita TB Paru Positif dalam upaya

tindakan pencegahan penularan Tuberkulosis paru.

4. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menambah wawasan dan

menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.

IV. Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan tentang Masalah Penelitian

1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB Paru (Mycobacterium TB Paru). Sebagian

besar kuman TB Paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai

organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat

khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu

disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat

mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh

kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun

(Depkes RI, 2008).

2. Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting di dunia ini. Pada tahun 1993 World Health Organization

9

(WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency.

Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus

baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA

(Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus

TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia,

namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per

100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia

Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk (Depkes RI,2007)

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari

dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan

bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara

yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000

penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per

100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi

mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul

(Widiarni,2013)

Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta

penderita baru TB Paru dengan kematian 3 juta orang (WHO,

Treatment of TB Paru, Guidelines for National Programmes, 1997). Di

negara-negara berkembang kematian TB Paru merupakan 25% dari

seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95%

10

penderita TB Paru berada di negara berkembang, 75% penderita TB

Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Depkes RI,

2007).

Penelitian Heryanto ,dkk (2001) di Kabupaten Bandung

menemukan Karakteristik kasus kematian penderita TB paru hampir

tersebar pada semua kelompok umur, paling banyak pada kelompok

usia 20-49 tahun (58,3%) yang merupakan usia produktif dan usia

angkatan kerja. Proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki (54,5%). dan

perempuan (45,5%). Sebagian besar tidak bekerja (34,9%) dan

berpendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD)

sebesar 62,9% .

3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis

Kuman, Mycobacterium tuberculosis sebagai kuman penyebab

Tuberkulosis Para ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada

tahun 1882, adalah suatu basil yang bersifat tahan asam pada

pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang bersifat aerob,

panjangnya 1 - 4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron.

Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37°C yang memang

kebetulan sesuai dengan tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup

berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan

lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung (sinar

11

ultraviolet), dalam jaringan tubuh kuman ini bersifat dormant (tertidur

lama) selama beberapa tahun dan dapat kembali aktif jika mekanisme

pertahanan tubuh lemah (Alsagaff, 2005).

Kuman TB Paru bersifat aerob dan lambat tumbuh (Holt,

1994). Suhu optimum pertumbuhannya 37-38oC. Kuman TB Paru

cepat mati pada paparan sinar matahari langsung tapi dapat bertahan

beberapa jam pada tempat yang gelap dan lembab serta dapat bertahan

hidup 8-10 hari pada sputum kering yang melekat pada debu (Depkes

RI, 2007).

Sumber infeksi yang terpenting adalah dahak penderita TB

Paru Positif. Penularan terjadi melalui percikan dahak (droplet

Infection) saat penderita batuk, berbicara atau meludah (Crotton, 1998).

Kuman TB Paru dari percikan tersebut melayang di udara, jika terhirup

oleh orang lain akan masuk kedalam sistem respirasi dan selanjutnya

dapat menyebabkan penyakit pada penderita yang menghirupnya.

Dengan demikian penyakit ini sangat erat kaitanya dengan lingkungan.

Penyakit TB Paru dapat terjadi akibat dari komponen

lingkungan yang tidak seimbang (pencemaran udara). Masalah

pencemaran udara di permukaan bumi sudah ada sejak zaman

pembentukan bumi itu sendiri. Namun dampak bagi kesehatan

manusia, tentu dimulai sejak manusia pertama itu terbentuk. Udara

adalah salah satu media transmisi penularan TB Paru dimana manusia

12

memerlukan oksigen untuk kehidupan. Jadi jika seorang penderita TB

Paru positif membuang dahak di sembarang tempat, maka kuman TB

dalam jumlah besar berada di udara ( Achmadi, 2011).

Kuman TB Paru dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh dan

lebih memilih bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru

merupakan tempat predileksi utama kuman TB Paru. Gambaran TB

Paru pada paru yang dapat di jumpai adalah kavitasi, fibrosis,

pneumonia progresif dan TB Paru endobronkhial. Sedangkan bagian

tubuh ekstra paru yang sering terkena TB Paru adalah pleura, kelenjar

getah bening, susunan saraf pusat, abdomen dan tulang

(Depkes,RI,2007).

Kemungkinan suatu infeksi berkembang menjadi penyakit,

tergantung pada konsentrasi kuman yang terhirup dan daya tahan

tubuh Sumber penularan adalah pasien TB Paru BTA positif. Pada

waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan

terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu

yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara

sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab(Depkes RI, 2007).

