proposal penanganan sampah_dan_penyelamatan air

26
PENANGANAN SAMPAH DAN PENYELAMATAN AIR Dengan Metode Bank Sampah Dan Biopori By. Fitriza SA. Disusun Dari Berbagai Sumber

Upload: fitriza-sa

Post on 24-Jan-2018

29 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

PENANGANAN SAMPAH

DAN PENYELAMATAN AIR

Dengan Metode Bank Sampah Dan Biopori

By. Fitriza SA. Disusun Dari Berbagai Sumber

Pendahuluan Teriring do'a kita panjatkan puji Syukur kepada sang pencipta Allah

SWT dan sholawat dan salam semoga tercurah kepada Junjunan

Nabi Alam Muhammad SAW, beserta keluarga dan para

sahabatnya sampai pada pengikutnya .

Pemuda adalah tombak kemajuan sebuah bangsa karena pada

sejatinya peran pemuda sangatlah berperan akan terbentuknya

keutuhan NKRI dengan deklarasi yang telah diploklamirkan pada

waktu itu. Maka dari itu kita sebagai generasi pemuda memiliki

kewajiban untuk mengisi kemerdekaan itu karena merupakan hak

semua pemuda pemudi Indonesia untuk merasakan dan

melanjutkan cita-cita para pendahulu yaitu para pejuang yang

telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk meraih dan merebut

kemerdekaan dari tangan para penjajah .

Sungguh ironis kami pada masa sekarang ini masih banyak para

pemuda yang belum merasakan nikmatnya arti sebuah kebebasan

yang hakiki dikarenakan belum terbebasnya dari kebodohan ,

kemiskinan dan keterpurukan hidup .

Maka dari itu perkenankan saya untuk menggali dan menjabarkan

perihal penanganan sampah yang berbasis pemberdayaan

Maksud dan Tujuan

Saya bermaksud menghidupkan kembali jiwa persaudaraan antar

pemuda di wilayah kami yang dimana pada masa sekarang ini

rentan dengan isu rasisme yang mengakibatkan perpecahan

diantara pemuda

A. Bank Sampah Penanganan Sampah Daerah (Kota/Kabupaten) Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu:

1. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah, guna-ulang dan daur-ulang

2. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari: Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan

sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan seb elumnya ke media lingkungan secara aman. Dalam bahasan berikut diuraikan beberapa hal penting yang terkait dalam kegiatan penanganan sampah dalam sistem pengelolaan sampah kota di Indonesia, khususnya:

1. Tingkat pengelolaan 2. Tingkat dan kualitas pelayanan 3. Daerah pelayanan 4. Jenis pelayanan.

Di samping sebagai bagian dari infrastruktur sebuah kota, pengelolaan sampah merupakan salah satu dari sekian banyak upaya dalam pengelolaan lingkungan. Akan tetapi dalam kenyataan di lapangan kadangkala terjadi penyimpangan pengelolaan, sehingga timbul ekses yang mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan itu sendiri. Kelemahan dalam manajemen dan keterbatasan biaya operasional ditambah dengan langkanya tenaga profesional dalam penanganan persampahan merupakan faktor penyebab utama permasalahan tersebut

Permasalahan yang dihadapi dalam teknis operasional penanganan persampahan kota di antaranya: Kapasitas peralatan yang belum memadai Pemeliharaan alat yang kurang Lemahnya pembinaan tenaga pelaksana khususnya tenaga

harian lepas Terbatasnya metode operasional yang sesuai dengan

kondisi daerah Siklus operasi persampahan tidak lengkap/terputus karena

berbedanya penanggungjawab Koordinasi sektoral antar birokrasi pemerintah seringkali

lemah Manajemen operasional lebih dititikberatkan pada aspek

pelaksanaan, sedangkan aspek pengendaliannya lemah Perencanaan operasional seringkali hanya untuk jangka

pendek.

Stakeholders Pengelola Sampah Kota Dalam pengelolaan persampahan skala kota yang rumit, terdapat beragam stakeholders yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Setiap stekeholders berperan sesuai dengan posisinya masing-masing. Dalam skala Daerah, peran Pemerintah Daerah dalam mengelola sampah sangatlah penting, dan pengelolaan sampah merupakan salah satu tugas utamanya sebagai bentuk pelayanan yang merupakan bagian dari infrastruktur kota tersebut. Stekeholders utama yang biasa terdapat dalam pengelolaan sampah di Indonesia antara lain adalah:

Pengelola Pemerintah Daerah , yang biasanya bertindak sebagai pengelola sampah

Institusi swasta (non-pemerintah) yang berkarya dalam pengelolaan sampah

Institusi swasta yang terkait secara langsung dengan persoalan sampah, seperti produsen yang menggunakan pengemas bagi produknya.

