proposal penelitian
TRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN
“ADA HUBUNGAN ANTARA KLORAMFENIKOL, ANTIBIOTIK X, DAN ANTIBIOTIK Y DENGAN
LAMA MASA RAWAT DEMAM TIFOID”
OLEH :
KELOMPOK 1
KELOMPOK 3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2012
I.Latar belakang
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh kuman
Salmonella thypi. Bakteri ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan
minuman yang tercemar. Masa inkubasi penyakit ini 18 hari. Sebenarnya kuman yang masuk
ke dalam tubuh dapat dimusnahkan oleh asam lambung, tetapi ada sebagian yang lolos ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid serta bersarang di jaringan tersebut. Salmonella
thyphi dan endotoxinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen serta lekosit pada
jaringan yang meradang sehingga terjadi demam. Gejala-gejalanya yang muncul adalah
demam, sakit kepala, nyeri otot, diare atau bisa juga obstipasi dan tidak jarang disertai
dengan muntah dan kesadaran yang menurun.
Di Indonesia, frekuensi penyakit demam tifoid tergolong masih tinggi terutama
didaerah perifer. Penyakit tersebut diduga erat hubungannya dengan higiene perorangan yang
kurang baik dan sanitasi lingkungan yang jelek. Di Indonesia, 91% kasus demam tifoid
terjadi pada usia 3-19 tahun. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi proses
tumbuh kembang, produktivitas kerja, prestasi kerja atau belajar, karena bila penderita
terkena penyakit ini setidaknya akan mengurangi jam kerja 4-6 minggu. Terlebih bila disertai
komplikasi intestinal (perdarahan intestinal, perforasi usus) atau komplikasi ekstra intestinal
(komplikasi hematologik, hepatitis tifosa, pankreatitis tifosa, miokarditis, tifoid toksik).
Tatalaksana pada demam tifoid adalah istirahat, perawatan yang baik, pengaturan diet,
serta pemberian antibiotik. Antibiotik yang dipakai sebagai pengobatan standar adalah
kloramfenikol. Dosis pada orang dewasa adalah 4 kali 500 mg sehari per oral atau intravena
sampai 4 hari bebas demam. Sedangkan bagi anak-anak dosis yang dipergunakan adalah 100
mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 2 gm/hari. Secara rerata, dengan
lama perawatan 5,1 hari penderita demam tifoid biasanya mencapai bebas demam.
Pada lima tahun terakhir ini, para klinisi mengamati adanya kasus demam tifoid yang
berat bahkan fatal, yang ternyata disebabkan oleh strain Salmonella typhi yang resisten
terhadap kloramfenikol. Perkembangan reistensi strain Salmonella typhi terhadap
kloramfenikol begitu cepat sehingga ada kecenderungan masa perawatan pasien tifoid
meningkat. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa masa perawatan penderita demam
tifoid dengan menggunakan antibiotik X ternyata berlangsung selama 4,8 hari. Penelitian
yang lain lagi menemukan bahwa masa perawatan penderita demam tifoid dengan
mempergunakan antibiotik Y ternyata lebih singkat yaitu 3,6 hari.
Untuk mengetahui sejauh mana signifikan korelasi hasil penelitian tersebut yang
terkait dengan masa perawatan penderita demam tifoid yang mempergunakan antibiotik X
dan antibiotik Y dibandingkan dengan penggunaan kloramfenikol, dilakukanlah penelitian
ini.
II.Perumusan Masalah
1. Definisi penyakit Tyfoid Fever, penyebab dan gejala ?2. Mengapa pada pngobatan penyakit Tyfoid Fever menggunakan antibiotik ?3. Kenapa dengan menggunakan antibiotik Kloramfenikol penyembuhan semakin
menurun? Apakah terjadi resistensi ?4. Apa yang menyebabkan antibiotik X dan Y masa rawatnya lebih cepat daripada
antibiotik Kloramfenikol ?
III.Tujuan penelitian
a) Tujuan umum
Diketahuinya hubungan antara, lama masa rawat penyakit tifoid dengan antibiotik kloramfenikol, x, y.
b) Tujuan khusus
1) Diketahuinya definisi, penyebab, dan gejala penyakit tifoid.2) Diketahuinya kegunaan antibiotic terhadap penyakit tifoid.3) Diketahuinya penyebab penurunanpenyembuhan penyakit tifoid dengan
kloramfenikol.4) Diketahuinya sebab-sebab antibiotik x dan y lebih cepat dari x dan y terhadap
penyakit tifoid.