13

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya

kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan

hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang

memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan

percikan dahak (Manalu,2010).

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan

risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10

(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI

di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan

perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

4. Diagnosa TBC (Tuberkulosis) Paru

Diagnosa penyakit TBC Paru dapat dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Penemuan basil tahan asam (BTA) merupakan suatu alat

penentu yang arnat penting dalam diagnosis Tuberkulosis Paru.

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan

ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

14

Hasil pemeriksaan dinyatakan apabila sedikitnya dua dari tiga

spesimen hasilnya positif (Depkes RI, 2007).

Tujuan pemeriksaan dahak adalah untuk menegakkan

diagnosis dan menentukan klasifikasi/tipe penyakit, menilai

kemajuan pengobatan dan untuk menentukan tingkat penularan.

Pemeriksaan dilakukan pada penderita Tuberkulosis Paru dan

suspek Tuberkulosis. Pengambilan spesimen dahak yaitu : (Depkes

RI, 2007)

1) S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek datang

berkunjung pertarma kali. Pada saat pulang, suspek membawa

sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari kedua.

2) P (Pagi) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua,

segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri

kepada petugas di UPK (Unit Pelayanan Kesehatan).

3) S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat

menyerahkan dahak pagi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, Tuberkulosis Paru dibagi:

1) Tuberkulosis Paru BTA Positif

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA Positif.

15

b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif dan foto

rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

Negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran

tuberkulosis aktif ditentukan oleh dokter, selanjutnya dibagi

menjadi bentuk berat dan ringan tergantung pada gambaran

luas kerusakan paru pada foto rontgen dan melihat kepada

keadaan penderita yang buruk. Penentuan klasifikasi penyakit

dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan

OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

b. Pemeriksaan Foto Toraks

Tidak dibenarkan mendiagnosa penyakit TB Paru hanya

dengan berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu

memberikan gambaran yang khas pada TB Paru. Indikasi

pemeriksaan foto toraks adalah sebagai berikut :

1) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2) Mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan

penanganan khusus (Dinkes Sulsel,2012).

5. Gejala TBC (Tuberkulosis) Paru

Gambaran klinik Tuberkulosis paru oleh Faisal, 1992 digambarkan

sebagai berikut :

16

a. Batuk

Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu

atau, lebih. Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah

melibatkan bronkus dan terjadi iritasi. Akibat adanya peradangan

pada bronkus, batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk

membuang produk-produk ekskresi peradangan.

b. Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah

sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau

kuning hijau sampai purulen dan kemudian dapat bercampur

dengan darah.

c. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis

atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah

segar dalam jumlah yang sangat banyak. Kehilangan darah yang

banyak kadang akan mengakibatkan kematian yang cepat.

d. Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan

kerusakan paru yang cukup luas atau pengumpulan cairan di

rongga pleura sebagai komplikasi tuberkulosis paru.

e. Nyeri Dada

17

Nyeri kadang berupa, nyeri menetap yang ringan. Kadang-

kadang lebih sakit sewaktu menarik nafas dalam. Bisa juga

disebabkan regangan otot karena batuk.

6. Tipe Penderita TBC (Tuberculosis) Paru

Menurut Depkes RI tahun 2007, tipe penderita ditentukan berdasarkan

riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT

atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis

harian).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh,

kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak

BTA positif

c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di

suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten

tersebut. Penderita pindahan tersebut harus membawa Surat

rujukan/pindah (Form TB. 09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

18

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1

bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali

berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif

e. Lain-lain

1) Gagal ; adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif

atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan

sebelum akhir pengobatan) atau lebih.

2) Kasus Kroni ; adalah penderita dengan hasil pemeriksaan

masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2

7. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis.

a. Infeksi Primer

Tuberkulosis paru primer adalah peradangan paru yang

disebabkan oleh basil tuberkulosis pada tubuh penderita yang

belum pemah mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap basil

tersebut. Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan

kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,

sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus

dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana

(Depkes RI, 2007)

Kelanjutan dari infeksi primer tergantung dari banyaknya

kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh

19

(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh

tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis.