Masyarakat atau institusi penghasil sampah yang menggantungkan penanganan sampahnya pada sistem yang berlaku di sebuah kota

Institusi non-pemerintah yang bergerak dalam pengelolaan sampah, termasuk aktivitas daur – ulang, seperti swasta, LSM, pengelola real estate, dsb yang aktivitasnya perlu berkoordinasi dengan pengelola sampah kota

Masyarakat yang bertindak secara individu dalam penanganan sampah, baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya kelompok pemulung yang memanfaatkan sampah sebagai sumber penghasil Institusi yang tertarik dan peduli (concern) terhadap persoalan persampahan. Berdasarkan hal di atas, pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di sebuah kota, mengenal 3 (tiga) kelompok pengelolaan, yaitu:

Pengelolaan oleh swadaya masyarakat: pengelolaan sampah mulai dari sumber sampai ke tempat pengumpulan, atau ke tempat pemerosesan lainnya. Di kota-kota, pengelolaan ini biasanya dilaksanakan oleh RT/RW, dengan kegiatan mengumpulkan sampah dari bak sampah di sumber sampah, misalnya di rumah -rumah, diangkut dengan sarana yang disiapkan sendiri o leh masyarakat, menuju ke tempat penampungan sementara.

Pengelolaan formal: biasanya dilaksanakan oleh Pemerintah Kota, atau institusi lain termasuk swasta yang ditunjuk oleh Kota. Pembuangan sampah tahap pertama dilakukan oleh penghasil sampah. Di daerah pemukiman biasanya kegiatan ini dilaksanakan oleh RT/RW, dimana sampah diangkut dari bak sampah ke TPS. Tahap berikutnya, sampah dari TPS diangkut ke TPA oleh truk sampah milik pengelola kota atau institusi yang ditunjuk. Biasanya anggaran suatu kota belum mampu menangani seluruh sampah yang dihasilkan.

Pengelolaan Informal: terbentuk karena adanya dorongan kebutuhan untuk hidup dari sebagian masyarakat ,yang secara tidak disadari telah ikut berperan serta dalam penanganann sampah kota. Sistem informal ini memandang sampah sebagai sumber daya ekonomi melalui kegiatan pemungutan, pemilahan, dan penjualan sampah untuk didaur-ulang. Rangkaian kegiatan ini melibatkan pemulung, tukang loak, lapak, bandar, dan industri daur-ulang dalam rangkaian sistem perdagangan.

Pengelolaan sampah dari sebuah Daerah adalah sebuah sistem yang kompleks, dan tidak dapat disejajarkan atau disederhanakan begitu saja, misalnya dengan penanganan sampah daerah pedesaan. Demikian pula keberhasilan upaya-upaya sektor informal saat ini tidak dapat begitu saja diaplikasikan dalam menggantikan sistem formal yang selama ini ada. Dibutuhkan waktu yang lama karena menyangkut juga perubahan perilaku masyarakat serta kemauan semua fihak untuk menerapkannya. Tingkat Pengelolaan Sampah Berdasarkan arus pergerakan sampah sejak dari sumber hingga menuju ke pemrosesan atau akhir, penanganan sampah di suatu kota di Indonesia dapat dibagi dalam 3 kelompok utama tingkat pengelolaan, yaitu:

Penanganan sampah tingkat sumber Penanganan sampah tingkat kawasan, dan Penanganan sampah tingkat kota.

Penanganan Sampah Tingkat Sumber: Penanganan tingkat sumber merupakan kegiatan penanganan secara individual yang dilakukan sendiri oleh penghasil sampah dalam area dimana penghasil sampah tersebut berada. Beberapa ciri penanganan sampah di tingkat ini: Sangat tergantung pada karakter, kebiasaan dan cara pandang penghasil sampah Dapat berbentuk individu atau kelompok individu atau dalam bentuk institusi misalnya kantor, hotel, dsb Dapat berkarakter homogen, seperti dari sebuah rumah tinggal, atau bersifat heterogen, seperti pejalan kaki di keramaian, pedagang kaki lima di tempat-tempat umum Keberhasilan upaya-upaya dalam penanganan sampah sangat tergatung pada tingkat kesadaran masing-masing individu. Pada level ini peran serta masyakat sebagai penghasil sampah sangatlah dominan, sehingga pendekatan penanganan sampah yang berbasiskan masyarakat penghasil sampah merupakan dasar dalam strategi pengelolaan sampah. Beberapa kriteria penanganan sampah di tingkat sumber: Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktivitas pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah Penanganan sampah di tingkat sumber diharapkan dapat menerapkan upaya minimisasi yaitu dengan cara 3R yaitu Recycle, Reduce dan Repproduksi.

