proposal karya tulis ilmiah pemberian terapi range of
TRANSCRIPT
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH
PEMBERIAN TERAPI RANGE OF MOTION (ROM)
PADA PASIEN POST ORIF FRAKTUR CRURIS
UNTUK MENINGKATKAN
KEKUATAN OTOT
ATIKA NUR FADHILLA
P27220016 059
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2019
i
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH
PEMBERIAN TERAPI RANGE OF MOTION (ROM)
PADA PASIEN POST ORIF FRAKTUR CRURIS
UNTUK MENINGKATKAN
KEKUATAN OTOT
Proposal Karya Tulis ini Disusun Sebagai Salah Satu
Persyaratan Menyelesaikan Progam Pendidikan DIII Keperawatan
ATIKA NUR FADHILLA
P27220016 059
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D III KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pemberian
TerapiRange Of Motion (Rom) Pada Pasien Post Orif Fraktur Cruris
Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot Tahun 2018”ini dapat
terselesaikan.
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu
persyaratan melanjutkan KTI dan kelulusan program studi DIII
Keperawatan di Politeknik Kesehatan Surakarta. Proposal Karya
Tulis Ilmiah ini dapat tersusun karena adanya bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Proposal Karya
Tulis Ilmiah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun diperlukan untuk menyempurnakan
Karya Tulis Ilmiah ini. Maka pada kesempatan kali ini, penulis
menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Satino, SKM., M.ScN, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Surakarta yang telah memberikan kesempatan
untuk menimba ilmu di Politeknik Kesehatan Surakarta.
2
2. Widodo, MN, selaku Ketua Jurusan Keperawatan yang telah
memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Politeknik
Kesehatan Surakarta3. Addi Mardi Harnanto, MN, selaku sekretaris Jurusan
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk
menimba ilmu di Politeknik Kesehatan Surakarta.4. Sunarsih Rahayu,Skep.,Ns.,Mkep selaku Ketua Program Studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk
menimba ilmu di Politeknik Kesehatan Surakarta.5. Sugiyarto.SST, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.6. Seluruh dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar
dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.7. Orang tua saya, Ibu Wahyuni dan Bapak Setyo Handoko yang
telah memberikan dorongan baik moral maupun materil yang
tak terhingga besarnya selama penyusunan Proposal Karya
Tulis Ilmiah ini.8. Adik saya, Abdurrahman Thariq Alkindiy yang selalu
memberikan semangat dan menanti keberhasilan penulis.9. Keluarga “3B D3 Keperawatan” yang saling memberi
semangat dan motivasi. 10. Teman-teman mahasiswa Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Surakarta yang memberikan dukungan moril dan
spiritual.
3
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun diperlukan untuk menyempurnakan Karya Tulis
Ilmiah ini.
Semoga studi kasus ini dapat bermanfaat aamiin.
Surakarta,
Oktober2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL DALAM................................................................iPERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................................iiLEMBARPERSETUJUAN....................................................................................iiiLEMBAR PENGESAHAN..................................................................iiKATAPENGANTAR..............................................................................................v.DAFTAR ISI...............................................................viiDAFTAR TABEL............................................................................viiiBAB I PENDAHULUAN....................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................4B. Rumusan Masalah............................................................4C. Tujuan..............................................................................4
1. Tujuan Umum...............................................................42. Tujuan Khusus..............................................................4
D.Manfaat............................................................................51. Masyarakat...................................................................52. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan 53. Penulis..........................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................7A. Konsep Dasar...................................................................7
1. Fraktur..........................................................................72. Konsep mobilisasi ......................................................20
4
3. Konsep asuhan Keperawatan dengan Pemberian TerapiROM Pasif dalam menigkatkan kekuatan otot pada pasien post ORIF fraktur cruris...................................23
4. Prosedur ROM (Range of Motion)...............................30B. Kerangka Teori...............................................................37C. Kerangka Konsep Penelitian...........................................38
BAB III METODE STUDI KASUS.....................................................39A. Rancangan Studi Kasus..................................................39B. Subjek Studi Kasus.........................................................39C.Definisi
Operasional...............................................................................40
E. Tempat dan Waktu.........................................................40F. Pengumpulan Data.........................................................40
5. Instrumen studi kasus................................................42G.Metode Analisa Data......................................................43H.Etika Studi Kasus............................................................43
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABELHalaman
Tabel 2.2Intervensi keperawatan................................................27Tabel 2.3Jenis terapi ROM...........................................................32Tabel 2.4Tabel gerakan ROM pasif...............................................33Tabel 3.1 Definisi operasional...............................................................................40
5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Standar Operasional Prosedur ROMLampiran 2: Format Penilaian Kekuatan OtotLampiran 3: Lembar Observasi Kekuatan OtotLampiran 4: LembarAnalisa DataLampiran 5:Lembar Diagnosa KeperawatanLampiran 6: Lembar Catatan PerkembanganLampiran 7: LembarCatatanKeperawatanLampiran 8: Penjelasan untuk Mengikuti PenelitianLampiran 9: Lembar Persetujuan Menjadi Pasien KelolaanLampiran10 :Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Studi Kasus
6
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju dan
semakin pesatnya kemajuan teknologi memberikan berbagai kemudahan
salah satunya tercapainya sarana dan prasarana dari berbagai bidang
contohnya transportasi. Dampak dari kemajuan transportasi tersebut
adalah kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan pengendara dan
banyaknya pelanggaran yang mengakibatkan permasalahan seperti cedera
dan patah tulang. Fraktur adalah salah satu ancaman dari dampak negatif
kemajuan transportasi yang menyebabkan gangguan biologis dan
menimbulkan respon nyeri.
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-
2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas (WHO, 2011). Menurut Kemenkes RI
2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur pada
ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevelensi yang paling
tinggi diantara lainnya yaitu sekitar 46,2 %. Dari 45.987 orang dengan
kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur pada tulang femur (Kemenkes RI, 2011). Peristiwa
kematian akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia sebesar 1,25 juta
2
pada tahun 2013 dimana angka tersebut menetap sejak tahun 2007 (WHO,
2015).