Meskipun demikian, ada beberapa, kuman akan menetap sebagai

kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan

tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,

akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi

penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang

diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan

sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2007).

b. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah

beberapa bulan atau tahun sesudah tuberkulosis primer. Infeksi

dapat berasal dari luar (eksogen) yaitu infeksi ulang pada tubuh

yang pernah menderita tuberkulosis, infeksi dari dalam (endogeny

yaitu infeksi berasal dari basil yang sudah ada dalam tubuh,

merupakan proses lama yang pada mulanya, tenang dan oleh suatu

keadaan menjadi aktif kembali, misalnya karena daya, tahan tubuh

yang menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk

(Depkes RI, 2007).

8. Faktor Determinan Penyakit Tuberkulosis

a. Host

20

1) Umur Sebagian besar masuknya TB pada anak tidak

menimbulkan penyakit tetapi tetap tinggal dalam paru sampai

anak menjadi dewasa. Pada negara berkembang cenderung

terjadi pada kelompok umur produktif (15-50 tahun), hal ini

disebabkan karena orang pada usia produktif mempunyai

mobilitas yang tinggi sehingga untuk terpapar kuman

Tuberkulosis lebih besar (Crofton, 2002).

2) Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-

laki lebih cenderung terkena TB Paru dibandingkan perempuan.

Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi,

selain itu adanya kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol

dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena TB

Paru (Crofton, 2002).

3) Nutrisi dan Sosial Ekonomi Keadaan malnutrisi akan

mempermudah terjadinya penyakit TB Paru Keadaan ini

merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin,

baik pada orang dewasa maupun anak-anak (Crofton, 2002).

4) Faktor Toksik Kebiasaan merokok dan minum alkohol dapat

menurunkan sistem pertahanan tubuh, selain itu obat-obatan

kortikosteroid dan imunosupresan juga dapat menurunkan

kekebalan tubuh (Crofton, 2002).

21

5) Penyakit lain Pada beberapa negara, infeksi HIV/AIDS Sering

ditemukan bersamaan dengan penyakit Tuberkulosis. Hal ini

disebabkan karena rusaknya sistem pertahanan tubuh (Crofton,

2002).

b. Agent

Tuberkulosis Paru disebabkan oleh basil mycobacterium

tuberculosis. Untuk dapat mempengaruhi seseorang menjadi sakit

tergantung dari :

1) Jumlah basil sebagai penyebab infeksi yang mencukupi

2) Virulensi yang tinggi dari basil Tuberkulosis.

c. Lingkungan

Lingkungan yang buruk, misalnya pemukiman yang padat dan

kumuh, rumah yang lembab, gelap dan kamar tanpa ventilasi serta

Lingkungan kerja yang jelek akan mempermudah penularan infeksi

TB Paru.

9. Pengobatan Tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk

menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah

kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Adapun jenis dan

Dosis OAT adalah sebagai berikut:

a. Isoniasid (H) Dikenal dengan INH, bersifat baktearisid, dapat

membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama

pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan

22

metabolic akti, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian

yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan

intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

b. Rifampisin (R) Bersifat baktearisid, dapat membunuh kuman semi

dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis

10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun

intermitten 3 kali seminggu.

c. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakteriasid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg

BB sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu

digunakan dosis yang sama Penderitaberumur sampai 60 tahun

dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih

diberikan 0,50 gr/hari.

d. Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan

25 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali

seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB. Obat TBC diberikan

dalam bentuk kombinasi dari bebrapa jenis, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk

kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis

tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat

perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat

23

(jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan

berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin

kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan

dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed

Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap

intensif dan lanjutan. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat

obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya

kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila

pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA

negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada tahap

lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama (Depkes RI, 2000).

B. Tinjauan Tentang Veriabel yang Diteliti

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.24

Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengetahuan

adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan sesuatu hal.26

24

Pengetahuan tentang kesehataan mencakup apa yang diketahui oleh

seseorang terhadap cara – cara memelihara kesehatan seperti :

a. Pengetahuan penyakit menular dan penyakit tidak menular

b. Pengetahuan tentang faktor yang terkait dan mempengaruhi

kesehatan

c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan.

Tingkat pengetahuan kesehatan dapat mempengaruhi seseorang

dalam memeliharah kesehatannya dari penyakit.25 hal tersebut terbukti

dari hasil penelitian yang dilakukan di puskesmas bendosari

menyatakan, ada hubungan yang sangat kuat antara pengetahuan dan

pencegahan penularan TB paru. Pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan

tentang TB paru yang rendah berisiko 23,021 kali lebih besar

mempengaruhi terjadinya TB paru dan kegagalan pengobatan TB paru.

