proposal juni.docx
TRANSCRIPT
Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Tugas Membuat Peta Konsep Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek
Proposal
Oleh:
JUNI PUTRINIM: 2411.054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAHSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI 2013/2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah............................................................... 6
C. Batasan Masalah..................................................................... 6
D. Rumusan Masalah................................................................... 7
E. Asumsi.................................................................................... 7
F. Tujuan Penelelitian................................................................. 7
G. Definisi Operasional............................................................... 8
H. Manfaat Penelitian.................................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Matematika...................................................... 10
B. Hakikat pengajaran dan pembelajaran kontekstual................ 14
C. Strategi belajar peta konsep (concept mapping)..................... 22
D. Hasil Belajar........................................................................... 25
E. Kerangka Konseptual............................................................. 27
F. Hipotesis................................................................................. 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian....................................................................... 29
B. Populasi dan Sampel............................................................... 30
C. Variabel dan Data Penelitian.................................................. 36
D. Prosedur Penelitian................................................................. 37
E. Instrument Penelitian.............................................................. 40
F. Teknik Analisis Data.............................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan manusia untuk
menumbuhkembangkan potensi-potensi yang dimiliki sejak lahir, baik jasmani
maupun rohani, sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan. Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
pertumbuhan iman, budi perkerti, akhlak, karakter, pikiran (intelek) dan jasmani
anak. Dalam islam, perintah yang pertama kali diperintahkan oleh Allah kepada
hamba-nya bukanlah perintah shalat, zakat, puasa, ataupun haji melainkan
membaca. Membaca berarti belajar, jadi Allah memerintahkan kepada hamba-
Nya adalah untuk belajar. Sebagai balasan Allah kepada hamba-Nya yang telah
belajar terdapat dalam firman-Nya dalam surat Al-mujaadalah ayat 111:
�وَن� �ْع�َم�ُل َت يٌر ِب َم�ا َخ� �ُه� ِب َج�اٍت� َو�الُل �َم� َد�َر� �ْع ُل �وا ال �َوَت �ِذ يَن� ُأ َو�ال
�َم� �ُك �وا ِم ْن �ِذ يَن� آِم�ْن �ُه� ال َف�ِع الُل �ٌر� ي ...
Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Islam tidak menyuruh kepada penganutnya untuk belajar agama saja,
tetapi juga ilmu umum. Ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang
1 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya .(Bandung:CV Penertbit Diponegoro, 2005) hal. 434
diriwayatkan oleh Ibn Abdul Barr2 yang artinya: “Tuntutlah ilmu walau di
negeri cina”. Pada masa tersebut negeri cina merupakan negara yang maju
dalam dunia pendidikan dan teknologinya.
Salah satu cabang ilmu dalam dunia pendidikan adalah matematika.
Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan
penting dalam dunia pendidikan. Dapat dikatakan Matematika sebagai jembatan
antar ilmu, karena matematika menghubungkan berbagai macam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi misalnya ilmu fisika, kimia, biologi, kedokteran,
ekonomi, farmasi, dan teknologi informatika. Sehingga perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang terjadi tidak terlepas dari ilmu
matematika.
Mengingat pentingnya pelajaran matematika dalam kehidupan, maka
seorang guru diharapkan mampu mendidik, melatih, memotivasi, dan membuat
siswa senang belajar matematika, agar tujuan pelajaran matematika dapat
dicapai. Adapun tujuan pelajaran matematika tersebut dikemukakan oleh
Suherman, yaitu3:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien.
2 Salim Bahreisy, Irsyadul ‘ibad ilasabilirrasyad, (Surabaya: Darussaggaf, 1997), hal. 343 Erman Suherman, Strategi Pembelpelajaran Matematika Kontemporer ,(Bandung: JICA 2001), hal. 56
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari- hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
Demi tercapainya tujuan pelajaran matematika di atas, banyak hal yang
dapat dilakukan. Salah satunya adalah usaha pemerintah dengan melakukan
pembaharuan dan penyempurnaan kurikulum. Selama perjalanannya, dunia
pendidikan Indonesia telah menerapkan enam kurikulum yaitu kurikulum 1968,
kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, revisi kurikulum 1994 dan
kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (meski belum sempat
disahkan oleh pemerintah, tetapi sempat berlaku disekolah piloting project),
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikeluarkan pemerintah
melalui Permen Diknas Nomor 22 tentang Standar Isi, Permen Diknas Nomor
23 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen Diknas Nomor 24 tentang
Pelaksanaan kedua Permen Tersebut4. Dan terakhir kurikulum 2013 yang baru-
baru ini dikeluarkan oleh pemerintah.
Upaya pemerintah tersebut belum memberikan hasil yang maksimal
pada pelajaran matematika di sekolah. Berdasarkan observasi yang penulis
lakukan di SMP N 1 Kamang Magek, penulis melihat guru menjelaskan materi
secara klasikal, dimana guru menjelaskan materi dengan disertai contoh,
kemudian memberi latihan kepada siswa secara individu. Pada saat guru
menjelaskan materi, tidak semua siswa memperhatikan dengan baik. Ketika
guru memberikan soal- soal latihan, tidak semua siswa yang mengerjakannya.
4 Kunandar, Guru Profesional,(Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2007), hal.107
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan beberapa orang
siswa, mereka berpendapat bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang
sulit dan menjenuhkan. Mereka merasa tidak ada yang menarik dari pelajaran
matematika. Oleh karena itu mereka menginginkan adanya pelajaran yang dapat
membuat mereka termotivasi untuk mengikuti pelajaran matematika. Sedangkan
berdasarkan wawancara penulis dengan guru yang mengajar matematika di
kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek, beliau mengeluhkan kurangnya motivasi
siswa dalam mengikuti pelajaran matematika.