Demikian pula di Indonesia sendiri cedera kecelakaan lalu lintas
dan kematian yang terjadi sudah menjadi masalah sangat serius. Prevelensi
cedera nasional sekitar 8,2 %, dengan prevelensi tertinggi ditemukan di
Sulawesi Selatan yaitu sebanyak (12,8 %) dan terendah di Jambi (4,5%)
Prevelensi cedera hasil Riskesdas 2013 meningkat dibandingkan
Riskesdas 2007, penyebab akibat kecelakaan adalah sepeda motor 40,6 %,
terbanyak laki-laki dan rata-rata berusia produktif 15-24 tahun (Riskesdas,
2013). Proporsi cedera karena kecelakaan transportasi darat (sepeda motor
dan kendaraan lain) meningkat dari 25,9 % (Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Tahun 2008) menjadi 47,7 % (Badan Penelitian
Dan Pengembangan Kesehatan 2013). Data stastistik transportasi darat
indonesia yang bersumber dari Korlantas POLRI melaporkan bahwa
jumlah kejadian kecelakaan yang tinggi terdapat diprovinsi Jawa Tengah,
Jawa Barat, dan Jawa Timur pada tahun 2013-2014 terjadi penurunan
jumlah kecelakaaan namun proporsi kejadian meninggal dan luka berat
tidak mengalami perubahan setiap tahunnya. Fraktur merupakan istilah
dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
atau sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang yang
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik,
keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan
3
menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan trauma muskuloskeletal, fraktur
dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi apabila disamping
kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan tulang disertai
pula fraktur persendian tersebut (Noor, 2016).
World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh Haynes et al
(2009) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad, perawatan bedah
telah menjadi komponen yang sangat penting dari perawatan kesehatan di
seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 234 juta tindakan
pembedahan yang dilakukan diseluruh dunia. Tindakan pembedahan yang
dilakukan mengakibatkan timbulnya luka pada bagian tubuh pasien
sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman yaitu nyeri. Nyeri dapat
memperpanjang proses penyembuhan karena akan mengganggu
kembalinya aktivitas pasien dan menjadi salah satu alasan pasien untuk
tidak ingin bergerak atau melakukan mobilisasi dini dikarenakan pasien
merasa takut dan ragu . Pasien pasca operasi diharapkan dapat melakukan
mobilisasi sesegera mungkin untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
dan menurunkan insiden komplikasi pasca operasi.
Salah satu masalah yang terjadi pada pasien post Open Reduction and
Internal Fixation (ORIF) fraktur cruris adalah keterbatasan untuk
menggerakkan ekstremitas bawah yang dapat menyebabkan kecacatan
4
fisik maka diharuskan melakukan rentang gerak berupa Range of motion
(ROM) untuk meningkatkan kemampuan otot dan sendi . Rentang gerak
diperlukan untuk meningkatkan kekuatan otot. Lingkup rentang gerak itu
sendiri mencakup exercise atau range of motion (ROM). Range of motion
(ROM) yang artinya ruang lingkup gerak sendi. Arti dari ROM adalah
segenap gerakan sendi yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bersangkutan. ROM adalah latihan yang dapat dilakukan oleh
perawat, pasien, atau anggota keluarga dengan menggerakkan tiap-tiap
sendi secara penuh jika memungkinkan tanpa menyebabkan nyeri.
Dengan ini peneliti tertarik untuk meneliti betapa pentingnya
dilakukan Range Of Motion (ROM) untuk meningkatkan kekuatan otot
pada pasien post ORIF fraktur cruris karena dapat mempercepat
penyembuhan dan juga mencegah komplikasi pada pasien agar pasien juga
untuk meningkatkan mobilitas pasien.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran pemberian terapi Range Of Motion (ROM) untuk
meningkatkan kekuatan otot pada pasien post ORIF fraktur cruris?
5
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Menggambarkan terapi Range of Motion (ROM) untuk meningkatkan
kekuatan otot pada pasien post ORIF fraktur cruris.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan pengkajian terapi Range Of Motion (ROM) pada
pasien fraktur cruris.
b. Menggambarkan diagnosa keperawatan pasien dengan Range Of
Motion (ROM) pada pasien fraktur cruris.
c. Menggambarkan intervensi keperawatan Range Of Motion (ROM)
pada pasien fraktur cruris.
d. Menggambarkan implementasi keperawatan Range Of Motion
(ROM) pada pasien fraktur.
e. Menggambarkan evaluasi Range Of Motion (ROM) pada pasien
fraktur cruris.
f. Menggambarkan manfaat Range Of Motion (ROM) pada pasien
fraktur cruris untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Pasien
Meningkatkan pengetahuan pasien fraktur dalam meningkatkan
kekuatan otot dengan terapi Range Of Motion (ROM).
6
2. Institusi Pelayanan Keperawatan
Dapat digunakan untuk perbandingan dengan karya tulis ilmiah yang
lain dan juga dapat menjadi bahan bacaan dalam menunjang proses
belajar mengajar.
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur terapi
range of motion (ROM) dalam meningkatkan kekuatan otot pada
pasien post ORIF fraktur cruris.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Fraktur
a. Definisi Fraktur Cruris
Fraktur cruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang
tibia-fibula. Secara klinis dapat berupa fraktur terbuka bila disertai
kerusakan pada jaringan lunak yaitu meliputi otot, kulit, jaringan saraf,
dan pembuluh darah (Noor, 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan pada tulang pada
umumnya disebabkan oleh tekanan atau trauma. Selain itu, fraktur
merupakan rusaknya kontinuitas tulang dapat disebabkan oleh tekanan
eksternal yang datang lebih besar dibandingkan dengan yang dapat
diserap oleh tulang (Asikin, 2016).
Fraktur adalah istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,
baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Thomas, 2011).
b. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab,
klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, dan klasifikasi radiologis.
8
1) Klasifikasi penyebab
a) Fraktur Traumatik
Penyebabnya adalah trauma yang mendadak mengenai
tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut sehingga menjadi fraktur.
b) Fraktur Patologis
Penyebabnya adalah kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi
pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah karena
tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali
menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling
sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor, baik
primer maupun metastasis.
c) Fraktur Stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu
tempat tertentu.
d) Klasifikasi Jenis
(1) Fraktur tertutup (close fracture)
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak
ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
9
(2) Fraktur terbuka (open fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from within)
atau dari luar (from without).
(3) Fraktur dengan kompliksi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai
dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union,
non-union, serta infeksi tulang.
e) Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi fraktur berdasarkan radiologis yaitu penilaian
lokalisasi/ letak fraktur, meliputi : diafisial, metafisial,
intraartikular, dan fraktur dengan dislokasi.
Fraktur radiologis berdasarkan sudut patah.