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsir terlebih dahulu dari

perilaku tertutup. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

belum merupakan presdiposisi tindakan suatu perilaku. Sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan

25

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap terhadap

kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal – hal

yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan. Pemegang peranan

terbesar dalam penentuan sikap adalah pengetahuan, pikiran,

keyakinan, dan emosi. Pengetahuan akan membuat pasien TB paru

untuk mencegah penularan dilingkungan keluarganya. Komponen

emosi dan keyakinan ikut serta mempengaruhi pasien untuk

memproteksi diri untuk mencegah penularan di keluarganya.

3. Perilaku

Dalam kamus besar bahasa Indonesia perilaku merupakan

tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

lingkungan.26 Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus.25 Berkaitan dengan perilaku terpenting dalam

penularan TB paru adalah perilaku isolasi dahak, isolasi dahak adalah

tindakan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran kuman TB paru.

Perilaku pencegahan penyebaran TB paru meliputi :

a. Membuang dahak tidak sembarangan

b. Menutup hidung dan mulut saat batuk dan bersin

c. Menjaga jarak dalam berbicara

d. Mengupayakan kondisi rumah tidak lembab dan gelap.

26

Selain perilaku isolasi dahak tersebut, hal terpenting bagi

pasien adalah kesembuhan pasien TB dengan teratur minum obat ant

tuberkulosis.

V. Kerangka Konsep

A. Pola Pikir Variabel yang Diteliti

Sumber : Modifikasi Skinner,1938 dan Depkes,2011

Keterangan :

Variable yang diteliti

Variable yang tidak diteliti

Jumlah kuman TB paru

BTA + Faktor risiko lingkungan :

a. Ventilasi

b. Kepadatan hunian

c. Lantai rumah

d. Pencahayaan

e. Kelembapan rumah

Faktor perilaku kesehatan

a. Pengetahuan

b. Sikap

c. Perilaku (Tindakan

atau praktik)

Penularan TB

Paru Dalam

Keluarga

27

B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Definisi Operasional Pengetahuan

Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jawaban

responden mengenai pemahaman dalam keluarga tentang pencegahan

penularan TBC paru.

Kriteria Objektif, dengan skala ordinal:

a. Dikatakan baik bila jawaban benar 76-100%

b. Dikatakan cukup apabila jawaban benar 56-75%

c. Dikatakan kurang apabila jawaban benar <56%

2. Definisi Operasional Sikap

Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jawaban

responden berupa respon yang dilakukan keluarga terhadap pencegahan

penularan penyakit TBC paru

Kriteria Objektif, dengan skala ordinal:

a. Dikatakan positif bila jawaban benar ≥50%

b. Dikatakan negative bila jawaban benar < 50%

3. Definisi Operasional Tindakan

Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jawaban

responden mengenai perlakuan keluarga untuk melakukan pencegahan

penularan penyakit TBC paru di rumah

Kriteria Objektif, dengan skala ordinal:

a. Dikatakan baik bila jawaban benar 76-100%

28

b. Dikatakan cukup apabila jawaban benar 56-75%

c. Dikatakan kurang apabila jawaban benar <56%

4. Definisi Operasional Pencegahan Kejadian Penularan TB Paru

Pencegahan Kejadian Penularan TB paru yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah jawaban temuan peneliti mengenai kegiatan yang

merupakan usaha yang dilakukan keluarga untuk menghindari

tertularnya penyakit TBC paru ketika menunggui keluarganya yang

sedang dirawat

Kriteria Objektif, dengan skala ordinal:

a. Dikatakan baik bila jawaban benar 76-100%

b. Dikatakan cukup apabila jawaban benar 56-75%

c. Dikatakan kurang apabila jawaban benar <56%

C. Hipotesis Penelitian

Rumusan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan pengetahuan pasien tentang TB Paru dengan penularan