Permasalahan di atas menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa kelas
VIII SMP N 1 Kamang Magek. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil Ujian
Tengah Semester 1 matematika siswa Kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek
tahun pelajaran 2013 - 2014.
Tabel 1. Persentase Ketuntasan Hasil Ujian Tengah Semester 1 Kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek Tahun Pelajaran 2013 – 2014
KelasJumlah Siswa
(orang)Rata-Rata Persentase Ketuntasan
Tuntas (%)Tidak Tuntas
(%)VIII 1 17 60,18 41,18 58,82VIII 2 18 45,39 16,67 83,33VIII 3 20 59,30 45,00 55,00
(Sumber: Guru Matematika Kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek Tahun Pelajaran 2013-2014)
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata Ujian Tengah
Semester 1 siswa kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek tahun pelajaran 2013 –
2014 dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah
yakni 65. Selain itu, rata- rata jumlah siswa yang tidak tuntas melebihi setengah
dari jumlah siswa di kelas.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi
permasalahan di atas adalah dengan memillih strategi pelajaran yang tepat.
Diantaranya dengan menggunakan strategi belajar yang dapat menarik minat
siswa untuk belajar matematika, seperti penugasan pembuatan peta konsep. Hal
ini sejalan dengan pendapat Nana Sudjana dan Ahmad Riyai yaitu dalam
metodologi pembelajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni metode
mengajar dan media pengajar sebagai alat bantu mengajar5.
Pemetaan konsep menurut Martin (1994), merupakan inovasi baru yang
penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaran bermakna dalam
kelas. Peta konsep menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu
mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut dipelajari. Peta konsep
membantu guru memahami macam-macam konsep yang ditanamkan di topik
lebih besar yang diajarkan. Pemahaman ini akan memperbaiki perencanaan dan
instruksi guru. Pemetaan yang jelas dapat membantu menghindari miskonsepsi
yang dibentuk siswa.6
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Tugas Membuat Peta
Konsep Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek”
B. Identifikasi Masalah
5Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, media pengpelajaran, (Bandung:Sinar Baru Algesindo, 2009), hal.16 Trianto, Mendeasain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009), hal. 157
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka identifikasi
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Pelajaran masih berpusat pada guru.
2. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar matematika.
3. Strategi pelajaran yang digunakan guru belum dapat menarik perhatian
siswa.
4. Hasil belajar matematika siswa rendah.
C. Batasan Masalah.
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijelaskan, tidak semua masalah
diatas dilakukan penelitian, karena mengingat keterbatasan waktu, tenaga,
biaya, dan teori-teori yang mendukung. Maka batasan masalah dalam penelitian
ini adalah: Hasil belajar siswa Kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek tahun
pelajaran 2013-2014.
D. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah hasil belajar matematika siswa
kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek tahun pelajaran 2013 - 2014 dengan
menggunakan peta konsep akan lebih baik dari pada tanpa mengunakan peta
konsep?
E. Asumsi
Asumsi dalam penelitian ini adalah:
1. Penugasan pembuatan peta konsep sesuai dengan materi.
2. Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama dalam belajar dan
mengeluarkan pendapat.
3. Nilai yang diperoleh pada akhir penelitian mencerminkan kemampuan
akademis siswa.
F. Tujuan Penelitian.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk
mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kamang
Magek tahun pelajaran 2013 - 2014 dengan menggunakan peta konsep akan
lebih baik dari pada tanpa menggunakan peta konsep.
G. Defenisi Operasional
Peta konsep dapat diartikan sebagai ilustrasi grafis konkret yang
mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsep-
konsep lain pada kategori yang sama (Martin, 1994).
Hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar
yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Nilai diperoleh siswa setelah
melakukan atau mengikuti tes hasil belajar. Hasil belajar dapat dijadikan tolak
ukur untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan
memahami suatu pelajaran.
H. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Pendidik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pendidik di dalam proses belajar mengajar agar pendidik dapat lebih
memahami kebutuhan siswanya sehingga memudahkan dalam
menangani siswanya yang mengalami masalah belajar, dengan
demikian hasil belajar yang optimal dapat dicapai.
b. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
sekolah dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa melalui motivasi
belajar dan strategi pembelajaran yang digunakan guru serta kerja sama
yang baik dengan pihak orang tua dalam rangka membina anak didik
agar dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.
c. Bagi Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
orang tua dalam memberikan dorongan untuk belajar dan dalam
menyediakan fasilitas belajar bagi anak, agar tercapai hasil belajar yang
optimal.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan penelitian
selanjutnya dengan menambah variabel lain yang berhubungan dengan
usaha mencapai tujuan pendidikan. Di samping itu, hasil penelitian ini juga
dapat dijadikan rujukan untuk penelitian sejenisnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran matematika
Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Kecakapan,
pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang terbentuk dan berkembang
disebabkan oleh belajar. Jadi, belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya yang memberikan manfaat bagi dirinya.
Hal di atas sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Cronbach
yaitu: “learning is shown by a change in behavior as a result of experience7”.
Dari pendapat Cronbach tersebut, terdapat kata “change” atau “perubahan”
yang dapat diartikan seseorang setelah mengalami proses belajar, akan
mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan,
maupun aspek sikapnya. Sehingganya kriteria keberhasilan anak didik dalam
belajar ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu
yang belajar.