(1) Fraktur Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini,
segmen-segmentulang yang patah direposisi atau
direduksi kembali ke tempatnya semula, maka segmen-
segmen itu akan stabil, dan biasanya dikontrol dengan
bidai atau gips.
10
(2) Fraktur kuminutif
Adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringan dimana terdapat lebih dari dua dragmen tulang.
(3) Fraktur oblik
Adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit
diperbaiki.
(4) Fraktur segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai
darahnya. Fraktur semacam ini sulit ditangani. Biasanya,
satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan
sulit sembuh dan mungkin memerlukan pengobatan
secara bedah.
(5) Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua
tulang menumbuk tulang yang berada diantaranya,
seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya (sering
disebut dengan brust fracture). Fraktur pada korpus
vertebra ini dapat di diagnosis dengan radiogram.
Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukkan
pengurangan tinggi vertical dan sedikit membentuk
sudut pada satu beberapa vertebra.
11
c. Etiologi
Tekanan berlebihan/ trauma langsung pada tulang, dapat
menyebabkan suatu retakan. Ini mengakibatkan kerusakan pada otot
sekeliling dan jaringan, mendorong ke arah perdarahan, edema, dan
kerusakan jaringan lokal. Pada awalnya setelah rusak, perdarahan di
area menyebabkan pembentukan hematoma. Sel penyebab radang
masuk area. Jaringan pembutiran menggantikan hematoma. Perubahan
seluler melanjut dan suatu union yang disebut sebagai callus pun
berkembang. Osteoblast terus masuk ke area. Jaringan berserat dalam
area yang patah berubah menjadi tulang. Lokasi retak mungkin hanya
retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang
tidak terjadi di sepanjang tulang dianggap sebagai fraktur tidak
sempurna. Fraktur dapat juga terjadi pada semua tulang patah menjadi
dua/ lebih potong , yang dikenal sebagai fraktur lengkap. Jaringan otot
sekitar yang melekat diatas dan di bawah area fraktur di dalam suatu
otot akan terus menciptakan tegangan pada titik pertemuan tulang dan
semakin menarik potongan sehingga bengkok (Asikin, 2016).
Fraktur disebabkan oleh sejumlah hal, yaitu trauma (kekerasan
langsung dan kekerasan tidak langsung). Stres berulang, serta tulang
yang lemah secara abnormal.
12
Berdasarkan penyebab :
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering kali bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat kekerasan. Bagian yang patah biasanya merupakan
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan
(Noor, 2016).
d. Patofisiologi
Kondisi anatomis dari tulang tibia yang terletak dibawah subkutan
memberikan dampak terjadinya risiko fraktur terbuka lebih sering
dibandingkan tulang panjang lainnya apabila mendapatkan suatu
trauma. Mekanisme cedera dari fraktur cruris dapat terjadi akibat adanya
daya putar atau puntir dapat menyebabkan fraktur spiral pada kedua
tulang kaki dalam tingkat yang berbeda. Daya angulasi menimbulkan
fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama.
Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat
menembus kulit. Cedera langsung akan menembus atau merobek kulit
diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling
sering menyebabkan terjadinya fraktur.
13
Tulang bersifat rapuh, namun cukup memiliki kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah, serta saraf dalam korteks, sumsum tulang, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang menjadi rusak. Akibatnya, terjadilah
perdarahan dan membentuk hematoma dirongga medula tulang.
Jaringan tulang akan langsung berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respons
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Noor, 2016).
e. Manifestasi Klinik
1) Deformitas atau kelainan bentuk merupakan suatu keluhan yang
menyebabkan pasien meminta pertolongan layanan kesehatan.
2) Rentang gerak abnormal membutuhkan tulang yang utuh agar otot
menarik dan menciptakan gerakan jika fraktur terjadi dekat sendi,
bengkak dapat membatasi rentang gerak.
3) Bengkak/ edema pada lokasi karena reaksi radang akibat kerusakan
jaringan.
4) Pemendekan kaki dan perputaran eksternal adalah hal biasa setelah
retak (fraktur).
14
f. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi terdiri dari Rontgen, CT scan, atau MRI.
Pemeriksaan yang penting untuk dijadikan sebagai penunjang yaitu
pencitraan menggunakan foto rontgen. Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika terdapat indikasi untuk
memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi.
2) Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma,
dan jenis fraktur
3) Scan tulang, tomogram, CT Scan/ MRI : memperlihatkan tingkat
keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
4) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular.
5) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (homokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada multipel trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah proses
stres normal setelah trauma.
6) Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
7) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi multipel atau cedera hati (Asikin, 2016).
15
g. Komplikasi
1) Komplikasi awal
a) Kerusakan Vaskular
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan nadi tidak
teraba, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan ekstremitas teraba dingin yang disebabkan oleh
tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada bagian
yang sakit, tindakan reduksi, pembedahan.
b) Sindrom Kompartemen
Sindrom Kompartemen merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah terjebak
dalam jaringan parut. Kondisi ini disebabkan oleh edema atau
perdarahan yang menekan otot saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu, juga disebabkan oleh adanya tekanan dari luar,
misalnya bidai dan pembebetan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrome
Fat Embolism Syndrome (FES) merupakan komplikasi serius
yang kali terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia,
hipertensi, takipnea, dan demam.
16
d) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh akan rusak jika terdapat trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedik, infeksi dimulai pada kulit
(superfisial) dan pada lapisan kulit bagian dalam. Kondisi ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka. Selain itu, juga
dapat disebabkan oleh penggunaan bahan lain dalam
pembedahan, misalnya pin dan plat.
e) Avaskular Nekrosis
Avaskular Nekrosis (AVN) terjadi karena terganggunya aliran
darah ke tulang yang dapat menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya volkman’s ischemia.
f) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang dapat menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi dalam waktu lama
1) Delayed Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
disebabkan oleh penurunan suplai darah ke tulang, kerusakan
jaringan lunak yang berat, atau periosteum robek.
17
2) Non Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Jika
tidak dilakukan intervensi. Non-union ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
celah antara fraktur atau pseudoartrosis.
3) Mal-union
Merupakan penggabungan fragmen tulang dalam posisi yang
tidak seharusnya (anguasi, rotasi, atau pemendekan). Pada mal-
union dilakukan pembedahan dan remobilisasi yang baik
(Asikin, 2016).
h. Penatalaksanaan
1) Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai dengan perdarahan yang hebat.