IV.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yakni manfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat mengisi kekosongan topik dalam bidang kesehatan, khususnya farmakologi, lebih khususnya lagi penggunaan macam-macam antibiotik. Serta mengenai resistensi organisme terhadap antibiotik karena suatu penyebab atau kondisi. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi praktisi kesehatan dalam melakukan pemberian jenis-jenis antibiotic yang disesuaikan dengan keadaan yang mempengaruhi efektifitas antibiotik terhadap suatu organisme, khususnya yang teklah resisten terhadap antibiotik yang sudah biasa gunakan.
V.Tinjauan Kepustakaan
DEMAM TIFOID
1) PengertianDemam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam 1 minggu / lebih ,gangguan saluran pencernaan dengan / tanpa gangguan kesadaran.
2) EtiologiPenyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi, kuman gram negatif. Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu : Antigen O ( somatik ) Antigen H ( flagel ) Antigen Vi ( kapsul ), merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.3) Patogenesis
Demam tifoid merupakan salah satu dari sekian banyak infeksi salmonella menjadi patogenik akibat endotoksin yang dihasilkan. Masa inkubasi (3 - 25 hari), gejala, dan tingkat keparahan penyakit tergantung pada jumlah bakteri dalam tubuh .Bakteri masuk melalui saluran cerna, dibutuhkan jumlah bakteri 105-109 untuk dapat menimbulkan infeksi .S. typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian dimusnahkan di asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. S. typhi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial. Selanjutnya S. typhi masuk aliran darah melalui ductus thoracicus dan bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian lain dari sistem retikuloendotelial. Terjadinya demam disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang .
4) Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada demam tifoid diantaranya adalah: Demam
Demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari, yaitu mencapai 39,4 – 40°C. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga
Gangguan saluran pencernaan Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap, bibir kering dan pecah, lidah kotor tertutup oleh selaput putih, sakit tenggorokan serta batuk .
Pada umumya penderita sering mengeluh nyeri perut, penurunan nafsu makan, mual, muntah dan keluhan buang air besar .
Gangguan kesadaran Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan kesadaran ringan dengan kesadaran seperti berkabut. Apabila gejala klinis berat tak jarang penderita sampai koma .
Hepatosplenomegali Hati dan limpa, ditemukan sering membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri jika ditekan . Menurut WHO (2003), ada dua macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan gejala klinis:
a) Demam tifoid akut non komplikasi, demam berkepanjangan, gangguan pencernaan, sakit kepala, malaise dan anoreksia. Batuk bronkhitis terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya rose spot pada dada, abdomen dan punggung .
b) Demam tifoid dengan komplikasi, bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi dan ketidaknyamanan abdomen .
5) DiagnosisPemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid antara lain :
Pemeriksaan darah tepi Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bias menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, kadang didapat aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut .
Identifikasi kuman melalui isolasi/biakan Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urin dan feses .
Tes tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat, menggunakan partikel berwarna untuk meningkatkan sensitivitas.
6) Penatalaksanaan
Perawatan Isolasi, observasi, pengobatan
istirahat selama demam sampai dengan 5-7 hari bebas panas, yaitu mobilitas sewajarnya, sesuai kondisi dan situasi penderita
Diet Makanan lunakà cukup cairan, kalori, cukup protein,rendah serat, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan banyak gas . Makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas dan kuantitas
7) Peranan antibiotika pada demam tifoid
Pengobatan penderita demam tifoid bervariasi tergantung gejala klinik, status pasien dan sensitivitas antimikroba terhadap kuman. Menurut peranannya di dalam penyembuhan penyakit, pengobatan tersebut dibagi menjadi pengobatan simtomatik, suportif dan spesifik.
Terapi spesifik untuk pengobatan demam tifoid adalah pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tepat, dapat menyembuhkan 99% penderita dengan cara menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam penggunaan antibiotik adalah khasiat, ketersediaan dan harga obat. Antibiotik yang dapat digunakan pada penderita tifoid adalah:
Kloramfenikol Diindonesia masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang direkomendasikan 50-75 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi 4 dosis perhari, atau 5-7 hari setelah deferensiasi. Dosis dewasa 4 x 500 mg perhari. Mekanisme kerja obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang peka seperti riketsia, klamidia, mikoplasma dan beberapa strain kuman gram positif dan gram negative.