Minimalisasi sampah hendaknya dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu dengan menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai kebutuhan, memilih bahan yang mengandung sedikit sampah, dsb. Upaya memanfaatkan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali sampah sesuai fungsinya seperti halnya pada penggunaan botol minuman atau kemasan lainnya. Upaya mendaur ulang sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah menurut jenisnya. Pengomposan sampah, misalnya dengan composter, diharapkan dapat diterapkan di sumber (rumah tangga, kantor, sekolah, dll) yang secara signifikan akan megurangi sampah pada tingkat berikutnya. Penanganan Sampah Tingkat Kawasan: Penanganan sampah tingkat kawasan merupakan kegiatan penanganan secara komunal untuk melayani sebagian atau keseluruhan sampah yang ada dalam area dimana pengelola kawasan berada. Beberapa ciri penanganan sampah tingkat kawasan: Ciri sampah di tingkat ini adalah bersifat heterogen, sampah berasal dari sumber-sumber yang berbeda dalam level ini akan bertemu dan saling berinteraksi stakeholders yang berasal dari tingkat sumber dengan tingkat daerah. Keberhasilan upaya dalam penanganan sampah skala ini sangat tergatung pada level kesadaran kelompok pembentuk tingkat kawasan, misalnya RT, RW, Kelurahan, atau lainnya. Oleh karena kelompok ini terdiri dari individu-individu yang mungkin mempunyai pemahaman berbeda tentang persampahan, maka peran organisasi pengelola serta dukungan inisiator dan atau stakeholders penentu lainnya, seperti Ketua RT, Ketua RW, Lurah, atau LSM yang mengorganisir pengel olaan sampah pada tingkat ini sangat penting. Peran serta masyarakat seperti yang diharapkan terjadi pada tingkat sumber, pada tingkat kawasan akan relatif lebih sulit dibangun Peran aktif pengelola kota sangat menentukan, agar sistem pengelolaan tingkat kawasan ini tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pengelolaan sampah Daerah secara menyeluruh.

Beberapa kriteria penanganan sampah di tingkat kawasan:

Pengelolaan sampah tingkat kawasan harus mendorong peningkatan upaya minimisasi sampah untuk mengurangi beban pada pengelolaan tingkat kota, khususnya yang akan diangkut ke TPA

Pengelolaan sampah kawasan harus mampu melayani masyarakat yang berada dalam daerah pelayanan yang telah ditentukan

Lokasi pengumpulan sementara (TPS) dapat difungsikan sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, atau sebaliknya, yang berfungsi untuk pemindahan, daur ulang, atau penanganan sampah lainnya dari daerah yang bersangkutan

Pemilahan sampah dikelompokkan menjadi beberapa jenis sampah seperti: - Sampah basah, yang akan digunakan misalnya sebagai

bahan baku kompos - Sampah kering, yang digunakan sebagai bahan daur

ulang - Sampah berbahaya rumah tangga, yang selanjutnya

akan dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Insinerator skala kecil tidak direkomendasi karena biasanya belum sesuai dengan kondisi sampah yang memiliki kandungan organik tinggi (> 60 %), kadar air tinggi (>60 %) dan nilai kalor rendah (< 1200 kkal/kg), karena akan menyebabkan tinginya konsumsi bahan bakartambahan serta menimbulkan pencemaran udara akibat tidak tersedianya fasilitas penanggulangan pencemaran yang memadai. Penanganan Sampah Tingkat Daerah: Penanganan sampah tingkat kota merupakan penanganan sampah

yang dilakukan oleh pengelola kebersihan Daerah, baik

dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, atau dilaksanakan oleh

institusi lain yang ditunjuk untuk itu, yang bertugas untuk

melayani sebagian atau seluruh wilayah yang ada dalam Daerah

yang menjadi tanggung jawabnya.

Beberapa ciri penanganan sampah di tingkat ini:

- Pengelolaan sampah diposisikan sebagai bagian dari infrastruktur perkotaan / perdesaan Bila dikelola langsung oleh Pemerinta Daerah, maka bentuk pengelolaan dapat berupa Perusahaan Daerah, Dinas, Unit Pelayanan Teknis (UPTD) atau sebagai Seksi dari sebuah Dinas.

- Terdapat kemungkinan bahwa pengelolaan tersebut dilaksanakan oleh fihak luar atau swasta, baik keseluruhan pelayanan, maupun sebagian dari pelayanan, dengan kontrol kualitas pelayanan tetap dibawah kendali Pemerintah Daerah

Ciri khas dari level ini adalah bagaimana memperlihatkan agar kota itu terlihat bersih, sehingga area yang merupakan wajah sebuah kota akan lebih diprioritaskan pelayanannya. Beberapa kriteria penanganan sampah di tingkat daerah:

- Sumber sampah dari kegiatan kota yang dianggap khusus, sepertijalan protokol, taman kota, instansi penting, pusat perdagangan, dan sejenisnya dapat dilayani dengan sistem langsung (door -to-door), dimana sampah langsung dikumpulkan dan diangkut oleh truk sampah ke tempat pemrosesan akhir

- Prinsip pengolahan dan daur -ulang sampah adalah mengedepankan pemanfaatan sampah sebagai sumber daya sehingga sampah yang harus dibuang ke TPA menjadi lebih sedikit.