Sebelum kuman meresap terlalu jauh, sebaiknya dilakukan :
a) Pembersihan luka
b) Eksisi (pengangkatan jaringan)
c) Hecting situasi (jahitan situasi)
d) Antibiotik
18
2) Seluruh Fraktur
a) Rekognisi/ pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosis dan
tindakan selanjutnya.
b) Reduksi/ manipulasi/ reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimum. Selain itu, dapat juga diartikan
sebagai reduksi fraktur (setting tulang), yaitu mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dann rotasi anatomis.
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih
bergantung dengan sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama.
(1) Reduksi tertutup
Reduksi tertutup dilakukan saat kontur tulang berada cukup
sejajar dan dapat dipertahankan dengan imobilisasi. Pada
sebagian besar kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
19
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (bagian
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual.
(2) Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imobilisasi.
saat fragmen tulang tidak berada pada tempatnya, berat
digunakan untuk memberikan traksi pada sumbu panjang
tulang. Traksi meregangkan dan melemaskan otot yang
menarik tulang keluar dari tempatnya, sehingga fragmen
distal dapat sejajar dengan fragmen proksimal.
(3) Hold Reduction
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti posisi anatomi semula yaitu
melakukan imobilisasi fraktur. Pembatasan pergerakan
dibutuhkan untuk mendorong penyembuhan jaringan lunak
dan memungkinkan gerakan bebas dari bagian yang tidak
terkena.
(4) Rehabilitasi
Menghindari artrofi dan kontraktur dapat dilakukan dengan
fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan
tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskular
20
(misalnya pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
serta gerakan) perlu dipantau dan segera memberi tahu ahli
edah ortopedi jika terdapat tanda gangguan neurovaskular.
i. Perawatan klien fraktur tertutup
1) Klien dengan fraktur tertutup (sederhana) harus diusahakan untuk
dapat kembali ke aktivitas sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur
dan pengembalian kekuatan penuh, serta mobilitas dibutuhkan
waktu sampai berbulan-bulan.
2) Klien diajarkan bagaimana mengontrol pembengkakan dan nyeri
berhubungan dengan fraktur, serta trauma jaringan lunak.
3) Klien di dorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah
baring diusahakan seminimal mungkin.
4) Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang
tidak cedera, serta meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan
untuk pemindahan dan menggunakan alat bantu (misalnya tongkat
dan walker).
5) Klien diajarkan tentang bagaimana menggunakan alat tersebut
dengan aman
6) Perencanaan dilakukan untuk membantu klien menyesuaikan
lingkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan keamanan
pribadi, jika diperlukan.
21
7) Pengajaran klien diantaranya perawatan diri, informasi obat-obatan,
pemantauan terjadinya masalah, dan perlunya melanjutkan supervisi
perawatan kesehatan (Asikin, 2016).
2. Konsep mobilisasi
a. Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan untuk bergerak dengan bebas,
mudah, berirama, terarah di lingkungan dan merupakan bagian dari
kehidupan (Kozier, dkk, 2010).
Mobilisasi dini merupakan aktivitas yang dilakukan pasien post
pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan
pernafasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai
dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan
berjalan keluar kamar (Ibrahim, 2013).
Mobilisasi sangat diperlukan untuk meningkatkan kemandirian,
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif, dan untuk mempertahankan aktualisasi diri. Lingkup
mobilisasi mencakup exercise atau range of motion (ROM) , ambulasi,
dan body mechanic (Kozier, 2000 dalam Mubarak, 2015).
ROM adalah seluruh gerakan sendi yang dalam keadaan normal
dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. ROM dapat dilakukan
oleh perawat, pasien, atau anggota keluarga dengan menggerakkan tiap-
tiap sendi secara penuh jika memungkinkan tanpa menyebabkan nyeri.
22
1) Tujuan mobilisasi menurut Brunner dan Suddarth (2002) dalam
Mubarak (2015), tujuan dari Mobilisasi ROM adalah :
a) Mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta
mengembalikan rentang gerak aktivitas tertentu sehingga
penderita dapat kembali normal dan dapat memenuhi kebutuhan
aktivitas dan latihan keseharian.
b) Memperlancar peredaran darah
c) Membantu pernapasan menjadi lebih kuat
d) Mempertahankan tonus otot, memelihara, dan meningkatkan
pergerakan persendian.
e) Memperlancar eliminasi urine
f) Melatih/ ambulasi
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya pergerakan atau
mobilisasi
a) Gangguan muskuloskeletal
Meliputi osteoporosis, artrofi, kontraktur, kekakuan dan sakit
sendi, fraktur ekstremitas, serta Hernia Nukleus Pulposus
(HNP).
b) Gangguan kardiovaskuler
Meliputi hipotensi postural, vasodilatasi vena, dan gagal
jantung.
23
c) Gangguan sistem respirasi
Meliputi penurunan pengembangan paru, seperti pada
pneumutoraks, hidrotoraks, dan hematoraks.
d) Gangguan sistem persarafan
Meliputi trauma medula spinalis, stroke, dan penurunan
kesadaran
e) Gangguan metabolisme
Meliputi keseimbangan cairan dan elektrolit, hipertiroid, dan
hiperparatiroid, anemia, serta penyakit hati menahun, seperti
sirosis hepatis (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
3. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian (Menurut Mubarak, 2015)
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan. Tahap ini terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
a) Identitas klien
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah
sakit (tanggal MRS), dan diagnosis medis.
24
b) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan penyebab
fraktur yang nantinya dapat membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Data ini dapat berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut, sehingga dapat ditentukan
kekuatan tulang dan bagian tubuh yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan dapat
diketahui luka kecelakaan lainnya.
Pengkajian riwayat pasien meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan atau gangguan dalam mobilitas
dan mobilisasi, serta adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan,
tingkat mobilitas dan immobilisasi, daerah terganggunya
mobilitas dan mobilisasi, dan lamanya terjadinya mobilitas.
25
c) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberikan petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit tertentu, misalnya kanker tulang dan
penyakit paget yang menyebabkan fraktur patologis sering kali
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes mellitus
juga dapat menghambat proses penyembuhan tulang.
d) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
misalnya diabetes mellitus, osteoporosis, dan kanker tulang.
e) Kemampuan Fungsi Motorik
Tingkat kekuatan otot, kekuatan otot adalah kemampuan otot
untuk berkontraksi dan menghasilkan gaya. Ada banyak hal
yang bisa mempengaruhi kekuatan otot, seperti operasi, cidera,
atau penyakit tertentu. Malas berolahraga juga dapat
menurunkan kekuatan otot yang dapat membuat anda rentan
mengalami cidera saat beraktifitas (Kozier, 2010).