TB paru dalam keluarga di wilayah kerja Puskesmas Turikale

Kabupaten Maros

2. Ada hubungan pengetahuan kontak tentang tentang TB paru dengan

penularan TB paru dalam keluarga di wilayah kerja Puskesmas Turikale

Kabupaten Maros

3. Ada hubungan sikap pasien tentang TB Paru dengan penularan TB

dalam keluarga di wilayah kerja Puskesmas Turikale Kabupaten Maros

29

4. Ada hubungan sikap kontak tentang TB paru dengan penularan TB

dalam keluarga di kelurahan Bandarharjo

5. Ada hubungan perilaku pasien tentang cara mencegah penularan TB

paru dengan penularan TB dalam keluarga di wilayah kerja Puskesmas

Turikale Kabupaten Maros

6. Ada hubungan perilaku kontak tentang cara mencegah tertular TB paru

dengan penularan TB dalam keluarga di wilayah kerja Puskesmas

Turikale Kabupaten Maros

VI. METODE PENELITIAN

B. Jenis Penelitian

Dilihat dari cara pengumpulan dan pengolahan datanya maka

penelitian dan pembahasan ini merupakan penelitian dengan desain Cross

Sectional.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di semua rumah kontak penderita

TB Paru yang salah satu penghuninya terdaftar dan berobat ke Puskesmas

Turikale Kabupaten Maros.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Keseluruhan keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang

sakit / menderita Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas

Turikale Kabupaten Maros

30

2. Sampel dan Sampling

Teknik sampling menggunakan purposive sampling dan rumus

besar sampel populasi < 1000 (Nursalam,20003):

n = N

1 + N (d)2

Keterangan :

n : jumlah sample

N : jumlah populasi

d : tingkat signifikansi (p)

3. Kriteria Sample :

a. Kriteria Inklusif

1) Masing-masing satu orang anggota keluarganya di diagnosis TBC

2) Usia minimal 20 tahun

3) Pendidikan minimal SLTP

4) Bersedia menjadi responden penelitian

b. Kriteria Eksklusif

1) Tidak tinggal serumah dengan penderita

2) Tidak mengerti cara penularan TB paru

31

F. Pengumpulan Data

1. Instrumen

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri dari :

a. Data Demografi Reponden meliputi Umur dan Jenis Kelamin

responden

b. Kuisioner mengenai pengetahuan tentang TBC Paru berisi 10

pertanyaan yang terdiri dari 2 pilihan jawaban yaitu benar atau

salah dengan kriteria pemberian nilai 1 (satu) untuk jawaban benar

dan nilai 0 (nol) untuk jawaban salah. Untuk perhitungan objektif

diukur dengan menggunakan rumus:

P=F/N x 100%

Dimana P : Prosentasi

F : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab

benar (Arikunto, 1998)

Setelah prosentasi diketahui kemudian hasilnya

diinterprestasikan dengan Kriteria Baik : 76 % -100 %, Cukup

: 56 % - 75 %, Kurang : kurang dari 56 % (Arikunto, 1998).

c. Kuisioner mengenai sikap terhadap pencegahan penularan TB Paru.

Peneliti menggunakan skala Likert yang dikembangkan oleh

Ransis Likert untuk mengetahui tingkat loyalitas pelanggan IM3

32

dengan menentukan skor pada setiap pertanyaan. Skala likert

merupakan skala yang dipakai untuk mengukur sikap, pendapat,

dan persepsi seseorang/sekelompok orang tentang fenomena osial

(Sugiyono, 2001). Skala ini banyak digunakan karena mudah

dibuat, bebas memasukkan pernyataan yang relevan, realibilitas

yang tinggi dan aplikatif pada berbagai aplikasi.

Penelitian ini mengunakan sejumlah statementdengan skala

4 yang menunjukkan setuju atau tidak setuju terhadap statement

tersebut. Untuk jawaban pertanyaan positif

4 : Bila pilihan jawaban responden : sangat setuju

3 : Bila pilihan jawaban responden : setuju

2 : Bila pilihan jawaban responden : tidak setuju

1 : Bila pilihan jawaban responden : sangat tidak setuju

d. Kuisioner mengenai tindakan pencegahan TBC Paru berisi 10

pertanyaan yang terdiri dari 2 pilihan jawaban yaitu benar atau

salah dengan kriteria pemberian nilai 1 (satu) untuk jawaban benar

dan nilai 0 (nol) untuk jawaban salah. Untuk perhitungan objektif

diukur dengan menggunakan rumus: P=F/N x 100%

Dimana

P : Prosentasi

F : Jumlah jawaban yang benar

33

N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar

(Arikunto, 1998)

Setelah prosentasi diketahui kemudian hasilnya diinterprestasikan

dengan Kriteria Baik : 76 % -100 %, Cukup : 56 % - 75 %,

Kurang : kurang dari 56 % (Arikunto, 1998) .