-

Keberhasilan upaya pengolahan dan daur- ulang sangat tergantung pada adanya pemilahan sampah mulai dari sumber, pada wadah komunal, pada sarana pengumpul dan pengangkut, sehingga sampah yang akan diangkut ke lokasi pengolahan telah terpilah sesuai jenis atau komposisinya Walaupun terdapat kemungkinan mendapatkan nilai tambah dari hasil penjualan produk pengolahan atau daur-ulang, namun dasar pemikiran pengolahan dan daur -ulang sampah hendaknya didasarkan atas pendekatan non-proffit – center . Upaya tersebut

bertujuan untuk mengurangi sampah yang akan diurug di landfill Sarana di tingkat kawasan atau TPS dapat berfungsi untuk pengumpulan sampah berkatagori B3 dari kegiatan rumah tangga, untuk ditangani lebih lanjut Sampah yang telah terpisah di sarana tersebut siap untuk diangkut ke TPA oleh institusi yang diserahi wew enang untuk pengangkutan sampah. Konsep penanganan sampah di TPA hendaknya bertumpu pada beberapa prinsip, yaitu:

- Penanganan sampah di sarana ini hendaknya terpadu - Bahan yang masih bernilai ekonomis hendaknya

diupayakan untuk didaur-ulang sebelum dilakukan upaya terakhir dengan pengurugan sampah ke dalam tanah

Pada lokasi ini dapat dioperasikan beberapa jenis pengolahan sampah, seperti pengomposan, biogasifikasi, ataupun insinerasi bila memenuhi syarat Sarana ini berfungsi pula sebagai tempat penyimpanan sementara bahan berbahaya yang terkumpul dari kegiatan per daerah , untuk diangkut ke lokasi pemerosesan yang sesuai, sarana ini dioperasikan secara bertanggung jawab, sehingga tidak mendatangkan pencemaran lingkungan, dan tidak mendatangkan permasalahan terhadap kesehatan dan estetika bagi masyarakat sekitarnya.

Daerah Pelayanan pengelolaan sampah Tingkat pelayanan: Tingkat pelayanan merupakan tinjauan kemampuan terhadap pengelola kota untuk menyediakan pelayanan kebersihan kepada masyarakat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Guna menentukan tingkat pelayanan pengelolaan sampah di daerah tersebut, digunakan 2 (dua) indikator utama, yaitu:

- Persentase jumlah penduduk kota dan sarana lain yang

memperoleh pelayanan dari sistem - Persentase timbulan sampah yang dapat dikelola oleh

Pengelola sampah tingkat Daerah

Dalam merancang sistem pengelolaan sampah, maka persentase pelayanan setiap sumber sampah perlu ditentukan, yang didasarkan atas kondisi serta kemampuan sistem itu sendiri, misalnya:

- Pelayanan bagi lingkungan permukiman saat ini baru mencapai 40%. Maka dalam 5 tahun ke depan diproyeksikan menjadi 50%, sedang 10 tahun ke depan diproyeksikan menjadi 75%

- Pelayanan di daerah jalan protokol, pasar, rumah sakit, hotel, taman kota, perkantoran, dan fasilitas umum mendapat prioiritas utama, dan misalnya ditargetkan menjadi 100%.

Pengertian penduduk Sbuah daerah yang dilayani biasanya tidak

terbatas pada pelayanan dimana penduduk tersebut bertempat

tinggal, tetapi mencakup pula dimana penduduk itu beraktivitas.

Pelayanan tidak terbatas dalam arti hanya menyingkirkan sampah

dari lingkungan sumber sampah, dan keluar dari daerah tersebut,

tetapi juga mengandung pengertian bahwa pengelolaan sampah

mencakup pelayanan agar sampah yang ditangani tidak

mengganggu kesehatan dan lingkungan, khususnya bagi

masyarakat dan lingkungan yang bukan penghasil sampah yang

ditangani tersebut.

Kualitas pelayanan:

Kualitas pelayanan meliputi frekuensi pengumpulan dan pengangkutan, dukungan dan kondisi prasarana/sarana, serta estetika hasil pelayanan. Frekuensi pengumpulan dan pengangkutan akan terkait dengan sistem pelayanan yang ada serta jenis sampah yang akan dikelola. Sampah basah sangat dianjurkan untuk diangkut minimum 2 hari sekali, sedangkan sampah kering dapat dilakukan 2 kali seminggu.

Daerah pelayanan:

Daerah pelayanan merupakan daerah yang berada dalam tanggung jawab pengelola sebuah kota, yang dilayani pengelolaan sampahnya, paling tidak sampah didaerah tersebut diangkut menuju pengolahan atau pemerosesan akhir. Daerah yang tidak dilayani diharapkan menangani sampahnya secara tuntas baik secara individu, maupun secara komunal.

Beberapa pertimbangan yang biasa digunakan di Indonesia adalah:

- Daerah dengan kepadatan rendah dianggap masih memiliki daya dukung lingkungan yang tinggi sehingga dapat menerapkan pola penanganan sampah setempat yang mandiri

- Daerah dengan tingkat kepadatan di atas 50 jiwa/ha perlu mendapatkan pelayanan persampahan karena penerapan pola penanganan sampah setempat akan berpotensi menimbulkan gangguan lingkungan.

- Prioritas daerah pelayanan dimulai dari daerah pusat kota, daerah komersial, permukiman dengan kepadatan tinggi, daerah permukiman baru, kawasan strategis atau kawasan andalan

- Pengembangan daerah pelayanan diarahkan dengan menerapkan model “rumah tumbuh” yaitu pengembangan ke wilayah yang berdekatan atau berbatasan langsung dengan wilayah yang telah mendapat pelayanan.