26
Tabel kekuatan otot : (menurut Fitria, 2015)
Gambar tabel 2.1 kekuatan otot
Nilai Kategori
Nilai 0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
Nilai 1
Kontraksi otot yang terjadinya hanya berupa perubahan tonus otot,
dapat diketahui dengan palpasi dan tidak menggerakkan sendi.
Nilai 2
Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya
tidak dapat melawan pengaruh gravitasi.
Nilai 3
Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh
gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa
Nilai 4
Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot
terhadap tahanan ringan.
Nilai 5 Kekuatan otot normal
2) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi terdiri dari Rontgen, CT scan, atau MRI.
Pemeriksaan yang penting untuk dijadikan sebagai penunjang yaitu
pencitraan Menggunakan foto rontgen. Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
maka diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika terdapat indikasi
untuk memperlihatkan patologi yang dicari.
b. Diagnosa keperawatan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, nyeri, dan perubahan integritas dan struktur tulang.
27
c. Intervensi Keperawatan
Gambar tabel 2.2 intervensi keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
NANDA
Hasil yang dicapai (NOC) Intervensi (NIC)
Hambatan mobilitas fisik
Yang berhubungan
dengan:
1. Kehilangan
integritas struktur
tulang; penurunan
kekuatan atau
kendali otot
2. Nyeri atau
ketidaknyamanan;
keengganan untuk
memulai gerakan
3. Program
pembatasan gerakan
imobilisasi
ektremitas
Definisi :
Keterbatasan dalam
gerakan fisik atau satu
atau lebih ekstremitas
secara mandiri dan
terarah.
Fungsi skeletal:
1. Mempertahankan
posisi fungsi
2. Meningkatkan
kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang
terkena dan
kompensatori
Mobilitas :
1. Mencapai kembali
dan mempertahankan
mobilitas pada
tingkat setinggi
mungkin.
2. Menunjukkan teknik
yang memungkinkan
pengembalian
aktivitas, terutama
aktivitas kehidupan
sehari-hari.
Perawatan tirah
baring :
Independen :
1. Kaji tingkat
mobilitas yang
disebabkan
oleh cedera
dan/ terapi dan
catat persepsi
klien tentang
mobilitas.
2. Instruksikan
klien dalam
latihan RPS
aktif, atau
bantu dalam
latihan RPS
pasif pada
ekstremitas
yang terkena
dan tidak
terkena
3. Anjurkan
penggunaan
latihan
isometrik,
yang dimulai
dengan
ekstremitas
yang tidak
terkena.
4. Instruksikan
dan anjurkan
penggunaan
rekstok
gantung dan
“posisi pasca”
untuk fraktur
28
Kesiapan meningkatkan
perawatan diri
Yang berhubungan
dengan kelemahan fisik
Definisi :
Gangguan kemampuan
untuk melakukan ADL
pada diri.
Self care : Activity of
Daily Living (ADLs).
Kriteria hasil :
1. Klien terbebas dari
bau badan
2. Menyatakan
keamanan terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
3. Dapat melakukan
ADLs dengan
bantuan
ekstremitas
bawah
5. Bantu
mobilitas
dengan alat
kursi roda,
walker, kruk,
dan tongkat
sesegera
mungkin
instruksikan
penggunaan
yang aman
alat bantu
mobilitas.
Self Care
assistane : ADLs
1. Monitor
kemampuan
klien untuk
perawatan
diri yang
mandiri
2. Monitor
kebutuhan
klien untuk
alat-alat
bantu untuk
kebersihan
diri,
berpakaian,
berhias,
toileting dan
makan.
3. Sediakan
bantuan
sampai klien
mampu
secara utuh
melakukan
self-care
4. Motivasi
klien untuk
melakukan
29
Defisiensi pengetahuan
Yang berhubungan
dengan
1. Kurang paparan
atau mengingat
salah pengertian
terhadap
informasi
2. Tidak mengetahui
sumber informasi
Definisi
Ketiadaan atau defisiensi
informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik
tertentu.
Pengetahuan program
pengobatan
1. Menyatakan
pemahaman
tentang kondisi,
prognosis, dan
komplikasi
potensial.
2. Dengan benar
melakukan
prosedur yang
diperlukan dan
menjelaskan alasan
tindakan tersebut
aktivitas
sehari-hari
yang normal
sesuai
kemampuan.
Penyuluhan
proses penyakit
independen
1. Perkuat
metode
mobilitas
dan
ambulasi
sesuai
instruksi
ahli terapi
fisik jika
diindikasik
an
2. Tulis
aktivitas
yang dapat
dilakukan
oleh klien
secara
mandiri
dan
aktivitas
yang
memerluk
an bantuan
3. Identifikas
i layanan
komunitas
yang
tersedia.
30
d. Implementasi keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan ini merupakan realisasi dari
rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien.
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan diharapkan untuk membantu pasien mencapai
tujuan yang diharapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping (Nursalam, 2014).
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan menilai seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaanya berhasil dicapai.
Evaluasi dilakukan bersama pasien sehingga perawat dapat
mengambil keputusan untuk mengakhiri rencana tindakan
keperawatan (pasien mengalamai kesulitan untuk mencapai tujuan)
dan meneruskan rencana tindakan (pasien memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan) (Nursalam, 2014).
4. Indikasi pelaksanaan Terapi range of motion (ROM)
a. Definisi
Range of motion (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal
dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. Latihan range of motion
adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan
31
persendiaan secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot
dan tonus otot (Suratun, dkk, 2009).
b. Manfaat range of motion
Menurut Potter & Parry (2010) manfaat dari ROM adalah:
1) Menentukan nilai kemampuan sendi otot dan tulang dalam
melakukan pergerakan.