Slemato juga menyatakan bahwa:
“Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sehingga hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.”8
7 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2008) hal.20
8 Slemato, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta) hal.2
Hal ini didukung oleh pendapat Fontana dalam Erman yang menyatakan bahwa
“belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil
dari pengalaman.”9
Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibeda tiga fase atau episode,
yakni:
a. Informasi
Dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang
menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan
memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang
telah kita ketahui sebelumnya.
b. Transformasi
Informasi yang telah diperoleh harus dianalisis, diubah atau
ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar
dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal itu bantuan guru
sangat diperlukan.
c. Evaluasi
Dari dua fase sebelumnya, kita nilai hingga manakah pengetahuan yang
kita peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami
gejala-gejala lain10
9 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI) hal. 8
10 Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) hal.9-10
Teori mengenai pembelajaran terdiri dari beberapa pandangan para ahli
pendidikan. Menurut Fontana pembelajaran merupakan upaya penataan
lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal11. Kemudian menurut konsep sosiologi,
pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan
belajar tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal
dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota
masyarakat yang baik12. Sedangkan menurut konsep komunikasi pembelajaran
adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru, siswa dengan
siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi
kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Guru berperan sebagai komunikator,
siswa sebagai komunikasikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan
berupa ilmu pengetahuan13. Sementara itu menurut Oemar Hamalik
pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran14.
Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran menurut
Oemar Hamalik, yaitu:
1. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu recana khusus.
11 Erman suherman..., hal. 812 Erman suherman..., hal. 913 Erman Suherman..., hal.914 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara,
2008) hal. 57
2. Kesalingtergantungan (interdependence) antara unsur-unsur sistem
pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat
esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem
pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai.15
Erman Suherman menjelaskan bahwa dalam pembelajaran matematika,
para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman
tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek
(abstraksi)16.Tujuan umum pembelajaran matematika pertama adalah
memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa. Dan
tujuan kedua adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam
penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya17.
Dalam pembelajaran matematika, seorang guru semestinya tidak hanya
sebatas mengajar pelajaran matematika sebagai penyajian materi-materi
matematika belaka. Topik-topik dalam matematika sebaiknya tidak disajikan
sebagai materi secara parsial, tetapi harus diintegrasikan antara satu topik
dengan topik lainnya, bahkan dengan bidang lain. Matematika harus
diperkenalkan dan disajikan kedalam kehidupan kita. Menyajikan matematika
hanya sebagai kumpulan fakta-fakta saja tidak akan menumbuhkan
15 Oemar Hamalik, … , hal. 6616 Erman Suherman , … ,hal. 5517 Erman Suherman , … , hal. 56-57
kebermaknaan dan hakekat matematika sebagai queen of the scince dan sebagai
pelayan ilmu lainnya.
B. Hakikat pengajaran dan pembelajaran kontekstual
a. Istilah dan pengertian
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and
learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siwa membuat hubungan antara pengetahuan dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga
negara, dan tenaga kerja (US. Departement of Education the National
School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard,2001).
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-
siswa TK sampai denagn SMU untuk menguatkan, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam
berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat
memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang
disimulasikan (University of Washington, 2001).
CTL menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer
pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan
pensintesian informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.
Teori pembelajaran kontekstual berfokus pada multiaspek lingkungan
belajar diantaranya ruang kelas, laboratorium (IPA, IPS, Bahasa,
Bengkel Kerja), laboratorium komputer, tempat bekerja maupun tempat-
tempat lainnya (ladang, sungai, pasar, dan sebagainya). Ini mendorong
para guru untuk memilih dan mendesain lingkungan belajar yang
dimungkinkan untuk mengaitkan berbagai bentuk pengalamn sosial,
budaya, fisika, dan psikologi dalam mencapai hasil belajar. Di dalam
suatu lingkungan yang demikian, siswa menemui hubungan yang sangat
bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks
dunia nyata; konsep dipahami melalui proses penemuan, pemberdayaan,
dan hubungan. (Cecep,2002: 7-9)
b. Strategi pembelajaran kontekstual
1. Menghubungkan (relating)
Relating adalah belajar dalam suatu konteks sebuah pengalaman
hidup yang nyata atau awal sebelum pengetahuan itu diperoleh
siswa. Guru menggunakan relating ketika mencoba
menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah
diketahui oleh siswa.
2. Mencoba (experiencing)
Pada bagian ini guru harus bisa memberikan kegiatan yang
hands-on kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan
siswa tersebut siswa dapat membangun pengetahuannya.
3. Mengaplikasi (applying)
Pada kenyataannya siswa mengaplikasikan konsep-konsep ketika
mereka berhubungan dengan aktivitas penyelesaian masalah
yang hands-on dan proyek-proyek. Guru dapat memotivasi suatu
kebutuhan untuk memahami konsep dengan memberikan latihan
yang realitas dan relevan.
4. Bekerja sama (cooperating)
Pengalaman dalam bekerja sama tidak hanya menolong untuk
mempelajari suatu bahan pelajaran, hal ini juga secara konsisten
berkaitan dengan penitikberatan pada kehidupan nyata dalam
pengajaran kontekstual.
5. Proses transfer ilmu (transferring)
Transfering adalah strategi mengajar yang didefenisikan sebagai
menggunakan pengetahuan dalam sebuah konteks baru atau
situasi baru suatu hal yang belum teratasi/ diselesaikan dalam
kelas.
c. Elemen dan karakter CTL
CTL memiliki lima elemen belajar, yaitu :
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge).
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge).
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman (applying
knowledge).
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge).
CTL juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan model
pembelajaran lainnya, yaitu :
1. Kerja sama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan, mengasyikkan
4. Tidak membosankan
5. Belajar dengan bergairah
6. Pembelajaran terintegrasi
7. Menggunakan berbagai sumber siwa aktif
d. Komponen pembelajaran kontekstual
Menurut (Johnsons B. Elaine, 2002) komponen belajar kontekstual
yaitu18 :
1. Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful
connections).
2. Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant
work).
3. Melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated
learning).
4. Mengadakan kolaborasi (collaborating).
5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thingking).
18 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengemabangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal. 192
6. Memberikan layan secara individual (nurturing the individual).
7. Mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high
standards).
8. Menggunakan asesmen autentik (using authentic assesment).
e. Prinsip pembelajaran kontekstual
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan
oleh guru, yaitu :
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit yang hasilnya di perluas melalui konteks yang terbatas.
Dalam CTL strategi untuk membelajarkan siswa menghubungkan
antara setiap konsep dengan kenyataan merupakan unsur yang
diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa
banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa. Pembelajaran
akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun
tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang
dialami oleh siswa itu sendiri
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya
menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan
keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan
bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
Dilihat dari segi kepuasan secara emosional, sesuatu hasil
menemukan sendiri nilai kepuasan lebih tinggi diabandingkan
dengan hasil pemberian.
3. Bertanaya (Questioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik utama CTL adalah
kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang
dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu,
bertanya merupakan strategi utama dalam CTL.
Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau
siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi
atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata.
Dengan itu tugas guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan
yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antra konsep
yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan
kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman
belajarnya penerapan learning community dalam pembelajaran di
kelas akan banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran
yang dikembangkan oleh guru, yaitu model komunikasi yang bukan
hanya hubungan antara guru dengan siswa atau sebaliknya, akan
tetapi secara luas dibuka jalur hubungan komunikasi pembelajaran
antara siswa dengan siswa yang lainnya.
Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar
dalam CTL sangat dimungkinkan dan dibuka dengan luas
memanfaatkan masyarakat belajar lain di luar kelas.
5. Pemodelan (Modelling)
Saat ini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa,
karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh
guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh
karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk
mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan
siwa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan
yang dimilki oleh para guru.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru
saja dipelajari. Deangan kata lain refleksi adalah berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya.
Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan
dimilki ketika seseorang siswa berada di dalam kelas, akan tetapi
jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman
belajar tersebut ke luar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk
menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi
sehari-hari.
7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan
penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan
informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap
pengalaman belajar siswa. Denagn terkumpulnya berbagai data dan
informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan
penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap
proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.
C. Strategi Belajar Peta Konsep (Concept Mapping)
a. Pengertian konsep dan peta konsep
Konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk
menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental
sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari kesimpulan stimulus
dan objek-objeknya (Djamarah dan Zain, 2002.17). Carrol (dalam Kardi,
1997: 2) mendefenisikan konsep sebagai suatu abstraksi dari serangkaian
pengalaman yang didefenisikan sebagai suatu kelompok objek atau
kejadian. Abstarksi, berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang
pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta
mengabaikan elemen yang lain.
Sedangkan peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang
mengidentifikasi bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke
konsep-konsep lain pada kategori yang sama (Martin, 1994).
b. Cara membuat peta konsep
Pembuatan peta konsep dilakukan dengan membuat suatu sajian visual
atau suatu diagram tentang bagaimana ide-ide penting atau suatu topik
tertentu dihubungkan satu sama lain.
Langkah-langkah dalam membuat peta konsep sebagai berikut :
1. Memilih suatu bahan bacaan.
2. Menentukan konsep-konsep yang relevan.
3. Mengurutkan konsep-konsep dari yang inklusif ke yang kurang
inklusif.
4. Menyusun konsep-konsep ttersebut dalam suatu bagan, konsep yang
inklusif diletakkan dibagian atas atau puncaknpeta lalu dihubungkan
dengan kata penghubung.
c. Macam – macam peta konsep
Menurut Nur (2000b), peta konsep ada empat macam, yaitu:
1. Pohon jaringan (network tree)
Pohon jaringan cocok digunakan untuk menvisualisasikan hal-hal
berikut :
1) Menunjukkan sebab akibat
2) Suatu hierarki
3) Prosedur yang bercabang
4) Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk
menjelaskan hubungan-hubungan.
2. Rantai kejadian (events chain)
Rantai kejadian cocok digunakan untuk menvisualisasikan hal-hhal
berikut :
1) Memberikan tahap-tahap dari suatu proses
2) Langkah-langkah dalam suatu prosedur linier
3) Suattu urutan kejadian
3. Peta konsep siklus (cycle concept map)
Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukkan hubungan
bagaimana sutau rangkaian kejadian berinteraksi untuk
menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang.
4. Peta konsep laba-laba (spider concept map)
Peta konsep laba-laba cocok untuk menvisualisasikan hal-hal berikut
:
1) Tidak menurut hierarki
2) Kategori yang tidak paralel
3) Hasil curah pendapat
d. Peta konsep sebagai alat evaluasi
Peta konsep dapat digunakan untuk mengetahui pengetahuan siswa
sebelum guru mengajarkan suatu topik, menolong siswa bagaimana
belajar, untuk mengungkapkan konsepsi salah (miskonsepsi) yang ada
pada anak, dan sebagai alat evaluasi.
Karena peta konsep bertujuan untuk memperjelas pemahaman suatu
bacaan, sehingga dapat dipakai sebagai alat evaluasi dengan cara
meminta siswa untuk membaca peta konsep dan menjelaskan hubungan
antara konsep satu dengan konsep yang lain dalam suatu peta konsep.
D. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar
yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu19. Hasil belajar dapat diungkapkan
dalam bentuk angka atau huruf yang dapat menggambarkan tingkat penguasaan
siswa terhadap apa yang telah dipelajari. Secara umum hasil belajar selalu di
pandang sebagai perwujudan yang di peroleh siswa melalui proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran ada dua jenis penilaian yang dapat
digunakan yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dilakukan
selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang tujuannya untuk menilai sikap
siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan penilaian hasil
dilakukan berdasarkan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran.