Tiamfenikol Tiamfenikol digunakan untuk indikasi yang sama dengan kloramfenikol. Secara farmakologis, tiamfenikol lebih menguntungkan dalam darah lebih tinggi serta waktu paruh yang lebih panjang yang berarti obat ini berada lebih lama dalam cairan tubuh, termasuk dalam cairan empedu. Obat ini cukup baik digunakan untuk demam tifoid, penderita yang diberi tiamfenikol memperlihatkan hasil yang sama dengan penderita yang diobati dengan kloramfenikol dalam hal turunnya suhu tubuh menjadi normal, hilangnya gejala klinis hepatosplenomegali dan gangguan hematologis).
Ampisilin, Amoksisilin Ampisilin merupakan derivat penisilin spektrum luas yang digunakan pada pengobatan demam tifoid, terutama pada kasus resistensi terhadap kloramfenikol. Amoksisilin merupakan turunan ampisilin dan memiliki spektrum antibakteri yang sama namun diabsorpsi lebih baik bila diberikan per oral dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan. Dalam hal ini kemampuannya untuk menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol.
Ampisillin dan amoksisilin diberikan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari baik secara oral, intramuskular, intravena).
Sefalosporin Sefalosporin termasuk antibiotik dengan struktur, khasiat dan sifat yang mirip dengan penisilin. Mekanisme kerja obat berdasarkan penghambatan sintesis peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya .
Kuinolon Fluorokuinolon adalah antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan demam tifoid untuk orang dewasa, karena relatif murah, lebih toleran dan lebih cepat menyembuhkan dari pada antibiotik lini pertama seperti kloramfenikol, ampisilin, amoksisilin dan kombinasi trimethoprim-sulfametoksazol.
Mekanisme kerja obat dengan menghambat DNA gyrase sehingga sintesa DNA kuman terganggu. Antibiotik golongan ini antara lain ialah siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin dan fleroksasin .
Resistensi Kloramfenikol
Beberapa tahun terakhir ini, ditemukan adanya kasus resisten terhadap antibiotik yang lazim digunakan untuk demam tifoid. Resistensi pada strain Salmonella typhi untuk kloramfenikol dilaporkan pertama kali terjadi di Inggris tahun 1950 dan di India tahun 1972 (Chowta dan Chowta, 2005). Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan resistensi, reaksi alergi, toksik dan perubahan biologi. Sehingga perlu dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik yang rasional yaitu sesuai dengan indikasi penyakit, penggunaan obat yang efektif, sesuai dengan kondisi pasien dan pemberian dosis yang tepat.
VI.Kerangka Konsep , Hipotesis, Definisi OperasionalKERANGKA KONSEP PENELITIANKerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan landasan teori yang disampaikan maka kerangka konsep yang digunakan sebagai berikut:
Bagan Kerangka Konsep Penelitian
Dalam kerangka konsep di atas, peneliti akan melakukan penelitian tentang efektivitas antibiotik Khloramfenikol, X, dan Y (variabel terikat) terhadap usia, lingkungan dan lifestyle, fungsi ginjal dan hati penderita demam typhoid, dosis, dan farmakokinetik antibiotik X, Y, dan Khloramfenikol (variabel bebas).
Dosis antibiotik
Usia penderita
Lingkungan dan lifestyle
Fungsi ginjal dan hatiFarmakokinetik
antibiotik
Efektivitas antibiotik
HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2005). Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat.
Berdasarkan data-data yang didapat, peneliti mengemukakan sebuah hipotesis bahwa ada hubungan antara resistensi/ sensitifitas antibiotika X, Y, dan Khloramfenikol terhadap pengobatan demam typhoid.
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Tabel ... Definisi Operasional
No.
VariabelDefinisi
OperasionalCara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Efektivitas antibiotik
Kecepatan dan ketepatan suatu antibiotik memberi efek manjur atau sembuh terhadap demam typhoid
Pasien tidak lagi mengeluhkan dan mengalami gejala demam typhoid
2 Usia Usia insidensi demam typhoid dari anak dan remaja (5-19th), dewasa (20-45th)
Pada saat anamnesis, ditanyakan berapa usia pasien
<= 19 th : 80%<= 45 th : 20%
Ordinal
3 Lingkungan dan lifestyle
Keadaan lingkungan dan gaya hidup yang memungkinkan perkembangbiakkan dan penyebaran kuman S. typhii sehingga menyebabkan sakit
4 Fungsi ginjal dan hati
Keadaan fungsi ginjal dan hati sebagai tempat metabolisme dan ekskresi antibiotik
5 Dosis Dosis antibiotik X, Y, Khloramfenikol yg memberi efek terapeutik
6 Farmakokinetik
Proses perjalanan obat hingga memberikan efek terapeutik
V.Metodologi Penelitian.