2) Mengkaji tulang sendi dan otot
3) Mencegah terjadinya kekakuaan sendi
4) Memperlancar sirkulasi darah
5) Memperbaiki tonus otot
6) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
7) Meningkatklan mobilitas sendi
c. Indikasi pelaksanaan ROM
Indikasi pelaksanaan ROM pada pasien dengan bed rest total di tempat
tidur dalam jangka waktu yang lama, pasien yang setelah imobilisasi
karena suatu keadaan tertentu.
d. Jenis ROM
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu
sagital, frontal, dan transversal. Potongan sagital adalah garis yang
melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi
bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi
dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan
32
transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi
bagian atas dan bawah. Terdapat tiga rentang gerak yaitu sebagai
berikut:
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secar aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya (Mubarak, 2015).
e. Jenis terapi ROM
Gambar tabel 2.3 jenis gerakan ROM
No Jenis gerakan Keterangan
1
fleksi Gerakan menekuk
persendian
2 Ekstensi Gerakan meluruskan
persendian
3
Abduksi
Gerakan satu anggota
tubuh ke arah mendekati
aksis tubuh
4
Adduksi
Gerakan satu anggota
tubuh ke arah menjauhi
aksis tubuh
5
Dorso fleksi
Gerakan telapak kaki ke
arah depan atau atas
6
Plantar fleksi
Gerakan telapak kaki ke
bawah atau ke belakang
33
7
Elevasi
Gerakan tulang belikat
ke atas
8
Depresi
Gerakan tulang belikat
ke bawah
9
Inversi
Gerakan sendi kaki ke
arah dalam
10
Eversi
Gerakan sendi ke arah
luar
11
Rotasi
Gerakan sendi dengan
cara memutar pada
sumbu vertikal tulang
12
Oposisi
Gerakan melingkar pada
ibu jari
13
Supinasi
Gerakan telapak tangan
dimana permukaan
tangan bergerak ke atas
14 Pronasi Gerakan telapak tangan
dimana permukaan
tangan bergerak ke
bawah
ROM pasif terdiri dari gerakan pada persendiaan sebagai berikut:
Menurut Potter & Parry (2010),
Gambar 2.4 tabel gerakan ROM pasif
Gerakan Penjelasan Rentang
Siku
Fleksi
Menggerakkan
siku sehingga lengan
bahu bergerak ke
depan
150º
Ekstensi
sendi bahu dan tangan
sejajar bahu.
Meluruskan siku
Dengan meluruskan
tangan
150º
34
Lengan
bawah
Supinasi
Memutar lengan
bawah dan tangan
sehingga telapak
tangan
70-90º
Pronasi
Menghadap ke atas
Memutar lengan
bawah sehingga
telapak tangan
menghadap ke bawah
70-90º
120-130º
Lutut
Fleksi
Menggerakkan tumit
ke arah belakang paha.
120-130º
Ekstensi
Mengembalikan
tungkai ke lantai
10º
Kaki
Inversi
Memutar telapak kaki
ke samping dalam.
10º
Eversi
Memutar telapak kaki
ke samping luar
10º
f. SOP range of motion (ROM)
1) Latihan ROM pasif
a) Pengertian
Latihan pergerakan perawat atau petugas lain yang
menggerakkan persendian klien sesuai dengan rentang
geraknya.
b) Tujuan
Menjaga fleksibilitas dari masing-masing persendian
35
c) Indikasi
(1) Kelemahan otot
(2) Fase rehabilitasi medik
(3) Klien dengan tirah baring lama
d) Kontra indikasi
(1) Trombus/ emboli pada pembuluh darah
(2) Kelainan sendi/ tulang
(3) Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
(4) Klien dengan peningkatan tekanan intrakranial
2) Attention
a) Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan
setelah latihan
b) Tanggap terhadap respon ketidaknyamanan klien
c) Ulangi gerakan sebanyak 3 kali
3) Prosedur pelaksanaan
a) Cuci tangan untuk mencegah transfer organisme
b) Jaga privasi klien dengan menutup pintu atau memasang
sekelsel
c) Beri penjelasan kepada klien mengenai apa yang akan anda
ajarkan dan minta klien untuk dapat bekerja sama.
d) Atur ketinggian tempat tidur yang sesuai agar memudahkan
perawat dalam bekerja, terhindar dari masalah pada penjajaran
tubuh dan pergunakan selalu prinsip-prinsip mekanika tubuh.
36
e) Posisikan klien dengan posisi supinasi dekat dengan perawat,
buka bagian tubuh yang akan digerakkan.
f) Rapatkan kedua kaki dan letakkan kedua lengan pada masing-
masing sisi tubuh.
g) Kembalikan pada posisi awal setelah masing-masing gerakan.
Ulangi masing-masing gerakan tiga kali.
h) Selama latihan pergerakan, kaji kemampuan untuk menoleransi
gerakan, rentang gerak (ROM) dari masing-masing persendian
yang bersangkutan
i) Setelah latihan pergerakan, kaji denyut nadi dan ketahanan
tubuh terhadap latihan.
j) Catat dan laporkan setiap masalah yang tidak diharapkan atau
perubahan pada pergerakan klien, misalnya adanya kakuan dan
kontraktur
(Lukman,Nurna, 2009).
37
37
B. Kerangka Teori
Trauma putar, dengan gaya angulasi, cedera tidak langsung pada kaki
Salahsatu fragmen tulang yang patah dapat menembus kulit cedera langsung akan
menembus atau merobek kulit di atas fraktur.
Fraktur kruris terbuka
Terputusnya
hubungan tulang
Kerusakan jaringan lunak
Ketidakmampuan
melakukan pergerakan
kaki
Terapi imobilisasi
gips sirkular terapi
bedah fiksasi
interna dan
eksterna. Hambatan
mobilitas
risiko
tinggi
trauma
Ketidaktahuan
teknik mobilisasi
Risiko
malunion,d
elayed
union, non
union,
footdrop
Respons
psikologis
Kerusakan saraf
spasme otot
Kerusakan otot,
kulit
Kerusakan vaskular
Kerusakan arteri dan
kehilangan banyak
darah
Risiko tinggi
syok
hipovolemik
Pembengkakan
lokal
Risiko sindrom
kompartemen
Kerusakan
integritas
kulit
Resiko tinggi
infeksi
Nyeri
Pasca
bedah
Respon lokal
: nyeri,
parestesia,
perfusi
distal.
CRT >3
detik, denyut
nadi (-),
pucat.
Ansietas
gangguan citra
tubuh
Port de
entree
Pemenuhan informasi
Sumber : (Muttaqin, 2012)
Terapi
fasiotomi
Gambar 2.1 kerangka teori
38
C. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.2 kerangka konsep penelitian
Kekuatan Otot
Menurun
Manajemen ROM Kekuatan Otot
Meningkat
39
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
A. Rancangan Studi Kasus
Jenis dan rancangan penulisan ini menggunakan metode studi
kasus. Tindakan keperawatan pada pasien, penulis menggunakan metode
deskriptif. Penelitian bertujuan untuk menggambarkan suatu asuhan
keperawatan dengan gangguan mobilitas fisik mulai dari pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Serta untuk
menggambarkan pemberian terapi range of motion (ROM) dalam
pemenuhan kebutuhan mobilitas pada pasien post ORIF fraktur cruris.