19 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) hal. 3
Hasil belajar siswa dapat diketahui melalui proses evaluasi atau tes,
kemudian hasil tes dinilai oleh guru. Menurut Kunandar penilaian dalam
pembelajaran mencakup 3 aspek20 :
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan kemampuan berfikir, termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.
2. Ranah afektif, mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, dan nilai.
3. Ranah psikomotor, mencakup imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan
naturalisasi.
Kunandar menjelaskan penilaian memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai
berikut:
1) Formatif, yaitu merupakan umpan balik bagi guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial
bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari.
2) Sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas
dan laporan perkembangan belajar siswa, serta dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
3) Diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik,
dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar.
20 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. (Jakarta, Raja Grafindo Persada. 2007), hal. 385
4) Seleksi dan penempatan, yaitu hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk
menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan
kemampuannya21.
Hasil belajar yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah hasil belajar
pada kognitif. Hasil belajar kognitif melalui tes di akhir pembelajaran.
E. Kerangka Konseptual
Dalam pembelajaran matematika banyak sekali faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya adalah rendahnya aktivitas dan
kurangnya minat siswa dalam belajar matematika. Banyak cara yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang mendorong minat siswa
untuk belajar matematika.
Salah satu cara untuk mengatasi kendala tersebut ialah penugasan
pembuatan peta konsep. Karena penugasan ini dianggap mampu meningkatkan
motivasi dan minat siswa dalam belajar matematika.
Setelah menerapkan penugasan pembuatan peta konsep pada kelas
ekperimen dan pembelajaran tanpa menggunakan penugasan pembuatan peta
konsep pada kelas kontrol. Penulis akan melihat hasil belajar kedua kelas
melalui tes hasil belajar. Kemudian penulis membandingkan hasil tes kedua
kelas tersebut. Untuk lebih jelas disajikan secara ringkas pada grafik berikut:
21 Kunandar, … , hal. 391
Hasil belajar Hasil belajar
Kelas eksperimen Kelas kontrol
Siswa
Gambar 1. Kerangka Konseptual
F. Hipotesis
Dari rumusan masalah dan pembahasan di atas maka hipotesis awal dari
penelitian ini adalah “hasil belajar siswa yang membuat peta konsep lebih baik
daripada hasil belajar siswa yang tidak membuat peta konsep pada siswa kelas
VIII SMP N 1 Kamang Magek”.
Penugasan pembuatan peta konsep
Tanpa penugasan pembuatan peta konsep
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian
adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan
penelitian yang mengungkap hubungan antara dua variable atau lebih
mencari pengaruh suatu variabel dengan variael lain.22
Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah “The Static
Group Comparison: Randomized Control-Group Only Design”,
yaitu penelitian yang dilakukan pada dua kelompok sampel, yaitu kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen pembelajaran
menggunakan penugasan pembuatan peta konsep, sedangkan dikelas
kontrol dilakukan proses pembelajaran tanpa penugasan pembuatan peta
konsep. Rancangan penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut:
Table 3 . Rancangan Penelitian
Kelas Perlakuan Tes
Eksperimen X T2
Kontrol - T2
Sumber: Sumadi (2003, hal: 100)
Keterangan:
22 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet.ke-16, h. 88
X: Perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen yaitu pembelajaran
dengan penugasan pembuatan peta pikiran.
T2 : Tes akhir yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
B. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP N 1
Kamang Magek tahun ajaran 2013-2014
Tabel 4 : Jumlah Siswa Kelas VIII SMP N 1 Kamang Magek Tahun
Ajaran 2013-2014
No Kelas Jumlah Siswa
1 VIII1 17 orang
2 VIII2 18 orang
3 VIII3 16 orang
(Sumber : Guru Bidang Studi Matematika SMP N 1 Kamang Magek)
b. Sampel
Dalam penelitian ini dibutuhkan dua kelas sebagai sampel yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik random sampling. Untuk menentukan kelas sampel,
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data nilai ujian tengah semester 1 siswa kelas VIII
SMP N 1 Kamang Magek.
b. Melakukan uji normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui data
berdistribusi normal atau tidak, sehingga langkah selanjutnya
tidak menyimpang dari kebenaran.
Hipotesis yang diajukan:
H0 : data populasi berdistribusi normal
H1 : data populasi tidak berdistribusi normal
Adapun langkah-langkah untuk melihat populasi
berdistribusi normal atau tidak, maka digunakan uji lillifors
sebagai berikut:
1) Data x1, x2, x3, … , xn diperoleh dan disusun dari data yang
terkecil sampai yang terbesar.
2) Data x1, x2, x3, … , xn dijadikan bilngan baku z1, z2, z3, … , zn
dengan menggunakan rumus :
z i=xi−X
s
3) Dengan penggunaan daftar distribusi normal baku dihitung
peluang F(zi) = P (z < zi).
4) Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau
sama zi yang dinyatakan dengan S(zi) dengan menggunakan
rumus:
S ( z i )=Banyaknya z1 , z2 , …, zn yang≤ zi
n
5) Menghitung selisih antara F(zi) dengan S(zi) kemudian tentukan
harga mutlaknya.
6) Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlah selisih itu
diberi simbol L0, L0 = maks |F ( zi )−S ( zi)|.
7) Kemudian bandingkan L0 dengan nilai kritis yang diperoleh dari
daftar nilai kritis untuk uji Liliefors pada taraf α = 0,05.
Kriterianya adalah terima H0 jika L0 ≤ Ltabel.23
c. Melakukan uji homogenitas variansi.