Jenis pelayanan: Berdasarkan penentuan skala kepentingan daerah pelayanan, frekuensi pelayanan dapat dibagi dalam beberapa kondisi sebagai berikut:

1. Kondisi kesatu : wilayah dengan pelayanan intensif, adalah daerah di jalan protokol, pusat kota, kawasan pemukiman tidak teratur, dan daerah komersial

2. Kondisi kedua : wilayah dengan pelayanan menengah adalah kawasan pemukiman teratur

3. Kondisi ketiga : wilayah dengan pelayanan rendah adalah

daerah pinggiran kota

4. Kondisi keempat : wilayah tanpa pelayanan, misalnya

karena lokasinya terlalu jauh, dan belum terjangkau oleh

truk pengangkut sampah.

Lebih lanjut, penentuan jenis pelayanan berdasarkan skala

kepentingan daerah pelayanan dapat dilihat pada Tabel 1, yang

dilakukan berdasarkan pengembangan tata ruang kota.

Hasil perencanaan daerah pelayanan berupa identifikasi masalah

dan potensi yang tergambar dalam peta -peta sebagai berikut:

Peta problem: minimal menggambarkan kerawanan sampah,

tingkat kesulitan pelayanan, kerapatan timbulan sampah, tata

guna lahan, jumlah penduduk, kepadatan rumah/bangunan. Peta

pemecahan masalah : menggambarkan pola yang digunakan,

kapasitas perencanaan, meliputi alat dan personel, jenis sarana

dan prasarana, potensi pendapatan jasa pelayanan serta rute dan

penugasan.

Jenis pelayanan pengelola sampah dapat dibagi seperti terlihat

dalam Tabel 1, yaitu:

1. Penyapuan jalan

2. Pengumpulan sampah

3. Pengangkutan sampah

4. Penanganan sampah

Tabel 1. Skala kepentingan daerah pelayanan

Keterangan : angka total tertinggi dari skor (bobot nilai) merupakan pelayanan tingkat pertama, angka-angka berikut di bawahnya merupakan pelayanan selanjutnya Teknik Operasional Penanganan Sampah Teknik operasional penanganan sampah perkotaan meliputi dasar-dasar perencanaan untuk kegiatan-kegiatan:

Pewadahan sampah Pengumpulan sampah Pemindahan sampah Pengangkutan sampah Pengolahan dan pendaur-ulangan sampah \ Pemerosesan akhir sampah.

Kegiatan pemilahan dan daur ulang semaksimal mungkin dilakukan sejak dari pewadahan sampah sampai dengan pembuangan akhir sampah. Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri atas kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terp adu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Skema teknik operasional pengelolaan persampahan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Skema teknik operasional pengelolaan sampah [Modifikasi dari Tchobanoglous, 1993] Sub sistem pengumpulan sampah dikenal dengan beberapa pola seperti:

Pola individual: pada pola ini dilakukan pengumpulan sampah dari rumah ke rumah dengan alat angkut jarak pendek seperti gerobak atau yang lainnya untuk diangkut ke penampungan sementara. Pola ini dapat dilakukan juga dengan cara door-to-door menggunakan truk sampah untuk langsung diangkut ke pengolahan/pembuangan sampah. Pola komunal: pada pola ini pengumpulan sampah dari beberapa rumah dilakukan pada satu titik pengumpulan, yang dilakukan langsung oleh penghasil sampah untuk kemudian diangkut ke TPA.

Aspek penyimpanan dan pengumpulan membutuhkan pengetahuan dasar tentang karakteristik masing-masing sampah agar tidak menimbulkan

permasalahan, baik dari sudut biaya operasi maupun keselamatan kerja dan lingkungan. Subsistem pemindahan menerima sampah yang berasal dari sumber, untuk kemudian diangkut ke TPA. Dikenal dua pola yaitu sistem yang permanen dan yang dapat diangkut (dipindahkan). Subsistem pemindahan mempunyai sasaran-sasaran sebagai berikut:

Sebagai peredam tingkat ketergantungan fase pengumpulan dengan fase pengangkutan

Pos pengendalian tingkat kebersihan wilayah yang bersangkutan.

Subsistem pengangkutan terdiri atas tiga jenis, yaitu:

1. Pengangkutan dari satu lokasi pemindahan ke TPA 2. Pengangkutan dari kelompok pemindahan menuju ke

TPA 3. Pengangkutan dengan pola door-to-door.

Aspek pengangkutan sampah kadang dilupakan dan akan menjadi permasalahan besar apabila sampah harus diangkut ke luar dari sumber asalnya guna diproses lebih jauh. Hal ini terutama menyangkut pengamanan selama perjalanannya. Pengelolaan Sampah Terpadu Secara historis, pengelolaan limbah berangkat dari fungsi kerekayasaan. Hal ini terkait dengan evolusi masyarakat teknologi, yang memanfaatkan kemampuan berproduksi secara massal.