B. Subjek Studi Kasus
Kriteria sampel
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik yang bersifat umum sebagai
subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan yang
akan diteliti. Contohnya yaitu : penelitian tentang pengaruh mobilisasi
pada klien pascaoperasi terhadap kekuatan otot pada pasien post ORIF
fraktur cruris maka yang akan menjadin pertimbangan dalam
kriteria inklusi adalah jenis anestesi yang diberikan , umur klien,
karena faktor tersebut akan mempengaruhi hasil intervensi.
41
2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah mengeluarkan/ menghilangkan subjek untuk
memenuhi kriteria inklusi dari hasil studi (Nursalam, 2013).
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Sub
variabel
Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur
1.
2
3
Fraktur
cruris
Gangguan
mobilitas
fisik
Range of
motion
terputusnya hubungan
tulang tibia-fibula
adalah keadaan individu
mengalami/ berisiko
mengalami keterbatasan
fisik
gerakan dalam keadaan
normal dapat dilakukan
oleh sendi yang
bersangkutan. Latihan
range of motion adalah
latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan
atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan
kemampuan
menggerakkan
persendian secara normal
observasi
dan catatan
medis
observasi
tingkat
kekuatan
otot
nilai
kekuatan
otot
42
dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot
dan tonus otot
D. Tempat Dan Waktu
Pengambilan studi kasus ini akan dilaksanakan pada bulan Februari
sampai Mei 2019 di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
E. Pengumpulan Data
1. Metode pengumpulan data
Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam studi kasus
ini adalah :
a. Metode observasi
Observasi dilakukan dalam studi kasus ini adalah melihat seberapa
mampu pasien melakukan mobilisasi, perubahan warna kulit,
oedema, deformitas, dan juga dengan penilaian kekuatan otot
dengan skala 1-5.
b. Metode wawancara
Teknik wawancara yang lazim digunakan adalah wawancara
dengan menggunakan kuesioner dan wawancara berbekal
42
daftar pertanyaan dan dilakukan secara indepth atau intens,
sehingga disebut sebagai wawancara mendalam (Wibowo, 2014).
Wawancara yang dilakukan penulis dalam studi kasus ini dengan
cara alloanamnesa dengan keluarga pasien dan autoanamnesa
dengan pasien.
c. Metode pengukuran atau pemeriksaan
1) Pada studi kasus ini penulis melakukan kemampuan mobilisasi
pasien.
2) Pada studi kasus ini penulis melakukan pengukuran kekuatan
otot dari skala 1-5.
3) Pada studi kasus ini penulis melakukan range of motion (ROM)
untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien.
d. Dokumentasi
Studi kasus ini menggunakan catatan medik untuk memperoleh
data pasien dan hasil pemeriksaan (rontgen), program pengobatan
terapi yang diberikan.
2. Instrumen studi kasus
Instrumen yang digunakan pada studi kasus ini, antara lain :
a. Format asuhan keperawatan
b. Penilaian kekuatan otot skala 1-5.
c. SOP ROM
43
F. Metode Analisa Data
Membandingkan perubahan/ pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik setelah
diberikan terapi range of motion (ROM) antara dua pasien.
G. Etika Penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang
sangat penting dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan akan
berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika harus
diperhatikan (Hidayat, 2009). Etika studi kasus ini meliputi :
1. Informed Consent (persetujuan)
Dalam studi kasus ini penulis melakukan komunikasi terapeutik dan
lembar Informed Consent untuk meminta persetujuan klien.
2. Annonimity (tanpa nama)
Dalam studi kasus ini penulis tidak mencantumkan nama responden
pada lembar alat ukur dan lembar asuhan keperawatan hanya
menuliskan inisial pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentially (kerahasiaan)
Penulis menjamin kerahasiaan informasi responden hanya data tertentu
yang dilaporkan sebagai hasil studi kasus.
44
4. Ethical Clearence
Rancanganpenelitian yang telah memenuhi kaidah etik penelitian dapat
dibuktikan dengan adanya surat ethical clearance yang dapat diberikan
oleh komisi etik penelitian dan surat izin yang sudah disahkan oleh
institusi Pendidikan kepadaKepalaBidang Pendidikan dan Pelatihan
RSKB Karima Utama Surakarta. Selanjutnya, suratethical clearance
dan suratpengantar penelitian untuk pengambilan data dapat diterima
untuk diteruskan kepada Kepala Ruang bangsal RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Surat ini bertujuan untuk melindungi subjek
penelitian dari bahaya fisik, psikis (tertekan dan penyesalan), sosial
dan konsekuensi hukum (dituntut) sebagai akibat turut berpatisipasi
dalam suatu penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, M.,Nasir, M., Podding, I. T.,&Susaldi . (2016). Keperawatan
Medikal Bedah Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Balai Penerbit
Erlangga.
Lukman & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, W. I. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Ed 1.
Jakarta: Salemba Medika.
Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta Selatan:
Salemba Medika.
Nursalam. (2013). Metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Nursalam. (2015) . Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Noorisa, R., Apriliawati, D., Aziz, A., Bayusentono, S.(2017). The
Characteristic of Patients with Femoral Fracture in
department of Orthopaedic and Traumatology RSUD dr.
Soetomo Surabaya2013-2016.E journal of Orthopaedi &
Traumatology Surabaya. Volume 6. No 1 :Tersedia di
http://journal.unair.ac.id/journaloforthopaedicandtraumatologysur
abaya-media-104.html. Diunduh pada 11 Oktober 2018pukul
20.30WIB.
Reni, P, G., Armayanti,. (2014). Pemberian latihan rentang gerak
terhadap fleksibilitas anggota gerak sendi. Fakultas Imu
Keperawatan Unand. Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1,
Oktober 2014 : Tersedia di
http://ners.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/download/41/36
diunduh pada senin 29 oktober 2018 pukul 19.13.
Sarimawar, D., Retno, W., Kristina, T., Doni, L., Joko, I., (2016).
Gambaran kecelakaan lalu lintas di Indonesia, 2010-2014.