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah populasi mempunyai variansi homogen atau tidak. Uji
homogenitas dilakukan dengan uji Barlett dengan langkah-
langkah sebagai berikut:24
1) Membuat hipotesis, yaitu:
H0 : data populasi mempunyai variansi homogen
H1 : data populasi mempunyai variansi tidak homogen
2) Menghitung variansi masing-masing kelompok.
3) Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:
s2=∑ (ni−1 ) Si
2
∑ (ni¿−1)¿ .
4) Menghitung harga satuan Barlett (B) dengan rumus:
B=( log s2 )∑ (ni¿−1)¿
23 Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: PT. Tarsito, 2005) h. 466-477
24 Sudjana, … , h. 261
5) Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
X2=( ln10){B−∑ ( ni−1 ) log Si2 }
6) Membandingkan X hitung2 dengan X tabel
2 dengan kriteria bila X hitung2 <
X tabel2 untuk taraf α maka terima H0 artinya populasi homogen.25
d. Melakukan uji kesamaan rata-rata.
Adapun langkah-langkah dalam menguji kesamaan rata-rata
populasi adalah:26
1) Membuat hipotesis
H0 : µ1 = µ 2 = µ3
H1 : Sekurang-kurangnya dua rata-rata tidak sama
2) Menentukan taraf nyata (α)
3) Menentukan wilayah kritiknya dengan menggunakan rumus f > f α
[ k – 1, N – K].
4) Menentukan perhitungan dengan bantuan tabel
25 Sudjana, … , h. 263
26 Ronal, E. Walpole, Pengantar Statistika. ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1993), h. 383
Tabel 5 : Data hasil belajar siswa kelas populasi.
Populasi
1 2 3 K
X11
X12
…
X1n
X21
X22
…
X2n
X31
X32
…
X3n
Xk1
Xk2
…
Xkn
Total T1 T2 T3 Tk T…
Nilai
TengahX1 X2 X3 Xk X…
Perhitungannya dengan menggunakan rumus :
∑i
k
¿T i
2
N -
T… .2
N
Jumlah Kuadrat Total (JKT) : ∑i=1
k
= ∑j=1
ni
=X i, j2 -
(T…)2
N
Jumlah Kuadrat untuk Nilai Tengah Kolom (JKK):
∑i=1
k
¿Ti
2
N-
T…2
N
Jumlah Kuadrat Galat (JKG) : JKT – JKK
Masukkan data hasil perhitungan ke tabel berikut :
Tabel 6. Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Siswa
Kelas Populasi.
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Derajat
Bebas
(dk)
Kuadrat Tengah Fhitung
Nilai
tengah
kolom
JKK k-1 s12= JKK
k−1s1
2
s22
Galat JKG N-K s22= JKG
N−k
Total JKT N-K
5) Keputusannya.
Ho diterima jika f < f α [ k – 1, N – K]
Ho ditolak jika f >f α [ k – 1, N – K].
Analisis variansi dilakukan dengan cara teknik ANAVA
satu arah dengan f < f α [ k – 1, N – K].
e. Pengambilan Sampel
Apabila dari perhitungan di atas diperoleh populasi
berdistribusi normal, homogen serta memiliki kesamaan rata-rata,
maka pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak, dengan cara
menulis nama kelas dan memasukkan ke dalam pipet, kemudian
penulis memilihnya secara acak. Kertas yang pertama terambil
merupakan kelas eksperimen, sedangkan pada kejadian pengambilan
kedua merupakan kelas kontrol.
C. Variabel dan Data Penelitian
1. Variabel
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas: Perlakuan dengan penugasan pembuatan peta konsep
b. Variabel Terikat: Hasil belajar matematika siswa di kelas sampel
2. Data
a. Jenis data
Jenis data pada penelitian ini, yaitu:
1) Data primer, yaitu data hasil belajar siswa yang diperoleh selama
penelitian dilakukan.
2) Data sekunder, yaitu data jumlah siswa yang menjadi populasi dan
sampel dari data ujian tengah semester 1 SMP N 1 Kamang Magek
tahun pelajaran 2013-2014.
b. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah siswa kelas
VIII SMP N 1 Kamang Magek yang terdaftar pada semester ganjil
tahun pelajaran 2013-2014, dan guru bidang studi matematika .
D. Prosedur Penelitian
Secara umum prosedur penelitian terdiri dari 3 tahap, yaitu: tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan penelitian ini meliputi:
a. Melaksanakan observasi ke sekolah untuk melihat proses pembelajaran
yang diterapkan didalam kelas.
b. Mengurus izin penelitian.
c. Menenentukan jadwal penelitian.
d. Merencanakan pembelajaran dengan penugasan pembuatan peta konsep
e. Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
f. Membuat kisi-kisi soal tes akhir
g. Menyusun soal tes akhir berdasarkan kisi- kisi yang telah dibuat
h. Validasi soal tes akhir.
i. Uji coba soal tes
2. Tahap Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya, penelitian ini terdiri dari dua kelas
sampel. Pada kelas sampel dilakukan pembelajaran matematika dengan
penugasan pembuatan peta konsep, dan kelas kontrol dengan
pembelajaran biasa tanpa penugasan pembuatan peta konsep. Adapun
langkah- langkah yang dilakukan pada masing- masing kelas dapat
dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Tahap Pelaksanaan pada kelas kontrol dan
eksperimen
Tahap Pelaksanaan
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pendahuluan
a. Guru melakukan apersepsi
dan motivasi
b. Siswa diberikan gambaran
umum materi pelajaran dan
menjelaskan apa yang akan
ditugaskan nantinya.
Pendahuluan
a. Guru melakukan apersepsi dan
motivasi.
b. Siswa diberikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan materi
dengan peta konsep
2. Guru membimbing tanya
jawab.