Aliran bahan baku, enersi dan fluida dalam masyarakat modern dan produk ikutannya yang berupa limbah ditunjukkan dalam Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Aliran bahan baku dan limbah dalam masyarakat industri Pengelolaan sampah pada masyarakat modern bertambah lama bertambah kompleks sejalan dengan kekomplekan masyarakat itu sendiri. Pengelolaan sampah pada masyarakat modern membutuhkan keterlibatan beragam teknologi dan beragam disiplin ilmu. Termasuk di dalamnya teknologi-teknologi yang terkait dengan bagaimana mengontrol timbulan (generation), pengumpulan (collection), pemindahan (transfer), pengangkutan (transportation), pemerosesan (processing), pembuangan akhir (final disposal) sampah yang dihasilkan pada masyarakat tersebut. Pendekatannya tidak lagi sesederhana menghadapi masyarakat non-industri, seperti di perdesaan. Seluruh proses tersebut hendaknya diselesaikan dalam rangka bagaimana melindungi kesehatan masyarakat, pelesta rian lingkungan hidup, namun secara estetika dan juga secara ekonomi dapat diterima. Beragam pertimbangan perlu dimasukkan, seperti aspek adminsitratif, finansial, legal, arsitektural, planning, kerekayasaan. Semua disiplin ini diharapkan saling berkomunikasi dan berinteraksi satu dengan yang lain dalam hubungan interdipliner yang positif agar sebuah pengelolaan persampahan yang terintegrasi dapat tercapai secara baik.

Pengelolaan sampah terpadu dapat didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan teknik-teknik, teknologi, dan program-program manajemen yang sesuai, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang spesifik dari pengelolaan sampah. USEPA di Amerika Serikat mengidentifikasi 4 (empat) dasar pilihan manajemen strategi, yaitu:

1. Reduksi sampah di sumber 2. Recycling dan pengomposan 3. Transfer ke energi (waste-to-energy) 4. Landfilling

Negara Bagian Kalifornia mengartikan konsep integrasi tersebut dengan menerapkan secara hirarkhi pilihan teknologi tersebut, yaitu :

1. Reduksi sampah di sumber 2. Recycling dan pengomposan 3. Transformasi limbah 4. Landfilling

yang artinya transformasi sampah baru dipertimbangkan bila telah dilakukan upaya-upaya recycling atau pengomposan sebelumnya, guna mengurangi secara kuantitatif sampah. Gambar 3 merupakan konsep pengelolaan sampah permukiman secara terintegrasi. Gambar 3. Pengelolaan sampah permukim an secara terintegrasi

Telah dibahas sebelumnya, bahwa penanganan sampah yang terintegrasi bertujuan untuk meminimalkan atau mengurangi sampah yang terangkut menuju pemerosesan akhir. Pengelolaan sampah yang hanya mengandalkan proses kumpul -angkut -buang menyisakan banyak permasalahan dan kendala, antara lain ketersediaan lahan untuk pembuangan akhirnya. Daur ulang sampah sudah menjadi dasar yang diamanatkan oleh UU-18/2008. Masing-masing kota diperkirakan pada tahun-tahun mendatang akan mengalami penambahan penduduk yang cukup besar sehingga pembuangan sampah akan mengalami peningkatan yang pesat pula, terutama sampah organik yang merupakan jumlah sampah terbanyak. Data yang tercatat ternyata persentase pemanfaatan kembali sampah di Indonesia diperkirakan belum mencapai 10%. Data ini menunjukkan bahwa persentase pemanfaatan kembali sampah oleh masyarakat masih jauh dari jumlah sampah yang dihasilkan, sehingga volume sampah yang belum tertanggulangi masih banyak. Untuk mendukung upaya pemerintah dalam strategi pengurangan sampah tentunya pemanfaatan kembali sampah merupakan hal yang sangat penting dan sangat diajurkan. Selain dapat mengurangi timbulan sampah yang berasal dari sumbernya sendiri, kegiatan pemanfaatan kembali khususnya sampah organik ini banyak sekali manfaatnya bagi warga, seperti diperolehnya usaha sampingan, pembukaan lapangan pekerjaan baru, memperkuat kepedulian terhadap lingkungan, juga memperkuat peranserta masyarakat. Manfaat lain yang mungkin dirasakan oleh pemerintah adalah mengurangi subsidi untuk penanganan sampah. Sampai saat ini timbulan sampah yang dapat ditangani oleh pemerintah daerah belum mencapai 100%. Hal ini berarti masih terdapat sampah yang tertinggal atau tidak tertangani oleh pemerintah daerah disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Upaya pemanfaatan kembali, pengolahan dan kampa nye pengurangan sampah terutama sampah non-organik merupakan alternatif yang sangat positif sebagai kerangka untuk menjawab permasalahan persampahan tersebut. Sektor informal yang berkecimpung dalam masalah pendaurulangan barang-barang bekas atau sampah memiliki potensi dalam pengurangan sampah khususnya sampah non-organik yang ada di perkotaan.