Description of traffic Accident in Indonesia.Jakarta
Tersedia dihttp://media.neliti.com di unduh pada tanggal 11
Oktober 2018 pukul 14.36
Wibowo. (2014). Metodologi praktis dibidang kesehatan. Jakarta : Balai
Penerbit Rajawali Pers.
Yasmara, D., Nursiswati, Arafat, R. (2016). Rencana Asuhan Keperawatanm
Medikal-Bedah Diagnosis Nanda-I 2015-2017 Intervensi Nic Hasil
Noc. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI Tahun2013.
Jakarta. Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS).2013).Tersedia di
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/hasil%2520riskes
das%25202013.pdf diunduh pada selasa 13 november 2018 pukul 17.52
WIB
World Health Organization (2015). Global status report on road safety 2015
tersedia di
http://www.who.inh/violenceinjuryprevention/road_safety_status/2015/
en diunduh pada selasa 13 november 2018 pukul 20.56 WIB
Lampiran 1
PROSEDUR PEMBERIAN TERAPI RANGE OF MOTION (ROM)
MEMBERIKAN TERAPI RANGE OF MOTION (ROM)
STANDAROPERASIONAL
PROSEDUR
NO DOKUMEN NO REVISI
PENGERTIAN Latihan pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkanpersendian klien sesuai dengan rentang geraknya.
TUJUAN Menjaga fleksibilitas dari masing-masing persendian.INDIKASI Kelemahan otot
Fase rehabilitasi medikKlien dengan tirah baring lama
PETUGAS PerawatKONTRAINDIKASI
Tromboli/ emboli pada pembuluh darahKelainan sendi/ tulangKlien dengan tirah baring lama
PROSEDURPELAKSANAA
N
1) Fase Pra Interaksia) Membaca catatan pasien
2) Fase Orientasia) Memberikan salam dan tersenyum kepada pasien/keluargab) Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukanc) Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukand) Menjelaskan waktu yang akan digunakan untuk
pelaksanaan tindakane) Menjaga privasi pasien dengan memasang tirai (bila perlu)f) Mengatur posisi klien sesuai indikasi
3) Fase Kerjaa) Cuci tanganb) Jaga privasi klien dengan menutup skalselc) Beri penjelasan kepada klien mengenai apa yang diajarkan
dan minta klien untuk dapat bekerja samad) Atur ketinggian tempat tidur yang sesuaie) Posisikan klien sesuai anjuranf) Buka bagian tubuh yang akan digerakkan
4) Fase Terminasia) Merapikan alat yang digunakan dan mengembalikan pada
tempatnyab) Mengkaji respon pasien setelah pemberian terapi Range
Of Motion (ROM)c) Mencuci tangand) Mendokumentasikan tindakan dengan mencatat secara
jelas sesuai ketentuan institusiDOKUMENTERKAIT
Reni, P, G., Armayanti,. (2014). Pemberian latihan rentang gerak terhadap fleksibilitas anggota gerak sendi. Fakultas Ilmu Keperawatan Unand. Ners Jurnal Keperawatan Volume 10 Nomer 1, Oktober 2014 tersedia di http://ners.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/download/41/36
Lampiran 2
Format Penilaian Kekuatan Otot
Nama Paien :
Umur :
Hari/tanggal :
Bagian tubuh yang dilakukan ROM :
Keadaan Fungsi Otot Nilai Hasil (√)
Tidak terdapat kontraksi otot 0
Sedikit gerakan/tegangan 1
Terdapat gerakan, tetapi tidak mampu menahan
gravitasi
2
Terdapat gerakan dan mampu menahan gravitasi 3
Mampu melawan gravitasi dan sedikit tahanan 4
Mampu melawan gravitasi dan tahanan yang
kuat.
5
Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No
Hari, tanggal
Hasil Observasi Kekuatan Otot
Keterangan Pagi Sore
Lampiran 4
ANALISA DATA
NAMA PASIEN : ...............
UMUR : ...............
DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONAL
Lampiran 6
CATATAN PERKEMBANGAN
NAMA PASIEN : ...............
UMUR : ...............
NO TANGGAL
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
CATATAN
PERKEMBANGAN
TANDA
TANGAN
Lampiran 7
CATATAN KEPERAWATAN
NAMA PASIEN : ...............
UMUR : ...............
TANGGAL
JAM
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
CATATAN KEPERAWATAN TANDA
TANGAN
Lampiran 8
PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi D III
Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta :
Nama : Atika Nur Fadhilla
NIM : P27220016059
Bermaksud mengadakan studi kasus dengan judul “Pemberian Terapi
Range of Motion (ROM) Pada Pasien Post ORIF Fraktur Cruris Untuk
Meningkatkan Kekuatan Otot”. Untuk terlaksananya kegiatan tersebut, saya
meminta kesediaan saudara untuk berpartisipasi dan bersedia menjadi pasien
kelolaan dengan cara mengikuti terapi ROM yang akan saya berikan untuk
meingkatkan kekuatan otot pasca ORIF. Identitas dan seluruh informasi dari
saudara akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk
kepentingan studi kasus. Apabila saudara berkenan untuk menjadi pasien
kelolaan, mohon kiranya saudara terlebih dahulu bersedia menandatangani lembar
persetujuan menjadi pasien kelolaan (informed consent).
Demikianlah permohonan saya, atas perhatian serta kerjasama saudara
dalam studi kasus ini, saya ucapkan terima kasih.
Pembuat Studi Kasus
Atika Nur Fadhilla
Lampiran 9
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PASIEN KELOLAAN
(Informed Consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi pasien kelolaan studi
kasus yang dilakukan oleh Atika Nur Fadhilla (P27220016059), mahasiswa
Program Studi D III Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta yang berjudul
“Pemberian Terapi Range of Motion (ROM) Pada Pasien Post ORIF Fraktur
Cruris Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot”. Saya mengerti dan memahami
bahwa studi kasus ini tidak akan berdampak negatif bagi saya, oleh karena itu
saya bersedia untuk menjadi pasien kelolaan pada studi kasus ini.
Surakarta,................2019
Responden
( )
Lampiran 10
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Studi Kasus
No. Jenis
Kegiatan
Tahun 2018 Tahun 2019
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Pengajuan
judul
2. Penyusunan
proposal,
presentasi
proposal
3. Perijinan
4. Pengumpulan
data
5. Analisis data
6. Penulisan
hasil
7. Laporan hasil
8. Ujian/seminar
hasil