3. Guru memberikan contoh
soal kepada siswa dan
mengerjakan secara
Kegiatan Inti
1. Guru beserta siswa membahas
soal yang telah dikerjakan siswa.
Guru menjelaskan materi kepada
siswa dengan metode ceramah
dan tanya jawab.
2. Guru memberikan contoh soal
kepada siswa dan mengerjakan
bersama-sama
dengan
siswa.
4. Setelah diberi contoh soal,
Guru meminta siswa
mengerjakan latihan.
secara bersama-sama dengan
siswa.
3. Setelah diberikan contoh soal,
siswa disuruh mengerjakan
latihan.
4. Guru beserta siswa membahas
soal yang telah dikerjakan siswa
Penutup
a. Siswa dengan bimbingan
guru menyimpulkan materi
yang telah dipelajari.
b. Guru memberi evaluasi
berupa tes tertulis
c. Guru memberikan tugas
kepada siswa.
d. Guru menyampaikan materi
yang akan dipelajari
selanjutnya.
Penutup
a. Siswa dengan bimbingan guru
menyimpulkan materi yang
telah dipelajari.
b. Guru memberi evaluasi berupa
tes tertulis
c. Guru memberikan tugas kepada
siswa.
d. Guru menyampaikan materi
yang akan dipelajari
selanjutnya.
3. Tahap penyelesaian
Pada tahap penyelesaian dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Memberikan tes pada kedua kelas sampel yang digunakan sebagai data
penelitian.
2. Mengolah data kedua kelas sampel, baik kelas eksperimen maupun kelas
kontrol.
3. Menarik kesimpulan dari data hasil analisis yang digunakan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan data. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan instrumen berupa tes hasil belajar.
Tes Hasil Belajar
Untuk memperoleh data, maka kedua kelas sampel diberikan tes.
Untuk mendapatkan tes yang baik maka dibuat kisi- kisi soal, dan membuat
soal berdasarkan kisi- kisi tersebut. Untuk menentukan kualitas soal yang
baik dilakukan beberapa hal:
a) Validitas tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu tes. Suatu tes yang sahih akan mempunyai validitas
yang tinggi, tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa
yang hendak diukur. Validitas yang diukur adalah validitas isi yaitu jika
tes tersebut dapat mengukur tujuan khusus tertentu yang sesuai dengan
materi pembelajaran yang diberikan.
Validasi soal tes menggunakan rumus korelasi product moment:27
27 Suharsimi Arikunto, Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara …, .h.72
r xy=N Σ xy− (Σ x )(Σ y)
√¿¿¿
Keterangan:
rxy = Koefisisen korelasi antara variabel x dan variabel y, dua
variable yang dikorelasikan
x = Skor butir
y = Skor tabel
N = Banyaknya siswa
Kriteria interprestasi “r” product moment:
- Antara 0.80 < r ≤ 1,00 : validitas sangat tinggi
- Antara 0,060 < r ≤ 0,80 : validitas tinggi
- Antara 0,40 < r ≤ 0,60 : validitas cukup
- Antara 0,20 < r ≤ 0,04 : validitas rendah
- Antara 0,00 < r ≤ 0,020 : validitas sangat rendah28
Berdasarkan hasil analisis validitas tes diperoleh nilai r masing-
masing item soal kemudian dicocokkan dengan kriteria interprestasi
product moment.
b) Reliabilitas tes
Reabilitas berhubungan dengan tingkat kepercayaan, dimana
suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi
28 Suharsimi, …, h. 75
apabila dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk melihat reabilitas tes
dipakai rumus29
rii = ( nn−1
)(1−∑i=1
n
σ2
σ t2 )
keterangan:
rii : reliabilitas yang dicari
σ 2 : jumlah varians skor tiap- tiap item
σ t2 : varians total
Rumus varians 30:
σ 2=∑ X2−¿¿¿
Nilai rii yang diperoleh disesuaikan dengan kriteria r product
moment pada tabel dengan ketentuan jika r11 > rtabel
maka tes tersebut reliabel
c) Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah suatu bilangan
yang menunjukkan sulit mudahnya suatu soal. Soal
yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan
tidak terlalu sulit. Menurut Zainal Arifin, untuk
29 Suharsimi,..., h. 109
30 Suharsimi Arikunto,…, hal 110
menghitung tingkat kesukaran dapat digunakan
langkah-langkah berikut31:
1) Menghitung rata-rata skor untuk tiap butir soal
dengan rumus:
Rata−rata= Jumlah skor peserta didik tiap soalJumlah pesertadidik
2) Meghitung tingkat kesukaran dengan rumus:
Tingkat kesukaran= rata−rataskor maksimumtiap soal
3) Membandingkan tingkat kesukaran dengan kriteria
berikut:
0,00 – 0,30 = sukar
0,31 – 0,70 = sedang
0,71 – 1,00 = mudah
Membuat penafsiran tingkat kesukaran
dengan cara membandingkan koefisien tingkat
kesukaran dengan kriteria.
d) Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang
31 Zainal Arifin, … , h. 135
berkemampuan rendah. Menurut Zainal Arifin, untuk menentukan daya
pembeda soal dapat digunakan langkah-langkah berikut32:
a) Menghitung jumlah skor total tiap peserta didik.
b) Mengurutkan skor total mulai dari skor terbesar sampai dengan skor
terkecil.
c) Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlah
peserta didik banyak (di atas 30) dapat ditetapkan 27 %
d) Menghitung rata-rata skor untuk masing-masing kelompok
(kelompok atas maupun kelompok bawah).