Sektor informal yang selama ini telah aktif dalam upaya daur -ulang sampah kota yaitu pemulung, bos lapak dan bandar perlu diintegrasikan dalam sistem pengelolaan sampah kota yang berpusat pada sarana pengelolaan sampah tersebut. Program daur-ulang pada dasarnya tidak hanya dilakukan di sumber-sumber timbulan sampah, akan tetapi juga diterapkan di tempat transit sampah (TPS) yang dapat disebut sebagai pengolahan skala kawasan, atau dalam lokasi pengolahan/pembuangan akhir. Penerapan program daur-ulang dan proses pengolahannya di tempat pengolahan/pembuangan akhir, dikenal dengan konsep Pengolahan Sampah Terpadu. Konsep ini prinsipnya menyatukan secara terpadu kegiatan pembuangan akhir dengan kegiatan proses pemilahan, daur ulang, dan komposting, dan upaya lainnya agar sampah yang akan diurug menjadi lebih sedikit. PPT dan PPLH ITB pada tahun 1980-an telah memperkenalkan dan menguji-coba konsep ini sebagai Kawasan Industri Sampah (KIS). Salah satu skenario kegiatan dan proses dari pengolahan sampah terpadu ini dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4. Flow chart pengolahan sampah terpadu Dengan pengembangan sistem pengolahan sampah terpadu ini, fungsi dari tempat pembuangan akhir sampah pada beberapa tahun mendatang dapat menjadi tidak dominan karena kapasitas sampah yang akan diurug lebih kecil daripada sampah yang dapat diolah atau dimanfaatkan lagi, hal ini seiring dengan tahap pengembangan pengelolaan persampahan yang semakin meningkat.

Pengelolaan Sampah Regional Dengan terbatasnya lahan untuk pemerosesan, serta makin banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh sebuah kota, maka idea pengelolaan sampah bersama dari daerah yang saling berdekatan atau beskala regional, makin banyak mendapat perhatian di Indonesia. Konsep pertama yang muncul adalah berasal dari Denpasar dan sekitarnya, dengan konsep pengelolaan sampah bersama antara Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten GIanyar dan Kabupaten Tabanan atau SARBAGITA. Berdasarkan Peraturan Bersama antara Pemerintah Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Tabanan, nomor 660.2/2868/Sekret; nomor 840.B tahun 2000; nomor 658.1/3367/Ek; nomor 390.B tahun 2000 tanggal 24 Juli 2000, tentang Pokok-Pokok Kerjasama Pemerintahan, Pembangunan, dan Kemasyarakatan dalam Pengelolaan Sampah antara Pemerintah Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Tabanan, ditetapkan 4 (empat) program pokok atau disebut program strategis yang mencakup: Penetapan Tempat Pemerosesan Akhir (TPA) sampah lintas

kabupaten/kota. Pembentukkan wadah kerjasama dalam suatu badan

pengelola kebersihan Bali Bagian Selatan Pembentukan wadah pengawasan independen Pembentukan Peraturan Pemerintah (Perda) yang

mendukung pengelolaan sampah, seperti tarif, organisasi, pengawasan, perencanaan, dan lain-lain.

Untuk meningkatkan kondisi lingkungan hidup daerah dan

perkotaan di Propinsi Bali, khususnya di Bali Selatan yang

mengalami pertumbuhan urbanisasi yang sangat pesat,

Pemerintah Pusat mendapat bantuan dari Bank Dunia (IBRD)

melalui Program Bali Urban Infrastructure Project (BUIP)- P3 KT ,

yang di dalam pelaksanaannya khusus menyangkut persampahan

ditangani oleh Proyek Pengelolaan Sampah di Bali (Solid Waste

Menagement in Bali) mulai Tahun Anggaran 1997/1998 sampai

dengan 2001/2002. Restrukturisasi pembentukan institusi

pengelolaan persampahan di Bali Selatan, yang kemudian disebut

Sarbagita, telah disepakati melalui Surat Keputusan Bersama (SKB)

tanggal 16 April 2001 di antara keempat Pemerintah Daerah/Kota

Sarbagita. Institusi atau badan yang telah disepakati untuk

dibentuk adalah : Badan Pengatur dan Pengendalian Kebersihan

Sarbagita (BPPKS), Badan Pengelola Kebersihan Sarbagita (BPKS),

dan Badan Pengawas Pengelolaan Kebersihan Sarbagita (BP2KS).

Institusi atau badan tersebut mempunyai fungsi dan tugas pokok

masing-masing yang sudah ditetapkan melalui Keputusan Bersama

Pemerintah Daerah/Kota.

Konsep yang sama dicoba dikembangkan di Jakarta dan

sekitarnya, yaitu pengelolaan sampah bersama, khususnya dalam

pengadaan TPA, bagi kotaJAkarta, Bogor, Depok, Tangerang dan

Bekasi, atau JABODETABEK. Namun upaya yang mendapat

dukungan dari Pemerintah pusat tersebut, sampai saat ini belum

terlihat realisasinya.