e. Lembar Observasi pencegahan TBC Paru berisi 10 item penilaian

pertanyaan yang terdiri dari 2 pilihan penilaian yaitu Ya atau Tidak

dengan kriteria pemberian nilai 1 (satu) untuk jawaban benar dan

nilai 0 (nol) untuk jawaban salah. Untuk perhitungan objektif

diukur dengan menggunakan rumus: P=F/N x 100%

Dimana

P : Prosentasi

F : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar

(Arikunto, 1998)

Setelah prosentasi diketahui kemudian hasilnya

diinterprestasika dengan Kriteria Baik : 76 % -100 %, Cukup :

56 % - 75 %, Kurang : kurang dari 56 % (Arikunto, 1998) .

2. Prosedur Pengumpulan Data

Peneliti akan mendatangi keluarga yang sedang menunggui/

menjaga anggota keluarganya yang dirawat karena TBC Paru di ruang

perawatan penyakit dalam RSUD DR.Sam Ratulnagi Tondano. Setelah

34

diidentifikasi dan keluarga bersedia menjadi responden maka diberikan

kuesioner. Setelah responden mengisi kuesioner selanjutnya peneliti

melakukan pengamatan/ observasi terhadap kegiatan responden yang

berkaitan dengan pencegahan penyakit TB Paru.

E. Pengolahan Data

Setelah data lembaran observasi terkumpul, akan diperiksa kembali

untuk mengetahui kelengkapan isi,kemudian ditabulasi,dikelompokkan

berdasarkan variabel yang diteliti hasil yang ada diberi skor sesuai yang

sudah ditetapkan kemudian diberi kode ( koding ) . Setelah itu data akan

diinput dan akan diolah dengan software computer SPSS ( statistical product

and service solution ) versi 13.0 (Triton, 2006 )

F. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan tiap-tiap

variabel yaitu variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, status gizi,

kepadatan penghuni, status sosial-ekonomi, kebiasaan merokok, sumber

penular, pengetahuan penderita, sikap penderita, keteraturan minum

obat,dan dukungan keluarga, yang disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik untuk memberikan gambaran umum hasil penelitian tentang

beberapa faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan penularan

Tb paru pada keluarga di Puskesmas Turikale.

35

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Soekidjo,2005:102).

a. Analisis Chi Square Analisis dalam penelitian ini menggunakan

chi square yang digunakan pada data berskala nominal dan ordinal

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara 2 variabel bebas

dan variabel terikat. Penghitungan Confidence Interval (CI)

digunakan taraf kepercayaan 95% (Sugiyono, 2007:352).

b. Perhitungan Odds Ratio Untuk mengetahui besar faktor risiko

digunakan analisis OR dengan menggunakan tabel 2x2 sebagai

berikut:

Kasus Kasus Faktor Ya a c a+b

Risiko Tidak b d c+d

Jumlah a + c a + b a+b+c+d

Susunan hasil pengamatan dalam tabel 2x2 dilakukan

sebagai berikut :

Sel a : kasus yang mengalami pajanan

Sel b : kontrol yang mengalami pajanan

Sel c : kasus yang tidak mengalami pajanan

Sel d : kontrol yang tidak mengalami pajanan

Rumus menghitung OR :

36

OR = odds pada kelompok kasus : odds pada kelompok kontrol

= ad/bc

Interpretasi nilai OR dan 95% Cl

1. OR > 1 berarti variabel diduga merupakan faktor risiko untuk

timbulnya penyakit tertentu.

2. OR < 1 berarti variabel yang diduga merupakan faktor protektif,

dengan kata lain faktor yang diteliti tersebut mengurangi

kejadian penyakit.

OR = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tersebut

tidak ada pengaruhnya untuk terjadi efek, atau dengan kata lain

bersifat netral. Dasar pengambilan keputusan yang dipakai adalah

berdasarkan probabilitas. Jika probabilitas < 0,05, maka Ho tersebut

ditolak. Ini berarti kedua variabel “Ada Hubungan”. Akan tetapi jika

Ho diterima, yaitu probabilitas > 0,05, ini berarti kedua variabel tidak

ada hubungan (Sudigdo, 2002:102).

G. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan teknik kualitatif interpretatif yang

dilakukan dengan reduksi data lalu dilakukan penarikan kesimpulan dari

hasil reduksi data tersebut.