1) Menghitung daya pembeda soal dengan rumus:
DP= X KA+X KBSkor Maks
Keterangan :
DP = daya pembeda
X KA = rata- rata kelompok atas
X KB = rata-rata kelompok bawah
2) Membandingkan daya pembeda dengan kriteria sebagai
berikut:
0,40 ke atas = sangat baik
0,30 – 0,39 = baik
0,20 – 0,29 = cukup, soal perlu
diperbaiki
32 Zainal Arifin ,… , hal 133
0,19 ke bawah = soal kurang baik, soal harus
dibuang
F. Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh data hasil belajar, perlu dilakukan analisis dengan
menggunakan teknik- teknik yang dikemukakan oleh para ahli dan telah banyak
dipakai oleh peneliti- peneliti sebelumnya.
Tes Hasil Belajar
Untuk memperoleh tes yang baik, maka perlu dilakukan beberapa langkah
sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Melakukan uji normalitas terhadap masing-masing kelompok
data dengan menggunakan uji Lilliefors. Dalam uji normalitas akan
diuji hipotesis yaitu:
H0 : data populasi berdistribusi normal
H1 : data populasi tidak berdistribusi normal
Untuk pengujian hipotesis menurut Sudjana mengemukakan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Data x1, x2, x3, … , xn diperoleh dan disusun dari data yang
terkecil sampai yang terbesar.
ii. Data x1, x2, x3, … , xn dijadikan bilngan baku z1, z2, z3, … , zn
dengan menggunakan rumus :
z i=xi−X
s
iii. Dengan penggunaan daftar distribusi normal baku dihitung
peluang F(zi) = P (z < zi).
iv. Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau
sama zi yang dinyatakan dengan S(zi) dengan menggunakan
rumus:
S ( z i )=Banyaknya z1 , z2 , …, zn yang≤ zi
n
v. Menghitung selisih antara F(zi) dengan S(zi) kemudian tentukan
harga mutlaknya.
vi. Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlah selisih itu
diberi simbol L0, L0 = maks |F ( zi )−S ( zi)|
Kemudian bandingkan L0 dengan nilai kritis yang
diperoleh dari daftar nilai kritis untuk uji Liliefors pada taraf α =
0,05. Kriterianya adalah terima H0 jika L0 ≤ Ltabel.33
b. Uji Homogenitas
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah kedua kelas sampel
mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Untuk
mengujinya dilakukan uji-F, dalam hal ini akan diuji:
H0 : data populasi mempunyai variansi homogen
H1 : data populasi mempunyai variansi homogen
33 Sudjana, … , h. 466-477
Rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis ini
adalah sebagai berikut:
F=S1
2
S22
Keterangan:
F : varians kelompok data
S12 : varians terbesar
S22 : varians terkecil
Kriteria pengujian adalah terima H0 jika Fhitung < Ftabel dan
tolak lainnya.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hasil
belajar kognitif matematika siswa kelas eksperimen lebih baik
daripada kelas kontrol.
Hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : µ1= µ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti
penugasan pembuatan peta konsep sama
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
biasa.
H1: µ1> µ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti
penugasan pembuatan peta konsep lebih baik
daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
biasa.
µ1 dan µ2 merupakan rata- rata populasi hasil belajar kelas sampel. Jika
setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh data
berdistribusi normal dan variansi homogen, maka dilakukan uji t34:
t=X1−X2
S √ 1n1
+ 1n2
dengan S=√ S12 ( n1−1 )+S2
2 (n2−1 )n1+n2−2
keterangan :
X1 : rata- rata kelas eksperimen
X2 : rata- rata kelas kontrol
S : variansi kedua kelas sampel
S12 : variansi kelas eksperimen
S22 : variansi kelompok kontrol
n1 : jumlah siswa kelas eksperimen
n2 : jumlah siswa kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah tolak H 0 jika t hitung > t tabel,
sebaliknya terima H 0 jika t hitung < t tabel dengan derajat kebebasan (dk)
= n1 + n2 – 2 pada α = 0,05.
Jika data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi variansi data
tidak homogen maka digunakan rumus berikut:
t '=X1−X2
√ S12
n1
+S2
2
n2
34 Sudjana, ..., h.249
Kriteria pengujian data adalah terima H 0 jika
−w1 t 1+w2 t2
w1+w2
< t'<w1 t1+w2 t2
w1+w2
Jika data yang diperoleh tidak normal, maka
digunakan uji U (Uji Mann-Whitney). Untuk menghitung nilai
statistik uji Mann-Whitney, rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut35:
U 1=n1n2+n1(n1+1)/2−∑ R1
U 2=n1n2+n2(n2+1)/2−∑ R2
Keterangan:
n1 = jumlah kasus kelompok 1
n2 = jumlah kasus kelompok 2
∑ R1 = jumlah jenjang/ rangking pada kelompok 1
∑ R2 = jumlah jenjang/ rangking pada kelompok 2
Catatan = hanya salah satu U saja yang dihitung, sebab U lainnya
dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: U 1= n1 n2 - U 2. Sedangkan U
yang digunakan adalah yang memiliki harga terkecil.
35 Bambang Soepeno, Statistik Terapan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal 191
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2009
Arikunto, Suharsimi. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2007
Bahreisy, Salim. Irsyadul ‘ibad ilasabilirrasyad. Surabaya: Darussaggaf. 1997
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta: CV Penerbit Diponegoro. 1990
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.2008
Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007
Nasution. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi aksara. 2000
Ronal, E. Walpole. Pengantar Statistika.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 1993
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.2011
Slameto. Belajar dan faktor- Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.1995
Soepeno,Bambang.Statistik Terapan.Jakarta: Rineka Cipta. 1997
Sudjana.Metode Statistik. Bandung: PT. Tarsito. 2002
Sudjana, Nana. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar.Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2009 cet. Ke-10
Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Algesindo. 2009
Suherman, Erman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA. 2001
Suryabrata, Sumadi.Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inofatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2009
Rusman. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012