1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pengamatan.Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang dilihat dengan menggambarkan keadaan subyek dan obyek penelitian berdasarkan fakta yang tampak dan sebagaimana adanya.
Pelaksanaan metode penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi data.
2.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di daerah X dan daerah Y.
3.Populasi dan Sampel
Populasi : orang-orang yang menderita penyakit demam tifoid / thypus / thypoid fever.
Sampel : orang-orang yang menggunakan kloramfenikol, antibiotik X dan antibiotik Y.
4.Cara Pengumpulan data.
Cara pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan terhadap sampel.Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan secara manual. Pencarian data secara manual sebagaimana dijelaskan oleh Kuncoro (2003:132) adalah meliputi penelusuran data secara fisik melalui penggunaan indeks dan referensi pustakawan.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder, karena data telah dimiliki oleh beberapa pihak dan telah dipublikasikan. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian secara umum meliputi jumlah penderita thypus atau demam tifoid dan penderita yang menggunakan masing- masing antibiotic yaitu kloramfenikol, antibiotik X dan antibiotik Y.Sumber data sekunder berasal dari rumah sakit, puskesmas dan dinas kesehatan.
5.Instrumen Penelitian.
6.Rencana Pengolahan Data dan Analisis Data.
Data akan diambil dengan metode teknik sampling.Sampling merupakan cara pengambilan data dengan menggunakan sampel.Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan yaitu dengan teknik sampling jenis random sampling dimana random sampling
ditentukan secara acak dan populasi yang bersifat homogen , dan cara pengambilan dalam random sampling mengunakan metode acak kelompok dikarenakan mengunakan pembagian sampel dalam beberapa kelompok pengguna antibiotik kloramfenikol, antibiotik X dan antibiotik Y.
Data akan diolah dengan bantuan perangkat lunak dengan memanfatkan program yang sesuai.Data akan diolah melalui beberapa tahap kemudian akan dianalisis.Proses pengolahan data akan dimulai dengan :
Editing Coding Processing Cleaning
Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik.
Pemilihan uji statistik
Jumlah variable
Analisis univariat Analisis multivariat
Jenis data
Interval, rasio Nominal, ordinal
Statistik Parametrik Statistik Non-Parametrik
VI.Rencana Jadwal kegiatanPada rencana jadwal kegiatan akan diuraikan langkah-langkah penyusunan proposal sebagai
berikut :
Minggu I : Perencanaan penyusunan proposal
Minggu II-III : Penyusunan instrument, persiapan peninjauan lapangan dan Uji
coba instument
Minggu IV-VI : Pengumpulan data, Pengolahan data dan analisis data secara garis
besar
Minggu VII : Penyusunan laporan, mulai dari Bab I sampai dengan Bab IV
Minggu VIII : Penyelesaian Laporan akhir.
VII.Organisasi
Peneliti utama : Achmad ageng Anggota :
- Citra meisya simbolon- Helena - Desty friska- Mery- Clara- Gracia- Letta- Cilla- Aster- Risda- Hartogu- Sara- Adli- Putu ayu- Olivia- Gordon- Santy- Dery- Suci- Lianita
Surveyor : - Syifa- Nurcahyo
Sekretariat : Anastasia guloPenasihat : dr. Bernadetha nadeak
VIII.Rencana anggaran BiayaPerkiraan Anggaran Dana Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama 2bulan,dengan kebutuhan dana sekitar Rp 4.800.000,- dengan rincian dana sebagai berikut :
1.Pemasukan : - iuran anggota = Rp 4.800.000,- ( 24 x @ Rp 200.000,-)
2.Pengeluaran : - ATK = Rp 400.000,-
- Transportasi = Rp 1.000.000,-
- Santunan = Rp 1.500.000,-
- Biaya uji instrumen = Rp 1.600.000,-
- Biaya tak terduga = Rp 300.000,-