Terdapat perbedaan persepsi dan kepentingan diantara kota dan kabupaten yang terlibat di dalamnya. Konsep sejenis berjalan cukup baik di Yoyakarta, yaitu antara Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabuoaten Bantul, atau KARTAMANTUL. Hal yang sama dirintis di tempat lain, seperti di metropolitan Makassar, Gorontalo dsb. Sedang Bandung Raya menampilkan idea pengelolaan sampah bersama antara Garut, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Sumedang, dan Kota Cimahi yang telah dirintis sejak tahun 2004

B. Biopori sebagai Cara untuk Melestarikan Air Tanah

Air tanah adalah jenis material yang biasanya menempati posisi krusial oleh karena fungsinya yang sentral bagi sebuah keluarga. Sebuah rumah di mana ada empat orang anggota keluarga biasanya mengambil pasokan air bersih yang berada di dalam tanah, untuk kemudian dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti mandi, minum, dan mencuci. Tentu saja ini kelihatan seperti tindakan di mana anda hanya tinggal memanfaatkan air tanah, mengambilnya begitu saja tanpa kemauan untuk melestarikan air tanah. Meski begitu, tahukah anda bahwa anda bisa berpartisispasi dalam pelestarian air tanah dengan cara yang sederhana, seperti membuat lubang biopori? Lubang biopori teknologi ramah lingkungan merupakan teknik sederhana di mana anda bisa terlibat aktif di dalam pelestarian lingkungan, dalam hubungannya dengan air tanah. Apa itu biopori? Sederhanya, ini adalah lubang yang digali, tempat di mana anda bisa meletakkan sampah dedaunan dan organik untuk menopang hidup organisme penguarai.

Lubang ini akan menjadi tempat lalu lalang air tanah, mirip dengan sebuah tata ruang kota di mana manusia lalu lalang di dalamnya, hanya saja fungsi utama dari lubang tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air. Ketika tanah memiliki kemampuan lebih dalam meresap air, maka kecil kemungkinan terjadinya aliran air di permukaan tanah. Tentu saja seperti yang telah disebut di atas, biopori teknologi ramah lingkungan menjadi pilihan paling masuk akal, terutama bagi keluarga. Pelestarian Air Tanah Berbiaya Murah. Adalah tanggung jawab orang banyak untuk menjaga ketersediaan

air tanah. Air hujan yang turun tidak bisa langsung diserap, namun

anda bisa membantu penyerapannya dengan cara membuat

sumur resapan.

Meski demikian, membuat sumur resapan bukanlah sebuah

pekerjaan mudah karena dibutuhkannya lahan yang cukup luas

untuk membuat sumur dengan kedalaman sekitar 2 meter dan

dengan lebar 1 meter. Anda yang tinggal di perkotaan akan

merasakan kesulitan membuatnya, dikarenakan lahan yang cukup

minim.

Di titik inilah biopori teknologi ramah lingkungan menjadi sebuah

pilihan yang lebih masuk akal. Biopori tidak membutuhkan tanah

luas, karena hanya membutuhkan lubang berdiameter 30 cm2

dengan kedalaman sekitar 100 cm. Anda hanya membutuhkan

alat-alat tukang kecil untuk membuat lubang biopori.

Langkah Membuat Biopori. Apa saja langkah-langkah pembuatan biopori. Di bawah ini akan dijabarkan beberapa cara yang bisa anda terapkan: Pertama anda akan membutuhkan alat untuk membuat

lubang. Sediakanlah cangkul berbentuk garpu atau berbentuk screw, paralon sepanjang 30 cm, linggis, dan cetok.

Setelah mempersiapkan alat tersebut, anda bisa mulai menggali tanah dengan linggis hingga mencapai kedalaman sekitar 100 cm.

Setelah mencapai kedalaman tersebut, masukkan paralon sampai dalam. Paralon di sini berfungsi untuk menahan kontor tanah, supaya tidak terjadi longsor yang akan menutupi lubang.

Setelahnya anda bisa memasukkan dedaunan kering dan sampah organik. Lubang ini akan menjadi tempat hidup berbagai macam organism yang kemudian akan mengurai sampah yang anda buang.

Setelahnya anda bisa menutup lubang dengan macam-macam, namun usahakan supaya lubang tidak tertutup rapat supaya aliran air hujan masih bisa masuk ke dalamnya.

Dengan membuat seratus lubang biopori di halaman rumah anda, anda sudah menyumbangkan sesuatu yang berharga di lingkungan. Karena itu mulailah membuat lubang biopori sekarang supaya anda bisa yakin terbebas dari masalah-masalah yang diakibatkan oleh kekurangan air, terutama di musim kemarau.

PENUTUP

Demikian ulasan dan penjabaran tentang pengelolaan sampah dan

penangananya dengan berbagai banyak kekurangan tentunya artikel ini

dibuat dan disusun dengan berbagai sumber baik secara pengalaman

pribadi sbagai penggiat pemberdayaan lingkungan di daerah kota dan

daerah perdesaan .

Hal ini dibuat sebagai bentuk upaya pelestarian alam yang semakin lama

kian terganggu bahkan nyaris rusak kalo bukan kita sebagai makhluk

manusia yang mendiami alam dunia ini menjadi sebuah keharusan serta

berkewajiban untuk melakukanya .

Penulis menyadari sungguh tidak mungkin untuk melakukan itu semua

dengan sendiri tentunya diperlukan sebuah kesadaran bersama dan

saling bergotongroyong untuk melakukanya

Salam hormat selalu dari saya Fitriza SA, bila ada kesalahan dalam penulisan ini mohon koreksinya dengan sangat untuk dilampirkan

di email : [email protected]